View of UNSUR-UNSUR FONOLOGIS BAHASA MADURA DI KEPULAUAN KANGEAN (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

UNSUR-UNSUR FONOLOGIS
BAHASA MADURA DI KEPULAUAN KANGEAN
(KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)
Ahmad Yani
Maha.yani9@gmail.com
Hendra Sudarso

ABSTRAK
Penelitian unsur-unsur kebahasaan bahasa-bahasa minor di Kepulauan Kangean
dalam artikel ini difokuskan pada unsur-unsur fonologis bahasa Madura dialek Kangean
dengan tujuan mendeskripsikan (1) unsur segmental konsosnan bahasa Madura Dialek
Kangean (2) unsur segmental vokal Bahasa Madura Dialek Kangean, dan (3) Rangkaian
segmen konsonan bahasa Madura dialek Kangean.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini, memeroleh data berupa tuturan
bahasa Madura di Kepulauan Kangean (BMK) yang dilakukan melalui simak libat cakap
dengan teknik sadap dan catat. Peneliti sebagai instrumen ikut berpartisipasi dalam
bemberikan pancingan untuk memunculkan 829 data di setiap DP yang terbagi menjadi
20 medan makna ditambah 100 kalimat. Data BMK berupa unsur-unsur fonologis
kemudian ditranskripsi dan divalidasi. Penentuan dialek dan subdialek menggunakan
keriteria persentase Guiter dan metode dialektometri, berkas isoglos, dan permutasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur-unsur fonologis yang ditemukan berupa

tiga belas segmen vokoid yang dapat berwujud 6 fonem vokal meliputi /a, i, u, , o, /
yang terealisasi menjadi 13 segmen fonetis. [a, , a, i, , e, , , u, o, , , ]. Realisasi
segmen kontoid ditemukan terdapat dua puluh tujuh yakni; [p, b, b, t, d, d, , , , c, j,
j, k, g, g, , m, n, , , , s, h, l, r, w, y] dengan tambahan [] alofon dari [n]. Segmensegmen tersebut terealisasi menjadi 26 fonim yaitu /p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k, g,
g, , m, n, , , s, h, l, r, w, y/.
Rangkaian segmen konsonan dalam BMK ditemuka antara lain. rangkaian
segmen konsonan berupa gemenasi yakni; geminasi hambat tak bersuara, geminasi
hambat bersuara, frikatif, nasal, likuida, dan semi vokal. Rangkaian dua segmen
konsonan berupa geminasi konsonan dan aspirasi, rangkaian dua segmen konsonan
berupa gugus konsonan homorgan, dan Rangkaian tiga segmen konsonan berupa gugus
homorgan dan konsonan.
Kata-kata Kunci: Bahasa Madura, Dialektologis, Kepulauan Kangean, Unsur fonologis.
This fragmentary linguistic research focused on phonological Madurese language
in Kangean dialect. The purposes of the descriptive research were segmental consonants,
segmental vowels and segmental consonant structure of Madurese language in Kangean
dialect.
The descriptive research conducted to gain Kangean language speech (BMK)
data through interview and used observation and taking notes techniques. The researcher
motivated respondents to find 829 data in each DP which devided into 20 means and


10

Jurnal Pendidikan Volume 9, Nomor 1, Juni 2017, hlm 10 -- 19

added 100 sentences. The BMK data were transcribed and validated. The standardization
of dialect and sub-dialect was Guiter creteria, dialectometry, isogloss and permutation.
The results of research found thirteen vokoid segments of phonological Madurese
language in Kangean dialect consisting six vowel phonemes were /a, i, u, , o, / those
used in thirteen phonetic segments. [a, , a, i, , e, , , u, o, , , . The segmental
kontoid usage consisting twenty sevent segments were [p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k,
g, g, , m, n, , , , s, h, l, r, w, y] and added [] alophone of [n]. Those segments used
in twenty six phonemes were /p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k, g, g, , m, n, , , s, h, l,
r, w, y/. The segmental consonant structure of Madurese language in Kangean dialect
(BMK) were labial, bilabial, frikative, nasal, liquid, diftong. The double segmental
consonant were consonant and aspiration gemination, the double segmental consonant
was homogran cluster and triple segmental consonant were homorgan cluster and
consonant.

Pendahuluan
Bahasa Madura dipakai oleh

etnik Madura baik yang tinggal di
Pulau Madura maupun di daerahdaerah lain di Jawa Timur. Menurut
Safitri (2009:13), ada empat belas
kabupaten yang merupakan kantongkantong bahasa Madura di Jawa Timur,
yaitu delapan kabupaten di Pulau Jawa
seperti Gersik, Banyuwangi, Probolinggo, Jember, Bondowoso, Lumajang, Pasuruan, dan Mojokerto.
Selanjutnya empat kabupaten lagi
berada di Pulau Madura, yakni
Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan
Sumenep.
Madura secara administratif
terbagi menjadi empat kabupaten yaitu
Kabupaten
Bangkalan,
Sampang,
Pamekasan, dan Sumenep. Kabupaten
Sumenep terbagi menjadi dua wilayah
yaitu daratan (deretan) dan Kepulauan
(polo) (Bustami, 2003: 72). Secara
administratif, Kepulauan Kangean ikut

ke dalam administrasi Kabupaten
Sumenep, namun karena jaraknya yang
begitu jauh (± 100 mil) dari pelabuhan
Kalianget membuat Pulau Kangean
terisolasi. Pulau Kangean hanya dapat

ditempuh dengan menggunakan kapal
laut selama ±12-15 jam, itupun jika
cuaca sedang cerah. Pemerintahan di
Kepulauan Kangean dibagi menjadi
tiga kecamatan yaitu kecamatan Arjasa,
Sapeken, dan Kangayan merupakan
peme-karan dari Kecamatan Arjasa.
Orang-orang di Kepulauan
Kangean kebanyakan multilingual
sebab dalam berkomunikasi sehari-hari
orang-orang di Kepulauan Kangean,
terutama di Kangean Timur mampu
dan menguasai beberapa bahasa yakni
Madura, Jawa, dan Bajo seperti yang

terdapat di desa Torjek, Kayuaru dan
Paliat, Sadulang dan Bungin Nyarat.
Hal ini menunjukkan keberadaan
bahasa-bahasa itu saling berpengaruh
satu sama lain.
Keberadaan penutur bahasa
Madura di Kepulauan Kangean yang
jauh dari induknya di Pulau Madura
dan keberdampingan dengan beberapa
bahasa dan etnik dalam satu kepulauan
memungkinkan perbedaan dengan yang
dipakai oleh penutur Madura di Pulau
Madura dan daerah-daerah lain di Jawa

11

Unsur-Unsur Fonologis Bahasa Madura, Ahmad Yani

Timur, sehingga memunculkan isolek1
tertentu. Di Kangean Barat, tepatnya di

Desa Kalisangka, indikasi adanya
perbedaan itu tampak pada kata
pronomina orang pertama nae [na]
untuk “aku” dan nera [untuk kata
“kamu”. Begitu juga di Kangean
Tengah bertepatan di Desa Torjek Atas
ditemukan adanya fenomena kebahasaan seperti bentuk pronomina orang
pertama pada kata a [ak] dan untuk
pronomina orang kedua digunakan kata
kao, [ka] untuk “kamu”. Sebagai
pembanding
pronominal
pertama
dalam kata kaule [], abdhinah
[]
dan
badhen
kaule
[] dan pronominal kedua
digunakan kata [] dan panjenengan [] yang dipakai di

Sumenep. Dengan memperhatikan
fenomena-fenomena kebahasaan ini
perlu diadakan identifikasi fonologis
dan leksikal bahasa Madura yang
dipakai di Kepulauan Kangean.
Bahasa maupaun isolek dalam
dialektologi dapat dikaji secara
sinkronis dan diakronis (Mahsun, 1995:
13). Pengajian bahasa secara sinkronis
meliputi (1) pendeskripsian perbedaan
unsur-unsur kebahasaan yang terdapat
dalam bahasa yang diteliti. Perbedaan
itu mencakup bidang fonologi,
morfologi, sintaksis, lesikon, dan
semantik, (2) pemetaan unsur-unsur
bahasa yang berbeda, (3) penentuan
isolek sebagai dialek, subdialek,
dengan berpijak pada unsur-unsur
kebahasaan yang berbeda, yang telah


dideskripsikan dan dipetakan, (4)
membuat deskripsi yang berkaitan
dengan pengenalan dialek atau
subdialek melalui pendeskripsian ciriciri fonologis, morfologis, sintaksis,
semantik, dan leksikal.
Bidang
fonologis
mengaji
variasi bunyi yang terdapat dalam
isolek, bidang morfologi mengaji
perubahan-perubahan yang terjadi
dalam proses morfologis serta variasi
morfem terikat yang muncul dalam
isolek yang diteliti. Bidang leksikan
berarti ada variasi yang muncul dalam
bidang leksikon isolek yang diteliti.
Variasi tersebut dapat berupa inovasi
maupun relik. Bidang sintaksis berarti
kajian yang dilakukan berkaitan dengan
variasi yang muncul pada tataran

struktur
kalimat,
klausa
dan
pembentukan frasa. Bidang semantik
berarti kajian yang dilakukan berkaitan
pada tataran makna (Safitri, 2009: 19).
Pengajian variasi tersebut dapat
dilakukan dengan memetakan setiap
variasi yang muncul pada setiap daerah
pengamatan. Pemetaan ini dapat
dilakukan dengan berkas isoglos,
segitiga banyak, segitiga dialektomeri,
dan permutasi (Kisyani, 2004:1729).
Unsur-unsur fonologis yang
digarap dalam penelitian ini meliputi,
1). Unsur segmental konsosnan bahasa
Madura Dialek Kangean, 2). Unsur
segmental vokal Bahasa Madura Dialek
Kangean, dan 3). Rangkaian segmen

konsonan bahasa Madura dialek
Kangean. Penelitian ini mempunyai
manfaat, baik secara teoretis maupun

12

Jurnal Pendidikan Volume 9, Nomor 1, Juni 2017, hlm 10 -- 19

dikaji konsep fonologis dan leksikal
dalam bahasa Madura. Dalam hal ini,
ada tiga konsep yang akan dijadikan
rujukan yaitu (1) konsep yang
dikemukakan oleh Stevens (1968)
dalam Madurese Phonology and
Morfologhy, (2) Nurhayati (2008)
dalam Segmen Asali Bahasa Madura
serta Pola Rangkainya, dan (3) Sofyan
(2008) dalam Tata Bahasa Baku
Bahasa Madura. Pada dasarnya ketiga
konsep (Stevens, 1968) Nurhayati,

(2008) dan (Sofyan, 2008) tersebut
sudah dikaji oleh Safitri (2009:27-37).
Hasil
kajian
tersebut
akan
dimanfaatkan dalam kajian ini dan
akan dipadukan dengan konsep yang
ditemukan oleh Safitri (2009).
Bahasa Madura mempunyai
keunikan tersendiri. Keunikan itu
ditunjukkan adanya fonem-fonem
bahasa Madura yang tidak ditemukan
dalam bahasa daerah lain. Sofyan
(2008:28-53)
menjelaskan
dalam
bahasa Madura terdapat enam vokal,
tiga puluh satu konsonan, dan tiga
diftong. Keenam vokal tersebut adalah
/a/, /i/, /u/, //, //, dan //dijelaskan,
setiap vokal dalam bahasa Madura
pada umumnya beralofon seperti (1)
vokal /i/ mempunyai tiga alofon ([i],
[I], dan []), (2) vokal // beralofon ([e],
[], dan [e]), (3) vokal // hanya
mempunyai satu alofon yaitu ([]), (4)
vokal /a/ mempunyai tiga alofon
(dan), (5) vokal /u/
mempunyai dua alofon (), dan
(6) vokal // mempunyai tiga alofon
(dan). Namun vokal ([],
[e], ) pada penggunaannya

secara
praktis.
Secara
teoretis
penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai pengembangan teori bahasa
Madura yang dihasilkan melalui kajian
fonologis yang diperoleh dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat menetukan status
bahasa Madura di Kepulauan Kangean.
Manfaat praktis yang dihasilkan
dalam penelitian ini dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu bidang
Linguistik dan bidang Pendidikan.
Dalam bidang linguistik dihasilkan peta
bahasa Madura di Kepulauan Kangean.
Hasil penelitian ini juga dapat
dimanfaatkan oleh Dinas Pendidikan
Pengkab Sumenep untuk menerapkan
muatan lokal bahasa Madura di
Kepulauan Kangean. Peta bahasa yang
dihasilkan juga dapat dimanfaatkan
untuk penyuluhan pendidikan sosial.
Dinas Pendidikan Jawa Timur sudah
menetapkan bahasa Madura dialek
Sumenep untuk dijadikan sebagai
acuan dalam pembelajaran muatan
lokal bahasa Madura di sekolahsekolah etnis Madura. Namun dialek
Sumenep dianggap tidak dapat
mewakili dialek lain bahasa Madura di
Jawa Timur. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan
geografis
penuturnya,
misalnya penggunaan persona orang
kedua tunggal //dan //
Bangkalan,//Sampang,//
Sumenep dan /Kangean. Dari
contoh di atas dimungkinkan adanya
perbedaan fonologis dan leksikal dalam
struktur bahasa Madura yang dipakai
penutur bahasa Madura di Kepulauan
Kangean. Dengan demikian perlu

13

Unsur-Unsur Fonologis Bahasa Madura, Ahmad Yani

bergetar; /b/, /d/, /D/, /j/, /g/ dibentuk
dengan pita suara bergetar; sedangkan
/b/, /d/, /D/, /j/, /g/ dibentuk dengan
pita suara bergetar dan beraspirasi
(Sofyan, 2008:44).

jarang digunakan, juga karena sangat
mirip dengan [i], [], dan
sehingga [] dideskripsikan [i], [e]
dideskripsikan
[],
dideskripsikandan
(Sofyan,
2008:33).
Sementara
itu,
Stevens
(1968:18―20)
berbeda
pendapat
dengan yang disampaikan oleh Sofyan.
Stevens mengemukakan ada sembilan
vokal dalam bahasa Madura, yaitu [],
[], [], [], [], [], [u], [o], dan [].
Selanjutnya Steven membedakan vokal
menjadi
vokal
alternasi
dan
nonalternasi. Namun bila dibandingkan
dengan
pendapat
Sofyan
yang
dimaksud vokal nonalternasi oleh
Steven hanyalah penamaan lain dari
alofon yang dimaksudkan oleh Sofyan.
Berikutnya, menurut Nurhayati
(2008:43-45) dalam bahasa Madura
terdapat empat fonem yaitu //, //, //,
dan //. // beralofon dan
fonem /i/memiliki alofon [i] dan
[]dan fonim/u/memiliki alofon
dan [] (Nurhayati, 2008:43).
Pendapat yang dikemukakan
oleh Sofyan mengenai ke-31 kosonan
dalam bahasa Madura yaitu /p/ /t/, /T/,
/c/, /k/, /q/, ///b/, /d/, /D/, /j/, /g/, /b/,
/d/, /D/, /j/, /g/, /f/, /s/ /s/, /z/, /x/, /h/,
/m/, /n/, /n/, //, /r/, /l/, /w/, /y/.
Pasangan konsoan hambat /p/-/b/-/b/;
/t/-/T/-/d/-/D/-/d/-/D/; /c/-/j/-/j/; dan
/k/-/q/-/g/-/g/
selain
memiliki
perbedaan pada daerah artikulasinya,
juga memiliki kesamaan dalam
pembentukannya, yakni: /p/, /t/, /T/, /c/,
dan /k/ dibentuk dengan pita suara tak

I. Metode
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
dialektologis
dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini
mempunyai karakteristik; Pertama,
pengumpulan data BMK dilakukan
dengan menggunakan teknik sadap
rekam sehingga data yang diperoleh
masih alamiah tanpa ada intervensi
peneliti. Kedua, pada observasi awal
ditemukan adanya fenomena kebahasaan BMK yang memungkinkan
munculnya perbedaan bentuk fonologi
dan leksikal BMK sehingga dapat
dimungkinkan adanya
penemuan.
Ketiga, dalam penelitian ini digunakan
human instrument atau peneliti sebagai
instrument kunci.
Daerah pengamatan (selanjutnya disebut DP) dilakukan secara
kualitatif di sembilan DP yaitu; (1)
Desa Kalianget Barat, (2) Desa
Kalianget Timur, (3) Desa KalisangkaArjasa, (4) Desa Paseraman, (5) Desa
Pabian-Arjasa, DP (6) Desa Jukongjukong-Kangayan, DP (7) Desa TorjekKangayan, DP (8) Desa PaliatSapeken, (9) Desa Sapeken-Sapeken.
Setelah menentukan DP, dilakukakan
penomoran tiap-tiap DP. Penomoran
ini
menggunakan
cara
vertikal
(Mahsun, 1995:104-105).

14

Jurnal Pendidikan Volume 9, Nomor 1, Juni 2017, hlm 10 -- 19

vokal dalam BMK, yakni /a/ /i/ /u/ /e/
/o/ dan //. Temuan keenam vokal
tersebut,
selain
melalui
proses
fonemisasi juga atas dasar intensitas
kemunculannya di semua DP dalam
berian yang sama. Realisasi fonetik
pada lingkungan yang berbeda dari
keenan segmen tersebut ditandai
dengan tiga belas simbol fonetik yang
berbeda, yakni [a, , a, i, , e, , , u, o,
, , ]. Ketigabelas simbol realisasi
fonetik tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi empat kelompok, yakni [i, u,
], [, , a] [a, , ] dan [].
Pengelompokan tersebut berdasarkan
kemampuan
melekatnya
atau
realisasinya pada segmen konsonan.
Tiga kelompok dapat melekat secara
sempurna
pada
semua
segmen
konsonan baik yang berposisi di depan,
di tengah, maupun di belakang.
Kelompok [a, , dan o] tidak dapat
melekat pada setiap konsonan. Vokal
sengau tersebut hanya dapat berposisi
di awal dan di akhir kata, itu pun
sangat terbatas pada kata tertentu,
yakni. /moa/ [moa] „muka‟ /ojan/
[ojan] „undangan‟ dan /ae/ [ae]
„air‟.
Perbedaan-perbedaan yang terjadi
pada masing-masing hasil penelitian
pada dasarnya terletak pada penentuan
vokal utama BM seperti dalam
pandangan Nurhayati, (2008) bahwa
fonem /e/ dianggap tidak ada dalam
BM. Disamping itu, [] dinyatakan
alofon dari /i/. demikian juga []
dinyatakan
sebagai
alofon
/u/.
Perbedaan persepsi juga terjadi pada
penentuan fonem [e], [], ataukah []

Pengumpulan data dilakukan
dengan metode cakap dan metode
simak (Sudaryanto, 1993:131-143;
Mahsun,
1995:94-100;
Kisyani,
2004:17). Metode cakap dilakukan
dengan teknik menyadap informan.
Metode simak dilakukan dengan teknik
menyimak berian mereka, mewawancarai langsung informan, mencatat, dan
merekam berian mereka tentang daftar
tanyaan ataupun cerita-cerita yang
berhasil dipancing dari informan.
Rekaman
dimaksudkan
untuk
mencocokkan catatan yang kurang
tepat.
Dalam
pengumpulan
data
digunakan dua instrumen yaitu human
instrument dan daftar tanyaan. Human
instrument dapat dilakukan dengan cara
melibatkan diri secara langsung dengan
penutur isolek Madura di Kepulauan
Kangean melalui proses wawancara.
Metode penganalisisan data yang
digunakan adalah metode deskriptif
komparatif.
Analisis
deskriptif
digunakan untuk memerikan dialek dan
subdialek BMK dengan teknik
dialektometri dan berkas isoglos.
Analisis komparatif digunakan untuk
membandingkan BMK dengan bahasa
Madura di Sumenep. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik identifikasi perbedaan
unsur kebahasaan, teknik pemetaan,
dan teknik segitiga dialektometri.
II. Hasil Penelitian dan Diskusi
1. Fonem Vokal BMK
Berdasarkan
fonemisasi
yang
dilakukan ditemukan enam segmen

15

Unsur-Unsur Fonologis Bahasa Madura, Ahmad Yani

yang menjadi fonem utama. Demikian
juga yang terjadi dalam menentukan
fonem /a/ atau //, dan // atau /e/
sebagai fonem utama dalam BM.
Hasil penelitian yang dilakukan
pada BMK, ditemukan enam vokal
yaitu [a, i, u, , o, dan ] dengan alofon
masing-masing vokal kecuali [u] dan
[]. Dalam penentuan fonem /a/, dalam
BMK ditemukan persoalan yang sama
dengan peneliti sebelumnya dalam
menentukan fonem /a/ atau // sebagai
fonem utama. Persoalan ini dapat diurai
dengan mengamati unsur fonologis
secara lebih detil dan berulang-ulang
dalam tuturan dari 298 pupuan
ditemukan jawaban adanya pergeseran
penulisan seperti /saba/ [sab] →/sabe/
„sawah‟, /bula/ [bul]→ /bule/ „saya‟
/maja/ [maj]→/maje/ „mancing‟
/lomba/ [lomb]→/lombe/ „nama
pantai‟ dan sebagainya. Diketahui
bahwa persoalan itu muncul dalam
ortografis. Penulisan kata-kata tersebut
mengalami
pergeseran
penulisan
seperti bula ditulis bule, majang ditulis
majeng, lombang ditulis lombeng.
Dalam BMK terdapat lima jenis
rangkaian konsonan yakni rangkaian
konsonan berupa geminasi, rangkaian
konsona berupa geminasi dan aspirasi,
rangkaian konsonan berupa dua gugus
konsonan homorgan, rangkaian tiga
konsonan berupa gugus homorgan dan
konsonan, dan rangkaian konsonan
vokal. Bagian-bagian tersebut akan
diulas satu-persatu dibawah ini.
2.

Hasil penelitian terhadap BMK
ditemukan 27 simbol berbeda. Dari 27
simbol tersebut 26 berwujud konsonan
[p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k, g, g,
, m, n, , , s, h, l, r, w, dan y] dan 1
simbol berupa alofon []. Dari 26
konsonan dalam BMK ditemukan 5
fonem beraspirat yaitu [b], [d], [],
[j], dan [g]. selain fonem beraspirat
juga ditemukan
fonem retrofleks
berupa [, , dan ]. Dalam temuan
selanjutnya terdapat fonem yang
menunjukkan posisi sebagai semi vokal
yaitu [w, dan y].
Segmen [] tidak dapat
dikatakan sebagai fonem setelah
melalui proses pasangan minimal dan
fonemisasi karena segmen ini tidak
dapat membedakan makna dalam
pasangan minimal. Dalam setiap
contoh pasangan minimal, kemunculannya dipengaruhi oleh lingkungan /c/,
/j/ dan fonem retrofleks. Distribusi
segmen [] juga sangat terbatas.
Segmen ini muncul sebelum fonem /c/,
/j/ dan fonem retrofles, seperti tanpak
pada [pac]
„pancing‟, [kca]
„gula cair‟, dan sebagainya. Dengan
demikian
jumlah
fonem
yang
ditemukan dalam BMK sama dengan
hasil penelitian-penelitian sebelumnya
yang dilakukan di Pulau Madura dan
daerah-daerah lain berbahasa Madura
di Jawa Timur, baik yang dilakukan
oleh Stevent (1994), Nurhayati (2008),
Sofyan (2008a), dan Safitri (2010).
BMK selain memiliki keunikan,
dibandingkan bahasa Indonesia, dalam
bahasa Madura di Kepulauan Kangean
tidak terdapat konsonan [], [f], [],

Fonem Konsonan BMK

16

Jurnal Pendidikan Volume 9, Nomor 1, Juni 2017, hlm 10 -- 19

[q], [x], dan [z]. ketiadaan konsonan
tersebut telah melalui pemancingan
secara berulang-ulang pada informan
namun,
selalu
berubah
dalam
pengucapannya. Penggunaan konsonan
tersebut hanya muncul dalam kata yang
diserap dari bahasa manca seperti,
[f][p] dalam kata [faham] [paham],

Semi
vokal

[sarat], [ahadat]  [sahadat], [q] 
[k] dalam kata [qurban] [krban],
dan [z]  [j] dalam kata [zamzam] 
[jmjm].
3. Rangkaian Sekmen Konsonan
Rangkaian
konsonan
berupa
geminasi terjadi pada kata dasar dan
proses afiksasi.
Pol
a

Hamb
at tak
bersu
ara

Hamb
at
bersu
ara
Frikat
if

Nasal

Kvk
kv(
k)

Berian

Gloss

DP

[tppa]
[bukka]
[tta]

„benar‟
„buka‟
„munta
h‟

1-8
1-8
1-8

[cacca],
[paddsa
n],
[tbb]

„iris‟
„genton
g‟
„kebaya

„coba‟
„danau‟

1-8
1-8

„cuci‟
„cuci‟
„bagai
mana‟
„ke
sini‟
„kenyan
g‟
„menda
ngak‟

1-8
4-8
3-8

[jjjl]
[lggung
]
[sassa]
[lossa]
[mamma
]
[kanna]
[ka]
[a]

Kvkv
Kvk
-kv

[toyya]

itu

3-8

3-8

Geminasi
pada
kata
dasar
umumnya berpola KVK-KV(K) hal ini
terjadi pada konsonan hambat, frikatif,
nasal, likuida, dan semivokal seperti
[tppa] „benar‟, [sassa] „cuci‟,
[mamma]
„bagaimana‟,
[krr]
„kering‟, [tyya] „itu‟ dan [ayya] „ini‟.
Geminasi yang dihasilkan akibat proses
afiksasi terjadi baik pada suku kedua
dengan koda konsonan bersuara
maupun konsonan tak bersuara. Pada
proses lebih lanjut, suku kedua yang
berkoda konsonan tak bersuara seperti
/k/, /t/, /p/ akan berubah menjadi
konsonan bersuara /g/, /d/, /p/. seperti;
kotak→
kotak+ka
→kotaggha
[kotagg]
„kotaknya‟,
leppet→
leppet+ta →leppetta → leppeddha
[leppedd] „‟, totop+pa→ totobbha
[totobb]. Proses semacam ini terjadi
di DP 1, 2, 3, dan 4 sedangkan di
Kangean Timur yaitu DP 4, 5, 6, 7, dan
8 proses ini tidak berlalu karena
menggunakan {-na} sehingga kotak→
kotak+na→
kotakna,
leppet→
leppe+na→leppetna, dan totop→ totop
+na→ totopna.
Rangkaian kontoid dalam BMK
baik berupa dua kontoid dan tiga
kontoid secara dialektik berbeda
dengan rangkaian kontoid yang terjadi
pada BM. jika dalam BM di DP 1 dan 2
umumnya terjadi diawal seperti klebun,
dan ini tidak pernah ada dalam BMK

[]  [s] dalam kata [ariat] 

Kons
onan

1-8
1-8

[ayya]

„kering‟
„tengge
lam‟
„ini‟

[krr]
[kllm]

Likui
da

1-8
1-3
1-8

3-8
1-8
1-8

17

Unsur-Unsur Fonologis Bahasa Madura, Ahmad Yani

Kisyani-Laksono. 2004. Bahasa Jawa
di Jawa Timur Bagian Utara
dan Blambangan. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional.
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis
Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nurhayati, E.A.A. 2008. “Segmen
Asali Bahasa Madura serta Pola
Rangkainya” dalam Identitas
Madura dalam Bahasa dan
Sastra Antologi Karya Ilmiah.
Sidoarjo:
Balai
Bahasa
Surabaya
Pusat
Bahasa
Departemen
Pendidikan
Nasional.
Safitri, A. N. 2009. “Bahasa Madura di
Jawa Timur”. Tesis Tidak
Dipublikasikan, Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra.
Surabaya: PPS Unesa.
Sofyan, Akhmad, dkk. 2008a. Tata
Bahasa
Bahasa
Madura.
Sidoarjo:
Balai
Bahasa
Surabaya
Departemen
Pendidikan Nasional.
Sofyan, Akhmad. 2008b. Variasi,
Keunikan, dan Penggunaan
Bahasa Madura. Sidoarjo:
Balai
Bahasa
Surabaya
Departemen
Pendidikan
Nasional.
Stevens, Alan M. 1968. “Madurese
Phonology and Morphology”.
dalam
American
Oriental
Series. Vol 52. Connecticut:
American oriental Siciety.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka
Teknik
Analisis
Bahasa:

DP 1—8. Temuan dalam BMK terjadi
ditengah kata baik rangkaian berupa
geminasi konsonan dan aspirasi
/kabbi/ [kabbi] „semua‟, /paddu/
[paddu] „pojok‟, maupun rangkaian
dua kontoid berupa gugus kontoid
homorga m-p /mpa/ [mpa] „empat‟,
m-b /ambu/ [ambu] „berhenti‟.
Demikian juga yang terjadi dengan
rangkaian tiga kontoid berupa gugus
homorgan dan konsonan seperti m-p-l
/amplo/ [ampl] „nama buah‟ dan
-k-r /makra/ [makra] „kocarkacir‟.
Pada rangkaian konsoanan
vokal dalam hasil penelitian ini
ditemukan tiga kelompok konsonan
yang dapat diadaptasi oleh kelompok
vokal yaitu Pertama segmen konsonan
[b, b, d, d, , , j, j, g, g], kedua [p,
t, , c, k, m, n, , , , s, h], dan ketiga
[r, l, w, y, ].segmen konsonan
kelompok pertama hanya dapat diikuti
oleh segmen vokal [i, u, , dan ].
Segmen konsonan kelompok kedua
hanya dapat diikiti oleh segmen vokal
[, , a, dan ]. Segmen konsonan
kelompok ketiga dapat merangkai
dengan semua vokal.
Daftar Pustaka
Bustami, Abdul, L. 2004. “Foklor
Kangean: Suatu Kajian Cerita
Bajak Laut (Lanun) Sebagai
Sumber Sejarah Kawasan”
dalam Jurnal Bahasa, Seni dan
Pengajarannya. No. 2 Agustus.
Malang:
Fakultas
Sastra
Universitas Negeri Malang.

18

Jurnal Pendidikan Volume 9, Nomor 1, Juni 2017, hlm 10 -- 19

Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistis.
Yogyakarta: Duta Wacana
University press.

19