PEMENUHAN TUGAS PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) BAGI PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) SEBAGAI INDIKATOR PENYAKIT MENULAR DI PUSKESMAS KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE
PEMENUHAN TUGAS PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)
BAGI PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) SEBAGAI
INDIKATOR PENYAKIT MENULAR DI PUSKESMAS KOTA
SIGLI KABUPATEN PIDIE
Zain Hadifah
Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh
Email:
ABSTRAK
Penyakit tuberkulosis dapat menyebabkan kematian yang sebagian besar pada
usia produktif. Program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia dilaksanakan
dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy
(DOTS). Keberhasilan dalam penanggulangan penyebaran TB terutama pada
penderita TB dengan minum obat sesuai dengan saran petugas kesehatan. Faktor
yang mendukung salah satunya adalah dengan mengawasi atau memantau
penderita TB dalam pengobatan yang sering disebut dengan pengawas menelan
obat (PMO). Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Kota Sigli Kabupaten
Pidie yang merupakan wilayah dengan kasus TB tertinggi di Propinsi Aceh.
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi pemenuhan tugas pengawas menelan
obat (PMO) di Puskesmas Kota Sigli. Metode penelitian adalah dengan
menggunakan pendekatan cross sectional dengan sampel sebanyak 54 responden
dan dianalisis secara diskriptif. Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan
pemenuhan tugas PMO terbanyak adalah pada kategori IV. Kata Kunci : Tuberkulosis, Pengawas Menelan Obat, Pemenuhan Tugas
ABSTRACT
Tuberculosis disease could cause death, mostly in productive age. Tuberculosis
control programs in Indonesia implemented by Directly Observed Treatment
Shortcourse Chemotherapy (DOTS) strategy. The success of spreadover prevention
on TB patients was taking medicine as worker suggestion. Drugs swallowing
controler was one of the most important factors that support TB treatment.The
research was conducted at Sigli Pubilc Health Center area where TB cases were
highest in Aceh province. The purpose of this research was identify the fulfillment of
drugs swallowing controler (PMO) duties at the Sigli publich health center. The
sampes of this research were 54 respondents. The result showed that most of
fulfillment PMO’s duties were on category IV.Keywords : Tuberculosis, Drugs Swallowing Control. Fullfilment of duties
PENDAHULUAN dapat menyerang hampir seluruh
Tuberkulosis (Tb) adalah organ tubuh manusia dan tersering penyakit infeksi yang disebabkan adalah organ paru-paru. Penyebaran oleh bakteri Mycobacterium penyakit ini melalui kontak udara,
tuberculosis (Mtb). Penyakit Tb batuk, bersin, berbicara atau meludah yang bersumber dari penderita TB BTA positif kepada keluarga, orang lain dan petugas kesehatan yang terlibat.
1)
45 kasus.
9)
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawas langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (pengawas minum obat). Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
8)
Strategi DOTS ini berupa strategi mencari pasien TB paru dan apabila ditemukan harus diobati sampai sembuh. Metode ini efektif, antara tahun 1995 dan 2012, sebanyak 56 juta orang berhasil diobati untuk negara-negara yang menerapkan program ini termasuk Indonesia.
pada awalnya berjalan lambat dan deteksi kasus masih di bawah 30% samapai tahun 2002. Penanggulangan dengan strategi DOTS telah memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dan merupakan strategi kesehatan yang paling efektif (cost effective) . Penerapan strategi DOTS secara baik di samping secara cepat merubah kasus menular menjadi tidak menular juga mencegah berkembangnya MDR-TB (Multi drugs resistance)/ kekebalan ganda terhadap obat. 7)
Treatment Short course chemotherapy) . DOTS di Indonesia
Tahun 1995 Indonesia mulai menerapkan kebijakan nasional pengendalian tuberkulosis dengan strategi DOTS (Directly Observed
6)
IV jumlah suspek yang diperiksa sebanyak 4764 orang ditemukan kasus TBC paru BTA positif sebanyak 402 orang dan 2 orang TBC paru BTA negatif Ro. Positif. Kecamatan dengan penemuan kasus TBC paru BTA positif terdapat di kecamatan Kota Sigli yaitu sebanyak
Tahun 2012, Indonesia termasuk dalam 5 negara dengan jumlah kasus insiden TB dan urutan ke-9 untuk kasus Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB). Diperkirakan rata-rata kejadian kasus TB tahun 2012 rata-rata 185/100.000 penduduk dan untuk kasus dengan MDR-TB adalah 1.9 %. Tahun 2012 angka mortalitas unutk penyakit Tb adalah sebanyak 27 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan data dari Dinkes Kab. Pidie tahun 2008 triwulan I –
5)
Sementara tahun 2008 di propinsi Aceh terhitung bulan Januari - Maret (triwulan I) dari 8274 suspek yang diperiksa sebanyak 1093 orang positif TB paru. Kasus terbanyak terdapat di kab. Pidie dari 1146 suspek yang diperiksa sebanyak 119 orang positif TB paru.
4)
Berdasarkan data dari Dinkes Propinsi Aceh triwulan I – IV tahun 2007 dari 28461 suspek yang di periksa terdapat 3424 orang positif TB paru. Jumlah penderita TB paru terbanyak adalah di Kabupaten Pidie yaitu sebanyak 4495 suspek yang diperiksa sebanyak 511 orang positif TB paru.
3)
Hasil Riskesdas 2007 melaporkan prevalensi nasional TB paru berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden adalah 0,99% dan sebanyak 17 propinsi mempunyai prevalensi TB paru di atas prevalensi nasional termasuk propinsi Aceh.
2)
Berdasarkan data dari Puskesmas Kota Sigli tahun 2008 dan awal tahun 2009 terdapat sebanyak 54 pasien dengan
perincian 14 orang telah sembuh dan sebanyak 31 pasien masih menjalani pengobatan TB paru. Masing-masing pasien memiliki pengawas menelan Obat (PMO) yang terdiri dari anggota keluarga yaitu suami, istri anak, ibu, paman dan adik atau petugas kesehatan setempat. 10)
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada pengawas menelan obat (PMO) di wilayah kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Propinsi Aceh pada bulan November tahun 2009, menggunakan kuesioner tentang pemenuhan tugas dari PMO yang terdiri dari mengawasi penderita TB paru supaya menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberikan dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita TB paru untuk pemeriksaan ulang dahak dan memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga penderita TB paru. Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan prosentase jawaban “benar” yang diperoleh dari responden yaitu Kategori I : jawaban “benar” 0 – 20 %, Kategori
Kesembuhan penderita Tb tergantung pada banyak faktor baik dari penderita maupun lingkungan sekitar, salah satunya adalah pengawasan dari orang lain. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelaksanaan program untuk meningkatkan keteraturan pengobatan bagi penderita TB paru sampai sembuh di Kecamatan Kota Sigli.
Puskesmas Kota Sigli tahun 2008 dan bulan Januari Maret 2009 yaitu sebanyak 54 responden dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
BAHAN DAN CARA
II : jawaban “benar” 21 – 40%, Kategori III : jawaban “benar” 41 – 60%, Kategori IV : jawaban “benar” 61 – 80 %, Kategori V : jawaban “benar” 81 – 100%
HASIL
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pemenuhan Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO) Pemenuhan Tugas PMO Jumlah Persentase
Kategori I Kategori II Kategori III Kategori IV Kategori V
2
Penelitian inimenggunakan desain cross sectional study. Populasi pada penelitian ini adalah PMO paru yang berada di Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie. Sampel adalah total populasi PMO bagi penderita TB baik yang sudah selesai berobat atau yang sedang menjalani pengobatan yang berada di Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie dan tercatat di
22
19
3.7
20.4
40.7
35.2 Total 54 100,0
PEMBAHASAN
Pemenuhan tugas PMO di bagi menjadi 5 kategori yaitu kategori I dengan prosentase pemenuhan tugas 0 – 20 %, kategori
II 21 – 40%, kategori III 41 – 60%, kategori IV 61 – 80% dan kategori V 81 – 100%. Berdasarkan pertanyaan yang di jawab oleh responden yang terbanyak adalah kategori IV yaitu
11 pemenuhan tugas antar 61 -80 %. Pemenuhan tugas yang sebagian besar tidak dilakukan oleh PMO adalah memberi penyuluhan kepada keluarga yang tinggal bersama penderita dan mencatat dalam kartu kontrol.
Pencatatan pada kartu pemantau menelan obat tidak dilakukan oleh PMO, untuk mengingatkan penderita menelan obat sebagian besar PMO menggunakan system kalender (menandai tanggal pada kalender yang tertempel di rumah). Sedangkan untuk motivasi bagi penderita TB yaitu berupa nasihat-nasihat tentang pentingnya kesembuhan bagi penderita. Pada umumnya penderita TB di wilayah Puskesmas kota Sigli adalah sebagai tulang punggung keluarga (usia produktif), apabila penderita TB belum sembuh akan mengakibatkan kehilangan mata pencaharian dan pada saat berinteraksi dengan orang lain beresiko menularkan penyakit TB kepada orang lain (tempat kerja).
Penyakit tuberculosis pengobatan dilakukan minimal 4 obat/hari pada tahap awal pengobatan dan
2 obat/hari pengobatan selanjutnya dengan lama pengobatn minimal 6 bulan. Seringkali ditemui di lapangan pada penderita TB disertai dengan penyakit lainnya (rata-rata adalah penyakit diabetes melittus), sehingga jumlah obat yang harus diminum lebih banyak. Penderita TB yang tidak berobat atau rutin minum obat beresiko semakin menambah beban penyakit dan beresiko menularkan kepada orang lain. Salah satu usaha untuk memperkecil putus obat adalah adanya pengawas menelan obat (PMO).
PMO adalah seseorang yang dengan sukarela membantu pasien TB dalam masa pengobatan hingga sembuh. PMO sudah ditetapkan sebelum pengobatan dilakukan, dan jika pasien datang berobat teratur maka petugas kesehatan rata-rata yang menjadi PMO, tapi sebaiknya PMO adalah orang yang dekat dengan penderita (tinggal satu rumah atau dekat dengan rumah pasien), sehingga pengawasan dalam pengobatan akan lebih teratur.
Pengawasan dari orang lain baik dari keluarga, tetangga, teman tokoh masyarakat, kader atau petugas kesehatan diharapkan dapat mengurangi perilaku yang beresiko dalam penularan penyakit TB dan keteraturan/kepatuhan penderita TB dalam minum obat. Sedangkan syarat dari PMO adalah sehat jasmani dan rohani serta dapat membaca menulis, bersedia dengan sukarela membantu pasien TB, bertempat tinggal dekat dengan pasien, dikenal, dipercaya dan disegani oleh pasien, mendapat persetujuan dari pasien dan petugas kesehatan, bersedia di latih dan mendapat penyuluhan bersama dengan pasien.
11)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiwik N dan Khairil A (2006) diperoleh, hasil penderita yang didampingi PMO terdapat 82,9 % patuh pada fase intensif, 93% patuh pada fase intermitten dan penderita yang lalai berobat atau setengah pada fase intensif yaitu sebanyak 14,2%, dengan berbagai alasan.
12)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rochani Istiawan (2006) diperoleh, semakin tinggi peran PMO keluarga, akan diikuti oleh membaiknya perilaku pasien TB untuk melakukan pencegahan penularan.
13)
Tugas PMO adalah mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala- gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan, menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping obat, mengisi kartu kontrol.
- – 80 % tugas yang dilaksanakan oleh PMO. Saran untuk pelaksana program adalah diadakan sosialisasi atau penyuluhan atau pelatihan PMO mengenai bahaya penularan TB paru terutama kepada PMO sehinga dapat memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga lainnya akan penularan TB, pembuatan buku pemantau penderita tuberkolusis setiap kali penderita menelan obat oleh pembuat kebijakan baik puskesmas atau dinas kesehatan setempat dalam rangka memutus rantai penularan penyakit.
9)
Seorang PMO harus mempunyai pengetahuan atau informasi tentang tuberculosis, informasi yang perlu dimiliki pleh seorang PMO yang harus disampaikan kepada pasien atau keluarga berdasarkan Depkes (2007) adalah penyebab TB, cara penularan TB, gejala TB, pencegahan TB, anggapan masyarakat yang salah tentang TB (bukan keturunan atau kutukan), TB dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur, pengobatan dan efek samping.
UCAPAN TERIMAKASIH
9)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herberia K (2008) diperoleh hasil pada wilayah dengan angka kesembuhan tinggi, PMO mempunyai pengetahunan, Sikap dan praktek lebih baik dibanding dengan wilayah dengan angka kesembuhan rendah. Pengetahuan, sikap dan praktik PMO mempunyai peran yang sangat penting dalam mendampingi pasien TB.
dilakukan oleh Nuha Muniroh dkk menunjukkan peran dari PMO yang baik sesuai dengan pemenuhan tugas berpengaruh pada meningkatnya kepatuhan penderita Tb untuk mengkonsumsi obat dengan rutin, motivasi/dorongan orang lain dibutuhkan oleh penderita Tb untuk sembuh.
Belum semua PMO melaksanakan tugas sesuai dengan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, yang terbanyak adalah 60
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Loka Litbang Biomedis Aceh, Badan Litbang Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie serta Kepala Puskesmas Kota Sigli, juga kepada temen-temen yang telah membantu penelitian di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
1) Crofton, J. dan Norman H, Fred M. 2002. Tuberkulosis Klinis, Alih Bahasa : Muherman Harun (et.al), Edisi 2, Jakarta : Widya Medika.
14 Berdasarkan penelitian yang
2) Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, 2013. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
15 KESIMPULAN DAN SARAN
3) Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan, 2007.
13) Istiawan, R, Junaiti S, Adang B.
2008. Rekapitulasi TB 07, Blok 1 per Kabupaten/Kota, Banda Aceh. 5) Dinas Kesehatan Propinsi Aceh,
2008. Rekapitulasi TB 07, per Kabupaten/Kota Triwulan I, Banda Aceh.
6) Dinas Kesehatan Kab. Pidie, 2008. Rekapitulasi Laporan TB 08, Blok 1 per Puskesmas di Kab. Pidie Triwulan I –IV.
7) World Health Organization (WHO), 2009. A Brief History of Tuberculosis Control in Indonesia, Genewa.
t ions/ 2010/ tbcont rol_india_ind onesia_kenya/ en/ index.ht ml/ ,
diakses 20 Januari 2014).
23 Januari 2014).
hp/ keperaw at an/ art icle/ view / 2 27/ 85/ , diakses
UNSOED Purwokwerto 1(2). (serial on internet).
Hubungan Peran Pengawas Minum Obat Oleh Keluarga dan Petugas Kesehatan terhadap Pengetahuan, Perilaku Pencegahan dan Kepatuhan Klien TBC dalam Konteks Keperawatan Komunitas di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Keperawatan Soedirman.
Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. 4) Dinas Kesehatan Propinsi Aceh,
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 12) Natalya, W. dan Khairil, A,
2006. Perbedaan Kepatuhan Berobat pada Penderita TB paru yang didampingi PMO dan Tidak Didampingi PMO di Wilayah Puskesmas Kabupaten Boyolali. Motorik Jurnal Ilmu Kesehatan (Journal of Health Science), STIKES Muhammadiyah Klaten 1(2).
8) World Health Organization
10) Anonim, 2009. Laporan TB di Puskesmas Kota Sigli Kab. Pidie tahun 2008-2009. Pidie.
9) Depkes RI. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, 2007. Jakarta: Depkes RI.
ons/ global_report / en/ index.ht ml / , diakses 24 Januari 2014).
(WHO), Global Tuberculosis Report 2013, Genewa.
14) Karosekali, H., 2008. Komparasi Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pengawas Menelan Obat (PMO) di Wilayah dengan Angka Kesembuhan Tinggi (Kajian Kabupaten di Kapuas Hulu Kalimantan Barat Tahun 2006.
Thesis UNDIP. Semarang. 0/ ).
15) Muniroh N, Siti
A, Mifbakhuddin. 2013. Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penyakit Tuberculosis (TBC) Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkang Semarang Barat.
11) Kementerian Kesehatan RI, 2009. Buku saku kader program penanggulangan TB. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian
Jurnal Keperawatan Komunitas x.php/ JKK/ art icle/ view / 923/ 975 UNIMUS Semarang 1 (1): 33- %E2%80%8E/ , diakses
26 42. (serial on internet). Januari 2014).