ANALISIS TIPOLOGI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN DESA-DESA PESISIR KABUPATEN KENDAL

ANALISIS TIPOLOGI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN DESA-DESA PESISIR KABUPATEN KENDAL

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh: Nuzul Wachidah K5408043 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

ii

ANALISIS TIPOLOGI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN DESA-DESA PESISIR KABUPATEN KENDAL

TAHUN 2012

Oleh: Nuzul Wachidah K5408043

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

iii

commit to user

iv

commit to user

ABSTRAK

Nuzul Wachidah,

ANALISIS

TIPOLOGI

DAN STRATEGI PENGEMBANGAN DESA-DESA PESISIR KABUPATEN KENDAL

TAHUN 2012.Skripsi.Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agustus 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui tipologi desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal berdasarkan pada aspek sosial ekonomi dan budaya. (2) Mengetahui tingkat kesejahteraan desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal. (3) Mengetahui hubungan antara tipologi desa dengan tingkat kesejahteraan masyarakat desa pesisir kabupaten Kendal. (4) Menyusun strategi pengembangan desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Populasi adalah desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal, sejumlah 26 desa. Teknik sampling yang digunakan adalah area sampling (sampel daerah) dengan jumlah informan 130 orang. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi, observasi langsung, dan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan : (1) Tipologi desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal terdiri dari dua tipologi yaitu tipologi desa transisi sebanyak sembilan desa dan tipologi desa berkembang sebanyak 17 desa. (2) Tingkat kesejahteraan desa-desa pesisir Kabupaten Kendal terbagi menjadi tiga yaitu tingkat kesejahteraan tinggi yang terdiri dari tujuh desa (26.9 %), tingkat kesejahteraan sedang terdiri dari 18 desa (69.2 %) dan tingkat kesejahteraan rendah terdiri satu desa (3.8 %). (3) Berdasarkan analisis overlay peta tipologi desa dengan peta tingkat kesejahteraan maka terdapat hubungan antara tipologi desa dengan tingkat kesejahteraan. (4) Strategi pengembangan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis SWOT meliputi aspek-aspek sebagai berikut yaitu kelembagaan, sarana dan prasarana, penataan ruang, dan sosial ekonomi. Kata kunci : tipologi, desa pesisir, SWOT

commit to user

vi

ABSTRACT

Nuzul Wachidah, TYPOLOGYCAL ANALYSIS AND STRATEGY DEVELOPMENT IN THE COASTAL VILLAGES OF THE KENDAL

REGENCY IN 2012. Thesis. Surakarta : Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University on August 2012.

The aim of research is to : (1) know typology of the coastal villages in Kendal Regency based on social economic and cultural aspects. (2) know the welfare level of the coastal villages in Kendal Regency. (3) determine the relationship between the tipology of village with the welfare level of the coastal villages in Kendal Regency. (4) arrange development strategy of the coastal villages in Kendal Regency.

This research uses descriptive qualitative method. The populations are the coastal villages in Kendal Regency, as much as 26 villages. Sampling technique used is area sampling, by the number of informants 130 people. Data collection techniques uses interview, direct observation, and documentation.

Based on the result of research, it can be concluded : (1) Typology of the coastal villages in Kendal Regency is belong to two typologies, which there are 9 villages including the village typology of transition and 17 villages including the village typology developed. (2) The welfare level of the coastal villages in Kendal Regency is belong to three levels, which there are seven villages (26.9%) had high levels of welfare, 18 villages (69.2%) had moderate level of welfare and prosperity of the village (3.8%) had low levels of welfare. (3) Based on the analysis of overlay maps typology villages with maps of the welfare levels there is a relationship between the tipology with level of welfare. (4) Development strategies that can be done based on the SWOT analysis covers the following aspects of the institutional, infrastructure, spatial, social and economic. Keyword : typology, coastal villages, SWOT

commit to user

vii

MOTTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” ( QS. Al-Insyirah : 5)

“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat

Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula) .”

(QS. Al Kahfi : 109)

“Barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan dapat”

(Anonim)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

With thankful to God Allah SWT Saya persembahkan karya sederhana ini kepada :

 Ibunda dan Ayahanda tercinta yang selalu tercurah cinta, kasih sayang, dan doa,

untuk semua pengorbanan yang penuh ikhlas dan sabar.

 Ibu Kas dan Ayah Sofwan tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan yang tulus.

 Adikku tersayang.  Kakek dan Nenek tersayang.  Almamater.

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT telah melimpahkan segala nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS. Selaku Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

2. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin untuk pengadaan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Drs. H. Syaiful Bachri, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial memberikan ijin untuk penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta ijin dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., selaku Pembimbing I, atas ilmu,

bimbingan, motivasi, inspirasi dan kesabaran dalam membimbing.

6. Ibu Rahning Utomowati, S.Si., M.Sc., selaku Pembimbing II, atas ilmu,

bimbingan, motivasi, inspirasi dan kesabaran dalam membimbing.

7. Ibu Rahning Utomowati, S.Si., M.Sc., selaku Pembimbing Akademik.

8. Bapak/Ibu dosen program studi Pendidikan Geografi, atas ilmu dan pengalaman yang diberikan.

9. Masyarakat pesisir Kabupaten Kendal, atas kesediaan dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

10. Mas Danang Tri Wibowo, Elpe, Eka, dan Yoga atas semangat dan bantuannya dalam pengumpulan data.

11. Sahabatku Sri Haryanti atas doa, bantuan dan semangatnya.

commit to user

12. Sahabat INEM, Cece lead dance, Noona lead vocal dan Ahjuma happy virus atas doa, bantuan dan semangat luar biasa yang diberikan.

13. Sahabat-sahabatku di Pendidikan Geografi 2008 atas doa, semangat dan motivasi tiada henti.

14. My Strong Ve yang setia menemani di setiap perjalanan penulis.

15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu sehingga terselesaikannya laporan observasi ini.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat imbalan yang berlipat dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini belum sempurna. Akan tetapi dari ketidaksempurnaan ini, kiranya dapat diambil hikmah dan pelajaran yang berharga sehingga tidak terulang kesalahan untuk kedua kalinya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun tetap penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu geografi pada khususnya.

Surakarta, Agustus 2012 Penulis

Nuzul Wachidah NIM. K5408043

commit to user

xiii

c. Fasilitas Perekonomian ………………………………. 69

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan …………………………….. 70

1. Tipologi Desa-desa Pesisir ……………………………….. 70

2. Tingkat Kesejahteraan Desa-desa Pesisir …………………. 93

3. Hubungan Antara Tipologi Desa dengan Tingkat Kesejahteraan …………………………………………….. 99

4. Strategi Pengembangan Desa-desa Pesisir ……………….. 105

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …………………. 112

A. Kesimpulan …………………………………………………… 112

B. Implikasi ……………………………………………………… 113

C. Saran …………………………………………………………. 113

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 115

LAMPIRAN

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tingkat Perkembangan Desa …………………………………… 15 Tabel 2. Perbandingan Penelitian Sebelumnya …………………………. 29 Tabel 3. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian …………………. 33 Tabel 4. Teknik Pengumpulan Data …………………………………….. 35 Tabel 5. Pedoman Wawancara …………………………………………. 36 Tabel 6. Kriteria dan Skor Mata Pencaharian …………………………… 37 Tabel 7. Kriteria dan Skor Produksi Desa ……………………………….. 38 Tabel 8. Klasifikasi Adat Istiadat dan Kepercayaan …………………… 38 Tabel 9. Klasifikasi Kelembagaan ………………………………………. 38 Tabel 10. Kriteria Pendidikan ……………………………………………. 39 Tabel 11. Tingkatan Gotong Royong ……………………………………. 39 Tabel 12. Skor Prasarana Perhubungan ………………………………….. 40 Tabel 13. Skor Prasarana Produksi ………………………………………. 40 Tabel 14. Kriteria dan Skor Sistem Budidaya Tanaman …………………. 41 Tabel 15. Skor Prasarana Pemasaran ……………………………………. 41 Tabel 16. Skor Prasarana sosial …………………………………………... 41 Tabel 17. Klasifikasi Prasarana Umum ………………………………….. 41 Tabel 18. Ketentuan Nilai Skor Tingkat Perkembangan Desa …………… 42 Tabel 19. Metode Analisis SWOT ………………………………………… 44 Tabel 20. Pembagian Administratif Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ..

50

Tabel 21. Jenis Penggunaan Lahan di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal 51 Tabel 22. Curah Hujan Bulanan Kabupaten Kendal Tahun 2000-2010 .......

55

Tabel 23. Klasifikasi Tipe Curah Hujan menurut Schimdt dan Ferguson ....

57 Tabel 24. Jumlah KK, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ....................................... 61 Tabel 25. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ............................................................ 63 Tabel 26. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ........................................................... 65

commit to user

xv

Tabel 27. Jumlah Keluarga Menurut Tahapan di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ....................................................................... 66 Tabel 28. Banyaknya Sekolah di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ......

67

Tabel 29. Fasilitas Kesehatan di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ......

68

Tabel 30. Fasilitas Perekonomian di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal..

69 Tabel 31. Mata Pencaharian Masyarakat Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ......................................................................................... 71 Tabel 32. Produksi Desa dalam Rupiah di Desa-desa Pesisir Kabupaten

Kendal ......................................................................................... 73 Tabel 33. Jumlah Kelembagaan di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ....

77

Tabel 34. Persentase Penduduk yang Tamat SD ke atas .............................

80 Tabel 35. Prasarana Perekonomian yang Terdapat di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ...................................................................... 83 Tabel 36. Prasarana Sosial yang Terdapat di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ....................................................................... 85 Tabel 37. Tipologi Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ............................

88 Tabel 38. Proporsi Keluarga Miskin di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ......................................................................................... 94 Tabel 39. Hasil Overlay Antara Tipologi Desa dengan Tingkat Kesejahte-

raan di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ............................. 101 Tabel 40. Matrik SWOT Pengembangan Desa Pesisir Kabupaten Kendal ...

108

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bentuk Desa Pantai …………………………………………. 11 Gambar 2. Bentuk Desa Terpusat ………………………………………. 11 Gambar 3. Bentuk Desa Linier di Dataran Rendah …..…………………. 12 Gambar 4. Bentuk Desa Mengelilingi Fasilitas ………………………… 13 Gambar 5. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ………………………….. 32 Gambar 6. Diagram Alir Penelitian ………..…………………………… 47 Gambar 7. Grafik Persentase Perbandingan Penggunaan Lahan di Desa-

Desa Pesisir Kabupaten Kendal …………………………….. 51

Gambar 8. Tipe Iklim Lokasi Penelitian ………………………………… 56 Gambar 9. Diagram Tipe Curah Hujan Lokasi Penelitian ………………. 58 Gambar 10. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa-desa

Pesisir Kabupaten Kendal …………………………………… 64 Gambar 11. Prosentase Perbandingan Mata Pencaharian di Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal …………………………………… 72 Gambar 12. Lembaga Ekonomi Berupa Bank yang Berada di Desa Gempolsewu ………………………………………………… 78 Gambar 13. Perbandingan Tingkat Pendidikan Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal …………………………………………… 81

Gambar 14. Salah Satu Pasar yang Terdapat di Desa Kaliayu Kecamatan

Cepiring …………………………………………………….. 84 Gambar 15. Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal …………………………………………… 95

commit to user

xvii

DAFTAR PETA

Halaman

Peta 1. Administrasi Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ……………… 49 Peta 2. Penggunaan Lahan Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ……… 53 Peta 3. Tipologi Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal ……………….... 87 Peta 4. Tingkat Kesejahteraan Desa-desa Pesisir Kabupaten Kendal …… 97 Peta 5. Analisis Tipologi dengan Tingkat Kesejahteraan Desa-desa

Pesisir Kabupaten Kendal ………………………………………. 100

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Instrument Penelitian Lampiran 2. Daftar Informan Lampiran 3. Skor Mata Pencaharian Lampiran 4. Perhitungan Output/Produksi Desa Dalam rupiah Lampiran 5. Skor Output/Produksi Desa Dalam rupiah Lampiran 6. Skor Kelembagaan Lampiran 7. Skor Pendidikan Lampiran 8. Skor Prasarana Desa Lampiran 9. Skoring Tipologi Desa Lampiran 10. Tabulasi Tingkat Kesejahteraan Lampiran 11. Dokumentasi penelitian Lampiran 12. Surat-surat Penelitian

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih kurang 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta

km 2 yang terdiri dari 0,3 juta km 2 perairan territorial dan 1,8 juta km 2 perairan

nusantara atau 62 % luas teritorialnya. Persentase luas perairan yang besar tersebut, memberi konsekuensi pada luasnya wilayah pesisir dan lautan (Dahuri, H.R., Rais, J., Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J., 1996 : 1).

Secara geografis letak kepulauan Indonesia sangat strategis yakni di daerah tropis yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia), dua samudera (Pasifik dan Hindia), serta merupakan pertemuan tiga lempeng besar di dunia (Eurasia, Indo- Australia dan Pasifik) menjadikan kepulauan Indonesia dikaruniai kekayaan sumberdaya kelautan yang berlimpah, baik berupa sumberdaya hayati dan non- hayati, maupun jasa-jasa lingkungan. Oleh karena itu Indonesia merupakan suatu karakteristik unik yang di dalamnya terdapat jutaan potensi sumber daya alam yang dapat termanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan anak cucu bangsa yang akan datang.

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun perairan yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut dan vegetasi yang khas. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses- proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar (Departemen Dalam Negeri dan BCEOM, 1998 dalam Khakhim, 2009 : 7).

Dalam tahun-tahun terakhir disadari bahwa aset dan sumber daya pesisir dan lautan memiliki peluang yang terlalu besar untuk ditinggalkan. Pengembangan wilayah pesisir dan laut merupakan isu dan bahasan yang merupakan suatu keharusan yang dilakukan sekarang. Semasa orde baru, pengembangan wilayah

commit to user

pesisir dan lautan tidak memperoleh perhatian yang cukup akibat interaksi keputusan politik yang dilandasi kepentingan agraris semata.

Ketertinggalan pembangunan wilayah pesisir dan laut sebagai sumber daya ekonomi, merupakan indikator bahwa sektor kelautan selama ini belum menjadi sektor prioritas dalam pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Begitu sumberdaya alam lainnya (seperti hutan dan minyak bumi) sudah mengarah pada beban pembangunan karena sulit diperbaharui sebagai akibat pengelolaan yang kurang bijaksana, maka sumberdaya pesisir dan laut merupakan pilihan berikutnya karena keberlimpahan sumberdaya yang ada serta belum dikelola secara optimal dan profesional.

Wilayah pesisir merupakan suatu ekosistem khas yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Wilayah pesisir memiliki ekosistem yang unik, berpotensi secara ekonomis, memiliki sosial budaya yang khas, sumber konflik dan arah datangnya ancaman, mempunyai produktivitas tinggi dan berpeluang mendapat tekanan dari darat maupun laut (Gunawan, T., Santosa, L.W., dan Muta’ali L., 2001 : 2). Wilayah pesisir tersebut mempunyai nilai yang strategis

karena mengandung potensi sumberdaya pesisir baik sumberdaya hayati dan non hayati, serta jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat pembangunan. Demikian pula rentan terhadap bencana alam yang kemungkinan dapat terjadi di wilayah pesisir yang berupa gelombang pasang (tsunami ), banjir, erosi dan badai.

Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang berkesinambungan. Di wilayah pesisir ini terdapat sumber daya pesisir berupa sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang sangat kaya. Kekayaan sumberdaya pesisir tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk mengeksploitasinya dan berbagai instansi berkepentingan untuk meregulasi pemanfaatannya. Sumberdaya tersebut dapat dibagi dalam empat kategori, yaitu : (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources) seperti sumberdaya ikan, mangrove dan terumbu karang; (2) sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources) seperti sumberdaya mineral, pasir laut dan

commit to user

garam; dan (3) jasa lingkungan kelautan (enviromental services ) seperti wisata bahari, transportasi laut dan energi kelautan serta (4) benda berharga tenggelam.

Eksploitasi sumberdaya laut dan pesisir menjadi salah satu permasalahan dalam pembangunan daerah. Di satu sisi, upaya tersebut dilakukan oleh masyarakat dan daerah untuk menggerakkan roda perekonomian, namun di sisi lain sumberdaya perikanan semakin berkurang karena dieksploitasi secara berlebihan serta mengalami kerusakan. Upaya pengelolaan yang selama ini dilakukan belum menunjukkan hasil yang positif.

Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2006) tercatat 8.090 desa pesisir yang tersebar di seluruh pulau besar maupun kecil. Di dalamnya terdapat sekitar 16 juta jiwa dengan berbagai pekerjaan; 4 juta nelayan, 2,6 juta pembudidaya ikan, dan lainnya 9,7 juta. Ironisnya, di antara 16 juta jiwa tersebut, sekitar 5,2 juta tergolong miskin. Di era otonomi daerah, pembangunan wilayah pesisir dan laut sebagai salah satu sumberdaya potensial kerap pula memunculkan beberapa permasalahan, antara lain hubungan antara daerah dan pusat, pembangunan ekonomi yang berkait dengan kemiskinan, serta eksploitasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan kelestariannya.

Kabupaten Kendal tidak hanya terdiri dari daratan tetapi juga laut 12 mil seluas 941,28 km² dengan panjang pantai 41 km yang membentang dari Kaliwungu sampai Rowosari. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Temanggung, sebelah timur berbatasan dengan Kota Semarang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Batang. Wilayah pesisir Kabupaten Kendal merupakan pesisir landai dengan material didominasi lumpur dan sebagian kecil pasir. Pada daerah ini umumnya berupa rataan lumpur apabila tidak ada vegetasi apapun dan berupa rawa payau jika di atas lumpur tumbuh vegetasi seperti bakau atau tumbuhan lainnya. Kondisi pesisir Kabupaten Kendal yang demikian menyebabkan keadaan fisiknya hampir seragam sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi fisik pesisirnya adalah homogen.

Kondisi alam Kabupaten Kendal yang berbatasan langsung dengan laut memberikan keuntungan dengan adanya kekayaan hasil laut. Perikanan Dalam

commit to user

Angka Kabupaten Kendal 2009 melaporkan bahwa volume produksi perikanan tangkap Kabupaten Kendal 2009 memberikan kontribusi sebesar 1.321,149 ton (6,75 %) terhadap total volume produksi perikanan tangkap Jawa Tengah 2009 sebesar 195.635,7 ton. Produksi ini diperoleh dari tiga wilayah yaitu Kendal, Cepiring dan Rowosari dengan volume masing-masing berturut-turut 63,424 ton, 20,047 ton dan 1.237,678 ton. Dilaporkan pula bahwa volume produksi perikanan tangkap Kabupaten Kendal dalam lima tahun terakhir, yaitu periode 2006 – 2010, mengalami kenaikan rata-rata pertahun sebanyak 82.995,75 kg atau sebesar 7,27%. Nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Kendal pada 2009 mencapai Rp 7.253.967.000,00 atau 0,66 % dari total nilai produksi perikanan tangkap Jawa Tengah sebesar Rp 1.103.715.212.000,00. Dalam lima tahun terakhir yaitu periode 2006-2010, perkembangan nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kendal mengalami kenaikan rata-rata sebanyak Rp 531.783.750,00 atau 10,22 %.

Wilayah pesisir Kendal yang kaya potensi, mendorong berbagai pihak pengguna untuk mengeksploitasinya secara berlebihan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Ancaman terhadap status kawasan ini dapat berupa abrasi dan sedimentasi. Ancaman tersebut berasal dari ulah manusia dengan melakukan pembangunan dan pemanfaatan lahan pesisir tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Pemilik tambak melakukan pembukaan lahan baru di sepanjang pantai dengan membatasi hutan bakau untuk lahan budidaya tambak. Mereka merasa untung karena lahan tambak mereka bertambah luas, namun di pihak lain budidaya tambak tersebut ternyata telah menimbulkan bahaya yang lebih besar yang akibatnya terjadi abrasi di sepanjang pantai yang terbuka. Keadaan demikian kurang disadari oleh masyarakat. Ancaman status kawasan tersebut merupakan akibat dari tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat, khususnya rumah tangga nelayan di desa pesisir.

Menurut BPS Kabupaten Kendal, jumlah penduduk Kabupaten Kendal pada tahun 2009 mencapai 964.568 jiwa. Sekitar 10,6 % dari total penduduknya atau 102.491 jiwa tinggal di daerah pesisir. Hal ini menunjukkan bahwa pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumberdaya alam yang dapat memberikan kehidupan bagi masyarakat. Desa-desa pesisir yang memiliki potensi

commit to user

sumberdaya alam yang besar, seharusnya memberikan kehidupan yang baik bagi warganya, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa desa-desa pesisir sangat mengenaskan. Sebagian besar nelayan belum terangkat kehidupan ekonominya dari batas garis kemiskinan. Desa Gempolsewu misalnya yang merupakan salah satu desa pesisir di Kabupaten Kendal. Dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa Desa Gempolsewu merupakan desa nelayan dengan 65,80% kepala keluarga hidup di bawah garis kemiskinan. Lebih lanjut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kendal menunjukkan bahwa pada tahun 2010, 15.522 KK atau 53,4 % dari keluarga di desa-desa pesisir Kabupaten Kendal merupakan keluarga miskin. Hal ini menunjukkan bahwa desa pesisir merupakan salah satu bagian pesisir yang sangat terbelakang. Kesulitan mengatasi masalah kemiskinan di desa-desa pesisir menjadikan wilayah pesisir termasuk wilayah yang rawan di bidang sosial ekonomi. Kerawanan di bidang sosial ekonomi dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan di bidang kehidupan yang lain.

Kerawanan sosial ekonomi yang dihadapi oleh rumah tangga nelayan di desa pesisir berasal dari faktor-faktor yang saling terkait. Faktor tersebut dapat berupa faktor alamiah dan faktor non alamiah. Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim penangkapan dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya jaringan pemasaran dan belum berfungsinya koperasi nelayan yang ada, serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan. Inilah kenyataan dan persoalan yang dihadapi nelayan bangsa kita. Kenyataan ini pula yang seharusnya mendorong pemerintah terus mengupayakan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir maupun nelayan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan kajian mengenai kesejahteraan masyarakat pesisir sehingga dapat dirumuskan strategi pengembangannya untuk meningkatkan kesejahteraan.

Adanya berbagai permasalahan di wilayah pesisir tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir secara optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir dan

commit to user

laut Kabupaten Kendal secara optimal, professional dan tepat dengan mengembangkan desa-desa pesisir yang ada di pesisir Kendal. Akar permasalahan dan potensi desa-desa pesisir seharusnya perlu diketahui dalam rangka pengembangan desa-desa pesisir. Pemahaman yang menyeluruh tentang kondisi ini dapat dikembangkan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara berkelanjutan.

Langkah awal dalam upaya pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Kendal secara berkelanjutan adalah dengan penyusunan tipologi desa-desa pesisir berdasarkan aspek sosial ekonomi dan budaya. Berdasarkan aspek-aspek tersebut akan dihasilkan tipologi desa dilihat dari tingkat perkembangannya. Tingkat perkembangan desa merupakan suatu keadaan tertentu yang dicapai oleh penduduk desa yang bersangkutan dalam menyelenggarakan kehidupannya serta mengelola sumberdayanya. Berdasarkan tingkat perkembangan desa dapat ditentukan usaha untuk meningkatkan desa tradisional menjadi desa maju melalui desa transisi. Tingkat perkembangan desa ini berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat karena tingkat kesejahteraan yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk meningkatkan potensi dan mengelola wilayah dengan baik. Lebih lanjut dalam lingkup pembangunan perdesaan akan dinilai apakah kemajuan pembangunan yang dialami di bidang ekonomi juga disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan pembangunan secara menyeluruh, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi potensi dan masalah yang dimiliki desa-desa pesisir pada masing-masing tipologi. Penyusunan tipologi bermaksud untuk mengelompokkan desa-desa pesisir berdasarkan karakter tertentu sehingga memudahkan dalam penyusunan strategi pengembangannya sesuai dengan karakteristik, potensi dan masalah masing-masing tipologi. Oleh karena itu penulis bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Tipologi dan Strategi Pengembangan Desa- desa Pesisir di Kabupaten Kendal”.

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tipologi desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal?

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan desa-desa pesisir Kabupaten Kendal?

3. Bagaimana hubungan antara tipologi desa dengan tingkat kesejahteraan masyarakat desa pesisir Kabupaten Kendal?

4. Bagaiman strategi pengembangan desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tipologi desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal berdasarkan pada aspek sosial ekonomi dan budaya.

2. Mengetahui tingkat kesejahteraan desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal.

3. Mengetahui hubungan antara tipologi desa dengan tingkat kesejahteraan masyarakat desa pesisir Kabupaten Kendal.

4. Menyusun strategi pengembangan desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kajian ilmu pembangunan wilayah, khususnya tipologi desa pesisir dan pengembangannya.

b. Kajian tentang sosial ekonomi dari hasil penelitian yaitu tipologi desa kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat mendukung penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengembangan wilayah.

2. Manfaat Praktis Aplikasi praktis dalam konteks kehidupan dari hasil penelitian ini adalah :

commit to user

a. Dapat memberikan gambaran tentang potensi pengembangan desa- desa pesisir Kabupaten Kendal menuju pembangunan yang berkelanjutan.

b. Dapat memberikan masukan tentang arahan pengembangan desa-desa pesisir di Kabupaten Kendal melalui pendekatan analisis sosial ekonominya.

c. Dapat digunakan sebagai bahan ajar pada mata pelajaran Geografi di SMA Kelas XII pada pokok bahasan pola keruangan desa dan kota.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Desa

Menurut Bintarto (1983 : 11) desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu ujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur- unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antarunsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain. Selanjutnya Kartohadikusumo (1953) dalam Bintarto (1983 : 13) mengemukakan “Desa ialah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri”.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, mendefinisikan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desa merupakan suatu wilayah dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya adalah hasil interaksi kegiatan manusia dengan lingkungan dan terdapat kesatuan hukum yang mengatur kepentingan masyarakat setempat.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan desa, ialah unsur-unsur desa. Menurut Bintarto (1983 : 14), unsur-unsur desa adalah sebagai berikut :

commit to user

10

1) Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak beserta penggunaannya, termasuk unsur lokasi atau letak, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat.

2) Penduduk yang meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk setempat.

3) Tata kehidupan dalam arti pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Ketiga unsur desa ini merupakan suatu kesatuan dan tidak dapat berdiri sendiri sehingga tidak dapat lepas satu sama lain. Unsur daerah, penduduk dan tata kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup.

“Daerah menyediakan kemungkinan hidup, penduduk menggunakan kemungkinan yang disediakan oleh daerah itu guna mempertahankan hidup. Tata

kehidupan dalam artian yang baik memberikan jaminan akan ketenteraman dan keserasian hidup bersama di desa” (Bintarto, 1977 dalam Bintarto, 1983 : 14).

Menurut uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu desa pasti terdapat manusia, alam serta interaksi baik interaksi antarmanusia maupun interaksi manusia dengan alam.

a. Bentuk dan Pola Desa Menurut Daldjoeni (1998 : 60), bentuk-bentuk desa secara sederhana dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Bentuk desa menyusur sepanjang pantai Desa dengan bentuk memanjang tampak pada desa-desa nelayan dimana laut merupakan sumber mata pencaharian. Jika desa pantai tersebut berkembang, maka tinggal meluas dengan cara menyambung mmenyusur pantai sampai bertemu dengan desa pantai lainnya seperti terlihat pada Gambar 1.

commit to user

11

Keterangan :

Arah pengembangan permukiman Daerah kawasan Industri kecil Daerah permukiman penduduk

Keterangan : Arah perkembangan untuk permukiman penduduk

Daerah kawasan Industri kecil desa Daerah permukiman penduduk

Gambar 1. Bentuk Desa Pantai Sumber : Beratha dalam Daldjoeni, 1998 : 60

2) Bentuk desa yang terpusat Bentuk desa terpusat biasanya terletak di daerah pegunungan. Penduduk umumnya berasal dari satu keturunan. Pemusatan tempat tinggal didorong oleh sikap kegotongroyongan. Apabila jumlah penduduknya bertambah kemudian terjadi pemekaran desa ke segala arah tanpa adanya rencana seperti pada Gambar

2.

Gambar 2. Bentuk Desa Terpusat Sumber : Beratha dalam Daldjoeni, 1998 : 61

Laut

commit to user

12

3) Bentuk desa linier Permukiman di dataran rendah umumnya memanjang sejajar jalan raya yang menembus desa yang bersangkutan. Apabila ada pemekaran desa yang tidak direncakan maka lahan pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru.

Keterangan : Arah perkembangan untuk permukiman/perluasan

Jalan tembus Daerah kawasan Industri kecil Daerah permukiman penduduk Daerah pertanian

Gambar 3. Bentuk Desa Linier di Dataran Rendah Sumber : Beratha dalam Daldjoeni, 1998 : 62

4) Bentuk desa yang mengelilingi fasilitas Bentuk desa ini hampir sama dengan bentuk desa terpusat, yang biasanya terdapat di dataran rendah, hanya saja di tengah-tengah desa terdapat fasilitas-fasilitas umum. Fasilitas yang dimaksud misalnya mata air, waduk, dan sebagainya. Arah

Jalan

commit to user

13

Keterangan :

Fasilitas yang telah ada Arah pengembangan permukiman Daerah kawasan Industri kecil Daerah permukiman penduduk

pemekarannya dapat ke segala arah. Industri-industri kecil dapat tersebar di mana- mana sesuai dengan keinginan seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Bentuk Desa Mengelilingi Fasilitas Sumber : Beratha dalam Daldjoeni, 1998 : 63

Di samping adanya berbagai bentuk desa di atas, masih ada pula yang disebut pola desa. Bintarto (1977) dalam Daldjoeni (1998 : 65) mengemukakan adanya enam pola desa dengan rincian sebagai berikut :

1) Memanjang jalan

2) Memanjang sungai

3) Radial

4) Tersebar

5) Memanjang pantai

6) Memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api

b. Tipologi Desa Tipologi desa merupakan cara untuk mengenal desa-desa yang begitu banyak jumlahnya dan beragam bentuknya. Tipologi menggambarkan tipe atau pola, ataupun sebagai pencerminan model berdasarkan ciri-ciri, potensi dan sumberdaya yang dimiliki suatu desa. Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan pokok yang ditekuni masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup

commit to user

14

sehari-hari, selain itu tipologi desa bisa dilihat dari segi pemukiman maupun dari tingkat perkembangan masyarakat desa itu sendiri.

Apabila dilihat dari segi mata pencaharian pokok yang dikerjakan berdasarkan kriteria Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D), tipologi masyarakat desa terbagi menjadi enam tipologi yaitu desa pertanian, desa industri, desa perkebunan, desa perikanan, desa pariwisata/jasa, dan desa peternakan. (http://desablimbing.wordpress.com/).

Dalam penelitian ini, penyusunan tipologi dibuat berdasarkan tingkat perkembangan desa. Tipologi desa berdasarkan tingkat perkembangannya dibagi menjadi tiga, yang disajikan dalam Tabel 1.

Variabel yang digunakan untuk menyusun tipologi desa berdasarkan faktor tingkat perkembangan desa yang semuanya berjumlah tujuh faktor. Pada hakekatnya ketujuh faktor tersebut merupakan aspek-aspek kehidupan yang merupakan produk dari usaha-usaha manusia di dalam mengelola lingkungannya (Yunus, 1987 : 8). Ke tujuh faktor tersebut adalah mata pencaharian, produksi desa, adat istiadat, kelembagaan, pendidikan, gotong royong, dan prasarana/fasilitas umum.

1) Mata pencaharian

Mata pencaharian penduduk digolongkan menjadi tiga sektor, yaitu :

a) Sektor pertanian (primer) adalah penduduk yang mempunyai mata pencaharian pokok bertani (petani pemilik, petani penggarap, buruh tani), peternak, pencari hasil hutan, pecari bahan galian, nelayan.

b) Sektor kerajinan/industri (sekunder) adalah penduduk yang mempunyai mata pencaharian pokok di bidang kerajinan tangan (pengrajin), dan industri kecil.

c) Sektor jasa dan perdaganan (tersier) adalah penduduk yang mempunyai mata pencaharian pokok di bidang perdagangan, warung, dokter, bidan, mantra, pegawai negeri, guru, karyawan swasta dan jasa-jasa lainnya.

commit to user

15

Tabel 1. Tingkat Perkembangan Desa No.

Tahapan Perkembangan

Ciri-ciri

1. Desa Tradisional Adat istiadat bersifat mengikat terhadap berbagai kegiatan manusia, hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain sangat erat, pengawasan sosial didasarkan atas keluarga, mata pencaharian penduduk masih bersifat homogeny dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer, tingkat teknologi yang masih sederhana, tingkat produktivitasnya kurang dan keadaan prasarana yang masih sangat kurang.

2. Desa Transisi Desa yang mempunyai adat istiadat yang mengalami perubahan, pengaruh luar mulai masuk, perubahan berpikir dan berkembangnya lapangan

pekerjaan,

mata pencaharian berkembang ke sektor sekunder, produktivitas meningkat dibarengi pemanfaatan teknologi yang tepat, keadaan prasaranan lebih baik dan memenuhi kebutuhan.

3. Desa Berkembang Adat istiadat tidak mengikat, hubungan antar warga rasional, mata pencaharian bervariasi ke tersier, teknologi baru dimanfaatkan untuk usaha pertanian/kerajinan dan industr pedesaan, produktivitas tinggi, diimbangi prasarana dan sarana yang cukup dan memadai.

Sumber : Yunus, 1987 : 9-11

2) Produksi Desa Produksi desa adalah jumlah total produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi di wilayah desa tersebut satu tahun yang dinilai dalam rupiah.

commit to user

16

Dalam nilai produksi desa yang dihitung adalah nilai tambah kotor dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, bahan galian, industri, dan kerajinan, perdagangan, komunikasi dan angkutan, jasa, bangunan, sewa rumah, listrik, bank, lembaga-lembaga lain, jasa-jasa pemerintah dalam satu tahun.

Harga produk komoditi, dihitung berdasarkan basic value dalam rupiah ditingkat pasar local desa/kecamatan, atau pasar sub regional (kabupaten/kota) maupun pasar regional (propinsi) yang berlaku.

3) Adat Istiadat dan Kepercayaan Upacara tradisional antara lain :

a) Upacara kelahiran bayi

b) Upacara peralihan anak ke dewasa

c) Upacara perkawinan

d) Upacara kematian

e) Upacara pergaulan antara pria dan wanita

f) Upacara yang berhubungan dengan pertanian sawah, pembangunan irigasi dan lainnya

g) Upacara pantangan-pantangan

h) Upacara sistem hubungan keluarga dan lain-lain.

4) Kelembagaan Kelembagaan yang dilihat adalah :

a) Lembaga pemerintahan (kepala desa, pamong desa, musyawarah desa dan lain-lain).

b) Lembaga perekonomian (koperasi, bank, lumbung desa, BUUD/KUD).

c) Lembaga sosial (LSD, panti asuhan).

d) Lembaga pendidikan (pesantren, madrasah dan lain-lain).

e) Lembaga kesehatan (Rumah Sakit, BKIA, Poliklinik).

f) Lembaga kesenian (Olah raga, tari, wayang dan lain-lain).

g) Lembaga gotong royong (subak, arisan dan lain-lain).

h) Lembaga keamanan (hansip, hanra, ronda dan lain-lain).

i) Lembaga adat lainnya.

commit to user

17

5) Pendidikan Tingkat pendidikan diperhitungkan dari persentase jumlah penduduk yang tamat SD ke atas terhadap jumlah penduduk seluruhnya.

6) Gotong Royong Tingkat gotong royong masyarakat diperhitungkan berdasarkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. Ciri-ciri gotong royong adalah sebagai berikut :

a) Tahap tersembunyi, cirinya adalah : kehendak atau keinginan pimpinan menentukan perkembangan swadaya, potensi manusia, alam dan kebudayaan belum dimanfaatkan secara intensif serta jenis dan kuantitas usaha pembangunan cenderung pada bangunan-bangunan fisik non produktif.

b) Tahap transisi, cirinya adalah : terdapat perencanaan pembangunan yang riil baik jangka panjang maupun jangka pendek, proses pembuatan keputusan melalui musyawarah dan rapat-rapat pertemuan dan adanya usaha-usaha pembangunan sebagai kehendak bersama.

c) Tahap manifest, cirinya adalah : terdapat keterampilan dalam penggunaan potensi pembangunan, partisipasi masyarakat secara terbuka dalam pelaksanaan dan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan dan pelaksanaan sesuai dengan rencana dan fungsinya.

7) Prasarana Prasarana umum terdiri dari :

a) Prasarana perhubungan (jalan aspal, jalan batu dan jalan tanah)

b) Prasarana produksi (bangunan air dan salurannya)

c) Prasarana pemasaran (pasar, bank, toko/kios)

d) Prasarana sosial (meliputi 6 kelompok yaitu Gedung pemerintah desa, Gedung

Puskesmas/RS/Poliklinik, Masjid/Gereja/Pura/Vihara, Tempat rekreasi)

commit to user

18

c. Potensi Desa Desa mempunyai potensi fisik dan potensi non fisik. Potensi fisik desa meliputi :

1) Tanah, yang berarti sumber tambang dan mineral, sumber tanaman yang

merupakan sumber mata pencaharian dan penghidupan.

2) Air, dalam arti sumber air, keadaan dan kualitas air dan tata airnya untuk

kepentingan irigasi, pertanian dan keperluan sehari-hari.

3) Iklim, yang merupakan peranan penting bagi desa agraris.

4) Ternak, dalam artian fungsi ternak di desa sebagai sumber tenaga, sumber bahan makanan dan sumber keuangan.

5) Manusia, dalam arti tenaga kerja sebagai pengolah tanah dan produsen. Selain potensi fisik di atas, desa juga mempunyai potensi non fisik, meliputi :

1) Masyarakat desa yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.

2) Lembaga-lembaga sosial, pendidikan dan organisasi-organisasi sosial desa yang dapat memberikan bantuan sosial desa serta bimbingan dalam arti positif.

3) Aparatur atau pamong desa yang kreatif dan berdisiplin sumber kelancaran dan tertibnya pemerintahan desa. (Bintarto, 1977 dalam Bintarto, 1983 : 15-16).

d. Permasalahan Desa Secara umum permasalahan-permasalahan yang yang erat kaitannya dengan pembangunan desa dapat ditinjau dari beberapa segi, antara lain :

1) Dari segi masyarakatnya masih ada beberapa daerah yang kekurangan pangan dan gizi, terutama pada anak-anak balita, penduduknya yang jarang dan terpencar-pencar, tingkat kesehatan yang rendah serta tingkat pendidikan yang rendah pula

2) Dari segi pemerintahan desanya, struktur dan aparatur masih selalu perlu ditingkatkan dan demikian pula pemantapan di bidang koordinasi

commit to user

19

sebagaimana mestinya, ditambah belum mantapnya koordinasi pelayanan pemerintah yang dilaksanakan oleh berbagai unsur aparatur vertical dan daerah

3) Dari segi geografisnya, keadaan lingkungan beberapa daerah pedesaan yang masih kurang memenuhi persyaratan sebagai lingkungan yang sehat dengan lingkungan hidup yang tidak sehat sedangkan teknologi yang dimiliki justru membahayakan lingkungan hidup di sekelilingnya.

4) Dari segi kelembagaan, perlu adanya peningkatan organisasi yang selalu

dipantau secara teratur demi ketertiban dan kelancaran fungsinya.

2. Pesisir

Menurut Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mendefinisikan wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (http://bk.menlh.go.id, 10 Oktober 2011).

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air laut. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar ( Departemen Dalam Negeri dan BCEOM, 1998 dalam Khakhim, 2009 : 7). Menurut beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua proses yaitu proses yang mendapat pengaruh sifat laut dan proses yang mendapat sifat darat.

Menurut Dahuri et al (1996 : 5-6), hingga saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore).

commit to user

20

Lebih lanjut dikemukakan oleh Sekretariat Proyek MREP (1997) bahwa kawasan pesisir (coastal areas) adalah kawasan yang secara geografi membentuk antar muka antara daratan dan lautan, dimana proses-proses fisik dan biologi yang berperan di kawasan itu membuktikan betapa eratnya hubungan terrestrial- akuatik, dan secara ekologi berupa kawasan yang mengandung sejumlah habitat terrestrial dan akuatik yang pokok penting, yang meliputi ekosistem unik mengandung bermacam-macam sumberdaya alam berharga. Ekosistem-ekosistem yang saling berhubungan ini juga terkait erat dengan sistem-sistem sosial ekonomi yang membentuk sistem-sistem sumberdaya (resources sistem).

Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat suatu wilayah pesisir ditetapkan dalam dua macam, yaitu wilayah perencanaan dan batas untuk wilayah pengaturan. Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan dimana terdapat kegiatan manusia yang dapat menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan, sehingga batas wilayah perencanaan lebih luas dari wilayah pengaturan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa batas wilayah pesisir ini belum dapat dilihat secara jelas, batas ini dapat ditentukan dengan melihat ada tidaknya proses-proses yang mencirikan wilayah pesisir.

Wilayah pesisir memainkan peran yang cukup penting bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. Bagian dari wilayah pesisir yang menghubungkan ekosistem terestial dan laut merupakan wilayah yang sangat penting bagi penyediaan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen yang esensial dalam “human survival” . Ekosistem pesisir selain berfungsi secara hidrobiologis, juga menyediakan manfaat ekonomi bagi masyarakat meski kita sendiri tidak menyadarinya.

Untuk mencapai pembangunan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara optimal, berkelanjutan dan andal, salah satu aspek yang sangat penting adalah aspek sosial, ekonomi dan budaya. Aspek ini mensyaratkan bahwa masyarakat pesisir sebagai pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan wilayah pesisir dan lautan harus mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa sebagian besar

commit to user

21

keuntungan yang didapatkan justru dinikmati oleh penduduk di luar wilayah pesisir. Oleh karena itu kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir yang harus diterapkan adalah :

a. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan.