Karakterisasi Simplisia dan Formulasi Ekstrak Etanol Rumput Laut Merah (Eucheuma spinosum) sebagai Krim Anti-Aging

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Rumput Laut Merah
Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira-kira tahun 2700
SM. Dimasa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan (Aslan,
1999). Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar,
batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus,
tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan
benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio
Thallophyta (Anggadiredja, dkk., 2010).
2.1.1 Pengelompokkan rumput laut
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokan ke dalam
empat kelas (Anggadiredja dkk, 2010) yaitu:
1) Rhodophyceae (ganggang merah)
2) Phaeophyceae (ganggang coklat)
3) Chlorophyceae (ganggang hijau)
4) Cyanophyceae (ganggang biru)
Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah
dari kelas Rhodophyceae yang mengandung agar-agar dan karaginan. Alga yang
termasuk ke dalam kelas Rhodophyceae yang mengandung karaginan adalah

Eucheuma dengan nama lokal agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang
diperjualbelikan yaitu jenis Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena
spesies Eucheuma spinosum banyak terdapat di Indonesia dan dibutuhkan oleh

5
Universitas Sumatera Utara

banyak industri farmasi: kosmetik, makanan dan minuman seperti saus, keju,
biskuit, es krim dan sirup (Winarno, 1990).
2.1.2 Klasifikasi rumput laut Eucheuma spinosum
Berdasarkan hasil identifikasi LIPI, taksonomi rumput laut Eucheuma
spinosum diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum

: Rhodophyta

Kelas

: Rhodophyceae


Bangsa

: Gigartinales

Suku

: Areschougiaceace

Marga

: Eucheuma

Jenis

: Eucheuma spinosum

2.1.3 Morfologi tanaman
Ciri-ciri rumput laut Eucheuma spinosum ini yaitu thallus berbentuk
silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul dan ditumbuhi
nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak yang mengelilingi cabang. Habitat

Eucheuma spinosum tumbuh melekat pada rataan terumbu karang, batuan, benda
keras dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum memerlukan sinar matahari
untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan fotik. Rumput laut
jenis ini di daerah Sulawesi Selatan dikenal dengan nama agar-agar
(Anggadiredja, dkk., 2010).
2.1.4 Kandungan rumput laut
Kandungan yang terdapat pada Eucheuma spinosum adalah karbohidrat
(gula atau vegetable-gum), protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar
merupakan senyawa garam natrium dan kalium, vitamin-vitamin seperti A, B1, B2,
B6, B12, dan C, betakaroten, serta mineral, seperti kalium, fosfor, natrium, zat besi,

6
Universitas Sumatera Utara

dan yodium, steroid bebas, ester steroid, dan steroid glikosida, senyawa terpenoid
berhalogen dan senyawa asetogenin (senyawa yang dihasilkan dari polimerisasi
asetat) dengan unsur halogen utamanya yaitu bromin. Kandungan utamanya
berupa senyawa hidrokoloid yaitu karagenan (Libes, 1992)
2.1.5 Budidaya rumput laut
Penanaman rumput laut dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu

metode dasar, lepas dasar dan apung (Winarno, 1990).
1. Metode Dasar
Thallus disebar di dasar perairan yang tenang atau dapat juga dikaitkan
pada potongan batu karang mati sebelum ditebarkan. Cara ini
dinamakan spreading bottom method, potongan batu karang tersebut
disusun berderet-deret. Teknik penanaman ini jarang dilakukan orang
karena peluang berhasilnya sangat rendah. Hal ini disebabkan batu
karang yang digunakan sebagai substrat sering dihanyutkan arus dan
tidak stabil, khususnya ketika udara sedang tidak bagus, sehingga
ombak dan angin dapat menghanyutkan karang-karang substrat
tersebut.
2. Metode Lepas Dasar
Penanaman rumput laut dilakukan pada dasar perairan. Caranya, yaitu
dua buah patok dipancangkan pada dasar perairan dengan jarak 2,5-5
meter. Kedua patok dihubungkan dengan tali pancing atau tali lain
yang kuat (ris). Tinggi kedudukan tali penghubung dari dasar antara 10
cm sampai 50 cm. Sebaiknya juga jarak itu disesuaikan dengan
kedalaman pada saat air surut terendah. Ikatan bibit masing-masing
seberat 75 gram sampai dengan 150 gram yang diikat dengan tali rafia


7
Universitas Sumatera Utara

dan tiap iktan terdiri dari 2 sampai 3 thallus, kemudian diikatkan pada
tali pancing tersebut dengan jarak 20 cm sampai 25 cm. Metode lepas
dasar ini disebut off-bottom-method.
3. Metode apung
Metode apung atau floating method, ialah suatu teknik penanaman
yaitu tanaman diikatkan pada rakit yang selalu terapung. Cara ini
biasanya diterapkan pada perairan yang lebih dalam disebabkan kadua
cara sebelumnya sulit diterapkan. Alat pengapungnya dibuat dari rakit
bambu atau bahan yang ringan lainnya. Metode ini relatif lebih mahal
dari teknik atau metode lainnya. Rakit apung dibuat dari bambu
dengan ukuran 2,5 x 5 m. Agar rakit tidak hanyut terbawa arus, maka
digunakan tali penahan dari tambang plastik dengan ukuran 9 mm.
Sebagai jangkar atau penahan di dasar, digunakan pokok kayu atau
bambu. Pemasangan patok harus kuat melawan ombak, arus dan
pasang surut.
Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni
sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 - 4 bulan). Untuk

jenis Eucheuma dapat mencapai sekitar 400-600 gram, maka jenis ini biasanya
sudah bisa dipanen (Aslan, 1999).
2.1.6 Penanganan pascapanen
Rumput laut (Eucheuma spinosum) dicuci dengan air laut sebelum
diangkat ke darat, rumput laut yang telah bersih dikeringkan di atas para-para
bambu atau di atas plastik atau terpal sehingga tidak terkontaminasi oleh tanaman
atau pasir. Pada kondisi panas matahari, rumput laut akan kering dalam waktu 2-3
hari. Kadar air rumput laut Eucheuma spinosum yang dicapai dalam pengeringan

8
Universitas Sumatera Utara

berkisar 31-35%. Pada saat pengeringan akan terjadi penguapan air laut dari
rumput laut kemudian membentuk butiran garam yang melekat di permukaan
thalusnya. Butiran garam tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak rumput
laut kering sehingga butiran garam turun. Apabila masih banyak butiran garam
yang melekat, maka garam tersebut akan kembali menghisap uap air di udara
sehingga rumput laut menjadi lembab kembali, akibatnya dapat menurunkan
kualitas rumput laut itu sendiri. Rumput laut dikatakan berkualitas baik apabila
total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3-5% (Anggadiredja, dkk.,

2010).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan
asal dengan menggunakan pelarut. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan
atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan
dari zat-zat yang tidak dibutuhkan, agar lebih mudah digunakan (kemudahan
diabsorpsi, rasa dan pemakaian) dan disimpan dibandingkan simplisia asal dan
tujuan pengobatannya terjamin. Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu
sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan (Ditjen POM RI, 1995). Ekstraksi dengan
menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia
tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokkan atau

9
Universitas Sumatera Utara


pengadukkan pada temperatur kamar sedangkan remaserasi merupakan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama dan seterusnya (Ditjen POM RI, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
(Ditjen POM RI, 2000).
b. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM RI, 2000).
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana
pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh
membasahi dan merendam sampel dalam tabung soklet, kemudian setelah
pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi setelah
melewati pipa sifon, demikian berulang-ulang (Ditjen POM RI, 2000).
3. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50oC (Ditjen POM RI, 2000).
4.

Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisa nabati
dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit (Ditjen POM RI, 2000).

10
Universitas Sumatera Utara

5. Dekok
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dengan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM RI, 2000).

2.3 Uraian Kulit
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan membungkus
seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan

kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet, dan melindungi kulit
terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan
lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan
umum. Dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi
pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat,
memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit
karena penyakit tertentu (Syaifuddin, 2001).
Kulit adalah suatu shell yang fleksibel, protektif, mengatur diri sendiri
yang melindungi sistem hidup kita. Shell mengandung sistem sirkulasi dan sistem
evaporasi untuk menstabilkan temperatur dan tekanan tubuh, sistem melemas
sendiri dan merupakan alat untuk mendeteksi stimuli dari luar (Anief, 1997).
Kulit terdiri dari 3 lapis:
a. Epidermis
Epidermis, sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air,
elektrolit dan nutrisi dari badan dan sawar dasar terhadap penetrasi air dan
substansi asing dari luar badan. Epidermis juga mencegah atau menghambat

11
Universitas Sumatera Utara


kehilangan air dari badan, hingga semua jaringan yang lain menjaga
keseimbangan dinamis dengan lingkungan dalam (Syaifuddin, 2001).
Epidermis dapat dibagi menjadi 5 lapisan (Syaifuddin, 2001):
1. Stratum corneum (lapisan tanduk)
2. Stratum lucidum (daerah sawar)
3. Stratum granulosum (lapisan seperti butir)
4. Stratum spinosum (lapisan sel duri)
5. Stratum germinativum (lapisan sel basal)
b. Dermis
Dermis adalah suatu lapisan yang terdiri dari jaringan ikat yang terletak di
bawah epidermis dan berfungsi sebagai penopang struktur dan nutrisi (makanan).
Lapisan ini lebih tebal daripada lapisan epidermis. Yang menyusun lapisan ini
adalah pembuluh darah, ujung syaraf, kelenjar keringat, akar rambut, dan otot
penegak rambut. Bagian atas yang menjorok ke atas (seperti jari-jari) disebut
dermal papillae. Dari bagian ini nutrisi disalurkan ke atas melalui pembuluh darah
secara difusi. Dalam dermis ini terdapat substansia dasar (mukopolisakarida),
serabut-serabut otot, serabut-serabut kolagen (paling banyak), serabut elastin
(terdapat di antara serabut-serabut kolagen). Kesemuanya ini berfungsi dalam
kelenturan kulit dan menentukan penampakan kulit, apakah licin, halus mulus
atau berkerut (Putro, 1997).
c. Hipodermis
Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah, dan sel-sel
penyimpan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang, dan struktur lain.
Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk

12
Universitas Sumatera Utara

melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik serta berperan pula dalam
pengaturan suhu tubuh (Putro, 1997)
Menurut Mail, jalan masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui
epidermis daripada melalui kelenjar lemak atau kelenjar keringat, secara mudah
dapat dijelaskan karena luas permukaan epidermis 100 atau 1000 kali lebih besar
daripada kedua yang lain (Syaifuddin, 2001).

2.4 Penuaan Dini
Penuaan adalah suatu proses alami yang mengarah pada kehilangan
integritas struktual dan fungsi fisiologis dari kulit. Penuaan biologis secara
definisi tidak dapat dihindari oleh pengaruh waktu biologis pada kulit, yang tidak
dipengaruhi oleh paparan sinar matahari berulang (Barel, et al., 2009).
Seiring bertambahnya usia, maka tanda-tanda penuaan pada wajah mulai
bermunculan. Seperti munculnya kerutan atau garis-garis halus yang muncul di
area sudut mata, kening, dan sekitar bibir. Bila garis-garis halus disana mulai
muncul, maka menjadi petunjuk bahwa wajah membutuhkan perawatan yang
lebih (Muliyawan dan Suriana, 2013).
Proses penuaan kulit pada dasarnya ada dua macam (Muliyawan dan
Suriana 2013), yaitu:
1. Penuaan kronologi (chonological aging )
Penuaan kronologi terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Proses ini
terjadi karena adanya perubahan struktur, fungsi, dan metabolik kulit
khususnya lapisan dermis dan epidermis seiring dengan bertambahnya usia.
Perubahan ini ditandai oleh berkurangnya kelenjar minyak, kulit tampak
kering, munculnya kerutan dan bintik-bintik hitam tanda penuaan.

13
Universitas Sumatera Utara

2.

Paparan cahaya (photoaging)
Photoaging terjadi karena berkurangnya kolagen dan serat elastis kulit akibat
paparan sinar ultraviolet. Kolagen adalah komposisi utama lapisan kulit
dermis (lapisan bawah dermis). Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang
berperan untuk bertanggung jawab pada sifat elastisitas dan halusnya kulit.
Kedua sifat ini merupakan kunci suatu kulit disebut indah dan awet muda.
Apabila produksi kolagen menurun pada lapisan dermis kulit, maka kulit
akan terlihat kering dan tidak elastis lagi.
Beberapa kasus penuaan terjadi begitu cepat, dimana tanda – tanda

penuaan mulai tampak pada usia yang relatif muda sekitar 20 tahun. Proses
penuaan yang berlangsung lebih cepat dari yang seharusnya ini dikenal dengan
penuaan dini. Penuaan dini ini disebabkan oleh 2 faktor ( Muliyawan dan Suriana
2013) yaitu:
1. Faktor internal, diantaranya yaitu genetik, asupan nutrisi yang kurang, dan
sakit berkepanjangan.
2. Faktor eksternal, diantaranya yaitu polusi, asap rokok, sinar matahari, dan efek
dari gaya hidup tidak sehat.
Tanda-tanda penuaan dini
Ciri – ciri fisik penuaan dini menurut Noormindhawati 2013 adalah:
1. Keriput dan mengendur
Seiring bertambahnya usia jumlah kolagen dan elastin kulit semakin
berkurang, akibatnya kulit kehilangan elastisitasnya sehingga tampak
keriput dan mengendur.

14
Universitas Sumatera Utara

2. Muncul age spot (noda hitam)
Muncul di area yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, lengan,
dan tangan.
3. Kulit kasar
Rusaknya kolagen dan elastin akibat sinar matahari membuat kulit
menjadi kering dan kasar.
4. Pori – pori membesar
Akibat penumpukan sel kulit mati, pori- pori menjadi membesar.

2.5 Anti Penuaan atau Anti-Aging
Anti

berarti

menahan

atau

melawan,

sementara

aging

berarti

umur/penuaan, maka apabila diartikan secara harfiahnya anti-aging adalah
menahan atau melawan penuaan. Anti-aging merupakan suatu proses yang
berguna untuk mencegah atau memperlambat efek penuaan sehingga terlihat
segar, lebih cantik, dan awet muda. Terapi anti-aging akan lebih baik apabila
dilakukan sedini mungkin, yakni di saat seluruh fungsi sel-sel tubuh masih sehat
dan berfungsi dengan baik (Fauzi dan Nurmalina, 2012).
Menurut Muliyaman dan Suriana (2013), produk anti-aging memiliki
tujuan untuk membantu tubuh agar tetap sehat dan awet muda bahkan bisa terlihat
jauh lebih muda dari usia sesungguhnya. Produk ini digunakan untuk
menghambat proses penuaan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu
menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan kulit.
-

Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah

terjadinya proses oksidasi. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan

15
Universitas Sumatera Utara

berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Manfaat
antioksidan bagi kesehatan dan kecantikan, misalnya untuk mencegah penyakit
kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain
(Tamat, dkk., 2007).
Antioksidan dapat menghentikan, menghambat, atau memperbaiki
serangan radikal bebas yang mempercepat penuaan maka sangat masuk akal kalau
tubuh kita perlu banyak mengkomsumsi antioksidan. Semakin banyak antioksidan
yang berguna untuk melindungi membran-membran lemak sel-sel, proteinprotein, dan DNA genetik dalam batas-batas yang tidak berbahaya maka semakin
berkurang kemampuan radikal-radikal bebas itu untuk menyerang dan
menimbulkan kerusakan. Bila semakin kecil kerusakannya maka semakin kecil
kemungkinan adanya tanda-tanda proses penuaan dan kehancuran akhir tubuh itu
(Putro, 1997).
Ada tiga macam mekanisme kerja antioksidan pada radikal bebas, yaitu
-

Antioksidan primer
Mampu mengurangi pembentukan radikal bebas baru dengan cara
memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi lebih stabil.

-

Antioksidan sekunder
Berperan mengikat radikal bebas dan mencegah amplifikasi senyawa
radikal. Beberapa contohnya vitamin A (betakaroten), vitamin C, vitamin
E, dan senyawa fitokimia.

-

Antioksidan Tersier
Berperan dalam mekanisme biomolekuler seperti memperbaiki kerusakan
sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas.

16
Universitas Sumatera Utara

2.6 Kosmetika
Kosmetik yang dalam bahasa Inggris disebut “cosmetics” berasal dari
bahasa Yunani “kosmetikos” yang berarti kecakapan dalam menghias, juga dari
kata “kosmein” yang berarti menata atau menghias. Kosmetik merupakan
sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya
dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500
tahun sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat,
lumpur, arang, air, embun, pasir atau sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).

2.7 Krim
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Ada dua tipe krim, krim
tipe minyak-air dan krim tipe air-minyak (Ditjen POM RI, 1979).
Secara garis besar krim terdiri dari 3 komponen yaitu bahan aktif, bahan
dasar dan bahan pembantu. Bahan dasar terdiri dari fase minyak dalam fase air
yang dicampur dengan penambahan bahan pengemulsi (emulgator) kemudian
akan membentuk basis krim. Menurut kegunaannya krim anti-aging digolongkan
dalam kosmetik perawatan (Muliyawan dan Suriana, 2013).

17
Universitas Sumatera Utara

-

Bahan-bahan Dalam Krim Anti-Aging
a. Asam stearat
Asam stearat digunakan dalam formulasi topikal digunakan sebagai zat
pengemulsi. Konsentrasi asam stearat yang biasa digunakan dalam
formulasi krim berkisar antara 1 – 20%. Asam stearat dapat larut dalam
propilen glikol (Rowe, et al., 2009).
b. Setil alkohol
Lilin tidak berwarna, tidak larut dalam air, bersinar mengkilap, bersisik
dengan bentuk mikrokristalin. Lumer pada suhu 48 o-50oC. Larut dalam
kloroform, eter, alkohol panas, tidak larut dalam air (Tano, 2005).
c. Sorbitol
Sorbitol adalah D-glukosa yang merupakan alkohol hexahydric untuk
manosa dan isomernya dengan manitol. Sifatnya tidak berbau, putih,
kristal,

dan

bubuk

higroskopik.

Sorbitol

memiliki

rasa

yang

menyenangkan, dingin, rasa manis dan memiliki sekitar 50-60% dari
manisnya sukrosa (Rowe et al., 2009).
d. Propilen glikol
Propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau,
dengan rasa manis, agak sangit menyerupai gliserin. Bahan ini dapat
berfungsi

sebagai

pengawet

antimikroba,

disinfektan,

humektan,

plasticizer, pelarut, stabilizer, dan pelarut pembantu yang dapat bercampur
dengan air (Rowe, et al., 2009).
e. Trietanolamin
Trietanolamin (TEA) adalah cairan kental jernih, tidak berwarna hingga
berwarna kuning pucat yang mempunyai bau agak menyerupai amoniak.

18
Universitas Sumatera Utara

TEA digunakan secara luas dalam formulasi bidang farmasi, terutama
dalam pembentukan emulsi. TEA jika dicampur dengan asam lemak
seperti asam stearat atau asam oleat akan membentuk sabun anionik yang
dapat berfungsi sebagai pengemulsi untuk menghasilkan emulsi minyak
dalam air yang stabil (Rowe, et al., 2009).
f. Nipagin
Nipagin digunakan secara luas sebagai pengawet antimikroba dalam
formulasi kosmetika, produk makanan, dan bidang farmasi. Khasiat
pengawet dari nipagin juga ditingkatkan dengan penambahan propilen
glikol sebanyak 2 – 5%. Konsentrasi nipagin yang biasa digunakan dalam
sediaan topikal berkisar antara 0,02 – 0,3% (Rowe, et al., 2009).

2.8 Skin Analyzer
Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk
mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi
untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,
melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.
Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer
menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).
Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan
menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara
langsung disesuaikan dengan parameter dari masing-masing pengukuran yang
telah diatur sedemikian rupa pada alat tersebut. Ketika hasil pengukuran muncul
dalam bentuk angka, maka secara bersamaan kriteria hasil pengukuran akan
keluar dan dapat dimengerti dengan mudah oleh pengguna yang memeriksa

19
Universitas Sumatera Utara

ataupun pasien. Parameter hasil pengukuran skin analyzer dapat dilihat pada
Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Pengukuran
Moisture
(kelembaban)
Evenness
(kehalusan)
Pore (pori)
Spot (noda)
Wrinkle (keriput)

Parameter (%)
Normal
30-45
Normal
32-51
Sedang
20-39
Sedang
20-39
Berkeriput
20-52

Dehidrasi
0-29
Halus
0-31
Kecil
0-19
Sedikit
0-19
Tidak berkeriput
0-19

Hidrasi
46-100
Kasar
52-100
Besar
40-100
Banyak
40-100
Berkeriput parah
53-100

Sumber: Aramo (2012) Skin and Hair Diagnostic System

20
Universitas Sumatera Utara