KADO TERAKHIR DI BULAN MARET

KADO TERAKHIR DI BULAN MARET
Mila duduk terpaku, membisu. Pikirannya jauh menerawang menembus batas cakrawala
yang tak pernah tersentuh. Menukik dan mencabik rasa yang kini kian pekat dan gelap. Selalu
menyendiri, meratapi nasib hidup yang tak pasti setiap malam minggu. Jelas sangat
membosankan, bukan? Sementara temen-temen Mila selalu menghabiskan waktu malam
minggu. Ada yang nge-date sama pacar, kumpul bareng dengan sahabat-sahabatnya, nongkrong
bareng atau hanya sekedar ngopi bareng. Ingin sekali dia memiliki teman. Setelah keinginan itu
terkubur bertahun-tahun, kini mulai terkikis. Sayang seribu sayang, keinginannya berseberangan
dengan suatu halangan yaitu penyakit Ambigous Genetalia yang dideritanya. Penyakit ini juga
disebut kelamin ganda. Ya, dia mempunyai alat kelamin ganda sejak lahir. Mungkin inilah yang
membuat teman Mila merasa jijik dengannya.
“Mila…” Panggil Shinta lembut.
“Apaan sih bu?” jawab Mila kasar.
“Makan dulu, nak…”
“Nggak laper…” Mila turun dari jendela dan segera melemparkan badannya ke kasur empuk.
“Mila ngantuk, mau tidur.”
Dengan sabar Shinta meladeni kemauan Mila. “Ya, sudah. selamat tidur sayang.” Selalu
begitu sikap Mila terhadap ibunya. Berawal dari meninggalnya sang ayah, Mila selalu bersikap
kasar terhadap Shinta. Ini karena keinginan Mila untuk operasi tidak terkabul samai detik ini.
Sebenarnya operasi tinggal satu langkah lagi. Namun Tuhan berkehendak lain. Uang yang
seharusnya digunakan untuk operasi Mila, harus direlakan untuk operasi sang ayah karena

kecelakaan. Namun apa daya, maut menjemput sang kepala keluarga itu.
***
Siang begitu terik membakar ubin kelas tanpa mengenal lelah. Sementara hiruk-pikuk
suara teman Mila memperparah neraka dunia siang itu. Semua teman satu kelas selalu
menceritakan setiap kisah indah malam minggunya. Seakan mereka semua memamerkan pada
Mila.
“Mila… Malam minggu kemana?” Tanya Vera sedikit mengejek. Mila hanya diam dengan
memendam amarah yang terpendam.

Ferdian pacar Vera menjawab, “Malam minggu Mila nongkrong di toilet lah…” Seketika tawa
pecah di kelas XI IPA 2.
Mila yang tidak tahan dengan ejekan teman-temannya keluar dengan membawa rasa sedih
yang amat sakit. Tanpa memperhatikan jalan, dia menabrak seorang cowok. Mila mengucap kata
maaf lalu melanjutkan perjalanan menuju toilet. Ya… Toilet adalah tempat terakhir saat Mila
tidak bisa berkutik. Cowok tersebut memperhatikan setiap langkah kaki Mila. Sepertinya dia
tertarik dengan Mila.
***
Loh, itu kan cowok yang tadi? Gumam Mila dalam hati. Ternyata dia adalah murid baru
pindahan dari Jakarta. Mike namanya. Setelah memperkenalkan diri, semua cewek sepertinya
terkagum-kagum dengan Mike. Hal yang membuat semua cewek iri di XI IPA 2 adalah saat Bu

Ndaru mempersilahkan Mike untuk duduk di samping Mila.
“Mike…” Kata Mike memperkenalkan diri sampil mengulurkan tangan.
Mila membalas jabatannya dengan sedikit ragu. “Mila…”
“Nice to meet you, Mila…”
Mila hanya tersenyum tanpa ada balasan kata. Bukan karena Mila tidak bisa berbahasa
inggris. Kalau soal bahasa asing, dia jagonya. Bahkan Mila juga tergolong pandai dalam segala
mata pelajaran. Dia rajin dan cantik pula.
Pelajaran telah usai. Secepat kilat Mila membereskan alat tulisnya untuk segera pulang.
Mike tampak bingung melihat tingkah Mila. Tanpa sepatah katapun, Mila langsung pergi
meninggalkan kelas.
“Mila, tunggu?” Mike mengejar langkah Mila.
“Ada apa ya?” Tanya Mila sembari membalikkan badan.
“Kamu kok buru-buru banget sih?” Tanya Mike heran.
“Emang kenapa sih?”
“Nggak papa. Aneh aja. Aku kira takut sama aku.”
“Hahaha. Ya enggak lah. Duluan ya?” Pamit Mila
***
Seperti biasa, Mila menunggu angkot di halte. Dia melirik jam untuk yang kesekian kali.
Dia berdiri menengok dari arah datangnya angkot dan berharap ada angkot yang datang. Namun
tiba-tiba sebuah ninja putih berhenti tepat di depan halte.


“Hey…” Sapa si pemilik ninja.
“Mike?” tanya Mila sedikit tercengang.
“Nunggu angkot, ya?”
“Iya lah. Masak nunggu kereta.”
“Mending pulang sama aku. Gimana?”
Berfikir sejenak. “Oke deh. Itung-itung ngirit duit nih. Hahaha.”
Akhirnya Mila merasa punya teman saat ini. Walaupun baru beberapa jam yang lalu
mereka berkenalan, tapi Mila merasa seperti sudah berhari-hari kenal dengan Mike. Selain itu
Mike termasuk tipe orang yang mudah bergaul, sehingga hubungan mereka tidak monoton.
Berbagai obrolan terucap di sepanjang jalan. Hal ini membuat kedekatan mereka semakin erat.
“Mila… makan dulu yuk… Laper nih.”
“Yah, kamu nih.” Kata Mila sedikit jaim (jaga image).
“Aduh, Mil… kamu nggak kasihan apa aku kelaperan gini. Mana nih tempat yang enak buat
makan.”
Mila menunjukkan arah, sementara Mike mengendalikan motor untuk melewati jalan yang
diarahkan Mila. Dalam waktu 5 menit, mereka sudah sampai di Restauran Grafika. Setelah
memarkirkan motor, mereka memasuki tempat tersebut. Seketika bayangan mereka menghilang
dibalik pintu.
“Waw… tempatnya nyaman, Mil.”

Mila hanya tersenyum tanpa balasan kata. “Eh Mil, kamu sering kesini ya?”
“Dulu waktu ayahku masih hidup, aku sama keluarga sering kesini. Tapi sekarang nggak pernah
sama sekali.” Jelas Mila dengan menampakkan wajah sedih yang bercampur kerinduan masa
lalu.
“Aduh, aku jadi nggak enak nih. Yaudah nggak usah dilanjut. Makan dulu tuh.”
“Mike… sebenernya aku pengen cerita banyak sama kamu.”
“Cerita aja Mil. Tapi ditahan dulu ya, kita makan dulu. Oke?”
Mila tersenyum lega. Setelah selesai makan, Mila mengadukan segala gundah pada Mike.
Tentang kisah tragis meninggalnya ayah Mila karena kecelakaan di pesawat terbang. Pada
akhirnya keadaan mengubah kehidupan keluarga Mila menjadi pekerja keras untuk
menyelaraskan dengan sulitnya hidup. Bahkan Mila juga menceritakan tentang penyakitnya dan

ketidak mampuan Ibunya dalam mengoperasikan penyakitnya. Serta cerita tentang semua teman
yang menjahui Mila karena penyakitnya. Semua cerita terungkap jelas dari mulut Mila.
“Mila, aku nggak setuju kalau kamu bersikap kasar terhadap ibumu. Biar gimanapun ini bukan
salah ibu kamu, Mila. Mungkin aja sekarang ibu kamu sedang berusaha mencari uang untuk
operasi.”
“Tapi aku pengen cepet normal lagi, Mike.”
“Inget Mil! Orang tua tu pasti berusaha melakukan apapun untuk kebutuhkan kita. Cuma kitanya
aja yang sering nggak sadar.”

***
Setelah mengantarkan Mila sampai rumah, Mike bergegas untuk segera menuju rumah
sakit. Secepat kilat dia mengendarai motornya.
“Mama gimana pa?” Tanya Mike dengan perasaan khawatir.
“Nggak usah khawatir nak. Udah ada pendonor hati untuk mama.”
“Alhamdulillah…” Kata Mike lega. “Tapi siapa pa?” Tanyanya heran.
“Papa juga nggak tau persis, Mike… Yang jelas mama bisa sembuh kan?”
***
Mulai sekarang, Mila tidak perlu bangun pagi untuk menunggu kedatangan sang angkot.
Mike siap menjemput Mila setiap harinya serta mengantarnya sepulang sekolah. Mila sudah
menganggap Mike seperti kakaknya sendiri.
“Mil… Kamu kok masih jutek gitu sih sama ibu kamu?” tanya Mike saat mereka sarapan di
kantin.
“Nggak ah, biasa aja.” Jawab Mila tanpa beban.
“Mil, kamu nggak boleh gitu donk! Kasihan ibu kamu tuh.”
Mila diam seribu basa dengan sedikit rasa bersalah pada Ibunya. Mila melanjutkan untuk
menyantap mie ayam buatan Mbok Jimo, penjaga kantin.
“O iya, mama kamu gimana?” Tanya Mila mengalihkan perhatian.
“Udah dapet donor kok. Nanti operasi. Ya mudah-mudahan aja operasi berhasil.”
“Amin.” Mila tersenyum setengah berharap.

“Nanti temenin aku ke rumah sakit ya?”
“Siap!!!”
***

Dengan pasrah, Mike memanjatkan doa kepada sang khalik. Begitu pula dengan papanya
dan juga Mila. Mereka setia menunggu kabar dokter mengenai mama Mike. Setelah sekian lama
menunggu, akhirnya dokter keluar juga. Mereka bertiga menghampiri dokter dengan harapan
yang sama untuk mendengar kabar baik tentang mama Mike.
“Gimana dok?” Tanya papa Mike dengan penuh harapan.
“Alhamdulillah lancar.” Jawab dokter dengan raut wajah bahagia.
“Alhamdulillah…” Jawab Mila dan Mike bersamaan.
Sepintas Mila tidak sengaja melihat cincin yang melingkari jari pendonor. Itu kan cincin
ibu. Batinnya panik.
“Heh, Mil. Kok ngelamun sih.” Kata Mike membuyarkan fikirannya.
“Mike, kayaknya aku harus pulang deh.”
“Loh, kenapa buru-buru…?
“Perasaanku nggak enak banget nih.”
***
Setibanya dirumah, Mila memastikan keberadaan Shinta. Terus-menerus dia memanggil
kata “ibu”. Tetap saja nihil.

“Ibu… Ibu dimana bu?” Kali ini, air mata Mila mulai menetes. Perasaan takut selalu
menghampirinya. Dia mencari keberadaan Shinta dan memastikan bahwa pendonor hati itu
bukan Shinta.
Dia membuka pintu kamar Shinta dengan pelan. Dia merasa sedikit lega saat dia melihat
Shinta terbaring di ranjang. Namun setelah dibuka, ternyata hanya sebuah guling. Rasa takut
menghampirinya lagi secara tiba-tiba. Mila melihat sebuah kertas dan cepat membukanya.
Mila sayang…
Maafin ibu ya. Ibu harus pergi tanpa pamit sama Mila. Ibu harus pergi dengan cara
seperti ini. Maafin ibu karena ibu telah mendonorkan hati untuk mamanya Mike tanpa seijin
Mila. Ibu nglakuin ini karena ibu pengen mendapatkan uang agar Mila cepet operasi. Hati ibu
rasanya sakit sekali kalau melihat Mila marah terus sama ibu. Jadi ibu pikir Mila pasti
ngebolehin cara Ibu ini.
Mila… Ibu nggak punya apa-apa nak. Tapi ibu minta, kamu gunakan uang ibu untuk
operasi Mila ya. Hanya itu yang Ibu minta, nak. Ibu sayang Mila sampai kapanpun. Dan, hari
ini kan Mila ulang tahun yang ke-17. Ibu harap Mila lebih dewasa dalam menyikapi sebuah

permasalahan. Ibu nggak bisa datang di hari ulang tahun Mila. Tapi Ibu harap pesan terakhir
Ibu menjadi kado terakhir dari ibu untuk mila. Ibu sayang Mila. Selamat ulang tahun, nak.
***
Satu per satu orang mulai meninggalkan tempat pemakaman Shinta. Hingga akhirnya

hanya ada Mila dan keluarga Mike. Air mata yang dari tadi mengalir di pipi Mila tidak berhenti
dan justru semakin membanjir. Mike mendekat.
“Mila… Kita pulang yuk.”
Mila tidak menggubris sedikitpun. “Ibu…” Panggilnya lembut. “Mila ikut ibu aja. Mila nggak
punya siapa-siapa lagi Bu…” Lanjutnya.
“Ibu…” panggil Mila sekali lagi. Kali ini dia sangat terbebani oleh sebuah penyesalan yang amat
sangat menyedihkan.
Mama Mike yang tidak tega melihatnya kini ikut mendekat. “Mila sayang. Kamu masih punya
kita. Ibumu disini nak.” Katanya sambil menunjukkan letak hatinya.
“Iya Mila… Mamaku, mamamu juga Mil. Kita akan jadi saudara, Mil.”
Kini giliran papa Mike yang berkata. “Benar kata Mike. Kamu akan menjadi adik Mike.
Sekarang kita pulang ya, Nak.”
Kali ini air mata Mila bercampur dengan bahagia. Dia mempunyai keluarga yang baru.
Inilah kado kedua yang didapatkan Mila di hari ulang tahunnya pada bulan maret.
Ibuku sayang…
Mila nggak akan ngulangin kesalahan Mila lagi, bu. Mila berjanji akan memperbaiki
kesalahan Mila. Maafin kesalahan Mila selama ini bu. Penyesalan Mila nggak akan berarti
tanpa perubahan. Terimakasih atas kado yang ibu berikan buat Mila. Walaupun bukan
berbentuk barang, tapi kado ini sangat berarti untuk Mila dan Mila nggak akan pernah lupain,
bu. Sekarang Mila udah sembuh bu. Kado kedua yang Mila dapat adalah keluarga baru, Bu.

Mila sekarang saudaraan sama Mike, Bu. Aku tau Ibu udah bahagia disana. Tapi aku masih bisa
mendapatkan kasih sayang Ibu kan? Lewat hati Mama Mike. Bu. Bulan maret ini akan menjadi
sejarah buat Mila di masa depan.

Kata-kata Mutiara
ü Keajaiban dalam hidup, adalah terlahir dari rahim ibu. Seorang wanita yang telah memberikan
kasih sayang dan pengorbanan. Maka jangan sia-siakan sebelum ia pergi jauh dan tidak akan
kembali.
ü Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa mengubah masa depan dengan belajar dari masa
ü
ü
ü
ü

lalu.
Nasi telah menjadi bubur. Namun sekarang tugas kita adalah membuat bubur itu terasa nikmat.
Lakukan yang terbaik melebihi yang diharapkan walaupun dalam keterbatasan yang ada.
Menghina seseorang sebaiknya dilakukan ketika kita telah melebihi garis sempurna.
Bagaimanapun keadaan kita dan siapapun yang memiliki keadaan sulit, janganlah merasa kamu
akan sulit karenanya.


BIODATA PENULIS
Nama

: Wahyu Sri Lestari

Tempat, tanggal lahir

: Boyolali, 7 Juli 1996

Alamat rumah

: Sangkal, RT 022/ RW 007, Sukabumi, Cepogo, Boyolali

Sekolah

: SMA N 1 Teras, Boyolali

Alamat sekolah


: Sudimoro, Teras, Boyolali

Facebook

: Wahyu lestari

Twitter

: @Tari_taris

Nomor Handphone

:-

Pin BB

:-

Email

: wahyu.lestari700@gmail.com