PENGAWASAN ALOKASI DANA DESA DALAM PEMERINTAHAN DESA
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
PENGAWASAN ALOKASI DANA DESA DALAM PEMERINTAHAN DESA
(Supervision of Allocation Village’s Fund in The Village Administration)
Hasyim Adnan
Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung
Jl. Rangga GadingNo. 8 Bandung Jawa Barat
E-mail : hasyim_adnan17@yahoo.com
Abstract
The village already has been in existence since the kingdoms era in the archipelago, which
was then formalized by the Dutch colonial government, as a law community unit or “inlandse
gemeenten”. For fulfilling the living needs, the village has a wealth and income regulated
according to a self-developed institutional system. Then with the creation of Law No.6 about
the village, the regulations about the village wealth and income are made according to these
laws, including the allocation of village fund. For optimizing the fund allocation distribution,
a confinual control is needed either by the government or the surrounding community. This
study uses the yuridic normative method. The control consequence theory among others
includes the yuridic power theory, the control type theory, the control authority theory, the
communication theory, the publicity theory and the power arrogance theory. With optimal
control it is expected that the allocation of the village fund can become a part of the village
economic activities and contribute to the national developments.
Keywords: The Village, The Control, The Allocation of Village Fund.
Abstrak
Desa sudah ada sejak zaman kerajaan di Nusantara kemudian diformalkan oleh pemerintah
kolonial Belanda sebagai kesatuan masyarakat hukum atau inlandsche gementen. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, desa mempunyai kekayaan dan pendapatan yang diatur
sesuai dengan sistem kelembagaan yang dikembangkan sendiri. Kemudian dengan lahirnya
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka pengaturan tentang kekayaan dan pendapatan
desa disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut, termasuk diantaranya
tentang alokasi dana desa. Untuk mengoptimalkan pendistribusian alokasi dana desa tersebut,
maka diperlukan pengawasan yang berkelanjutan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat
sekitarnya. Metodologi penelitian yang digunakan merupakan penelitian yuridis normatif.
Teori konsekuensi pengawasan diantaranya ada teori kekuatan yuridis, teori tipe pengawasan,
teori otoritas pengawasan, teori komunikasi, teori publisitas dan teori arogansi kekuasaan.
Dengan adanya pengawasan yang optimal diharapkan alokasi dana desa dapat menjadi bagian
dalam menggerakan perekonomian desa dan dapat berkontribusi bagi kemajuan nasional.
Kata kunci: Pengawasan, Alokasi, Dana Desa.
1
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
berhak mengatur dan mengurus urusan
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik.1 Dalam
penyelenggaraan
pemerintahannya,
Indonesia terdiri dari beberapa daerah
kabupaten/kota. Selanjutnya didalam tiap
daerah kabupaten/kota terdapat satuan
masyarakat setempat berdasarkan asalusulnya.3
dan kelurahan adalah satuan pemerintahan
terendah
di
bawah
pemerintah
Desa dan kelurahan adalah dua
satuan pemerintahan terendah dengan
berbeda.
Desa
adalah
satuan
pemerintahan yang diberi hak otonomi
adat sehingga merupakan badan hukum,
sedangkan
kelurahan
adalah
satuan
pemerintahan administrasi yang hanya
merupakan
kepanjangan
pemerintah
tangan
kabupaten/kota.
dari
kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.4
Desa merupakan suatu wilayah
sebagai
tempat
beroperasinya
pelayanan pemerintahan dari pemerintah
kabupaten/kota
di
wilayah
kelurahan
setempat. Sedangkan desa adalah wilayah
dengan
batas-batas
tertentu
sebagai
kesatuan masyarakat hukum (adat) yang
1
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan &
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa,
Erlangga, Jakarta, 2011, hlm. 1.
2
yang didiami oleh sejumlah penduduk
yang saling mengenal atas dasar hubungan
kekerabatan dan/atau kepentingan politik,
dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan
masyarakat
hukum
berdasarkan
adat
sehingga tercipta ikatan lahir batin antara
masing-masing
warganya
warganya,
hidup
dari
umumnya
pertanian,
mempunyai hak mengatur rumah tangga
sendiri, dan secara administratif berada di
bawah pemerintahan kabupaten/kota.5
Pelaksanaan pengaturan desa yang
Jadi,
kelurahan bukan badan hukum melainkan
hanya
adalah
sosial, ekonomi, dan keamanan yang
kabupaten/kota.2
status
desa
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
pemerintahan terendah yang disebut desa
dan kelurahan. Dengan demikian, desa
Pemerintahan
selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan zaman, terutama
berhubungan
dengan
kedudukan
masyarakat hukum adat, demokratisasi,
keberagaman, partisipasi masyarakat, serta
kemajuan dan pemerataan pembangunan
sehingga menimbulkan kesenjangan antar
3
Ibid.
Pasal 1 angka 2 UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa.
5
Hanif Nurcholis, Op.cit, hlm. 2.
4
2
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
wilayah, kemiskinan, dan masalah sosial
program seperti itu tidak sepenuhnya
budaya yang dapat mengganggu keutuhan
mengakomodasi
kepntingan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
kebutuhan
mengingat
Dengan jumlah desa sekitar 74.000 (tujuh
program mandiri, tidak termasuk dalam
puluh empat ribu) desa dan sekitar 8.000
anggaran pendapatan dan belanja desa.
(delapan
maka
Pengaturan UU Nomor 5 Tahun 1979
dibentuklah UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Desa tidak sesuai
tentang Desa.
dengan
ribu)
Pada
kelurahan,
tahun
persaingan
2014
antara
Presiden/Wakil
calon-calon
Presiden
Indonesia
dalam
Presiden.
Diantara
terjadi
Umum
kemajuan
pembangunan
dan
sehingga
sebagai
pemerataan
menciptakan
kesenjangan antar wilayah.6
Republik
Pemilihan
desa,
dan
Keuangan desa merupakan semua
hak
dan
kewajiban
dalam
rangka
dua
kandidat
penyelenggaraan pemerintahan desa yang
Presiden
tersebut
dapat dinilai dengan uang, termasuk di
menimbulkan isu baru, yaitu tentang dana
dalamnya segala bentuk kekayaan yang
desa. Dana desa yang dijanjikan itu
berhubungan dengan hak dan kewajiban
sampai Rp 1.4 miliar untuk setiap desa.
desa tersebut. Keuangan desa bersumber
Dana
dapat
dari pendapatan asli desa, Anggaran
kekuatan
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Presiden/Wakil
yang
menjadikan
melimpah
desa
itu
sebagai
pembangunan baru.
Selama
ini,
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
desa
sebenarnya
Negara (APBN).
berhak atas dana bernama alokasi dana
desa
dari
Kabupaten/Kota.
Faktanya,
Penyelenggaraan
pemerintahan
desa
urusan
yang
menjadi
alokasi dana desa tidak berjalan karena
kewenangan desa didanai dari Anggaran
tidak adanya sanksi yang mengikat.
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa),
Pembiayaan program di desa kemudian
bantuan pemerintah pusat, dan bantuan
hadir
pemerintah
melalui
program-program
daerah.
Penyelenggaraan
pemerintah pusat melalui kementerian
urusan
secara sendiri-sendiri. Misalnya seperti
diselenggarakan oleh pemerintah desa
Program
Nasional
didanai
Masyarakat
(PNPM).
Pemberdayaan
pemerintahan
dari
daerah
APBD,
yang
sedangkan
Kekurangannya,
6
Pikiran Rakyat., 23 Maret 2015.
3
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
penyelenggaraan urusan pemerintah pusat
dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana
yang diselenggarakan oleh pemerintah
perimbangan
desa didanai dari APBN.
alokasi
Pendapatan desa bersumber dari:
setelah
khusus
dikurangi
yang
dana
seharusnya
disalurkan ke desa.
(a) pendapatan asli desa yang terdiri dari
Alokasi dana desa harus diawasi
hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
secara ketat, supaya dapat di cegah
partisipasi, gotong royong, dan lain-lain
penyalahgunaan dan penyelewengan oleh
pendapatan desa; (b) alokasi Anggaran
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab
Pendapatan dan Belanja Negara; (c)
yang
bagian dari hasil pajak daerah dan
pengembangan pedesaan tersebut.
retribusi
(d)
karena itu, tulisan ini mengkaji tentang
alokasi dana desa yang merupakan bagian
bagaimana pengawasan alokasi dana desa
dari dana perimbangan yang diterima
dalam pemerintahan desa.
daerah
Kabupaten/Kota;
seharusnya
digunakan
untuk
Oleh
Kabupaten/Kota; (e) bantuan keuangan
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Provinsi
Pendapatan
dan
dan
Anggaran
Belanja
Daerah
PEMBAHASAN
1. Sejarah Pemerintahan Desa
Sejarah
pemerintahan
desa
Kabupaten/Kota; (f) hibah dan sumbangan
menjelaskan bahwa desa sudah dikenal
yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara
(g) lain-lain pendapatan desa yang sah.
sebelum kedatangan Belanda. Desa adalah
Alokasi
dana
yang
wilayah-wilayah yang mandiri di bawah
merupakan bagian dari dana perimbangan
taklukan kerajaan pusat. Dalam praktik
yang diterima Kabupaten/Kota paling
penyelenggaraan pemerintahan, kerajaan
sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari
pusat hanya menuntut loyalitas desa.
dana
Sedangkan
perimbangan
Kabupaten/Kota
desa
yang
di
dalam
terima
anggaran
bagaimana
menyelenggarakan
desa
pemerintahannya,
pendapatan dan belanja daerah setelah
kerajaan pusat tidak mengatur melainkan
dikurangi dana alokasi khusus. Adapun
menyerahkannya
bagi
bersangkutan
Kabupaten/Kota
memberikan
alokasi
yang
tidak
dana
desa,
kepada
untuk
desa
mengatur
yang
dan
pemerintah dapat melakukan penundaan
4
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
mengurusnya sesuai dengan adat istiadat
Desa,
dan tata caranya sendiri.7
Tapanuli: Huta, di Aceh: Kampong,
Moh. Yamin dalam sidang Badan
Penyelenggaraan
Usaha
Persiapan
di
Minangkabau:
Nagari,
di
semua daerah kecil mempunyai susunan
rakyat, daerah istimewa tadi, jadinya
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada
daerah
kerajaan
(zelfbesturende
tanggal 29 Mei 1945 pernah menjelaskan
landschappen), hendaknya dihormati dan
konsepnya tentang Pemerintah Daerah:8
diperhatikan susunannya yang asli”.
“Negeri, Desa dan segala persekutuan
Dari keterangan tersebut, dapat
hukum adat yang dibaharui dengan jalan
diketahui bahwa daerah kecil menurut
rasionalisme dan pembaharuan zaman,
Soepomo
dijadikan susunan negara sebagai bagian
pengertian yang diberikan Moh. Yamin)
bawah”. Antara bagian atas dan bagian
dan susunan pemerintahan asli lainnya
bawah dibentuk bagian tengah sebagai
yang semacam itu atau setingkat desa.
Pemerintahan Daerah untuk menjalankan
Desa
Pemerintahan Urusan Dalam, Pangreh
lainsemacam desa dan zelfbesturende
Praja”.
landschappen adalah daerah-daerah yang
Selanjutnya,
dalam
sidang
BPUPKI tanggal 15 Juli 1945, Soepomo
menyampaikan keterangan:
9
adalah
dan
desa
satuan
(Samadengan
pemerintahan
asli
bersifat istimewa. Tetapi, baik Moh.
Yamin
maupun
Soepomo
menyadari
bahwa susunan Pemerintahan Daerah
“… Kecuali dari itu panitia mengingatkan
yang ada dan yang pernah ada, bukan
kepada
daerah-daerah
mempunyai
susunan
kecil
yang
hanya
desa
asli,
yaitu
lanschappen.
dan
Di
zelfbesturende
samping
desa
dan
Volksgemeinschaften barangkali perkataan
zelfbesturende lanschappen ada corak
ini salah, tetapi yang dimaksud ialah
pemerintahan barat, yaitu provinsi dan
daerah
gemeente yang tersusun dalam tingkatan
kecil-kecil
yang
mempunyai
susunan rakyat seperti misalnya di Jawa:
yang
berbeda.
Sehingga
dalam
kenyataannya susunan itu terdiri dari tiga
7
Bayu Surianingrat, Desa dan Kelurahan
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1979, Tanpa
Nama Penerbit, Jakarta, 1980, hlm. 12-13
8
Moh. Yamin, Naskah Persiapan UndangUndang Dasar 1945, Jilid I, Penerbit:
Siguntang, Jakarta, 1971, hlm. 100
9
Ibid.hlm. 301
tingkatan:
tingkatan
atas
(provinsi),
tingkatan tengah (gemeente, regentschap),
5
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
dan
tingkatan
rendah
(desa
dan
pemerintahan semacam desa).10
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
provinsi dan desa-desa sebagai daerah
yang mempunyai sifat istimewa.13
Soepomo dan Moh. Yamin tidak
Disamping satuan sebagaimana
menyinggung sama sekali susunan yang
ditetapkan PPKI tersebut, masih terdapat
ada. Ada kemungkinan, baik Soepomo
juga satuan pemerintahan kewedanaan,
maupun
tetap
kecamatan, dan desa. Secara hukum,
provinsi,
kehadiran kewedanaan, kecamatan dan
Moh.
Yamin
mempertahankan
akan
kehadiran
bukan sebagai pemerintah daerah tetapi
desa-desa
sebagai
Kalau
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
pemikiran ini benar, sangatlah wajar jika
tentang tetap diberlakukan segala badan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
negara dan peraturan-peraturan yang ada
(PPKI) pada tanggal 19 Agustus 1945
sampai berdiri Negara Republik Indonesia
hanya membentuk provinsi administratif
pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan
yang kemudian ditetapkan dalam UU
demikian, sejak tanggal 17 Agustus 1945
Nomor 1 Tahun 1945 yang meniadakan
terdapat berbagai satuan pemerintahan di
11
daerah: provinsi, keresidenan, swapraja,
suatu
dekonsentrasi.
Komite Nasional Daerah di provinsi.
Setelah
dikeluarkan
penjelasan
resmi
dapat
dihubungkan
dengan
kota, kewedanaan, kecamatan, dan desa.14
Susunan daerah otonomi mulai
Pasal 18 UUD 1945 yang juga dibuat
menyatakan
diberlakukan oleh UU Nomor 22 Tahun
bahwa “Daerah Indonesia akan dibagi
1948. Daerah-daerah otonomi menurut
dalam
daerah
UU Nomor 22 Tahun 1948 terdiri atas
provinsi akan di bagi pula dalam daerah
susunan: provinsi, kabupaten, dan desa. Di
yang lebih kecil”.
samping tiga susunan daerah otonomi
Soepomo,
dengan
daerah
tegas
provinsi,
12
dan
Dengan demikian,
terbukalah untuk menyusun Pemerintahan
tersebut,
Daerah
sebagai
dalam
tiga
tingkatan,
yaitu
provinsi, daerah lebih kecil daripada
kewedanaan
dan
satuan
kecamatan
administratif
(dekonsentrasi) tetap dipertahankan.15
Gagasan menjadi desa sebagai
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah, Filosofi,
Sejarah Perkembangan dan Problematika,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 10-11
11
Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18
UUD 1945, UNSIKA, Karawang, 1993, hlm.
16-17
12
Ibid
10
tumpuan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
tampak
dari
keinginan
Ni’matul Huda, Loc.cit, hlm. 11
Ibid,hlm. 12
15
Ibid
13
14
6
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
menitikberatkan otonomi pada desa. Hal
kenyataannya UU ini tidak mencapai hal-
ini terlihat dalam Penjelasan Nomor 18
hal yang diharapkan. Ada beberapa sebab
UU
Nomor
menyebutkan:
22
Tahun
“…
tetapi
1948
yang
yang menghambat pelaksanaan gagasan-
juga
akan
gagasan tersebut. Pertama, desa sebagai
diusulkan supaya daerah-daerah yang
susunan
mendapat pemerintahan menurut undang-
diperbarui sebagaimana dikehendaki oleh
undang pokok ini diutamakan diadakan di
UU Nomor 22 Tahun 1948. Akibatnya,
desa”.
desa yang diharapkan sebagai tumpuan
16
Pemerintahan
Daerah
tidak
Menurut UU Nomor 22 Tahun
penyelenggaraan kemakmuran tidak dapat
1948, pemerintahan desa sebagai kaki
berperan sebagaimana mestinya. Kedua,
bagian bawah pemerintahan Republik
UU Nomor 22 Tahun 1948 tidak diikuti
Indonesia bukanlah desa yang ada pada
pembaruan
waktu itu. Rencananya, akan dibentuk
perundang-undangan pendukung. Untuk
desa-desa baru. Desa baru itu akan
pemerintahan desa, peraturannya tetap
dibentuk melalui penggabungan beberapa
ketentuan Hindia Belanda – Inlandse
desa menjadi satu desa baru. Maksud
Gemeente Ordonantie (IGO) untuk Jawa-
penggabungan
untuk
Madura dan Inlandse Ordonantie Voor
memperluas teritorial pemerintah desa.
Buiten Geweste (IOGB) untuk luar Jawa-
Dengan penggabungan tersebut potensi
Madura. IGO dan IOGB tidak dapat
desa akan meningkat untuk mengatur dan
dijadikan
mengurus sendiri urusan rumah tangga
karena peraturan ini pada dasarnya hendak
desa. Kehendak UU Nomor 22 Tahun
membiarkan desa dalam “keasliannya”.18
ini
adalah
perangkat
dasar
peraturan
pengembangan
desa
1948 untuk mengadakan restrukturisasi
UU Nomor 19 Tahun 1965 tidak
wilayah desa dengan membentuk desa-
dilaksanakan karena terjadi perubahan
desa baru dengan teritorial yang lebih luas
politik yang sangat mendasar, setelah
merupakan pemikiran yang sangat maju.17
adanya upaya kudeta G 30 S/PKI 1965.
Walaupun UU Nomor 22 Tahun
Setelah TNI Angkatan Darat mengambil
1948 mengandung gagasan dasar yang
alih kekuasaan dari Presiden Soekarno,
dikehendaki Pasal 18 UUD 1945, dalam
maka semua produk hukum di bawah
rezim Soekarno ditinjau ulang, termasuk
16
17
Ibid
Ibid
18
Bagir Manan, Op.cit, hlm. 19
7
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
produk hukum UU Nomor 19 Tahun
tidak mungkin mempunyai otonomi seluas
1965. Dengan ditundanya pemberlakuan
zaman kerajaan yang pada waktu itu
UU Nomor 19 Tahun 1965 tersebut, maka
hampir tidak melakukan campur tangan
landasan yuridis tentang desa kembali
dalam urusan desa. Penyelenggaraan tugas
berada dalam status quo. Kemudian pada
oleh desa hanya dapat dilakukan melalui
tahun 1979 baru dikeluarkan UU Nomor 5
dekonsentrasi dari kepala wilayah atau
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.19
tugas pembantuan dari kepala daerah
UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang
tingkat II, misalnya penarikan pajak radio,
Pemerintahan
Desa
secara
formal
Ipeda dan sebagainya.21
mendefinisikan desa sebagai kesatuan
Otonomi desa yang ditunjukkan
masyarakat hukum yang mempunyai hak
oleh UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang
menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, yaitu bagian sumber
rumah
tangganya
sendiri dan berada di bawah kecamatan.
pendapatan,
Tetapi
cara
penerimaan dan pengeluaran keuangan
menyelenggarakan rumah tangga itu tidak
desa yang meliputi: (a) pendapatan asli
ada penjelasan yang jelas dalam undang-
desa sendiri yang terdiri atas: hasil tanah-
20
tanah kas desa, hasil swadaya dan
untuk menemukan hak menyelenggarakan
partisipasi masyarakat desa, hasil gotong
rumah tangganya sendiri atau “otonomi
royong, hasil lain dari usaha desa yang
desa” tersebut. Menurut teori sisa ini,
sah); (b) pendapatan yang berasal dari
yang menjadi urusan rumah tangga desa
pemberian pemerintah daerah yang terdiri
adalah segala urusan di desa yang bukan
atas: sumbangan dan bantuan pemerintah,
urusan
sumbangan
isi,
bentu
dan
undang ini. Kemudian ada teori sisa
Pemerintah
Pusat
(termasuk
kekayaan
dan
dan
bantuan
anggaran
pemerintah
departemen-departemennya), Pemerintah
daerah, sebagaian dari pajak dan retribusi
Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah
daerah yang diberikan kepada desa; (c)
Tingkat II yang tidak bertentangan dengan
lain-lain pendapatan yang sah.22
kepentingan umum. Oleh karena itu, desa
Adanya
pemilikan
sumber
dalam kedudukannya sebagai bagian dari
pendapatan desa baik yang berasal dari
Negara Kesatuan
sumber pendapatan asli desa maupun
19
20
Republik Indonesia
Hanif Nurcholis, op.cit, hlm. 32-33
Bayu Surianingrat, op.cit, hlm. 144
21
22
Hanif Nurcholis, loc.cit, hlm. 33
Bayu Surianingrat, op.cit, hlm. 144
8
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
pemerintah /pemerintah daerah tersebut,
self government) karena desa ditempatkan
berarti desa akan dapat menyelenggarakan
di bawah wilayah administrasi kecamatan
rumah
alias
dan tidak mendapatkan penyerahan urusan
otonominya
pemerintahan dari pemerintah pusat. UU
sumber-sumber
Nomor 5 Tahun 1979 juga tidak mengakui
pendapatan yang bisa dikelola sendiri
otonomi asli desa sebagai otonomi generik
sesuai dengan kebutuhan desa.23
yang sudah ada, baik yang berupa
tangganya
otonominya.
adalah
Jadi,
sendiri
letak
dimilikinya
Urusan
dekonsentratif
yaitu
kelembagaan
pemerintahan
maupun
urusan yang tanggung jawab perencanaan
budaya
dan
menjadi
pemerintahan desa seperti lurah, carik,
tanggung jawab pemerintah di atasnya,
bayan, kamituwo, jogo boyo, ulu-ulu,
tetapi pelaksananya adalah desa. Urusan
modin (Jawa), penghulu andiko, karapan
partisipatif
garis
adat nagari, (Sumatera Barat), kuwu,
pemerintah
lembur, lebai (Jawa Barat) di hapus. Satu-
pelaksanaannya
satunya lembaga desa asli yang masih
pembiayaannya
besarnya
atasnya,
urusan
ditetapkan
kepada
sarana
yang
oleh
sedangkan
diserahkan
seperti
yaitu
tetap
dan
adat.
Bahkan
lembaga
masyarakat
desa,
bertahan di bawah UU Nomor 5 Tahun
pendidikan
dan
1979 adalah keberadaan tanah komunal di
pembangunan.24
Jawa Tengah dan Jawa Timur: tanah
Menurut teori desentralisasi dan
bengkok dan tanah banda desa.25
otonomi generik, UU Nomor 5 Tahun
Pada tahun 1998 rezim orde baru
1979 tentang Pemerintahan Desa tidak
yang berkuasa selama tiga dasawarsa jatuh
menempatkan desa sebagai daerah otonom
melalui demonstrasi mahasiswa. Untuk
sebagaimana UU Nomor 22 Tahun 1948
memenuhi
dan UU Nomor 19 Tahun 1965 juga tidak
disampaikan
mengakui otonomi asli sebagaimana IGO,
B.J.
IGOB dan Desa Ordonantie. UU Nomor 5
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Tahun 1979 menempatkan desa sebagai
Pemerintahan Daerah. Pengaturan tentang
wilayah
state
desa diatur dalam Bab XI Pasal 93 sampai
government), bukan daerah otonom (local
dengan Pasal 111. Dalam Bab I Pasal 1
administrasi
(local
tuntutan
Habibie
reformasi
mahasiswa,
yang
pemerintahan
mengeluarkan
Undang-
huruf (o) Desa atau yang disebut dengan
23
24
Ibid
Hanif Nurcholis, op.cit, hlm. 35
25
Ibid
9
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
nama lain adalah kesatuan masyarakat
Jadi,
menurut
Undang-Undang
hukum yang berwenang mengatur dan
Nomor
mengurus
ditetapkan sebagai berikut: (1) sepanjang
kepentingan
masyarakat
22
tahun
1999 status
desa
setempat berdasarkan asal-usul dan adat
desa
istiadat setempat yang diakui dalam sistem
masyarakat hukum adat, maka pemerintah
pemerintahan nasional dan berada di
mengakuinya; (2) pengakuan pemerintah
daerah kabupaten”. Dalam rumusan ini
adalah pengakuan terhadap hak asal-usul
terdapat kata “berwenang mengatur dan
dan adat istiadat desa yang bersangkutan,
kepentingan
masih
eksis
sebagai
kesatuan
masyarakat
yang mencakup lembaga-lembaga asli di
setempat berdasarkan asal-usul dan adat
bidang politik, ekonomi, sosial-budaya,
istiadat
peradilan, dan hankam; (3) pengakuan
mengurus
setempat”.
Kalimat
ini
mengandung arti bahwa desa mempunyai
pemerintah
otonomi berdasarkan asal-usul dan adat
asli desa tersebuttidak sebagaimana adat
istiadat desa yang bersangkutan sepanjang
istiadatnya
masih hidup dan dipertahankan oleh
disesuaikan dengan ketentuan peraturan
masyarakat
perundang-undangan yang berlaku dan
pendukungnya.
Kemudian
berdasarkan Pasal 94 dan Pasal 104,
Nomor
berfungsi
tergantung
istiadat,
sich,
Otonomi
dan Badan Perwakilan Desa (BPD). BPD
adat
an
lembaga-lembaga
tetapi
setelah
tujuan pemerintahan nasional.27
pemerintahan desa terdiri atas Kepala desa
mengayomi
terhadap
22
desa
Tahun
menurut
1999
terhadap
itu
UU
sangat
hidup-matinya
membuat peraturan desa, menampung
otonomi
aspirasi
melakukan
bersangkutan. Jika sebuah desa otonomi
penyelenggaraan
berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya
masyarakat, serta
pengawasan
terhadap
adat
pada
desa
yang
pemerintahan desa. Dengan demikian,
masih
BPD merupakan lembaga pengayom adat
bersangkutan
sekaligus sebagai badan perwakilan yang
mengurus
mempunyai
fungsi
dan
Tetapi, jika dalam sebuah desa otonomi
pengawasan.
Sedangkan
desa
berdasarkan asal-usul adat istiadatnya
adalah badan pelaksana kebijakan yang
sudah mati, maka desa yang bersangkutan
dibuat bersama dengan BPD.26
tidak mempunyai urusan yang dapat diatur
26
27
Ibid, hlm. 36
regulasi
kepala
hidup,
maka
dapat
rumah
desa
yang
mengatur
tangganya
dan
tersebut.
Ibid
10
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dan diurusnya. Untuk menentukan isi
Akan tetapi, dalam UU Nomor 22 tahun
otonomi dan urusan rumah tangga desa
1999 keberadaan desa hanya dalam daerah
tersebut UU nomor 22 Tahun 1999
kabupaten, sedangkan dalam UU Nomor
menyerahkannya
pemerintah
32 Tahun 2004 desa berada dalam daerah
kabupaten melalui pembuatan peraturan
kabupaten dan bisa juga dalam daerah
daerah.28
kota. Perbedaan lainnya adalah perubahan
kepada
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun
Badan Perwakilan Desa menjadi Badan
tentang
Daerah
Permusyawaratan Desa (BPD). Badan
sebagai revisi atas UU Nomor 22 Tahun
Permusyawaratan Desa tidak mempunyai
1999 tidak mengubah secara substansial
fungsi pengayoman adat. BPD hanya
ketentuan mengenai desa. Dalam Bab I
mempunyai
2004
Pemerintahan
Pasal 1 angka 12 disebutkan bahwa desa
fungsi
regulasi
dan
29
penampung aspirasi.
atau yang disebut dengan nama lain, yang
Pada tanggal 15 Januari 2014,
selanjutnya disebut desa adalah kesatuan
terbentuklah UU Nomor 6 Tahun 2014
masyarakat hukum yang memiliki batas-
tentang
batas wilayah yang berwenang mengatur
menegaskan
dan mengurus kepentingan masyarakat
pemerintahan
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
pembangunan,
istiadat
kemasyarakatan,
setempat
yang
diakui
dan
Desa.
Undang-undang
bahwa
ini
penyelenggaraan
desa,
pelaksanaan
pembinaan
dan
pemberdayaan
dihormati dalam sistem pemerintahan
masyarakat berdasarkan Pancasila, UUD
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
1945, dan Bhineka Tunggal Ika. UU
Rumusan
dengan
Nomor 6 Tahun 2014 mengatur materi
rumusan desa sebagaimana disebutkan
mengenai asas pengaturan, kedudukan dan
dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. Hal
jenis desa, penyelenggaraan pemerintahan
yang membedakan adalah hilangnya anak
desa, hak dan kewajiban desa dan
kalimat di bawah kabupaten. Jadi, UU
masyarakat
Nomor 22 Tahun 1999 maupun UU
keuangan
Nomor 32 tahun 2004 menentukan desa
pembangunan desa dan pembangunan
sebagai
kawasan perdesaan, badan usaha milik
ini
hampir
kesatuan
sama
masyarakat
hukum
berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya.
desa,
28
29
Ibid
desa,
desa
kerja
peraturan
dan
sama
aset
desa,
desa,
desa,
lembaga
Ibid., hlm. 36-37
11
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
kemasyarakatan desa dan lembaga adat
masyarakat di bawah ketentuan konstitusi
desa, serta pembinaan dan pengawasan.
dan hukum.31
Selain itu, UU Nomor 6 Tahun 2014 juga
Negara
Kesatuan
Republik
mengatur dengan ketentuan khusus yang
Indonesia (NKRI) mengenal asas legalitas,
hanya
yaitu pemerintahan berdasarkan undang-
berlaku
untuk
desa
adat
sebagaimana diatur dalam Bab XIII.
undang (wetmatigeheid van het bestuur).
Setiap
2. Pengawasan Alokasi Dana Desa
tindakan
pemerintah
harus
berdasarkan kepada undang-undang dasar.
dalam Pemerintahan Desa
Penjelasan
UUD
1945
Sebagai reaksi terhadap kekuasan
menjelaskan bahwa dalam menjalankan
tiada batas, berkembang ajaran yang
tugas dan kewajibannya (pemerintah)
mengharuskan suatu kekuasaan dalam
harus selalu berpijak pada undang-undang
negara dibatasi dan diawasi. Salah satunya
dasar dan peraturan perundang-undangan
adalah
lain. Dengan perkataan lain, Presiden
gagasan
konstitusional”
yang
“demokrasi
mengharuskan
(aparat
administrasi
di
bawahnya)
kekuasaan dilakukan atau setidak-tidaknya
menjalankan tugas dan kewajibannya
atas kehendak dari rakyat dan dibatasi
sesuai dengan yang ditentukan dalam
kekuasaannya oleh suatu konstitusi atau
peraturan.32
hukum dasar.30
Teori konsekuensi pengawasan33
Berdasarkan
asas
persamaan
menjelaskan
bahwa
pelaksanaan
antara manusia dan warga negara, tidak
pengawasan terhadap pemerintah dapat
ada orang atau kelompok orang yang
ditentukan
begitu saja berhak untuk memerintah
konsekuensi pengawasan yang berpeluang
orang lain, kecuali atas penugasan dan
dapat menjelaskan penyebab keberhasilan
oleh
beberapa
teori
persetujuan warga masyarakat sendiri.
31
Walaupun demikian kekuasaan dibatasi
oleh
30
hak-hak
asasi
semua
anggota
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, Gramedia, Jakarta, 1993, hlm. 52
Franz Magnis Suseno, Etika Politik,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, 289
dan 284
32
Sri Soemantri, Azas Negara Hukum dan
Perwujudannya dalam System Hukum
Nasional, dalam Busyro Muqoddas, M. dkk.
(editor), Politik Pembangunan Hukum
Nasional, UII Press, Yogyakarta, 1992.
33
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan
Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah,
Alumni, Bandung, 2004, hlm. 16-17
12
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dan kegagalan atau efektivitas suatu
(rechtsbewustzjin).39Keempat,
sistem
teori
komunikasi, yaitu proses penyampaian
tipe
dan penerimaan pesan atau lambang-
pengawasan.
kekuatan
yuridis.
Pertama,
Kedua,
teori
pengawasan. Dikenal dua tipe pengawasan
lambang
yang
teori
mengandung
arti
40
yang paling menonjol, (a) pengawasan
tertentu. Kelima, teori publisitas, yaitu
represif,34 diartikan sebagai pengawasan
mempublikasikan
yang menggunakan cara memaksa dan
khalayak ramai yang dapat memberi
mengancam
pengaruh kepada tekanan publik akibat
dengan
sanksi
untuk
mencapai tujuannya; dan (b) pengawasan
dari
normatif,35 diartikan sebagai pengawasan
opinion).41Keenam,
yang
kekuasaan.42
menggunakan
cara
sinkronisasi
masalah
opini
kepada
publik
(public
teori
arogansi
pemahaman nilai-nilai dan tujuan. Ketiga,
Pengalokasi dana desa diatur oleh
teori otoritas pengawasan, yang mencakup
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(a) keabsahan (legitimiteit), pengawasan
dan dijelaskan dalam PP Nomor 60 Tahun
dilakukan
2014 sebagai petunjuk pelaksanaan dan
berwenang;
oleh
36
badan
yang
diakui
(b) pengawasan dengan
teknisnya.
Ada
7
(tujuh)
sumber
keahlian
pendapatan desa: (a) pendapatan asli desa,
(deskundigheid),37 (c) pengawasan yang
diantaranya adalah hasil usaha, hasil aset,
menggunakan
suatu
38
dan
swadaya dan partisipasi, gotong royong,
hukum
dan lain-lain pendapatan asli desa; (b)
mendapatkan kepercayaan (geloof),
(d)
kesadaran
alokasi anggaran pendapatan dan belanja
34
Dunsire, A, Control in a Bureaucracy, New
York, 1978, hlm. 35
35
Etzioni, A, The active society: a theory of
societal and political prosess, London, 1968,
hlm. 96
36
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi
Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1988, hlm. 80.
Ibid
37
Niemeijer, E & J.S. Timmer, Het ABC van
de Nationale ombudsman: arbiter, bewaker en
consulent, Bestuurskunde, Nr. 8, 1993, hlm.
378
38
Philip Giddings, et al., Controlling
Administrative Action in the United Kingdom:
The Role of Ombudsman System andThe Court
Compard, Rev. of Administrative Sciences,
Kol. 59 Nr, hlm. 301
negara; (c) bagian dari hasil pajak daerah
dan retribusi daerah kabupaten/kota; (d)
alokasi dana desa yang merupakan bagian
39
Otje Salman, R, Beberapa Aspek Sosiologi
Hukum, Alumni, Bandung, 1989, hlm. 50
40
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan
Peranan Sanksi, Remadja Karya, Bandung,
1985, hlm. 17
41
Ten Berge, J.B.J.M, De beketenis van de
Nationale ombudsman voor het bestuursrecht,
in: de Nationale ombudsman, VAR-reeks 106,
Alphen aan den rijn, 1991, hlm. 19
42
Irfan Fachrudin, Ibid, hlm. 17
13
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dari dana perimbangan yang diterima
Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes
kabupaten/kota; (e) bantuan keuangan dari
sangat
anggaran pendapatan dan belanja daerah
karena untuk mewujudkan desa menjadi
provinsi
basis
dan
belanja
daerah
penting
sekali
utama
dikembangkan
swasembada
pangan
kabupaten/kota; (f) hibah dan sumbangan
Indonesia. Melalui BUMDes, dana desa
yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
dapat dikelola sebagai modal usaha untuk
(g)
memajukan
lain-lain
pendapat
desa
yang
43
usaha
desa
di
sektor
sah. Alokasi dana desa paling sedikit
pertanian, perkebunan, peternakan dan
10%
dana
perikanan. Sehingga desa akan menjadi
(sepuluh perseratus)
dari
perimbangan
yang
diterima
produsen utama bahan pangan yang
kabupaten/kota
dalam
anggaran
dihasilkan oleh sektor-sektor tersebut.
pendapatan dan belanja daerah setelah
Desa juga dapat memberikan pinjaman
44
dikurangi dana alokasi khusus.
Pada
prinsipnya,
murah kepada warga desa yang menjadi
desa
akan
petani, peternak, pekebun, dan nelayan.
menerima dana dari Pemerintah Pusat.
Dana pinjaman tersebut dapat diambil dari
Oleh karena itu, setiap desa diharapkan
alokasi dana desa setelah diputuskan
dapat menyusun Rencana Program Jangka
melalui musyawarah desa.45
Menengah Desa (RPJMDesa), Rencana
Pendistribusian alokasi dana desa
Kegiatan Pembangunan (RKP) Desa, dan
dilakukan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
setahun. Tahap pertama,
(APBDesa)
untuk
minggu kedua April, minggu kedua
memperoleh dana desa. Ada beberapa
Agustus, dan minggu kedua Oktober.
skala
dilakukan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60
Kementerian Desa, diantaranya adalah: (a)
Tahun 2014 akan di revisi karena tertulis
persiapan dana desa; (b) desa mandiri; (c)
tahap
pengelolaan potensi desa; (d) desa online;
November. Desa akan menerima alokasi
(e) usaha masyarakat desa; (f) ekonomi
dana desa pada minggu ketiga, karena
kreatif; dan (g) pengembangan Badan
pada minggu kedua adalah pengiriman
sebagai
prioritas
syarat
yang
dalam
ketiga
tiga
minggu
tahap
selama
yaitu pada
kedua
bulan
melalui transfer dari rekening kas umum
43
Pasal 72 ayat (1) huruf a UU Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa
44
Pasal 72 ayat (4) UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa
negara ke rekening kas umum daerah
45
Pikiran Rakyat, 23 Maret 2015
14
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
kabupaten/kota, kemudian kepada desa,
dan alokasi dana desa juga tidak akan bisa
alokasi dana desa itu juga akan dikirimkan
dilakukan pengiriman oleh pemerintah
dengan transfer melalui rekening desa.
pusat apabila pemerintah kabupaten/kota
Pada tahun ini, alokasi dana desa akan cair
belum memenuhi dua syarat: (a) peraturan
sebesar Rp 280.000.000,00 (dua ratus
daerah penetapan APBD kabupaten/kota
delapan puluh juta rupiah). Jika ditambah
yang didalamnya memuat APBDes; dan
dengan dua sumber pendapatan lainnya.
(b) peraturan kepala daerah yang memuat
Kementerian Keuangan menghitung rata-
besarnya dana desa di setiap desa di
rata pendapatan desa mencapai Rp 797.8
kabupaten/kota.47
juta. Angka itu dihitung melalui gambaran
Penghitungan dana desa dilakukan
umum pada tahun 2015, jumlah dana
dalam dua tahap: (1) tahap pertama,
alokasi umum dan dana bagi hasil Rp
pemerintah pusat mengalokasikan dana
342,336 triliun, maka 10% (sepuluh
desa
perseratus) akan menjadi alokasi dana
berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan
desa sebesar Rp 34,2367 triliun, ditambah
secara berkeadilan berdasarkan alokasi
dengan jumlah pendapatan asli daerah
dasar, dan alokasi dihitung berdasarkan
yang diperkirakan mencapai Rp 41,093
formula dengan memperhatikan jumlah
triliun, maka 10% (sepuluh perseratus)
penduduk,
dibagihasilkan ke desa Rp 4,109 triliun,
wilayah, dan tingkat kesulitan geografis
jadi alokasi dana desa dari APBN sebesar
desa. Dana desa per kabupaten/kota itu
Rp 20,766 triliun.46
ditetapkan
Pengiriman alokasi dana desa
adalah
untuk
membiayai
program-
kepada
kabupaten/kota
angka
dalam
dihitung
kemiskinan,
peraturan
luas
presiden
mengenai rincian APBN; (2) tahap kedua,
berdasarkan
alokasi
dana
desa
dalam
kabupaten/kota, kemudian bupati/walikota
dalam
akan menghitung dana desa untuk masing-
APBDes dan ditetapkan melalui peraturan
masing desa dengan perhitungan yang
desa, sebagai syarat ditransfernya alokasi
sama dilakukan pemerintah pusat. Tata
dana desa. Apabila syarat-syarat tersebut
cara penghitungan dan penetapan dana
program
yang
anggaran
desa
tidak
terpenuhi,
direncanakan
yang
disusun
maka
pemerintah
kabupaten/kota akan menunda pengiriman
46
Ibid
47
Ibid
15
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
desa untuk setiap desa ditetapkan dalam
2015.
peraturan bupati/walikota.48
implementasi
Ketentuan
tersebut
dari
merupakan
Undang-Undang
Alokasi dana desa harus diawasi
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
secara ketat dari hulu ke hilir, pengawasan
Sehingga dengan adanya pendamping
sangat penting sekali dilakukan untuk
desa ini, upaya untuk membangun desa
meminimalkan
dan
penyelewengan
dana
pengembangan desa. Selain pengawasan,
juga
diperlukan
sosialisasi
menjadikan
desa
sebagai
poros
ketahanan negara dapat terwujud.
Pemerintah
dan
dapat
melakukan
pembekalan kepada kepala desa sebagai
pendampingan kepada masyarakat desa
pengelola alokasi dana desa. Pemerintah
secara berkelanjutan, termasuk dalam
daerah kabupaten atau kota harus meng-
penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM)
upgrade kepala desa. Sosialisasi dan
dan
pembekalan sangat diperlukan supaya
pendamping: (1) mendampingi desa dalam
kepala desa dapat memanfaatkan alokasi
perencanaan,
dana desa tersebut menjadi tepat guna.
pemantauan terhadap pembangunan desa
Apabila alokasi dana desa ini tidak
dan pemberdayaan masyarakat desa; (2)
tersosialisasikan
maka
mendampingi desa dalam pengelolaan
dikhawatirkan banyak kepala desa yang
pelayanan sosial dasar, pengembangan
secara
benar,
49
berurusan dengan polisi atau kejaksaan.
manajemen.
Ada
tujuh
pelaksanaan,
tugas
dan
ekonomi desa, pendayagunaan sumber
Selain sosialisasi dan pembekalan,
daya alam dan teknologi tepat guna,
perlu juga disediakan konsultan-konsultan
pembangunan sarana dan prasarana desa,
di desa yang berkompeten di setiap desa.
dan pemberdayaan masyarakat desa; (3)
Sebab, konsultan juga dapat membantu
meningkatkan
tiap desa dalam menganggarkan program
desa dan lembaga kemasyarakatan desa;
di
(4)
desanya
dan
pendampingan
juga
kapasitas
melakukan
pemerintahan
pengorganisasian
sifatnya independen, baik itu pendamping
kelompok-kelompok masyarakat desa; (5)
teknis infrastruktur maupun pendamping
melakukan peningkatan kapasitas kader
teknis keuangan, sebagaiman disebutkan
pemberdayaan
dalam Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun
mendorong
masyarakat
terciptanya
desa
dan
kader-kader
pembangunan masyarakat yang baru; (6)
48
Ibid
Republika, 29 Maret 2015
mendampingi desa dalam pembangunan
49
16
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
kawasan perdesaan yang partisipatif; (7)
dikaderkan oleh Kementerian Desa untuk
melakukan koordinasi pendampingan di
membantu program dana desa tepat
tingkat
sasaran dan dapat membimbing desa
kecamatan
dan
memfasilitasi
laporan pelaksanaan pendampingan oleh
camat kepada bupati/walikota.
50
dalam
menjalankan
dengan
Dalam hal pengawasan ini juga,
program
kebutuhan
sesuai
masing-masing.
Pendampingan desa dapat dilaksanakan
peran kyai dan ulama memiliki peran
oleh
strategis untuk menyukseskan program
pendamping
membangun desa, karena selama ini peran
pemberdayaan
kyai dan ulama ini telah berperan sebagai
pemberdayaan
pemimpin dan panutan bagi masyarakat
ataupun pihak ketiga, seperti Lembaga
secara informal. Kyai dan ulama bisa
Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan
berperan
tinggi, organisasi kemasyarakatan, dan
aktif
dalam
pengawasan
penggunaan alokasi dana desa sesuai
tenaga
pendamping
teknis
dan
profesional,
tenaga
masyarakat,
ahli
ahli
kader
masyarakat
desa,
perusahaan.
dengan alokasinya dan memberdayakan
ekonomi
desa
melalui
pembentukan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).51
Desa dalam memberikan laporan
pertanggungjawabannya
harus
jujur,
PENUTUP
1. Simpulan
Pengawasan alokasi dana desa dapat
dilakukan secara berkelanjutan dengan
sesuai dengan fakta-fakta di lapangan.
secara
Karena
pendampingan oleh pendamping yang
apabila
laporan
terus
menerus
pertanggungjawaban tersebut tidak ada
disediakan
kesesuaian, maka bantuan alokasi dana
supaya dana desa yang dikelola oleh desa
desa untuk tahun selanjutnya tidak akan di
tidak diselewengkan dan disalahgunakan,
proses lagi.
sehingga
Pengawasan alokasi dana desa
2. Saran
antara pengelola dana desa yang bersifat
Pengaturan
jujur dengan kader pendamping desa yang
seharusnya
peraturan
50
Ibid
Republika, 29 Maret 2015
Kementerian
pembangunan
desa
Desa,
dapat
tercapai dan tepat guna.
dapat optimal, apabila adanya kerjasama
51
oleh
dilakukan
tentang
diatur
secara
pengawasan
jelas
perundang-undangan
oleh
supaya
pemerintah desa seharusnya lebih cermat
17
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
dan
teliti
lagi
dalam
mengelola
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dilakukan, karena untuk menghindari
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, Gramedia, Jakarta,
1993.
tumpang
Moh.
pendapatan desa. Hal ini penting sekali
tindih
Pengawasan
pengaturannya,
penyelewengan
alokasi
yang
dapat
dana
anggaran.
kurang
jelas
menimbulkan
desa.
Pengawas
alokasi dana desa seharusnya diseleksi
secara ketat oleh Kementerian Desa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Bagir Manan, Perjalanan Historis
Pasal 18 UUD 1945, UNSIKA,
Karawang, 1993.
Bayu
Surianingrat,
Desa
dan
Kelurahan Menurut UU No. 5
Tahun 1979, Tanpa Nama
Penerbit, Jakarta, 1980.
Busyro Muqoddas. dkk, Politik
Pembangunan Hukum Nasional,
UII Press, Yogyakarta, 1992.
Franz Magnis Suseno, Etika Politik,
Gramedia
Pustaka
Utama,
Jakarta, 2001.
Hanif
Irfan
Nurcholis, Pertumbuhan &
Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, Erlangga,
Jakarta, 2011.
Fachruddin,
Pengawasan
Peradilan
Administrasi
Terhadap Tindakan Pemerintah,
Alumni, Bandung, 2004.
Yamin, Naskah Persiapan
Undang-Undang Dasar 1945,
Penerbit Siguntang, Jakarta,
1971.
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah,
filosofi, sejarah Perkembangan
dan Problematika, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2005.
Otje
Salman, Beberapa Aspek
Sosiologi Hukum, Alumni,
Bandung, 1989.
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum
dan Peranan Sanksi, Remadja
Karya, Bandung, 1985.
_______________,
Pokok-pokok
Sosiologi Hukum, Rajawali
Pers, Jakarta, 1998.
Peraturan Perundang-undangan:
UUD 1945;
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa;
Peraturan Pemerintah
Tahun 2014;
Nomor
60
Permen Desa Nomor 5 Tahun 2015
tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun
2015.
Media Cetak/Koran:
Pikiran Rakyat., 23 Maret 2015;
18
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
Republika, 29 Maret 2015.
19
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
PENGAWASAN ALOKASI DANA DESA DALAM PEMERINTAHAN DESA
(Supervision of Allocation Village’s Fund in The Village Administration)
Hasyim Adnan
Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung
Jl. Rangga GadingNo. 8 Bandung Jawa Barat
E-mail : hasyim_adnan17@yahoo.com
Abstract
The village already has been in existence since the kingdoms era in the archipelago, which
was then formalized by the Dutch colonial government, as a law community unit or “inlandse
gemeenten”. For fulfilling the living needs, the village has a wealth and income regulated
according to a self-developed institutional system. Then with the creation of Law No.6 about
the village, the regulations about the village wealth and income are made according to these
laws, including the allocation of village fund. For optimizing the fund allocation distribution,
a confinual control is needed either by the government or the surrounding community. This
study uses the yuridic normative method. The control consequence theory among others
includes the yuridic power theory, the control type theory, the control authority theory, the
communication theory, the publicity theory and the power arrogance theory. With optimal
control it is expected that the allocation of the village fund can become a part of the village
economic activities and contribute to the national developments.
Keywords: The Village, The Control, The Allocation of Village Fund.
Abstrak
Desa sudah ada sejak zaman kerajaan di Nusantara kemudian diformalkan oleh pemerintah
kolonial Belanda sebagai kesatuan masyarakat hukum atau inlandsche gementen. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, desa mempunyai kekayaan dan pendapatan yang diatur
sesuai dengan sistem kelembagaan yang dikembangkan sendiri. Kemudian dengan lahirnya
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka pengaturan tentang kekayaan dan pendapatan
desa disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut, termasuk diantaranya
tentang alokasi dana desa. Untuk mengoptimalkan pendistribusian alokasi dana desa tersebut,
maka diperlukan pengawasan yang berkelanjutan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat
sekitarnya. Metodologi penelitian yang digunakan merupakan penelitian yuridis normatif.
Teori konsekuensi pengawasan diantaranya ada teori kekuatan yuridis, teori tipe pengawasan,
teori otoritas pengawasan, teori komunikasi, teori publisitas dan teori arogansi kekuasaan.
Dengan adanya pengawasan yang optimal diharapkan alokasi dana desa dapat menjadi bagian
dalam menggerakan perekonomian desa dan dapat berkontribusi bagi kemajuan nasional.
Kata kunci: Pengawasan, Alokasi, Dana Desa.
1
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
berhak mengatur dan mengurus urusan
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik.1 Dalam
penyelenggaraan
pemerintahannya,
Indonesia terdiri dari beberapa daerah
kabupaten/kota. Selanjutnya didalam tiap
daerah kabupaten/kota terdapat satuan
masyarakat setempat berdasarkan asalusulnya.3
dan kelurahan adalah satuan pemerintahan
terendah
di
bawah
pemerintah
Desa dan kelurahan adalah dua
satuan pemerintahan terendah dengan
berbeda.
Desa
adalah
satuan
pemerintahan yang diberi hak otonomi
adat sehingga merupakan badan hukum,
sedangkan
kelurahan
adalah
satuan
pemerintahan administrasi yang hanya
merupakan
kepanjangan
pemerintah
tangan
kabupaten/kota.
dari
kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.4
Desa merupakan suatu wilayah
sebagai
tempat
beroperasinya
pelayanan pemerintahan dari pemerintah
kabupaten/kota
di
wilayah
kelurahan
setempat. Sedangkan desa adalah wilayah
dengan
batas-batas
tertentu
sebagai
kesatuan masyarakat hukum (adat) yang
1
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan &
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa,
Erlangga, Jakarta, 2011, hlm. 1.
2
yang didiami oleh sejumlah penduduk
yang saling mengenal atas dasar hubungan
kekerabatan dan/atau kepentingan politik,
dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan
masyarakat
hukum
berdasarkan
adat
sehingga tercipta ikatan lahir batin antara
masing-masing
warganya
warganya,
hidup
dari
umumnya
pertanian,
mempunyai hak mengatur rumah tangga
sendiri, dan secara administratif berada di
bawah pemerintahan kabupaten/kota.5
Pelaksanaan pengaturan desa yang
Jadi,
kelurahan bukan badan hukum melainkan
hanya
adalah
sosial, ekonomi, dan keamanan yang
kabupaten/kota.2
status
desa
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
pemerintahan terendah yang disebut desa
dan kelurahan. Dengan demikian, desa
Pemerintahan
selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan zaman, terutama
berhubungan
dengan
kedudukan
masyarakat hukum adat, demokratisasi,
keberagaman, partisipasi masyarakat, serta
kemajuan dan pemerataan pembangunan
sehingga menimbulkan kesenjangan antar
3
Ibid.
Pasal 1 angka 2 UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa.
5
Hanif Nurcholis, Op.cit, hlm. 2.
4
2
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
wilayah, kemiskinan, dan masalah sosial
program seperti itu tidak sepenuhnya
budaya yang dapat mengganggu keutuhan
mengakomodasi
kepntingan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
kebutuhan
mengingat
Dengan jumlah desa sekitar 74.000 (tujuh
program mandiri, tidak termasuk dalam
puluh empat ribu) desa dan sekitar 8.000
anggaran pendapatan dan belanja desa.
(delapan
maka
Pengaturan UU Nomor 5 Tahun 1979
dibentuklah UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Desa tidak sesuai
tentang Desa.
dengan
ribu)
Pada
kelurahan,
tahun
persaingan
2014
antara
Presiden/Wakil
calon-calon
Presiden
Indonesia
dalam
Presiden.
Diantara
terjadi
Umum
kemajuan
pembangunan
dan
sehingga
sebagai
pemerataan
menciptakan
kesenjangan antar wilayah.6
Republik
Pemilihan
desa,
dan
Keuangan desa merupakan semua
hak
dan
kewajiban
dalam
rangka
dua
kandidat
penyelenggaraan pemerintahan desa yang
Presiden
tersebut
dapat dinilai dengan uang, termasuk di
menimbulkan isu baru, yaitu tentang dana
dalamnya segala bentuk kekayaan yang
desa. Dana desa yang dijanjikan itu
berhubungan dengan hak dan kewajiban
sampai Rp 1.4 miliar untuk setiap desa.
desa tersebut. Keuangan desa bersumber
Dana
dapat
dari pendapatan asli desa, Anggaran
kekuatan
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Presiden/Wakil
yang
menjadikan
melimpah
desa
itu
sebagai
pembangunan baru.
Selama
ini,
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
desa
sebenarnya
Negara (APBN).
berhak atas dana bernama alokasi dana
desa
dari
Kabupaten/Kota.
Faktanya,
Penyelenggaraan
pemerintahan
desa
urusan
yang
menjadi
alokasi dana desa tidak berjalan karena
kewenangan desa didanai dari Anggaran
tidak adanya sanksi yang mengikat.
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa),
Pembiayaan program di desa kemudian
bantuan pemerintah pusat, dan bantuan
hadir
pemerintah
melalui
program-program
daerah.
Penyelenggaraan
pemerintah pusat melalui kementerian
urusan
secara sendiri-sendiri. Misalnya seperti
diselenggarakan oleh pemerintah desa
Program
Nasional
didanai
Masyarakat
(PNPM).
Pemberdayaan
pemerintahan
dari
daerah
APBD,
yang
sedangkan
Kekurangannya,
6
Pikiran Rakyat., 23 Maret 2015.
3
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
penyelenggaraan urusan pemerintah pusat
dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana
yang diselenggarakan oleh pemerintah
perimbangan
desa didanai dari APBN.
alokasi
Pendapatan desa bersumber dari:
setelah
khusus
dikurangi
yang
dana
seharusnya
disalurkan ke desa.
(a) pendapatan asli desa yang terdiri dari
Alokasi dana desa harus diawasi
hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
secara ketat, supaya dapat di cegah
partisipasi, gotong royong, dan lain-lain
penyalahgunaan dan penyelewengan oleh
pendapatan desa; (b) alokasi Anggaran
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab
Pendapatan dan Belanja Negara; (c)
yang
bagian dari hasil pajak daerah dan
pengembangan pedesaan tersebut.
retribusi
(d)
karena itu, tulisan ini mengkaji tentang
alokasi dana desa yang merupakan bagian
bagaimana pengawasan alokasi dana desa
dari dana perimbangan yang diterima
dalam pemerintahan desa.
daerah
Kabupaten/Kota;
seharusnya
digunakan
untuk
Oleh
Kabupaten/Kota; (e) bantuan keuangan
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Provinsi
Pendapatan
dan
dan
Anggaran
Belanja
Daerah
PEMBAHASAN
1. Sejarah Pemerintahan Desa
Sejarah
pemerintahan
desa
Kabupaten/Kota; (f) hibah dan sumbangan
menjelaskan bahwa desa sudah dikenal
yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara
(g) lain-lain pendapatan desa yang sah.
sebelum kedatangan Belanda. Desa adalah
Alokasi
dana
yang
wilayah-wilayah yang mandiri di bawah
merupakan bagian dari dana perimbangan
taklukan kerajaan pusat. Dalam praktik
yang diterima Kabupaten/Kota paling
penyelenggaraan pemerintahan, kerajaan
sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari
pusat hanya menuntut loyalitas desa.
dana
Sedangkan
perimbangan
Kabupaten/Kota
desa
yang
di
dalam
terima
anggaran
bagaimana
menyelenggarakan
desa
pemerintahannya,
pendapatan dan belanja daerah setelah
kerajaan pusat tidak mengatur melainkan
dikurangi dana alokasi khusus. Adapun
menyerahkannya
bagi
bersangkutan
Kabupaten/Kota
memberikan
alokasi
yang
tidak
dana
desa,
kepada
untuk
desa
mengatur
yang
dan
pemerintah dapat melakukan penundaan
4
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
mengurusnya sesuai dengan adat istiadat
Desa,
dan tata caranya sendiri.7
Tapanuli: Huta, di Aceh: Kampong,
Moh. Yamin dalam sidang Badan
Penyelenggaraan
Usaha
Persiapan
di
Minangkabau:
Nagari,
di
semua daerah kecil mempunyai susunan
rakyat, daerah istimewa tadi, jadinya
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada
daerah
kerajaan
(zelfbesturende
tanggal 29 Mei 1945 pernah menjelaskan
landschappen), hendaknya dihormati dan
konsepnya tentang Pemerintah Daerah:8
diperhatikan susunannya yang asli”.
“Negeri, Desa dan segala persekutuan
Dari keterangan tersebut, dapat
hukum adat yang dibaharui dengan jalan
diketahui bahwa daerah kecil menurut
rasionalisme dan pembaharuan zaman,
Soepomo
dijadikan susunan negara sebagai bagian
pengertian yang diberikan Moh. Yamin)
bawah”. Antara bagian atas dan bagian
dan susunan pemerintahan asli lainnya
bawah dibentuk bagian tengah sebagai
yang semacam itu atau setingkat desa.
Pemerintahan Daerah untuk menjalankan
Desa
Pemerintahan Urusan Dalam, Pangreh
lainsemacam desa dan zelfbesturende
Praja”.
landschappen adalah daerah-daerah yang
Selanjutnya,
dalam
sidang
BPUPKI tanggal 15 Juli 1945, Soepomo
menyampaikan keterangan:
9
adalah
dan
desa
satuan
(Samadengan
pemerintahan
asli
bersifat istimewa. Tetapi, baik Moh.
Yamin
maupun
Soepomo
menyadari
bahwa susunan Pemerintahan Daerah
“… Kecuali dari itu panitia mengingatkan
yang ada dan yang pernah ada, bukan
kepada
daerah-daerah
mempunyai
susunan
kecil
yang
hanya
desa
asli,
yaitu
lanschappen.
dan
Di
zelfbesturende
samping
desa
dan
Volksgemeinschaften barangkali perkataan
zelfbesturende lanschappen ada corak
ini salah, tetapi yang dimaksud ialah
pemerintahan barat, yaitu provinsi dan
daerah
gemeente yang tersusun dalam tingkatan
kecil-kecil
yang
mempunyai
susunan rakyat seperti misalnya di Jawa:
yang
berbeda.
Sehingga
dalam
kenyataannya susunan itu terdiri dari tiga
7
Bayu Surianingrat, Desa dan Kelurahan
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1979, Tanpa
Nama Penerbit, Jakarta, 1980, hlm. 12-13
8
Moh. Yamin, Naskah Persiapan UndangUndang Dasar 1945, Jilid I, Penerbit:
Siguntang, Jakarta, 1971, hlm. 100
9
Ibid.hlm. 301
tingkatan:
tingkatan
atas
(provinsi),
tingkatan tengah (gemeente, regentschap),
5
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
dan
tingkatan
rendah
(desa
dan
pemerintahan semacam desa).10
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
provinsi dan desa-desa sebagai daerah
yang mempunyai sifat istimewa.13
Soepomo dan Moh. Yamin tidak
Disamping satuan sebagaimana
menyinggung sama sekali susunan yang
ditetapkan PPKI tersebut, masih terdapat
ada. Ada kemungkinan, baik Soepomo
juga satuan pemerintahan kewedanaan,
maupun
tetap
kecamatan, dan desa. Secara hukum,
provinsi,
kehadiran kewedanaan, kecamatan dan
Moh.
Yamin
mempertahankan
akan
kehadiran
bukan sebagai pemerintah daerah tetapi
desa-desa
sebagai
Kalau
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
pemikiran ini benar, sangatlah wajar jika
tentang tetap diberlakukan segala badan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
negara dan peraturan-peraturan yang ada
(PPKI) pada tanggal 19 Agustus 1945
sampai berdiri Negara Republik Indonesia
hanya membentuk provinsi administratif
pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan
yang kemudian ditetapkan dalam UU
demikian, sejak tanggal 17 Agustus 1945
Nomor 1 Tahun 1945 yang meniadakan
terdapat berbagai satuan pemerintahan di
11
daerah: provinsi, keresidenan, swapraja,
suatu
dekonsentrasi.
Komite Nasional Daerah di provinsi.
Setelah
dikeluarkan
penjelasan
resmi
dapat
dihubungkan
dengan
kota, kewedanaan, kecamatan, dan desa.14
Susunan daerah otonomi mulai
Pasal 18 UUD 1945 yang juga dibuat
menyatakan
diberlakukan oleh UU Nomor 22 Tahun
bahwa “Daerah Indonesia akan dibagi
1948. Daerah-daerah otonomi menurut
dalam
daerah
UU Nomor 22 Tahun 1948 terdiri atas
provinsi akan di bagi pula dalam daerah
susunan: provinsi, kabupaten, dan desa. Di
yang lebih kecil”.
samping tiga susunan daerah otonomi
Soepomo,
dengan
daerah
tegas
provinsi,
12
dan
Dengan demikian,
terbukalah untuk menyusun Pemerintahan
tersebut,
Daerah
sebagai
dalam
tiga
tingkatan,
yaitu
provinsi, daerah lebih kecil daripada
kewedanaan
dan
satuan
kecamatan
administratif
(dekonsentrasi) tetap dipertahankan.15
Gagasan menjadi desa sebagai
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah, Filosofi,
Sejarah Perkembangan dan Problematika,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 10-11
11
Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18
UUD 1945, UNSIKA, Karawang, 1993, hlm.
16-17
12
Ibid
10
tumpuan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
tampak
dari
keinginan
Ni’matul Huda, Loc.cit, hlm. 11
Ibid,hlm. 12
15
Ibid
13
14
6
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
menitikberatkan otonomi pada desa. Hal
kenyataannya UU ini tidak mencapai hal-
ini terlihat dalam Penjelasan Nomor 18
hal yang diharapkan. Ada beberapa sebab
UU
Nomor
menyebutkan:
22
Tahun
“…
tetapi
1948
yang
yang menghambat pelaksanaan gagasan-
juga
akan
gagasan tersebut. Pertama, desa sebagai
diusulkan supaya daerah-daerah yang
susunan
mendapat pemerintahan menurut undang-
diperbarui sebagaimana dikehendaki oleh
undang pokok ini diutamakan diadakan di
UU Nomor 22 Tahun 1948. Akibatnya,
desa”.
desa yang diharapkan sebagai tumpuan
16
Pemerintahan
Daerah
tidak
Menurut UU Nomor 22 Tahun
penyelenggaraan kemakmuran tidak dapat
1948, pemerintahan desa sebagai kaki
berperan sebagaimana mestinya. Kedua,
bagian bawah pemerintahan Republik
UU Nomor 22 Tahun 1948 tidak diikuti
Indonesia bukanlah desa yang ada pada
pembaruan
waktu itu. Rencananya, akan dibentuk
perundang-undangan pendukung. Untuk
desa-desa baru. Desa baru itu akan
pemerintahan desa, peraturannya tetap
dibentuk melalui penggabungan beberapa
ketentuan Hindia Belanda – Inlandse
desa menjadi satu desa baru. Maksud
Gemeente Ordonantie (IGO) untuk Jawa-
penggabungan
untuk
Madura dan Inlandse Ordonantie Voor
memperluas teritorial pemerintah desa.
Buiten Geweste (IOGB) untuk luar Jawa-
Dengan penggabungan tersebut potensi
Madura. IGO dan IOGB tidak dapat
desa akan meningkat untuk mengatur dan
dijadikan
mengurus sendiri urusan rumah tangga
karena peraturan ini pada dasarnya hendak
desa. Kehendak UU Nomor 22 Tahun
membiarkan desa dalam “keasliannya”.18
ini
adalah
perangkat
dasar
peraturan
pengembangan
desa
1948 untuk mengadakan restrukturisasi
UU Nomor 19 Tahun 1965 tidak
wilayah desa dengan membentuk desa-
dilaksanakan karena terjadi perubahan
desa baru dengan teritorial yang lebih luas
politik yang sangat mendasar, setelah
merupakan pemikiran yang sangat maju.17
adanya upaya kudeta G 30 S/PKI 1965.
Walaupun UU Nomor 22 Tahun
Setelah TNI Angkatan Darat mengambil
1948 mengandung gagasan dasar yang
alih kekuasaan dari Presiden Soekarno,
dikehendaki Pasal 18 UUD 1945, dalam
maka semua produk hukum di bawah
rezim Soekarno ditinjau ulang, termasuk
16
17
Ibid
Ibid
18
Bagir Manan, Op.cit, hlm. 19
7
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
produk hukum UU Nomor 19 Tahun
tidak mungkin mempunyai otonomi seluas
1965. Dengan ditundanya pemberlakuan
zaman kerajaan yang pada waktu itu
UU Nomor 19 Tahun 1965 tersebut, maka
hampir tidak melakukan campur tangan
landasan yuridis tentang desa kembali
dalam urusan desa. Penyelenggaraan tugas
berada dalam status quo. Kemudian pada
oleh desa hanya dapat dilakukan melalui
tahun 1979 baru dikeluarkan UU Nomor 5
dekonsentrasi dari kepala wilayah atau
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.19
tugas pembantuan dari kepala daerah
UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang
tingkat II, misalnya penarikan pajak radio,
Pemerintahan
Desa
secara
formal
Ipeda dan sebagainya.21
mendefinisikan desa sebagai kesatuan
Otonomi desa yang ditunjukkan
masyarakat hukum yang mempunyai hak
oleh UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang
menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, yaitu bagian sumber
rumah
tangganya
sendiri dan berada di bawah kecamatan.
pendapatan,
Tetapi
cara
penerimaan dan pengeluaran keuangan
menyelenggarakan rumah tangga itu tidak
desa yang meliputi: (a) pendapatan asli
ada penjelasan yang jelas dalam undang-
desa sendiri yang terdiri atas: hasil tanah-
20
tanah kas desa, hasil swadaya dan
untuk menemukan hak menyelenggarakan
partisipasi masyarakat desa, hasil gotong
rumah tangganya sendiri atau “otonomi
royong, hasil lain dari usaha desa yang
desa” tersebut. Menurut teori sisa ini,
sah); (b) pendapatan yang berasal dari
yang menjadi urusan rumah tangga desa
pemberian pemerintah daerah yang terdiri
adalah segala urusan di desa yang bukan
atas: sumbangan dan bantuan pemerintah,
urusan
sumbangan
isi,
bentu
dan
undang ini. Kemudian ada teori sisa
Pemerintah
Pusat
(termasuk
kekayaan
dan
dan
bantuan
anggaran
pemerintah
departemen-departemennya), Pemerintah
daerah, sebagaian dari pajak dan retribusi
Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah
daerah yang diberikan kepada desa; (c)
Tingkat II yang tidak bertentangan dengan
lain-lain pendapatan yang sah.22
kepentingan umum. Oleh karena itu, desa
Adanya
pemilikan
sumber
dalam kedudukannya sebagai bagian dari
pendapatan desa baik yang berasal dari
Negara Kesatuan
sumber pendapatan asli desa maupun
19
20
Republik Indonesia
Hanif Nurcholis, op.cit, hlm. 32-33
Bayu Surianingrat, op.cit, hlm. 144
21
22
Hanif Nurcholis, loc.cit, hlm. 33
Bayu Surianingrat, op.cit, hlm. 144
8
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
pemerintah /pemerintah daerah tersebut,
self government) karena desa ditempatkan
berarti desa akan dapat menyelenggarakan
di bawah wilayah administrasi kecamatan
rumah
alias
dan tidak mendapatkan penyerahan urusan
otonominya
pemerintahan dari pemerintah pusat. UU
sumber-sumber
Nomor 5 Tahun 1979 juga tidak mengakui
pendapatan yang bisa dikelola sendiri
otonomi asli desa sebagai otonomi generik
sesuai dengan kebutuhan desa.23
yang sudah ada, baik yang berupa
tangganya
otonominya.
adalah
Jadi,
sendiri
letak
dimilikinya
Urusan
dekonsentratif
yaitu
kelembagaan
pemerintahan
maupun
urusan yang tanggung jawab perencanaan
budaya
dan
menjadi
pemerintahan desa seperti lurah, carik,
tanggung jawab pemerintah di atasnya,
bayan, kamituwo, jogo boyo, ulu-ulu,
tetapi pelaksananya adalah desa. Urusan
modin (Jawa), penghulu andiko, karapan
partisipatif
garis
adat nagari, (Sumatera Barat), kuwu,
pemerintah
lembur, lebai (Jawa Barat) di hapus. Satu-
pelaksanaannya
satunya lembaga desa asli yang masih
pembiayaannya
besarnya
atasnya,
urusan
ditetapkan
kepada
sarana
yang
oleh
sedangkan
diserahkan
seperti
yaitu
tetap
dan
adat.
Bahkan
lembaga
masyarakat
desa,
bertahan di bawah UU Nomor 5 Tahun
pendidikan
dan
1979 adalah keberadaan tanah komunal di
pembangunan.24
Jawa Tengah dan Jawa Timur: tanah
Menurut teori desentralisasi dan
bengkok dan tanah banda desa.25
otonomi generik, UU Nomor 5 Tahun
Pada tahun 1998 rezim orde baru
1979 tentang Pemerintahan Desa tidak
yang berkuasa selama tiga dasawarsa jatuh
menempatkan desa sebagai daerah otonom
melalui demonstrasi mahasiswa. Untuk
sebagaimana UU Nomor 22 Tahun 1948
memenuhi
dan UU Nomor 19 Tahun 1965 juga tidak
disampaikan
mengakui otonomi asli sebagaimana IGO,
B.J.
IGOB dan Desa Ordonantie. UU Nomor 5
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Tahun 1979 menempatkan desa sebagai
Pemerintahan Daerah. Pengaturan tentang
wilayah
state
desa diatur dalam Bab XI Pasal 93 sampai
government), bukan daerah otonom (local
dengan Pasal 111. Dalam Bab I Pasal 1
administrasi
(local
tuntutan
Habibie
reformasi
mahasiswa,
yang
pemerintahan
mengeluarkan
Undang-
huruf (o) Desa atau yang disebut dengan
23
24
Ibid
Hanif Nurcholis, op.cit, hlm. 35
25
Ibid
9
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
nama lain adalah kesatuan masyarakat
Jadi,
menurut
Undang-Undang
hukum yang berwenang mengatur dan
Nomor
mengurus
ditetapkan sebagai berikut: (1) sepanjang
kepentingan
masyarakat
22
tahun
1999 status
desa
setempat berdasarkan asal-usul dan adat
desa
istiadat setempat yang diakui dalam sistem
masyarakat hukum adat, maka pemerintah
pemerintahan nasional dan berada di
mengakuinya; (2) pengakuan pemerintah
daerah kabupaten”. Dalam rumusan ini
adalah pengakuan terhadap hak asal-usul
terdapat kata “berwenang mengatur dan
dan adat istiadat desa yang bersangkutan,
kepentingan
masih
eksis
sebagai
kesatuan
masyarakat
yang mencakup lembaga-lembaga asli di
setempat berdasarkan asal-usul dan adat
bidang politik, ekonomi, sosial-budaya,
istiadat
peradilan, dan hankam; (3) pengakuan
mengurus
setempat”.
Kalimat
ini
mengandung arti bahwa desa mempunyai
pemerintah
otonomi berdasarkan asal-usul dan adat
asli desa tersebuttidak sebagaimana adat
istiadat desa yang bersangkutan sepanjang
istiadatnya
masih hidup dan dipertahankan oleh
disesuaikan dengan ketentuan peraturan
masyarakat
perundang-undangan yang berlaku dan
pendukungnya.
Kemudian
berdasarkan Pasal 94 dan Pasal 104,
Nomor
berfungsi
tergantung
istiadat,
sich,
Otonomi
dan Badan Perwakilan Desa (BPD). BPD
adat
an
lembaga-lembaga
tetapi
setelah
tujuan pemerintahan nasional.27
pemerintahan desa terdiri atas Kepala desa
mengayomi
terhadap
22
desa
Tahun
menurut
1999
terhadap
itu
UU
sangat
hidup-matinya
membuat peraturan desa, menampung
otonomi
aspirasi
melakukan
bersangkutan. Jika sebuah desa otonomi
penyelenggaraan
berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya
masyarakat, serta
pengawasan
terhadap
adat
pada
desa
yang
pemerintahan desa. Dengan demikian,
masih
BPD merupakan lembaga pengayom adat
bersangkutan
sekaligus sebagai badan perwakilan yang
mengurus
mempunyai
fungsi
dan
Tetapi, jika dalam sebuah desa otonomi
pengawasan.
Sedangkan
desa
berdasarkan asal-usul adat istiadatnya
adalah badan pelaksana kebijakan yang
sudah mati, maka desa yang bersangkutan
dibuat bersama dengan BPD.26
tidak mempunyai urusan yang dapat diatur
26
27
Ibid, hlm. 36
regulasi
kepala
hidup,
maka
dapat
rumah
desa
yang
mengatur
tangganya
dan
tersebut.
Ibid
10
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dan diurusnya. Untuk menentukan isi
Akan tetapi, dalam UU Nomor 22 tahun
otonomi dan urusan rumah tangga desa
1999 keberadaan desa hanya dalam daerah
tersebut UU nomor 22 Tahun 1999
kabupaten, sedangkan dalam UU Nomor
menyerahkannya
pemerintah
32 Tahun 2004 desa berada dalam daerah
kabupaten melalui pembuatan peraturan
kabupaten dan bisa juga dalam daerah
daerah.28
kota. Perbedaan lainnya adalah perubahan
kepada
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun
Badan Perwakilan Desa menjadi Badan
tentang
Daerah
Permusyawaratan Desa (BPD). Badan
sebagai revisi atas UU Nomor 22 Tahun
Permusyawaratan Desa tidak mempunyai
1999 tidak mengubah secara substansial
fungsi pengayoman adat. BPD hanya
ketentuan mengenai desa. Dalam Bab I
mempunyai
2004
Pemerintahan
Pasal 1 angka 12 disebutkan bahwa desa
fungsi
regulasi
dan
29
penampung aspirasi.
atau yang disebut dengan nama lain, yang
Pada tanggal 15 Januari 2014,
selanjutnya disebut desa adalah kesatuan
terbentuklah UU Nomor 6 Tahun 2014
masyarakat hukum yang memiliki batas-
tentang
batas wilayah yang berwenang mengatur
menegaskan
dan mengurus kepentingan masyarakat
pemerintahan
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
pembangunan,
istiadat
kemasyarakatan,
setempat
yang
diakui
dan
Desa.
Undang-undang
bahwa
ini
penyelenggaraan
desa,
pelaksanaan
pembinaan
dan
pemberdayaan
dihormati dalam sistem pemerintahan
masyarakat berdasarkan Pancasila, UUD
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
1945, dan Bhineka Tunggal Ika. UU
Rumusan
dengan
Nomor 6 Tahun 2014 mengatur materi
rumusan desa sebagaimana disebutkan
mengenai asas pengaturan, kedudukan dan
dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. Hal
jenis desa, penyelenggaraan pemerintahan
yang membedakan adalah hilangnya anak
desa, hak dan kewajiban desa dan
kalimat di bawah kabupaten. Jadi, UU
masyarakat
Nomor 22 Tahun 1999 maupun UU
keuangan
Nomor 32 tahun 2004 menentukan desa
pembangunan desa dan pembangunan
sebagai
kawasan perdesaan, badan usaha milik
ini
hampir
kesatuan
sama
masyarakat
hukum
berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya.
desa,
28
29
Ibid
desa,
desa
kerja
peraturan
dan
sama
aset
desa,
desa,
desa,
lembaga
Ibid., hlm. 36-37
11
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
kemasyarakatan desa dan lembaga adat
masyarakat di bawah ketentuan konstitusi
desa, serta pembinaan dan pengawasan.
dan hukum.31
Selain itu, UU Nomor 6 Tahun 2014 juga
Negara
Kesatuan
Republik
mengatur dengan ketentuan khusus yang
Indonesia (NKRI) mengenal asas legalitas,
hanya
yaitu pemerintahan berdasarkan undang-
berlaku
untuk
desa
adat
sebagaimana diatur dalam Bab XIII.
undang (wetmatigeheid van het bestuur).
Setiap
2. Pengawasan Alokasi Dana Desa
tindakan
pemerintah
harus
berdasarkan kepada undang-undang dasar.
dalam Pemerintahan Desa
Penjelasan
UUD
1945
Sebagai reaksi terhadap kekuasan
menjelaskan bahwa dalam menjalankan
tiada batas, berkembang ajaran yang
tugas dan kewajibannya (pemerintah)
mengharuskan suatu kekuasaan dalam
harus selalu berpijak pada undang-undang
negara dibatasi dan diawasi. Salah satunya
dasar dan peraturan perundang-undangan
adalah
lain. Dengan perkataan lain, Presiden
gagasan
konstitusional”
yang
“demokrasi
mengharuskan
(aparat
administrasi
di
bawahnya)
kekuasaan dilakukan atau setidak-tidaknya
menjalankan tugas dan kewajibannya
atas kehendak dari rakyat dan dibatasi
sesuai dengan yang ditentukan dalam
kekuasaannya oleh suatu konstitusi atau
peraturan.32
hukum dasar.30
Teori konsekuensi pengawasan33
Berdasarkan
asas
persamaan
menjelaskan
bahwa
pelaksanaan
antara manusia dan warga negara, tidak
pengawasan terhadap pemerintah dapat
ada orang atau kelompok orang yang
ditentukan
begitu saja berhak untuk memerintah
konsekuensi pengawasan yang berpeluang
orang lain, kecuali atas penugasan dan
dapat menjelaskan penyebab keberhasilan
oleh
beberapa
teori
persetujuan warga masyarakat sendiri.
31
Walaupun demikian kekuasaan dibatasi
oleh
30
hak-hak
asasi
semua
anggota
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, Gramedia, Jakarta, 1993, hlm. 52
Franz Magnis Suseno, Etika Politik,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, 289
dan 284
32
Sri Soemantri, Azas Negara Hukum dan
Perwujudannya dalam System Hukum
Nasional, dalam Busyro Muqoddas, M. dkk.
(editor), Politik Pembangunan Hukum
Nasional, UII Press, Yogyakarta, 1992.
33
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan
Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah,
Alumni, Bandung, 2004, hlm. 16-17
12
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dan kegagalan atau efektivitas suatu
(rechtsbewustzjin).39Keempat,
sistem
teori
komunikasi, yaitu proses penyampaian
tipe
dan penerimaan pesan atau lambang-
pengawasan.
kekuatan
yuridis.
Pertama,
Kedua,
teori
pengawasan. Dikenal dua tipe pengawasan
lambang
yang
teori
mengandung
arti
40
yang paling menonjol, (a) pengawasan
tertentu. Kelima, teori publisitas, yaitu
represif,34 diartikan sebagai pengawasan
mempublikasikan
yang menggunakan cara memaksa dan
khalayak ramai yang dapat memberi
mengancam
pengaruh kepada tekanan publik akibat
dengan
sanksi
untuk
mencapai tujuannya; dan (b) pengawasan
dari
normatif,35 diartikan sebagai pengawasan
opinion).41Keenam,
yang
kekuasaan.42
menggunakan
cara
sinkronisasi
masalah
opini
kepada
publik
(public
teori
arogansi
pemahaman nilai-nilai dan tujuan. Ketiga,
Pengalokasi dana desa diatur oleh
teori otoritas pengawasan, yang mencakup
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(a) keabsahan (legitimiteit), pengawasan
dan dijelaskan dalam PP Nomor 60 Tahun
dilakukan
2014 sebagai petunjuk pelaksanaan dan
berwenang;
oleh
36
badan
yang
diakui
(b) pengawasan dengan
teknisnya.
Ada
7
(tujuh)
sumber
keahlian
pendapatan desa: (a) pendapatan asli desa,
(deskundigheid),37 (c) pengawasan yang
diantaranya adalah hasil usaha, hasil aset,
menggunakan
suatu
38
dan
swadaya dan partisipasi, gotong royong,
hukum
dan lain-lain pendapatan asli desa; (b)
mendapatkan kepercayaan (geloof),
(d)
kesadaran
alokasi anggaran pendapatan dan belanja
34
Dunsire, A, Control in a Bureaucracy, New
York, 1978, hlm. 35
35
Etzioni, A, The active society: a theory of
societal and political prosess, London, 1968,
hlm. 96
36
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi
Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1988, hlm. 80.
Ibid
37
Niemeijer, E & J.S. Timmer, Het ABC van
de Nationale ombudsman: arbiter, bewaker en
consulent, Bestuurskunde, Nr. 8, 1993, hlm.
378
38
Philip Giddings, et al., Controlling
Administrative Action in the United Kingdom:
The Role of Ombudsman System andThe Court
Compard, Rev. of Administrative Sciences,
Kol. 59 Nr, hlm. 301
negara; (c) bagian dari hasil pajak daerah
dan retribusi daerah kabupaten/kota; (d)
alokasi dana desa yang merupakan bagian
39
Otje Salman, R, Beberapa Aspek Sosiologi
Hukum, Alumni, Bandung, 1989, hlm. 50
40
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan
Peranan Sanksi, Remadja Karya, Bandung,
1985, hlm. 17
41
Ten Berge, J.B.J.M, De beketenis van de
Nationale ombudsman voor het bestuursrecht,
in: de Nationale ombudsman, VAR-reeks 106,
Alphen aan den rijn, 1991, hlm. 19
42
Irfan Fachrudin, Ibid, hlm. 17
13
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dari dana perimbangan yang diterima
Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes
kabupaten/kota; (e) bantuan keuangan dari
sangat
anggaran pendapatan dan belanja daerah
karena untuk mewujudkan desa menjadi
provinsi
basis
dan
belanja
daerah
penting
sekali
utama
dikembangkan
swasembada
pangan
kabupaten/kota; (f) hibah dan sumbangan
Indonesia. Melalui BUMDes, dana desa
yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
dapat dikelola sebagai modal usaha untuk
(g)
memajukan
lain-lain
pendapat
desa
yang
43
usaha
desa
di
sektor
sah. Alokasi dana desa paling sedikit
pertanian, perkebunan, peternakan dan
10%
dana
perikanan. Sehingga desa akan menjadi
(sepuluh perseratus)
dari
perimbangan
yang
diterima
produsen utama bahan pangan yang
kabupaten/kota
dalam
anggaran
dihasilkan oleh sektor-sektor tersebut.
pendapatan dan belanja daerah setelah
Desa juga dapat memberikan pinjaman
44
dikurangi dana alokasi khusus.
Pada
prinsipnya,
murah kepada warga desa yang menjadi
desa
akan
petani, peternak, pekebun, dan nelayan.
menerima dana dari Pemerintah Pusat.
Dana pinjaman tersebut dapat diambil dari
Oleh karena itu, setiap desa diharapkan
alokasi dana desa setelah diputuskan
dapat menyusun Rencana Program Jangka
melalui musyawarah desa.45
Menengah Desa (RPJMDesa), Rencana
Pendistribusian alokasi dana desa
Kegiatan Pembangunan (RKP) Desa, dan
dilakukan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
setahun. Tahap pertama,
(APBDesa)
untuk
minggu kedua April, minggu kedua
memperoleh dana desa. Ada beberapa
Agustus, dan minggu kedua Oktober.
skala
dilakukan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60
Kementerian Desa, diantaranya adalah: (a)
Tahun 2014 akan di revisi karena tertulis
persiapan dana desa; (b) desa mandiri; (c)
tahap
pengelolaan potensi desa; (d) desa online;
November. Desa akan menerima alokasi
(e) usaha masyarakat desa; (f) ekonomi
dana desa pada minggu ketiga, karena
kreatif; dan (g) pengembangan Badan
pada minggu kedua adalah pengiriman
sebagai
prioritas
syarat
yang
dalam
ketiga
tiga
minggu
tahap
selama
yaitu pada
kedua
bulan
melalui transfer dari rekening kas umum
43
Pasal 72 ayat (1) huruf a UU Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa
44
Pasal 72 ayat (4) UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa
negara ke rekening kas umum daerah
45
Pikiran Rakyat, 23 Maret 2015
14
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
kabupaten/kota, kemudian kepada desa,
dan alokasi dana desa juga tidak akan bisa
alokasi dana desa itu juga akan dikirimkan
dilakukan pengiriman oleh pemerintah
dengan transfer melalui rekening desa.
pusat apabila pemerintah kabupaten/kota
Pada tahun ini, alokasi dana desa akan cair
belum memenuhi dua syarat: (a) peraturan
sebesar Rp 280.000.000,00 (dua ratus
daerah penetapan APBD kabupaten/kota
delapan puluh juta rupiah). Jika ditambah
yang didalamnya memuat APBDes; dan
dengan dua sumber pendapatan lainnya.
(b) peraturan kepala daerah yang memuat
Kementerian Keuangan menghitung rata-
besarnya dana desa di setiap desa di
rata pendapatan desa mencapai Rp 797.8
kabupaten/kota.47
juta. Angka itu dihitung melalui gambaran
Penghitungan dana desa dilakukan
umum pada tahun 2015, jumlah dana
dalam dua tahap: (1) tahap pertama,
alokasi umum dan dana bagi hasil Rp
pemerintah pusat mengalokasikan dana
342,336 triliun, maka 10% (sepuluh
desa
perseratus) akan menjadi alokasi dana
berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan
desa sebesar Rp 34,2367 triliun, ditambah
secara berkeadilan berdasarkan alokasi
dengan jumlah pendapatan asli daerah
dasar, dan alokasi dihitung berdasarkan
yang diperkirakan mencapai Rp 41,093
formula dengan memperhatikan jumlah
triliun, maka 10% (sepuluh perseratus)
penduduk,
dibagihasilkan ke desa Rp 4,109 triliun,
wilayah, dan tingkat kesulitan geografis
jadi alokasi dana desa dari APBN sebesar
desa. Dana desa per kabupaten/kota itu
Rp 20,766 triliun.46
ditetapkan
Pengiriman alokasi dana desa
adalah
untuk
membiayai
program-
kepada
kabupaten/kota
angka
dalam
dihitung
kemiskinan,
peraturan
luas
presiden
mengenai rincian APBN; (2) tahap kedua,
berdasarkan
alokasi
dana
desa
dalam
kabupaten/kota, kemudian bupati/walikota
dalam
akan menghitung dana desa untuk masing-
APBDes dan ditetapkan melalui peraturan
masing desa dengan perhitungan yang
desa, sebagai syarat ditransfernya alokasi
sama dilakukan pemerintah pusat. Tata
dana desa. Apabila syarat-syarat tersebut
cara penghitungan dan penetapan dana
program
yang
anggaran
desa
tidak
terpenuhi,
direncanakan
yang
disusun
maka
pemerintah
kabupaten/kota akan menunda pengiriman
46
Ibid
47
Ibid
15
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
desa untuk setiap desa ditetapkan dalam
2015.
peraturan bupati/walikota.48
implementasi
Ketentuan
tersebut
dari
merupakan
Undang-Undang
Alokasi dana desa harus diawasi
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
secara ketat dari hulu ke hilir, pengawasan
Sehingga dengan adanya pendamping
sangat penting sekali dilakukan untuk
desa ini, upaya untuk membangun desa
meminimalkan
dan
penyelewengan
dana
pengembangan desa. Selain pengawasan,
juga
diperlukan
sosialisasi
menjadikan
desa
sebagai
poros
ketahanan negara dapat terwujud.
Pemerintah
dan
dapat
melakukan
pembekalan kepada kepala desa sebagai
pendampingan kepada masyarakat desa
pengelola alokasi dana desa. Pemerintah
secara berkelanjutan, termasuk dalam
daerah kabupaten atau kota harus meng-
penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM)
upgrade kepala desa. Sosialisasi dan
dan
pembekalan sangat diperlukan supaya
pendamping: (1) mendampingi desa dalam
kepala desa dapat memanfaatkan alokasi
perencanaan,
dana desa tersebut menjadi tepat guna.
pemantauan terhadap pembangunan desa
Apabila alokasi dana desa ini tidak
dan pemberdayaan masyarakat desa; (2)
tersosialisasikan
maka
mendampingi desa dalam pengelolaan
dikhawatirkan banyak kepala desa yang
pelayanan sosial dasar, pengembangan
secara
benar,
49
berurusan dengan polisi atau kejaksaan.
manajemen.
Ada
tujuh
pelaksanaan,
tugas
dan
ekonomi desa, pendayagunaan sumber
Selain sosialisasi dan pembekalan,
daya alam dan teknologi tepat guna,
perlu juga disediakan konsultan-konsultan
pembangunan sarana dan prasarana desa,
di desa yang berkompeten di setiap desa.
dan pemberdayaan masyarakat desa; (3)
Sebab, konsultan juga dapat membantu
meningkatkan
tiap desa dalam menganggarkan program
desa dan lembaga kemasyarakatan desa;
di
(4)
desanya
dan
pendampingan
juga
kapasitas
melakukan
pemerintahan
pengorganisasian
sifatnya independen, baik itu pendamping
kelompok-kelompok masyarakat desa; (5)
teknis infrastruktur maupun pendamping
melakukan peningkatan kapasitas kader
teknis keuangan, sebagaiman disebutkan
pemberdayaan
dalam Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun
mendorong
masyarakat
terciptanya
desa
dan
kader-kader
pembangunan masyarakat yang baru; (6)
48
Ibid
Republika, 29 Maret 2015
mendampingi desa dalam pembangunan
49
16
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
kawasan perdesaan yang partisipatif; (7)
dikaderkan oleh Kementerian Desa untuk
melakukan koordinasi pendampingan di
membantu program dana desa tepat
tingkat
sasaran dan dapat membimbing desa
kecamatan
dan
memfasilitasi
laporan pelaksanaan pendampingan oleh
camat kepada bupati/walikota.
50
dalam
menjalankan
dengan
Dalam hal pengawasan ini juga,
program
kebutuhan
sesuai
masing-masing.
Pendampingan desa dapat dilaksanakan
peran kyai dan ulama memiliki peran
oleh
strategis untuk menyukseskan program
pendamping
membangun desa, karena selama ini peran
pemberdayaan
kyai dan ulama ini telah berperan sebagai
pemberdayaan
pemimpin dan panutan bagi masyarakat
ataupun pihak ketiga, seperti Lembaga
secara informal. Kyai dan ulama bisa
Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan
berperan
tinggi, organisasi kemasyarakatan, dan
aktif
dalam
pengawasan
penggunaan alokasi dana desa sesuai
tenaga
pendamping
teknis
dan
profesional,
tenaga
masyarakat,
ahli
ahli
kader
masyarakat
desa,
perusahaan.
dengan alokasinya dan memberdayakan
ekonomi
desa
melalui
pembentukan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).51
Desa dalam memberikan laporan
pertanggungjawabannya
harus
jujur,
PENUTUP
1. Simpulan
Pengawasan alokasi dana desa dapat
dilakukan secara berkelanjutan dengan
sesuai dengan fakta-fakta di lapangan.
secara
Karena
pendampingan oleh pendamping yang
apabila
laporan
terus
menerus
pertanggungjawaban tersebut tidak ada
disediakan
kesesuaian, maka bantuan alokasi dana
supaya dana desa yang dikelola oleh desa
desa untuk tahun selanjutnya tidak akan di
tidak diselewengkan dan disalahgunakan,
proses lagi.
sehingga
Pengawasan alokasi dana desa
2. Saran
antara pengelola dana desa yang bersifat
Pengaturan
jujur dengan kader pendamping desa yang
seharusnya
peraturan
50
Ibid
Republika, 29 Maret 2015
Kementerian
pembangunan
desa
Desa,
dapat
tercapai dan tepat guna.
dapat optimal, apabila adanya kerjasama
51
oleh
dilakukan
tentang
diatur
secara
pengawasan
jelas
perundang-undangan
oleh
supaya
pemerintah desa seharusnya lebih cermat
17
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
dan
teliti
lagi
dalam
mengelola
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dilakukan, karena untuk menghindari
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, Gramedia, Jakarta,
1993.
tumpang
Moh.
pendapatan desa. Hal ini penting sekali
tindih
Pengawasan
pengaturannya,
penyelewengan
alokasi
yang
dapat
dana
anggaran.
kurang
jelas
menimbulkan
desa.
Pengawas
alokasi dana desa seharusnya diseleksi
secara ketat oleh Kementerian Desa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Bagir Manan, Perjalanan Historis
Pasal 18 UUD 1945, UNSIKA,
Karawang, 1993.
Bayu
Surianingrat,
Desa
dan
Kelurahan Menurut UU No. 5
Tahun 1979, Tanpa Nama
Penerbit, Jakarta, 1980.
Busyro Muqoddas. dkk, Politik
Pembangunan Hukum Nasional,
UII Press, Yogyakarta, 1992.
Franz Magnis Suseno, Etika Politik,
Gramedia
Pustaka
Utama,
Jakarta, 2001.
Hanif
Irfan
Nurcholis, Pertumbuhan &
Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, Erlangga,
Jakarta, 2011.
Fachruddin,
Pengawasan
Peradilan
Administrasi
Terhadap Tindakan Pemerintah,
Alumni, Bandung, 2004.
Yamin, Naskah Persiapan
Undang-Undang Dasar 1945,
Penerbit Siguntang, Jakarta,
1971.
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah,
filosofi, sejarah Perkembangan
dan Problematika, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2005.
Otje
Salman, Beberapa Aspek
Sosiologi Hukum, Alumni,
Bandung, 1989.
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum
dan Peranan Sanksi, Remadja
Karya, Bandung, 1985.
_______________,
Pokok-pokok
Sosiologi Hukum, Rajawali
Pers, Jakarta, 1998.
Peraturan Perundang-undangan:
UUD 1945;
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa;
Peraturan Pemerintah
Tahun 2014;
Nomor
60
Permen Desa Nomor 5 Tahun 2015
tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun
2015.
Media Cetak/Koran:
Pikiran Rakyat., 23 Maret 2015;
18
Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016
ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
Republika, 29 Maret 2015.
19