MANAJEMEN PEMASARAN DAN PEMBIAYAAN usaha

MANAJEMEN PEMASARAN DAN PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH
Oleh
NBM
No. Kontak
Email
Blog

:
:
:
:
:

YUSUP, S.Pd. MM
871677
081381237000
yusup_nani@yahoo.co.id
http://yussupebiet.blogspot.com

PERBANKAN SYARIAH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

TEMA :
Manajemen Syariah Marketing
Strategi dan Implementasi Pemasaran Perbankan Syariah
Marketing Mix
Pembiayaan Al Musyarakah
Pembiayaan Al Mudharobah
Pembiayaan Al Murahabah
Pembiayaan Bai’ As-Salam

Pembiayaan Bai’ Al-Iszishna
Etika Pembiayaan Secara Islami

1. Manajemen Syariah Marketing
Banyak orang mengatakan, pasar syariah adalah pasar yang emosional (emotional market), sedangkan pasar
konvensional adalah pasar yang rasional (rational market). Selain itu, dalam syariah marketing, bisnis yang
disertai keikhlasan semata-mata hanya untuk mencari keridaan Allah maka seluruh bentuk transaksinya insya
Allah menjadi ibadah di hadapan Allah SWT. Ini akan menjadi bibit dan modal besar baginya untuk menjadi
bisnis yang besar, yang memiliki spiritual brand, yang memiliki kharisma, keunggulan, dan keunikan yang
tidak tertandingi. Seperti dalam Al-Quran,
“Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan untuk memperteguh
jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun
itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun
memadai). Allah Malia Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 265)
Spiritual Marketing sebagai jiwa Bisnis
Kita memerlukan kepemimpinan spiritual dalam mengelola suatu bisnis, terlepas dari mana sumber spiritual
tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Jonathan L. Parapak, “Apabila kita dalami elemen-elemen pokok dari
kepemimpinan, maka semua harus diwarnai, dicerahi, dan dilandasi oleh ajaran, nilai, dan prinsip-prinsip agama
(Kristen bagi penganut Kristen). Visinya adalah visi penyelamat, visi transformasi, visi pemeliharaan, visi kasih,
visi pemberdayaan, dan visi kekekalan. Strateginya adalah strategi pemberdayaan, penyelamatan, dan

pembaruan. Sistem nilai, ajaran, dan prinsip-prinsip Kristiani menjadi pegangan, landasan, acuan, dan arahan
utama dalam memilih pola komunikasi, skenario yang akan digelar”.
Sebenamya, spiritual marketing ini dapat kita laksanakan dengan optimal jika dalam segala aktivitas
sehari-hari kita menempatkan Tuhan sebagai Stakeholder utama. Ini perbedaan pokok antara pemasaran biasa
dan spiritual marketing. Kita menempatkan Tuhan sebagai satu-satunya pemilik kepentingan (the ultimate
stakeholder). Akuntabilitas dan responsibilitas diterjemahkan sebagai pertanggungjawaban di Padang Mahsyar
(yaumul hisab) kelak, yang merupakan pengadilan abadi terhadap sepak-terjang manusia (termasuk para pelaku
bisnis), baik yang tersurat maupun yang tersirat. Allah SWT. berfirman.

Artinya:
“Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban) ? “
(Q.S. Al-Qiyamah [751: 36)

Karakteristik Syariah Marketing

a.
b.
c.

d.


Kata “syariah” (al-syari'ah) telah ada dalam bahasa Arab sebelum turunnya Al-Quran. Kata yang semakna
dengannya juga ada dalam Taurat dan Injil. Kata syari'at dalam bahasa Ibrani disebutkan sebanyak 200 kali,
yang selalu mengisyaratkan pada makna “kehendak Tuhan yang diwahyukan sebagai wujud kekuasaan-Nya atas
segala perbuatan manusia.”
Pada bagian ini, penulis ingin melakukan eksplorasi atas apa yang dimaksud dengan syariah marketing.
Ada empat karakteristik syariah marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar sebagai berikut:
Teistis (Rabbaniyyah)
Salah satu ciri khas syariah marketing yang tidak dimiliki dalam pemasaran konvensional yang dikenal selama
ini adalah sifatnya yang religius (diniyyah).
Etis (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah marketer selain karena teistis (rabbaniyyah), juga karena ia sangat
mengedepankan masalah akhlak (moral, etika) dalam selumh aspek kehidupannya.
Realistis (Al-Waqi'iyyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang eksklusif, fanatis, anti-modernitas, dan kaku. Syariah marketing
adalah konsep pemasaran yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah Islamiah yang
melandasinya.
Humanistis (Al-Insaniyyah)
Keistimewaan syariah marketing yang lain adalah sifatnya yang humanistis universal.
Implementasi Syariah Marketing

Berbisnis Cara Nabi Muhammad SAW.
Muhammad adalah Rasulullah, Nabi terakhir yang diturunkan untuk menyempurnakan ajaran-ajaran Tuhan
yang diturunkan sebelumnya. Rasulullah adalah suri teladan umat-Nya, “Sungguh, telah ada -pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 21). Akan tetapi, pada sisi
lain, Nabi Muhammad SAW. juga adalah manusia biasa; beliau makan, minum, berkeluarga dan bertetangga,
berbisnis dan berpolitik, sekaligus memimpin umat. Berikut adalah bisnis syariah yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW.
Muhammad sebagai Syariah Marketer
Muhammad diutus oleh Allah SWT. bukan sebagai seorang pedagang. Beliau adalah sebagai seorang nabi
dengan segala kebesaran dan kemuliaannya. Rahasia keberhasilan dalam perdagangan adalah sikap jujur dan
aail dalam mengadakan hubungan dagang dengan para pedagang.
Nabi Muhammad SAW. sangat menganjurkan umatnya untuk berbisnis (berdagang) karena berbisnis dapat
menimbulkan kemandirian dan kesejahteraan bagi keluarga, tanpa tergantung atau menjadi beban orang lain.
Muhammad sebagai Pedagang Profesional
Beliau melakukan bisnis ini karena merupakan satu-satunya pekerjaan mulia yang tersedia baginya. Beliau
melibatkan diri di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam transaksi bisnis sebagai seorang
pedagang profesional, tidak ada tawar-menawar dan pertengkaran antara Muliammad SAW. dan para
pelanggannya.
Muhammad sebagai Pebisnis yang Jujur

Nabi Muhammad SAW. benar-benar mengikuti prinsip perdagangan yang adil dalam transaksi-transaksinya.
Muhammad Menghindari Bisnis Haram
Nabi Muhammad SAW. melarang beberapa jenis perdagangan, baik karena sistemnya maupun karena ada
unsur-unsur yang diharamkan di dalamnya.
Muhammad dengan Penghasilan Halal
Nabi Muhammad SAW. diutus untuk menghapus segala sesuatu yang kotor, keji dan gagasan-gagasan yang
tidak sehat dalam masyarakat, serta memperkenalkan gagasan yang baik, murni, dan bersih di kalangan umat
manusia.
Bagaimana Berbisnis dengan Hati
Hati adalah sumber pokok bagi segala kebaikan dan kebahagiaan seseorang. Bahkan, bagi seluruh makhluk
yang dapat berbicara, hati merupakan kesempurnaan hidup dan cahayanya.
Muhammad sebagai Wirausahawan Sejati
Jiwa wirausaha [entrepreneurship) adalah salah satu kekuatan yang dikembangkan oleh Rasulullah, sedangkan
wirausahawan atau entrepreneur secara sederhana adalah kemampuan kita untuk menciptakan dan mendesain
manfaat dari apa pun yang ada di dalam diri dan lingkungan. Apa pun yang dilihat dapat dikemas menjadi
sesuatu yang bermanfaat. Wirausahawan mampu mengenal situasi dan mendayagunakan situasi tersebut
sehingga bisa menghasilkan manfaat.

a.


b.
c.
d.

e.
f.
g.
h.

Sembilan Etika (Akhlak) Pemasar
Ada sembilan etika pemasar, yang akan menjadi prinsip-prinsip bagi syariah marketer dalam menjalankan
fungsi-fungsi pemasaran, yaitu sebagai berikut.
Memiliki kepribadian spiritual (takwa): Sebuah hadis diriwayatkan dari ‘Umar r.a. yang mengatakan, “Aku
mendengar Rasulullah SAW. bersabda, Sekiranya kalian bertawakal (menyerah) kepada Allah dengan sungguhsungguh, Allah akan memberikan rezeki kepada kalian seperti burung yang keluar di pagi hari dengan perut
kosong (lapar), tetapi kembali pada sore hari dengan perut penuh (kenyang)."
Berperilaku baik dan simpatik (skidq): Al-Quran mengajarkan untuk senantiasa berwajah manis, berperilaku
baik, dan simpatik.
Berlaku adil dalam bisnis (al-'adl): Allah berfirman, “Berbisnislah kalian secara adil” Allah berbisnis secara
adil hukumnya wajib, tidak hanya imbauan dari Allah.
Bersikap melayani dan rendah hati (khidmah): Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar.

Tanpa sikap melayani, yang melekat dalam kepribadiannya, dia bukanlah seorang vang berjiwa pemasar.
Rasulullah bersabda “Salah satu ciri orang beriman adalah mudah bersahabat dengan orang lain, dan orang
lain pun mudah bersahabat dengannya.”
Menepati janji dan tidak curang: Allah SWT. berfirman tentang sikap amanah, “... jika sebagian kamu
memercayai sebagian yang lain, hiendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan
hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhanya..." (Q.S. Al-Baqarah: 283).
Jujur dan tepercaya (al-amanah): Di antara akhlak yang harus menghiasi bisnis syariah adalah kejujuran.
Beliau bersabda, “Sumpah palsu dapat melariskan barang dagangannya, tetapi menghancurkan mata
pencahariannya.”
Tidak suka berburuk sangka): Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW.
yang diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern. Seorang pengusaha tidak boleh menjelekkan pengusaha
yang lain, hanya karena persaingan bisnis.
Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah): Kita dilarang ghibah (mengumpat/menjelek-jelekkan). Firman Allah,
“Dan jangan dari Ada tujuh belas-prinsip syariah marketing, yaitu sebagai berikut:

2. Strategi dan Implementasi Pemasaran Syariah
Ada tujuh belas prinsip syariah marketing yaitu sebagai berikut :
a. Lanskap Bisnis Syariah Marketing
Prinsip 1: Information Technology Allows Us to be Transparent (Change)
Perubahan adalah suatu hal yang pasti akan terjadi. Oleh karena itu, perlu disikapi dengan cermat. Kekuatan

perubahan terdiri atas lima unsur, yaitu perubahan teknologi, perubahan politik-legal, perubahan sosial-kultural,
perubahan ekonomi, dan perubahan pasar. Dalam prinsip yang membahas perubahan ini, penulis hanya
menekankan perubahan pada bidang teknologi. Perubahan-perubahan di bidang lain, yaitu politik-legal, sosialbudaya, ekonomi, dan pasar-walaupun berperan penting dalam syariah marketing, sudah banyak dibahas oleh
pihak lain; misalnya peraturan-peraturan yang menyangkut perbankan syariah.
Prinsip 2: Be Respectful to Your Competitors (Competitor)
Dalam menjalankan syariah marketing, perusahaan harus memerhartikan cara mereka menghadapi persaingan
usaha yang serba-dinamis.
Prinsip 3: The Emergence of Customers Global Paradox (Customer)
Pengaruh inovasi teknologi mendasari terjadinya perubahan sosial budaya. Hal ini bisa kita lihat dari lahirnya
revolusi dalam bidang teknologi yang mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat.
Prinsip 4: Develop a Spiritual-based Organization (Company)
Dalam era global dan di tengah situasi serta kondisi persaingan usaha yang semakin ketat, perusahaan haras
merenungkan kembali prinsip-prinsip dasar perusahaannya.
b. Syariah Marketing Strategy
Prinsip 5: View Market Universally (Segmentation)
Segmentasi adalah seni mengidentifikasikan serta memanfaatkan peluang-peluang yang muncul di pasar.
Prinsip 6: Target Customer's Heart and Soul (Targeting)
Targeting adalah strategi mengalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif karena sumber daya yang
dimiliki terbatas.
Prinsip 7: Build a Belief System (Positioning)

Positioning adalah strategi untuk merebut posisi di benak konsumen, sehingga strategi ini menyangkut cara
membangun kepercayaan, keyakinan, dan kompetensi bagi pelanggan.

c.

Syariah Marketing Tactic
Prinsip 8: Differ Yourself with A Good Package of Content and Context (Differentiation)
Diferensiasi didefinisikan sebagai tindakan merancang seperangkat perbedaan yang bermakna dalam tawaran
perusahaan.
Prinsip 9: Be Honest with your 4 Ps (Marketing-Mix)
Kita mengenal 4P sebagai marketing-mix, yang elemen-elemennya adalah product (produk), price (harga),
place (tempat/ distribusi), dan promotion (promosi). Akan tetapi, marketing-mix yang dimaksud adalah cara
mengintegrasikan tawaran dari perusahaan (company's offers) dengan akses yang tersedia (company's access).
Prinsip 10: Practice a Relationship-based Selling (Selling)
Selling yang dimaksud di sini bukanlah berarti aktivitas menjual produk kepada konsumen semata. Penjualan
dalam arti sederhana adalah penyerahan suatu barang atau jasa dari penjual kepada pembeli dengan harga yang
disepakati atas dasar sukarela.

d. Syariah Marketing Value
Prinsip 11: Use a Spiritual Brand Character (Brand)

Brand adalah suatu identitas terhadap produk atau jasa perusahaan. Brand mencerminkan niiai (value) yang
diberikan perusahaan kepada konsumen.
Prinsip 12: Services Should Have the Ability to Transform (Service)
Untuk menjadi perusahaan yang besar dan sustainable, perusahaan berbasis syariah marketing harus
memerhatikan kepuasan pelanggannya.
Prinsip 13: Practice a Reliable Business Process (Process)
Proses mencerminkan fingkat quality, cost, dan delivery yang sering disingkat sebagai QCD. Proses dalam
tingkat kualitas adalah bagaimana menciptakan proses yang mempunyai nilai lebih untuk konsumen.
e.

Syariah Marketing Scorecard
Prinsip 14: Create a Balanced Value to Your Stakeholders (Scorecard)
Prinsip dalam syariah marketing adalah menciptakan value bagi para stakeholders-nya. Kemampuan perusahaan
untuk menciptakan value bagi para stakeholders-nya ini akan menentukan keangsungan hidup perusahaan.

f.

Syariah Marketing Enterprise
Prinsip 15: Create a Noble Cause (Inspiration)
Setiap perusahaan, layaknya manusia, harus memiliki impian (dream). Untuk mencapai kesuksesan, perusahaan
harus mempunyai impian tentang tujuan yang ingin dicapai. Impian inilah yang akan dicapai perusahaan
sepanjang perjalanan untuk mewujudkan tujuan.
Prinsip 16: Develop an Ethical Corporate Culture (Culture)
Budaya perusahaan yang berkembang dalam perusahaan berbasis syariah sudah pasti berbeda dengan
perusahaan konvensional. Para karyawannya wajib menjaga hubungan antar-sesama, dari mulai tingkat paling
atas (managerial) sampai tingkat paling bawah (staf).
Berikut ini ada beberapa hal penting yang selayaknya menjadi budaya dasar sebuah perusahaan berbasis
syariah:
mengucapkan salam;
murah hati, bersikap ramah, dan melayani;
berbusana rapi;
lingkungan kerja yang bersih
Prinsip 17: Measurement Must be Clear and Transparent (Institution)
Prinsip terakhir adalah cara membangun perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Organisasi sebagai
“kendaraan” dalam menunaikan visi dan misi yang telah ditetapkan harus memiliki struktur yang baik dan target
yang jelas.






3. Marketing Mix
Aplikasi Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Syariah Pada Perbankan
Diberlakukannya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008 lain semakin
memperkuat basis Perbankan Syariah di Indonesia. Payung hukum ini juga bisa digunakan oleh Perbankan
Syariah untuk menyejajarkan diri dengan Perbankan Konvensional di Indonesia.
Berdasarkan cetak biru (blue print) Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, diharapkan pada tahun
2009, peningkatan aset bisa mencapai 7%, dan pada tahun 2015 mendatang diharapkan akan mencapai angka
15% dari total aset perbankan nasional.
Dalam ilnu marketing kita mengenal konsep klasik Marketing Mix untuk melakukan penetrasi pasar,
yaitu untuk menembus pasar diperlukan beberapa strategi terhadap masing-masing komponen yang terdiri atas
product (produk), price (harga), place (tempat atau saluran distribusi), dan promotion (promosi), yang dalam
perkembangannya telah mengalami penambahan menjadi people (orang), phisical evidence (bukti fisik), dan
process (proses).

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

Menganalogikan strategi perbankan syariah berdasarkan konsep Marketing Mix adalah hal yang sangat
menarik dan merupakan keniscayaan untuk mempercepat pengembangan perbankan syariah di tanah air ini.
Berikut ini akan ditelaah satu per satu elemen Marketing Mix tersebut:
Product (produk), sama halnya dengan perbankan konvensional, produk yang dihasilkan dalam perbankan
syariah bukan berupa barang, melainkan berupa jasa.
Ciri khas jasa yang dihasilkan harus mengacu pada nilai-nilai syariah atau yang diperbolehkan dalam AlQuran, tetapi agar bisa lebih menarik minat konsumen terhadap jasa perbankan yang dihasilkan, produk tersebut
harus tetap melakukan strategi “diferensiasi” atau “diversifikasi” agar mereka mau beralih dan mulai
menggunakan jasa perbankan syariah.
Price (harga), merupakan satu-satunya elemen pendapatan dalam Marketing Mix. Menentukan harga jual
produk berupa jasa yang ditawarkan dalam perbankan syariah merupakan salah satu faktor terpenting untuk
menarik minat nasabah.
Menerjemahkan pengertian harga dalam perbankan syariah bisa dianalogikan dengan melihat seberapa besar
pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal
atas pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut.
Ketika jasa yang dihasilkan oleh perbankan syariah mampu memberikan sebuah nilai tambah (keuntungan)
lebih dari perbankan konvensional pada saat ini, artinya harga yang ditawarkan oleh perbankan syariah tersebut
mampu bersaing, bahkan berhasil mengungguli perbankan konvensional.
Place (tempat atau saluran distribusi) merupakan hal yang tidak kalah penting dengan unsur-unsur “P”
sebagaimana disebutkan di atas. Melakukan penetrasi pasar perbankan syariah yang baik tidak akan berhasil
jika tidak didukung oleh tempat atau saluran distribusi yang baik pula, untuk menjual jasa yang ditawarkan
kepada konsumen.
Menyebarkan unit pelayanan perbankan syariah hingga ke pelosok daerah adalah sebuah keharusan jika
ingin melakukan penetrasi pasar dengan baik. Memang, dibutuhkan modal yang tidak sedikit jika harus
dilakukan secara serentak atau bersamaan. Paling tidak, dibutuihkan waktu dan dilakukan secara bertahap atau
bisa juga dengan melakukan sistem keija sama (partnership) dengan unit-unit pelayanan sejenis agar jasa yang
ditawarkan dengan berbasiskan syariah tersebut bisa sampai dan menyebar hingga ke pelosok-pelosok daerah di
Indonesia.
Jika pelayanan perbankan syariah bisa dilakukan di mana saja di seluruh Indonesia, bisa dipastikan
peneti'asi pasar perbankan syariah akan lebih cepat berhasil.
Promotion (promosi), merupakan salah satu faktor pendukung kesuksesan perbankan syariah. Jangan dulu kita
mengajukan pertanyaan rnengenai apakah perbankan syariah itu kepada masyarakat di pedesaan? Ajukan lebih
dahulu pertanyaan tersebut memiliki struktur yang/baik dan target yang jelas untuk setiap milestone dari sasaran
yang telah ditentukan sebelumya kepada masyarakat perkotaan yang idealnya sudah tak begitu asing dengan
istilah perbankan syariah.
Fakta yang ada saat ini adalah pada masyarakat perkotaan yang justru dianggap lebih tabu, malah tidak
mengetahui dengan jelas apakah Perbankan Syariah itu?
Dalam marketing, efektivitas sebuah iklan sering digunakan untuk menanamkan brand image atau agar
lebih dikenal keberadaannya. Ketika brand image sudah tertanam di benak masyarakat umum, menjual sebuah
produk, baik dalam bentuk barang maupun jasa akan terasa menjadi jauh lebih mudah.
Kurangnya sosialisasi atau promosi yang dilakukan oleh perbankan syariah bisa menjadi salah satu
penyebab lambannya perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada saat ini. Diperlukan biaya yang tidak
sedikit untuk melakukan kegiatan promosi atau sejenisnya.
Elemen-elemen tersebut merupakan konsep klasik Marketing Mix, yang dalam perkembangan juga sudah
dimasukkan beberapa indikator tambahan terbaru, seperti berikut ini:
People (orang), bisa kita interpretasikan sebagai sumber daya manusia ialah (SDM) dari perbankan syariah,
baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berhubungan dengan nasabah (customer), SDM ini pun
sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan perbankan syariah.
SDM yang dimiliki oleh perbankan syariah saat ini masih dirasakan kurang, baik dari segi jumlah maupun
dari sisi pengetahuan yang memadai terhadap produk perbankan syariah yang ditawarkan kepada nasabah.
Menempatkan SDM di tempat yang sesuai dengan kapasitas-nya (the right man on the rfght place), memang
memerlukan sebuah strategi manajemen SDM yang cukup baik karena jika strategi yang diimplementasikan
keliru, akan berakibat fatal terhadap tingkat kepuasan pelanggan secara jangka panjang.
Process (proses), saat ini merupakan salah satu unsur tambahan Marketing Mix yang cukup mendapat perhatian
sering dalam perkembangan ilmu marketing. Dalam perbankan syariah, proses atau mekanisme, mulai dari
melakukan penawaran produk hingga proses menangani keluhan pelanggan perbankan syariah yang efektif dan
efisien, perlu dikembangkan dan ditingkatkan.
Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi perkembangan perbankan syariah agar
dapat menghasilkan produk berupa jasa yang prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien, selain ifu tentunya juga
bisa diterima dengan baik oleh nasabah perbankan syariah.
Physical evidence (bukti fisik), produk berupa pelayanan jasa perbankan syariah merupakan sesuatu yang
bersifat in-tangible atau tidak dapat diukur secara pasti seperti halnya sebuah produk yang berbentuk barang.
Jasa perbankan syariah lebih mengarah pada rasa atau semacam testimonial dari orang-orang yang pernah
menggunakan jasa perbankan syariah.

4. Pembiayaan Al-Musyarakah
Pengertian Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara clua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa dengan
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Landasan Syariah
a. Al-Qur'an

... maka mereka berserikat pada sepertiga.... (an-Nisaa': 12)
Musyarakah
Pak Usman adalah seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatu proyek. Usaha tersebut
membutuhkan modal sejumlah Rp 100.000.000,00. Ter-nyata, setelah dihitung, Pak Usman hanya memiliki Rp
50.000.000,00 atau 50% dari modal yang diperlukan. Pak Usman kemudian datang ke sebuah bank syariah
untuk mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam hal ini, kebutuhan terhadap modal sejumlah
Rp l00.000.000,00 dipenuhi 50% dari nasabah dan 50% dari bank. Setelah proyek selesai, nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Seandainya keuntungan dari proyek tersebut adalah Rp 20.000.000,00 dan nisbah atau porsi bagi hasil yang
disepakati adalah 50:50 (50% untuk nasabah dan 50% untuk bank), pada akhir proyek Pak Usman harus
mengembalikan dana sebesar Rp 50.000.000,00 (dana pinjaman dari bank) ditambah Rp l0.000.000,00 (50%
dari keuntungan untuk bank).
Musyarakah Mutanaqishah
Nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah atau kendaraan), misalnya
30% dari nasabah dan 70% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank
sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi
kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang yang telah
dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi 100% dan porsi bank
0%.
Jika kita mengambil rumah sebagai contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai berikut. Harga rumah,
misalnya, Rp100.000.000,00. Bank berkontribusi Rp70.000.000,00 dan nasabah Rp30.000.000,00. Karena
kedua pihak (bank dan nasabah) telah berkongsi, bank memiliki 70% saham rumah, sedangkan nasabah
memiliki 30% kepemilikan rumah. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapa
pun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalm hal ini adalah nasabah.
Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp1.000.000,00 per bulan, pada
realisasinya Rp700.000,00 akan menjadi milik bank dan rp300.000,00 merupakan bagian nasabah. Akan tetapi,
karena nasabah pada hakikatnya ingin meiliki rumah itu, uang sejumlah Rp300.000,00 itu dijadikan sebagai
pembelian saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan semakin besar dan saham
bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100% saham dan bank tidak lagi memiliki atas
saham tersebut. Itulah yang disebut dengan perkongsian yang mengecil atau musyarakah muntanaqishah.
5. Pembiayaan Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment)
Pengertian al-Mudharakah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan
ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian
itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
Landasan Syariah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencermin-kan anjuran untuk melakukan usaha.
Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.

Al-Quran

“... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...”(al-Muzzammil:
20)
Yang menjadi wajhud-dilalah (
) atau argumen dari surah al-Muzammil: 20 adalah adanya kata
yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...”
(al-Jumu'ah: 10)
Jenis-Jenis al-Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi clua jenis: mudharabah muthlaqah dan mudharabah
muqayyadah.
a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul
maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan
daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma
syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,
waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul
maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
Aplikasi dalam Perbankan
Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi
penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:
a. tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan
kurban, dan sebagainya; deposito biasa;
b. deposito spesial {special investment), di mana dana yang dilitipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu,
misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a. pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
b. investasi khusus, disebutjuga mudharabah muqayyadah dana sumber dana khusus dengan penyaluran yang
khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
Manfaat al-Mudharabah
1) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
2) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan
dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak
memberatkan nasabah.
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5) Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di mana bank
akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Contoh Mudharabah
Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk
pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, di mana bank bertindak selaku shahibul maal dan nasabah seiaku
mudharib. Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah. dari
proyek yang bersangkutan. Misalnya, dari modal Rp30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp5.000.000.00 per
bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya
Rp2.000.000,00 perbulannya dibagi antara bank dengan nasabah, dengan kesepakatan di muka, misalnya 60%
untuk nasabah dan 40% untuk bank

6. Bai' Al-Murabahah (Deferred Payment Sale)
Pendahuluan
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah terbilang
sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan jika tidak puluhan. Sungguhpun demikian, dari sekian banyak
itu, ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal
kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai' al-murabahah, ba’i as-salam, dan ba’i al-istishna’.
Pengertian Bai’ al-Murabahah
Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam bai' al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan
suatu tingkal keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli komuter dari grosir
dengan harga Rpl0.000.000,00, kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp750.000,00 dan ia menjual
kepada si pembeli dengan harga Rpl0.750.000,00. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan me-mesan
dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan,
besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar
secara angsuran.
Bai' al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai
murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Dalam kitab al-Umm, Imam Syafi'i menamai transaksi sejenis
ini dengan istilah al-aamirbisy-syira.
Landasan Syariah
a. Al-Qur'an
“... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....” (al-Baqarah: 275)
b. Al-Hadits
Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampurgandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual." (HR Ibnu Majah)
a.
b.
c.
d.
e.

Syarat Bai' al-Murabahah
Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang diterapkan.
Kontrak harus bebas dari riba.
Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan
secara utang.

Secara prinsip jika syarat (a), (d) atau (e) telah dipenuhipembeli memiliki pilihan:
a. melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
b. kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual,
c. membatalkan kontrak.
Contoh pembiayaan Al-Murabahah
Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang ke bank syariah dan memohon
agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut
dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin mendapat keuntungan
Rp800.000;00 selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp4.800.000,00. Nasabah dapat
mencicil pembayaran tersebut Rp200.000,00 per bulan.
7. Pengertian Bai' As-Salam
Dalam pengertian yang sederhana, bai'as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian
hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.”

Landasan Syariah
Landasan syariah transaksi bai' as-salam terdapat dalam Al-Qur an dan al-hadits.
a. Al-Qur'an

“Hal orang-orangyang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya...." (al-Baqarah: 282)
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai' assalam, Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk
jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat
tersebut di atas.
b. Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. datang ke Madinah di mana penduduknya melakukan
salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata,
“Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas puia, untuk jangka waktu yang diketahui.”
Contoh Pembiayaan Bai’ as-Salam
Seorang petani memerlukan dana sekitar 2 juta rupiah untuk mengolah sawahnya seluas satu hektar. Ia datang
ke bank dan mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan,
bank melakukan akad bai’ as-salam dengan petani, di mana bank akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari
petani untuk jangka waktu empatbulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp2.000.000,00. Pada saat jatuh tempo,
petani harus menyetorkan gabah yang dimaksud kepada bank. Jika bank tidak membutuhkan gabah untuk
“keperluannya sendiri”, bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau meminta petani mencarikan pembelinya
dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rpl.200,00 per kilogram. Dengan demikian, keuntungan bank dalam
hal ini adalah Rp400.000,00 atau (Rp200,00 x 2000 kg).
8. BAI'AL-ISTISHNA' (PURCHASE BY ORDER OR MANUFACTURE)
Pengertian Bai' al-lstishna'
Transaksi bai' al-istishna'merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain
untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli
akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayaran dilakukan di
muka, melalui cicilan, atau di-tangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Menurut jumhur fuqaha, bai' al-istishna' merupakan suatu jenis khusus dari akad bai'as-salam.
Biasanya, jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan bai' al-istishna' mengikuti
ketentuan dan aturan akad bai’ al-ishtishna’.
Dalam literatur fiqih klasik, masalah istishna' mulai mencuat setelah menjadi bahan bahasan mazhab
Hanafi seperti yang dikemukakan dalam Majallat al-Ahkam al-Adliya. Akademi Fiqih Island pun menjadikan
masalah ini sebagai salah satu bahasan khusus. Karena itu, kajian akad bai'al-istishna'mi didasarkan pada
ketentuan yang dikembangkan oleh fiqih Hanafi, dan perkembangan fiqih selanjutnya dilakukan fuqaha
kontemporer.
Contoh pembiayaan Bai' al-lstishna'
Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk
keperluan itu dengan cara bai' al-istishna'. Dalam akad bai' al-istishna', bank berlaku sebagai penjual yang
menawarkan pembangunan/renovasi rumah. Bank lalu membeli/memberikan dana, misalnya Rp30.000.000,00
secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam rumah/atau hasil renovasi rumah itu masih menjadi
milik bank dan sampai tahap ini akad istishna' sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki
rumah tersebut, bank menjualnya kepada nasabah dengan harga dan waktu yang disepakati, misalnya
Rp39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian, bank men dapat keuntungan
Rp9.000.000,00.

9. Etika Pembiayaan Secara Islami
Empat Sifat Nabi dalam Mengelola Bisnis
1. Shiddiq: Shiddiq adalah sifat Nabi Muhammad SAW., artinya benar dan jujur. Sebagai seorang pemimpin, ia
senantiasa berperilaku benar dan jujur dalam sepanjang kepemimpinannya.
2. Amanah: artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kreditel. Konsekuensi amanah adalah
mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya, baik sedikit maupun banyak, tidak mengambil lebih banyak
daripada yang ia miliki, dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa hasil penjualan, fee, jasa maupun
upah buruh.
3. Fathanah: dapat diartikan sebagai intelektual, kecerdikan atau kebijaksanaan. Pemimpin perusahaan yang
fathanah artinya pemimpin yang memahami, mengerti, dan menghayati secara mendalam segala hal yang
menjadi tugas dan kewajibannya.
4. Tabligh: artinya komunikatif dan argumentatif. Orang yang memiliki sifat tabligh akan menyampaikannya
dengan benar (berbobot) dan dengan tutur kata yang tepat (bi al-hikmah).

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Membangun Bisnis dengan Nilai-nilai Syariah
Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzb (bohong atau dusta). Berikut adalah contoh-contoh kejujuran
para nabi:
Kejujuran Nabi Yusuf a.s.: Allah SWT. menggambarkan Nabi Yusuf sebagai orang yang amat jujur. Sang
pelayan yang berjumpa dengan Yusuf itu mengambil manfaat dari pengaruh dan cahaya Yusuf.
Kejujuran Nabi Ibrahim a.s.: Ia adalah orang yang kejujurannya lebih banyak membenarkan kegaiban dari
Allah, membenarkan ayat-ayat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan para urusan-Nya.
Kejujuran Nabi Isma'il a.s.: Isma'il adalah seorang rasul dan nabi. Ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan
beribadah, karena ia ingin menjadikan mereka sebagai suri teladan bagi orang-orang di belakangnya.
Kejujuran Nabi Idris a.s.: Ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.
Kejujuran Nabi Isa a.s.: Sebagai utusan Allah, Nabi Isa a.s. terkenal kesalehan, kejujuran, dan kepeduliannya
yang sangat tinggi kepada kaumnya.
Kejujuran Nabi Muhammad SAW. dibuktikan oleh para penolongnya, oleh orang-orang yang beriman
kepadanya. Cukuplah bagi kita kesaksian Jibril yang tepercaya membawa sebagai dalil yang paling baik bagi
kejujuran Nabi Muhammad SAW.
Dalam Islam, manusia diwajibkan untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi kebutuhan
kehidupannya. Islam juga mengajarkan kepada manusia bahwa Allah Malia Pemurah sehingga rezeki-Nya
sangat iuas. Bahkan, Allah tidak memberikan rezeki itu kepada kaum muslimin saja, tetapi kepada siapa saja
yang bekerja keras.
Banyak ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi saw. yang memerintahkan manusia agar bekerja. Manusia dapat
bekerja apa saja, yang penting tidak melanggar garis-garis yang telah ditentukan-Nya. Ia bisa melakukan
aktivitas produksi, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan makanan dan minuman, dan
sebagainya. Ia juga dapat melakukan aktivitas distribusi, seperti perdagangan atau dalam barang dan jasa,
seperti transportasi, kesehatan, dan sebagainya.
Untuk memulai usaha seperti ini diperlukan modal, seberapa pun kecilnya. Adakalanya orang mendapatkan
modal dari simpanannya atau dari keluarganya. Adapula yang meminjam kepada rekan-rekannya. Jika tidak
tersedia, peran institusi keuangan menjadi sangat penting karena dapat me nyediakan modal bagi orang yang
ingin berusaha.
Dalam Islam, hubungan pinjam-meminjam tidak dilarang, bahkan di-anjurkan agar terjadi hubungan saling
menguntungkan, yang pada gilirannya berakibat kepada hubungan persaudaraan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah apabila hubungan itu tidak mengikuti aturan yang diajarkan oleh Islam. Karena itu, pihak-pihak yang
berhubungan harus mengikuti etika yang digariskan oleh Islam.
ETIKA MEMINJAM SECARA ISLAMI
Dalam perbankan syariah, sebenarnya penggunaan kata pinjam-meminjam kurang tepat digunakan
disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih
banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman, seperti jual beli, bagi hasil, sewa, dan sebagainya.
Kedua, dalam Islam, pinjam-meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya, bila seseorang
meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya. Hal ini
didasarkan pada hadits Nabi saw. Yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah
riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu, dalam perbankan syariah, pinjaman tidak
disebut kredit, tapi pembiayaan (financing).
Jika seseorang datang kepada bank syariah dan ingin meminjam dana untuk membeli barang tertentu,
misalnya mobil atau rumah, suka atau tidak ia harus melakukan jual beli dengan bank syariah. Di sini, bank
syariah bertindak selaku penjual dan nasabah bertindak selaku pembeli. Jika bank memberikan pinjaman (dalam
pengertian konvensional) kepada nasabah untuk membeli barang-barang itu, bank tidak boleh mengambil
keuntungan dari pinjaman itu. Sebagai lembaga komersial yang mengharapkan keuntungan, bank syariah tentu
tidak mungkin melakukannya. Karena itu, harus dilakukan jual beli, di mana bank syariah dapat mengambil
keuntungan dari harga barang yang dijual dan keuntungan dari jual beli dibolehkan dalam Islam (al-Baqarah:
275).