PERAN ILMU SOSIAL PROFETIK DALAM MENGHAD (1)

PERAN ILMU SOSIAL PROFETIK DALAM MENGHADAPI
PERANG PEMIKIRAN (GHAZWUL FIKRI)
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Sosial Indonesia
Dosen Pengampu: Dr. Nasiwan, M.Si

Disusun oleh:
Awwaliyatun Ni’mah

(16416244009)

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan ridho dan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Peran Ilmu Sosial Profetik
dalam Menghadapi Perang Pemikiran (Ghazwul Fikri)” yang dibuat untuk

memenuhi tugas mata kuliah Teori Sosial Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik yang penulis sadari
maupun kesalahan yang tidak penulis sadari.
Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk makalah ini, agar di waktu yang akan datang
penulis dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi. Selain itu, penulis juga
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam pembuatan makalah ini. Demikian yang dapat
penulis sampaikan, atas perhatian dari pembaca penulis ucapkan terimakasih.

Yogyakarta, 9 Januari 2018

Penulis

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Hakikat Perang Pemikiran............................................................................ 3
B. Metode dalam Perang Pemikiran ................................................................. 8
C. Sarana yang Digunakan dalam Perang Pemikiran ..................................... 10
D. Tujuan dari Perang Pemikiran .................................................................... 13
E. Pengaruh Perang Pemikiran dalam Berbagai Aspek .................................. 16
F.

Peran Ilmu Sosial Profetik dalam Menyikapi Perang Pemikiran ............... 18

BAB III ................................................................................................................. 28
PENUTUP ............................................................................................................. 28
A. Simpulan ........................................................................................................ 28

B. Saran ........................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tantangan terberat umat Islam pada era globalisasi bukan berasal dari
bidang sosial, politik, ekonomi maupun budaya melainkan perang pemikiran.
Era globalisasi sangat mudah dimanfaatkan oleh orang-orang kafir untuk
menyerang umat Islam. Serangan yang dilakukan oleh orang kafir bukan lagi
serangan fisik seperti perang, tetapi melalui isu-isu yang tidak benar sehingga
umat muslim akan mudah terpecah. Semakin berkembangnya isu-isu tentang
agama Islam akan mempermudah orang kafir untuk melakukan tipu daya
yang dapat berupa adu domba pada kelompok tertentu sehingga akan
mencelakakan umat Islam.
Perang pemikiran dalam agama Islam memang sengaja diciptakan oleh
orang kafir. Perang pemikiran dilaksanakan dengan terstruktur dan sistematis

oleh musuh umat muslim. Perang pemikiran sengaja dilakukan dengan cuci
otak (brain washing) dan pendangkalan pemikiran sehingga umat muslim
akan tuduk dengan perintah mereka. Selain itu, perang pemikiran yang
diciptakan oleh orang-orang kafir dapat mengakibatkan kerancuan dalam
berpikir.
Perang pemikiran tidak semata-mata salah dari orang-orang kafir tetapi
bisa juga karena salah umat muslim yang tidak menyadari adanya hasutanhasutan tersebut. Di era perang pemikiran perlu ada kesadaran dari umat
Islam untuk lebih cermat dalam menghadapi isu-isu yang berkembang. Dalam
menghadapi perang pemikiran perlu adanya gagasan baru untuk memperoleh
solusi alternatif dalam menyikapinya.
Dalam perkembangan Teori Sosial Keindonesiaan muncul gagasan
mengenai Ilmu Sosial Profetik. Ilmu Sosial Profetik memiliki nilai-nilai yang

1

dapat dijadikan sebagai solusi alternatif dalam menghadapi era perang
pemikiran terutama di kalangan kaum muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat perang pemikiran?
2. Bagaimana pengaruh perang pemikiran bagi kehidupan umat muslim?

3. Bagaimana peran ilmu sosial profetik untuk menghadapi era perang
pemikiran?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hakikat perang pemikiran.
2. Mengetahui pengaruh perang pemikiran bagi kehidupan umat muslim.
3. Mengetahui peran ilmu sosial profetik untuk menghadapi era perang
pemikiran.

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Perang Pemikiran
Pengaruh globalisasi pada semua aspek kehidupan yang mengakibatkan
segala macam informasi yang baik maupun buruk dapat diakses oleh
siapapun. Selain itu, semua orang bisa menyebarkan isu-isu yang dapat
memecahkan umat beragama. Adanya perang pemikiran atau ghazwul fikri
merupakan dampak dari arus globalisasi yang berkembang sangat pesat.

Perang pemikiran sejatinya sudah terjadi sejak terjadinya Perang Salib.
Pada dasarnya kaum pembenci Islam tidak ingin agama Islam dampai
menyebar luas. Kejayaan peradaban Islam mulai menyebar luas diwilayah
Persia, Syiria, Palestina, Mesir hingga dataran Eropa membuat kaum
pembenci Islam mulai membendung laju kebenaran agama Islam. Maka
terjadilah peperangan yang dikenal dengan Perang Salib. Selama Perang Salib
berlangsung tak sekalipun umat muslim terkalahkan. Selain itu, terjadinya
Perang Salib telah menyadarkan bangsa Barat bahwa umat muslim tidak bisa
dikalahkan dengan kekuatan militer. Sebernarnya semangat untuk perang dari
umat Islam adalah prinsip jihad dijalan Allah.
Perang Salib telah membangkitkan semangat kesadaran bangsa Barat
akan warisan budaya Yunani dan Romawi sehingga melahirkan untuk
memperbudak bangsa lain. Oleh karena itu, dalam menghancurkan umat
Islam perlu ada strategi baru yaitu meruntuhkan konsep-konsep dasar agama
Islam yang tertanam kuat dalam jiwa umat muslim.
Pengaruh globalisasi dan westernisasi merupakan salah satu faktor
dalam mendukung tercapainya perang pemikiran di era modern seperti saat
ini. Jika dipahami lebih mendalam globalisasi dan westernisasi memiliki
prinsip-prinsip pandangan hidup orang Barat. Globalisasi dan westernisasi
merupakan gerakan yang bersumber pada missionaris, orientalisme dan

kolonialisme (Zarkasyi, 2009:14). Berikut penjelasan tentang missionaris,

3

orientalis dan kolonialis yang membentuk gerakan untuk menyerang umat
muslim.
1. Missionaris
Missionaris dilakukan oleh bangsa Barat ketika masuk ke negaranegara Islam. Dalam melakukan penyerangan terhadap umat muslim,
bangsa Barat membawa misi agama, politik, ekonomi dan kebudayaan.
Namun, tidak banyak yang melihat bahwa bangsa Barat telah membawa
separangkat doktrin pemikiran yang berdasarkan pandangan hidup
mereka (Zarkasyi, 2009:14). Jika melihat fakta sejarah bahwa gerakan
kolonialisme selalu disertai dengan semangat missionaris seperti misi
menyebarkan agama, mencari kekayaan dan mencari kekuasaan. Ketiga
prinsip tersebut dilakukan untuk mempengaruhi pola pemikiran umat
muslim. Proyek missionaris yang paling terlihat adalah penghancuran
pemikiran umat Islam.
Misi utama dari tokoh pendukung missionaris adalah bukan
menghancurkan umat muslim, tetapi mengeluarkan orang muslim dari
agamanya agar menjadi orang muslim yang tidak memiliki akhlak seperti

pernyataan Samual Zwemmer yang dikutip oleh Ali Gharisah yang
menyatakan bahwa:
Misi utama kita sebagai orang Kristen bukan menghancurkan
kaum Muslimin, namun mengeluarkan seorang Muslim dari
Islam, agar jadi orang Muslim yang tidak berakhlak. Dengan
begitu akan membuka pintu bagi kemenangan imperialis di
negeri-negeri Islam. Tujuan kalian adalah mempersiapkan
generasi baru yang jauh dari Islam. Generasi Muslim yang sesuai
dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya
mengejar kepuasan hawa nafsunya (Gharisah, 1989:41).
Tujuan dari missionaris adalah menciptakan generasi baru yang
jauh dari Islam sehingga akan terjadi kemenangan imperialis di negaranegara Islam. Selain itu, adanya jika missionaris telah berhasil menguasai
negara-negara Islam yang terjadi adalah akan ada generasi muslim yang
sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas dan hanya
mengejar hawa nafsunya. Maka sampai saat ini gerakan kristenisasi

4

sebagai strategi dalam perang pemikiran masih berkembang untuk
menghancurkan umat muslim (Gharisah, 1989:41).

2. Orientalisme
Akar

gerakan

orientalisme

dapat

ditelusuri

dari

kegiatan

mengkoleksi dan menerjemahkan teks-teks dalam khazanah intelektual
Islam dari bahasa Arab ke bahasa Latin sejak Abad Pertengahan di
Eropa. Kegiatan ini umumnya dipelopori oleh para teolog Kristen.
Penggalian informasi mengenai orang Timur (orient) termasuk
didalamnya tentang agama Islam telah dilakukan oleh orang Barat dalam

beberapa abad. Ada dua faktor yang melatarbelakangi pencarian
informasi mengenai orang Timur dan agama Islam antara lain:
a) Adanya motif keagamaan. Orang-orang Barat memandang agama
Islam sebagai agama yang sejak awal menentang doktrin-doktrin
Kristen (Zarkasyi, 2009:16).
b) Adanya motif politik. Orang-orang Barat memandang agama Islam
sebagai peradaban yang sangat berkembang dengan pesat sehingga
mampu menguasai peradaban dunia.
Barat sadar benar bahwa Islam bukan hanya sekadar istana-istana
megah, bala tentara yang gagah berani atau bangunan-bangunan
monumental, tapi peradaban yang memiliki khazanah dan tradisi
ilmu pengetahuan yang tinggi (Zarkasyi, 2009:16).
Selain dari itu, ciri-ciri kajian orientalis adalah parsial, artinya jika
mereka mengkaji suatu bidang tertentu, mereka melewatkan bidang
kajian yang lain (Zarkasyi, 2009:19). Orientalis ahli Fiqih melontarkan
kritikan kritik yang tidak dikaitkan dengan Kalam misalnya, kritik dalm
bidang filsafat tidak dikaitkan dengan aqidah, kritik dan kajian AlQur’an tanpa disertai ilmu tafsir, bahkan tidak aneh jika para orientalis
mengkaji Al-Qur’an dengan metodologi Bibel, mengkaji politik Islam
dalam perspektif politik Barat sekuler. Dan yang pasti disiplin ilmu
pengetahuan dalam Islam itu tidak dikaji dengan pandangan hidup Islam,

tapi dengan pandangan hidup bangsa Barat.

5

Oleh karena itu, orang-orang Barat berusaha merebut khazanahkhazanah untuk memajukan umatnya dan sekaligus untuk menaklukkan
kaum muslim. Orientalisme merupakan suatu kajian ilmiah mengenai
dunia Islam yang berdasarkan pada pengalaman orang-orang Barat yang
berasal dari motivasi dan semangat missionaris. Namun, motivasi dan
semangat tersebut ditutupi oleh intelektualisme dan dedikasi akademik
(Zarkasyi, 2009:17). Selain itu, orientalisme yaitu ilmu yang mempelajari
tentang ketimuran (Nasiwan & Wahyuni, 2016:12). Bangsa Barat dalam
pandangan orientalisme menganggap bahwa bangsa Timur dianggap
mundur dari peradaban dunia Barat. Tidak heran jika orientalis dianggap
memiliki disiplin dan sikap ilmiah yang khas.
Anggapan orientalis di masa kini ialah memiliki objektif dan ilmiah
hanya benar dipermukaannya. Kajian akademis dan ilmiah terhadapnya
membuktikan sebaliknya. Cara pandang mereka terhadap nabi, AlQur’an dan Islam sebagai agama masih tidak bisa lepas bebas dari
pengaruh pendahulunya. Dan orientalis terdahulu itu diwarnai oleh
pengalaman manusia Barat.
Orientalisme telah menjadi suatu tradisi pengkajian yang penting di
dunia Barat, maka ia berkembang dan melembaga menjadi program
formal di perguruan tinggi, dalam bentuk departemen atau jurusan dari
universitas-universitas di Barat (Zarkasyi, 2009:20).
Dalam pengkajian Orientalis terdapat tiga poin yang dapat dipetik
meliputi:
a) Bahwa orientalisme itu lebih merupakan gambaran tentang
pengalaman manusia Baratnketimbang tentang manusia Timur
(orient).
b) Bahwa orientalisme itu telah menghasilkan gambaran yang salah
tentang kebudayaan Arab dan Islam.
c) Bahwa meskipun kajian orientalis nampak objektif dan tanpa
kepentingan, tetapi berfungsi untuk tujuan politik.
3. Kolonialisme

6

Kolonialisme tidak serta merta berarti penjajahan fisik yang
dilakukan oleh bangsa Barat, tetapi pada era globalisasi kolonialisme
merupakan sistem memonopoli perdagangan, penguasaan dalam sistem
ekonomi politik dan liberasi perdagangan. Kolonialis memiliki
kepentingan dalam menyebarkan budaya dan pemikiran Barat, sehingga
akan mewujudkan pemikiran Islam yang sejalan dengan pemikiran dan
dan kepercayaan Barat. Dengan demikian, tujuan utama dari kolonialis
yaitu ekonomi dan politik di negara-negara Islam dapat berjalan dengan
mulus.
Perang pemikiran berasal dari kata ghazwul dan al-fikr. Ghazwul berarti
peperangan, sedangkan

al-fikr

berarti

pemikiran. Perang pemikiran

merupakan upaya yang dilakukan oleh kaum yang membenci Islam untuk
meracuni pikiran kaum muslim agar menjauhi agamanya sehingga umat
muslim mulai membenci Islam. Ada beberapa kelompok manusia yang telah
lama mengibarkan bendera perang pada umat muslim antara lain:
1. Orang-orang Yahudi dan Nasrani
Orang-orang Yahudi dan Nasrani termasuk dalam kelompok pembenci
Islam dan telah dijelaskan didalam Al-Qur’an “Dan orang-orang Yahudi
dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau
mengikuti agama mereka…” (QS. Al-Baqarah:120).
2. Orang-orang musyrik
Orang-orang musyrik merupakan orang-orang yang menyetukukan Allah
SWT. Orang-orang musyrik merupakan musuh tersebesar umat muslim,
dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa “Pasti akan kamu dapati orang yang
paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yan beriman, ialah
orang-orang Yahudi dan orang musyrik…” (QS. Al-Maidah:82).
3. Orang-orang munafik
Orang munafik ialah orang yang apabila berkata dia akan berdusta,
apabila berjanji akan mengingkari dan apabila dipercaya dia akan
berkhianat. Orang munafik merupakan musuh umat muslim sebab
mereka akan menyuruh perbuatan yang mungkar dan mencegah untuk

7

berbuat makruf. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa “Orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama),
mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan)
yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka
telah melupakan kepada Allah, maka Allah Melupakan mereka (pula).
Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik”
(QS. At-Taubah:67).
Antara golongan orang Yahudi dan Nasrani, orang musyrik serta orang
munafik ada suatu kerjasama untuk memusnahkan umat muslim. Mereka
selalu berupaya untuk menciptakan strategi-strategi baru dalam menghadapi
umat muslim.

B. Metode dalam Perang Pemikiran
Ghazwul fikri merupakan bagian yang tak terpisahkan dari uslub qital
(metode perang) yang bertujuan untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya
(Ridha, 1993:4). Perang pemikiran memang telah dipertimbangkan oleh kaum
pembenci Islam sebab perang fisik memiliki bebarapa kekurangan, sedangkan
perang pemikiran atau ghazwul fikri memiliki kelebihan antara lain:
Aspek

Perang Fisik

Perang Pemikiran

Biaya untuk melakukan Biaya yang digunakan
Biaya

perang

fisik

sangat dalam perang pemikiran

mahal
Hanya
Jangkauan

murah
menjangkau

orang-orang

yang

mengikuti perang

Objek

Dampak

Jelas merasakan jika ada
perang fisik

Seluruh masyarakat bisa
tersentuh
Tidak merasakan bila
sudah

terpengaruh

perang pemikiran

Akan ada perlawanan Tidak ada perlawanan
dari kaum muslim

sama sekali

8

Media yang digunakan

Senjata-senjata

Slogan,

teori-teori

maupun iklan

Perbandingan antara perang fisik dengan perang pemikiran tersebut
telah menunjukan bahwa perang pemikiran atau ghazwul fikri memiliki
keefektivan dari pada perang fisik. Perang fisik yang dilakukan oleh kaum
kuffar dan munafiqin cenderung membutuhkan tenaga yang ekstra untuk
menghadapi kaum muslim. Oleh karena itu, orang-orang yang membenci
umat Islam mulai mengembangkan strategi baru untuk memecahkan umat
muslim. Perang pemikiran inilah yang dirasa mampu untuk memecahkan
kaum muslim karena hanya dengan slogan, teori-teori maupun iklan dapat
dengan mudah menghasut umat muslim agar mulai menjahui agama Islam.
Dalam mempermudah menyebarkan kebencian pada umat muslim,
ghazwul fikri memiliki beberapa metode yang digunakan antara lain:
1. Tasykik, yakni gerakan yang berupaya menciptakan keraguan dan
pendangkalan kaum Muslimin terhadap agamanya (Romli, 2000:17).
Kaum kuffar dan munafiqin dalam menciptakan keraguan dan
pendangkalan umat muslim dengan menciptakan tuduhan-tuduhan
terhadap pedoman umat muslim yaitu Al-Qur’an dan hadist. Kaum
pembenci Islam akan menyampaikan kebohongan-kebohongan tentang
Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah hasil ciptaan Nabi Muhammad SAW
dengan bersumber pada kitab-kitab sebelumnya yaitu Taurat, Zabur dan
Injil. Selain itu, kaum pembenci Islam mengkritisi isi dari Al-Qur’an
bahwa ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an tidak rasional. Tasykik
juga dapat disebut dengan gerakan yang melecehkan agama Islam seperti
ajaran Syiah.
2. Tasywih, gerakan yang berupaya menghilangkan kebanggaan kaum
Muslimin terhadap agamanya (Romli, 2000:17). Tasywih dilakukan
dengan cara memberikan gambaran buruk terhadap agama Islam
sehingga umat muslim akan memiliki rasa rendah diri. Bahkan dengan
tasywih orang Islam bisa terputus dengan agamanya. Apabila seorang
muslim sudah terhasut dengan program tasywih maka ia akan membenci

9

apa saja yang ada pada dirinya dan ia akan membanggakan miliki orang
lain yang dapat berupa kebudayaannya, gaya hidup, agama maupun
ideologi.
3. Tadzwib, yakni pelarutan budaya dan pemikiran (Romli, 2000:17).
Kelompok pembenci Islam akan terus berupaya menciptakan budaya dan
pemikiran menjadi tidak memiliki batasan-batasan. Metode tadzwib
bertujuan agar kaum muslim tidak tahu seperti apa pemikiran dan budaya
Islam dan mana yang bukan dari budaya dan pemikiran Islam. Adanya
tadzwib akan menyulitkan umat muslim untuk memisahkan antara
pemikiran dan budaya Islam dengan pemikiran dan budaya kufur.
Dampak tadzwih akan mengakibatkan menyatunya pemikiran dan budaya
Islam dengan pemikiran dan budaya yang kufur. Selain itu, akibat adanya
proses penyatuan antara pemikiran dan budaya Islam denga pemikiran
dan budaya kufur maka dapat menghilangkan pemikiran dan budaya
Islam di kalangan kaum muslim.
4. Taghrib, yakni pembaratan dunia Islam, mendorong umat Islam agar
menerima pemikiran dan budaya Barat (Romli, 2000:17). Kelompok
pembenci Islam akan terus berupaya untuk menjerumuskan kaum muslim
salah satunya dengan mengosongkan nilai-nilai Islam dari jiwa kaum
muslim dan mengisinya dengan nilai-nilai yang ada diajaran mereka
sehingga kaum muslim akan berperilaku menyimpang dari nilai dan
norma ajaran Islam.
Dari ke-empat metode yang digunakan dalam perang pemikiran telah
banyak mempengaruhi sikap dan perilaku umat muslim dalam menjalankan
kehidupannya. Tidak sedikit dari umat muslim yang sudah terpengaruh
dengan metode-metode yang digunakan dalam perang pemikiran. Bahkan
bagi mereka yang sudah terpengaruh justru bangga dengan kesesatannya.

C. Sarana yang Digunakan dalam Perang Pemikiran
Dalam menerapkan metode-metode untuk melakukan perang pemikiran
atau ghazwul fikri, tidak akan berhasil jika tidak ada sarana yang digunakan.

10

Golongan-golongan pembenci Islam menciptakan berbagai sarana yang
digunakan untuk menyebarkan paham-paham yang bertentangan dengan
agama Islam. Bahkan kaum pembenci Islam menciptakan sarana yang
digunakan tidak disadari oleh umat muslim. Akibat dari globalisasi, sarana
perang pemikiran dikemas sedemikian rupa oleh golongan pembenci Islam
dengan cara memasukkannya dalam kehidupan sehari-sehari sehingga seluruh
umat muslim secara tidak sengaja umat muslim selalu bertemu dengan media
yang digunakan dalam perang pemikiran. Adapun sarana yang digunakan
dalam perang pemikiran atau ghazwul fikri sebagai berikut:
1. Pers dan media informasi
Dalam perkembangan globalisasi yang sangat pesat pers dan media
informasi menjadi sarana yang paling efektif dalam menebarkan
kebencian yang dilakukan oleh golongan pembenci Islam. Pers dan
media informasi yang berisi opini-opini dari berbagai kalangan dan tanpa
tahu kebenaran yang tekandung dalam informasi tersebut membuat kaum
pembenci Islam mulai menggiatkan untuk mulai meracuni pikiran umat
Islam dalam menyikapi berbagai peristiwa yang terjadi. Informasi yang
disampaikan akan membangun main set masyarakat, apabila informasi
yang disampaikan memang benar adanya maka akan memberikan
informasi yang sesuai fakta serta relevan. Akan tetapi, jika informasi
yang disampaikan sudah dicampurkan dengan kepetingan dari golongan
tertentu maka akan ada manipulasi berita yang akan menguntungkan
suatu golongan.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sektor yang memiliki peran
dalam mencetak ilmuwan-ilmuwan baru. Untuk meningkatkan kualitas
pendidikan yang ada di suatu negara maka diperlukan inovasi-inovasi
baru dalam mengembangkan sektor pendidikan. Dalam mencetak
ilmuwan-ilmuwan baru, dunia pendidikan mulai memberikan beasiswa
kuliah ke luar negeri khususnya ke negara kawasan Eropa. Kuliah di luar
negeri terutama di kawasan Eropa yang memiliki paham liberal, maka

11

semakin lama akan terjadi penyimpangan tentang ajaran Islam melalui
kurikulum yang diterapkan. Pengiriman mahasiswa sebagai calon
ilmuwan ke negara-negara Barat sesungguhnya dapat menyebabkan
pembangunan di negara mereka menjadi terhambat dan negara-negara
Barat akan semakin cepat berkembang. Bahkan secara sadar atau tidak
mereka ikut andil dalam membantu melanggengkan kepentingan Barat di
negara Islam.
3. Hiburan dan Gaya Hidup (Live Style)
Hiburan dan gaya hidup merupakan salah satu media yang paling
mudah digunakan dalam perang pemikiran atau ghazwul fikri. Hiburan
dan gaya hidup dapat dengan mudah mempengaruhi pola pikir
masyarakat. Kaum pembenci Islam dapat menyisipkan pemikiranpemikirannya melalui teknologi-teknologi yang berkembang seperti
smartphone, internet dan televisi. Mereka tidak perlu susah-susah untuk
mempengaruhi umat muslim, hanya perlu memanfaatkan teknologi yang
canggih seperti alat-alat komuikasi. Dengan memanfaatkan alat-alat
komunikasi kaum pembenci Islam dapat menyisipkan iklan-iklan ataupun
pesan yang dapat mengubah pola pikir umat muslim.
Kaum pembenci Islam sampai saat ini masih giat untuk menyerang
umat Islam bahkan strategi mereka mungkin tidak dirasakan secara
langsung oleh umat muslim. Banyak orang-orang pembenci Islam
memberikan bahkan memfasilitasi gaya hidup yang mencerminkan gaya
mereka. Kaum pembenci Islam terus menerus membangun café, bioskop
bahkan sampai klub-klub hiburan malam. Bahkan didalamnya telah
disisipkan beberapa aktivitas yang bertentangan dengan ajaran Islam
seperti perjudian dan prostitusi. Pendirian tempat-tempat hiburan sebagai
salah satu upaya untuk menjauhkan umat muslim dengan agama Islam.
Bahkan tidak sedikit umat muslim yang ikut menikmati hal-hal negatif
tersebut. Tidak jarang dari umat muslim yang menikmati hal tersebut
sudah menganggap bahwa perjudian dan prostitusi merupakan hal yang
wajar.

12

4. Yayasan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Upaya untuk menjerumuskan umat muslim dilakukan dengan
berbagai cara. Bahkan yayasan dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dapat digunakan untuk menyimpangkan akidah umat muslim.
Program-program yang direncanakan didalam yayasan dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dikemas sedemikian rupa sehingga tidak
ada kecurigaan dari anggotanya. Program kerja seperti bantuan sosial
maupun kepeduliaan kemanusiaan dijadikan sebagai ajang bertukar harta
oleh kaum pembenci Islam.

D. Tujuan dari Perang Pemikiran
Adanya perang pemikiran atau ghazwul fikri tentu memiliki pengaruh
bagi kehidupan umat muslim. Perang pemikiran atau ghazwul fikri berusaha
untuk menjauhkan umat Islam dengan agamanya sudah dijelaskan dalam AlQur’an bahwa perang pemikiran akan mengakibatkan “Dan mereka hampir
memalingkan engkau (Muhammad) dari apa yang telah Kami Wahyukan
kepadamu, agar engkau mengada-ada yang lain terhadap Kami; dan jika
demikian tentu mereka menjadikan engkau sahabat yang setia” (QS. AlIsra’:73).
Selain itu, kaum pembenci Islam menginginkan agar generasi umat
muslim meninggalkan ajaran Islam dan hanya hidup mengikuti hawa nafsu.
Nilai-nilai ajaran Islam adalah sumber kekuatan untuk melawan musuhmusuhnya

sehingga

menghancurkannya.

kaum

Sebagaiman

pembenci
dijelaskan

Islam

berusaha

untuk

dalam

Al-Qur’an

bahwa

“Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan sholat
dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan sesat” (QS.
Maryam:59). Sebab kaum pembenci Islam tidak ingin ada kemajuan dalam
perkembangan agama Islam.
Perang pemikiran dapat merusak moral atau akhlak umat Islam. Moral
merupakan kekuatan paling besar yang dimiliki oleh umat Islam dalam
menghadapi musuhnya. Akhlak Islam tentang ukhuwah islamiyah dan

13

solidaritas umat Islam. Moral yang dimiliki umat Islam dapat melahirkan
sikap kebersamaan, tanggungjawab dan rasa kepedulian terhadap saudara
bahkan sesama umat muslim. Maka, musuh-musuh umat muslim terus
berusaha untuk merusak moral umat muslim dengan cara apapun.
Keraguan-keraguan yang diciptakan oleh kaum pembenci Islam
terhadap ajaran Islam maka akan berdampak pada penolakan umat Islam
tentang ajaran agamanya sendiri. Selain itu, strategi yang digunakan dalam
perang pemikiran akan mengakibatkan umat muslim menjadi ragu akan
kebenaran Allah yang terkandung didalam Al-Qur’an. Penolakan umat Islam
dalam mengimani Al-Qur’an dan mengamalkan ajaran Islam tentu akan
menjadikan pemikiran kaum pembenci Islam menjadi mudah diterima oleh
umat muslim sehingga akan menjadikannya sebagai pedoman untuk mengatur
hidupnya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai kewaspadaan terhadap
perang pemikiran bahwa “dan hendaklah engkau memutuskan perkara
diantara mereka menurut apa yang Diturunkan Allah, dan janganlah engkau
mengikuti keinginan mereka, jangan sampai mereka memberdayakan engkau
terhadap sebagian apa yang telah Diturunkan Allah kepadamu…” (QS. AlMaidah:49).
Perang pemikiran atau ghazwul fikri akan mengakibatkan umat muslim
memiliki jiwa rendah diri dan minder. Umat muslim akan kehilangan
kebanggaanya terhadap agama Islam dan akan membanggakan apa yang
dimiliki orang lain terutama golongan-golongan pembenci Islam. Maka
berbahagialah kaum pembenci Islam jika umat muslim tidak memiliki
kebanggan terhadap agamanya sendiri. Kebanggaan terhadap agama Islam
yang hilang akibat perang pemikiran dapat terjadi karena umat muslim
terperangkam dalam jebakan golongan-golongan pembenci Islam. Kaum
kuffar dan munafiqin adalah salah satu golongan pembenci Islam yang sangat
pandai menghasut umat muslim. Mereka mengakui secara lisan Nabi
Muhammad SAW sebagai rosulnya, tetapi hati nurani mereka berdusta
sehingga kaum kuffar dan munafiqin adalah musuh dalam selimut umat
muslim. Bahkan kaum kuffar dan munafiqin sangat pandai menciptakan isu-

14

isu yang dapat menggoyahkan hati dan pola pikir umat muslim.
Kerendahdirian umat muslim pada agamanya yang diciptakan oleh kaum
pembenci Islam agar umat muslim tidak mengagung-agungkan agamanya
tetapi akan bangga terhadap kemilikan orang lain.
Selain itu, perang pemikiran atau ghazwul fikri akan mengakibatkan
lunturnya kepribadian islami dari generasi muda. Penyebaran kultur dan
pemikiran dari golongan-golongan pembenci Islam akan sangat mudah
mempengaruhi generasi muda. Pola pikir generasi mudah yang terfokus untuk
mencari jati diri mereka menjadi sasaran kaum pembenci Islam untuk
menyebarkan kultur dan pemikirannya. Bahkan secara tidak sadar generasi
muda pada era modern ini sudah ikut-ikutan menerapkan kultur dan
pemikiran Barat dalam hal pola pikir, gaya hidup dan tingkah laku.
Perang pemikiran bertujuan untuk menimbulkan perpecahan antara
umat muslim.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa “yaitu

orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
pada golongan mereka” (QS. Ar-Rum:32). Pada era modern saat ini banyak
berdiri organisai-organisasi maupun partai politik yang bertumpu pada
agama. Namun, peningkatan berdirinya organisasi maupun partai politik akan
menimbulkan perpecahan antarumat muslim. Pendirian organisai maupun
partai politik hanya berdasarkan pada pemahaman mereka tentang agama
sehingga akan ada beberapa golongan dalam umat Islam. Akibatnya akan
menimbulkan perpecahan yang timbul dari perbedaan prinsip dalam pendirian
organisasi maupun partai politik. Selain itu, akan timbul persaingan yang
akan menghambat perkembangan organisasi maupun partai politik tersebut.
Dengan perang pemikiran atau ghazwul fikiri akan memunculkan
kefanatikan terhadap golongan-golongan yang ada dalam agama Islam.
Mereka mengagung-agungkan pemikiran mereka sehingga tidak ada rasa
kepedulian terhadap umat muslim disekitarnya. Bahkan tidak segan-segan
dari mereka membiarkan saudara seimannya dalam kesulitan karena mereka

15

tidak mengganggapnya sebagai saudara jika tidak termasuk dalam
golongannya.
Pengaruh terbesar dari perang pemikiran atau ghazwul fikri adalah ingin
memurtadkan umat muslim. Dalam upaya memurtadkan umat muslim, kaum
pembenci Islam melakukan dengan terang-terangan, tetapi banyak umat
muslim yang tidak mengetahuinya. Strategi yang mereka lakukan adalah
dengan memberikan bantuan-bantuan seperti bantuan makanan dan bantuan
dana sekolah. Bantuan-bantuan yang diberikan akan membuat umat muslim
tergantung pada bantuan tersebut. Selain itu, adanya bantuan yang diberikan
pada umat muslim yang kurang mampu dalam ekonominya tentu bisa
menggoyahkan iman mereka. Kaum pembenci Islam akan terus berupaya
menjauhkan umat muslim dengan agamanya dengan cara apapun seperti yang
digambarkan dalam Al-Qur’an bahwa “…Mereka tidak akan berhenti
memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu…” (QS. AlBaqarah:217)

E. Pengaruh Perang Pemikiran dalam Berbagai Aspek
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam memajukan suatu
negara. Pendidikan menjadi target utama dalam serangan perang
pemikiran atau ghazwul fikri. Didalam bidang pendidikan mata pelajaran
terkait dengan keagamaan terutama agama Islam hanya ada satu kali
pertemuan dalam setiap minggunya dan durasi mata pelajaran agama
terbatas hanya dua jam mata pelajaran disekolah-sekolah umum.
Dengan terbatasnya pertemuan dengan mata pelajaran agama
akan berdampak pada fondasi keagamaan yang dimiliki siswa. Bagi
murid yang berada disekolah-sekolah umum akan memiliki fondasi yang
lemah pada keagamaan mereka jika didalam kehidupan sehari-hari
mereka tidak mempelajarinya sendiri. Akibat dari lemahnya fondasi dan
pemahaman terhadap keagamaan akan menyebabkan krisis karakter
terlebih lagi pada anak-anak remaja. Krisis karakter dapat berupa

16

pergaulan bebas, tawuran antarpelajar bahkan sampai penyalahgunaan
narkoba. Bidang pendidikan memang menjadi target utama dalam
serangan ghazwul fikri karena umat muslim tidak sadar akan hal tersebut.
2. Sejarah
Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari tentang peristiwa di
masa lalu yang tidak dapat terulang kembali. Sejarah dunia dan ilmu
pengetahuan selalu mengaitkan dengan kejadian dalam dunia Barat dan
kajian tentang sejarah-sejarah dalam Islam jarang digunakan dalam ilmu
pengetahuan terutama pada bidang sejarah sehingga pemaparan tentang
dunia Islam jarang ditemui.
Dalam sejarah sering sekali ditemui tokoh-tokoh Barat sehingga
membuat umat muslim tidak percaya diri dalam membahas sejarah Islam
dan tokoh-tokohnya. Tidak jarang jika tokoh-tokoh yang dimengerti oleh
peserta didik adalah tokoh-tokoh Barat.
3. Ekonomi
Prinsip dasar ekonomi adalah mencari untung sebesar-besarnya
dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Ajaran prinsip ekonomi tersebut
adalah berasumsi pada kapitalisme sehingga dalam berjualan para
pedagang tidak memikirkan bahwa hasilnya haram ataukah haram.
Kapitalisme mengajarkan monopoli, riba dan memperkaya para
konglomerat.
Pada bidang ekonomi penyerangan umat muslim dengan cara
mendirikan bank. Bank tersebut pada akhirnya memberikan bunga tanpa
bagi hasil yang dalam Islam dapat disebut dengan riba. Dengan tipu daya
mereka banyak dari kaum muslim yang tidak menyadari bahwa hal
tersebut adalah bagian dari perang pemikiran atau ghazwul fikri.
4. Bahasa
Perang pemikiran atau ghazwul fikri adalah pembelajaran bahasa
Arab disekolah-sekolah. Bahasa Arab sering dianggap tidak penting
sehingga tidak perlu dimasukan dalam kurikulum pendidikan. Mungkin
anggapan masyarakat umum pembelajaran bahasa Arab dirasa tidak

17

penting karena penggunaan bahasa seharai-hari adalah bahasa Indonesia
ataupun bahasa daerah.
Namun, hal ini sebenarnya memiliki dampak yang buruk bagi
dalam kehidupan umat muslim. Banyak dari umat muslim yang kurang
memahami kandungan dari ayat-ayat Al-Qur’an karena mereka tidak
diajarakan bahasa Arab. Selain itu, Al-Qur’an hanya sekadar menjadi
bancaan tanpa mengandung sebuah arti seperti dijelaskan dalam QS. AlFurqan ayat 30 bahwa “Dan Rosul (Muhammad) berkata, Ya Tuhan-ku,
sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur‟an ini diabaikan”.
5. Pertahanan dan Keamanan
Pada saat ini kaum pembenci Islam tidak henti-hentinya
menyebarkan isu tentang terorisme yang berkedok pada jihad. Sasaran
isu tentang terorisme adalah untuk melemahkan kekuatan Islam. Umat
Islam berupaya menanamkan prinsip berjihad melawan kezaliman kaum
pembenci Islam, tetapi sering disalah artikan dalam aksi terorisme.
Menyerukan aksi terorisme sejatinya adalah salah satu strategi dalam
perang pemikiran atau ghazwul fikri dengan serbuan pemikiran agar
dapat mengubah sikap dan pola pikir umat muslim sehingga seperti yang
dikehendaki kaum pembenci Islam. Selain itu, kampanye tentang aksi
terorisme bertujuan untuk menempatkan agama Islam dan umatnya agar
dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan.

F. Peran Ilmu Sosial Profetik dalam Menyikapi Perang Pemikiran
Dalam perkembangan Teori Sosial Keindonesiaan muncullah gagasan
baru mengenai Ilmu Sosial Profetik yang dikenalkan oleh Kuntowijoyo. Ilmu
Sosial Profetik yaitu ilmu yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah
fenomena sosial, tetapi juga memberikan petunjuk kearah mana transformatif
itu dilakukan (Kuntowijoyo, 1991:288). Kuntowijoyo semasa hidupnya
dikenal sebagai seorang budayawan, satrawan dan sejarawan. Namun,
Kuntowijoyo adalah seorang pemikir yang dikenal kritis dan optimis akan
masa depan Islam (Nasiwan & Wahyuni, 2016:112). Kepedulian dari

18

Kuntowijoyo tentang perkembangan agama Islam Indonesia telah melahirkan
gagasan baru dalam bidang Ilmu Sosial. Masyarakat Indonesia sebagian besar
menganut agama Islam, tetapi pada kenyataannya pola pikir masyarakat yang
terbelenggu oleh mitos-mitos yang berkembang dimasyarakat (Nasiwan &
Wahyuni, 2016:112). Pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada
mitos-mitos tersebut mempunyai pengaruh pada tidak berkembangnya agama
Islam di Indonesia.
Selain itu, adanya tantangan masa depan yang cenderung mereduksi
agama dan menekankan sekulerisasi sebagai keharusan sejarah (Nasiwan &
Wahyuni, 2016:113). Bukannya hanya kedua hal tersebut tantangan agama
Islam di masa depan ialah adanya perang pemikiran atau ghazwul fikri yang
dilakukan oleh golongan-golongan pembenci umat muslim. Perang pemikiran
atau ghazwul fikri memiliki pengaruh yang dapat menyesatkan umat muslim
sehingga diperlukan gagasan baru yang dapat memberikan nilai-nilai Islam.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik dapat dijadikan
sebagai solusi alternatif dalam menghadapi era perang pemikiran atau
ghazwul fikri. Humanisasi (ta‟muruna bil ma‟ruf), liberasi (tanhauna anil
munkar) dan transendensi (tu‟minuna billah) adalah tujuan manusia hidup
dimuka bumi sesuai dengan garis etika profetik (Nasiwan & Wahyuni,
2016:105). Nilai-nilai yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik untuk
menciptakan masyarakat yang mewujudkan cita-cita sosio-etiknya di masa
depan sudah terkadung didalam Al-Qur’an bahwa “Kamu (umat Islam)
adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Allah…” (QS. Ali-Imran:110).
Sementara itu, kepentingan besar umat Islam adalah bagaimana cara
mengubah masyarakat sesuai dengan cita-cita dan visinya mengenai
transformasi soial (Nasiwan & Wahyuni, 2016:125). Dari gagasan Ilmu
Sosial Profetik sesungguhnya perlu ada kekhawtiran dalam diri umat muslim
terkait dominasi peradaban Barat.

19

Humanisasi sebagai bagian dalam gagasan Ilmu Sosial Profetik yang
bertujuan untuk memanusiakan manusia sehingga manusia memiliki
kebebasan dalam berpikir. Manusia sekarang mengalami proses dehumanisasi
yang disebabkan oleh masyarakat industrial menjadikan manusia sebagai
masyarakat yang abstrak tanpa wajah kemanusiaan (Nasiwan & Wahyuni,
2016:105). Dehumanisasi dapat terjadi karena perkembangan teknologi dan
penggunaan teknologi. Humanisasi dalam mengatasi perang pemikiran atau
ghazwul fikri memiliki peran dalam mengolah logika umat muslim. Dalam
menghadapi perang pemikiran atau ghazwul fikri sebagai umat muslim
diperlukan kekritisan dalam menanggapi fenomena atau peristiwa yang
terjadi sehingga tidak terhasut oleh golongan-golongan yang ingin
menghancurkan Islam. “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang
yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah
kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. AlHujurat:6).
Adanya humanisasi memberikan jalan keluar untuk menghadapi perang
pemikiran salah satunya dapat dengan membentuk media massa alternatif
yang memiliki visi misi dalam dakwah Islam yang kental sehingga dapat
memberikan informasi dan opini yang jelas kepada masyarakat.
Selain itu, dalam menghadapi perang pemikiran diperlukan strategistrategi dalam menghambar perkembangan perang pemikiran. Untuk itu,
umat Islam dapat mendirikan sebuah instansi atau lembaga-lembaga yang
dapat menghadapi perang pemikiran sehingga ada unit-unit yang mengamati
perkembangan dari ghazwul fikri dan ada unit-unit yang dapat mencari jalan
keluar dalam menghadapi serangan-serangan.
Sesama umat manusia hendaknya menularkan ilmu yang telah
didapatkan. Maka, sebagai umat muslim yang memiliki pengetahuan tentang
bahaya perang pemikiran atau ghazwul fikri harus memberikan informasi
pada mereka yang tidak paham tentang bahaya dari ghazwul fikri sehingga
umat muslim tidak terkecoh antara ajaran Islam yang benar dan yang

20

menyesatkan. Berjihad dijalan Allah tidak harus mengorbankan nyawanya
karena bisa dilakukan dengan hal kecil seperti menularkan ilmu yang sudah
didapatkan.
Dalam membentengi dari perang pemikiran atau ghazwul fikri dapat
dengan setiap ajaran-ajaran dalam Islam, menjauhi larangan-Nya dan tetap
beristiqomah. Sebetulnya tidak ada lagi alasan kesulitan mencari maknamakna yang terkandung didalam Al-Qur’an sebab teknologi saat ini sudah
sangat canggih dalam mengakses terjemahan-terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an
sehingga sebagai umat muslim dapat memahami dengan betul bagaimana cara
mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Perang pemikiran dapat dipadamkan dengan menjauhkan pemikiranpemikiran budaya Barat seperti sekularisme yang dapat memisahkan umat
muslim dari agamanya. Maka dalam menjauhi paham-paham seperti
sekularisme sebagai umat muslim perlu mengkaji kembali paham-paham
tersebut

sehingga

akan

mendapatkan

suatu

informasi

yang

dapat

menyadarkan umat muslim tentang strategi perang pemikiran yang
menyebarkan kultur dan pola pikir yang sesat.
Liberasi ialah untuk membebaskan bangsa dari kekejaman kemiskinan,
keangkuhan teknologi dan perampasan kelimpahan (Kuntowijoyo, 1991:289).
Liberasi dapat dikatakan sebagai nahi mungkari yang dapat memberikan
pembebasan dari kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Liberasi dalam
Ilmu Sosial Profetik dalam konteks keilmuan didasarkan pada transedensi.
Liberasi memiliki tanggungjawab profetik untuk membebaskan manusia dari
kekejaman, kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang
menindas dan hegemoni kesadaran palsu (Nasiwan & Wahyuni, 2016:106).
Dalam membebaskan umat manusia dari kekejaman, kemiskinan,
pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hegemoni
kesadaran palsu erat kaitannya dengan bidang keilmuan sebab agama Islam
adalah agama yang dangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Bidang
keilmuan memiliki peran penting dalam membebaskan umat muslim dari
perang pemikiran atau ghazwul fikri. Maka dalam bidang keilmuan perlu ada

21

variasi dalam proses belajar mengajar dengan cara mengaikat seluruh aspek
mata pelajaran baik agama maupun yang berbasis teknologi sehingga
nantinya akan melahirkan cendekiawan muslim yang memiliki keahlian
dalam berbagai bidang.
Untuk memerangi ghazwul fikri dalam tujuan pendidikan perlu
berdasarkan asas pembentukan manusia yang sholeh sehingga akan
menjadikan umat muslim lebih unggul dari mush-musuhnya. Tujuan tersebut
meliputi:
1. Membentuk pribadi muslim yang utuh dan khas.
2. Menjadi da’i yang handal dan murobi teladan.
3. Menjadi politisi yang bermoral sehingga siap menjadi pelopor perubahan.
Penggunaan model pendidikan politik Islam atau tarbiyah Siyasiyah
Islamiyah. Model pendidikan politik Islam ini dapat dilakukan agar setiap
warga mampu, senang dan aktif berpartisipasi dalam siasah terhadap berbagai
macam persoalan masyarakat (Nasiwan & Wahyuni, 2016:129). Partisipasi
dari masyarakat sendiri terutama umat muslim dapat merealisasikan prinsipprinsip Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Adanya tarbiyah Siyasiyah
Islamiyah dapat memberikan pencerahan bagi umat muslim terhadap berbagai
persoalan termasuk perang pemikiran atau ghazwul fikri.
Selain itu, dalam menanggulangi masuknya perang pemikiran dalam
bidang politik dapat diantisipasi dengan pendidikan politik yang dapat
dilaksanakan dalam tiga tahap meliputi:
1. Tahap pertama: Penguasaan Ilmu Politik (al-„ilm as siyasi).
Penguasaan

ilmu

politik

dibutuhkan

untuk

menentukan

keshalihan langkah-langkah yang diambil saat ada dorongan dan respon
politik dari dalam dan luar yang terdiri dari:
a) Muthola‟ah siyasih (kritik terhadap literatur politik), yang meliputi
kajian biolitik, bertemu dengan narasumber, pengamatan terhadap
dinamika politik lokal, nasional ataupun internasional (Nasiwan &
Wahyuni, 2016:132).

22

b) Munawaroh siyasih (dialog politik) dengan berbagai macam aliran
politik yang ada, baik untuk lapangan konsepsional maupun
operasional (Nasiwan & Wahyuni, 2016:132).
c) Mutaba‟ah siyasih (pelakasanaan evalusai) yang dilakukan pada
seluruh langkah yang telah diambil, sehingga akan terlihat seluruh
ruang politik yang dipahami dengan baik (Nasiwan & Wahyuni,
2016:132).
2. Tahap Kedua: Melakukan Aksi Penyadaran (Tan‟iyah Assiyasiyah)
Langkah tersebut ditempuh dengan menumbuhkan solidaritas
internal antara kader-kader, baik yang terjun pada lapangan politik atau
mereka yang mendukung dari luar serta diikuti dengan upaya
penumbuhan lembaga-lembaga politik internal sebagai sarana untuk
tadribat (latihan) amal aktivis yang disiapkan terjun dalam kancah
politik. Dalam tahap ini diikuti pula dengan upaya melakukan beberapa
aksi politik, seperti: penyebaran teori politik Islam, aksiaksi politik (almunawaroh as-siyasi) dalam skala lokal, propaganda politik (ad-di‟yan
as-siyasi), pembentukan organisasi politik (attandzim as-siyasi), dan
penetrasi politik (al-ikhtiroq as-siyasi) (Nasiwan & Wahyuni, 2016:132).
3. Tahap Ketiga: Partisipasi Politik (al musyarokah as-siyasi)
Di awali dengan partisipasi sosial (musyarokah ijtima‟iyah)
dalam bentuk keterlibatan aktif dalam upaya pengokohan dan penyehatan
kondisi masyarakat dalam segala aspeknya, ruhiyah, fikriyah, jasadiyah,
dan maliyah. Hal tersebut diharapkan akan muncul pribadi-pribadi yang
dikenal dan mengakar pada masyarakat, selanjutnya akan terbentuk
dukungan masyarakat dan program-program yang dikenal oleh seluruh
lapisan masyarakat serta bermanfaat bagi masyarakatnya sendiri
(Nasiwan & Wahyuni, 2016:132).
Pendidikan

politik

memberikan

pengaruh

yang

besar

dalam

menciptakan generasi-generasi Islam yang memiliki kompetensi. Selanjutnya,
generasi penerus Islam akan berpartisipasi dalam kehidupan politik suatuu
umat. Untuk itu, melalui aktivitas pendidikan pendidikan politik generasi

23

penerus Islam akan mendapatkan transmisi nilai-nilai, ideologi ataupun
sistem poltik yang dicita-citakan (Nasiwan & Wahyuni, 2016:135).
Menanamkan rasa bangga pada dengan ajaran-ajaran Islam yang berupa
akidah, syariat dan peraturan hidup. Ajaran-ajaran Islam yang biasanya
terkandung didalam komponen dasar ajaran agama Islam yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Komponen tersebut
meliputi:
1. Al-Qur’an dan sunnah sebagai dasar berpikir dan beramal umat muslim.
2. Bahasa Arab sebagai bahasa dalam agama dan ilmu.
3. Sejarah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sebagai teladan bagi
umat muslim.
4. Syariat Islam sebagai peraturan dan undang-undang yang adil bagi
umatnya.
5. Kebudayaan Islam.
Ajaran-ajaran Islam jelas tidak mengajarkan hal yang negatif kepada
umatnya sehingga sebagai umat muslim seharusnya bangga dengan ajaranajaran Islam. Bahkan ajaran-ajaran Islam akan menjadikan umatnya menjadi
manusia yang religius. Kebanggaan terhadap ajaran Islam harus benar-benar
dipupuk dalam diri umat Islam sehingga tidak ada rasa minder dengan kaumkaum pembenci Islam. Dengan demikian, kebanggaan terhadap ajaran-ajaran
Islam yang dapat ditanamkan dalam diri umat Islam akan membantunya agar
tidak ditindas oleh kaum-kaum pembenci Islam.
Transendensi bertujuan untuk menambahkan dimensi transendental
dalam kebudayaan (Nasiwan & Wahyuni, 2016:106). Transendensi dalam
nilai-nilai Ilmu Sosial Profetik erat kaitannya dengan Allah SWT. Dalam
membentengi diri dari pengaruh perang pemikiran atau ghazwul fikri dapat
dilakukan senantiasa berserah diri dan berdo’a dalam setiap amalan ibadah
yang telah dilakukan. Manusia merupakan makhluk yang lemah karena ketika
ada kesulitan membutuhkan bantuan Allah SWT. Manusia memang memilki
akal dan pikiran, tetapi manusia masih memiliki banyak kekurangan sehingga
banyak peristiwa atau kejadian-kejadian yang diluar nalar manusia tidak ada

24

salahnya jika manusia merasa kesulitan mengatasinya. Maka sebagai umat
Islam perlulah untuk senantiasa berserah diri dan berdo’a pada Allah SWT
agar mendapat pertolongan. Selain itu, berserah diri dan berdo’a dapat
mendekatkan diri pada Allah SWT sehingga dalam menghadapi ataupun
mengatasi serangan-serangan menjadi lebih kuat dan tegar.
Meningkatkan semangat ibadah dan berlomba-lomba dalam kebaikan
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an “Dan setiap umat mempunyai
kiblat yang menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam
kebaikan…” (QS. Al-Baqarah:148). Ibadah memiliki pengaruh yang sanat
besar bagi kehidupan umat muslim. Dengan meningkatkan semangat
beribadah mampu menstabilkan jiwa dan kehidupannya. Selain itu, dengan
semangat yang ada dalam diri umat Islam dapat mendorong umat muslim
untuk membuat karya-karya dan membangun kepribadian. Maka dari itu
sebagai umat muslim hendaknya selalu meningkatkan semangat beribadah
dan berlomba-lomba dalam mencari kebaikan sehingga Allah SWT
melindungi umatnya dari rencana keji musuh-musuh Islam.
Selain itu, sebagai umat muslim hendaknya mengingatkan keluarga,
saudara, kerabat dekat dan umat muslim lainnya yang masih kurang paham
tentang agama Islam. Sebab, dalam strategi perang pemikiran atau ghazwul
fikri yaitu menciptakan keraguan-keraguan tentang agama Islam sehingga
bagi umat muslim yang kurang paham dengan agamanya akan mudah
terpengaruh

terhadap

pernyataan-penyataan

yang

dibuat

kaum-kaum

pembenci Islam.
Selain bersabar terhadap segala cobaan sebagai umat muslim
diharuskan untuk ikhlas dalam menerima segala ketentuan Allah SWT dan
menyadari bahwa apapun yang terjadi sudah ketetapan Allah SWT. Tidak ada
yang tahu bencana apapun yang dapat menimpa bumi dan pada dirimu
sendiri. Maka apabila dalam menghadapi cobaan dari Allah dengan sabar dan
ikhlas dalam menerima setiap ketentuan Allah SWT, maka tidak akan terasa
berat lagi cobaan atau ujian tersebut.

25

Membatasi pergerakan perang pemikiran atau ghazwul fikri dapat
dilakukan dengan menghidupkan kembali forum-forum dalam bidang
keagamaan.

Pada

era

modern

ini

banyak

sekali

generasi

muda

menyepelekkan forum-forum keagamaan seperti pengajian. Pengajian
ataupun forum-forum yang lain sesungguhnya dapat memperkaya wawasan
tentang agama Islam sehingga umat muslim memiliki fondasi agama yang
kuat. Perang pemikiran atau ghazwul fikri dapat dihambat oleh forum-forum
keagamaan yang akan memberikan pencerahan tentang agama Islam sehingga
umat muslim tidak akan terkecoh dengan tipu daya yang dilakukan umat
Islam.
Salah satu cara dalam mengurangi pengaruh perang pemikira ialah
dengan berdakwah. Berdakwah merupakan salah satu cara dalam upaya
menyadarkan umat mu