TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA DALAM IM
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA
DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013
I G. D. Santika, I. B. P. Mardana, P. Artawan
Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {[email protected], [email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan pemahan guru tentang Standar
Proses Kurikulum 2013, (2) mendeskripsikan tindak guru dalam perencanaan
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (3) mendeskripsikan tindak
guru dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (4)
mendeskripsikan tindak guru dalam evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013, dan (5) mendeskripsikan problematika yang dihadapi guru dalam
implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 dan upaya penyelesaiannya. Penelitian
ini dilaksanakan selama empat bulan pada semester genap Tahun Pelajaran
2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus. Subjek
penelitian ini adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMAN 1
Singaraja. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipatif, wawancara
semiterstruktur, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara periodik dengan
menggunakan model analisis interaktif Miles & Huberman. Hasil penelitian
menunjukkan temuan-temuan sebagai berikut. (1) Guru memahami bagian-bagian
Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum dan teks Permendikbud
Nomor 81A Tahun 2013. (2) Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
yang dilakukan guru sebagian besar telah sesuai dengan Standar Proses Kurikulum
2013. (3) Sebagian besar permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam
penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 disebabkan karena ketidaksesuaian
antara banyaknya tugas guru dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia.
Kata kunci: tindak guru, pembelajaran fisika, Kurikulum 2013
Abstract
This research aimed at: (1) describing the understanding of teachers towards the
Standard Process of Curriculum 2013, (2) describing the teaching actions of teachers
in implementing the teaching planning of Standard Process of Curriculum 2013, (3)
describing the teaching actions of teachers in implementing the teaching process of
Standard Process of Curriculum 2013, (4) describing the teaching actions of teachers
in implementing the learning evaluation of Standard Process of Curriculum 2013, and
(5) describing the problems and difficulties found by teachers in the implementation of
Standard Process of Curriculum 2013 and the solutions provided to overcome the
problems. This research was conducted over four months in the second semester of
the Academic Year 2014/2015. Qualitative case study method was used. The subjects
of this research were two physics teachers who taught in the grade XI science class of
SMAN 1 Singaraja. The data were collected by participative observation, semistructured interview, and document study. The interactive analysis model of Miles &
Huberman was applied to analyze the data. The results reveal that: (1) the teachers
understand all parts of Standard Process of Curriculum 2013 from the curriculum
workshops and the soft copy of Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013; (2) the
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
teaching plan, the teaching process, and the learning evaluation delivered by the
teachers are mostly in accordance with the Standard Process of Curriculum 2013; and
(3) the teachers’ problems and difficulties in the implementation of Standard Process
of Curriculum 2013 are mostly caused by the mismatch between the demands of
Standard Process of Curriculum 2013 and the time allocation provided.
Keywords: teaching actions, physics learning, and Curriculum 2013
PENDAHULUAN
Kesuksesan implementasi Standar
Proses Kurikulum 2013 terletak pada
peran
profesionalisme
guru
dalam
melaksanakan pembelajaran. Guru adalah
orang yang berhadapan langsung dengan
siswa, sehingga memberikan pengaruh
langsung
terhadap
keberhasilan
pembelajaran siswa. Oleh karena itu, guru
dituntut memiliki kesiapan, kompetensi,
komitmen, kesungguhan, dan tanggung
jawab terhadap pelaksanaan Kurikulum
2013. Kompetensi yang dimaksud tidak
hanya pada penguasaan bahan ajar,
tetapi guru juga harus mampu melakukan
pembelajaran
yang
menyenangkan,
menarik, dan menantang bagi siswa.
Sejak diterapkan pada Juli 2013,
banyak permasalahan yang dihadapi guru
dalam menerapkan Standar Proses
Kurikulum 2013. Permasalahan yang
terjadi bersifat kompleks, mulai dari
pemahaman
guru
tentang
konsep
pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum
2013,
sampai
dengan
permasalahan
dalam
perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
Kustijono dan Wiwin (2014), dalam
penelitiannya tentang pandangan guru
SMK di kota Surabaya terhadap
pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam
pembelajaran fisika berhasil mengungkap
bahwa (1) guru berpandangan belum
sepenuhnya
memahami
prinsip
pembelajaran, terutama yang terkait
dengan
perbedaan
pendekatan
kontekstual dengan pendekatan ilmiah,
perbedaan pembelajaran parsial dengan
pembelajaran
terpadu,
perbedaan
pembelajaran yang menekankan jawaban
tunggal dengan pembelajaran yang
membutuhkan jawaban multi dimensi,
perbedaan
pembelajaran
verbalisme
dengan pembelajaran yang aplikatif, dan
pembelajaran yang berprinsip bahwa
siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
siswa, dan di mana saja adalah kelas, (2)
guru berpandangan belum sepenuhnya
memahami prinsip penilaian, diantaranya
cara menilai kompetensi sikap, cara
menilai keterampilan, dan menyusun
instrumen penilaian yang sesuai kaidah,
(3) guru berpandangan penyusunan RPP
masih terkendala, terutama pada sumber
belajar,
media
pembelajaran
yang
bervariasi, media yang sesuai dengan
materi
pembelajaran,
pendekatan
pembelajaran saintifik, penilaian autentik,
penilaian yang sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi, dan pedoman
penskoran, (4) guru berpandangan masih
belum dapat melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan standar
proses, yaitu guru belum terbiasa
menyampaikan kompetensi yang akan
dicapai
kepada
siswa,
belum
melaksanakan pembelajaran kontekstual
dan saintifik, belum memfasilitasi siswa
mengolah atau menganalisis informasi
untuk membuat kesimpulan, belum
menggunakan media pembelajaran yang
bervariasi, dan media yang digunakan
belum menghasilkan pesan yang menarik,
dan (5) guru berpandangan masih belum
dapat melaksanakan penilaian sesuai
standar, terutama yang berhubungan
dengan cara mengembangkan instrumen
penilaian yang sesuai dengan kaidah,
serta
cara
mengembangkan
rubrik
penilaian
dari
instrumen
yang
dikembangkan tersebut.
Secara umum, tindak guru dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran
merupakan
bentuk
terjemahan pemahaman guru terhadap
Standar Proses Kurikulum 2013 itu sendiri.
Dengan demikian, kualitas pemahaman
yang rendah akan memberikan hasil
implementasi kurikulum yang rendah pula.
Kompetensi guru juga ikut menentukan
kesuksesan
pembelajaran
berbasis
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
Standar Proses Kurikulum 2013. Namun
demikian, bukan berarti bahwa tindak
pembelajaran
guru
dan
semua
permasalahan serta kendala pembelajaran
dipengaruhi oleh rendahnya kompetensi
dan pemahaman guru tentang Standar
Proses Kurikulum 2013. Faktor eksternal
lain, seperti manajemen sekolah, kondisi
fisik sekolah, kondisi siswa, ketersediaan
alokasi waktu, kewajiban guru di luar jam
pembelajaran,
dan
manajemen
pengawasan akademik juga berpotensi
mempengaruhi tindak serta permasalahan
guru dalam pembelajaran. Lebih ekstrim
lagi, permasalahan tersebut mungkin
disebabkan oleh tingginya tuntutan
Standar Proses Kurikulum 2013 terhadap
proses pembelajaran, sehingga guru tidak
mampu memenuhi semua tuntutan
tersebut.
Berdasarkan
paparan
tersebut,
tindak
pembelajaran
guru
dalam
implementasi Standar Proses Kurikulum
2013 perlu diteliti untuk memperoleh
gambaran mendalam tentang pemahaman
guru terhadap Standar Proses Kurikulum
2013, tindak guru dalam implementasi
Standar Proses Kurikulum 2013 pada
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran, permasalahan dan kendala
guru dalam penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013, serta upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasi permasalahan
dan kendala tersebut. Gambaran tersebut
akan menunjukkan seberapa jauh Standar
Proses Kurikulum 2013 telah dilaksanakan
dan apa permasalahan guru serta
kekurangan Standar Proses Kurikulum
2013 di lapangan. Dengan demikian,
gambaran tersebut dapat dijadikan
sebagai acuan oleh pemerintah dalam
menyempurnakan
Standar
Proses
Kurikulum 2013.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama
empat bulan pada semester genap Tahun
Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif studi kasus.
Instrumen
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Sumber data penelitian ini dipilih melalui
purposive sampling.
Data penelitian ini adalah (1)
checklist
kesesuaian
perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
guru dengan Standar Proses Kurikulum
2013,
(2)
transkrip
observasi
pembelajaran yang dilakukan guru, (3)
transkrip wawancara dengan guru, siswa,
kepala sekolah, dan pengawas akademik
dari Dinas Pendidikan, serta (4) catatan
lapangan yang dibuat peneliti. Data
tersebut dikumpulkan melalui observasi
partisipatif, wawancara semiterstruktur,
dan studi dokumen.
Analisis data dilakukan secara
periodik selama dan setelah pengumpulan
data dengan menggunakan model analisis
interaktif Miles & Huberman.Terdapat tiga
tahapan analisis data yang dilakukan,
yaitu (1) reduksi data, (2) paparan data,
serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi
data. Keabsahan data ditentukan melalui
triangulasi sumber data dan triangulasi
metode pengumpulan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemahaman Guru tentang Standar
Proses Kurikulum 2013
Berdasarkan hasil analisis data,
ditemukan bahwa guru telah memahami
bagian-bagian
dalam
perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum 2013.
Guru memperoleh pengetahuan tentang
Standar Proses Kurikulum 2013 dari
workshop
kurikulum
dan
teks
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013.
Guru memahami bahwa perbedaan
Standar Proses Kurikulum 2013 dengan
Standar Proses Kurikulum 2006 terletak
pada spesifikasi pengembangan aspek
kepribadian siswa. Pada Kurikulum 2006,
pengembangan aspek kepribadian siswa
dituntut secara implisit dan sederhana,
sedangkan
pada
Kurikulum
2013,
pengembangan aspek kepribadian siswa
dituntut secara eksplisit, terperinci, dan
ditambah dengan pengembangan aspek
religius.
Pelaksanaan
pembelajaran
berbasis Kurikulum 2013 dipahami oleh
guru sebagai proses pengembangan
aspek
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan siswa melalui penerapan
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
pendekatan saintifik yang didukung oleh
tiga model pembelajaran rekomendasi
pusat, yaitu discovery learning, problem
based learning, dan project based
learning. Guru menilai pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik bukan
merupakan hal yang baru karena dalam
Kurikulum 2006, guru telah sering
menerapkan
model
pembelajaran
kooperatif yang juga memuat kegiatan
pembelajaran 5M. Hal ini sesuai dengan
temuan Dewi (2015), bahwa pendekatan
saintifik sebenarnya telah diterapkan sejak
KTSP, hanya saja dalam KTSP hal
tersebut tidak dikenal dengan istilah
pendekatan saintifik.
Guru memahami bahwa evaluasi
pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013 berbeda dengan Standar
Proses
Kurikulum
2006.
Evaluasi
pembelajaran berbasis Kurikulum 2013
dinilai lebih kompleks dan terperinci. Pada
Standar Proses Kurikulum 2006, guru
diberikan kebebasan dalam menentukan
metode penilaian untuk semua aspek,
sedangkan
dalam
Standar
Proses
Kurikulum 2013, semua metode penilaian
telah ditentukan oleh pusat. Guru
ditemukan
tidak
memahami
teknis
penyusunan rubrik penilaian aspek
religius, sikap, dan keterampilan. Guru
juga
tidak
memahami
rasional
penggunaan
sistem
modus
dalam
rekapitulasi nilai akhir aspek sikap dan
sistem nilai tertinggi dalam rekapitulasi
nilai akhir aspek keterampilan. Selama ini,
guru hanya menyiapkan jenis nilai yang
dituntut dalam form rekapitulasi nilai akhir
siswa,
tanpa
memahami
proses
pembobotan dan pengolahan nilai akhir
tersebut. Guru menilai sistem penilaian
tersebut tidak adil dan tidak layak
diterapkan karena siswa dengan rincian
nilai harian yang berbeda berpotensi
memperoleh nilai akhir yang sama. Guru
memprediksi jika siswa mengetahui sistem
penilaian
tersebut,
maka
terdapat
kemungkinan siswa tidak akan mengikuti
pembelajaran dengan serius. Hal ini
sesuai dengan temuan Kustijono dan
Wiwin (2014) bahwa guru fisika masih
belum dapat melaksanakan penilaian
sesuai standar penilaian karena guru
belum memahami teknis pengembangan
instrumen penilaian yang sesuai dengan
kaidah.
Guru
mengungkapkan
bahwa
teknis penilaian hasil belajar tidak
dilatihkan
dalam
workshop
pusat.
Permasalahan tersebut juga tidak dapat
diselesaikan dalam workshop sekolah.
Guru mengaku telah menyampaikan
semua
permasalahan
dan
konsep
pembelajaran yang tidak dipahaminya
kepada pengawas akademik dari Dinas
Pendidikan. Namun, pengawas akademik
juga tidak mengetahui solusi dan informasi
yang ditanyakan, sehingga solusi dari
permasalahan
tersebut
harus
ditangguhkan. Pengawas mengaku perlu
menanyakan hal tersebut pada pengawas
yang lain, sehingga proses tersebut
menjadi berantai. Bahkan menurut guru,
jawaban instrukstur pusat terhadap
pertanyaan yang diajukannya terkadang
juga tidak pas.
Pemahaman guru tentang Standar
Proses Kurikulum 2013 merupakan
sesuatu yang penting karena hal tersebut
akan mempengaruhi tindak pembelajaran
guru. Oleh karena itu, guru secara mandiri
harus
terus
mengembangkan
pengetahuannya
melalui
pelatihan,
seminar, diklat, workshop, serta belajar
mandiri dari teks Permendikbud dan
internet. Disamping itu, kepala sekolah
dan pengawas akademik dari Dinas
Pendidikan, selaku tim supervisi, harus
melakukan pengawasan secara holistik
dari pemahaman guru sampai dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran yang dilakukan, bukan
hanya sebatas pengawasan administrasi
perangkat pembelajaran. Alawiyah (2014)
menjelaskan
bahwa
rendahnya
pemahaman guru tentang Standar Proses
Kurikulum 2013 dikarenakan beberapa
kekurangan dalam proses pelatihan.
Kekurangan yang dimaksud, yaitu waktu
pelatihan yang terlalu singkat, serta
metode pelatihan yang lebih banyak
difokuskan pada ceramah, teori, dan
kompetensi instruktur itu sendiri. Padahal,
proses penyiapan guru melalui pelatihan
harus ditekankan pada perbaikan kualitas
guru, sehingga harus ditunjang dengan
pelatihan yang berkualitas pula. Hal ini
yang harus terus ditingkatkan oleh
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
pemerintah, sehingga pelatihan bukan
hanya sekadar kegiatan formalitas.
Tindak Guru dalam Perencanaan
Pembelajaran Berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
Pada perencanaan pembelajaran,
guru menyiapkan RPP, LKS, dan media
pembelajaran. Guru membuat RPP secara
individu pada workshop sekolah yang
dilaksanakan setiap awal semester. Pada
workshop tersebut, guru membuat RPP
sampel untuk beberapa KD. Teknis guru
dalam membuat RPP ditemukan sebagai
berikut. Pertama, guru memetakan KI-KD
yang termuat dalam silabus untuk
menentukan tingkat kesulitan materi yang
akan
diberikan
kepada
siswa.
Berdasarkan pemetaan tersebut, guru
menyusun
indikator
pembelajaran.
Selanjutnya,
guru
memetakan
pengalaman belajar yang dapat dilakukan
sesuai dengan karakteristik materi,
karakteristik siswa, dan ketersediaan
alokasi waktu. Berdasarkan pemetaan
tersebut,
guru
menentukan
tujuan
pembelajaran
dan
komponen
RPP
lainnya. Hasil studi terhadap dokumen
RPP guru menunjukkan bahwa RPP
dibuat untuk setiap KD pembelajaran.
Setiap KD pembelajaran direncanakan
untuk dilaksanakan lebih dari satu kali
pertemuan, sehingga dalam satu RPP
memuat skenario pembelajaran untuk
masing-masing pertemuan. Guru tidak
membedakan RPP untuk kelas yang
berbeda karena karakteristik siswa pada
kedua kelas yang diajar tidak jauh
berbeda.
Guru mengungkapkan bahwa RPP
yang telah dibuat di awal semester
sebagaian besar tidak sesuai dengan
pembelajaran yang dilakukan. Hal ini
dikarenakan pada saat membuat RPP,
guru
belum
memperoleh
kalender
pendidikan, sehingga alokasi waktu yang
direncanakan sering berbeda dengan
kondisi pembelajaran yang sebenarnya.
Selain itu, guru juga belum mengetahui
karakteristik siswa yang diajar, sehingga
guru perlu merevisi kembali metode
pembelajaran dan LKS yang termuat pada
RPP agar sesuai dengan kondisi kelas
yang sebenarnya. Komponen RPP yang
dibuat oleh guru ditemukan tidak sesuai
dengan sistematika RPP yang termuat
dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun
2013. Komponen RPP tersebut lebih
sesuai dengan Standar Proses Kurikulum
2006. Materi pembelajaran dalam RPP
tersebut tidak dikategorikan berdasarkan
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur,
melainkan dipaparkan secara terperinci
sesuai dengan urutan materi yang akan
disampaikan di kelas. RPP tersebut juga
tidak memuat indikator ketercapaian hasil
pembelajaran pada aspek keterampilan,
serta tidak memuat tujuan pembelajaran
untuk semua aspek.
Guru mengaku tidak memahami
teknis
pengkategorian
materi
pembelajaran berdasarkan fakta konsep,
prinsip, dan prosedur. Guru menilai
pemaparan materi berdasarkan kategori
tersebut tidak membantu guru dalam
mengajar. Guru mengaku terbebani oleh
tuntutan penyusunan RPP yang detail.
Guru menilai belum ada instruksi yang
jelas terkait pemanfaatan buku guru dan
buku siswa dalam Kurikulum 2013.
Menurut
guru,
RPP
yang
dibuat
seharusnya mengacu pada buku tersebut,
sehingga guru tidak perlu membuat RPP
yang
detail.
Skenario
kegiatan
pembelajaran dalam RPP guru ditemukan
tidak dipaparkan berdasarkan langkahlangkah
pembelajaran
berbasis
pendekatan
saintifik
dan
model
pembelajaran berbasis penyingkapan,
melainkan
dipaparkan
berdasarkan
kategori kegiatan eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi serta model pembelajaran
STAD. Hal ini sejalan dengan temuan
Herfinaly, et al (2014) bahwa sebagian
besar guru masih menggunakan model
pembelajaran lama seperti Jigsaw, TSTS,
dan STAD.
Berdasarkan paparan tersebut,
dapat dijelaskan bahwa guru masih
menerapkan
teknis
perencanaan
pembelajaran Kurikulum 2006. Hal ini
dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama,
guru masih memiliki persepsi bahwa
penyusunan
RPP
hanya
sebatas
formalitas, sehingga kualitas RPP dinilai
bukan merupakan hal yang penting. Hal ini
diperparah oleh pengawas akademik yang
mengevaluasi perencanaan pembelajaran
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
hanya
sebatas
pada
keberadaan
perangkat
pembelajaran,
tanpa
mengevaluasi kebenaran dan kualitas
perangkat pembelajaran tersebut. Kedua,
guru
menilai
bahwa
perencanaan
pembelajaran Kurikulum 2013 terlalu sulit
dan memberatkan. Hal ini dapat dipahami
karena dalam perencanaan pembelajaran
Kurikulum
2013,
guru
harus
mengkategorikan materi pembelajaran
berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur;
merencanakan
aktivitas
pembelajaran
berbasis
pendekatan
saintifik; menyiapkan media pembelajaran
yang bervariasi; dan menyiapkan berbagai
macam instrumen penilaian aspek sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan.
Pemerintah juga tidak memberikan
instruksi yang jelas terhadap penggunaan
buku guru dan buku siswa. Guru
ditemukan tidak menggunakan buku
tersebut. Guru justru menggunakan buku
lain yang dibeli di luar sekolah.
Perencanaan pembelajaran yang dibuat
oleh guru seharusnya disinergikan dengan
buku tersebut, sehingga guru tidak harus
mengetik ulang hal-hal yang sebenarnya
sudah termuat dalam buku tersebut.
Ketiga, guru tidak memahami komponen
RPP Kurikulum 2013, sehingga guru
menggunakan RPP Kurikulum 2006
dengan menyesuaikannya hanya pada KI
dan KD. Hal ini dapat dipahami karena
dalam RPP Kurikulum 2013, guru harus
menerapkan salah satu dari tiga model
pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu
discovery
learning,
problem
based
learning, dan project based learning,
sehingga terdapat peluang di mana guru
belum
memahami
sintaks
model
pembelajaran tersebut. Guru juga belum
mehamami teknis pengkategorian materi
pembelajaran berdasarkan fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur, sehingga setiap
menyusun RPP, guru harus membaca
kembali definisi dari setiap kategori
tersebut.
Tindak Guru dalam Pelaksanaan
Pembelajaran Berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
Pelaksanaan
pembelajaran
merupakan implementasi dari RPP.
Pelaksanaan
pembelajaran
berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013 meliputi
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup. Berdasarkan hasil
observasi dan studi dokumen yang
dilakukan peneliti, dapat dijelaskan bahwa
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru telah sesuai dengan RPP yang
dibuat. Pada kegiatan pendahuluan, guru
ditemukan
menyampaikan
salam
pembuka, melakukan absensi singkat,
memberikan
apersepsi,
dan
menyampaikan garis besar kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan. Guru
tidak
selalu
mengaitkan
materi
pembelajaran
pada
pertemuan
sebelumnya dengan materi pembelajaran
yang sedang dibahas. Hal tersebut sering
dilakukan pada kegiatan inti. Guru
ditemukan tidak menyampaikan indikator
dan tujuan pembelajaran. Guru juga tidak
selalu menyampaikan teknik penilaian
yang akan dilakukan. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa guru memahami
tuntutan
kegiatan
pendahuluan
pembelajaran
berdasarkan
Standar
Proses Kurikulum 2013. Guru juga
ditemukan merencanakan hal tersebut
dalam RPP yang dibuatnya. Namun, guru
mengaku tidak dapat melakukan semua
tuntutan tersebut secara terperinci pada
setiap pembelajaran. Guru menilai bahwa
absensi tidak harus dilakukan dengan
menanyakan kehadiran siswa satu per
satu pada setiap pertemuan. Guru
mengungkapkan absensi terperenci hanya
perlu dilakukan jika guru belum hafal
semua nama siswa. Jika guru sudah
mengenal semua siswa, kegiatan absensi
dapat
dilakukan
hanya
dengan
menanyakan siswa yang tidak hadir dan
alasan
ketidakhadirannya.
Indikator,
tujuan pembelajaran, dan teknik penilaian
menurut guru tidak perlu disampaikan
karena waktu yang terbatas dan kegiatan
tersebut terkesan membosankan. Guru
mengungkapkan, kegiatan tersebut dapat
dilakukan dengan memberikan silabus
secara langsung kepada siswa. Dengan
demikian, siswa dapat mengetahui dan
mempersiapkan materi pembelajaran yang
akan diberikan.
Kegiatan inti merupakan proses
pembelajaran
untuk
mencapai
kompetensi, yang dilakukan secara
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang, memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti
menggunakan pendekatan saintifik yang
disesuaikan dengan karakteristik mata
pelajaran
dan
karakteristik
siswa.
Berdasarkan hasil observasi, dapat
dijelaskan
bahwa
kegiatan
inti
pembelajaran dilakukan oleh guru dengan
metode demonstrasi, diskusi, presentasi,
ceramah, dan tanya jawab. Dengan
metode
tersebut,
semua
aspek
pendekatan saintifik dapat diupayakan
dengan baik. Guru memfasilitasi kegiatan
mengamati dengan menyuruh siswa
mengamati proses terjadinya gelombang
longitudinal pada slinki serta gelombang
transversal pada tali dan air. Pada
praktikum Melde, guru menugaskan siswa
mengamati
pola
gelombang
yang
terbentuk pada benang yang digetarkan
dengan vibrator. Siswa dituntut untuk
menunjukkan bukit gelombang, lembah
gelombang, perut gelombang, dan simpul
gelombang. Pada saat pembelajaran, guru
ditemukan
menayangkan
gambar
fenomena dampak pemanasan global;
gambar fenomena gelombang, seperti
difraksi, refleksi, dan interferensi; animasi
flash gelombang berjalan dan gelombang
stasioner, dan video praktikum tangki riak.
Penayangan gambar, animasi, dan video
tersebut dilakukan dengan menggunakan
media
powerpoint.
Pada
materi
gelombang, guru ditemukan menggambar
pola gelombang berjalan dan gelombang
stasioner di papan tulis. Pada materi teori
kinetik gas dan pemanasan global, selain
menggunakan buku, siswa diberikan
kesempatan menggunakan internet untuk
mengakses
informasi.
Guru
mengungkapkan
bahwa
kegiatan
mengamati
juga
dilakukan
dengan
mengajak
siswa
membayangkan
fenomena alam yang pernah dialaminya.
Kegiatan menanya terjadi ketika
siswa
tidak
memahami
solusi
permasalahan yang termuat pada LKS,
pada saat siswa tidak memahami
penurunan rumus dan solusi latihan soal
yang dibuat guru di papan tulis, serta pada
saat kelompok lain mempresentasikan
hasil tugas proyek. Pada saat siswa
melakukan
demonstrasi
karakteristik
gelombang longitudinal, guru membimbing
siswa dengan pertanyaan-pertanyaan
konseptual, seperti “mengapa tali rafia
yang diikatkan pada slinki tidak berpindah
posisi secara horizontal?” Pada saat
praktikum Melde, guru menuntun siswa
dengan pertanyaan “bolehkah warna kabel
yang dipasang pada vibrator dan catu
daya ditukar posisinya?”, serta “apa yang
terjadi dengan pola gelombang pada
benang jika massa beban ditambah?”.
Namun demikian, antusiasme siswa dalam
bertanya ditemukan kurang tinggi. Siswa
jarang bertanya setelah guru memaparkan
atau mendemonstrasikan suatu konsep
atau fenomena. Siswa bahkan tidak
pernah bertanya pada saat guru
memberikan kesempatan bertanya di akhir
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan hasil
temuan Wardani, et al (2014) di mana
sebagian besar kegiatan menanya dalam
pembelajaran
dilakukan
oleh
guru.
Wardani menjelaskan bahwa kegiatan
menanya tersebut tidak sesuai dengan
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013
karena kegiatan 5M adalah kegiatan yang
dilakukan oleh siswa.
Kegiatan mencoba diupayakan
dengan menyuruh siswa melakukan
demonstrasi, praktikum, dan latihan soal.
Latihan soal diberikan setelah guru
menjelaskan materi dengan metode
ceramah. Kegiatan menalar dilakukan
dengan memberikan siswa permasalahan
pada LKS yang merupakan tindak lanjut
dari
demonstrasi,
praktikum,
dan
pemaparan konsep yang telah dilakukan.
Guru juga ditemukan sering memberikan
pertanyaan
apa,
mengapa,
dan
bagaimana
saat
pembelajaran
berlangsung.
Dalam
menyelesaikan
permasalahan yang diberikan, siswa aktif
berdiskusi dan mengumpulkan informasi
dari sumber buku dan internet. Kegiatan
berkomunikasi dilakukan melalui diskusi
kelompok, presentasi, dan tanya jawab
antar siswa dan antara guru dengan
siswa. Pada saat pembahasan latihan
soal, guru menugaskan siswa untuk
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
menuliskan jawaban di papan tulis dan
menjelaskannya di depan kelas.
Pada kegiatan penutup, guru
mengkonfirmasi apakah terdapat siswa
yang ingin bertanya, dilanjutkan dengan
penyampaian materi pembelajaran dan
rencana
kegiatan
pada
pertemuan
selanjutnya, pemberian PR, sembahyang,
dan
salam
penutup.
Guru
tidak
merangkum materi yang telah dipelajari.
Kegiatan merangkum materi dilakukan
secara periodik diakhir pemaparan setiap
konsep pada kegiatan inti.
Berdasarkan temuan tersebut,
dapat dijelaskan bahwa sebagian besar
tuntutan
pelaksanaan
pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum 2013
telah dilaksanakan dengan baik oleh guru.
Terdapat beberapa bagian yang tidak
dapat dilakukan akibat keterbatasan
alokasi waktu pembelajaran. Namun
demikian, guru telah menerapkan strategi
tertentu agar inti dari pembelajaran dapat
terlaksana
dengan
baik.
Kegiatan
mengamati
dan
mengkomunikasikan
dalam pendekatan saintifik sebagian besar
juga telah terlaksana. Permasalahan yang
ditemukan adalah rendahnya kualitas
pelaksanaan
kegiatan
menanya,
mencoba, dan menalar dalam pendekatan
saintifik.
Dalam Permendikbud Nomor 81A
Tahun 2013, dijelaskan bahwa alur
pembelajaran dengan pendekatan saintifik
adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka secara luas
dan bervariasi kesempatan siswa untuk
melakukan pengamatan melalui kegiatan
melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka
untuk memperhatikan hal yang penting
dari suatu objek. Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka kesempatan
secara luas kepada siswa untuk bertanya
mengenai apa yang sudah dilihat, disimak,
dan dibaca. Guru membimbing siswa
untuk dapat mengajukan pertanyaan
tentang hasil pengamatan objek yang
konkrit sampai kepada objek yang abstrak
berkenaan
dengan
fakta,
konsep,
prosedur, atau pun hal lain yang lebih
abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual
sampai kepada pertanyaan yang bersifat
hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa
masih memerlukan bantuan guru untuk
mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat
di mana siswa mampu mengajukan
pertanyaan secara mandiri. Melalui
kegiatan bertanya tersebut, dikembangkan
rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa
terlatih dalam bertanya, rasa ingin tahu
siswa semakin dapat dikembangkan.
Pertanyaan tersebut menjadi dasar
untuk mencari informasi yang lebih lanjut
dan beragam dari sumber yang ditentukan
guru sampai dengan sumber yang
ditentukan sendiri oleh siswa dan dari
sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam. Tindak lanjut dari bertanya
adalah menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui
berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat
ditugaskan
membaca
buku
atau
mengakses
internet,
memperhatikan
fenomena atau objek yang lebih teliti, atau
bahkan melakukan eksperimen. Dari
kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah
informasi. Informasi tersebut menjadi
dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu
mengasosiasi informasi untuk menemukan
keterkaitan
satu
informasi
dengan
informasi lainnya, menemukan pola dari
keterkaitan informasi, dan mengambil
berbagai kesimpulan dari pola yang
ditemukan. Kegiatan terakhir adalah
menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi,
mengasosiasikan,
dan
menemukan pola tersebut. Hasil tersebut
disampikan di kelas dan dinilai oleh guru
sebagai hasil belajar peserta didik atau
kelompok peserta didik tersebut.
Berdasarkan alur tersebut, maka
yang harus dilakukan guru pada kegiatan
pendahuluan
adalah
memberikan
apersepsi yang menarik agar siswa
menyadari manfaat materi yang akan
dipelajari. Dengan demikian, rasa ingin
tahu siswa akan merangsang siswa untuk
bertanya,
mengajukan
hipotesis,
mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan. Kegiatan mengamati
yang diberikan harus sesuai dengan
kenyataan dalam kehidupan keseharian
siswa, tidak hanya sebatas imajinasi. Oleh
karena itu, guru setidaknya harus
menampilkan gambar dan video atau
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
mengajak siswa mengamati fenomena riil
di
lingkungan
sekitar.
Namun,
kenyataannya guru belum melaksanakan
hal tersebut, sehingga kegiatan menanya
sebagian besar didominasi oleh guru.
Kegiatan menanya yang dilakukan siswa
hanya sebatas pertanyaan prosedural
tentang teknis mengerjakan LKS dan
teknis melakukan praktikum. Siswa tidak
mengajukan pertanyaan hipotetik yang
mengarah pada pengungkapan suatu
konsep,
sehingga
kegiatan
mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan yang dilakukan siswa
seolah-olah terpisah, tidak berhubungan
satu sama lainnya. Keterbatasan waktu
pembelajaran
merupakan
penyebab
utama permasalahan ini. Alokasi waktu
pembelajaran untuk setiap pertemuan
tidak dapat digunakan untuk menerapkan
pendekatan saintifik secara ideal. Hal ini
diperparah
oleh
banyaknya
materi
pembelajaran yang harus diselesaikan,
sehingga guru tergesa-gesa dalam
melaksanakan pembelajaran. Akibatnya,
sebagian
besar
pelaksanaan
pembelajaran didominasi oleh guru.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran 5M
seolah-olah hanya sebatas formalitas.
Tindak Guru dalam Evaluasi
Pembelajaran Berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
Bagian terakhir dalam Standar
Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi
pembelajaran, yang terdiri atas penilaian
hasil belajar, remedial, dan pengayaan.
Guru ditemukan melakukan penilaian
aspek
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan dengan metode penilaian
yang sesuai dengan tuntutan Standar
Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek
pengetahuan dilakukan melalui tes lisan
dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR,
ulangan harian, ulangan tengah semester,
dan ulangan akhir semester. Guru
ditemukan kewalahan dalam memeriksa
hasil
ulangan,
membuat
analisis
ketercapaian indikator, membahas soal
ulangan, dan memberikan remedi. Tes
lisan dilakukan secara bertahap dalam
beberapa kali pertemuan. Hal ini
dikarenakan alokasi waktu pembelajaran
tidak mencukupi untuk memberikan tes
lisan bagi 36 orang siswa sekaligus. Guru
mengaku mengalami kedala dalam
membuat soal dan rubrik penilaian tes
lisan karena soal yang dibuat harus
mencakup semua materi yang telah
diajarkan. Selain itu, guru juga harus
membuat soal yang berbeda sebanyak
jumlah siswa untuk menghindari peluang
siswa membocorkan atau memperoleh
soal yang sama.
Aspek
sikap
dinilai
melalui
penilaian observasi, penilaian jurnal,
penilaian diri, dan penilaian antar siswa.
Namun
demikian,
hanya
penilaian
observasi yang dilakukan secara periodik.
Penilaian jurnal, penilaian diri, dan
penilaian antar siswa dilakukan sekali
dalam satu semester. Hal ini dikarenakan
instrumen penilaian yang digunakan
banyak, jumlah siswa yang banyak, dan
alokasi waktu yang terbatas. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Luthfi
Maulana (dalam Dewi, 2015) diketahui
bahwa pemahaman guru paling rendah
terdapat pada aspek penilaian sikap. Hal
ini yang menyulitkan guru dalam
melakukan penilaian sikap. Terhadap
permasalahan tersebut, penilaian diri dan
penilaian antar siswa dilakukan dengan
menugaskan siswa mem-fotocopy dan
mengisi instrumen penilaian tersebut
secara mandiri di rumah. Hal tersebut
tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor
66 Tahun 2013, di mana penilaian diri dan
penilaian antar siswa dilakukan secara
simultan setiap sebelum ulangan harian.
Guru mengungkapkan bahwa hasil
penilaian diri dan penilaian antar siswa
cenderung tidak valid karena siswa
menjawab pertanyaan kuesioner secara
subjektif. Guru mengaku mengganti nilai
penilaian diri dan penilaian antar siswa
berdasarkan catatan pada penilaian jurnal.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
siswa yang nakal memperoleh nilai akhir
aspek sikap yang tinggi akibat tingginya
nilai dari penilaian diri dan penilaian antar
siswa. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip
penilaian
yang
termuat
dalam
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, di
mana penilaian hasil belajar harus
dilakukan secara objektif.
Dalam
Standar
Penilaian
Kurikulum 2013
ditegaskan
bahwa
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
terdapat tiga aspek yang dinilai dalam
pembelajaran,
yaitu
aspek
sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Guru
ditemukan
mengalami
kebingungan
terhadap hal ini karena pada rumusan
kompetensi
inti
terdapat
empat
kompetensi inti yang harus dicapai dan
dievaluasi.
Namun,
dalam
standar
penilaian, hal ini mengerucut menjadi tiga
aspek, di mana penilaian aspek religius
ditumpangtindihkan dengan penilaian
sikap. Padahal, aspek religius dan aspek
sikap merupakan dua hal yang berbeda.
Guru mengungkapkan bahwa dalam
Kurikulum 2013 tidak dijelaskan standar
pengembangan dan penilaian aspek
religius siswa. Pengembangan dan
penilaian aspek religius yang dilakukan
selama ini berbeda-beda sesuai dengan
persepsi guru terhadap definisi konseptual
dan operasional religiusitas. Sebagian
guru percaya bahwa aspek religius dapat
dinilai berdasarkan tingkat ketekunan
siswa dalam berdoa dan sembahyang di
awal dan akhir pembelajaran. Sebagaian
guru memiliki persepsi bahwa religiusitas
tidak dapat dinilai hanya dari tingkat
ketekunan siswa dalam berdoa dan
sembahyang. Permasalahan yang sama
juga ditemukan oleh Dewi (2015), di mana
guru
mengalami
kesulitan
dalam
menyusun indikator dan penilaian yang
berkaitan dengan aspek spiritual siswa.
Dalam Permendikbud Nomor 81A
Tahun 2013 dijelaskan bahwa kompetensi
dasar dari KI-1 dan KI-2 tidak harus
dikembangkan dalam indikator karena
keduanya
dicapai
melalui
proses
pembelajaran
tidak
langsung.
Pembelajaran tidak langsung merupakan
imbas dari pembelajaran langsung.
Pembelajaran
langsung
berkenaan
dengan pengembangan KI-3 dan KI-4
yang berturut-turut memuat kompetensi
pengetahuan
dan
kompetensi
keterampilan, yang direncanakan oleh
guru dalam RPP. Kedua pembelajaran ini
terjadi secara terintegrasi dan tidak
terpisah.
Namun
demikian,
dalam
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013,
guru dituntut untuk melakukan penilaian
aspek sikap secara simultan dengan
metode penilaian yang telah ditentukan.
Penilaian
aspek
sikap
merupakan
akumulasi penilaian aspek religius dan
sosial. Hal ini menjadi problematika
tersendiri, karena dalam penilaian di kelas,
guru hanya mungkin menilai hal-hal yang
ditampilkan
siswa
secara
eksplisit,
sedangkan untuk hal-hal yang bersifat
implisit, hampir tidak mungkin dapat
dievaluasi.
Penilaian
aspek
keterampilan
dilakukan
melalui
penilaian
kinerja
praktikum, penilaian proyek, dan penilaian
portofolio.
Guru
ditemukan
telah
melakukan dua kali penilaian praktikum.
Guru
ditemukan
tidak
melakukan
praktikum Melde untuk materi pokok
karakteristik
gelombang,
padahal
praktikum tersebut seharusnya dilakukan
sesuai dengan tuntutan silabus. Hal ini
dikarenakan alokasi waktu yang tidak
mencukupi.
Guru
mengaku
harus
menyelesaikan target ketercapaian materi
sebelum
ulangan
akhir
semester
berlangsung. Selain itu, guru juga
ditemukan mengalami kendala dalam
pelaksanaan praktikum tangki riak karena
alat yang tersedia di laboratorium fisika
rusak. Upaya yang dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah
dengan menayangkan video praktikum
tangki riak. Penilaian proyek pada
semester kedua telah dilakukan sebanyak
dua kali. Penilaian portofolio dilakukan
bersamaan dengan penilaian proyek. Nilai
proyek diambil dari hasil penilaian produk
dan presentasi, sedangkan nilai portofolio
diambil dari hasil penilaian proposal dan
laporan. Hal tersebut dilakukan karena
keterbatasan alokasi waktu.
Rekapitulasi nilai akhir semester
untuk aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan
dilakukan
dengan
menggunakan form rekapitulasi penilaian
dalam bentuk Microsoft Exel yang telah
memuat rumus pembobotan nilai sesuai
dengan Standar Proses Kurikulum 2013.
Dalam Permendikbud Nomor 104 Tahun
2014, dijelaskan bahwa penilaian hasil
belajar siswa dilakukan menggunakan
acuan kriteria. Rekapitulasi nilai akhir
semester untuk aspek sikap dilakukan
dengan menggunakan sistem penilaian
berbasis modus. Rekapitulasi nilai akhir
semester untuk aspek pengetahuan
dilakukan
dengan
sistem
rerata.
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
Rekapitulasi nilai akhir untuk semester
aspek keterampilan dilakukan dengan
menggunakan sistem nilai tertinggi. Guru
mengaku tidak memahami rasional
penggunaan sitem penilaian aspek sikap
dan aspek keterampilan tersebut. Guru
menilai sistem penilaian tersebut tidak adil
dan tidak layak diterapkan karena siswa
dengan rincian nilai harian yang berbeda
berpotensi memperoleh nilai akhir yang
sama. Guru memprediksi jika siswa
mengetahui sistem penilaian tersebut,
maka terdapat kemungkinan siswa tidak
akan mengikuti pembelajaran dengan
serius.
Berdasarkan temuan tersebut,
dapat dijelaskan bahwa tidak semua jenis
penilaian dapat dilakukan oleh guru. Guru
tidak melakukan penilan observasi,
penilaian diri, penilaian jurnal, penilaian
lisan, dan penilaian portofolio secara
periodik. Padahal dalam Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan bahwa
penilaian tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan. Penilaian observasi
memiliki kelemahan yaitu terjadinya sikap
yang tidak “alami” ketika siswa menyadari
bahwa guru sedang melakukan penilaian
observasi. Hal tersebut akan menggeser
hakikat pembelajaran yang seharusnya
terjadi secara alami dan penuh kesadaran
menjadi sesuatu yang harus dilakukan
karena paksaan atau unsur transaksional
dengan nilai. Penilaian jurnal didefinisikan
sebagai catatan pendidik di dalam dan di
luar kelas yang berisi informasi hasil
pengamatan tentang kekuatan dan
kelemahan siswa yang berkaitan dengan
sikap dan perilaku. Berdasarkan definisi
tersebut, hasil penilaian jurnal akan
memberikan informasi yang lebih jelas
terkait dengan sikap setiap siswa. Namun
demikian, guru akan kesulitan melakukan
penilaian jurnal untuk kelas dengan jumlah
siswa yang banyak dan dengan alokasi
waktu yang terbatas.
Penilaian diri merupakan teknik
penilaian dengan cara meminta siswa
untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan
dirinya
dalam
konteks
pencapaian kompetensi. Penilaian antar
siswa merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta siswa untuk saling menilai
terkait dengan pencapaian kompetensi.
Penilaian diri dan penilaian antar siswa
dilakukan secara simultan sebelum
ulangan harian. Hasil penilaian diri dan
penilaian antar siswa cenderung subjektif.
Hal ini dikarenakan siswa memiliki
kepentingan berupa tekanan psikologis
untuk memperoleh nilai sikap yang tinggi.
Dengan demikian, penilaian diri dan
penilaian teman sejawat sebaiknya tidak
digunakan sebagai bagian dari nilai sikap.
Hasil penilaian ini sebaiknya hanya
digunakan sebagai bahan evaluasi oleh
pihak guru terhadap ketercapaian indikator
pembelajaran. Menurut Kunandar (2013),
kelemahan dari penilaian sikap adalah
bahwa
penilaian
tersebut
sangat
tergantung pada situasi yang dialami
siswa, sehingga hasilnya berpeluang
berbeda, memerlukan waktu pengamatan
yang cukup lama, dan terlalu banyak
format yang melelahkan guru.
Problematika Guru dalam Penerapan
Standar Proses Kurikulum 2013 dan
Upaya Penyelesaiannya
Hasil temuan menunjukkan bahwa
permasalahan dan kendala yang dihadapi
oleh guru dalam penerapan Standar
Proses Kurikulum 2013 disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut. Pertama,
guru masih memiliki persepsi bahwa
beberapa bagian dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
hanya sebatas formalitas dan kurang
berpengaruh terhadap hasil pembelajaran
siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak
perlu dilakukan. Hal ini diperparah oleh
perilaku pengawas akademik yang tidak
melakukan supervisi secara holistik.
Kegiatan supervisi hanya sebatas pada
keberadaan perangkat pembelajaran.
Kedua, guru belum memahami beberapa
bagian dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013. Hal
tersebut dikarenakan rendahnya kualitas
pelatihan dan supervisi akademik yang
dilakukan pemerintah. Untuk menyiapkan
guru yang ideal dalam Kurikulum 2013,
diperlukan pendidikan dan pelatihan
khusus. Namun demikian, pemerintah
belum mampu melatih semua guru. Untuk
jenjang SMA, jumlah guru yang dilatih
maksmimal sebanyak lima orang termasuk
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
kepala sekolah, yaitu guru matematika,
guru bahasa Indonesia, guru sejarah, dan
guru bimbingan konseling (BK). Guru yang
dilatihkan tersebut kemudian ditugaskan
mengimbaskan hasil pelatihan kepada
guru lain melalui workshop kurikulum
sekolah. Banyak permasalahan yang tidak
dapat diselesaikan dalam workshop
sekolah karena kurangnya pemahaman
guru tentang Standar Proses Kurikulum
2013.
Guru mengungkapkan bahwa
permasalahan yang sama yang diajukan
dalam workshop pusat terkadang juga
tidak memperoleh solusi yang jelas.
Ketiga,
guru
menilai bahwa
penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 memberatkan dan sulit untuk
dilaksanakan.
Secara
administratif,
pemerintah pusat telah menyiapkan
perangkat pelaksanaan pembelajaran,
seperti silabus dan form rekapitulasi
penilaian, sehingga tidak perlu lagi
disiapkan oleh guru. Namun demikian,
guru dituntut berperan secara aktif
sebagai
motivator,
fasilitator,
dan
evaluator pembelajaran. Hal ini menjadi
kendala tersendiri bagi para guru karena
tidak semua guru memiliki kompetensi
tersebut. Hal ini dapat dipahami karena
dalam
Kurikulum 2013, guru dituntut
merencanakan
dan
melaksanakan
pembelajaran
berbasis
pendekatan
saintifik yang didukung oleh model
pembelajaran rekomendasi pusat. Guru
harus memberikan pengalaman belajar
konseptual dan kontekstual dengan media
pembelajaran yang variatif. Pada evaluasi
pembelajaran, guru dituntut melakukan
berbagai jenis penilaian aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Keempat,
siswa
belum
terbiasa
dengan
pembelajaran
berbasis
pendekatan
saintifik. Akibatnya, aspek menanya,
mencoba, dan menalar dalam pendekatan
saintifik tidak dapat berjalan secara
maksimal. Perlu waktu relatif lama bagi
guru untuk melatih siswa agar terbiasa
dengan
pembelajaran
berbasis
pendekatan saintifik. Kelima, kurangnya
fasilitas
pendukung
kegiatan
pembelajaran. Penerapan pendekatan
saintifik memerlukan pengalaman belajar
yang riil. Oleh karena itu, guru harus
menggunakan media pembelajaran yang
bervariatif untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran.
Untuk
memperoleh
informasi yang luas, sumber belajar yang
digunakan siswa harus berbasis ICT. Oleh
karena itu, sekolah harus menyiapkan
akses internet untuk mendukung proses
pembelajaran. Selain itu, fisika merupakan
mata pelajaran yang tidak terpisah dengan
kegiatan praktikum. Oleh karena itu, alat
dan bahan praktikum yang tersedia
setidaknya
minimal sesuai dengan
tuntutan praktikum dalam silabus.
Terakhir, permasalahan utama
penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 adalah ketidaksesuaian tuntutan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran dengan alokasi waktu
pembelajaran yang tersedia. Pemerintah
pusat tidak memperhitungkan waktu yang
diperlukan
guru
untuk
melakukan
perencanaan dan evaluasi pembelajaran.
Alokasi waktu yang terhitung saat ini
hanya pelaksanaan pembelajaran tatap
muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini
diperparah karena alokasi waktu tersebut
terpotong oleh kegiatan upacara bendera
dan kegiatan hari Jumat. Padahal
perencanaan dan evaluasi pembelajaran
dituntut
secara
periodik
selama
pembelajaran. Akibatnya, pelaksanaan
pembelajaran tidak berlangsung secara
maksimal karena guru terfokus pada
penilaian pembelajaran. Alokasi waktu
pelaksanaan pembelajaran tersebut juga
akan semakin berkurang akibat terpotong
pelaksanaan ulangan harian dan remedi.
Terdapat beberapa upaya yang
telah dilakukan guru untuk mengatasi
permasalahan dan kendala penerapan
Standar Proses Kurikulum 2013. Guru
secara mandiri telah berupaya mencari
informasi
tentang
konsep-konsep
pembelajaran yang belum dipahaminya
melalui internet. Guru juga telah
mendiskusikan
konsep-konsep
pembelajaran yang belum dipahaminya
dengan
pengawas
akademik
mata
pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan.
Namun demikian, diskusi yang dapat
dilakukan hanya sebatas pada sistematika
penyusunan administrasi pembelajaran.
Pengawas
akademik
tidak
mampu
memberikan
solusi
terhadap
permasalahan yang terkait dengan konten
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
pembelajaran fisika. Hal ini dikarenakan
pengawas akademik tersebut adalah
pengawas akademik mata pelajaran kimia.
Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng
belum memiliki pengawas akademik
khusus untuk mata pelajaran fisika,
sehingga tugas kepengawas tersebut
diberikan kepada pengawas akademik
mata pelajaran kimia.
Terhadap
permasalahan
ketersediaan alat dan bahan praktikum
tangki
riak,
guru
telah
berupaya
menayangkan video praktikum tangki riak.
Guru juga telah melakukan upaya-upaya
penyelesaian terhadap permasalahan
penilaian jurnal, penilaian diri, penilaian
antar siswa, dan penilaian portofolio yang
terkendala akibat kurangnya alokasi waktu
dan banyaknya jumlah siswa. Guru telah
berupaya
menggabung
pelaksanaan
penilaian portofolio ke dalam tugas
proyek, sehingga dalam satu tugas, guru
dapat melakukan dua jenis penilaian
sekaligus. Permasalahan pelaksanaan
penilaian diri dan penilaian antar siswa
diselesaikan dengan menugaskan siswa
melakukan penilaian secara mandiri di
rumah.
Namun
demikian,
upaya
penyelesaian
permasalahan
tersebut
hanya
sebatas
pada
formalitas
ketercapaian pelaksanaan penilaian untuk
memperoleh nilai yang dituntut dalam form
rekapitulasi nilai akhir, sehingga, terdapat
beberapa jenis penilaian yang hanya
dilakukan sekali dalam satu semester.
Penilaian tersebut seharusnya dilakukan
secara alami dan periodik, sehingga
tujuan riil penilaian otentik dapat tercapai.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil temuan dan
pembahasan, kesimpulan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut. (1) Guru
memahami bagian-bagian Standar Proses
Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum
dan teks Permendikbud Nomor 81A Tahun
2013. Guru menilai bahwa perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran berbasis
pendekatan saintifik bukan merupakan hal
yang baru karena dalam Kurikulum 2006,
guru
sering
menerapkan
model
pembelajaran kooperatif
yang
juga
memuat
kegiatan
5M.
(2)
Pada
perencanaan
pembelajaran,
guru
menyiapkan RPP, LKS, dan media
pembelajaran. Kompenonen RPP yang
dibuat sebagian besar masih mengikuti
sistematika RPP Kurikulum 2006. (3)
Pelaksanaan
pembelajaran
yang
dilakukan guru sebagian besar telah
sesuai dengan Standar Proses Kurikulum
2013,
yaitu
memuat
kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup. Kegiatan menanya didominasi
oleh guru. Pertanyaan siswa tidak
hipotetik,
sehingga
aspek-aspek
pendekatan saintifik yang dilakukan siswa
seolah-olah
terpisah
(4)
Evaluasi
pembelajaran
yang
dilakukan
guru
sebagian besar telah sesuai dengan
Standar Proses Kurikulum 2013, yaitu
penilaian hasil belajar aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan, program
remedial,
dan
pengayaan.
Namun
demikian, sebagian besar penilaian tidak
dapat dilakukan secara periodik. (5)
Sebagian besar permasalahan dan
kendala yang dihadapi guru dalam
penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 disebabkan oleh ketidaksesuaian
antara banyaknya tugas guru dengan
alokasi waktu pembelajaran yang tersedia.
Berdasarkan simpulan tersebut,
dapat diajukan beberapa saran sebagai
berikut. (1) Agar aspek-aspek pendekatan
saintifik dapat berjalan dengan maksimal,
pada kegiatan pendahuluan, guru harus
memberikan apersepsi yang mampu
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa.
Kegiatan apersepsi harus didukung oleh
penayangan fenomena fisis yang dekat
dengan kehidupan keseharian siswa.
Fenomena fisis terse
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
TINDAK PEMBELAJARAN GURU FISIKA
DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES KURIKULUM 2013
I G. D. Santika, I. B. P. Mardana, P. Artawan
Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {[email protected], [email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan pemahan guru tentang Standar
Proses Kurikulum 2013, (2) mendeskripsikan tindak guru dalam perencanaan
pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (3) mendeskripsikan tindak
guru dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis Standar Proses Kurikulum 2013, (4)
mendeskripsikan tindak guru dalam evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013, dan (5) mendeskripsikan problematika yang dihadapi guru dalam
implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 dan upaya penyelesaiannya. Penelitian
ini dilaksanakan selama empat bulan pada semester genap Tahun Pelajaran
2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus. Subjek
penelitian ini adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMAN 1
Singaraja. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipatif, wawancara
semiterstruktur, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara periodik dengan
menggunakan model analisis interaktif Miles & Huberman. Hasil penelitian
menunjukkan temuan-temuan sebagai berikut. (1) Guru memahami bagian-bagian
Standar Proses Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum dan teks Permendikbud
Nomor 81A Tahun 2013. (2) Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
yang dilakukan guru sebagian besar telah sesuai dengan Standar Proses Kurikulum
2013. (3) Sebagian besar permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam
penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 disebabkan karena ketidaksesuaian
antara banyaknya tugas guru dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia.
Kata kunci: tindak guru, pembelajaran fisika, Kurikulum 2013
Abstract
This research aimed at: (1) describing the understanding of teachers towards the
Standard Process of Curriculum 2013, (2) describing the teaching actions of teachers
in implementing the teaching planning of Standard Process of Curriculum 2013, (3)
describing the teaching actions of teachers in implementing the teaching process of
Standard Process of Curriculum 2013, (4) describing the teaching actions of teachers
in implementing the learning evaluation of Standard Process of Curriculum 2013, and
(5) describing the problems and difficulties found by teachers in the implementation of
Standard Process of Curriculum 2013 and the solutions provided to overcome the
problems. This research was conducted over four months in the second semester of
the Academic Year 2014/2015. Qualitative case study method was used. The subjects
of this research were two physics teachers who taught in the grade XI science class of
SMAN 1 Singaraja. The data were collected by participative observation, semistructured interview, and document study. The interactive analysis model of Miles &
Huberman was applied to analyze the data. The results reveal that: (1) the teachers
understand all parts of Standard Process of Curriculum 2013 from the curriculum
workshops and the soft copy of Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013; (2) the
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
teaching plan, the teaching process, and the learning evaluation delivered by the
teachers are mostly in accordance with the Standard Process of Curriculum 2013; and
(3) the teachers’ problems and difficulties in the implementation of Standard Process
of Curriculum 2013 are mostly caused by the mismatch between the demands of
Standard Process of Curriculum 2013 and the time allocation provided.
Keywords: teaching actions, physics learning, and Curriculum 2013
PENDAHULUAN
Kesuksesan implementasi Standar
Proses Kurikulum 2013 terletak pada
peran
profesionalisme
guru
dalam
melaksanakan pembelajaran. Guru adalah
orang yang berhadapan langsung dengan
siswa, sehingga memberikan pengaruh
langsung
terhadap
keberhasilan
pembelajaran siswa. Oleh karena itu, guru
dituntut memiliki kesiapan, kompetensi,
komitmen, kesungguhan, dan tanggung
jawab terhadap pelaksanaan Kurikulum
2013. Kompetensi yang dimaksud tidak
hanya pada penguasaan bahan ajar,
tetapi guru juga harus mampu melakukan
pembelajaran
yang
menyenangkan,
menarik, dan menantang bagi siswa.
Sejak diterapkan pada Juli 2013,
banyak permasalahan yang dihadapi guru
dalam menerapkan Standar Proses
Kurikulum 2013. Permasalahan yang
terjadi bersifat kompleks, mulai dari
pemahaman
guru
tentang
konsep
pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum
2013,
sampai
dengan
permasalahan
dalam
perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
Kustijono dan Wiwin (2014), dalam
penelitiannya tentang pandangan guru
SMK di kota Surabaya terhadap
pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam
pembelajaran fisika berhasil mengungkap
bahwa (1) guru berpandangan belum
sepenuhnya
memahami
prinsip
pembelajaran, terutama yang terkait
dengan
perbedaan
pendekatan
kontekstual dengan pendekatan ilmiah,
perbedaan pembelajaran parsial dengan
pembelajaran
terpadu,
perbedaan
pembelajaran yang menekankan jawaban
tunggal dengan pembelajaran yang
membutuhkan jawaban multi dimensi,
perbedaan
pembelajaran
verbalisme
dengan pembelajaran yang aplikatif, dan
pembelajaran yang berprinsip bahwa
siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
siswa, dan di mana saja adalah kelas, (2)
guru berpandangan belum sepenuhnya
memahami prinsip penilaian, diantaranya
cara menilai kompetensi sikap, cara
menilai keterampilan, dan menyusun
instrumen penilaian yang sesuai kaidah,
(3) guru berpandangan penyusunan RPP
masih terkendala, terutama pada sumber
belajar,
media
pembelajaran
yang
bervariasi, media yang sesuai dengan
materi
pembelajaran,
pendekatan
pembelajaran saintifik, penilaian autentik,
penilaian yang sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi, dan pedoman
penskoran, (4) guru berpandangan masih
belum dapat melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan standar
proses, yaitu guru belum terbiasa
menyampaikan kompetensi yang akan
dicapai
kepada
siswa,
belum
melaksanakan pembelajaran kontekstual
dan saintifik, belum memfasilitasi siswa
mengolah atau menganalisis informasi
untuk membuat kesimpulan, belum
menggunakan media pembelajaran yang
bervariasi, dan media yang digunakan
belum menghasilkan pesan yang menarik,
dan (5) guru berpandangan masih belum
dapat melaksanakan penilaian sesuai
standar, terutama yang berhubungan
dengan cara mengembangkan instrumen
penilaian yang sesuai dengan kaidah,
serta
cara
mengembangkan
rubrik
penilaian
dari
instrumen
yang
dikembangkan tersebut.
Secara umum, tindak guru dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran
merupakan
bentuk
terjemahan pemahaman guru terhadap
Standar Proses Kurikulum 2013 itu sendiri.
Dengan demikian, kualitas pemahaman
yang rendah akan memberikan hasil
implementasi kurikulum yang rendah pula.
Kompetensi guru juga ikut menentukan
kesuksesan
pembelajaran
berbasis
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
Standar Proses Kurikulum 2013. Namun
demikian, bukan berarti bahwa tindak
pembelajaran
guru
dan
semua
permasalahan serta kendala pembelajaran
dipengaruhi oleh rendahnya kompetensi
dan pemahaman guru tentang Standar
Proses Kurikulum 2013. Faktor eksternal
lain, seperti manajemen sekolah, kondisi
fisik sekolah, kondisi siswa, ketersediaan
alokasi waktu, kewajiban guru di luar jam
pembelajaran,
dan
manajemen
pengawasan akademik juga berpotensi
mempengaruhi tindak serta permasalahan
guru dalam pembelajaran. Lebih ekstrim
lagi, permasalahan tersebut mungkin
disebabkan oleh tingginya tuntutan
Standar Proses Kurikulum 2013 terhadap
proses pembelajaran, sehingga guru tidak
mampu memenuhi semua tuntutan
tersebut.
Berdasarkan
paparan
tersebut,
tindak
pembelajaran
guru
dalam
implementasi Standar Proses Kurikulum
2013 perlu diteliti untuk memperoleh
gambaran mendalam tentang pemahaman
guru terhadap Standar Proses Kurikulum
2013, tindak guru dalam implementasi
Standar Proses Kurikulum 2013 pada
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran, permasalahan dan kendala
guru dalam penerapan Standar Proses
Kurikulum 2013, serta upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasi permasalahan
dan kendala tersebut. Gambaran tersebut
akan menunjukkan seberapa jauh Standar
Proses Kurikulum 2013 telah dilaksanakan
dan apa permasalahan guru serta
kekurangan Standar Proses Kurikulum
2013 di lapangan. Dengan demikian,
gambaran tersebut dapat dijadikan
sebagai acuan oleh pemerintah dalam
menyempurnakan
Standar
Proses
Kurikulum 2013.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama
empat bulan pada semester genap Tahun
Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif studi kasus.
Instrumen
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Sumber data penelitian ini dipilih melalui
purposive sampling.
Data penelitian ini adalah (1)
checklist
kesesuaian
perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
guru dengan Standar Proses Kurikulum
2013,
(2)
transkrip
observasi
pembelajaran yang dilakukan guru, (3)
transkrip wawancara dengan guru, siswa,
kepala sekolah, dan pengawas akademik
dari Dinas Pendidikan, serta (4) catatan
lapangan yang dibuat peneliti. Data
tersebut dikumpulkan melalui observasi
partisipatif, wawancara semiterstruktur,
dan studi dokumen.
Analisis data dilakukan secara
periodik selama dan setelah pengumpulan
data dengan menggunakan model analisis
interaktif Miles & Huberman.Terdapat tiga
tahapan analisis data yang dilakukan,
yaitu (1) reduksi data, (2) paparan data,
serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi
data. Keabsahan data ditentukan melalui
triangulasi sumber data dan triangulasi
metode pengumpulan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemahaman Guru tentang Standar
Proses Kurikulum 2013
Berdasarkan hasil analisis data,
ditemukan bahwa guru telah memahami
bagian-bagian
dalam
perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum 2013.
Guru memperoleh pengetahuan tentang
Standar Proses Kurikulum 2013 dari
workshop
kurikulum
dan
teks
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013.
Guru memahami bahwa perbedaan
Standar Proses Kurikulum 2013 dengan
Standar Proses Kurikulum 2006 terletak
pada spesifikasi pengembangan aspek
kepribadian siswa. Pada Kurikulum 2006,
pengembangan aspek kepribadian siswa
dituntut secara implisit dan sederhana,
sedangkan
pada
Kurikulum
2013,
pengembangan aspek kepribadian siswa
dituntut secara eksplisit, terperinci, dan
ditambah dengan pengembangan aspek
religius.
Pelaksanaan
pembelajaran
berbasis Kurikulum 2013 dipahami oleh
guru sebagai proses pengembangan
aspek
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan siswa melalui penerapan
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
pendekatan saintifik yang didukung oleh
tiga model pembelajaran rekomendasi
pusat, yaitu discovery learning, problem
based learning, dan project based
learning. Guru menilai pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik bukan
merupakan hal yang baru karena dalam
Kurikulum 2006, guru telah sering
menerapkan
model
pembelajaran
kooperatif yang juga memuat kegiatan
pembelajaran 5M. Hal ini sesuai dengan
temuan Dewi (2015), bahwa pendekatan
saintifik sebenarnya telah diterapkan sejak
KTSP, hanya saja dalam KTSP hal
tersebut tidak dikenal dengan istilah
pendekatan saintifik.
Guru memahami bahwa evaluasi
pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013 berbeda dengan Standar
Proses
Kurikulum
2006.
Evaluasi
pembelajaran berbasis Kurikulum 2013
dinilai lebih kompleks dan terperinci. Pada
Standar Proses Kurikulum 2006, guru
diberikan kebebasan dalam menentukan
metode penilaian untuk semua aspek,
sedangkan
dalam
Standar
Proses
Kurikulum 2013, semua metode penilaian
telah ditentukan oleh pusat. Guru
ditemukan
tidak
memahami
teknis
penyusunan rubrik penilaian aspek
religius, sikap, dan keterampilan. Guru
juga
tidak
memahami
rasional
penggunaan
sistem
modus
dalam
rekapitulasi nilai akhir aspek sikap dan
sistem nilai tertinggi dalam rekapitulasi
nilai akhir aspek keterampilan. Selama ini,
guru hanya menyiapkan jenis nilai yang
dituntut dalam form rekapitulasi nilai akhir
siswa,
tanpa
memahami
proses
pembobotan dan pengolahan nilai akhir
tersebut. Guru menilai sistem penilaian
tersebut tidak adil dan tidak layak
diterapkan karena siswa dengan rincian
nilai harian yang berbeda berpotensi
memperoleh nilai akhir yang sama. Guru
memprediksi jika siswa mengetahui sistem
penilaian
tersebut,
maka
terdapat
kemungkinan siswa tidak akan mengikuti
pembelajaran dengan serius. Hal ini
sesuai dengan temuan Kustijono dan
Wiwin (2014) bahwa guru fisika masih
belum dapat melaksanakan penilaian
sesuai standar penilaian karena guru
belum memahami teknis pengembangan
instrumen penilaian yang sesuai dengan
kaidah.
Guru
mengungkapkan
bahwa
teknis penilaian hasil belajar tidak
dilatihkan
dalam
workshop
pusat.
Permasalahan tersebut juga tidak dapat
diselesaikan dalam workshop sekolah.
Guru mengaku telah menyampaikan
semua
permasalahan
dan
konsep
pembelajaran yang tidak dipahaminya
kepada pengawas akademik dari Dinas
Pendidikan. Namun, pengawas akademik
juga tidak mengetahui solusi dan informasi
yang ditanyakan, sehingga solusi dari
permasalahan
tersebut
harus
ditangguhkan. Pengawas mengaku perlu
menanyakan hal tersebut pada pengawas
yang lain, sehingga proses tersebut
menjadi berantai. Bahkan menurut guru,
jawaban instrukstur pusat terhadap
pertanyaan yang diajukannya terkadang
juga tidak pas.
Pemahaman guru tentang Standar
Proses Kurikulum 2013 merupakan
sesuatu yang penting karena hal tersebut
akan mempengaruhi tindak pembelajaran
guru. Oleh karena itu, guru secara mandiri
harus
terus
mengembangkan
pengetahuannya
melalui
pelatihan,
seminar, diklat, workshop, serta belajar
mandiri dari teks Permendikbud dan
internet. Disamping itu, kepala sekolah
dan pengawas akademik dari Dinas
Pendidikan, selaku tim supervisi, harus
melakukan pengawasan secara holistik
dari pemahaman guru sampai dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran yang dilakukan, bukan
hanya sebatas pengawasan administrasi
perangkat pembelajaran. Alawiyah (2014)
menjelaskan
bahwa
rendahnya
pemahaman guru tentang Standar Proses
Kurikulum 2013 dikarenakan beberapa
kekurangan dalam proses pelatihan.
Kekurangan yang dimaksud, yaitu waktu
pelatihan yang terlalu singkat, serta
metode pelatihan yang lebih banyak
difokuskan pada ceramah, teori, dan
kompetensi instruktur itu sendiri. Padahal,
proses penyiapan guru melalui pelatihan
harus ditekankan pada perbaikan kualitas
guru, sehingga harus ditunjang dengan
pelatihan yang berkualitas pula. Hal ini
yang harus terus ditingkatkan oleh
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
pemerintah, sehingga pelatihan bukan
hanya sekadar kegiatan formalitas.
Tindak Guru dalam Perencanaan
Pembelajaran Berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
Pada perencanaan pembelajaran,
guru menyiapkan RPP, LKS, dan media
pembelajaran. Guru membuat RPP secara
individu pada workshop sekolah yang
dilaksanakan setiap awal semester. Pada
workshop tersebut, guru membuat RPP
sampel untuk beberapa KD. Teknis guru
dalam membuat RPP ditemukan sebagai
berikut. Pertama, guru memetakan KI-KD
yang termuat dalam silabus untuk
menentukan tingkat kesulitan materi yang
akan
diberikan
kepada
siswa.
Berdasarkan pemetaan tersebut, guru
menyusun
indikator
pembelajaran.
Selanjutnya,
guru
memetakan
pengalaman belajar yang dapat dilakukan
sesuai dengan karakteristik materi,
karakteristik siswa, dan ketersediaan
alokasi waktu. Berdasarkan pemetaan
tersebut,
guru
menentukan
tujuan
pembelajaran
dan
komponen
RPP
lainnya. Hasil studi terhadap dokumen
RPP guru menunjukkan bahwa RPP
dibuat untuk setiap KD pembelajaran.
Setiap KD pembelajaran direncanakan
untuk dilaksanakan lebih dari satu kali
pertemuan, sehingga dalam satu RPP
memuat skenario pembelajaran untuk
masing-masing pertemuan. Guru tidak
membedakan RPP untuk kelas yang
berbeda karena karakteristik siswa pada
kedua kelas yang diajar tidak jauh
berbeda.
Guru mengungkapkan bahwa RPP
yang telah dibuat di awal semester
sebagaian besar tidak sesuai dengan
pembelajaran yang dilakukan. Hal ini
dikarenakan pada saat membuat RPP,
guru
belum
memperoleh
kalender
pendidikan, sehingga alokasi waktu yang
direncanakan sering berbeda dengan
kondisi pembelajaran yang sebenarnya.
Selain itu, guru juga belum mengetahui
karakteristik siswa yang diajar, sehingga
guru perlu merevisi kembali metode
pembelajaran dan LKS yang termuat pada
RPP agar sesuai dengan kondisi kelas
yang sebenarnya. Komponen RPP yang
dibuat oleh guru ditemukan tidak sesuai
dengan sistematika RPP yang termuat
dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun
2013. Komponen RPP tersebut lebih
sesuai dengan Standar Proses Kurikulum
2006. Materi pembelajaran dalam RPP
tersebut tidak dikategorikan berdasarkan
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur,
melainkan dipaparkan secara terperinci
sesuai dengan urutan materi yang akan
disampaikan di kelas. RPP tersebut juga
tidak memuat indikator ketercapaian hasil
pembelajaran pada aspek keterampilan,
serta tidak memuat tujuan pembelajaran
untuk semua aspek.
Guru mengaku tidak memahami
teknis
pengkategorian
materi
pembelajaran berdasarkan fakta konsep,
prinsip, dan prosedur. Guru menilai
pemaparan materi berdasarkan kategori
tersebut tidak membantu guru dalam
mengajar. Guru mengaku terbebani oleh
tuntutan penyusunan RPP yang detail.
Guru menilai belum ada instruksi yang
jelas terkait pemanfaatan buku guru dan
buku siswa dalam Kurikulum 2013.
Menurut
guru,
RPP
yang
dibuat
seharusnya mengacu pada buku tersebut,
sehingga guru tidak perlu membuat RPP
yang
detail.
Skenario
kegiatan
pembelajaran dalam RPP guru ditemukan
tidak dipaparkan berdasarkan langkahlangkah
pembelajaran
berbasis
pendekatan
saintifik
dan
model
pembelajaran berbasis penyingkapan,
melainkan
dipaparkan
berdasarkan
kategori kegiatan eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi serta model pembelajaran
STAD. Hal ini sejalan dengan temuan
Herfinaly, et al (2014) bahwa sebagian
besar guru masih menggunakan model
pembelajaran lama seperti Jigsaw, TSTS,
dan STAD.
Berdasarkan paparan tersebut,
dapat dijelaskan bahwa guru masih
menerapkan
teknis
perencanaan
pembelajaran Kurikulum 2006. Hal ini
dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama,
guru masih memiliki persepsi bahwa
penyusunan
RPP
hanya
sebatas
formalitas, sehingga kualitas RPP dinilai
bukan merupakan hal yang penting. Hal ini
diperparah oleh pengawas akademik yang
mengevaluasi perencanaan pembelajaran
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
hanya
sebatas
pada
keberadaan
perangkat
pembelajaran,
tanpa
mengevaluasi kebenaran dan kualitas
perangkat pembelajaran tersebut. Kedua,
guru
menilai
bahwa
perencanaan
pembelajaran Kurikulum 2013 terlalu sulit
dan memberatkan. Hal ini dapat dipahami
karena dalam perencanaan pembelajaran
Kurikulum
2013,
guru
harus
mengkategorikan materi pembelajaran
berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur;
merencanakan
aktivitas
pembelajaran
berbasis
pendekatan
saintifik; menyiapkan media pembelajaran
yang bervariasi; dan menyiapkan berbagai
macam instrumen penilaian aspek sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan.
Pemerintah juga tidak memberikan
instruksi yang jelas terhadap penggunaan
buku guru dan buku siswa. Guru
ditemukan tidak menggunakan buku
tersebut. Guru justru menggunakan buku
lain yang dibeli di luar sekolah.
Perencanaan pembelajaran yang dibuat
oleh guru seharusnya disinergikan dengan
buku tersebut, sehingga guru tidak harus
mengetik ulang hal-hal yang sebenarnya
sudah termuat dalam buku tersebut.
Ketiga, guru tidak memahami komponen
RPP Kurikulum 2013, sehingga guru
menggunakan RPP Kurikulum 2006
dengan menyesuaikannya hanya pada KI
dan KD. Hal ini dapat dipahami karena
dalam RPP Kurikulum 2013, guru harus
menerapkan salah satu dari tiga model
pembelajaran rekomendasi pusat, yaitu
discovery
learning,
problem
based
learning, dan project based learning,
sehingga terdapat peluang di mana guru
belum
memahami
sintaks
model
pembelajaran tersebut. Guru juga belum
mehamami teknis pengkategorian materi
pembelajaran berdasarkan fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur, sehingga setiap
menyusun RPP, guru harus membaca
kembali definisi dari setiap kategori
tersebut.
Tindak Guru dalam Pelaksanaan
Pembelajaran Berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
Pelaksanaan
pembelajaran
merupakan implementasi dari RPP.
Pelaksanaan
pembelajaran
berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013 meliputi
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup. Berdasarkan hasil
observasi dan studi dokumen yang
dilakukan peneliti, dapat dijelaskan bahwa
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru telah sesuai dengan RPP yang
dibuat. Pada kegiatan pendahuluan, guru
ditemukan
menyampaikan
salam
pembuka, melakukan absensi singkat,
memberikan
apersepsi,
dan
menyampaikan garis besar kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan. Guru
tidak
selalu
mengaitkan
materi
pembelajaran
pada
pertemuan
sebelumnya dengan materi pembelajaran
yang sedang dibahas. Hal tersebut sering
dilakukan pada kegiatan inti. Guru
ditemukan tidak menyampaikan indikator
dan tujuan pembelajaran. Guru juga tidak
selalu menyampaikan teknik penilaian
yang akan dilakukan. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa guru memahami
tuntutan
kegiatan
pendahuluan
pembelajaran
berdasarkan
Standar
Proses Kurikulum 2013. Guru juga
ditemukan merencanakan hal tersebut
dalam RPP yang dibuatnya. Namun, guru
mengaku tidak dapat melakukan semua
tuntutan tersebut secara terperinci pada
setiap pembelajaran. Guru menilai bahwa
absensi tidak harus dilakukan dengan
menanyakan kehadiran siswa satu per
satu pada setiap pertemuan. Guru
mengungkapkan absensi terperenci hanya
perlu dilakukan jika guru belum hafal
semua nama siswa. Jika guru sudah
mengenal semua siswa, kegiatan absensi
dapat
dilakukan
hanya
dengan
menanyakan siswa yang tidak hadir dan
alasan
ketidakhadirannya.
Indikator,
tujuan pembelajaran, dan teknik penilaian
menurut guru tidak perlu disampaikan
karena waktu yang terbatas dan kegiatan
tersebut terkesan membosankan. Guru
mengungkapkan, kegiatan tersebut dapat
dilakukan dengan memberikan silabus
secara langsung kepada siswa. Dengan
demikian, siswa dapat mengetahui dan
mempersiapkan materi pembelajaran yang
akan diberikan.
Kegiatan inti merupakan proses
pembelajaran
untuk
mencapai
kompetensi, yang dilakukan secara
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang, memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti
menggunakan pendekatan saintifik yang
disesuaikan dengan karakteristik mata
pelajaran
dan
karakteristik
siswa.
Berdasarkan hasil observasi, dapat
dijelaskan
bahwa
kegiatan
inti
pembelajaran dilakukan oleh guru dengan
metode demonstrasi, diskusi, presentasi,
ceramah, dan tanya jawab. Dengan
metode
tersebut,
semua
aspek
pendekatan saintifik dapat diupayakan
dengan baik. Guru memfasilitasi kegiatan
mengamati dengan menyuruh siswa
mengamati proses terjadinya gelombang
longitudinal pada slinki serta gelombang
transversal pada tali dan air. Pada
praktikum Melde, guru menugaskan siswa
mengamati
pola
gelombang
yang
terbentuk pada benang yang digetarkan
dengan vibrator. Siswa dituntut untuk
menunjukkan bukit gelombang, lembah
gelombang, perut gelombang, dan simpul
gelombang. Pada saat pembelajaran, guru
ditemukan
menayangkan
gambar
fenomena dampak pemanasan global;
gambar fenomena gelombang, seperti
difraksi, refleksi, dan interferensi; animasi
flash gelombang berjalan dan gelombang
stasioner, dan video praktikum tangki riak.
Penayangan gambar, animasi, dan video
tersebut dilakukan dengan menggunakan
media
powerpoint.
Pada
materi
gelombang, guru ditemukan menggambar
pola gelombang berjalan dan gelombang
stasioner di papan tulis. Pada materi teori
kinetik gas dan pemanasan global, selain
menggunakan buku, siswa diberikan
kesempatan menggunakan internet untuk
mengakses
informasi.
Guru
mengungkapkan
bahwa
kegiatan
mengamati
juga
dilakukan
dengan
mengajak
siswa
membayangkan
fenomena alam yang pernah dialaminya.
Kegiatan menanya terjadi ketika
siswa
tidak
memahami
solusi
permasalahan yang termuat pada LKS,
pada saat siswa tidak memahami
penurunan rumus dan solusi latihan soal
yang dibuat guru di papan tulis, serta pada
saat kelompok lain mempresentasikan
hasil tugas proyek. Pada saat siswa
melakukan
demonstrasi
karakteristik
gelombang longitudinal, guru membimbing
siswa dengan pertanyaan-pertanyaan
konseptual, seperti “mengapa tali rafia
yang diikatkan pada slinki tidak berpindah
posisi secara horizontal?” Pada saat
praktikum Melde, guru menuntun siswa
dengan pertanyaan “bolehkah warna kabel
yang dipasang pada vibrator dan catu
daya ditukar posisinya?”, serta “apa yang
terjadi dengan pola gelombang pada
benang jika massa beban ditambah?”.
Namun demikian, antusiasme siswa dalam
bertanya ditemukan kurang tinggi. Siswa
jarang bertanya setelah guru memaparkan
atau mendemonstrasikan suatu konsep
atau fenomena. Siswa bahkan tidak
pernah bertanya pada saat guru
memberikan kesempatan bertanya di akhir
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan hasil
temuan Wardani, et al (2014) di mana
sebagian besar kegiatan menanya dalam
pembelajaran
dilakukan
oleh
guru.
Wardani menjelaskan bahwa kegiatan
menanya tersebut tidak sesuai dengan
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013
karena kegiatan 5M adalah kegiatan yang
dilakukan oleh siswa.
Kegiatan mencoba diupayakan
dengan menyuruh siswa melakukan
demonstrasi, praktikum, dan latihan soal.
Latihan soal diberikan setelah guru
menjelaskan materi dengan metode
ceramah. Kegiatan menalar dilakukan
dengan memberikan siswa permasalahan
pada LKS yang merupakan tindak lanjut
dari
demonstrasi,
praktikum,
dan
pemaparan konsep yang telah dilakukan.
Guru juga ditemukan sering memberikan
pertanyaan
apa,
mengapa,
dan
bagaimana
saat
pembelajaran
berlangsung.
Dalam
menyelesaikan
permasalahan yang diberikan, siswa aktif
berdiskusi dan mengumpulkan informasi
dari sumber buku dan internet. Kegiatan
berkomunikasi dilakukan melalui diskusi
kelompok, presentasi, dan tanya jawab
antar siswa dan antara guru dengan
siswa. Pada saat pembahasan latihan
soal, guru menugaskan siswa untuk
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
menuliskan jawaban di papan tulis dan
menjelaskannya di depan kelas.
Pada kegiatan penutup, guru
mengkonfirmasi apakah terdapat siswa
yang ingin bertanya, dilanjutkan dengan
penyampaian materi pembelajaran dan
rencana
kegiatan
pada
pertemuan
selanjutnya, pemberian PR, sembahyang,
dan
salam
penutup.
Guru
tidak
merangkum materi yang telah dipelajari.
Kegiatan merangkum materi dilakukan
secara periodik diakhir pemaparan setiap
konsep pada kegiatan inti.
Berdasarkan temuan tersebut,
dapat dijelaskan bahwa sebagian besar
tuntutan
pelaksanaan
pembelajaran
berbasis Standar Proses Kurikulum 2013
telah dilaksanakan dengan baik oleh guru.
Terdapat beberapa bagian yang tidak
dapat dilakukan akibat keterbatasan
alokasi waktu pembelajaran. Namun
demikian, guru telah menerapkan strategi
tertentu agar inti dari pembelajaran dapat
terlaksana
dengan
baik.
Kegiatan
mengamati
dan
mengkomunikasikan
dalam pendekatan saintifik sebagian besar
juga telah terlaksana. Permasalahan yang
ditemukan adalah rendahnya kualitas
pelaksanaan
kegiatan
menanya,
mencoba, dan menalar dalam pendekatan
saintifik.
Dalam Permendikbud Nomor 81A
Tahun 2013, dijelaskan bahwa alur
pembelajaran dengan pendekatan saintifik
adalah sebagai berikut. Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka secara luas
dan bervariasi kesempatan siswa untuk
melakukan pengamatan melalui kegiatan
melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka
untuk memperhatikan hal yang penting
dari suatu objek. Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka kesempatan
secara luas kepada siswa untuk bertanya
mengenai apa yang sudah dilihat, disimak,
dan dibaca. Guru membimbing siswa
untuk dapat mengajukan pertanyaan
tentang hasil pengamatan objek yang
konkrit sampai kepada objek yang abstrak
berkenaan
dengan
fakta,
konsep,
prosedur, atau pun hal lain yang lebih
abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual
sampai kepada pertanyaan yang bersifat
hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa
masih memerlukan bantuan guru untuk
mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat
di mana siswa mampu mengajukan
pertanyaan secara mandiri. Melalui
kegiatan bertanya tersebut, dikembangkan
rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa
terlatih dalam bertanya, rasa ingin tahu
siswa semakin dapat dikembangkan.
Pertanyaan tersebut menjadi dasar
untuk mencari informasi yang lebih lanjut
dan beragam dari sumber yang ditentukan
guru sampai dengan sumber yang
ditentukan sendiri oleh siswa dan dari
sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam. Tindak lanjut dari bertanya
adalah menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui
berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat
ditugaskan
membaca
buku
atau
mengakses
internet,
memperhatikan
fenomena atau objek yang lebih teliti, atau
bahkan melakukan eksperimen. Dari
kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah
informasi. Informasi tersebut menjadi
dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu
mengasosiasi informasi untuk menemukan
keterkaitan
satu
informasi
dengan
informasi lainnya, menemukan pola dari
keterkaitan informasi, dan mengambil
berbagai kesimpulan dari pola yang
ditemukan. Kegiatan terakhir adalah
menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi,
mengasosiasikan,
dan
menemukan pola tersebut. Hasil tersebut
disampikan di kelas dan dinilai oleh guru
sebagai hasil belajar peserta didik atau
kelompok peserta didik tersebut.
Berdasarkan alur tersebut, maka
yang harus dilakukan guru pada kegiatan
pendahuluan
adalah
memberikan
apersepsi yang menarik agar siswa
menyadari manfaat materi yang akan
dipelajari. Dengan demikian, rasa ingin
tahu siswa akan merangsang siswa untuk
bertanya,
mengajukan
hipotesis,
mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan. Kegiatan mengamati
yang diberikan harus sesuai dengan
kenyataan dalam kehidupan keseharian
siswa, tidak hanya sebatas imajinasi. Oleh
karena itu, guru setidaknya harus
menampilkan gambar dan video atau
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
mengajak siswa mengamati fenomena riil
di
lingkungan
sekitar.
Namun,
kenyataannya guru belum melaksanakan
hal tersebut, sehingga kegiatan menanya
sebagian besar didominasi oleh guru.
Kegiatan menanya yang dilakukan siswa
hanya sebatas pertanyaan prosedural
tentang teknis mengerjakan LKS dan
teknis melakukan praktikum. Siswa tidak
mengajukan pertanyaan hipotetik yang
mengarah pada pengungkapan suatu
konsep,
sehingga
kegiatan
mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan yang dilakukan siswa
seolah-olah terpisah, tidak berhubungan
satu sama lainnya. Keterbatasan waktu
pembelajaran
merupakan
penyebab
utama permasalahan ini. Alokasi waktu
pembelajaran untuk setiap pertemuan
tidak dapat digunakan untuk menerapkan
pendekatan saintifik secara ideal. Hal ini
diperparah
oleh
banyaknya
materi
pembelajaran yang harus diselesaikan,
sehingga guru tergesa-gesa dalam
melaksanakan pembelajaran. Akibatnya,
sebagian
besar
pelaksanaan
pembelajaran didominasi oleh guru.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran 5M
seolah-olah hanya sebatas formalitas.
Tindak Guru dalam Evaluasi
Pembelajaran Berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013
Bagian terakhir dalam Standar
Proses Kurikulum 2013 adalah evaluasi
pembelajaran, yang terdiri atas penilaian
hasil belajar, remedial, dan pengayaan.
Guru ditemukan melakukan penilaian
aspek
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan dengan metode penilaian
yang sesuai dengan tuntutan Standar
Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek
pengetahuan dilakukan melalui tes lisan
dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR,
ulangan harian, ulangan tengah semester,
dan ulangan akhir semester. Guru
ditemukan kewalahan dalam memeriksa
hasil
ulangan,
membuat
analisis
ketercapaian indikator, membahas soal
ulangan, dan memberikan remedi. Tes
lisan dilakukan secara bertahap dalam
beberapa kali pertemuan. Hal ini
dikarenakan alokasi waktu pembelajaran
tidak mencukupi untuk memberikan tes
lisan bagi 36 orang siswa sekaligus. Guru
mengaku mengalami kedala dalam
membuat soal dan rubrik penilaian tes
lisan karena soal yang dibuat harus
mencakup semua materi yang telah
diajarkan. Selain itu, guru juga harus
membuat soal yang berbeda sebanyak
jumlah siswa untuk menghindari peluang
siswa membocorkan atau memperoleh
soal yang sama.
Aspek
sikap
dinilai
melalui
penilaian observasi, penilaian jurnal,
penilaian diri, dan penilaian antar siswa.
Namun
demikian,
hanya
penilaian
observasi yang dilakukan secara periodik.
Penilaian jurnal, penilaian diri, dan
penilaian antar siswa dilakukan sekali
dalam satu semester. Hal ini dikarenakan
instrumen penilaian yang digunakan
banyak, jumlah siswa yang banyak, dan
alokasi waktu yang terbatas. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Luthfi
Maulana (dalam Dewi, 2015) diketahui
bahwa pemahaman guru paling rendah
terdapat pada aspek penilaian sikap. Hal
ini yang menyulitkan guru dalam
melakukan penilaian sikap. Terhadap
permasalahan tersebut, penilaian diri dan
penilaian antar siswa dilakukan dengan
menugaskan siswa mem-fotocopy dan
mengisi instrumen penilaian tersebut
secara mandiri di rumah. Hal tersebut
tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor
66 Tahun 2013, di mana penilaian diri dan
penilaian antar siswa dilakukan secara
simultan setiap sebelum ulangan harian.
Guru mengungkapkan bahwa hasil
penilaian diri dan penilaian antar siswa
cenderung tidak valid karena siswa
menjawab pertanyaan kuesioner secara
subjektif. Guru mengaku mengganti nilai
penilaian diri dan penilaian antar siswa
berdasarkan catatan pada penilaian jurnal.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
siswa yang nakal memperoleh nilai akhir
aspek sikap yang tinggi akibat tingginya
nilai dari penilaian diri dan penilaian antar
siswa. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip
penilaian
yang
termuat
dalam
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, di
mana penilaian hasil belajar harus
dilakukan secara objektif.
Dalam
Standar
Penilaian
Kurikulum 2013
ditegaskan
bahwa
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
terdapat tiga aspek yang dinilai dalam
pembelajaran,
yaitu
aspek
sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Guru
ditemukan
mengalami
kebingungan
terhadap hal ini karena pada rumusan
kompetensi
inti
terdapat
empat
kompetensi inti yang harus dicapai dan
dievaluasi.
Namun,
dalam
standar
penilaian, hal ini mengerucut menjadi tiga
aspek, di mana penilaian aspek religius
ditumpangtindihkan dengan penilaian
sikap. Padahal, aspek religius dan aspek
sikap merupakan dua hal yang berbeda.
Guru mengungkapkan bahwa dalam
Kurikulum 2013 tidak dijelaskan standar
pengembangan dan penilaian aspek
religius siswa. Pengembangan dan
penilaian aspek religius yang dilakukan
selama ini berbeda-beda sesuai dengan
persepsi guru terhadap definisi konseptual
dan operasional religiusitas. Sebagian
guru percaya bahwa aspek religius dapat
dinilai berdasarkan tingkat ketekunan
siswa dalam berdoa dan sembahyang di
awal dan akhir pembelajaran. Sebagaian
guru memiliki persepsi bahwa religiusitas
tidak dapat dinilai hanya dari tingkat
ketekunan siswa dalam berdoa dan
sembahyang. Permasalahan yang sama
juga ditemukan oleh Dewi (2015), di mana
guru
mengalami
kesulitan
dalam
menyusun indikator dan penilaian yang
berkaitan dengan aspek spiritual siswa.
Dalam Permendikbud Nomor 81A
Tahun 2013 dijelaskan bahwa kompetensi
dasar dari KI-1 dan KI-2 tidak harus
dikembangkan dalam indikator karena
keduanya
dicapai
melalui
proses
pembelajaran
tidak
langsung.
Pembelajaran tidak langsung merupakan
imbas dari pembelajaran langsung.
Pembelajaran
langsung
berkenaan
dengan pengembangan KI-3 dan KI-4
yang berturut-turut memuat kompetensi
pengetahuan
dan
kompetensi
keterampilan, yang direncanakan oleh
guru dalam RPP. Kedua pembelajaran ini
terjadi secara terintegrasi dan tidak
terpisah.
Namun
demikian,
dalam
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013,
guru dituntut untuk melakukan penilaian
aspek sikap secara simultan dengan
metode penilaian yang telah ditentukan.
Penilaian
aspek
sikap
merupakan
akumulasi penilaian aspek religius dan
sosial. Hal ini menjadi problematika
tersendiri, karena dalam penilaian di kelas,
guru hanya mungkin menilai hal-hal yang
ditampilkan
siswa
secara
eksplisit,
sedangkan untuk hal-hal yang bersifat
implisit, hampir tidak mungkin dapat
dievaluasi.
Penilaian
aspek
keterampilan
dilakukan
melalui
penilaian
kinerja
praktikum, penilaian proyek, dan penilaian
portofolio.
Guru
ditemukan
telah
melakukan dua kali penilaian praktikum.
Guru
ditemukan
tidak
melakukan
praktikum Melde untuk materi pokok
karakteristik
gelombang,
padahal
praktikum tersebut seharusnya dilakukan
sesuai dengan tuntutan silabus. Hal ini
dikarenakan alokasi waktu yang tidak
mencukupi.
Guru
mengaku
harus
menyelesaikan target ketercapaian materi
sebelum
ulangan
akhir
semester
berlangsung. Selain itu, guru juga
ditemukan mengalami kendala dalam
pelaksanaan praktikum tangki riak karena
alat yang tersedia di laboratorium fisika
rusak. Upaya yang dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah
dengan menayangkan video praktikum
tangki riak. Penilaian proyek pada
semester kedua telah dilakukan sebanyak
dua kali. Penilaian portofolio dilakukan
bersamaan dengan penilaian proyek. Nilai
proyek diambil dari hasil penilaian produk
dan presentasi, sedangkan nilai portofolio
diambil dari hasil penilaian proposal dan
laporan. Hal tersebut dilakukan karena
keterbatasan alokasi waktu.
Rekapitulasi nilai akhir semester
untuk aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan
dilakukan
dengan
menggunakan form rekapitulasi penilaian
dalam bentuk Microsoft Exel yang telah
memuat rumus pembobotan nilai sesuai
dengan Standar Proses Kurikulum 2013.
Dalam Permendikbud Nomor 104 Tahun
2014, dijelaskan bahwa penilaian hasil
belajar siswa dilakukan menggunakan
acuan kriteria. Rekapitulasi nilai akhir
semester untuk aspek sikap dilakukan
dengan menggunakan sistem penilaian
berbasis modus. Rekapitulasi nilai akhir
semester untuk aspek pengetahuan
dilakukan
dengan
sistem
rerata.
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
Rekapitulasi nilai akhir untuk semester
aspek keterampilan dilakukan dengan
menggunakan sistem nilai tertinggi. Guru
mengaku tidak memahami rasional
penggunaan sitem penilaian aspek sikap
dan aspek keterampilan tersebut. Guru
menilai sistem penilaian tersebut tidak adil
dan tidak layak diterapkan karena siswa
dengan rincian nilai harian yang berbeda
berpotensi memperoleh nilai akhir yang
sama. Guru memprediksi jika siswa
mengetahui sistem penilaian tersebut,
maka terdapat kemungkinan siswa tidak
akan mengikuti pembelajaran dengan
serius.
Berdasarkan temuan tersebut,
dapat dijelaskan bahwa tidak semua jenis
penilaian dapat dilakukan oleh guru. Guru
tidak melakukan penilan observasi,
penilaian diri, penilaian jurnal, penilaian
lisan, dan penilaian portofolio secara
periodik. Padahal dalam Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013, dijelaskan bahwa
penilaian tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan. Penilaian observasi
memiliki kelemahan yaitu terjadinya sikap
yang tidak “alami” ketika siswa menyadari
bahwa guru sedang melakukan penilaian
observasi. Hal tersebut akan menggeser
hakikat pembelajaran yang seharusnya
terjadi secara alami dan penuh kesadaran
menjadi sesuatu yang harus dilakukan
karena paksaan atau unsur transaksional
dengan nilai. Penilaian jurnal didefinisikan
sebagai catatan pendidik di dalam dan di
luar kelas yang berisi informasi hasil
pengamatan tentang kekuatan dan
kelemahan siswa yang berkaitan dengan
sikap dan perilaku. Berdasarkan definisi
tersebut, hasil penilaian jurnal akan
memberikan informasi yang lebih jelas
terkait dengan sikap setiap siswa. Namun
demikian, guru akan kesulitan melakukan
penilaian jurnal untuk kelas dengan jumlah
siswa yang banyak dan dengan alokasi
waktu yang terbatas.
Penilaian diri merupakan teknik
penilaian dengan cara meminta siswa
untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan
dirinya
dalam
konteks
pencapaian kompetensi. Penilaian antar
siswa merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta siswa untuk saling menilai
terkait dengan pencapaian kompetensi.
Penilaian diri dan penilaian antar siswa
dilakukan secara simultan sebelum
ulangan harian. Hasil penilaian diri dan
penilaian antar siswa cenderung subjektif.
Hal ini dikarenakan siswa memiliki
kepentingan berupa tekanan psikologis
untuk memperoleh nilai sikap yang tinggi.
Dengan demikian, penilaian diri dan
penilaian teman sejawat sebaiknya tidak
digunakan sebagai bagian dari nilai sikap.
Hasil penilaian ini sebaiknya hanya
digunakan sebagai bahan evaluasi oleh
pihak guru terhadap ketercapaian indikator
pembelajaran. Menurut Kunandar (2013),
kelemahan dari penilaian sikap adalah
bahwa
penilaian
tersebut
sangat
tergantung pada situasi yang dialami
siswa, sehingga hasilnya berpeluang
berbeda, memerlukan waktu pengamatan
yang cukup lama, dan terlalu banyak
format yang melelahkan guru.
Problematika Guru dalam Penerapan
Standar Proses Kurikulum 2013 dan
Upaya Penyelesaiannya
Hasil temuan menunjukkan bahwa
permasalahan dan kendala yang dihadapi
oleh guru dalam penerapan Standar
Proses Kurikulum 2013 disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut. Pertama,
guru masih memiliki persepsi bahwa
beberapa bagian dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
hanya sebatas formalitas dan kurang
berpengaruh terhadap hasil pembelajaran
siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak
perlu dilakukan. Hal ini diperparah oleh
perilaku pengawas akademik yang tidak
melakukan supervisi secara holistik.
Kegiatan supervisi hanya sebatas pada
keberadaan perangkat pembelajaran.
Kedua, guru belum memahami beberapa
bagian dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran berbasis
Standar Proses Kurikulum 2013. Hal
tersebut dikarenakan rendahnya kualitas
pelatihan dan supervisi akademik yang
dilakukan pemerintah. Untuk menyiapkan
guru yang ideal dalam Kurikulum 2013,
diperlukan pendidikan dan pelatihan
khusus. Namun demikian, pemerintah
belum mampu melatih semua guru. Untuk
jenjang SMA, jumlah guru yang dilatih
maksmimal sebanyak lima orang termasuk
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
kepala sekolah, yaitu guru matematika,
guru bahasa Indonesia, guru sejarah, dan
guru bimbingan konseling (BK). Guru yang
dilatihkan tersebut kemudian ditugaskan
mengimbaskan hasil pelatihan kepada
guru lain melalui workshop kurikulum
sekolah. Banyak permasalahan yang tidak
dapat diselesaikan dalam workshop
sekolah karena kurangnya pemahaman
guru tentang Standar Proses Kurikulum
2013.
Guru mengungkapkan bahwa
permasalahan yang sama yang diajukan
dalam workshop pusat terkadang juga
tidak memperoleh solusi yang jelas.
Ketiga,
guru
menilai bahwa
penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 memberatkan dan sulit untuk
dilaksanakan.
Secara
administratif,
pemerintah pusat telah menyiapkan
perangkat pelaksanaan pembelajaran,
seperti silabus dan form rekapitulasi
penilaian, sehingga tidak perlu lagi
disiapkan oleh guru. Namun demikian,
guru dituntut berperan secara aktif
sebagai
motivator,
fasilitator,
dan
evaluator pembelajaran. Hal ini menjadi
kendala tersendiri bagi para guru karena
tidak semua guru memiliki kompetensi
tersebut. Hal ini dapat dipahami karena
dalam
Kurikulum 2013, guru dituntut
merencanakan
dan
melaksanakan
pembelajaran
berbasis
pendekatan
saintifik yang didukung oleh model
pembelajaran rekomendasi pusat. Guru
harus memberikan pengalaman belajar
konseptual dan kontekstual dengan media
pembelajaran yang variatif. Pada evaluasi
pembelajaran, guru dituntut melakukan
berbagai jenis penilaian aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Keempat,
siswa
belum
terbiasa
dengan
pembelajaran
berbasis
pendekatan
saintifik. Akibatnya, aspek menanya,
mencoba, dan menalar dalam pendekatan
saintifik tidak dapat berjalan secara
maksimal. Perlu waktu relatif lama bagi
guru untuk melatih siswa agar terbiasa
dengan
pembelajaran
berbasis
pendekatan saintifik. Kelima, kurangnya
fasilitas
pendukung
kegiatan
pembelajaran. Penerapan pendekatan
saintifik memerlukan pengalaman belajar
yang riil. Oleh karena itu, guru harus
menggunakan media pembelajaran yang
bervariatif untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran.
Untuk
memperoleh
informasi yang luas, sumber belajar yang
digunakan siswa harus berbasis ICT. Oleh
karena itu, sekolah harus menyiapkan
akses internet untuk mendukung proses
pembelajaran. Selain itu, fisika merupakan
mata pelajaran yang tidak terpisah dengan
kegiatan praktikum. Oleh karena itu, alat
dan bahan praktikum yang tersedia
setidaknya
minimal sesuai dengan
tuntutan praktikum dalam silabus.
Terakhir, permasalahan utama
penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 adalah ketidaksesuaian tuntutan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran dengan alokasi waktu
pembelajaran yang tersedia. Pemerintah
pusat tidak memperhitungkan waktu yang
diperlukan
guru
untuk
melakukan
perencanaan dan evaluasi pembelajaran.
Alokasi waktu yang terhitung saat ini
hanya pelaksanaan pembelajaran tatap
muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini
diperparah karena alokasi waktu tersebut
terpotong oleh kegiatan upacara bendera
dan kegiatan hari Jumat. Padahal
perencanaan dan evaluasi pembelajaran
dituntut
secara
periodik
selama
pembelajaran. Akibatnya, pelaksanaan
pembelajaran tidak berlangsung secara
maksimal karena guru terfokus pada
penilaian pembelajaran. Alokasi waktu
pelaksanaan pembelajaran tersebut juga
akan semakin berkurang akibat terpotong
pelaksanaan ulangan harian dan remedi.
Terdapat beberapa upaya yang
telah dilakukan guru untuk mengatasi
permasalahan dan kendala penerapan
Standar Proses Kurikulum 2013. Guru
secara mandiri telah berupaya mencari
informasi
tentang
konsep-konsep
pembelajaran yang belum dipahaminya
melalui internet. Guru juga telah
mendiskusikan
konsep-konsep
pembelajaran yang belum dipahaminya
dengan
pengawas
akademik
mata
pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan.
Namun demikian, diskusi yang dapat
dilakukan hanya sebatas pada sistematika
penyusunan administrasi pembelajaran.
Pengawas
akademik
tidak
mampu
memberikan
solusi
terhadap
permasalahan yang terkait dengan konten
Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha
Vol. 2 No. 1 Tahun 2015
pembelajaran fisika. Hal ini dikarenakan
pengawas akademik tersebut adalah
pengawas akademik mata pelajaran kimia.
Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng
belum memiliki pengawas akademik
khusus untuk mata pelajaran fisika,
sehingga tugas kepengawas tersebut
diberikan kepada pengawas akademik
mata pelajaran kimia.
Terhadap
permasalahan
ketersediaan alat dan bahan praktikum
tangki
riak,
guru
telah
berupaya
menayangkan video praktikum tangki riak.
Guru juga telah melakukan upaya-upaya
penyelesaian terhadap permasalahan
penilaian jurnal, penilaian diri, penilaian
antar siswa, dan penilaian portofolio yang
terkendala akibat kurangnya alokasi waktu
dan banyaknya jumlah siswa. Guru telah
berupaya
menggabung
pelaksanaan
penilaian portofolio ke dalam tugas
proyek, sehingga dalam satu tugas, guru
dapat melakukan dua jenis penilaian
sekaligus. Permasalahan pelaksanaan
penilaian diri dan penilaian antar siswa
diselesaikan dengan menugaskan siswa
melakukan penilaian secara mandiri di
rumah.
Namun
demikian,
upaya
penyelesaian
permasalahan
tersebut
hanya
sebatas
pada
formalitas
ketercapaian pelaksanaan penilaian untuk
memperoleh nilai yang dituntut dalam form
rekapitulasi nilai akhir, sehingga, terdapat
beberapa jenis penilaian yang hanya
dilakukan sekali dalam satu semester.
Penilaian tersebut seharusnya dilakukan
secara alami dan periodik, sehingga
tujuan riil penilaian otentik dapat tercapai.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil temuan dan
pembahasan, kesimpulan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut. (1) Guru
memahami bagian-bagian Standar Proses
Kurikulum 2013 dari workshop kurikulum
dan teks Permendikbud Nomor 81A Tahun
2013. Guru menilai bahwa perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran berbasis
pendekatan saintifik bukan merupakan hal
yang baru karena dalam Kurikulum 2006,
guru
sering
menerapkan
model
pembelajaran kooperatif
yang
juga
memuat
kegiatan
5M.
(2)
Pada
perencanaan
pembelajaran,
guru
menyiapkan RPP, LKS, dan media
pembelajaran. Kompenonen RPP yang
dibuat sebagian besar masih mengikuti
sistematika RPP Kurikulum 2006. (3)
Pelaksanaan
pembelajaran
yang
dilakukan guru sebagian besar telah
sesuai dengan Standar Proses Kurikulum
2013,
yaitu
memuat
kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup. Kegiatan menanya didominasi
oleh guru. Pertanyaan siswa tidak
hipotetik,
sehingga
aspek-aspek
pendekatan saintifik yang dilakukan siswa
seolah-olah
terpisah
(4)
Evaluasi
pembelajaran
yang
dilakukan
guru
sebagian besar telah sesuai dengan
Standar Proses Kurikulum 2013, yaitu
penilaian hasil belajar aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan, program
remedial,
dan
pengayaan.
Namun
demikian, sebagian besar penilaian tidak
dapat dilakukan secara periodik. (5)
Sebagian besar permasalahan dan
kendala yang dihadapi guru dalam
penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 disebabkan oleh ketidaksesuaian
antara banyaknya tugas guru dengan
alokasi waktu pembelajaran yang tersedia.
Berdasarkan simpulan tersebut,
dapat diajukan beberapa saran sebagai
berikut. (1) Agar aspek-aspek pendekatan
saintifik dapat berjalan dengan maksimal,
pada kegiatan pendahuluan, guru harus
memberikan apersepsi yang mampu
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa.
Kegiatan apersepsi harus didukung oleh
penayangan fenomena fisis yang dekat
dengan kehidupan keseharian siswa.
Fenomena fisis terse