BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon 2.1.1 Pengertian Respon - Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

  2.1.1 Pengertian Respon

  Kata respon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai tanggapan, reaksi, dan jawaban.Respon juga merupakan istilah yang digunakan dalam psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Teori behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan ransang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Pusat perhatian psikologi seharusnya diarahkan pada pendeskripsian, penjelasan, pembuatan prediksi, serta pengontrolan dari tingkah laku, dengan kata lain respon merupakan perilakuyang muncul karena adanya rangsangan dari lingkungan (Adi, 1994, h. 58).

  Respon pada dasarnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud, baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur, 2003, h. 359).

  2.1.2 Proses Terjadinya Respon

  Ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari pengamatan sampai berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabarata adalah sebagai berikut

  1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari kesadaran.

  2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayanagn pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya.

  3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan pengamatan.

  Proses terjadinya respon tersebut adalah pertama-tama indera mengamati objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan perangsang.Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian diakses pada tanggal 02 Februari 2015 pukul 19.30 WIB).

2.1.3 Indikator Respon

  Respon yang muncul ke dalam kesadaran, dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari respon lain. Dukungan terhadap responakan menimbulkan rasa senang, sebaliknya respon yang mendapat rintangan akanmenimbulkan rasa tidak senang.Penjelasan tersebutmenunjukkan bahwa indikator respon terdiri dari respon yang positif yaitu kecendrungan tindakannya adalah mendekati, menyukai, kecendrungan tindakannya menjauhi, menghindaridan memberi objek tertentu (http://repository.usu.ac.id/diakses pada tanggal 02 Februari 2015 pukul 19.50 WIB).

  Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap dan partisipasi.Persepsidalam arti sempit ialah penglihatan, bagimanacara seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian yaitubagimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Pareek (dalam Sobur, 2003, h. 446), persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindra atau data.

  Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pemahaman yang mendetail, rasa takut, ancaman, dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengungkapan sikap dapat diketahui melalui :

  1. Pengaruh atau penolakan

  2. Penilaian

  3. Suka atau tidak suka

  4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi Mengenai sikap, Thursone mengatakan sikap adalah derajar efek positif atau negatif yang dikaitkan dengan objek psikologis.Objek psikologis yang dimaksud adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan, intuisi, pekerjaan, atau profesi, dan ide yang dapat dibedakan dalam perasaan positif atau negatif. Sikap adalah tendensi untuk bereaksi dalam suka atau tidak suka terhadap suatu objek sikap yang merupakan emosi yang diarahkan oleh seseorang kepada orang lain, benda atau dapat berbentuk positif atau negatif (Azwar, 2007, h. 25).

  Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting dalam mengukur suatu respon. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses yang ada dalam masyarakat, pemilihan dan pengambilan tentang alternative solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2000, h. 27). Dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran serta. Peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus menerus guna meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab.

  Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa indikator dari respon itu adalah senang (positif) dan tidak senang (negatif). Respon bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang ataupun menjadi antisipasi pada masa yang akan datang (http://repository.usu.ac.id/ diakses pada tanggal 02 Februari 2015 pukul 20.24 WIB).

2.2 Pemberdayaan Masyarakat

  Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat.Jadi, pendekatan pemberdayaan titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek, dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005, h. 6).

  Pada dasarnya, memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita, dalam Setiana, 2005, h. 6).

  Dalam kerangka pemberdayaan masyarakat yang terpenting adalah dimulai dengan bagaimana cara menciptakan kondisi, suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Dalam mencapai tujuan pemberdayaan, berbagai upaya dapat dilakukan melalui berbagai macam strategi, di antara strategi tersebut adalah modernisasi yang mengarah pada perubahan struktur sosial, ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran serta masyarakat setempat (Setiana, 2005, h. 6). Strategi-strategi ini dapat secara luas diklasifikasi di bawah judul-judul kebijakan dan perencanaan, aksi sosial dan politik, dan pendidikan dan

  penyadar-tahunan.

  Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan dicapai dengan mengembangkan atau mengubah struktur-struktur dan lembaga-lembaga untuk mewujudkan akses yang lebih adil kepada sumber daya atau berbagai layanan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.Pemberdayaan melalui

  aksi sosial dan politik menekankan pentingnya perjuangan dan perubahan politik

  dalam meningkatkan kekuasaan yang efektif. Pemberdayaan melalui pendidikan dan

  penyadar-tahunan menekankan pentingnya suatu proses edukatif (dalam pengertian

  luas) dalam melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka. Ini memasukkan gagasan-gagasan peningkatan kesadaran –membantu masyarakat keterampilan untuk bekerja menuju perubahan yang efektif dan seterusnya (Ife & Tesoriero, 2008, h. 147-148).

  Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlu diketahui potensi atau kekuatan yang dapat membantu proses perubahan agar dapat lebih cepat dan terarah, sebab tanpa adanya potensi atau kekuatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri maka seseorang, kelompok, organisasi atau masyarakat akan sulit bergerak untuk melakukan perubahan. Kekuatan pendorong ini di dalam masyarakat harus ada atau bahkan diciptakan lebih dulu pada awal proses perubahan dan harus dapat dipertahankan selama proses perubahan itu berlangsung. Jenis-jenis kekuatan di masyarakat adalah beragam dan dapat dikelompokkan ke dalam:

  1. Kekuatan pendorong (motivational forces); Kekuatan pendorong dalam masyarakat adalah orang-orang yang punya ciri- ciri sebagai berikut: a. Tidak puas dengan situasi kondisi yang ada.

  b. Mempunyai perasaan adanya sesuatu yang belum dimiliki secara kejiwaan/psychologist.

  Orang-orang ini akan mudah terdorong untuk mencari hal-hal baru. Bagi seorang motivator atau penyuluh lapangan, seandainya sasaran penyuluhan sudah merasa puas dengan kondisi situasi yang ada, maka tugas si penyuluh adalah menciptakan kekuatan pendorong dengan jalan seperti berikut.

  a. Menimbulkan rasa tidak puas terhadap sesuatu hal yang dianggap perlu dimiliki mereka. Hal demikian perlu sekali dilakukan demi maksud- maksud pembangunan yang diarahkan pada perubahan situasi yang lebih baik dari situasi yang sudah ada. yang akan berdampak pada kehidupan mereka.

  c. Menunjukkan kekurangan-kekurangan dan menyadarkan bahwa kekurangan tersebut perlu untuk diatasi, tidak dibiarkan.

  2. Kekuatan bertahan (resistance forces); Kekuatan ini punya tujuan untuk mempertahankan sesuatu yang telah ada di masyarakat, mereka pada umumnya menentang inovasi yang masuk atau hanya terbatas pada inovasi tertentu yang dianggap dapat menimbulkan perubahan langsung terhadap mereka.Ciri-ciri orang yang tergolong dalam kelompok ini adalah sebagai berikut.

  a. Apatis dan tidak mudah percaya terhadap pihak luar yang dianggap sering mengecewakan.

  b. Punya rasa takut yang tinggi dan lebih suka mempertahankan apa yang telah mereka punyai daripada menggantinya dengan sesuatu yang belum mereka pahami atau ketahui.

  3. Kekuatan pengganggu (interference forces); Kekuatan ini dapat kita temukan pada setiap masyarakat. Timbulnya kekuatan ini karena adanya kekuatan masyarakat yang saling bersaing untuk dapat dukungan masyarakat dalam proses pembangunan, baik dalam alokasi biaya, persaingan harga atau tujuan politis tertentu. Kekuatan ini pada umumya meginginkan ketidakkompakan atau perpecahan, karena mereka menyadari, jika demikian akan lebih mudah memperalat mereka untuk tujuan pribadi atau golongan. Kekuatan pengganggu dalam masyarakat sangat penting untuk diantisipasi karena adanya kekuatan pengganggu dapat

  9).

2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial

2.3.1 Kebijakan Publik

  Secara umum, kebijakan publik lebih luas daripada kebijakan sosial.Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih, pertahanan dan keamanan merupakan beberapa contoh kebijakan publik.Literatur mengenai kebijakan publik telah banyak menyajikan berbagai definisi kebijakan publik, baik dalam arti luas maupun sempit. Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002:5) memberikan definisi kebijakan publik secara luas, yakni sebagai "whatever governments choose to do or

  not to do." Sementara itu, Anderson yan'g juga dikutip oleh Young dan Quinn,

  menyampaikan definisi kebijakan publik yang relatif lebih spesifik, yaitu sebagai "a

  purposive course of action followed by an actor or set of actors in. dealing with a problem or matter of concern." Untuk memahami berbagai definisi kebijakan publik,

  ada baiknya jika kita membahas·beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik : a) Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.

  b) Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.· Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang di masyarakat.

  c) Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa demi kepentingan orang banyak.

  d) Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu (Suharto, 2010, h. 44).

2.3.2 Kebijakan Sosial

  Kebijakan sosial merupakan kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan sosial.Makna kebijakan pada kata kebijakan sosial adalah kebijakan publik, sedangkan makna sosial menunjuk pada bidang atau sektor yang menjadi garapannya, dalam hal ini adalah sektor atau bidang kesejahteraan sosial (Suharto, 2008).

  Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan pengempangan (developmental).Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya (Suharto, 2005).

  Kebijakan sosial diartikan sebagai kebijakan yang menyangkut aspek sosial dalam pengertian spesifik, yakni yang menyangkut bidang kesejahteraan sosial.Pengertian kebijakan sosial seperti ini selaras dengan pengertian perencanaan perencanaan sosial adalah perencanaan perundang-undangan tentang pelayanan kesejahteraan sosial yang pertama kali muncul di Eropa Barat dan Amerika Utara.

  Sehingga meskipun pengertian perencanaan sosial diintegrasikan secara meluas, di masyarakat Barat berkembang anggapan bahwa perencanaan sosial senantiasa berkaitan erat dengan perencanaan kesejahteraan sosial (Suharto, 2010, h. 9-10).

  Beberapa ahli seperti Marshall, Rein, Huttman, Magill, Spicker, dan Hill juga mengartikan kebijakan sosial dalam kaitannya dengan kebijakan kesejahteraan sosial.

  a) Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik (public policy).

  Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, seperti kebijakan ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanankeamanan (militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (air bersih, listrik). Kebijakan sosial merupakan satu tipe kebijakan publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (Magill, 1986).

  b) Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengantindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial atau bantuan keuangan (Marshall,1965).

  c) Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasibiaya-biayasosial, peningkatan pemerataan, dan pendistribusian pelayanan danbantuan sosial(Rein, 1970).

  d) Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan, atau rencana- rencana untukmengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial (Huttman, 1981).

  (we!fare), baik dalam artiluas, yang menyangkut kualitas hidup manusia, maupundalam arti sempit, yang menunjukpada beberapa jenis pemberian pelayanan kolektif tertentu guna melindungi kesejahteraan rakyat (Spieker, 1995).

  f) Kebijakan sosial adalah studi mengenai peranan negara dalam kaitannya dengan kesejahteraan warganya (Hill, 1996).

2.4 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

2.4.1 Pengertian Program

  Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan.Program adalah produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan, program dapat juga diartikan sebagai pelayanan tertulis mengenai :

  a. Situasi wilayah

  b. Masalah yang dihadapi

  c. Tujuan yang ingin dicapai

  d. Cara mencapai tujuan, yaitu perencanaan kerja yang berisi pertanyaan- pertanyaan tentang apa yang dilakukan, siapa saja yang melakukan, kapan dilakukan, bagaimana cara melakukan dan dimana hal tersebut dilakukan. Perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan, dan pelaksanaan program-program. Disebutkan pula bahwa perencanaan program merupakan proses yang berkelanjutkan melalui semua warga masyarakat, penyuluhan, dan para ilmuwan untuk memusatkan pengetahuan dan keputusan- keputusan dalam mencapai pembangunan yang lebih terarah dan mantap (Martinez, dalam Setiana, 2005, h. 70).

2.4.2 Komunitas Adat Terpencil

  Sesuai dengan Keppres RI No.111/1999 tentang Pembinaan Sosial Komunitas Adat Terpencil, yang dimaksud dengan KAT adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik.

  Komunitas adat terpencil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  a. Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen KAT umumnya hidup dalam kelompok kecil dengan tingkat komunikasi yang terbatas dengan pihak luar. Disamping itu kelompok KAT hidup dalam satu kesatuan suku yang sama dan bersifat tertutup.

  b. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan Pranata sosial yang ada dan perkembangan dalam KAT pada umumnya bertumpu pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka sehari-hari masih didasarkan pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka sehari-hari masih didasarkan pada hubungan darah dan ikatan tali perkawinan. Pranata sosial yang ada tersebut meliputi antara lain pranata ekonomi, pranata kesehatan, pranata hukum, pranata agama, pranata kepercayaan, pranata politik, pranata pendidikan, pranata ilmu pengetahuan, pranata ruang waktu, pranata hubungan sosial, pranata kekerabatan, pranata sistem organisasi sosial.

  c. Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau Secara geografis KAT umumnya berada didaerah pedalaman, hutan, pegunungan, perbukitan, laut, rawa, daerah pantai yang sulit dijangkau.

  Kesulitan ini diperkuat oleh terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, baik ke atau dari kantong KAT. Kondisi ini mempengaruhi dan menghambat secara efektif dan terpadu.

  d. Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten Aktivitas kegiatan ekonomi warga KAT sehari-hari hanya sebatas memenuhi kebutuhan hidpnya sendiri (kebutuhan sehari-hari) e. Peralatan teknologinya sederhana

  Dalam upaya memanfaatkan dan mengolah SDA untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari baik dalam kegiatan pertanian, berburu, maupun kegiatann lainnya, KAT masih menggunakan peralatan yang sederhana yang diwariskan secara turun-temurun.

  f. Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi Kehidupan KAT sangat menggantungkan kehidupan kesehariannya baik itu fisik, mental dan spiritual pada lingkungan alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam atau berbagai kejadian dan gejala alam.

  g. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik Sebagaimana konsekuensi logis dari keterpencilan, akses berbagai pelayanan sosial ekonomi dan politik yang tersedia dilokasi atau di sekitar lokasi tidak ada atau sangat terbatas sehingga menyebabkan sulitnya warga KAT untuk memperolehnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.

  Adapun yang menjadi kategori KAT berdasarkan mobilitas adalah:

  a. Kategori I (Kelana) memiliki kebiasaan berburu dan meramu dari berbagai potensi sumber daya alam setempat. tergantung pada potensi sumber daya alam setempat yang menjadi orbitasinya.

  c. Kategori III (Menetap) memiliki kebiasaan bertani atau berkebun (Kementrian Sosial RI, 2014).

  Komunitas Adat Terpencil (KAT) biasanya menempati lokasi yang secara geografis sulit dijangkau. Ditinjau dari segi habitat/lokasinya, warga KAT biasanya tinggal di daerah sebagai berikut:

  a. Di dataran tinggi dan / atau daerah pengunungan

  b. Di dataran rendah dan / atau daerah rawa

  c. Di dataran pedalaman dan / atau daerah perbatasan

  d. Di atas perahu dan / atau daerah pinggir pantai

  e. Di atas pohon / pemukiman liar Adapun yang menjadi permasalahan internal KAT, antara lain:

  1. Permukiman yang terpencil dan berpencar sehingga akses terhadap berbagai fasilitas menjadi sangat terbatas.

  2. Ekonomi subsistem, KAT rentan termarginalkan oleh kecepatan perubahan yang ada dilingkungannya yang bukan KAT.

  3. Teknologi sangat sederhana yang umumnya warisan leluhur tidak didukung sarana dan upaya perubahan sesuai kondisi yang terjadi.

  4. Ketergantungan pada SDA yang sangat tinggi, yang rentan terhadap perubahan jumlah dan pendayagunaan sumber-sumber tersebut oleh unsur dari luar lingkungan.

  Sedangkan yang menjadi masalah eksternal KAT, antara lain : budaya yang ada di luar lingkungan KAT.

  2. Peran masyarakat dalam proses pemberdayaan KAT relatif terbatas.

  3. Pemberdayaan KAT secara umum belum menjadi skala prioritas daerah.

  4. Masalah-masalah kecenderungan aktual seperti disintegrasi sosial, perusakan lingkungan, kesamaan gender, keterlantaran (anak dan lansia), dan kemiskinan (Kementerian Sosial RI, 2014).

2.4.3 Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

   Departemen Sosial melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat

  Terpencil menyelenggarakan program pemberdayaan KAT. Pemerdayaan KAT adalah serangkaian kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada KAT setempat untuk menemukan masalah dan kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri, melalui upaya perlindungan, penguatan, pengembangan, konsultasi dan advokasi guna peningkatan taraf kesejahteraan sosialnya (Kementerian Sosial RI, 2014, h. 6). Program ini telah mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian warga KAT di berbagai daerah.

  Di dalam Kepres RI No. 111 Tahun 1999 pembinaan kesejahteraan sosial komunitas adat terpencil bertujuan untukmemberdayakan komunitas adat terpencil dalam segala aspek kehidupan danpenghidupan agar mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani, dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan, yang pelaksanaannya dilakukandengan memperhatikan adat istiadat setempat. penetapan kegiatan pemberdayaan KAT sebagai prioritas nasional, maka Direktorat Pemberdayaan KAT telah menetapkan kebijakan teknis sebagai berikut:

  1. Meningkatkan profesionalisme pemberdayaan sosial, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan dunia usaha terhadap KAT;

  2. Meningkatkan dan memeratakan pemberdayaan sosial yang lebih adil, dalam arti bahwa setiap KAT berhak untuk memperoleh pelayanan sosial yang sebaik-baiknya;

  3. Memantapkan manajemen pemberdayaan sosial bagi KAT melalui penyempurnaan terus menerus dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelayanan pemberdayaan sosial yang semakin berkualitas dan akuntabilitas;

  4. Meningkatkan dan memantapkan partisipasi sosial masyarakat dalam pemberdayaan sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat atas dasar swadaya dan kesetiakawanan sosial, sehingga merupakan bentuk usaha-usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkesinambungan. Peraturan Pemerintah No. 39/2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan

  Sosial dalam Pasal 23 ayat 1: Pemberdayaan KAT disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat ditujukan kepada Komunitas Adat Terpencil yang terdiri dari sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial budaya, dan miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi. Pasal 23 ayat 2: Pemberdayaan Sosial Masyarakat/ KAT, yang memiliki kriteria:

  1. Keterbatasan akses pelayanan sosial dasar;

  2. Tertutup, homogen, dan penghidupannya tergantung kepada sumber daya alam;

  4. Tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau terluar, dan terpencil.

  Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 020.A/PS/KPTS/VI/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dikatakan bahwa Pemberdayaan Komuitas Adat Terpencil (PKAT) merupakan salah satu bentuk kepedulian dan komitmen pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses pembangunan nasional yang umumnya berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Departemen Sosial, melalui program KAT mengkhususkan memberdayakan mereka agar bersama-sama dengan masyarakat Indonesia lainnya ikut dalam proses pembangunan sebagaimana yang dicita-citakan dalam amanat UUD 1945.

  Jenis kegiatan dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil meliputi :

  a) Penyuluhan; merupakan suatu upaya berkesinambungan untuk membimbing KAT khususnya dengan masyarakat luas baik perorangan atau lembaga ke arah kesadaran terhadap arti penting pemberdayaan sosial KAT.

  b) Bimbingan; merupakan suatu proses terencana dan terorganisasi untuk menumbuh-kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk menindaklanjuti hasil penyuluhan sosial pada KAT, lingkungan sosial dan masyarakat luas.

  c) Pelayanan; merupakan usaha untuk memfasilitasi dan atau bantuan kepada warga KAT baik secara perorangan, kelompok, maupun secara keseluruhan guna terlaksananya tujuan program pemberdayaan. istiadat dan atau lingkungan sosial budaya berdasarkan perspektif sosial budaya yang berlaku secara universal, dan terhindarnya dari berbagai bentuk eksploitasi terhadap warga KAT.

2.4.4 Permasalahan Internal Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

  Adapun yang menjadi permasalahan internal dalam pemberdayaan KAT adalah: a. Kesenjangan sistem sosial budaya dengan masyarakat pada umumnya.

  b. Ketertinggalan dalam sistem sosial, teknologi dan ideologi.

  c. Pemenuh kebutuhan dasar (basic human needs) seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan, agama, pekerjaan, rasa aman masih jauh dari memadai.

  d. Belum atau sangat sedikit menerima pelayanan pembangunan sehingga kebijaksanaan pemetaan pembangunan belum dapat menjangkau mereka.

  e. Pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya alam serta manusia dalam kegiatan produksi belum efesien/optimal.

  f. Belum sepenuhnya terjadi integrasi sosial ke dalam sistem kemasyarakatan sekitarnya.

  g. Dapat mengurangi citra keberhasilan pembangunan karena masih adanya kesenjangan yang begitu besar.

2.4.5 Permasalahan Eksternal Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

  Sedangkan, yang menjadi permasalahan eksternal dalam pemberdayaan KAT adalah: a. Kurang akuratnya data tentang Komunitas Adat Terpencil dengan berbagai latar belakang sosial budayanya.

  b. Terbatasnya pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai sosial budaya dan aspirasi KAT yang menjadi sasaran program c. Belum mantapnya keterpaduan pemberdayaan KAT dengan instansi sektoral melalui Forum Koordinasi atau Kelompok Kerja baik di tingkat pusat maupun daerah.

  d. Jumlah dan kualitas Pendamping Sosial belum seimbang dengan jumlah populasi dan kebutuhan pendamping di lokasi KAT.

  e. Rendahnya pertisipasi dan kualifikasi tenaga lapangan (Pendamping Sosial), Orsos dan Lembaga Swadaya Masyarakat dirasakan masih belum profesional dan efektif.

  f. Pengembangan program melalui rekayasa sosial budaya KAT yang masih sangat memerlukan pendekatan khusus.

  g. Dana yang dialokasikan untuk pemberdayaan potensi dan sumber kesejahteraan sosial KAT relatif kecil dan tidak seimbang dengan bobot permasalahan.

  h. Belum efektifnya tindak lanjut pemberdayaan KAT yang telah dialihkan kepada Pemda setempat sehingga hasil guna yang diharapkan sebelumnya belum dapat dimaksimalkan. perubahan secara bertahap sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh warga KAT iut sendiri, termasuk sistim nilai dan pengetahuan. Maka dengan demikian, pemberdayaan KAT hendaknya diawali sesuai dengan potensi sumber yang mereka miliki dan kuasai.Potensi dan sumber yang dimaksud adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan lingkungan termasuk hewan, tanaman, tumbuhan serta kemungkinan budidaya (domestikasi) sebagai sumber mata pencaharian pokok maupun penunjang.Untuk itu maka segala komponen kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan maupun direncanakan di lokasi pemberdayaan KAT hendaknya mengarah kesana.Misalnya kegiatan bimbingan sosial dan motivasi, bantuan peralatan kerja, bibit tanaman, bantuan usaha ekonomi produktif perlu disesuaikan dengan keadaan/kondisi potensi sumber local yang dapat didayagunakan (Kementerian Sosial RI, 2014, h. 94).

2.4.6 Tujuan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

   Tujuan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah untuk

  meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) dalam segala aspek jasmani, rohani, dan sosial. Berdasarkan tujuan tersebut maka ada empat aspek yang saling terkait satu sama lainnya, meliputi :

  1. Aspek fisik : segala hal yang menyangkut kebutuhan fisik/ jasmani seperti pangan, sandang, papan dan lingkungan.

  2. Aspek mental (rohani) : seperti pengetahuan, pendidikan, kesehatan dan interaksi dengan masyarakat luas.

  3. Aspek sosial : meliputi pengenalan tentang perlindungan yang optimal terhadap hak-hak yang melekat pada KAT, meningkatnya interaksi dan pranata sosial yang diarahkan unutk pengembangan kelembagaan masyarakat agar mampu mengaktualisasikan diei dan maengartikulasikan kepentingan dan kebutuhan KAT tersebut.

  4. Aspek ekonomi : meliputi penguatan ekonomi KAT yang disesuaikan dengan potensi dan kebiasaan yang sudah ada untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat secara umum sehingga disamping memberdayakan warga KAT juga mencegah terjadinya eksploitasi terhadap warga KAT tersebut. Pemberdayaan KAT diarahkan pada upaya pengembangan kemandirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan wajar sehingga mampu menanggapi berbagai perubahan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.4.7 Sasaran Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

  Adapun yang menjadi sasaran program kegiatan pemberdayaan komunitas adat terpecil adalah :

  1. Komunitas adat terpencil yang belum dan yang sedang diberdayakan

  2. Masyarakat di sekitar lokasi permukiman sosial

  3. Instansi terkait, lembaga sosial kemasyarakatan, peroranagan (pakar, praktisi atau pemerhati) dan dunia usaha Pemberdayaan KAT dilakukan dalam lingkup :

  1. Penataan perumahan dan permukiman, meliputi :

  a. Penataan pembanguna rumah sederhana

  b. Penaatan pembangunan sarana lingkungan sosial yang dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi objektif setempat secara cermat a. Pendataan penduduk

  b. Pembuatan KTP

  c. Pengenalan administrasi pemerintahan

  3. Kehidupan beragama, meliputi :

  a. Pelayanan kerukunan kehidupan beragama

  b. Bantuan paket-paket buku agama dan sarana-sarana kepercayaan masing-masing

  4. Pendidikan, meliputi :

  a. Pendidikan dasar yang berbasiskan pengetahuan lokal

  b. Kejar Paket A dan Kejar Paket B

  c. Beasiswa bagi warga KAT yang berkeinginan melanjutkan pendidikan formal

  5. Kesehatan, meliputi :

  a. Pelayanan kesehatan dasar

  b. Pelayanan kesehatan lingkungan (sanitasi)

  6. Peningkatan pendapatan, meliputi :

  a. Tanaman pangan

  b. Perkebunan

  c. Perikanan

  d. Peternakan

  7. Kesejahteraan sosial, meliputi :

  a. Penyuluhan dan Bimbingan Sosial

  b. Perlindungan hak-hak KAT, meliputi :

  1. Hak atas tanah

  3. Hak akan hukum adat

  c. Bantuan/ fasilitas pemberdayaan SDM, usaha dan lingkungan sosial serta jaminan sosial kemasyarakatan d. Pelayanan sosial yang meliputi penangan masalah-masalah kesejahteraan sosial yang rentan dalam warga KAT e. Pengembangan organisasi lokal, jaringan kerja dan pranata adat, meliputi :

  1. Pemahaman tentang organisasi kelompok

  2. Pembuatan akses untuk kontak sosial dengan warga diluar KAT

  f. Penguatan ekonomi KAT, meliputi :

  1. Pelatihan keterampilan dasar

  2. Usaha ekonomis produktif

  g. Peningkatan peran perempuan KAT, meliputi :

  1. Pelibatan perempuan KAT dalam proses kegiatan pembangunan di lokasi KAT

  2. Penguatan kepada keikutsertaan perempuan KAT dalam menentukan arah kegiatan yang dilaksanakan di lokasi KAT h. Generasi muda, meliputi :

  1. Pelatihan keterampilan berdasarkan kepada potensi yang ada

  2. Pelatihan kader pembangunan KAT

  3. Pembentukan organisasi pemuda KAT yang berorientasi kepada peningkatan UKS.

2.4.8 Tahapan Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

   Berikut merupakan tahapan-tahapan pelaksanaan pemberdayaan KAT: 1. Tahapan Persiapan Pemberdayaan

  a. Tujuan Persiapan pemberdayaan ditujukan untuk mempersiapkan kondisi yang kondusif bagi warga KAT untuk melakukan transformasi sosial yang ditentukan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan warga KAT.

  b. Kegiatan yang dilaksanakan Kegiatan yang dilakasanakan dalam tahap persiapan meliputi :

  1. Pemetaan sosial adalah suatu kegiatan awal untuk menemukenali sekaligus menghimpun data etnografi KAT secara keseluruhan dalam suatu wilayah untuk mendapatkan data awal tentang suatu komunitas.

  a. Waktu : Triwulan I

  b. Pelaksana : Petugas pusat dan daerah

  c. Sasaran : lebih dari satu lokasi KAT

  2. Penjajagan awal; merupakan tindak lanjut dari pemetaan sosial untuk mengetahui lebih dalam dan lengkap tentang profil KAT berikut lingkungan sosialnya. Pelaksanaan penjajagan awal ini meliputi komponen sebagai berikut :

  a. Waktu : Triwulan II

  b. Pelaksana : Petugas Pusat, Petugas Provinsi, Petugas Kabupaten dan Petugas Kecamatan serta instansi teknis terkait di daerah

  c. Sasaran : Lokasi KAT pada pelaksanaan pemetaan sosial

  3. Studi Kelayakan; adalah tindak lanjut dari kegiatan penjajagan awal untuk merumuskan secara bersama program aksi yang akan dilaksanakan rekomendasi. Pelaksanaan studi kelayakan meliputi komponen sebagai berikut : a. Waktu : Triwulan III

  b. Pelaksana : Petugas Pusat dan daerah, Perguruan Tinggi, Instansi Teknis Terkait di daerah

  c. Sasaran : Lokasi KAT pada pemetaan sosial

  4. Penyusunan Rencana Program; adalah kegiatan unutk merumuskan secara tepat dari proses rangkaian kegiatan persiapan pemberdayaan untuk ditindak lanjuti dalam program pelaksanaan pemberdayaan KAT sehingga sesuai dengan keinginan dan kebutuhan KAT itu sendiri.

  Tahapan persiapan ini dilaksanakan selama satu tahun anggaran sebelum tahapan pelaksanaan pemberdayaan.

2. Tahap Pelaksanaan Pemberdayaan

  a. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pemberdayaan SDM dimaksudkan sebagai usaha peningkatan kualitas KAT yang meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. Komponen Pemberdayaan SDM terdiri dari :

  1. Aspek kehidupan seperti komunikasi, interaksi, tumbuhnya rasa kebersamaan, rasa aman, pendidikan, kesehatan kehidupan beragama dan lain sebagainya.

  2. Aspek penghidupan seperti kemampuan melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, keterampilan dalam rangka peningkatan perekonomian warga, koperasi, kemitraan dan lain sebagainya.

  Pemberdayaan lingkungan sosial dimaksudkan sebagai usaha peningkatan kualitas lingkungan sosial KAT. Komponen kegiatan pemberdayaan lingukungan sosial terdiri dari :

  1. Penataan pemukiman di tempat asal;

  a. Membangun permukiman sosial secara lengkap

  b. Bantuan stimulus pemugaran perumahan dan lingkungan

  c. Dikembangkan sebagai lokasi transmigrasi dengan menerima pendatang dari luar yang berpihak kepada proses pemberdayaan KAT.

  2. Penataan perumahan dan permukiman di tempat baru

  a. Membangun permukiman sosial secara lengkap

  b. Mengikutsertakan sebagai warga dampingan pada lokasi transmigrasi

  3. Diversifikasi usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan

  4. Pengembangan irigasi pengairan

  5. Peningkatan prasarana perhubungan, pendidikan dan kesehatan

  c. Perlindungan Komunitas Adat Terpencil Perlindungan KAT dimaksudkan sebagai upaya melindungi mereka antara lain :

  1. Internal; seperti hak ulayat, hukum adat, sistem kepemimpinan lokal.

  2. Eksternal melalui advokasi dan legislasi

  Tahapan Monitoring dan Evaluasi

  1. Tingkat Pusat Monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk memantau proses pelaksanaan program pemberdayaan KAT berdasarkan perencanaan yang telah disusun. dicapai, kendala yang dihadapi dan usaha pemecahannya. Dengan demikian monitoring dan evaluasi meliputi :

  a. Monitoring :

  1. Membandingkan antara hasil perencanaan dengan pelaksanaannya secara operasional

  2. Untuk mengetahui efektivitas dan ketepatan hasil perencanaan dengan pelaksanaanya.

  b. Evaluasi :

  1. Mengadakan evaluasi kebijakan teknis yang telah disusun oleh pemerintah daerah dalam pembangunan kesejahteraan sosial khususnya PKAT

  2. Mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program di lapangan, baik rutin maupun pembangunan

  3. Sebagai bahan perencanaan di waktu yang akan datang

  2. Tingkat Daerah Pelaksanaan monitoring dan evaluasi oleh jajaran kerja pemerintah daerah disesuaikan dengan kebijakan teknis kondisi daerah masing-masing.

  Keberhasilan PKAT yang dikategorikan terpencil dan terasing dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan sangat tergantung pada tekad, sikap dan semangat penyelenggara negara termasuk peran serta seluruh masyarakat dan dunia usaha (Departemen Sosial, 2003).

2.5 Peranan Pekerja Sosial Dalam Pemberdayaan KAT

  1. Pekerja Sosial sebagai Enabler(Fasilitator) Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan "fasilitator" seringdisebut sebagai "pemungkin" (enabler). Keduanya bahkan seringdipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen danHernandez (1994:188), "The traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action." Peranan Pekerja Sosial sebagai enabler ini adalah untuk memungkinkan dan memfasilitasi serta mengartikulasikan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh klien agar perubahan yang diinginkan bias terwujud.

  2. Pekerja Sosial sebagai Broker Ada tiga kata kunci atau prinsip utama dalam berperan sebagai broker. Tiga kata kunci itu adalah, menghubungkan (linking). Pekerja sosial akan menghubungkan klien (warga Partukkoan) dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Yang kedua adalah barang-barang dan pelayanan (goods and services). Goods adalah barang-barang yang nyata, seperti makanan,uang, pakaian, perumahan, obat- obatan. Sedangkan services mencakupkeluaran pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhikebutuhan hidup klien, misalnya dalam hal perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak dan yang ketiga adalah Quality Control, yang merupakan proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap lembagadan semua jaringan dipertanggungjawabkan setiap saat. Selanjutnya dalam melaksanakan peran sebagai broker, ada dua pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial: 1) Pengetahuan dan

  keterampilan melakukan asesmen kebutuhan masyarakat (community needs assessment), yang meliputi: (a) jenis dan tipekebutuhan, (b) distribusi

  kebutuhan, (c) kebutuhan akan pelayanan, (d) pola-pola penggunaan pelayanan, dan (e) hambatan-hambatan dalammenjangkau pelayanan. 2)

  Pengetahuan dan keterampilan membangunkonsorsium dan jaringan antar organisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk (a)memperjelas kebijakan-

  kebijakan setiap lembaga, (b) mendefinisikan perananlembaga-lembaga, (c) mendefinisikan potensi dan hambatan setiap lembaga,(d) memilih metode guna menentukan partisipasi setiap lembaga dalammemecahkan masalah sosial masyarakat, (e) mengembangkan prosedur guna menghindari duplikasi pelayanan, dan (f) mengembangkan prosedur guna mengidentifikasi dan memenuhi kekurang-an pelayanan sosial.

  3. Pekerja Sosial sebagai Mediator Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya.Peran ini sangat penting dalam paradigm generalis.Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Ketika adanya kesalahpahaman antara warga dengan pihak lembaga atau pemerintah dalam menjalankan programnya, disini pekerja social harus hadir sebagai mediator antara warga dan lembaga agar terjadi komunikasi yang baik demi berlangsungnya kegiatan pemberdayaan.Kegiatan-kegiatan yang dapat negosiasi, pendamai pihak ketiga,serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upayayang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai "win-win solution.”Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela di mana bantuan pekerja sosial diarahkan untuk memenang-kan kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri.

  4. Pekerja Sosial sebagai Advokat (Pembela) Seringkali pekerja sosial harus berhadapan sistem politik dalam rangkamenjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien atau dalammelaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial.Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela (advokat). Peran pembelaan atau advokasimerupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengankegiatan politik.Beberapa strategi dalam melakukan peran pembela adalah: keterbukaan (membiarkan berbagai pandangan untuk didengar), perwakilan luas (mewakili semua pelaku yang memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan), keadilan (kesetaraan atau kesamaan sehingga posisi- posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan perbandingan, pengurangan permusuhan (mengembangkan keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan, informasi (menyajikan masing- masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan analisis), pendukungan (mendukung patisipasi secara luas), kepekaan (mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap minat-minat dan posisi-posisi orang lain).

  5. Pekerja Sosial sebagai Educator pengetahuan. Dalam sosialisasi program Pemberdayaan KAT, kemungkinan sebahagian masyarakat belum terlalu mengerti soal hukum, operasionalisasi, tujuan dan fungsi program itu sendiri. Dalam hal inilah pekerja sosial dapat memberikan pengetahuan yang berkenaan dengan program Pemberdayaan KAT itu sendiri. Pengetahuan lainnya juga bisa berupa sistem sumber eksternal, sumber dana , sumber ahli, berbagai petunjuk pelaksanaan program, presentasi dan pelatihan-pelatihan.

  6. Pekerja Sosial sebagai Protector (Pelindung) Tanggungjawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung olehhukum.

  Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung(protector)terhadap orang-orang yang lemah danrentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung(guardian role),pekerjasosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang berisiko lainnya. Peranan sebagai pelindung mencakuppenerapan berbagai kemampuan yang menyangkut hal-hal: (a)kekuasaan, (b) pengaruh, (c) otoritas, dan (d) pengawasan sosial (Hatu, 2010).

2.6 Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

  Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Gubernur Sumatera Utara melalui Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai tugas pokok merumuskan kebijakan operasional di bidang Kesejahteraan Sosial dan melaksanakan sebagian kewenangan dekonsentrasi yang dilimpahkan kepada Sumatera Utara ini beralamat di Jalan Sampul No. 138 Medan.

  Pada mulanya, sebelum terbitnya PP Nomor : 5 Tahun 1958 tanggal 28 Januari 1958 (Tentang penyerahan di Lapangan Bimbingan dan Perbaikan Sosial), Instansi Sosial yang ada di daerah Sumatera Utara adalah Inspeksi Sosial Republik Indonesia (ISORI). Penyerahan secara nyata tugas di Lapangan Bimbingan dan Perbaikan Sosial dilakukan pada tanggal 28 Juli 1958 berdasarkan instruksi bersama Menteri Sosial dan Dewan Pemerintahan Daerah Sumatera Utara Nomor : k 2-17-4 tanggal 14 Mei 1958.

  Selaras dengan PP Nomor : 5 Tahun 1958. Kepala Daerah diserahkan (dengan status diperbantukan) semua Pegawai Negeri, Tanah, Bangunan dan 919 Inventaris lainnya dalam lingkup kerja/dikuasai oleh jawatan bimbingan dan perbaikan sosial (ISORI).

  Perlu dikemukakan bahwa bidang tugas Departemen Sosial pada saat terbit PP. No. 5 tahun 1958 adalah sebagai berikut:

  • Research - Rehabilitasi Penyandang Cacat - Urusan Korban Perang - Urusan Perumahan - Urusan Transmigrasi - Urusan Bimbingan dan Perbaikan Sosial Dengan diterbitkannya PP Nomor : 5 Tahun 1958, urusan yang diserahkan adalah meliputi urusan bimbingan dan perbaikan sosial. Penyerahan tugas tersebut diserahkan berdasarkan “Azas Desentralisasi atau Azas Tugas Pembantuan”.
tanggung jawab daerah sepenuhnya (tugas otonom) adalah:

  b. Penyelenggaraan pusat-pusat penampungan bagi anak-anak terlantar (untuk observasi dan seleksi).

  c. Penyelenggaraan panti asuhan bagi bayi terlantar.

  d. Penyelenggaraan panti asuhan tingkat pertama bagi anak yatim piatu dan anak terlantar.

  e. Penyelenggaraan panti asuhan tingkat lanjutan bagi anak yatim piatu yang terlantar.

  f. Penyelenggaraan pusat penampungan bagi orang dewasa terlantar dan gelandangan (untuk observasi dan seleksi).

  g. Penyelenggaraan panti karya tingkat pertama.

Dokumen yang terkait

Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

1 78 120

Respon Masyarakat Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir

4 59 100

Respon Warga Binaan Terhadap Program Panti Sosial Karya Wanita Parawasa Berastagi

1 115 108

Respon Warga Binaan Terhadap Program Kesejahteraan Di Hari Tua Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Dharma Asih Binjai

0 26 98

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon 2.1.1 Pengertian Repon - Respon Masyarakat Kecamatan Pahae Julu Terhadap Kehadiran Pt. Sarulla Operation Limited (SOL) di Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon - Respon Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Desa Landuh Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon 2.1.1 Pengertian Respon - Respon Siswa Dalam Pelaksanaan Program Bina Keluarga Remaja oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Kota Medan (Studi di Yayasan Fajar Dinul Islam SMK Namira Technology Nusantara

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas. - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon Orang Tua Anak Binaan 2.1.1 Respon - Respon Orang Tua Terhadap Program Kids Club Yayasan Fondasi Hidup Indonesia Di Desa Baru Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan - Hubungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dengan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Di Desa Meranti Barat Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir

0 0 50