pengujian model regresi

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia. Hutan Indonesia merupakan hutan tropis terbesar kedua setelah Brazil, sehingga banyak hasil hutan yang dapat diolah yang akan menjadikan Indonesia menjadi negara yang adidaya. Hasil hutan seperti kayu, air, dan pesona alam yang ada, pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah.

Mengingat berbagai kekhasan daerah, serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat terkait dengan kelestarian hutan, dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan hutan di wilayah tertentu, maka hal tersebut dilimpahkan kepada BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak di bidang kehutanan, seperti Perusahaan Umum (Perum) yang pembinaannya dibawah Menteri. Pengelolaan kawasan hutan di Pulau Jawa didelegasikan kepada Perum Perhutani.

Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara di Indonesia yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan perencanaan,

pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya (Adnyana, 2015). Sebagai BUMN, Perum Perhutani mengusahakan pelayanan bagi

kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Wilayah kerja Perum Perhutani meliputi Divisi Regional I Jawa Tengah, Divisi Regional II Jawa Timur dan Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten. Divisi Regional II Jawa Timur tersendiri yang terdiri dari beberapa Seksi Perencanaan Hutan (SPH) antara lain SPH I Bojonegoro, SPH II Madiun, SPH III Jombang, SPH IV Malang dan SPH V Jember. Dimana setiap SPH tersebut memegang beberapa Kelompok Pengelolaan Hutan (KPH). SPH IV Malang memegang 4 KPH, yang terdiri dari KPH Malang, KPH Pasuruan, KPH Probolinggo dan KPH Madura yang memiliki tugas melaksanakan pengkajian,


(2)

pengumpulan dan penyiapan bahan sesuai kebutuhan perencanaan dinas dan mengklarifikasi dan menyusun data statistik perencanaan dinas kehutanan

(Perhutani, 2015). Setiap KPH memiliki jenis hutan produksi yang berbeda-beda. Wilayah KPH Malang merupakan hutan produksi dengan tanaman keras antara lain pinus, jati, mahoni, sengon, damar dan suren.

Salah satu data kondisi sumberdaya hutan adalah potensi tegakan hutan. Potensi tegakan hutan diantaranya dicirikan oleh volume tegakan, yaitu jumlah volume pohon yang ada di dalam suatu tegakan. Penentuan volume pohon jati antara lain dipengaruhi oleh keliling, tinggi dan bentuk pohon. Keliling pohon merupakan variabel yang paling memungkinkan diketahui secara mudah dan cepat berdasarkan pengukuran pada setiap pohon, sehingga diperoleh model pendugaan taksiran volume pohon.

Dalam rangka menyusun perencanaan produksi diperlukan target produksi yang akurat dan realistis dengan memodelkan volume dan keliling pohon. Salah satu metode yang digunakan adalah metode analisis regresi. Regresi adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan hubungan matematis antara variabel respons dengan variabel penjelas (Setiawan, 2010). Analisis regresi ada 2 macam, yaitu analisis regresi linier sederhana jika pola pasangan data membentuk pola garis lurus, dan analisis regresi non linier sederhana jika pola pasangan data tidak membentuk pola garis lurus. Pada umumnya, model pendugaan taksiran volume pohon menggunakan model regresi non linier sederhana, dimana variabel responnya adalah volume pohon, sedangkan untuk variabel penjelasnya adalah keliling pohon yang mempengaruhinya.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka laporan ini disusun dengan judul “Model Regresi Non Linier Sederhana Dalam Menduga Volume Pohon Jati (Tectona Grandis L.F) (Studi Kasus di Kelompok Pengelolaan Hutan/KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)”.

1.2.1 Tujuan Pelaksanaan KPL

Tujuan pelaksanaan KPL yaitu untuk mengetahui model terbaik regresi non linier sedehana dalam menduga volume pohon jati (Tectona Grandis L.F).


(3)

1.3 Alasan Pemilihan Lokasi KPL

Alasan kegiatan kajian praktek lapangan dilaksanakan di Seksi

Perencanaan Hutan IV Malang dan Perusahaan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur adalah sebagai berikut:

1. Seksi Perencanaan Hutan IV Malang merupakan Cabang Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur yang memerlukan tenaga kerja di bidang statistik.

2. Seksi Perencanaan Hutan IV Malang dan Perusahaan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur mengolah data perencaan hutan setiap tahunnya maupun perbulan yang perlu dianalisis datanya.

3. Letak Seksi Perencanaan Hutan IV Malang yang mudah dijangkau karena tidak jauh dari Kota Malang, yang berada di Jl. Terusan Kawi No. 3 Malang.

4. Mencari informasi tentang Seksi Perencanaan Hutan IV Malang dan Perusahaan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur sebagai pertimbangan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja.

1.4 Manfaat Kegiatan KPL

Adapun manfaat yang dapat diperoleh setelah pelaksanaan KPL antara lain:

1. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama di perkuliahan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa untuk persiapan memasuki dunia kerja

2. Mahasiswa dapat mengetahui sistem kerja di Seksi Perencanaan Hutan IV Malang dan Perusahaan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur dalam rangka pengelolaan hutan.

3. Mahasiswa dapat memberikan alternatif pilihan model penduga volume pohon jati di wilayah KPH Malang.

4. Melatih mental dan cara mahasiswa dalam berkomunikasi dengan orang lain dan juga instansi kerja lain.


(4)

1.5 Batasan Masalah

Agar pembahasan lebih jelas dan terarah maka dalam penelitian yang dilakukan permasalahannya dibatasi hanya :

1. Data yang diambil berupa data dari pohon jati di wilayah KPH Malang, BH Sengguruh, BKPH Sengguruh, RPH Rejosari.

2. Model regresi non linier yang digunakan merupakan model regresi non linier semu.


(5)

2.1 Sejarah Singkat Perhutani

Perum Perhutani adalah perusahaan yang bergerak di bidang Kehutanan (khususnya di Pulau Jawa dan Madura) dan mengemban tugas serta wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Hutan (SDH) dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek

lingkungan. Dalam operasionalnya, Perum Perhutani berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN dengan bimbingan teknis dari Departemen Kehutanan.

Perum Perhutani diberi tanggung jawab dan hak pengelolaan hutan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1972. Wilayah kerja Perum Perhutani selanjutnya diperluas pada tahun 1978 dengan masuknya kawasan hutan Negara di Provinsi Jawa Barat berdasarkan PP Nomor 2 tahun 1978.

Dalam perkembangan selanjutnya, penugasan Perum Perhutani mengalami penyesuaian dengan ditetapkannya PP Nomor 36 tahun 1986 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara, pada tahun 2001 bentuk pengusahaan Perum Perhutani ditetapkan oleh pemerintah sebagai BUMN berbentuk Perseroan Terbatas (PT) Perhutani melalui PP Nomor 14 tahun 2001.

2.2 Tinjauan Non Statistik

2.2.1 Pohon Jati

Untuk menjalankan kegiatan bisnisnya, Divisi Regional II Jawa Timur memiliki Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) industri yaitu berupa kayu, salah satunya adalah kayu jati. Jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan


(6)

seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama (Sukmadjaya dan Mariska, 2003).


(7)

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanaman Jati

Divisi Spermatophyta

Kelas Angiospermae

Sub Kelas Dicotyledoneae

Ordo Verbenales

Famili Verbenaceae

Genus Tectona

Species Tectona grandis Linn f Sumber: (Sumarna, 2002: )

Jati merupakan jenis yang sudah dikenal dan diusahakan sejak lama, khususnya di Pulau Jawa yang meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pohon jati dapat mencapai tinggi 45 meter dengan panjang batang bebas cabang 15-20 meter, diameter dapat mencapai 220 cm, bentuk batang tidak teratur dan beralur. Pohon jati dapat tumbuh dengan baik pada tanah sarang terutama tanah yang mengandung kapur. Tumbuh pada daerah bermusim kering yang nyata, dengan curah hujan rata-rata 1200-2000 mm/tahun serta tumbuh pada ketinggian tempat 0-700 mdpl (Martawijaya et al, 1981).

2.2.2 Pembagian Hutan Berdasarkan Unit Keletarian

Sesuai dengan PP 6 Tahun 2007 Pasal 3 Ayat 3 mengenai kawasan hutan, bahwa kawasan hutan perhutani terbagi ke dalam KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), yang menjadi bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota (Perhutani, 2015). Tugas tugas KPH dalam melaksanakan pengelolaan hutan meliputi:

1. Perencanaan pengelolaan hutan 2. Pemanfaatan hutan

3. Rehabilitasi

4. Pengamanan dan perlindungan hutan

Pembagian wilayah pengelolaan hutan seperti yang ada pada Gambar 2.1, merupakan bagian-bagian dari KPH.


(8)

Gambar 2.1

Pembagian Wilayah Pengelolaan Hutan

KPH adalah satuan manajemen kawasan hutan yang merupakan bagian teritorial dari wilayah Unit termasuk desa-desa pemangku hutan, yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Lestari. Bagian Hutan adalah luasan hutan yang merupakan unit kelestarian di dalam KPH dan sebagai dasar dalam penetapan kelas perusahaan. Sedangkan bagian yang terakhir yaitu petak, petak merupakan bagian terkecil dari bagian hutan yang berfungsi sebagai kesatuan manajemen dan administrasi terkecil dan batasnya bersifat tetap atau tidak mudah berubah.

2.2.3 Pembagian Hutan Berdasarkan Unit Keletarian

Menurut Perum Perhutani (1992), bentuk-bentuk tebangan jati dibedakan sebagai berikut:

A. Tebangan A (tebangan habis biasa) ialah penebangan habis hutan produktif dari kelas perusahaan tebang habis yang pada umumnya digunakan

sebagai dasar untuk perhitungan etat tebangan. Di dalam golongan ini termasuk pula penebangan habis jati dari kelas umur V jelek dan yang akan dijadikan tanaman lagi.

KPH

Sub KPH/BH

BKPH

RPH

Petak /Anak Petak


(9)

A1. Lelesan bidang tebang habis jangka lampau yaitu lapangan yang telah ditebang habis dalam jangka perusahaan lalu.

A2. Tebangan habis pada jangka yang berjalan yaitu penebangan habis biasa yang dilaksanakan dalam jangka berjalan.

A3. Tebangan habis biasa pada jangka berikut yaitu lapangan-lapangan yang akan ditebang dalam jangka berjalan.

Tujuan diadakannya bentuk tebangan A1 dan A3 adalah untuk

mempermudah pendaftaran rencana tanaman dan teresan di dalam jangka perusahaan yang berjalan, sehingga dapat diketahui rencana penanaman pada lapangan-lapangan yang ditebang habis dalam jangka berjalan A2, sedangkan lapangan yang direncanakan diteres pada akhir jangka yang dapat diketahui akan ditebang dalam jangka perusahaan berikutnya (A3). B. Tebangan B (tebang habis lanjutan pada kawasan tetap) adalah

penebangan habis dari hutan yang produktif dari lapangan yang baik untuk tebang habis dan dari lapangan yang tidak baik untuk tebang habis.

C. Tebangan C (tebang habis hutan yang dihapuskan) adalah penebangan habis pada lapangan-lapangan yang pada permulaan jangka perusahaan telah dihapuskan, juga dari lapangan-lapangan yang telah direncanakan pasti akan dihapuskan.

D. Tebangan D yaitu tebangan lain yang terdiri atas tebangan D1 (Tebangan pembersihan atau tebang limbah) dan tebangan D2 (Tebangan tak

tersangka yaitu penebangan yang berasal dari lapangan-lapangan yang mengalami kerusakan oleh angis atau dibuat jalan dan sebagainya). E. Tebangan E (Tebangan Penjarangan) yaitu penebangan yang berasal dari

hutan-hutan yang dijarangkan. 2.2.4 Sortimen Kayu Bundar Jati

Hal yang paling penting dalam pembagian batang adalah dalam hal prioritas pembagian batang karena hal ini berkaitan dengan permintaan pasar dan harga jual. Prioritas pembagian batang kayu bundar jati adalah sebagai berikut:

1. Sortimen AI


(10)

 Diameter 7 cm, panjang batang 1,50 m

 Diameter 10 cm dan 13 cm, panjang batang 0,7 m  Diameter 16 cm dan 19 cm, panjang batang 0,4 m 2. Sortimen AII

 Diameter 22 cm, 25 cm dan 28 cm, panjang batang 0,4 m 3. Sortimen AIII

 Diameter 30 cm ke atas, panjang batang 0,40 m 2.3 Tinjauan Statistik

Model penduga volume pohon merupakan model regresi non linier sederhana yang menggunakan satu variabel terikat yaitu volume pohon dan satu variabel bebas keliling. Dari model penduga volume pohon jati, selanjutnya dibuat tabel volume lokal yang hanya dapat digunakan pada setiap satu bagian hutan dimana tempat tersebut memiliki mdpl (meter di atas permukaan laut), kesuburan tanah dan kecocokan tanah yang sama, sehingga tabel volume lokal disetiap bagian hutan yang lain berbeda-beda.

2.3.1 Analisis Regresi Non Linier Sederhana Semu

Analisis regresi non linier sederhana adalah mempelajari hubungan antara variabel terikat Y dan variabel bebasnya X, dimana pola data yang dibentuk oleh pasangan data tidak membentuk pola garis lurus, akan tetapi membentuk seperti kurva. Bentuk-bentuk tersebut akan didekati oleh suatu bentuk fungsi yang secara garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu: bentuk fungsi polinomial dan bentuk fungsi khusus (Permadi, 1999).

Kelinieran analisis regresi linier dapat diuji melalui suatu pengujian hipotesis, di mana jika hipotisis nol itu diterima, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan analisis regresi sederhana yang dilakukan sudah mendekati pola data yang dibentuk pasangan data x dan y, atau dikatakan model yang diperoleh sudah mendekati pola data yang asli. Akan tetapi jika hipotisis nol ditolak maka

pendekatan analisis regresi linier sederhana tidak dapat dilakukan untuk menarik kesimpulan dari pasangan data x dan data y, dan sebagai gantinya dilakukan


(11)

analisis regresi non-linier. Bentuk hubungan regresi non-linier yang dikenal dikenal umum dan banyak digunakan adalah sebagai berikut:

a) Bentuk polinomial

 Polinomial pangkat k

y=b0+b1x+b2x2+…+bkxk

 Polinom pangkat tiga atau bentuk kubik y=b0+b1x+b2x

2

+b3x 3

 Polinom pangkat dua atau bentuk parabola y=b0+b1x+b2x2

b) Bentuk khusus

Bentuk khusus ini antara lain eksponen, eksponen khusus, geometri, power, compound, sigmoid, logistik, dan lain-lain, dimana setiap model dengan melakukan transformasi menjadi bentuk linier, maka dengan metode kuadrat terkecil (yaitu meminimumkan

ei ) koefisien-koefisien dari model regresi non-linier dapat ditentukan dengan rumus:

b= n

i=1

n

xiyi

(

i=1

n

xi

)(

i=1

n

yi

)

n

i=1

n

xi2

(

i=1

n

xi

)

2


(12)

Adapun model dan hasil transformasinya dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Bentuk Regresi Non Linier Semu dan Hasil Transformasi Dalam Bentuk Linier

Bentuk Modul Linier dalam bentuk

Eksponen khusus y=a ebx lny=ln(a)+bx

Geometri y=a xb logy=log(a)+blog(x) Logistik y=

(

a bx

)

−1 logy=−log(a)−xlog(b)

Hiperbola y= a

bx

logy=log(a)−log(b)−log(x)

Power y=a xb ln(y)=ln(a)+bln(x)

Compound y=a bx ln(y)=ln(a)+xln(b)

Sigmoid y=ea+

b

x ln(y)=a+b

x Logaritmik y=a+bln(x)

Growth y=ea+bx

Sumber: (Permadi, 1999 : 41)

2.3.1.1 Pendugaan Parameter Model Eksponensial

Jika suatu data yang diberikan hanya dapat disajikan melalui kurva regresi non linear, maka kita harus menentukan bentuk kurvanya dan menduga

parameternya.

Model Regresi Eksponensial y=a ebx

Dengan a dan b merupakan parameter yang harus diduga dari data. Dengan mengambil ln, akan didapatkan model regresi

y=a ebx lny=ln(a ebx)

lny=ln(a)+b x

Kemudian dimisalkan bahwa Y=Y¿

, lna=b0 , b=b1 , maka diperoleh

bentuk liniernya yang lebih sederhana yaitu: Y¿

=b0+b1X

Sementara, dugaan untuk b0, b1 pada bentuk linier Y¿

=b0+b1X adalah sebagai berikut:


(13)

b0= ´Y¿

−b1X´ dan b1= n

i=1

n

xiyi

(

i=1

n

xi

)(

i=1

n

yi

)

n

i=1

n

xi

2

(

i=1

n

xi

)

2

Selanjutnya untuk memperoleh koefisien a dan b dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Karena b0=lna dan b1=b maka diperoleh b0=lna

eb0=a

Y¿

=b0+b1X adalah regresi linier terhadap yi

xi,ln¿ ¿

.

2.3.1.2 Pendugaan Parameter Model Geometri Model Regresi Geometri

y=a xb

Dengan a dan b merupakan parameter yang harus diduga dari data. Dengan mengambil logaritma basis 10, akan didapatkan model regresi

y=a xb

logy=loga xb

logy=log(a)+blog(x)

Kemudian dimisalkan bahwa Y=Y¿, loga=b

0 , b=b1,logx=X

sehingga didapatkan kurva regresi model linier Y¿

=b0+b1X dan setiap data memenuhi hubungan:

Y¿=b

0+b1X⟺logy=log(a)+blog(x)

Sementara, dugaan untuk b0, b1 pada bentuk linier Y¿

=b0+b1X adalah sebagai berikut:

b0= ´Y¿

−b1X´ dan b1= n

i=1

n

xiyi

(

i=1

n

xi

)(

i=1

n

yi

)

n

i=1

n

xi

2

(

i=1

n

xi

)

2

Selanjutnya untuk memperoleh koefisien a dan b dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(14)

Karena b0=loga dan b1=b maka diperoleh

loga=b0 dan b=b1

a=10b0

Y¿

=b0+b1X adalah regresi linier terhadap

yi logxi,log¿

¿

.

2.3.1.3 Pendugaan Parameter Model Logistik Model Regresi Logistik

y=

(

a bx

)

−1

dengan a dan b merupakan parameter yang harus diduga dari data. Dengan mengambil logaritma basis 10, model regresi logistik di atas akan diubah menjadi bentuk linier,

Y=

(

a bx

)

−1⟺log(Y)=log

(

a bx

)

−1

⟺log(Y)=−log

(

a bx

)

⟺log(Y)=−loga−logbx

⟺log(Y)=−loga−xlogb

Jadi, bentuk linier dari model regresi logistik Y=

(

a bx

)

−1 yaitu: log(Y)=−loga−xlogb dalam hal ini linear dalam x danlogY .

Kemudian dimisalkan bahwa logY=Y¿, loga=b

0 ,

−logb=b1 , maka diperoleh bentuk liniernya yang lebih sederhana yaitu: Y¿=b

0+b1X

Sementara, dugaan untuk b0, b1 pada bentuk linier Y¿=b

0+b1X adalah

sebagai berikut:

b0= ´Y¿−b

1X´ dan b1=

n

i=1

n

xiyi

(

i=1

n

xi

)(

i=1

n

yi

)

n

i=1

n

xi2−

(

i=1

n

xi

)

2

Selanjutnya untuk memperoleh koefisien a dan b dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Karena b0=−loga dan b1=−logb maka diperoleh −loga=b0 dan −logb=b1


(15)

loga−1

=b0 logb

−1

=b1

a−1

=10b0 b−1=10b1

a= 1

10b0 b=

1 10b1


(16)

2.3.1.4 Pendugaan Parameter Model Hiperbola

Model Regresi Hiperbola (lengkung cekung) ada dua model yaitu A. Y^= 1

a+bX dimana garis persamaannya akan memotong sumbu Y, ini berarti bahwa nilai X ada yang negatif, atau bahkan keduanya (nilai

X maupun Y ) sama-sama negatif.

Jika tidak ada Y^ berharga nol dapat ditulis menjadi: 1

^

Y=a+bX

Dan bentuk tersebut sudah linear terhadap 1

Y dan X . B. Y^=a+b

X di mana garis persamaannya akan memotong sumbu X , ini berarti bahwa dalam persamaan ini penyebaran nilai Y ada yang negatif.

Dengan demikian maka untuk menghitung koefisien regresi a digunakan rumus:

a=

(

Y1

)

(

X2

)

(

X

)

(

X 1 Y

)

n

(

X2

)

(

X

)

2

Sedangkan untuk menghitung koefisien regresi b digunakan rumus:

b=

n

(

X 1

Y

)

(

X

)

(

1 Y

)

n

(

X2

)

(

X

)

2

2.3.1.5 Pendugaan Parameter Model Power Model Regresi Power

y=a xb

dengan a dan b merupakan parameter yang harus diduga dari data. Dengan mengambil ln , model regresi power di atas akan diubah menjadi bentuk linier,

Y=a xb⟺ln(Y)=lna xb

⟺lnY=lna+blnx

Jadi, bentuk linier dari model regresi power y=a xb yaitu: lnY=lna+blnx dalam hal ini linear dalam lnX danlnY .


(17)

Kemudian dimisalkan bahwa Y=Y¿, lna=b

0 , b=b1,lnx=X sehingga

didapatkan kurva regresi model linier Y¿

=b0+b1X dan setiap data memenuhi hubungan:

Y¿=b

0+b1X⟺lny=ln(a)+bln(x)

Sementara, dugaan untuk b0, b1 pada bentuk linier Y¿

=b0+b1X adalah sebagai berikut:

b0= ´Y¿

−b1X´ dan b1= n

i=1

n

xiyi

(

i=1

n

xi

)(

i=1

n

yi

)

n

i=1

n

xi2−

(

i=1

n

xi

)

2

Selanjutnya untuk memperoleh koefisien a dan b dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Karena b0=lna dan b1=b maka diperoleh

lna=b0 dan b=b1

a=eb0

Y¿=b

0+b1X adalah regresi linier terhadap

yi lnxi,ln¿

¿

.

2.3.1.6 Pendugaan Parameter Model Compound

Model Regresi Compound mempunyai bentuk sederhana yaitu: y=a bx

Dimana a dan b merupakan parameter yang harus diduga dari data. Model di atas ditransformasikan ke dalam bentuk linier dengan mengalikan kedua sisi dengan ln persamaan menjadi:

lny=lna+xlnb

Kemudian dimisalkan bahwa ln y=Y¿, lna=b

0,lnb=b0 sehingga

didapatkan kurva regresi model linier Y¿

=b0+b1X dan setiap data memenuhi hubungan:

lny=lna+xlnbY¿=b

0+b1X

Dugaan untuk b0 , b1 pada bentuk linier y¿=b

0+b1x dapat


(18)

Selanjutnya untuk memperoleh koefisien a dan b dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Karena lna=b0 , sehingga lna=b0 elna=e b0

a=eb0

Dan lnb=b1 , sehingga lnb=b1 elnb=e b1

b=eb1

2.3.1.7 Pendugaan Parameter Model Sigmoid

Model Regresi Sigmoid mempunyai bentuk sederhana yaitu: y=ea+

b x

Dimana a dan b merupakan parameter yang harus diduga dari data. Model di atas ditransformasikan ke dalam bentuk linier dengan mengalikan kedua sisi persamaan menjadi:

lny=lnea+

b x

lny=a+b x

Misalkan a adalah γ dan b adalah δ sehingga model regresi menjadi

y=er+

δ x

sehingga didapatkan kurva regresi model linier lny=γ+δ

x dan setiap data memenuhi hubungan :

lnyi=γ+δ

x+ei⟺lnyi=a+

b xi

+ei

Dugaan untuk b0 , b1 pada bentuk linier y¿

=b0+b1x dapat ditentukan dengan menggunakan rumus metode kuadrat kecil.


(19)

Selanjutnya untuk memperoleh koefisien a dan b dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Karena lna=b0 , sehingga lna=b0 elna=e b0

a=eb0

Dan lnb=b1 , sehingga lnb=b1 elnb=e b1

b=eb1

2.3.1.8 Pendugaan Parameter Model Logaritmik

Model Regresi Logaritmik mempunyai bentuk sederhana yaitu: y=a+bln(x)

2.3.1.9 Pendugaan Parameter Model Growth

Model Regresi Growth mempunyai bentuk sederhana yaitu: y=ea+bx

dengan a dan b merupakan parameter yang harus diduga dari data. Dengan

mengambil ln , model regresi growth di atas akan diubah menjadi bentuk linier, Y=ea+bx

lnY=lnea+bx

⟺ln(Y)=a+bx

Jadi, bentuk linier dari model regresi growth Y=ea+bx yaitu:

ln(Y)=a+bx dalam hal ini linear dalam x danlnY . Kemudian dimisalkan bahwa lnY=Y¿

, a=b0, b=b1, x=X maka diperoleh

bentuk liniernya yang lebih sederhana yaitu: Y¿

=b0+b1X

Sementara, dugaan untuk b0, b1 pada bentuk linier Y¿

=b0+b1X adalah

sebagai berikut:

b0= ´Y¿−b

1X´ dan b1=

n

i=1

n

xiyi

(

i=1

n

xi

)(

i=1

n

yi

)

n

i=1

n

xi2

(

i=1

n

xi

)


(20)

2.3.2 Asumsi-asumsi dalam Analisis Regresi Non Linier Sederhana Asumsi yang harus dipenuhi dalam regresi non linier sedehana 2.3.2.1 Asumsi Normalitas Sisa

Pemeriksaan asumsi kenormalan residual bertujuan untuk mengetahui sebaran berdistribusi normal dengan rata-rata (μ)=0 dan keragaman σ2 (Permadi, 1999). Untuk menguji kenormalan residual menggunakan alat bantu minitab dan uji Anderson Darling dan mencari nilai P_value, dan dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Residual berdistribusi normal. H1 : Residual tidak berdistribusi normal.

Untuk menentukan menolak atau menerima H0 , dilakukan perbandingan Pvalue dengan suatu nilai α (taraf kepercayaan) dengan ketentuan seperti pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Taraf Kepercayaan

α Ketentuan

0.01 Data diperoleh dari penelitian di laboratorium

0.05 Data diperoleh dari penelitian di lapangan

0.1 Data diperoleh dari penelitian terhadap manusia atau binatang Sumber: (Permadi, 1999 : 3)

Dalam pengujian normalitas kriteria terima H0 jika nilai Pvalue>α yang artinya bahwa residual berdistribusi normal dan tolak H0 jika Pvalue<α yang artinya bahwa residiual tidak berdistribusi normal.

2.3.2.2 Asumsi Kebebasan Residual

Menurut Permadi (1999) pengujian kebebasan residual bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak ketergantungan diantara sisaan. Sisa dikatakan bebas jika tidak ada korelasi antara εi dan εj untuk i≠ j sehingga

(

εi, εj

)

=0. Dengan alat bantu minitab, untuk mengetahui ada atau tidak ketergantungan diantara sisaan dapat dilihat melalui plot autokorelasi dari nilai


(21)

sisaan jika tidak membentuk pola (acak) maka dikatakan tidak ada autokorelasi antar sisaan atau saling bebas.

2.3.2.3 Asumsi Kehomogenitas Ragam Residual

Menurut Permadi (1999) Untuk mengetahui apakah sisa antara variable terikat dengan variable bebas mempunyai keragaman yang homogen, atau tidak menunjukkan kecenderungan tertentu. Jika standar sisa 95% berada diantara (-2,2) secara merata maka sisa dikatakan berada dalam sebaran sehingga mempunyai keragaman yang tetap. Jika asumsi kehomogenan ini terpenuhi maka secara otomatis asumsi normalitas akan dipenuhi, jika sumsi ini tidak dipenuhi maka dilakukan cara untuk mengatasi salah satunya dengan cara melakukan

transformasi terhadap data tersebut. 2.3.3 Model Terbaik

Beberapa kriteria yang digunakan untuk melihat tepat tidaknya model regresi yang diperoleh, salah satunya adalah dengan melihat koefisien

determinasi berganda Rk2 (Drapper dan Smith, 1992). Suatu masalah penting

dalam penerapan analisis regresi non linier sederhana adalah pemilihan peubah-peubah bebas yang dapat digunakan dalam model agar diperoleh model regresi non linier terbaik diantaranya:

1. Koefisien Korelasi yang Tinggi

Korelasi adalah derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih dari data hasil pengamatan. Dua variabel

dikatakan berkorelasi apabila perubahan dalam satu variabel diikuti oleh perubahan variabel lain, baik yang searah maupun tidak. Hubungan antara variabel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis:

a) Korelasi Positif

Terjadinya korelasi positif apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang sama (berbanding lurus).


(22)

Terjadinya korelasi negative apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang berlawanan (berbanding terbalik).

c) Tidak Ada Korelasi

Tidak Ada Korelasi apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang tidak teratur (acak).

Berdasarkan hubungan antar variabel yang satu dengan variabel lainnya dinyatakan dengan koefisien korelasi yang disimbolkan dengan ”r ” . Besarnya korelasi berkisar antara −1≤ r ≤1 . Untuk mencari korelasi antara variabel dengan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Xi Yi

¿

¿ ¿ ¿

Xi

¿

Yi n

Yi

2

−(

¿2)

¿ ¿

Xi2−(¿ ¿2)¿

n

¿ ¿

¿ ¿

XiYi−¿

n

¿

r=¿

Nilai koefisien korelasi adalah −1≤ r ≤1 . Jika dua variabel berkorelasi negative maka nilai koefisien korelasinya akan mendekati −1, jika dua variabel tidak berkorelasi atau berkorelasi lemah maka nilai koefisien korelasinya akan mendekati 0, sedangkan jika dua


(23)

variabel berkorelasi positif maka nilai koefisien korelasinya akan mendekati 1.

2. Koefisien Determinasi (R2

)

Koefisien Determinasi (R2

) merupakan bilangan yang menyatakan

proporsi keragaman total nilai-nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai peubah X melalui hubungan linier tersebut. Jika suatu korelasi sebesar r=0,9 menunjukkan adanya hubungan linier yang kuat antara X dan Y, sehingga

r2=0,81 dapat dikatakan bahwa 81% di antara keragaman total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan X (Permadi,1999).

3. Standar Error kecil

Standar Error (standard error dari rata-rata) merupakan standar deviasi dari rata-rata sampel. Ukuran statistik ini dapat melihat akurasi penduga sampel terhadap parameter populasi. Semakin kecil nilai standar error maka penduga sampel lebih akurat. Semakin banyak sampel maka standar error semakin kecil, maka sampel semakin representatif (mewakili).

SE=SD

n Keterangan :

SE=¿ standar error SD=¿ standar deviasi n=¿ banyak sampel


(24)

2.3.4 Pengambilan Sampel

Salah satu pekerjaan statistik ialah menarik kesimpulan tentang parameter populasi yang tidak diketahui. Pada populasi berdistribusi normal, misalnya μ dan σ2 mungkin tidak diketahui dan hendak ditaksir berdasarkan keterangan yang disediakan oleh sampel yang dipilih dari populasi. Sampel harus mewakili populasi. Sampel seharusnya acak dalam arti pengamatan diambil secara bebas dan acak. Tujuan pengambilan sampel ialah untuk mendapatkan keterangan mengenai parameter populasi yang tidak diketahui. Misal kita ingin menarik kesimpulan mengenai proporsi penduduk di Indonesia yang menyenangi kopi robusta. Akan mustahil menanyai orang Indonesia dan kemudian menghitung parameter yang menggambarkan proporsi sebenarnya. Sebagai gantinya diambil sampel acak yang berukuran besar dan kemudian dihitung proporsi pada sampel yang menyenangi kopi robusta. Nilai ini kemudian dipakai untuk menarik kesimpulan mengenai proporsi sesungguhnya (Abadyo & Permadi, 2005).

2.3.5 Metode Analisis Data

Guna mencapai tujuan dari penulisan ini dilakukan tahapan analisis data sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel acak sebanyak 200 pohon dari data populasi 2. Deskripsi statistik antara variabel Y (volume pohon) dan X

(keliling pohon)

3. Plot data awal antara variabel Y (volume pohon) dan X (keliling pohon)

4. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu, analisis regresi non linier sederhana semu dengan beberapa model yang ada. Untuk melakukan analisis data pada penelitian ini digunakan software minitab 16 dan SPSS 17

5. Pada analisis regresi non linier sederhana yang pertama dilakukan adalah mentransformasikan model regresi non linear semu ke dalam bentuk linier, sehingga akan diperlukan nilai – nilai yang dibutuhkan. 6. Menentukan parameter penduga model regresi non linier


(25)

7. Melakukan pemeriksaan residual 8. Penentuan model terbaik

9. Interpretasi hasil.

Untuk lebih ringkasnya, tahapan identifikasi analisis regresi non linier sederhana semu dapat dilihat pada diagram alur pada Gambar 2.1


(26)

3.1 Profil Tempat Pelaksanaan KPL

3.1.1 Lokasi Seksi Perencanaan Hutan IV Malang

Kegiatan KPL ini dilaksanakan di Seksi Perencanaan Hutan IV Malang di Jalan Terusan Kawi No. 3 Malang.

3.1.2 Visi dan Misi Seksi Perencanaan Hutan IV Malang - Visi

Menjadi perusahaan unggul dalam pengelolaan hutan lestari -Misi

1. Mengelola sumber daya hutan secara lestari (planet)

2. Meningkatkan manfaat pengelollan sumber daya hutan bagi sweluruh pemangku kepentingan (people)

3. Menyelenggarakan bisnis kehutanan dengan prinsip good corporate govermance (profit).

3.1.3 Struktur Organisasi

Struktur organisai dari Seksi Perencanaan Hutan IV Malang adalah sebagai berikut:

KTU MUSLIH

STAF IRMA Gambar 3.1 Struktur Organisasi SPH IV Malang

KSPH UUM MAKSUM

KSS STATISTIK

DEWI

KAUR

STAF EKO P

KSS WILAYAH MALANG DADANG AGUS J

KARU

STAF BAMBANG

KSS WILAYAH PASURUAN NANANG MULYO

W

KARU

STAF GALIH

KSS WILAYAH PROBOLINGGO

TRI

KARU

STAF NOVI

KSS WILAYAH MADURA

AGUNG

KARU

STAF ARIP WAKIL KSPH


(27)

3.2 Waktu Pelaksanaan KPL

Kegiatan KPL ini dimulai pada tanggal 3 Juli 2017 sampai 11 Agustus 2017. Sesuai dengan kebijakan Seksi Perencanaan Hutan IV Malang, hari kerja yang telah ditetapkan yaitu hari Senin sampai dengan hari Jumat. Selama

pelaksanaan KPL data yang diambil berupa data rekapitulasi dari hasil cutting test

tebangan di lapangan tentang volume dan keliling pohon. 3.3 Diskripsi Aktivitas Selama Kegiatan KPL

Aktivitas penulis pada saat melaksanakan KPL di SPH IV Malang yaitu mengikuti proses penerimaan mahasiswa KPL sekaligus acara halal bihalal bersama keluarga besar SPH IV Malang karena bertepatan dengan awal masuk kerja setelah libur lebaran. Pada hari selanjutnya, pemberian materi mengenai sistem perencanaan perhutani dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan yaitu pembuatan model penduga volume pohon tebangan A2 jati di ruang Aula Rapat SPH IV Malang.

Mempelajari tentang penyusunan TVL KPH Madura, untuk selanjutnya diterapkan pada pembuatan TVL Tebangan A2 Jati KPH Malang. Untuk

memperoleh data berupa Buku Taksasi, penulis melakukan pengambilan langsung ke BKPH-BKPH yang ada di BH Sengguruh KPH Malang. Dari hasil perolehan buku taksasi selama 3 tahun terakhir, selanjutnya buku tersebut diinputkan

kedalam aplikasi Excel untuk dianalisis dan dibuat model volume penduga pohon

jati.

Kegiatan lain yang dilakukan penulis adalah membuat laporan yang akan diserahkan ke Kampus dan mempersiapkan bahan presentasi untuk seminar hasil dari KPL selama di SPH IV Malang berupa Model Volume Pohon Jati KPH Malang. Dalam pembuatan model volume pohon jati penulis mencari referensi buku di ruang statistik, penulis tidak lupa untuk konsultasi dengan dosen pembimbing di kampus mengenai model volume pohon jati. Untuk bukti pelaksanaan KPL di SPH IV Malang penulis mendokumentasikan semua hasil kegiatan yang sudah dilakukan selama KPL di SPH IV Malang. Setelah model volume pohon jati selesai dikerjakan dan sudah dikonsultasikan ke dosen pembimbing dikampus, hasil KPL di SPH IV Malang siap dipresentasikan pada


(28)

hari terakhir KPL. Deskripsi aktivitas selama kegiatan KPL secara lengkap bisa dilihat pada lampiran 5.

3.4 Pengarahan dari Pembimbing Lapangan

Pembimbing Lapangan banyak memberikan pengarahan saat pelaksanaan KPL di SPH IV Malang. Beberapa pengarahan tersebut adalah

1. Pada hari pertama, pembimbing lapangan menjelaskan fasilitas-fasilitas

yang ada di SPH IV Malang agar apa yang dibutuhkan penulis dalam pelaksanaan KPL bisa terpenuhi dengan adanya fasilitas tersebut, seperti ruang kerja, masjid, toilet, wifi, dan sebagainya.

2. Mahasiswa KPL melaksanakan KPL pada hari Senin sampai Jumat pada

pukul 08.00 – 15.00 WIB dengan waktu istirahat 11.30 – 12.30 WIB.

3. Pemberian materi oleh pembimbing lapangan mengenai latar belakang,

tugas dan target perusahaan yang akan dicapai oleh SPH IV Malang.

4. Mahasiswa KPL mengikuti dan membantu apa yang sedang dikerjakan

oleh karyawan bidang Statistik dan KSS Wilayah.

5. Mahasiswa KPL dapat konsultasi secara langsung kepada pembimbing


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Populasi dan Sampel

Populasi data yang digunakan pada laporan ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil cutting test tebangan A2 jati tahun 2015 – 2016 dengan kriteria umur yang sama yaitu 45 tahun. Sampel diambil sebanyak 200 pohon, dengan rincian 100 pohon dari populasi 729 pohon pada tahun 2015 dan 100 pohon dari 1743 pohon di tahun 2016.

4.2 Deskriptif Statistik

Data yang ada terdiri dari keliling tiap pohon dan realisasi volume yang didapatkan dari hasil rekapitulasi Buku Taksasi Tebangan A2 Jati. Dari data tersebut diperoleh faktor yang mempengaruhi volume pohon jati pada tebangan A2 yaitu (X) keliling pohon. Sementara itu, untuk variabel terikatnya adalah

(Y) volume pohon jati.

Hubungan antara faktor yang mempengaruhi volume pohon jati dengan keliling pohon, maka harus diperhatikan persamaan regresinya, kemudian dicari model terbaik dengan menggunakan model regresi non linier volume pohon jati BH Sengguruh KPH Malang.

4.3 Plot Data Awal

Untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat ( Y ) volume pohon dan variabel bebasnya ( X ) keliling, maka tahap pertama yang harus dilakukan adalah melakukan tebaran data awal pada diagram tebar (scater diagram), seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 bahwa pola tebaran data volume pohon dan

keliling pohon tidak mengikuti pola garis lurus tetapi mengikuti pola bentuk kurva, maka analisis regresi yang cocok untuk menerangkan hubungan antara volume pohon dan keliling pohon adalah analisis regresi non linier sederhana.


(30)

200 180

160 140

120 100

80 4

3

2

1

0

KELILING

V

O

L

U

M

E

Scatterplot of VOLUME vs KELILING

Gambar 4.1 Plot Data Awal Antara Volume Pohon (Y) dengan Keliling Pohon (X)

4.4 Analisis Regresi Non Linier Sederhana

Analisis regresi non linier sederhana dilakukan untuk memperoleh model-model persamaan regresi dari data volume pohon jati dan keliling. Dengan menggunakan software minitab 16 dan SPSS 17, hasil analisis regresi non linier sederhana ada 9 model yang dapat dihasilkan, yaitu model eksponensial, geometri, logistik, hiperbola, power, compound, sigmoid, logaritmik dan growth.

Berdasarkan analisis dengan menggunakan software SPSS 17 dan Minitab 16 seperti yang ada pada lampiran 2, dari kesembilan model didapatkan nilai koefisien korelasi, koefisien determinasi, dan standar error seperti yang ada pada Tabel 4.1 :


(31)

Tabel 4.1 Model-Model Regresi Non Linier

No Bentuk R R2 StandErr Model

1 Eksponential 0.833 69,5% 0.226 Y=1,145e0.016X

2 Geometri 0.847 71,7% 0.094 Y=0.0000479X2.07 3 Logistic 0.833 69,5% 0.226 Y=

(

7.43.0.984X

)

−1

4 Hiperbola 0.753 56,8% 0.318 Y= 1

3,24−0.0174X 5 Power 0.847 71,7% 0.218 Y=0.0000478X2.07 6 Compound 0.833 69.5% 0.226 Y=0,135.1,016X

7 Sigmoid 0.849 72,2% 0.216 Y=e2.088+−251.63x

8 Logaritmik 0.818 67% 0.263

x ln¿

Y=−9,688+2.242¿

9 Growth 0.833 69,5% 0.226 Y=e−2.006+0.16x

Selanjutnya diperiksa apakah residual memenuhi asumsi normalitas, independen, dan homogenitas, berdasarkan uraian yang ada pada lampiran 3, sehingga uji asumsi dari kesembilan model dapat diringkas pada tabel 4.2 :

Tabel 4.2 Uji Asumsi Regresi Non Linier

No Bentuk Normal Independen Homogenitas

1 Eksponential Tidak memenuhi

Tidak

memenuhi Memenuhi

2 Geometri Tidak

memenuhi

Tidak

memenuhi Memenuhi

3 Logistik Tidak

memenuhi

Tidak

memenuhi Memenuhi

4 Hiperbola Tidak

memenuhi

Tidak

memenuhi Memenuhi

5 Power Tidak

memenuhi

Tidak

memenuhi Memenuhi

6 Compound Tidak

memenuhi

Tidak

memenuhi Memenuhi

7 Sigmoid Tidak

memenuhi Memenuhi Memenuhi

8 Logaritmik - -


(32)

-Berdasarkan pada tabel 4.1, model terbaik dengan kriteria r dan R2 terbesar untuk model penduga volume pohon tebangan A2 jati BH Sengguruh KPH Malang adalah model regresi sigmoid yaitu

Y=e2.088+

−251.63

x

karena dari hasil diatas diketahui bahwa koefisien determinasi (R2

) model regresi sigmoid paling besar yaitu sebesar 72,2% dan standar error sebesar0.216 artinya bahwa keliling pohon memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 72,2% terhadap taksiran volume pohon jati, sedangkan sisanya sebesar 27,8% dijelaskan oleh variabel diluar model.

Analisis ragam model regresi sigmoid seperti yang ada pada Tabel 4.2, kemudian diperiksa apakah residual memenuhi asumsi normalitas, homogenitas dan kebebasan pada Gambar 4.2.

Tabel 4.3 Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 1 23,912 23,912 513,30 0,000

Residual

Error 198 9,224 0,047

Total 199 33,136


(33)

0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI2 P e rc e n t Mean 4,651141E-16 StDev 0,2153 N 200 AD 1,835 P-Value <0,005

Probability Plot of RESI2 Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u t o c o r r e la t io n

Autocorrelation Function for RESI2 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 FITS2 R E S I2

Scatterplot of RESI2 vs FITS2

Gambar 4.2 Uji Asumsi Residual dengan Model Sigmoid

Berdasarkan gambar 4.2 dapat ditunjukan bahwa residual tidak memenuhi asumsi normalitas karena p−value<0,05 . Plot antara standar sisa dengan waktu pengamatan berada diantara (-2,2) sehingga asumsi homogenitas dianggap terpenuhi. Plot ACF dari residual terlihat tidak ada yang keluar dari garis merah sehingga asumsi kebebasan residual terpenuhi.


(34)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pembahasan, maka model regresi non linier yang terbaik dalam pendugaan volume pohon jati adalah model regresi sigmoid

Y=e2.088+

−251.63

x dengan nilai r sebesar 0,849, R2 sebesar 72,2%, dan

standard error sebesar 0,216. 5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diberikan, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut

1. Untuk membuat model penduga volume pohon jati sebaiknya menggunakan regresi non parametrik karena data tidak berdistribusi normal

2. Alternatif lainnya untuk membuat model penduga volume pohon jati bisa menggunakan model regresi yang berbasis distribusi yang sesuai dengan data.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Abadyo, dan Hendro Permadi. 2005. Metoda Statistika Praktis. Universitas Negeri Malang: Malang.

Adnyana. 2015. Sistem Perencanaan SDH dan Bisnis. Perhutani Divisi Regional Jawa Timur: Malang.

Drapper N. and Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Penerbit Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Hakim, Hafid Faris. 2011. Skripsi Penyususnan Tabel Volume Lokal Pohon Dan Sortimen Jati (Tectona Grandis L.F) di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. IPB : Bandung.

Martawijaya, Kartasujana AI, Kadir K, dan Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Permadi, Hendro. 1999. Teknik Analisis Regresi. Universitas Negeri Malang:

Malang.

Perum Perhutani. 1992. Pedoman Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH). Perhutani: Jakarta.

Perum Perhutani. 2015. Perencanaan SDH. PUSDIKBANG SDM: Madiun. Setiawan, & Dwi E.K. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: Andi.

Sukmadjaya, D dan Mariska, I. 2003. Perbanyakan Bibit Jati Melalui Kultur Jaringan. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Sumarna Y. 2002. Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rekapitulasi Data Pohon Jati Hasil Cutting Test Tahun 2015- 2016 BH Sengguruh KPH Mala


(36)

Poho n

X Y

1 100 0,556

2 114 0,846

3 99 0,613

4 148 1,488

5 115 0,505

6 102 0,784

7 85 0,293

8 175 2,331

9 165 2,011

10 110 0,882 11 125 0,920

12 80 0,452

13 120 1,019 14 138 1,197 15 160 1,739 16 117 0,759 17 130 1,142 18 103 0,719 19 144 0,957 20 137 1,392 21 133 1,183 22 120 0,820

23 94 0,432

24 105 0,711

25 83 0,295

26 123 0,956 27 150 1,154 28 106 0,410 29 116 0,888

31 130 1,232 32 145 1,663 33 119 0,813 34 109 0,752 35 135 1,189 36 123 0,842 37 165 1,804 38 136 1,739

39 95 0,575

40 153 0,983 41 117 0,863 42 147 1,545 43 120 0,999 44 114 0,742 45 186 2,675 46 130 1,306 47 120 0,972 48 125 0,847 49 143 1,076 50 143 1,932 51 117 0,896 52 177 0,731 53 128 0,783 54 104 0,827 55 105 0,869 56 111 0,544 57 120 0,937 58 150 1,291 59 128 1,234 60 130 1,377

62 185 3,565

63 94 0,715

64 129 1,214 65 102 0,704 66 144 1,560 67 139 1,053 68 136 1,177 69 115 1,286 70 153 1,464 71 159 1,444 72 123 1,246 73 130 1,562 74 104 0,360 75 149 1,690 76 120 1,472 77 126 1,174 78 145 1,535 79 151 1,247 80 156 1,588

81 80 0,410

82 112 1,097 83 143 1,424 84 114 1,086 85 147 1,487 86 112 0,722 87 120 1,188 88 159 1,595 89 150 1,743 90 148 1,536 91 148 1,223


(37)

92 122 0,912 93 148 1,379 94 140 1,860 95 119 0,732 96 149 1,448 97 140 1,044 98 130 1,099

99 95 0,685

100 140 0,941 101 160 1,389 102 106 0,679 103 120 0,868 104 121 0,848 105 127 0,534 106 106 1,152 107 147 1,570

108 91 0,543

109 138 1,709 110 147 1,158 111 110 0,994 112 119 1,077 113 155 2,221 114 115 0,877 115 105 0,837 116 119 0,858 117 136 1,986 118 115 0,619 119 128 1,337

120 122 1,051 121 107 0,988 122 104 0,708 123 112 0,967 124 116 0,968 125 134 1,046 126 148 1,536 127 149 1,362 128 130 1,440 129 118 1,065 130 146 1,546 131 100 0,556 132 122 0,913 133 103 0,788 134 124 1,105 135 144 1,387 136 152 1,691 137 123 0,975 138 140 1,261 139 139 1,351 140 104 0,567 141 120 1,083 142 126 1,282 143 110 0,785 144 155 1,794 145 140 1,554 146 172 2,095 147 115 1,031

148 109 0,770 149 148 1,379 150 143 1,573 151 122 0,837 152 146 1,650 153 107 0,812 154 122 1,183

155 95 0,545

156 123 0,925 157 126 1,223 158 106 0,972 159 105 0,681 160 151 1,893 161 124 1,207 162 130 1,439 163 150 1,782 164 113 0,822 165 112 0,754 166 134 1,236 167 121 1,092 168 120 1,208 169 148 1,889 170 116 0,776

171 94 0,917

172 132 1,245 173 150 1,794 174 125 1,105 175 115 0,827 Keterangan :

Y : Realisasi Volume ( m3 )


(38)

177 107 0,725 178 165 2,220 179 109 0,937 180 155 1,830 181 150 1,637 182 133 1,220 183 104 0,555 184 115 1,099

186 108 0,870

187 88 0,438

188 145 1,421 189 110 0,947 190 117 0,816 191 125 1,279

192 92 0,547

193 120 1,018

195 114 0,737 196 102 0,871 197 115 1,132 198 147 1,487 199 115 0,896 200 140 1,343


(39)

Regression Analysis: ln y versus X

The regression equation is ln y = - 2,01 + 0,0162 X

Predictor Coef SE Coef T P Constant -2,00556 0,09805 -20,45 0,000 X 0,0161970 0,0007633 21,22 0,000 S = 0,226080 R-Sq = 69,5% R-Sq(adj) = 69,3% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 23,016 23,016 450,30 0,000 Residual Error 198 10,120 0,051

Total 199 33,136

 Model Geometri

Regression Analysis: LOG Y versus LOG X

The regression equation is LOG Y = - 4,32 + 2,07 LOG X

Predictor Coef SE Coef T P Constant -4,3200 0,1940 -22,26 0,000 LOG X 2,06990 0,09248 22,38 0,000 S = 0,0945591 R-Sq = 71,7% R-Sq(adj) = 71,5% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 4,4795 4,4795 500,98 0,000 Residual Error 198 1,7704 0,0089

Total 199 6,2499

 Model Logistik

Regression Analysis: LOG Y versus X

The regression equation is LOG Y = - 0,871 + 0,00703 X

Predictor Coef SE Coef T P Constant -0,87100 0,04258 -20,45 0,000 X 0,0070343 0,0003315 21,22 0,000 S = 0,0981854 R-Sq = 69,5% R-Sq(adj) = 69,3%


(40)

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 4,3411 4,3411 450,30 0,000 Residual Error 198 1,9088 0,0096

Total 199 6,2499

 Model Hiperbola

Regression Analysis: 1/y versus X

The regression equation is 1/y = 3,24 - 0,0174 X

Predictor Coef SE Coef T P Constant 3,2416 0,1383 23,44 0,000 X -0,017364 0,001077 -16,13 0,000 S = 0,318909 R-Sq = 56,8% R-Sq(adj) = 56,6% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 26,452 26,452 260,09 0,000 Residual Error 198 20,137 0,102

Total 199 46,589

 Model Power

Regression Analysis: ln y versus ln x

The regression equation is ln y = - 9,95 + 2,07 ln x

Predictor Coef SE Coef T P Constant -9,9471 0,4468 -22,26 0,000 ln x 2,06990 0,09248 22,38 0,000 S = 0,217730 R-Sq = 71,7% R-Sq(adj) = 71,5% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 23,750 23,750 500,98 0,000 Residual Error 198 9,386 0,047

Total 199 33,136

 Model Compound

The regression equation is ln y = - 2,01 + 0,0162 X

Predictor Coef SE Coef T P Constant -2,00556 0,09805 -20,45 0,000 X 0,0161970 0,0007633 21,22 0,000


(41)

S = 0,226080 R-Sq = 69,5% R-Sq(adj) = 69,3% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 23,016 23,016 450,30 0,000 Residual Error 198 10,120 0,051

Total 199 33,136

 Model Sigmoid

Regression Analysis: ln y versus 1/x1

The regression equation is ln y = 2,09 - 252 1/x1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 2,08842 0,09138 22,86 0,000 1/x1 -251,63 11,11 -22,66 0,000 S = 0,215836 R-Sq = 72,2% R-Sq(adj) = 72,0% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 23,912 23,912 513,30 0,000 Residual Error 198 9,224 0,047

Total 199 33,136

 Model Logaritmik

Logarithmic

Model Summary

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

.818 .670 .668 .263

The independent variable is kell.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 27.851 1 27.851 401.596 .000

Residual 13.732 198 .069

Total 41.583 199


(42)

Coefficients

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

ln(kell) 2.242 .112 .818 20.040 .000

(Constant) -9.688 .540 -17.928 .000

 Model Growth

Growth

Model Summary

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

.833 .695 .693 .226

The independent variable is kell.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 23.016 1 23.016 450.302 .000

Residual 10.120 198 .051

Total 33.136 199

The independent variable is kell.

Coefficients

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

kell .016 .001 .833 21.220 .000

(Constant) -2.006 .098 -20.454 .000


(43)

Lampiran 3 : Uji Asumsi Residual  Model Eksponensial

0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI1 P e r c e n t Mean -3,91562E-16 StDev 0,2255 N 200 AD 2,832 P-Value <0,005 Probability Plot of RESI1

Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u t o c o r r e la t io n

Autocorrelation Function for RESI1 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

1,0 0,5 0,0 -0,5 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 -1,25 Fitted Value R e s id u a l Versus Fits (response is ln y)


(44)

 Model Geometri 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI3 P e r c e n t Mean -1,19463E-15 StDev 0,09432 N 200 AD 2,527 P-Value <0,005 Probability Plot of RESI3

Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u t o c o r r e la t io n

Autocorrelation Function for RESI3 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 Fitted Value R e si d u a l Versus Fits

(response is LOG Y)

Gambar 2. Uji Asumsi Residual dengan Model Geometri


(45)

0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 -0,6 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI4 P e rc e n t Mean -1,39923E-16 StDev 0,09794 N 200 AD 2,832 P-Value <0,005

Probability Plot of RESI4 Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u t o c o r r e la t io n

Autocorrelation Function for RESI4 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 -0,6 Fitted Value R e si d u a l Versus Fits (response is LOG Y)


(46)

 Model Hiperbola 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI5 P e rc e n t Mean 1,389444E-15 StDev 0,3181 N 200 AD 8,260 P-Value <0,005

Probability Plot of RESI5 Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to c o rr e la ti o n

Autocorrelation Function for RESI5 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 Fitted Value R e s id u a l Versus Fits

(response is 1/y)

Gambar 4. Uji Asumsi Residual dengan Model Hiperbola


(47)

0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI6 P e rc e n t Mean -1,40297E-15 StDev 0,2172 N 200 AD 2,527 P-Value <0,005

Probability Plot of RESI6 Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to c o rr e la ti o n

Autocorrelation Function for RESI6 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 -1,25 Fitted Value R es id ua l Versus Fits

(response is ln y)

Gambar 5. Uji Asumsi Residual dengan Model Power

 Model Compound

0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI7 P e rc e n t Mean -3,91562E-16 StDev 0,2255 N 200 AD 2,832 P-Value <0,005

Probability Plot of RESI7 Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to c o rr e la ti o n

Autocorrelation Function for RESI7 (with 5% significance limits for the autocorrelations)


(48)

1,0 0,5 0,0 -0,5 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 -1,25 Fitted Value R e si d u a l Versus Fits (response is ln y)

Gambar 6. Uji Asumsi Residual dengan Model Coumpond

 Model Sigmoid

0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI8 P e rc e n t Mean 4,651141E-16 StDev 0,2153 N 200 AD 1,835 P-Value <0,005

Probability Plot of RESI8 Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to c o rr e la ti o n

Autocorrelation Function for RESI8

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 Fitted Value R e si d u a l Versus Fits (response is ln y)


(49)

(1)

0,3

0,2

0,1

0,0

-0,1

-0,2

-0,3

-0,4

-0,5

99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1

RESI3

P

e

r

c

e

n

t

Mean -1,19463E-15

StDev 0,09432

N 200

AD 2,527

P-Value <0,005

Probability Plot of RESI3

Normal

50

45

40

35

30

25

20

15

10

5

1

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1,0

Lag

A

u

t

o

c

o

r

r

e

la

t

io

n

Autocorrelation Function for RESI3

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5

Fitted Value

R

e

si

d

u

a

l

Versus Fits

(response is LOG Y)

Gambar 2. Uji Asumsi Residual dengan Model Geometri


(2)

0,3

0,2

0,1

0,0

-0,1

-0,2

-0,3

-0,4

-0,5

-0,6

99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1

RESI4

P

e

rc

e

n

t

Mean -1,39923E-16

StDev 0,09794

N 200

AD 2,832

P-Value <0,005

Probability Plot of RESI4

Normal

50

45

40

35

30

25

20

15

10

5

1

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1,0

Lag

A

u

t

o

c

o

r

r

e

la

t

io

n

Autocorrelation Function for RESI4

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0,0

-0,1

-0,2

-0,3

-0,4

0,3

0,2

0,1

0,0

-0,1

-0,2

-0,3

-0,4

-0,5

-0,6

Fitted Value

R

e

si

d

u

a

l

Versus Fits

(response is LOG Y)


(3)

2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0

99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1

RESI5

P

e

rc

e

n

t

Mean 1,389444E-15

StDev 0,3181

N 200

AD 8,260

P-Value <0,005

Probability Plot of RESI5 Normal

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0

Lag

A

u

to

c

o

rr

e

la

ti

o

n

Autocorrelation Function for RESI5 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

2,0 1,5

1,0 0,5

0,0 1,5

1,0

0,5

0,0

-0,5

Fitted Value

R

e

s

id

u

a

l

Versus Fits

(response is 1/y)

Gambar 4. Uji Asumsi Residual dengan Model Hiperbola


(4)

0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI6 P e rc e n t Mean -1,40297E-15 StDev 0,2172 N 200 AD 2,527 P-Value <0,005

Probability Plot of RESI6 Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to c o rr e la ti o n

Autocorrelation Function for RESI6 (with 5% significance limits for the autocorrelations)

1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 -1,25 Fitted Value R es id ua l Versus Fits (response is ln y)

Gambar 5. Uji Asumsi Residual dengan Model Power

Model Compound

0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 RESI7 P e rc e n t Mean -3,91562E-16 StDev 0,2255 N 200 AD 2,832 P-Value <0,005

Probability Plot of RESI7 Normal 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to c o rr e la ti o n

Autocorrelation Function for RESI7 (with 5% significance limits for the autocorrelations)


(5)

1,0 0,5

0,0 -0,5

0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 -1,25

Fitted Value

R

e

si

d

u

a

l

(response is ln y)

Gambar 6. Uji Asumsi Residual dengan Model Coumpond

Model Sigmoid

0,5 0,0 -0,5 -1,0 99,9

99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1

RESI8

P

e

rc

e

n

t

Mean 4,651141E-16

StDev 0,2153

N 200

AD 1,835

P-Value <0,005

Probability Plot of RESI8

Normal

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0

Lag

A

u

to

c

o

rr

e

la

ti

o

n

Autocorrelation Function for RESI8

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

1,0 0,5

0,0 -0,5

-1,0 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00

Fitted Value

R

e

si

d

u

a

l

Versus Fits (response is ln y)


(6)