BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Pendekatan Scientific Dengan Model Examples Non Examples Pada Sisw

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar IPA

  Hasil belajar adalah kemampuan yang dimilki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

  Iskandara (2001:12) menarik kesimpulan bahwa hasil belajar IPA berupa fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA penting bagi kemajuan hidup bersama manusia. Cara kerja memperoleh itu disebut proses IPA, dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.

  Menurut Srini M. Iskandar (2001:2) “IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa- peristiwa yang terjadi di alam”. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan

  Nasional Nomor 22 Tahun 2006 bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

  IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah (Depdiknas, 2004:6).

  Beberapa pendendapat menggambarakan bahwa hasil belajar IPA merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingakat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.

2.1.2 Pembalajaran IPA

  Sutiyono (2004:2) menyimpulkan pembalajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuahan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa seta antara siswa dengan siswa.

  Pembalajaran IPA dikembangkan berdasarkan persoalan atau tema untuk dapat dikaji dari aspek kemampuan siswa yang mencakup aspek mengkomunikasikan konsep secara ilmiah, aspek pengembangan dasar dan penegembangan kesadaran dalam konteks ekonomi social.

  IPA merupakan ilmu yang mempelajari hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain “penyelidikan, penyusunan dan pengajuan gagasan-gagasan”.

  Proses pembelajaran IPA di SD mempunyai fungsi dan pengaruh yang sangat besar dalam membangun kontruksi kognitif dan psikomotorik siswa. Siswa di SD pada umumnya banyak mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran bidang studi IPA.

  Kenyataan tersebut diatas pada umumnya seringkali dilatar belakangi oleh rendahnya motivasi belajar siswa untuk bidang studi IPA. Apabila permasalahan ini tidak segera diambil tindakan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan erat yaitu guru maka niscaya siswa akan menemui kesukaran dalam mengikuti proses pembelajaran IPA.

  Menurut Musno (2004:04) secara prinsip pengajaran sains merupakan mata pelajaran yang sangat penting dan perlu sekali dikuasai oleh siswa karena berhubungan yang sangat penting dan perlu sekali dikuasai oleh siswa karena berhubungan langsung dengan salah satu aspek kecerdasan individu dalam pengertian yang luas.

  Sejalan dengan kerangka berfikir seperti di atas, guru hendaknya mampu secara reflektif memberikan penyadaran kepada siswa bahwa pada dasarnya bidang studi IPA yang dalam proses pembelajarannya dengan angka-angka sebagai obyek pembelajarannya tidaklah jaih beda dengan bidang studi dan disiplin ilmu lain.

  Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan sikap. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, teori, hukum, sedangkan proses IPA merupakan proses yang dilakukan oleh para ahli dalam menemukan produk IPA. Proses IPA di dalamnya terkandung cara kerja dan cara berpikir. Sikap yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA adalah sikap ilmiah yang antara lain terdiri atas obyektif, berhati terbuka, tidak mencampur adukkan fakta dan pendapat, bersifat hati-hati dan ingin tahu. Proses pembelajaran IPA harus mengacu pada hakikat IPA baik IPA sebagai produk, proses, dan pengembangan sikap.

  Di samping itu, menurut permen 22 tahun 2005 menyatakan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

  Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya Hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

  7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

  Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran IPA SD di samping untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

  IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, juga mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Tujuan tersebut dicapai dengan cara mengajarkan IPA yang mengacu pada hakikat IPA dan menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa. Pembelajaran IPA harus berpusat pada siswa serta memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan ide atau gagasan, mendiskusikan ide atau gagasan dengan siswa lain serta membandingkan ide mereka dengan konsep ilmiah dan hasil pengamatan atau percobaan untuk merekontruksi ide atau gagasan yang akhirnya siswa menemukan sendiri apa yang dipelajari.

2.1.3 Pengertian Pendekatan Scientific

  Menurut Iskandar (2008: 16) pendekatan scientific (ilmiah) adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik yang terdiri atas bagian bagian yang saling bergantung (interdependent), ini adalah metode yang berkembang dan berhasil dalam memahami pendidikan kita yang semakin rumit.

  Secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. Perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi proses dan output). Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh (Permen No.65 Tahun 2013).

  Pembelajaran merupakan proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran (Kemdikbud, 2013). Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.

  Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method

  

of inquiry ) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi,

  empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis.

  Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini (Kemendikbud, 2013):

  1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

  2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru - peserta didik terbebas dari prasangka yang serta - merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

  3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

  4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.

  5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.

  6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

  7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

  Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi lima, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan atu membentuk jejaring (Kemendikbud, 2013). Langkah-langkah pendekatan

  scientific pembelajaran dijelaskan di bawah ini:

  1. Mengamati, Aktivitas mengamati mengutamakan kebermaknaan proses

  pembelajaran (meaningfull learning). Aktivitas ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.

  2. Menanya, Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk

  meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.

  

3. Menalar, Istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada

  kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus- kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Menalar secara deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus.

  

4. Mencoba, Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta

  didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran Matematika, misalnya peserta didik harus memahami konsep-konsep IPAdan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

  

5. Membentuk jejaring, Membentuk jejaring akan mempertajam daya nalar

  peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat.

  Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pendekatan scientific dalam proses belajar mengajar siswa dapat menemukan sendiri konsepnya sendiri melalui secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran Examples Non Examples

  Model Examples Non Examples merupakan salah satu pendekatan Group investigation dalam pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan meningkatkan perolehan hasil akademik. Tipe kelas tradisional dan menghendaki siswa saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada individu.(Muslimin Ibrahin, 2000 : 3)

  Pembelajaran Examples Non Examples adalah salah satu contoh model pembelajaran yang menggunakan media. Media dalam pembelajaran merupakan sumber yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Manfaat media ini adalah untuk guru membantu dalam proses mengajar, mendekati situasi dengan keadaan yang sesungguhnya. Dengan media diharapkan proses belajar dan mengajar lebih komunikatif dan menarik.

  Model Pembelajaran Examples Non Examples atau juga biasa di sebut

  

Examples And Non-Examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan

  gambar sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar.

  Salah satu proses belajar mengajar adalah gambar. Media gambar merupakan salah satu alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang dapat membantu mendorong siswa lebih melatih diri dalam mengembangkan pola pikirnya. Dengan menerapkan media gambar diharapkan dalam pembelajaran dapat bermanfaat secara fungsional bagi semua siswa. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa diharapkan akan aktif termotivasi untuk belajar.

  Menurut Rochyandi, Yadi (2004:11) model pembelajaran kooperatif tipe example non example adalah:

  

“Tipe pembelajaran yang mengaktifkan siswa dengan cara guru menempelkan

contoh gambar-gambar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan gambar

lain yang relevan dengan tujuan pembelajaran, kemudian siswa disuruh untuk

menganalisisnya dan mendiskusikan hasil analisisnya sehingga siswa dapat

membuat konsep yang esensial.”

  Gambar juga mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar, yakni untuk mempermudah dan membantu siswa dalam membangkitkan imajinasinya dalam belajar. Selain itu dengan mengggunakan gambar siswa dapat diajarkan. Dengan demikian dalam Model Pembelajaran Examples Non Examples tercakup teori belajar konstruktivisme.

  Teori konstruktivisme ini menyatakan siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan segala sesuatu untuk dirinya, berusahadengan susah paya h dengan ide -ide (Slavin dalam Nur dan Wikandari, 2002: 8).

  Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Nur dan Wikandari, 2002 : 8).

  Examples non Examples merupakan model pembelajaran dengan

  mempersiapkan gambar, diagram atau table sesuai materi bahan ajar dan kompetensi. Sajian gambar ditempel atau memakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati gambar, lalu diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, persentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, evaluasi, dan refleksi (Suyatno, 2009 : 73)

  Model Pembelajaran Example Non Examples menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.

  Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya.

  Selanjutnya Slavin dan Chotimah (2007 : 1) dijelaskan bahwa examples non examples adalah model pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar.

  Konsep model pembelajaran ini pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example Non

Examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep.

Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari Example dan non-Examples dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non-

  

Examples memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu

  materi yang sedang dibahas. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada. (Hamzah, 2005:113).

  Example Non Example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi

  konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

  Berdasarkan uraian di atas, maka menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan membantu siswa untuk membangun makna yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce and Weil (Suratno, 2009:1) telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan metode Example Non example, sebagai berikut:

  a. Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang baru. Menya- jikan itu dalam satu waktu dan meminta siswa untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama siswa memikirkan tentang tiap Examplesdan non-Examples tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu berbeda.

  b. Menyiapkan Examples dan non Examples tambahan, mengenai konsep yang lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru.

  c. Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan konsep Examples dan non-Examples mereka. Setelah itu meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik.

  d. Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari Examples danNon-Examples.

  Berdasarkan hal di atas, maka penggunaan metode example non example pada prinsipnya adalah upaya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan konsep pelajarannya sendiri melalui kegiatan mendeskripsikan pemberian contoh dan bukan contoh terhadap materi yang sedang dipelajari.

   Pengertian model pembelajaran examples non examples menurut peneliti

  adalah suatu pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan menghadirkan contoh congkrit yang berupa gambar-gambar dari suatu materi dengan lebih jelas dan mudah dipahami dan akan membuat siswa tidak menjadi jenuh atau bosan dalam mengikuti pelajaran.

2.1.5 Keuntungan Model Pembelajaran Examples Non Examples Menurut

  Para Ahli

  Menurut Buehl (Depdiknas, 2007:219) mengemukakan keuntungan metode example non example antara lain: a. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam, kompleks sehingga dapat menngkatkan hasil belajar siswa.

  b. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari

  example dan non example.

  c. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.

  Berdasarkan penjelasan para ahli tentang keuntungan model pembelajaran examples non examples, dapat disimpulkan bahwa pada intinya sama yaitu bermula dari suatu definisi kemudian digunakan untuk memperluas sebuah konsep dan pemahaman dari suatu materi pembelajaran dengan lebih mendalam dan lebih komplek.

  Siswa terlibat langsung dalam menemukan sesuatu dari examples non example siswa dapat membangun konsep secara progresif dari examples non examples. Siswa dapat mengeksplorasi seluas-luasnya dari suatu konsep dengan mempertimbangkan dari contoh dan bukan dari contoh suatu materi yang dijelaskan.

  Menurut peneliti keuntungan model pembelajaran examples non examples adalah:

  1. Siswa terlibat langsung dalam kegiatan untuk menemukan suatu konsep secara langsung dari hasil analisis siswa.

  2. Siswa akan lebih berfikir kristis terhadap suatu pokok permasalahan yang dihadapi.

  3. Siswa dapat memahami materi dengan lebih jelas dengan menampilkan contoh-contoh yang lebih kongkrit dengan visualisasi gambar.

  4. Siswa dapat diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas.

2.1.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Examples Non Examples

  Langakah-langkah model pembelajaran examples non examples Menurut (Agus Suprijono, 2009 : 125) Langkah

  • – langkah model pembelajaran examples

  non examples diantaranya : 1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.

  Gambar yang digunakan tentunya merupakan gambar yang relevan dengan materi yang dibahas sesuai dengan Kompetensi Dasar.

  2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui LCD atau OHP, jika ada dapat pula menggunakan proyektor. Pada tahapan ini guru juga dapat meminta bantuan siswa untuk mempersiapkan gambar yang telah dibuat dan sekaligus pembentukan kelompok siswa.

  3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis gambar. Biarkan siswa melihat dan menelaah gambar yang disajikan secara seksama, agar detil gambar dapat difahami oleh siswa. Selain itu, guru juga memberikan deskripsi jelas tentang gambar yang sedang diamati siswa.

  4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas. Kertas yang digunakan akan lebih baik jika disediakan oleh guru.

  5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. Siswa dilatih untuk menjelaskan hasil diskusi mereka melalui perwakilan kelompok masing- masing.

  6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. Setelah memahami hasil dari analisa yang dilakukan siswa, maka guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan pembelajaran yang

  7. Guru dan siswa menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan pembelajaran Modifikasi langkah-langkah model pembelajaran Examples Non .

  Examples

  1. Guru menulis topik pembelajaran

  2. Guru menulis tujuan pembelajaran

  3. Guru membagi siswa dalam kelompok (masing-masing kelompok beranggotakan 6-7 orang)

  4. Guru menempelkan gambar di papan tulis atau menayangkannya melalui LCD atau OHP

  5. Guru meminta kepada masing-masing kelompok untuk membuat rangkuman tentang macam-macam gambar yang ditunjukkan oleh guru melalui LCD

  6. Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil rangkumannya, sementara kelompok lain sebagai penyangga dan penanya.

  7. Siswa melakukan diskusi 8. Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi.

  Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model examples

  non examples menurut peneliti yaitu sebagai berikut: 1.

  Siswa memperhatian guru member apersepsi.

  2. Siswa memperhatikan guru menyampaiakan materi pokok dan memyampaikan tujuan pembelajaran yang akan di capai.

  3. Siswa memperhatikan guru menyampaiakan gambar-gambar dan menempelkan di papan tulis.

  4. Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menganalisis gambar.

  5. Siswa memperhatikan guru menjelaskan gambar yang belum dipahami.

  6. Siswa memperhatikan guru membagi kelompok menjadi 2-3 siswa dalam satu kelompok untuk mendiskusikan gambar yang sudah dibagikan serta mencatat hasil kerja pada kertas.

  7. Siswa memperhatikan guru menyampaikan cara melakukan diskusi.

  8. Perwakilan kelompok membacakan dan menulis hasil diskusi kelompoknya.

  9. Siswa dan guru membahas hasil diskusi dari masing-masing kelompok.

  11. Siswa yang pasif diberi semangat agar berlomba untuk aktif dalam belajar.

  12. Siswa diberikan kesempatan bertanya mengenai materi pelajaran yang belum dipahami

  13. Kesimpulan.

  14. Refleksi.

  Jadi kesimpulan dari langkah-langkah penggunaan model pembelajaran examples non examples dalam pembelajaran materi IPA yang di pelajari adalah melakukan penjelasan materi dari hasil analisis dan diskusi kelompok siswa terhadap suatu materi dengan menggunakan media gambar dan guru menjelaskan materi dari hasil analisis siswa. Sehingga siswa juaga dapat memahami suatu konsep dalam pembelajaran dengan mudah yaitu menganalisa dengan menggunakan gambar-gambar yang relevan dari suatu meteri yang dipelajarinya.

2.1.6 Hasil Belajar

  Menurut Suprijono (2011: 5), perbuatan, “hasil belajar adalah pola-pola nilai-nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi dan keterampilan. ”

  Merujuk pemikiran Gagne (Suprijono, 2011: 5) hasil belajar berupa: a.

  Informasi verbal b. Keterampilan intektual c. Strategi kognitif d. Keterampilan motorik e. Sikap

  Menurut Bloom (Suprijono, 2011: 6), “hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif meliputi: knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), application (penerapan), analysis (analisis), synthesis (mengorganisasikan), dan evaluation (menilai). Domain afektif meliputi : receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), dan characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi Initiatory, Pre- routine, dan Rountinized.

  ” Menurut Sudjana (2009: 22), “hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

  ” Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom secara garis besar membagi menjadi 3 ranah yakni:

  1. Ranah kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

  2. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi atau karakteristik nilai.

  3. Ranah Psikomotoris Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan di bidang fisik, gerakan-gerakan skill, gerakan ekspresif dan interpretatif.

  Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek kompetensi kemanusiaan saja. Hasil belajar yang diharapkan dicapai siswa pada ranah kognitif yaitu siswa dapat mengetahui atau menyebutkan konsep dari menghitung luas dan menggunakannya dalam masalah yang berkaitan dengan luas trapesium dan layang-layang. Pada ranah afektif yaitu siswa dapat mengembangkan karakter yang diharapkan (tekun, kerjasama, dan tanggung jawab), siswa juga dapat berpikir kreatif dan berlatih berkomunikasi. Pada ranah psikomotor yaitu siswa mampu menggunakan alat peraga dan memecahkan aktivitas pemecahan masalah menggunakan alat peraga.

  • – Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pola pola perbuatan atau kemampuan siswa (kognitif, afektif dan psikomotor) yang dimiliki setelah menerima pengalaman belajar. Untuk memperoleh hasil belajar
siswa memahami atau menguasai materi sedangkan untuk melaksanakan evaluasi atau penilaian tidak hanya menilai konsep atau materi tetapi bakat yang dimiliki pun dan keterampilan motorik harus dinilai.

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan

  Azhar, 2014; Penerapan Pendekatan Scientific dengan Media Realia Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

  Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SD Negeri Blotongan 03 Salatiga maka dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan scientific dan media realia dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika Kelas V. Pada pra siklus skor rata-rata kelas sebesar 55, siklus I meningkat menjadi 71, dan pada siklus II meningkat menjadi 80. Adapun ketuntasan belajar klsikal pada kondisi pra siklus 41%, pada siklus I meningkat menjadi 81%, dan pada siklus II menjadi 93%. Skor minimal pada kondisi pra siklus sebesar 30, pada siklus I menjdi 50, dan pada siklus II meningkat menjadi 56. Sedangkan skor maksimal pada kondisi pra siklus 87, siklus I menjadi 95, dan pada siklus II meningkat menjadi 100.

  Adi Kusuma, Sofyan, 2011; Pengaruh penggunaan model examples non examples terhadap hasil belajar IPS siswa kelas III SDN Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II tahun pelajaran 2010/2011. Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa nialai rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen yaitu 79.75 lebih tingg dibandingkan dengan nilai rata-rata hasil belajar control yaitu 67.63. dari hasil uji hipotesis yang dilakukan diperoleh niali sig. 0,000 maka Ho ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPS siswa kelas III SD Negeri Blotogan dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples dengan hasil belajar IPS siswa kelas III Negeri Blotongan 03 dengan pembelajaran ceramah, maka treatment yang diberikan dapat berpengaruh signifikan.

  Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan diatas, penggunaan pendekatan scientific dengan model pembelajaran Examples Non Examples pada dasarnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala. Hal itu menunjukan adanya peubahan pada hasil belajar sisiwa dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang menyajikan materi pelajaran oleh guru menggunakan model pembelajaran examples non examples, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan scientific dengan model examples non examples dalam penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan oleh peneliti tepatnya di SD Negeri 2 Danyang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan.

2.3 Kerangka Pikir

  Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, dapat menghambat kemampuan belajar IPA siswa dalam pemecahan masalah, sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu model pembelajaran untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Kurikulum 2013 menghendaki situasi belajar yang alamiah, yaitu siswa belajar dengan cara mengalami dan menemukan sendiri pengalaman belajarnya. Ketika siswa belajar IPA, maka yang dipelajari adalah penerapan IPA yang dekat dengan kehidupan siswa. Situasi pembelajaran sebaiknya dapat menyajikan fenomena dunia nyata, masalah yang autentik dan bermakna yang dapat menantang siswa untuk memecahkannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Examples Non Examples. Pendekatan ini membutuhkan peningkatan peran guru untuk lebih memotivasi siswa sehingga diharapkan pendekatan Sientific dengan model pembelajaran Examples Non Examples dapat digunakan sebagai usaha perbaikan atau sebuah tindakan untuk mengatasi permasalahan rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.

  Gambar 1 Kerangka Pikir KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR

  GURU : Belum menerapkan pembelajaran melalui pendekatan Scientific dengan model Examples Non Examples

  SISWA : Hasil belajar IPA rendah masih di bawah KKM

  Menerapkan

Pembelajaran melalui

pendekatan Scientific

dengan model Examples

Non Examples

  SIKLUS I : Pembelajaran melalui pendekatan Scientific dengan model Examples Non Examples

  SIKLUS II : Pembelajaran melalui pendekatan Scientific dengan model Examples Non Examples

  Diduga melalui pendekatan

  Sientific dengan model Examples Non Examples

  dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 2 Danyang Semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015

2.4 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka dapat di rumuskan hipotesis tindakan kelas melalui penggunaan pendekatan scientific dengan model pembelajaran examples non examples diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 2 Danyang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD N Plumutan Kecamatan Bancak Kabupaten

0 0 23

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD N Plumutan Kecamatan Bancak Kabupa

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD N Plumutan Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Semester II Tah

0 0 14

EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 4 SD N PLUMUTAN KECAMATAN BANCAK KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN AJAR 20142015 SKRIPSI

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD N Plumutan Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Semester II Tah

0 0 71

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pada Peserta Didik Kelas 5 SDN

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pada Peserta Didik Kelas 5 SDN

0 0 25

4.1.1 Deskripsi PraSiklus - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pa

0 0 48

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pada Peserta Didik Kelas 5 SDN

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pada Peserta Didik Kelas 5 SDN

0 0 111