Pengaruh Penggunaan Obat Kumur Chlorhexidine, Fluoride, dan Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn) Terhadap Pelepasan Ion Nikel Braket Stainless Steel
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa tahun terakhir ini, terjadi peningkatan minat para biomedis dan
praktisi terhadap efek samping penggunaan dental material terutama metal. Alat
ortodonti cekat pada perawatan ortodonti umumnya menggunakan material metal
seperti pada braket, wire, dan cincin. Lingkungan rongga mulut yang tidak stabil
dapat menyebabkan kerugian pada alat ortodonti cekat yang memiliki komposisi
metal tersebut. Kerugian yang dapat terjadi seperti pelepasaan ion dan korosi, dapat
berbahaya bagi tubuh serta menyebabkan perawatan ortodonti yang tidak optimal.
2.1 Braket Ortodonti
Braket merupakan komponen yang sangat penting pada perawatan ortodonti.
Para praktisi terus mencoba untuk meningkatkan kualitas braket ortodonti. Braket
ceramic dan plastik telah diperkenalkan beberapa tahun terakhir, akan tetapi braket
jenis ini memiliki kerugian yang signifikan saat digunakan pada perawatan
ortodonti.5
Braket plastik umumnya terbuat dari polikarbonat atau poliuretan. Braket
plastik memiliki keuntungan dalam hal estetis akan tetapi memiliki banyak
kekurangan. Kekurangannya antara lain mudah terjadi diskolorisasi dan adanya bau
tidak sedap oleh karena absorpsi air sehingga perlu diganti dengan yang baru. Braket
ini juga memiliki ketahanan abrasi yang rendah sehingga menyebabkan terkikisnya
permukaan braket saat sikat gigi sehingga dapat melemahkan braket dan
menyebabkan hilangnya satu atau dua sayap braket. Braket plastik memiliki
Universitas Sumatera Utara
ketahanan deformasi yang rendah pada saat pemberian gaya tork yang besar terutama
saat menggunakan wire besar seperti wire rektangular (persegi empat).16
Selain braket plastik, braket estetis jenis lain yang diminati saat ini adalah
braket ceramic. Akan tetapi sifat brittle alami pada ceramic mengakibatkan
peningkatan terjadinya fraktur pada braket selama debonding. Bagian braket ceramic
yang paling sering fraktur adalah bagian sayap braket. Selain sifat brittle alami yang
dimiliki braket ceramic, perlu dipertimbangkan faktor lain yang mempengaruhi
ketahanan braket itu sendiri. Beberapa faktor intraoral yang mempengaruhi ketahanan
braket ceramic yaitu, korosi, pengunyahan, plak, saliva, kepadatan tulang, jumlah
gigi, daerah permukaan akar, susunan anatomi, dan oklusi.17-20
Dibandingkan dengan braket plastik dan ceramic, braket metal tidak memiliki
nilai estetik yang baik. Akan tetapi braket metal memiliki physical dan mechanical
properties yang baik dibandingkan dengan braket estetik sehingga braket metal sering
digunakan pada bidang ortodonti.21
Salah satu braket metal yang dikenal saat ini adalah braket titanium. Dengan
memakai titanium, aloi titanium atau sejenisnya, braket ortodonti dapat dibuat lebih
ringan dan kuat daripada braket konvensional semacam baja nirkarat, plastik, dan
bahkan ceramic. Titanium telah dikenal sebagai bahan yang sangat kompatibel dalam
lingkungan mulut dan mempunyai integritas struktural yang lebih baik dari baja
nirkarat. Braket ini mempunyai daya tahan terhadap korosi dan biokompatibilitas
yang sangat baik, akan tetapi tidak semua pabrik membuat braket dari titanium.
Meskipun braket titanium tidak mengandung nikel, aloi ini cenderung mempunyai
Universitas Sumatera Utara
nilai gaya geser (friksi) yang tinggi, sehingga membuat mekanika pergeseran (sliding)
lebih sulit.21
Braket metal memiliki sifat yang mendekati ideal dan paling sering digunakan
pada perawatan ortodonti cekat. Sebagian besar braket metal yang digunakan saat ini
terbuat dari stainless steel.1,2
2.1.1 Braket Stainless Steel
Stainless steel (Iron-Chromium-Nickel: FeCrNi), Titanium (Ti), dan Elgiloy
(Cobalt-Chromium: CoCr) merupakan material yang sering digunakan pada
pembuatan braket metal. Cincin, braket, dan wire ortodonti umumnya terbuat dari
stainless steel yang terdiri dari sekitar 8-12% nikel dan 17-22% kromium. Komposisi
ini memberikan elastisitas dan ketahanan korosi pada stainless steel. Kelebihan dari
stainless steel yaitu harganya tidak mahal, kekuatan lebih tinggi, modulus elastisitas
yang lebih besar, mudah dibentuk, dan memiliki ketahanan korosi yang tinggi di
dalam mulut. Adanya kelebihan ini menyebabkan stainless steel digunakan secara
luas sebagai braket, wire, dan cincin pada perawatan ortodonti. Braket stainless steel
pada penelitian ini menggunakan braket stainless steel slot 0.018 inci dengan
preskripsi Edgewise merk American Orthodontic®. Komposisi braket ini diperiksa
dengan menggunakan alat XRF (X-Ray Fluorosense) dengan hasil yang tertera pada
tabel 2.1.1,2,9,22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Komposisi braket stainless steel merk American Orthodontic® slot 0.018
inci dengan preskripsi Edgewise.
Nama Sampel
Kandungan Unsur (%)
Braket
steel
stainless
Cr
Fe
Ni
Cu
12,21±0,04
77,26±0,04
7,90±0,09
2,64±0,03
American
Orthodontic®
Aloi stainless steel pada alat ortodonti bergantung pada formasi permukaan
passive oxide film untuk menahan korosi. Akan tetapi lapisan pelindung ini tidak
sempurna. Lapisan ini dapat hancur atau lepas oleh gangguan mekanis dan kimia.
Walaupun tanpa adanya gangguan, passive oxide film ini pelan-pelan dapat larut
akibat kondisi asam ataupun karena adanya ion chloride.1,3,4,23,24
2.2 Korosi dan Pelepasan Ion
Korosi didefinisikan sebagai proses interaksi antara material padat dengan
lingkungan kimia maupun fisik yang menyebabkan hilangnya substansi dari material
tersebut (Gambar 2.1). Hal ini menyebabkan perubahan pada karakteristik struktur,
atau kehilangan integritas struktural. Korosi dan pelepasan ion alat ortodonti pada
lingkungan oral disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama disebabkan oleh proses
pembuatan yang meliputi tipe aloi dan karakteristik metal yang digunakan. Kedua
adalah faktor lingkungan seperti mechanical stress, pola makan, waktu, aliran ratarata saliva, kesehatan pasien, dan kondisi psikosomatik pasien.1-9,11-15,24
Korosi elektrokimia dapat terjadi di dalam saliva karena saliva merupakan
elektrolit yang lemah. Sifat elektrokimia dari saliva tergantung pada konsentrasi dari
Universitas Sumatera Utara
komponen, pH, tegangan permukaan, dan kapasitas bufer saliva. Hal-hal tersebut
akan mengontrol terjadinya proses korosi. Kuhta dkk (2009) menyatakan apabila pH
saliva turun dari 6,75 ke 3,5 maka dapat menyebabkan lepasnya ion metal dari alat
ortodonti, dimana rendahnya pH mengurangi ketahanan korosi aloi tersebut. Sandin
dan Chorot (1985) meneliti tentang pengaruh stres dan kecemasan pada pasien
terhadap pH saliva, dimana ditemukan bahwa semakin tinggi stres dan kecemasan
seseorang maka pH salivanya cenderung meningkat.1,3,4,23-25
Gambar 2.1. Korosi pada braket metal.23
Korosi terjadi karena hilangnya ion metal secara langsung. Korosi terjadi
melalui dua reaksi simultan yaitu oksidasi dan reduksi (redoks). Sebagai contoh besi
yang diletakkan di dalam larutan asam lemah. Reaksi oksidasi (anoda) menghasilkan
disolusi dari besi dan menghasilkan ion ferum. Reaksi reduksi (katoda) berupa
reduksi ion hidrogen menjadi gas hidrogen. Proses korosi ini akan berlangsung terus
Universitas Sumatera Utara
menerus sampai metal terlepas, kecuali bila metal dapat membentuk protective
surface layer (pasivasi) atau reaktan katoda dilenyapkan. Tingkat korosi pada
berbagai metal tergantung dari lingkungan kimia dimana metal ditempatkan.4,23-25
Beberapa tipe korosi yang disebabkan oleh proses kimia maupun fisik, yaitu
(Gambar 2.2) :
1. Korosi uniform
Merupakan pelepasan metal dari permukaan yang biasanya terjadi dan seragam.
Ini merupakan tipe korosi yang paling sering terjadi pada semua metal. Proses
terjadinya berasal dari interaksi metal dengan lingkungan dan kelanjutan
pembentukan dari hidroksit atau komponen organometalik. Pada korosi uniform,
lingkungan korosif harus mempunyai akses yang sama ke semua bagian permukaan,
dan metal itu sendiri harus memiliki metalurgi dan komposisi yang seragam.
Serangan uniform biasanya tidak terdeteksi sebelum sejumlah besar metal lepas.
2. Korosi pitting
Merupakan bentuk korosi yang terlokalisir, dimana terjadi korosi yang simetris
dengan bentuk pit pada permukaan metal. Korosi pitting ini dapat terjadi pada
permukaan braket dan wire.
3. Korosi crevice
Korosi ini terjadi di antara dua permukaan yang berdekatan atau di dalam
tempat yang sempit dimana pertukaran oksigen tidak dapat terjadi. Penurunan pH dan
peningkatan konsentrasi chloride merupakan dua faktor penting yang paling sering
menyebabkan korosi crevice.
Universitas Sumatera Utara
4. Korosi-erosi dan Korosi fretting
Korosi erosi disebabkan oleh aliran cairan berkecepatan tinggi pada permukaan
material. Pergerakan atau aliran yang tinggi menghilangkan lapisan pelindung
sehingga aloi yang reaktif menjadi terpapar dan menyebabkan terjadinya korosi yang
lebih cepat. Korosi fretting merupakan jenis dari korosi erosi dimana korosi terjadi
akibat beban dan pergerakan yang diberikan pada suatu material misalnya seperti
pada sistem wire dan braket.
5. Korosi intergranular
Biasanya terjadi pada saat proses pembuatan brazing dan welding. Hal ini dapat
terjadi pada suhu di bawah 350oC.
6. Korosi galvanik
Korosi ini terjadi pada saat dua metal bergabung bersama dan ditempatkan di
larutan saliva yang konduktif atau larutan elektrolit. Korosi dapat terjadi karena
perbedaan kekasaran permukaan dan keadaan pH pada 2 metal yang berbeda.
7. Korosi stress
Terjadi karena metal fatique pada saat berada pada lingkungan yang korosif.
Hal ini biasa terjadi pada wire ortodonti yang diligasi pada gigi yang crowded berat
sehingga menyebabkan reaktivitas aloi metal meningkat.
8. Korosi mikrobial
Mikroorganisme dan produknya dapat mempengaruhi aloi metal melalui satu
atau dua cara. Pertama, beberapa spesies menyerap dan me-metabolis metal dari aloi
sehingga menyebabkan korosi. Kedua, produk metabolit normal dari spesies
Universitas Sumatera Utara
mikrobial lain dapat mengubah kondisi sekitar sehingga membuat kondisi yang
kondusif untuk terjadinya korosi.23,24
Gambar 2.2. Tipe-tipe korosi.24
2.3 Pelepasan Ion Nikel
Pelepasan ion disebabkan oleh proses interaksi antara material padat dengan
lingkungan kimia maupun fisik sehingga menyebabkan kehilangan integritas
struktural. Proses ini disebut juga korosi. Produk korosi di rongga mulut biasanya
terabsorbsi ke dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek sistemik maupun lokal.
Korosi juga berakibat pada physical properties dan kemampuan klinis alat ortodonti.4
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Efek pelepasan ion nikel bagi tubuh
Produk korosi yang paling sering dilepaskan oleh stainless steel adalah ferum,
kromium dan nikel. Produk korosi ini dapat menyebabkan nyeri lokal atau
pembengkakan pada daerah alat ortodonti tanpa adanya infeksi. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Nikel dan kromium diketahui dapat
merangsang terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe IV pada tubuh yang dimediasi
oleh limfosit T. Ion nikel yang lepas diketahui paling sering menyebabkan alergi
berupa dermatitis kontak pada wanita. Nikel dan kromium juga menyebabkan
beberapa respon sitotoksik meliputi penurunan aktivitas enzim, gangguan jalur
biokimia, karsinogenik, dan mutagenik.3,4,24,26
Selain terdapat pada metal, ion nikel terdapat di alam bebas dan sangat mudah
terpapar melalui air minum, sayuran, sereal, padi-padian, dan atmosfer. Rata-rata ion
nikel yang ada pada makanan yaitu 300-500 µg/hari dan pada air 20 µg/L. Nikel
merupakan salah satu komponen yang paling sering menyebabkan dermatitis kontak
dan mengakibatkan reaksi alergi lebih banyak dibandingkan metal-metal lain bila
digabungkan. Hipersensitif terhadap nikel menjadi perhatian semenjak 3 dari 10
subjek diketahui sensitif terhadap ion nikel. Semakin lama subyek terpapar ion nikel
maka semakin besar resiko alergi. Rentang usia yang paling sering mengalami reaksi
alergi terhadap ion nikel adalah 10-20 tahun dimana pada rentang usia tersebut adalah
usia dimana perawatan ortodonti paling banyak dilakukan. Diagnosa alergi ion nikel
ini berdasarkan riwayat pasien, keadaan klinis, faktor genetik, dan hasil tes patch.
Komponen lain yang dapat menyebabkan alergi dan toksik adalah hexavalent
Universitas Sumatera Utara
kromium. Tetapi elemen ini jarang ditemukan lepas baik pada penelitian in vivo
maupun in vitro.3,4,11,12,15
Lugowski dkk (1991) menyatakan bahwa di antara ion-ion metal yang
terlepas, nikel merupakan ion yang berbahaya baik bagi hewan maupun manusia serta
bersifat karsinogenik bagi sistem pernapasan dan kavitas nasal. Beberapa penelitian
juga menyatakan bahwa paparan jangka panjang bahan kedokteran gigi yang
mengandung nikel dapat mempengaruhi monosit dan sel mukosa oral. Ion nikel
berperan sebagai medium reaksi imun yang kuat dan dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas, dermatitis kontak, asma, dan sitotoksisitas yang berat. Fernadez dkk
(1986), Spiechowicz dkk (1984), dan Romaguera dkk (1988) melaporkan bahwa
protesa yang terbuat dari aloi nikel dapat menyebabkan sensasi terbakar pada daerah
esofagus dan leher, serta kehilangan indra perasa. Van Loon dkk (1984)
mengungkapkan bahwa aloi nikel ini dapat menyebabkan stomatitis kontak. Di
bidang ortodonti, Greig (1983) dan Dickson (1983) melaporkan terjadinya dermatitis
kontak pada pasien yang menggunakan headgear. Rickles (1980) dan Levy dkk
(1980) juga melaporkan alergi nikel pada penggunaan alat ortodonti, dan Haudrechy
dkk (1994;1997) menemukan bahwa dermatitis dapat terjadi pada pasien yang sensitif
terhadap ion nikel yang terlepas dari stainless steel. Untuk terjadinya suatu reaksi
alergi pada mukosa oral diperlukan antigen 5-12 kali lebih besar daripada yang
diperlukan untuk terjadi alergi pada kulit.1,7,11,12,27-28
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Efek pelepasan ion nikel bagi perawatan ortodonti
Korosi dan pelepasan ion dapat menyebabkan larutnya filler metal sehingga
material braket menjadi lemah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelepasan
ion metal pada alat ortodonti mencapai puncaknya pada hari ketujuh dan selesai pada
minggu keempat. Penelitian Bishara menunjukkan bahwa pelepasan ion nikel alat
ortodonti stainless steel dan nikel-titanium, mencapai puncaknya pada minggu
pertama dan setelah itu menurun. Sedangkan menurut Eliades dkk (2003) dan Huang
dkk (2004) menyatakan bahwa pelepasan ion pada alat ortodonti cekat semakin lama
akan semakin meningkat. Gjerdet dkk (1991) menemukan adanya kandungan nikel
pada saliva yang diambil segera setelah pemasangan alat ortodonti. Park dan Shearer
melaporkan adanya pelepasan ion Nikel sebesar 40 mg per hari dari simulasi alat
ortodonti cekat di dalam mulut yang terdiri dari cincin molar pertama, molar kedua,
premolar pertama, premolar kedua, braket kaninus, insisivus lateralis, dan insisivus
sentralis yang direndam dalam larutan saline 0,5%. Perbedaan hasil penelitian ini
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan metode penelitian, metode pengambilan
sampel, lamanya perendaman alat ortodonti, jumlah sampel yang kecil. Sebaiknya
jumlah sampel diperbesar dan disarankan dilakukan penelitian longitudinal untuk
melihat pola pelepasan ion pada interval waktu yang berbeda.4,9,24,25
Lemahnya
material
braket
akibat
korosi
dan
pelepasan
ion
dapat
mengakibatkan lepasnya sayap braket dari basisnya. Masalah lain yang dapat terjadi
adalah friksi. Friksi terjadi akibat gesekan dua permukaan material sehingga
menyebabkan terkikisnya permukaan yang berkontak. Friksi ini dipengaruhi oleh
kombinasi braket dan wire yang berbeda (ukuran material, bentuk, dan angulasi), efek
Universitas Sumatera Utara
ligasi, dan interaksi alat ortodonti dengan lingkungan oral. Korosi yang terjadi pada
permukaan metal dapat meningkatkan friksi pada dua permukaan metal yang berbeda.
Hal ini menyebabkan pergerakan gigi menjadi lambat dan adanya rasa tidak nyaman
pada pasien, sehingga perawatan yang optimal tidak dapat dicapai.7,24
Disamping kerugian yang disebabkannya, ion nikel memiliki peranan penting
pada ketahanan korosi stainless steel. Jadi sangat tidak mungkin untuk
menghilangkan komponen ini.1,7,24
2.4
Efek Obat Kumur pada Perawatan Ortodonti
Komponen-komponen perawatan ortodonti seperti braket, wire, ligatur, dan
cincin dapat menyebabkan akumulasi plak. Hal ini dapat menjadi masalah bagi pasien
dengan alat ortodonti cekat jika tidak segera diatasi. Kurang baiknya kebersihan
rongga mulut pada pasien dengan alat ortodonti cekat dapat menyebabkan
demineralisasi atau lesi karies.16,24
Selama perawatan ortodonti, ortodontis juga bertanggung jawab untuk
mencegah terjadinya karies gigi. Pada alat ortodonti terjadi akumulasi lokus bakteri
yang berbeda yang menyebabkan terbentuknya biofilm. Stainless steel memiliki
tegangan permukaan kritis tertinggi sehingga menjadikan permukaannya memiliki
kapasitas tahanan plak yang lebih tinggi dibanding metal lain. Braket metal diketahui
secara spesifik dapat mengubah lingkungan oral seperti mengurangi tingkat pH dan
afinitas bakteri ke permukaan metal oleh karena reaksi elektrostatik, dan juga dapat
meningkatkan akumulasi plak dan kolonisasi S.mutans. Pemasangan wire ortodonti
cenderung menciptakan permukaan baru bagi pembentukan plak sehingga terjadi
Universitas Sumatera Utara
peningkatan jumlah mikroorganisme di rongga mulut. Wire dan cincin ortodonti telah
lama diduga meningkatkan akumulasi plak dan level streptokokus serta laktobasilus.
Sedangkan kolonisasi yeast dari Candida albicans banyak ditemui pada semen,
enamel, dan dentin. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi para ortodontis.8,29-31
Investigasi klinis mengungkapkan adanya penyebaran bakterimia setelah
prosedur ortodonti. McLaughlin dkk melaporkan sekitar 10 % prevalensi bakterimia
terjadi setelah prosedur pemasangan cincin. Sedangkan Erverdi dkk menemukan
bahwa 7,5 % prevalensi bakterimia terjadi setelah pemasangan cincin, dan 6,6 %
prevalensi bakterimia terjadi setelah pelepasan cincin. Dickeman dkk (1962) meneliti
tentang perbedaan jumlah mikroorganisme pada pasien dengan perawatan ortodonti
dan pada pasien tanpa perawatan ortodonti, dan menemukan adanya peningkatan
jumlah streptokokus dan laktobasilus pada pasien yang menggunakan alat ortodonti
stainless steel. Penggunaan obat kumur segera setelah prosedur dental dapat
menurunkan insidensi dan keparahan bakterimia.8,29-31
2.4.1 Obat kumur Chlorhexidine
Obat kumur sangat bermanfaat mengurangi plak mikroba. Salah satu obat
kumur yang efektif melawan plak mikroba adalah chlorhexidine. Chlorhexidine
gluconate adalah bis-guanida kationik dengan mekanisme aksi bakterisidal langsung
dan singkat, diikuti dengan aksi bakteriostatik yang panjang yang bergantung pada
absorbsi antiseptik oleh lapisan pelikel permukaan gigi. Chlorhexidine memiliki
rumus kimia C 22 H 30 Cl 2 N 10 (Gambar 2.3). Obat kumur chlorhexidine komersial
mengandung konsentrasi 0,12 % dan 0,2%. Konsentrasi ini merupakan standar
Universitas Sumatera Utara
internasional. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obat kumur chlorhexidine
dengan konsentrasi 0,1%-0,2% efektif terhadap gingivitis. Penelitian menunjukkan
bahwa berkumur dengan chlorhexidine 0,2% dua kali sehari sebanyak 10 ml dapat
menurunkan skor plak sebesar 85% dan skor perdarahan sebesar 77% pada hari ke-7
(Prijantojo dan Lelyati 1992 cit. Rosmelita 2003), sedangkan penelitian Alberto dkk,
(1991) menemukan bahwa chlorhexidine 0,12% efektif menekan jumlah bakteri
aerob dan anaerob fakultatif dalam mulut sampai 97%. Najafi (2012) melaporkan
bahwa chlorhexidine 0,2% lebih baik dalam mengurangi indeks perdarahan gingiva
7,18,29-37
dibanding chlorhexidine 0,12%.
Chlorhexidine dapat berinteraksi dengan fluoride dan sodium lauryl sulfat
(deterjen yang ditemukan pada pasta gigi) sehingga obat kumur ini baiknya
digunakan 0,5-2 jam setelah menyikat gigi. Chlorhexidine sangat efektif mengurangi
plak dental dan mikroorganisme patogenik termasuk Streptococcus mutans. Saat ini,
chlorhexidine digunakan sebagai gold standard sehingga sebagian besar penelitian
menggunakan chlorhexidine sebagai kontrol positif untuk membandingkan efektivitas
produk lain.7,8,29-34
Gambar 2.3. Rumus kimia Chlorhexidine.32
Universitas Sumatera Utara
Kapoor dkk (1979) meneliti tentang efek konsentrasi chlorhexidine digluconate
terhadap plak bakteri pada anak-anak, dimana disimpulkan bahwa aktivitas antiplak
bergantung pada konsentrasi baik pada laki-laki maupun perempuan. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa chlorhexidine gluconate dapat direkomendasikan
sebagai inhibitor plak kimia dan dapat mengeliminasi plak secara efektif dengan cara
menggunakan 10 ml larutan obat kumur chlorhexidine dengan konsentrasi 0,2 %
selama 15 detik. Anderson dkk (1997) melakukan penelitian tentang efek klinis obat
kumur chlorhexidine pada 32 pelajar kelompok usia 11-15 tahun yang sedang dalam
perawatan ortodonti. Peneliti menyimpulkan bahwa obat kumur chlorhexidine
bermanfaat untuk mempertahankan oral hygiene yang baik. Manfaatnya antara lain
mengurangi indeks plak, indeks gingival, dan indeks retensi pada pasien yang
menggunakan alat ortodonti.29,33,34
Disamping kelebihan yang dimilikinya, chlorhexidine memiliki beberapa efek
samping seperti diskolorisasi gigi geligi, rasa yang tidak enak, dryness, dan sensasi
terbakar di rongga mulut, sehingga beberapa pasien menolak untuk menggunakan
obat kumur chlorhexidine. Dosis toksik chlorhexidine secara oral yaitu 1800 mg/kg
sedangkan secara intravena 22 mg/kg. Penelitian Danaei dkk (2011) menunjukkan
bahwa obat kumur chlorhexidine (chlorhexidine digluconate 0,2 %) menyebabkan
pelepasan ion nikel paling tinggi dibandingkan dengan obat kumur Oral-B dan
Persica. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
chlorhexidine memiliki kemampuan irigasi atau kemampuan korosif, sehingga bila
berkontak dengan metal dapat terjadi pelepasan ion.7,8,29,33,34
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Obat kumur Fluoride
Fluoride telah digunakan secara luas untuk mencegah terjadinya karies gigi.
Fluoride tersedia dalam berbagai macam sediaan seperti pasta gigi, obat kumur, dan
gel topikal. Salah satu sediaan yang sering diresepkan oleh ortodontis pada pasien
dalam masa perawatan adalah obat kumur yang mengandung sodium fluoride. Obat
kumur fluoride terdaftar dalam FDA (Food and Drug Administration) dan CDT
(Council Dental Therapeutics) pada tahun 1974 dengan konsentrasi sodium fluoride
yang bervariasi, yaitu 0.2% untuk obat kumur yang diresepkan, serta 0.05% dan
0.02% untuk obat kumur komersil. Obat kumur fluoride 0.2% diresepkan untuk
pemakaian seminggu sekali, sedangkan obat kumur fluoride 0.05% dan 0.02% dapat
digunakan setiap hari. Marinho dkk (2003) menemukan bahwa efektivitas anti karies
obat kumur fluoride 0.2% yang diaplikasikan seminggu sekali, sama dengan obat
kumur fluoride 0.05% yang diaplikasikan setiap hari. Penelitian tersebut juga
menyebutkan pemakaian obat kumur fluoride 0.05% lebih disarankan dikarenakan
pasien lebih sering lupa menggunakan obat kumur 0.2% yang hanya diresepkan
seminggu sekali. Obat kumur 0.2% lebih sering diaplikasikan pada program
komunitas gigi seperti program pencegahan karies di sekolah. Yu dkk (2004)
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan efektivitas antara obat kumur fluoride
0.05% dan 0.02%. Di Indonesia sendiri, obat kumur fluoride komersil rata-rata
mengandung sodium fluoride 0.02%.38
Substansi fluoride dalam obat kumur diperlukan untuk mencegah terjadinya
karies pada pasien dalam masa perawatan ortodonti. Fluoride berperan dengan cara
remineralisasi dengan fluoroapatit dan fluoro-hidroksiapatit yang meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
ketahanan enamel terhadap suasana asam sehingga dapat mencegah terjadinya
karies.2,5,14,39
Karies dental terjadi oleh karena adanya peran bakteri kariogenik yaitu
streptokokus dan laktobasilus. Bakteri ini melakukan metabolisme terhadap
karbohidrat yang dapat difermentasi, sehingga menghasilkan asam yang mampu
melakukan demineralisasi jaringan keras gigi pada pH dibawah 5,5. Selama serangan
asam ini, sub-permukaan saliva memiliki pH 3,8-4,8 disertai hilangnya ion kalsium
dan fosfat dari kristal-kristal jaringan keras gigi. Kemudian pH kembali normal
setelah 30 menit terjadinya serangan asam dimana terjadi remineralisasi dengan
calcium phospate pada sisi demineralisasi. Adanya episode berulang dari
demineralisasi (tanpa adanya remineralisasi), menyebabkan terjadinya white spot
(Gambar 2.4). Pada pasien ortodonti, white spot ini dapat ditemukan disekitar braket
dan berkaitan dengan dekalsifikasi ortodonti. 2,5,14,39
Gambar 2.4. Proses karies : demineralisasi dan remineralisasi.39
Universitas Sumatera Utara
Fluoride topikal sebagai agen anti karies bekerja dengan cara mencegah
terjadinya demineralisasi dan memicu terjadinya remineralisasi. Pemakaian fluoride
topikal konsentrasi tinggi menyebabkan terbentuknya globul alkali-soluable calcium
fluoride pada permukaan gigi yang jumlahnya dipengaruhi oleh aplikasi dan
konsentrasi penggunaan fluoride. Globul berperan sebagai reservoir fluoride,
sedangkan fosfat pada globul ini bertanggung jawab menstabilkan pH agar tetap
normal. Ketika serangan asam terjadi, globul ini akan pecah dan melepaskan kalsium,
fosfat, dan fluoride yang menyebabkan konsentrasi ion-ion ini lebih tinggi
dipermukaan gigi dibandingkan di dalam gigi. Ion-ion ini kemudian berpindah ke sisi
demineralisasi dan me-remineralisasi defek yang terjadi dan juga membentuk
hidroksiapatit terfluoridasi (Gambar 2.5). Pada saat yang sama terjadi pembentukan
asam hydrofluoric yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, akan tetapi
asam ini juga dapat menyebabkan degradasi aloi-aloi metal dengan cara
menghancurkan lapisan oksida yang melindungi aloi. Reaksi degradasi lapisan pasif
aloi stainless steel ini dijelaskan dalam persamaan : CrO 2 + 6HF 2CrF 3 + 3H 2 O.
Saat pertama kali lapisan pasif terdegradasi, stainless steel cenderung mengabsorpsi
hidrogen yang menyebabkan kerapuhan (embrittlement) dan stress corrosion
cracking. Stress corrosion cracking pada stainless steel oleh karena adanya larutan
fluoride juga pernah dilaporkan sebelumnya, dimana crack berkembang disertai oleh
disolusi anoda dan generasi katoda hidrogen pada tip crack. Sebelumnya juga pernah
dilaporkan terjadi penurunan tensile strength stainless steel oleh karena paparan
larutan acidulated fluoride.2,5,14,39
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Absorpsi fluoride dan kontrol karies.39
Pada pasien yang sedang menjalani perawatan ortodonti, karies rentan terjadi.
Efek antikaries dari fluoride ini, dapat membantu mencegah terjadinya karies pada
pasien ortodonti. Akan tetapi, adanya efek fluoride terhadap korosi metal alat
ortodonti perlu menjadi pertimbangan peresepan jenis obat kumur yang mengandung
fluoride.13,33
2.4.3 Obat kumur ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn)
Indonesia memiliki jenis tanaman obat mencapai lebih dari 1000 jenis, salah
satunya yaitu daun sirih hijau (Piper betle Linn). Daun sirih dapat digunakan untuk
pengobatan berbagai macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut,
sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut, batuk dan
serak, hidung berdarah, keputihan, wasir, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal,
kepala pusing, jantung berdebar, dan trakoma.40
Daun sirih hijau diketahui mengandung 4,2 % minyak atsiri yang sebagian
besar
terdiri
dari
kavikol,
kavibetol,
paraalyphenol,
isomer
eugenol
Universitas Sumatera Utara
allypyrocatechine, Cineol methil eugenol, Caryophyllen, estragol, dan terpenin.
Kavikol merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya anti bakteri lima kali
lipat dari fenol biasa. Kavikol telah diteliti sebagai agen anti mikroba dan dapat
diaplikasikan, salah satunya sebagai agen anti mikroba pada produk kesehatan rongga
mulut. Cara kerjanya yaitu dengan mendenaturasi protein bakteri tersebut sehingga
aktivitas biologis bakteri menjadi rusak.
Salah satu bakteri rongga mulut yang paling sering menyebabkan karies adalah
Streptococcus mutans. Streptococcus mutans mampu mesintesa insoluble glucan
sehingga membentuk plak dan mengolonisasi permukaan gigi secara agresif.
Perluasan pembentukan water-insoluble glucan oleh reaksi antara sukrosa dan enzim
glucocyltransferase (GTF) yang dihasilkan oleh bakteria, dan kondisi asam sebagai
hasil dari reaksi tersebut, akan menyebabkan terjadinya karies. Hal ini membuat
Streptococcus mutans menjadi bakteri paling kuat yang dihubungkan sebagai bakteri
penyebab karies. Ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn) mendenaturasi protein
dari bakteri Streptococcus mutans, sehingga menghambat pembentukan enzim GTF
yang akan mempengaruhi pembentukan glukan dan pada akhirnya tercipta
lingkungan yang tidak kondusif bagi bakteri tersebut.41
Setyavardana (2004) melaporkan bahwa berkumur dengan air rebusan daun
sirih 25%, 50%, dan 75% dapat menurunkan indeks plak. Penelitian Widowati (1994)
melaporkan bahwa rebusan air sirih 25 % berfungsi sebagai antiseptik. Penelitian
Soepartinah melaporkan bahwa air sirih 25% yang diolah dengan cara direbus
menyebabkan tidak tumbuhnya bakteri.10,42
Universitas Sumatera Utara
Afrilla Mita (2011) meneliti efektivitas ekstrak daun sirih hijau terhadap bakteri
Streptococcus mutans pada 20 konsentrasi yaitu 20%, 10%, 9%, 8%, 7%, 6%, 5%,
4%, 3%, 2%, 1%, 0.9%, 0.8%, 0.7%, 0.6%, 0.5%, 0.4%, 0.3%, 0.2%, 0.1%. Ekstrak
daun sirih hijau didapatkan dengan metode ekstraksi perkolasi. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa KHM (Kadar Hambat Minimum) ekstrak daun hijau adalah pada
konsentrasi 1%. Kadar hambat minimum merupakan suatu konsentrasi minimum
yang masih memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans, dimana
konsentrasi dibawah konsentrasi minimum tidak menunjukkan daya hambat terhadap
pertumbuhan bakteri sama sekali.43
Penelitian Padmanathan (2016) melaporkan bahwa obat kumur ekstrak daun
sirih merah (Piper crocatum) 3% yang diekstraksi dengan cara perkolasi, memiliki
efektivitas untuk mencegah akumulasi plak. Ekstrak daun sirih merah (Piper
crocatum) ini juga memiliki KHM sebesar 1% sama seperti ekstrak daun sirih hijau
(Piper betle Linn).44
Gambar 2.6. Rumus kimia kavikol
(Hydrochavicol).38
Universitas Sumatera Utara
Plak dental dapat dikurangi dengan aplikasi oral hygiene yang baik seperti
menyikat gigi, flossing, dan aplikasi obat kumur. Aplikasi obat kumur setelah sikat
gigi dapat mengontrol jumlah bakteri oral dengan cara penetrasi biofilm dari plak.
Obat kumur ekstrak daun sirih bekerja dengan cara menghambat produksi asam dari
bakteri di rongga mulut.41,45
2.5 Spektrofotometri
Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti yang dipakai untuk pengukuran dan
pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks. Secara umum
instrumentasi mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai alat pengukuran, sebagai
alat analisa, dan sebagai alat kendali. Salah satu alat yang digunakan untuk penelitian
saat ini adalah spektrofotometri.
Spektofotometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometri menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu, dan umumnya digunakan untuk pengukuran
transmitansi atau reflektansi dari solusi, padatan transparan atau buram. Dalam kimia,
spektrofotometri adalah pengukuran kuantitatif dari sifat refleksi atau transmisi bahan
sebagai fungsi dari panjang gelombang. Namun mereka juga dapat dirancang untuk
mengukur difusivitas pada setiap rentang cahaya yang terdaftar yang biasanya
mencakup sekitar 200nm-2500nm menggunakan kontrol yang berbeda dan
kalibrasi. Dalam rentang ini cahaya kalibrasi diperlukan pada mesin dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan standar yang berbeda-beda dalam jenis tergantung pada panjang
gelombang penentuan fotometrik.46,47
Contoh dari sebuah percobaan dimana spektrofotometri digunakan adalah
penentuan konstanta kesetimbangan solusi. Reaksi kimia tertentu dalam solusi
mungkin terjadi dalam arah maju dan mundur dimana reaktan dan produk bentuk
terurai menjadi reaktan. Pada titik tertentu, reaksi kimia ini akan mencapai titik
keseimbangan disebut titik ekuilibrium. Dalam rangka untuk menentukan masingmasing konsentrasi reaktan dan produk pada titik ini, transmitansi cahaya dari solusi
dapat diuji dengan menggunakan spektrofotometri. Jumlah cahaya yang melewati
solusinya adalah indikasi dari konsentrasi bahan kimia tertentu yang tidak
memungkinkan cahaya untuk melewati.46,47
Penggunaan spektrofotometri mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan,
seperti fisika, ilmu material, kimia, biokimia, dan biologi molekular. Alat ini
digunakan pada banyak industri termasuk semikonduktor, laser dan manufaktur optik,
percetakan dan pemeriksaan forensik, juga dalam laboratorium untuk studi zat kimia.
Spektrofotometri mampu menentukan jenis dan jumlah suatu zat yang terdapat dalam
target melalui perhitungan panjang gelombang yang diamati. Hal ini bergantung pada
kontrol atau kalibrasi.46,47
Kelebihan spektrofotometri sebagai alat analisa kuantitatif (penentuan kadar
suatu zat), antara lain :
a) Dapat digunakan secara luas baik untuk penentuan senyawa organik maupun
senyawa anorganik, baik berwarna maupun tidak berwarna. Dengan syarat bila
Universitas Sumatera Utara
larutan tidak berwarna maka harus direaksikan terlebih dahulu dengan reagen-reagen
tertentu atau reaksi kimia tertentu.
b) Mempunyai kepekaan yang tinggi. Dimana dapat dideteksi suatu senyawa
dengan konsentrasi
c) Sangat selektif, dapat menentukan suatu komponen tanpa pemisahan
d) Pengerjaannya mudah dan cepat, bisa mendeteksi 5-10 cuplikan / menit
2.5.1 Prinsip dasar kerja Spektrometri
Prinsip dasar kerja dari suatu spektrofotometri adalah berdasarkan hukum BeerLambert. Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa intensitas cahaya dari cahaya
monokromatik menurun secara eksponensial apabila konsentrasi dari medium yang
terabsorbsi meningkat. Dimana semakin banyak substansi yang terlarut, maka
semakin tinggi absorpsi dan semakin rendah transmitan. Hukum ini di jelaskan pada
gambar 2.6.
Gambar 2.7. Energi cahaya dengan intensitas ‘Io’ melewati sampel dengan konsentrasi ‘C’. Sebagian
energi cahaya terabsorbsi oleh sampel. Jumlah intensitas energi cahaya yang keluar dari
sampel dinyatakan dengan ‘I’.47
Keterangan gambar diatas meliputi :
• Intensitas cahaya yang masuk ke sampel = Io
• Intensitas cahaya yang keluar dari sampel = I
• Konsentrasi larutan pada sampel = C
Universitas Sumatera Utara
• Panjang lintasan cahaya dalam gelas sampel = L
• Konstanta untuk larutan dan panjang gelombang tertentu = K.
Dari hukum Beer-Lambert dapat dirumuskan :
• Absorbansi cahaya (A) = log (Io/I) = - log T= KCL
• Transmitan cahaya (T) = I/Io = 10-KCL
Transmitan adalah rasio dari jumlah cahaya yang ditransmisikan terhadap
jumlah cahaya inisial yang terpapar pada permukaan. Sedangkan absorbansi
merupakan logaritma negatif dari transmiten.
a
b
Gambar 2.8. Hubungan antara (a) Absorbansi dan (b) Transmitan dengan konsentrasi
larutan sampel. Semakin tinggi konsentrasi (C), (a) absorbpsi (A) semakin
besar; (b)Transmitan semakin rendah.47
2.5.2 Cara kerja Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah suatu metoda analisa yang didasarkan pada
penyarapan sinar oleh larutan. Alat yang dapat melakukan hal ini harus mempunyai
lima komponen dasar yaitu :
1. Sumber cahaya,
2. Prisma atau kisi difraksi,
Universitas Sumatera Utara
3. Celah masuk,
4. Detektor (tabung foto elektris), dan
5. Indikator.
Gambar 2.9. Susunan alat spektrofotometri.47
Bila seberkas sinar polikromatis melewati kisi difraksi maka sinar tersebut akan
diuraikan menjadi sinar monokromatis sesuai dengan warna dan panjang
gelombangnya. Warna yang kita inginkan dapat kita peroleh dengan cara menggeser
atau merubah posisi kisi difraksi. Sinar monokromatis tadi kemudian melewati celah
(exit slit) dan terus mengenai phototube, dimana pada phototube ini akan dihasilkan
arus listrik yang besarnya sebanding dengan jumlah foton sinar monokromatis yang
mengenainya. Bila suatu meter digital dihubungkan pada alat fotometer tadi maka
arus yang dihasilkan tersebut dapat kita ukur. Skala meter tadi umumnya dikalibrasi
dengan dua cara, yaitu :
a. % transmitan, dengan rentang skala dari 0% sampai 100%.
b. absorban atau optical density units, dengan rentang skala dari 0 sampai 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10. Skema alat spektrofotometer.40
Alat ini sudah banyak digunakan sebagai alat penelitian dalam bidang
kesehatan pada umumnya dan kedokteran gigi pada khususnya.46,47
2.5.3 Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS)
Spektrofotometri serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1955 oleh
Walsh. AAS digunakan untuk analisa kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah
sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace) (Gambar 2.11). Cara analisa ini
memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada
bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk kelumit
logam karena mempunyai kepekaan tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm),
pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. AAS didasarkan pada
penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar
tampak atau ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan
sampel dan peralatannya.48,49
Kerja AAS berdasarkan prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Sebagai contoh, Natrium menyerap pada 589 nm, Uranium pada 358.5 nm, sementara
Universitas Sumatera Utara
Kalium menyerap pada panjang gelombang 766.5 nm. Cahaya pada panjang
gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu
atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap
suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom dalam
keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi. Misalkan, suatu unsur
Na mempunyai konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6, dan 3s1. Tingkat dasar untuk
valensi 3s1 ini dapat mengalami eksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2.2 eV atau ke
tingkat 4p dengan energi 3.6 eV yang masing-masing bersesuaian dengan panjang
gelombang 589.3 nm dan 330.2 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang
ini yang dapat menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas yang
maksimal. Garis inilah yang dikenal dengan garis resonansi.48
Gambar 2.11. Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS).
Universitas Sumatera Utara
2.5.3.1 Instrumentasi AAS
Sistem peralatan spektrofotometer dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar
2.12)48,49:
Gambar 2.12. Sistem peralatan AAS.48
1. Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri dari atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari
logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia
(neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai
karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila antara anoda
dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan
memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana
kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini
dalam perjalanannya menuju anoda akan berbenturan dengan gas-gas mulia yang
diisikan tadi.
Akibat dari benturan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan
elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif
ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai
dengan unsur yang dianalisa. Unsur-unsur ini akan berbenturan oleh ion-ion positif
gas mulia. Akibat benturan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan
katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke
tingkat energi elektron-elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum
pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisa.
2. Tempat sampel
Dalam analisa dengan AAS, sampel yang akan dianalisa harus diuraikan
menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat
yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu:
dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).
3. Monokromator
Pada AAS, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih
panjang gelombang yang digunakan dalam analisa. Disamping sistem optik, dalam
monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi
resonansi dan kontinyu yang disebut chopper.
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube).
Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu : (a) yang memberikan
respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu, dan (b) yang hanya
memberikan respon terhadap radiasi resonansi.
Universitas Sumatera Utara
5. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat
berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi
atau intensitas emisi.
2.5.3.2 Analisa kualitatif dengan AAS
Penggunaan AAS sebenarnya lebih digunakan untuk analisa kuantitatif daripada
analisa kualitatif. Sumber radiasi kontinyu dan monokromator narrow band-pass
digunakan untuk AAS kualitatif. Panjang gelombang dipindai melalui rentang yang
diinginkan dan spektrum dicatat. Panjang gelombang garis absorbtif dibandingkan
dengan nilai elemen yang telah diketahui. Atomic emissive spectrometry lebih
berguna dalam analisa kualitatif daripada AAS.50
2.5.3.3 Analisa kuantitatif dengan AAS
Untuk keperluan analisa kuantitatif dengan AAS, maka sampel harus dalam
bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlakukan sedemikian
rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Penting untuk
diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisa haruslah sangat encer. Ada
beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu :
a) Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
b) Sampel dilarutkan dalam suatu asam.
c) Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa
kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisa dengan
AAS, yang terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus: jernih, stabil, dan
tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisa.48
Ada beberapa metode kuantifikasi hasil analisa dengan metode AAS yaitu
dengan kurva kalibrasi; dengan perbandingan langsung; dengan menggunakan dua
baku; dan dengan menggunakan metode standar adisi (metode penambahan baku).
2.5.3.4 Kuantifikasi dengan kurva baku (kurva kalibrasi)
AAS bukan merupakan metode analisa yang absolut. Suatu perbandingan
dengan baku merupakan metode yang umum dalam melakukan metode analisa
kuantitatif. Kurva kalibrasi dalam AAS dibuat dengan memasukkan sejumlah tertentu
konsentrasi larutan dalam sistem dilanjutkan dengan pengukuran.48
Dalam prakteknya disarankan untuk membuat paling tidak 4 baku dan 1 blanko
untuk membuat kurva kalibrasi linier yang menyatakan hubungan antara absorbansi
(A) dengan konsentrasi analit untuk melakukan analisa. Disarankan absorbansi
sampel tidak melebihi dari absorbansi baku tertinggi dan tidak kurang dari absorbansi
baku terendah. Dengan kata lain, absorbansi sampel harus terletak pada kisaran
absorbansi kurva kalibrasi. Jika absorbansi terletak diluar kisaran absorbansi kurva
kalibrasi, maka diperlukan pengenceran atau pemekatan. Ekstrapolasi atau
pembacaan absorbansi di luar kisaran absorbansi baku tidak direkomendasikan karena
kurangnya linieritas.48
2.6 Landasan Teori
Perawatan ortodonti cekat umumnya menggunakan braket dengan bahan
stainless steel yang terdiri dari sekitar 8-12% nikel dan 17-22% kromium. Braket
Universitas Sumatera Utara
stainless steel umumnya terbuat dari stainless steel tipe AISI 304 atau 316L. Stainless
steel memiliki beberapa kelebihan yaitu harganya tidak mahal, kekuatan lebih tinggi,
modulus elastisitas yang lebih besar, mudah dibentuk, dan memiliki ketahanan korosi
yang tinggi di dalam mulut. Oleh karena itu, stainless steel digunakan secara luas
pada alat ortodonti cekat.
Perawatan ortodonti cekat umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang
lama. Selama rentang waktu tersebut, braket stainless steel di lingkungan rongga
mulut terpapar substansi-substansi yang berasal dari luar yang dapat menyebabkan
terjadinya pelepasan ion dan korosi pada braket stainless steel.
Korosi elektrokimia dapat terjadi di dalam saliva karena saliva merupakan
elektrolit yang lemah. Korosi dan pelepasan ion alat ortodonti pada lingkungan
rongga mulut menjadi perhatian klinisi saat ini dimana perhatian ini mencakup dua
hal. Pertama saat terjadi korosi dan pelepasan ion, produk korosi akan diabsorpsi oleh
tubuh dan dapat menyebabkan efek lokal dan sistemik. Kedua, lepasnya ion dari
metal tersebut dapat memberikan efek pada physical properties stainless steel dan
kemampuan klinis alat ortodonti. Salah satu ion yang paling banyak lepas adalah
nikel. Nikel merupakan salah satu komponen yang paling sering menyebabkan
dermatitis kontak dan mengakibatkan reaksi alergi lebih banyak dibandingkan metalmetal lain bila digabungkan. semakin lama pasien terpapar ion nikel, semakin tinggi
kemungkinan terjadinya reaksi alergi.
Karies merupakan masalah yang sering ditemukan pada pasien ortodonti.
Karies dental terjadi oleh karena adanya peran bakteri kariogenik yaitu streptococcus
dan lactobasilus. Beberapa penelitian melaporkan adanya peningkatan jumlah
Universitas Sumatera Utara
streptococcus dan lactobasilus pada pasien yang menggunakan alat ortodonti
stainless steel. Stainless steel memiliki tegangan permukaan kritis tertinggi sehingga
menjadikan permukaannya memiliki kapasitas tahanan plak yang lebih tinggi
dibanding metal lain. Penggunaan obat kumur segera setelah prosedur dental dapat
menurunkan insidensi dan keparahan bakterimia.
Salah satu obat kumur yang efektif melawan plak mikroba adalah
chlorhexidine. Obat kumur chlorhexidine bermanfaat untuk mempertahankan oral
hygiene yang baik. Manfaatnya antara lain mengurangi indeks plak, indeks gingival,
dan indeks retensi pada pasien yang menggunakan alat ortodonti. Akan tetapi,
chlorhexidine memiliki kemampuan irigasi atau kemampuan korosif, sehingga bila
berkontak dengan metal dapat terjadi korosi dan pelepasan ion.
Fluoride telah digunakan secara luas untuk mencegah terjadinya karies gigi.
Fluoride berperan dengan cara remineralisasi dengan fluoroapatit dan fluorohidroksiapatit yang meningkatkan ketahanan enamel terhadap suasana asam sehingga
dapat mencegah terjadinya karies. Akan tetapi, produk yang mengandung fluoride
seperti pada obat kumur dapat meningkatkan terjadinya korosi. Beberapa penelitian
juga melaporkan bahwa pada lingkungan asam yang terfluoridasi, terjadi peningkatan
korosi pada beberapa jenis metal.
Daun sirih hijau (Piper betle Linn) mengandung beberapa bahan aktif, salah
satunya adalah kavikil (hydroxychavicol). Kavikol yang berfungsi sebagai anti
mikroba terhadap Streptococcus mutans dan dapat diaplikasikan pada produk
kesehatan rongga mulut seperti obat kumur. Obat kumur ekstrak daun sirih hijau
bekerja dengan cara menghambat produksi asam dari bakteri di rongga mulut,
Universitas Sumatera Utara
sehingga bisa menjadi alternatif dalam pemilihan obat kumur untuk mencegah
terjadinya karies.
Ortodontis umumnya meresepkan obat kumur untuk mencegah terjadinya
karies dan untuk menjaga oral hygiene pasien ortodonti. Akan tetapi beberapa jenis
obat kumur diketahui memiliki efek korosif terhadap alat ortodonti. Hal ini
diperparah oleh adanya perubahan pH yang terjadi pada lingkungan rongga mulut.
Oleh karena itu, perlu diteliti jenis obat kumur yang memiliki efek korosif yang
minimal.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Teori
Perawatan
Ortodonti Cekat
Sulit untuk
menjaga OH
Risiko Karies
Obat Kumur
Obat
Kumur
Chlorhex
idine
Obat
Kumur
Fluoride
Obat
Kumur
Ekstrak
Daun Sirih
Hijau
(Piper Betle
Linn)
Braket
Stainless Steel
Efek Bagi
Tubuh
Pelepasan Ion Nikel
Spektrofotometri
AAS
Prinsip Dasar Kerja
Spektrofotometri
Efek Bagi
Perawatan
Ortodonti
Cara Kerja
Spektrofotometri
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep
Braket Ortodonti
Braket Stainless Steel
Direndam dalam
larutan
Artifisial
saliva
Obat Kumur
Chlorhexidine
Obat Kumur
Fluoride
Obat Kumur Ekstrak
Daun Sirih Hijau
Pelepasan Ion
Nikel
AAS
Universitas Sumatera Utara
2.9 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan jumlah ion nikel yang dilepaskan oleh braket stainless steel
yang direndam pada artifisial saliva, obat kumur chlorhexidine, obat kumur fluoride,
dan obat kumur ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn).
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa tahun terakhir ini, terjadi peningkatan minat para biomedis dan
praktisi terhadap efek samping penggunaan dental material terutama metal. Alat
ortodonti cekat pada perawatan ortodonti umumnya menggunakan material metal
seperti pada braket, wire, dan cincin. Lingkungan rongga mulut yang tidak stabil
dapat menyebabkan kerugian pada alat ortodonti cekat yang memiliki komposisi
metal tersebut. Kerugian yang dapat terjadi seperti pelepasaan ion dan korosi, dapat
berbahaya bagi tubuh serta menyebabkan perawatan ortodonti yang tidak optimal.
2.1 Braket Ortodonti
Braket merupakan komponen yang sangat penting pada perawatan ortodonti.
Para praktisi terus mencoba untuk meningkatkan kualitas braket ortodonti. Braket
ceramic dan plastik telah diperkenalkan beberapa tahun terakhir, akan tetapi braket
jenis ini memiliki kerugian yang signifikan saat digunakan pada perawatan
ortodonti.5
Braket plastik umumnya terbuat dari polikarbonat atau poliuretan. Braket
plastik memiliki keuntungan dalam hal estetis akan tetapi memiliki banyak
kekurangan. Kekurangannya antara lain mudah terjadi diskolorisasi dan adanya bau
tidak sedap oleh karena absorpsi air sehingga perlu diganti dengan yang baru. Braket
ini juga memiliki ketahanan abrasi yang rendah sehingga menyebabkan terkikisnya
permukaan braket saat sikat gigi sehingga dapat melemahkan braket dan
menyebabkan hilangnya satu atau dua sayap braket. Braket plastik memiliki
Universitas Sumatera Utara
ketahanan deformasi yang rendah pada saat pemberian gaya tork yang besar terutama
saat menggunakan wire besar seperti wire rektangular (persegi empat).16
Selain braket plastik, braket estetis jenis lain yang diminati saat ini adalah
braket ceramic. Akan tetapi sifat brittle alami pada ceramic mengakibatkan
peningkatan terjadinya fraktur pada braket selama debonding. Bagian braket ceramic
yang paling sering fraktur adalah bagian sayap braket. Selain sifat brittle alami yang
dimiliki braket ceramic, perlu dipertimbangkan faktor lain yang mempengaruhi
ketahanan braket itu sendiri. Beberapa faktor intraoral yang mempengaruhi ketahanan
braket ceramic yaitu, korosi, pengunyahan, plak, saliva, kepadatan tulang, jumlah
gigi, daerah permukaan akar, susunan anatomi, dan oklusi.17-20
Dibandingkan dengan braket plastik dan ceramic, braket metal tidak memiliki
nilai estetik yang baik. Akan tetapi braket metal memiliki physical dan mechanical
properties yang baik dibandingkan dengan braket estetik sehingga braket metal sering
digunakan pada bidang ortodonti.21
Salah satu braket metal yang dikenal saat ini adalah braket titanium. Dengan
memakai titanium, aloi titanium atau sejenisnya, braket ortodonti dapat dibuat lebih
ringan dan kuat daripada braket konvensional semacam baja nirkarat, plastik, dan
bahkan ceramic. Titanium telah dikenal sebagai bahan yang sangat kompatibel dalam
lingkungan mulut dan mempunyai integritas struktural yang lebih baik dari baja
nirkarat. Braket ini mempunyai daya tahan terhadap korosi dan biokompatibilitas
yang sangat baik, akan tetapi tidak semua pabrik membuat braket dari titanium.
Meskipun braket titanium tidak mengandung nikel, aloi ini cenderung mempunyai
Universitas Sumatera Utara
nilai gaya geser (friksi) yang tinggi, sehingga membuat mekanika pergeseran (sliding)
lebih sulit.21
Braket metal memiliki sifat yang mendekati ideal dan paling sering digunakan
pada perawatan ortodonti cekat. Sebagian besar braket metal yang digunakan saat ini
terbuat dari stainless steel.1,2
2.1.1 Braket Stainless Steel
Stainless steel (Iron-Chromium-Nickel: FeCrNi), Titanium (Ti), dan Elgiloy
(Cobalt-Chromium: CoCr) merupakan material yang sering digunakan pada
pembuatan braket metal. Cincin, braket, dan wire ortodonti umumnya terbuat dari
stainless steel yang terdiri dari sekitar 8-12% nikel dan 17-22% kromium. Komposisi
ini memberikan elastisitas dan ketahanan korosi pada stainless steel. Kelebihan dari
stainless steel yaitu harganya tidak mahal, kekuatan lebih tinggi, modulus elastisitas
yang lebih besar, mudah dibentuk, dan memiliki ketahanan korosi yang tinggi di
dalam mulut. Adanya kelebihan ini menyebabkan stainless steel digunakan secara
luas sebagai braket, wire, dan cincin pada perawatan ortodonti. Braket stainless steel
pada penelitian ini menggunakan braket stainless steel slot 0.018 inci dengan
preskripsi Edgewise merk American Orthodontic®. Komposisi braket ini diperiksa
dengan menggunakan alat XRF (X-Ray Fluorosense) dengan hasil yang tertera pada
tabel 2.1.1,2,9,22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Komposisi braket stainless steel merk American Orthodontic® slot 0.018
inci dengan preskripsi Edgewise.
Nama Sampel
Kandungan Unsur (%)
Braket
steel
stainless
Cr
Fe
Ni
Cu
12,21±0,04
77,26±0,04
7,90±0,09
2,64±0,03
American
Orthodontic®
Aloi stainless steel pada alat ortodonti bergantung pada formasi permukaan
passive oxide film untuk menahan korosi. Akan tetapi lapisan pelindung ini tidak
sempurna. Lapisan ini dapat hancur atau lepas oleh gangguan mekanis dan kimia.
Walaupun tanpa adanya gangguan, passive oxide film ini pelan-pelan dapat larut
akibat kondisi asam ataupun karena adanya ion chloride.1,3,4,23,24
2.2 Korosi dan Pelepasan Ion
Korosi didefinisikan sebagai proses interaksi antara material padat dengan
lingkungan kimia maupun fisik yang menyebabkan hilangnya substansi dari material
tersebut (Gambar 2.1). Hal ini menyebabkan perubahan pada karakteristik struktur,
atau kehilangan integritas struktural. Korosi dan pelepasan ion alat ortodonti pada
lingkungan oral disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama disebabkan oleh proses
pembuatan yang meliputi tipe aloi dan karakteristik metal yang digunakan. Kedua
adalah faktor lingkungan seperti mechanical stress, pola makan, waktu, aliran ratarata saliva, kesehatan pasien, dan kondisi psikosomatik pasien.1-9,11-15,24
Korosi elektrokimia dapat terjadi di dalam saliva karena saliva merupakan
elektrolit yang lemah. Sifat elektrokimia dari saliva tergantung pada konsentrasi dari
Universitas Sumatera Utara
komponen, pH, tegangan permukaan, dan kapasitas bufer saliva. Hal-hal tersebut
akan mengontrol terjadinya proses korosi. Kuhta dkk (2009) menyatakan apabila pH
saliva turun dari 6,75 ke 3,5 maka dapat menyebabkan lepasnya ion metal dari alat
ortodonti, dimana rendahnya pH mengurangi ketahanan korosi aloi tersebut. Sandin
dan Chorot (1985) meneliti tentang pengaruh stres dan kecemasan pada pasien
terhadap pH saliva, dimana ditemukan bahwa semakin tinggi stres dan kecemasan
seseorang maka pH salivanya cenderung meningkat.1,3,4,23-25
Gambar 2.1. Korosi pada braket metal.23
Korosi terjadi karena hilangnya ion metal secara langsung. Korosi terjadi
melalui dua reaksi simultan yaitu oksidasi dan reduksi (redoks). Sebagai contoh besi
yang diletakkan di dalam larutan asam lemah. Reaksi oksidasi (anoda) menghasilkan
disolusi dari besi dan menghasilkan ion ferum. Reaksi reduksi (katoda) berupa
reduksi ion hidrogen menjadi gas hidrogen. Proses korosi ini akan berlangsung terus
Universitas Sumatera Utara
menerus sampai metal terlepas, kecuali bila metal dapat membentuk protective
surface layer (pasivasi) atau reaktan katoda dilenyapkan. Tingkat korosi pada
berbagai metal tergantung dari lingkungan kimia dimana metal ditempatkan.4,23-25
Beberapa tipe korosi yang disebabkan oleh proses kimia maupun fisik, yaitu
(Gambar 2.2) :
1. Korosi uniform
Merupakan pelepasan metal dari permukaan yang biasanya terjadi dan seragam.
Ini merupakan tipe korosi yang paling sering terjadi pada semua metal. Proses
terjadinya berasal dari interaksi metal dengan lingkungan dan kelanjutan
pembentukan dari hidroksit atau komponen organometalik. Pada korosi uniform,
lingkungan korosif harus mempunyai akses yang sama ke semua bagian permukaan,
dan metal itu sendiri harus memiliki metalurgi dan komposisi yang seragam.
Serangan uniform biasanya tidak terdeteksi sebelum sejumlah besar metal lepas.
2. Korosi pitting
Merupakan bentuk korosi yang terlokalisir, dimana terjadi korosi yang simetris
dengan bentuk pit pada permukaan metal. Korosi pitting ini dapat terjadi pada
permukaan braket dan wire.
3. Korosi crevice
Korosi ini terjadi di antara dua permukaan yang berdekatan atau di dalam
tempat yang sempit dimana pertukaran oksigen tidak dapat terjadi. Penurunan pH dan
peningkatan konsentrasi chloride merupakan dua faktor penting yang paling sering
menyebabkan korosi crevice.
Universitas Sumatera Utara
4. Korosi-erosi dan Korosi fretting
Korosi erosi disebabkan oleh aliran cairan berkecepatan tinggi pada permukaan
material. Pergerakan atau aliran yang tinggi menghilangkan lapisan pelindung
sehingga aloi yang reaktif menjadi terpapar dan menyebabkan terjadinya korosi yang
lebih cepat. Korosi fretting merupakan jenis dari korosi erosi dimana korosi terjadi
akibat beban dan pergerakan yang diberikan pada suatu material misalnya seperti
pada sistem wire dan braket.
5. Korosi intergranular
Biasanya terjadi pada saat proses pembuatan brazing dan welding. Hal ini dapat
terjadi pada suhu di bawah 350oC.
6. Korosi galvanik
Korosi ini terjadi pada saat dua metal bergabung bersama dan ditempatkan di
larutan saliva yang konduktif atau larutan elektrolit. Korosi dapat terjadi karena
perbedaan kekasaran permukaan dan keadaan pH pada 2 metal yang berbeda.
7. Korosi stress
Terjadi karena metal fatique pada saat berada pada lingkungan yang korosif.
Hal ini biasa terjadi pada wire ortodonti yang diligasi pada gigi yang crowded berat
sehingga menyebabkan reaktivitas aloi metal meningkat.
8. Korosi mikrobial
Mikroorganisme dan produknya dapat mempengaruhi aloi metal melalui satu
atau dua cara. Pertama, beberapa spesies menyerap dan me-metabolis metal dari aloi
sehingga menyebabkan korosi. Kedua, produk metabolit normal dari spesies
Universitas Sumatera Utara
mikrobial lain dapat mengubah kondisi sekitar sehingga membuat kondisi yang
kondusif untuk terjadinya korosi.23,24
Gambar 2.2. Tipe-tipe korosi.24
2.3 Pelepasan Ion Nikel
Pelepasan ion disebabkan oleh proses interaksi antara material padat dengan
lingkungan kimia maupun fisik sehingga menyebabkan kehilangan integritas
struktural. Proses ini disebut juga korosi. Produk korosi di rongga mulut biasanya
terabsorbsi ke dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek sistemik maupun lokal.
Korosi juga berakibat pada physical properties dan kemampuan klinis alat ortodonti.4
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Efek pelepasan ion nikel bagi tubuh
Produk korosi yang paling sering dilepaskan oleh stainless steel adalah ferum,
kromium dan nikel. Produk korosi ini dapat menyebabkan nyeri lokal atau
pembengkakan pada daerah alat ortodonti tanpa adanya infeksi. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Nikel dan kromium diketahui dapat
merangsang terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe IV pada tubuh yang dimediasi
oleh limfosit T. Ion nikel yang lepas diketahui paling sering menyebabkan alergi
berupa dermatitis kontak pada wanita. Nikel dan kromium juga menyebabkan
beberapa respon sitotoksik meliputi penurunan aktivitas enzim, gangguan jalur
biokimia, karsinogenik, dan mutagenik.3,4,24,26
Selain terdapat pada metal, ion nikel terdapat di alam bebas dan sangat mudah
terpapar melalui air minum, sayuran, sereal, padi-padian, dan atmosfer. Rata-rata ion
nikel yang ada pada makanan yaitu 300-500 µg/hari dan pada air 20 µg/L. Nikel
merupakan salah satu komponen yang paling sering menyebabkan dermatitis kontak
dan mengakibatkan reaksi alergi lebih banyak dibandingkan metal-metal lain bila
digabungkan. Hipersensitif terhadap nikel menjadi perhatian semenjak 3 dari 10
subjek diketahui sensitif terhadap ion nikel. Semakin lama subyek terpapar ion nikel
maka semakin besar resiko alergi. Rentang usia yang paling sering mengalami reaksi
alergi terhadap ion nikel adalah 10-20 tahun dimana pada rentang usia tersebut adalah
usia dimana perawatan ortodonti paling banyak dilakukan. Diagnosa alergi ion nikel
ini berdasarkan riwayat pasien, keadaan klinis, faktor genetik, dan hasil tes patch.
Komponen lain yang dapat menyebabkan alergi dan toksik adalah hexavalent
Universitas Sumatera Utara
kromium. Tetapi elemen ini jarang ditemukan lepas baik pada penelitian in vivo
maupun in vitro.3,4,11,12,15
Lugowski dkk (1991) menyatakan bahwa di antara ion-ion metal yang
terlepas, nikel merupakan ion yang berbahaya baik bagi hewan maupun manusia serta
bersifat karsinogenik bagi sistem pernapasan dan kavitas nasal. Beberapa penelitian
juga menyatakan bahwa paparan jangka panjang bahan kedokteran gigi yang
mengandung nikel dapat mempengaruhi monosit dan sel mukosa oral. Ion nikel
berperan sebagai medium reaksi imun yang kuat dan dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas, dermatitis kontak, asma, dan sitotoksisitas yang berat. Fernadez dkk
(1986), Spiechowicz dkk (1984), dan Romaguera dkk (1988) melaporkan bahwa
protesa yang terbuat dari aloi nikel dapat menyebabkan sensasi terbakar pada daerah
esofagus dan leher, serta kehilangan indra perasa. Van Loon dkk (1984)
mengungkapkan bahwa aloi nikel ini dapat menyebabkan stomatitis kontak. Di
bidang ortodonti, Greig (1983) dan Dickson (1983) melaporkan terjadinya dermatitis
kontak pada pasien yang menggunakan headgear. Rickles (1980) dan Levy dkk
(1980) juga melaporkan alergi nikel pada penggunaan alat ortodonti, dan Haudrechy
dkk (1994;1997) menemukan bahwa dermatitis dapat terjadi pada pasien yang sensitif
terhadap ion nikel yang terlepas dari stainless steel. Untuk terjadinya suatu reaksi
alergi pada mukosa oral diperlukan antigen 5-12 kali lebih besar daripada yang
diperlukan untuk terjadi alergi pada kulit.1,7,11,12,27-28
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Efek pelepasan ion nikel bagi perawatan ortodonti
Korosi dan pelepasan ion dapat menyebabkan larutnya filler metal sehingga
material braket menjadi lemah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelepasan
ion metal pada alat ortodonti mencapai puncaknya pada hari ketujuh dan selesai pada
minggu keempat. Penelitian Bishara menunjukkan bahwa pelepasan ion nikel alat
ortodonti stainless steel dan nikel-titanium, mencapai puncaknya pada minggu
pertama dan setelah itu menurun. Sedangkan menurut Eliades dkk (2003) dan Huang
dkk (2004) menyatakan bahwa pelepasan ion pada alat ortodonti cekat semakin lama
akan semakin meningkat. Gjerdet dkk (1991) menemukan adanya kandungan nikel
pada saliva yang diambil segera setelah pemasangan alat ortodonti. Park dan Shearer
melaporkan adanya pelepasan ion Nikel sebesar 40 mg per hari dari simulasi alat
ortodonti cekat di dalam mulut yang terdiri dari cincin molar pertama, molar kedua,
premolar pertama, premolar kedua, braket kaninus, insisivus lateralis, dan insisivus
sentralis yang direndam dalam larutan saline 0,5%. Perbedaan hasil penelitian ini
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan metode penelitian, metode pengambilan
sampel, lamanya perendaman alat ortodonti, jumlah sampel yang kecil. Sebaiknya
jumlah sampel diperbesar dan disarankan dilakukan penelitian longitudinal untuk
melihat pola pelepasan ion pada interval waktu yang berbeda.4,9,24,25
Lemahnya
material
braket
akibat
korosi
dan
pelepasan
ion
dapat
mengakibatkan lepasnya sayap braket dari basisnya. Masalah lain yang dapat terjadi
adalah friksi. Friksi terjadi akibat gesekan dua permukaan material sehingga
menyebabkan terkikisnya permukaan yang berkontak. Friksi ini dipengaruhi oleh
kombinasi braket dan wire yang berbeda (ukuran material, bentuk, dan angulasi), efek
Universitas Sumatera Utara
ligasi, dan interaksi alat ortodonti dengan lingkungan oral. Korosi yang terjadi pada
permukaan metal dapat meningkatkan friksi pada dua permukaan metal yang berbeda.
Hal ini menyebabkan pergerakan gigi menjadi lambat dan adanya rasa tidak nyaman
pada pasien, sehingga perawatan yang optimal tidak dapat dicapai.7,24
Disamping kerugian yang disebabkannya, ion nikel memiliki peranan penting
pada ketahanan korosi stainless steel. Jadi sangat tidak mungkin untuk
menghilangkan komponen ini.1,7,24
2.4
Efek Obat Kumur pada Perawatan Ortodonti
Komponen-komponen perawatan ortodonti seperti braket, wire, ligatur, dan
cincin dapat menyebabkan akumulasi plak. Hal ini dapat menjadi masalah bagi pasien
dengan alat ortodonti cekat jika tidak segera diatasi. Kurang baiknya kebersihan
rongga mulut pada pasien dengan alat ortodonti cekat dapat menyebabkan
demineralisasi atau lesi karies.16,24
Selama perawatan ortodonti, ortodontis juga bertanggung jawab untuk
mencegah terjadinya karies gigi. Pada alat ortodonti terjadi akumulasi lokus bakteri
yang berbeda yang menyebabkan terbentuknya biofilm. Stainless steel memiliki
tegangan permukaan kritis tertinggi sehingga menjadikan permukaannya memiliki
kapasitas tahanan plak yang lebih tinggi dibanding metal lain. Braket metal diketahui
secara spesifik dapat mengubah lingkungan oral seperti mengurangi tingkat pH dan
afinitas bakteri ke permukaan metal oleh karena reaksi elektrostatik, dan juga dapat
meningkatkan akumulasi plak dan kolonisasi S.mutans. Pemasangan wire ortodonti
cenderung menciptakan permukaan baru bagi pembentukan plak sehingga terjadi
Universitas Sumatera Utara
peningkatan jumlah mikroorganisme di rongga mulut. Wire dan cincin ortodonti telah
lama diduga meningkatkan akumulasi plak dan level streptokokus serta laktobasilus.
Sedangkan kolonisasi yeast dari Candida albicans banyak ditemui pada semen,
enamel, dan dentin. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi para ortodontis.8,29-31
Investigasi klinis mengungkapkan adanya penyebaran bakterimia setelah
prosedur ortodonti. McLaughlin dkk melaporkan sekitar 10 % prevalensi bakterimia
terjadi setelah prosedur pemasangan cincin. Sedangkan Erverdi dkk menemukan
bahwa 7,5 % prevalensi bakterimia terjadi setelah pemasangan cincin, dan 6,6 %
prevalensi bakterimia terjadi setelah pelepasan cincin. Dickeman dkk (1962) meneliti
tentang perbedaan jumlah mikroorganisme pada pasien dengan perawatan ortodonti
dan pada pasien tanpa perawatan ortodonti, dan menemukan adanya peningkatan
jumlah streptokokus dan laktobasilus pada pasien yang menggunakan alat ortodonti
stainless steel. Penggunaan obat kumur segera setelah prosedur dental dapat
menurunkan insidensi dan keparahan bakterimia.8,29-31
2.4.1 Obat kumur Chlorhexidine
Obat kumur sangat bermanfaat mengurangi plak mikroba. Salah satu obat
kumur yang efektif melawan plak mikroba adalah chlorhexidine. Chlorhexidine
gluconate adalah bis-guanida kationik dengan mekanisme aksi bakterisidal langsung
dan singkat, diikuti dengan aksi bakteriostatik yang panjang yang bergantung pada
absorbsi antiseptik oleh lapisan pelikel permukaan gigi. Chlorhexidine memiliki
rumus kimia C 22 H 30 Cl 2 N 10 (Gambar 2.3). Obat kumur chlorhexidine komersial
mengandung konsentrasi 0,12 % dan 0,2%. Konsentrasi ini merupakan standar
Universitas Sumatera Utara
internasional. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obat kumur chlorhexidine
dengan konsentrasi 0,1%-0,2% efektif terhadap gingivitis. Penelitian menunjukkan
bahwa berkumur dengan chlorhexidine 0,2% dua kali sehari sebanyak 10 ml dapat
menurunkan skor plak sebesar 85% dan skor perdarahan sebesar 77% pada hari ke-7
(Prijantojo dan Lelyati 1992 cit. Rosmelita 2003), sedangkan penelitian Alberto dkk,
(1991) menemukan bahwa chlorhexidine 0,12% efektif menekan jumlah bakteri
aerob dan anaerob fakultatif dalam mulut sampai 97%. Najafi (2012) melaporkan
bahwa chlorhexidine 0,2% lebih baik dalam mengurangi indeks perdarahan gingiva
7,18,29-37
dibanding chlorhexidine 0,12%.
Chlorhexidine dapat berinteraksi dengan fluoride dan sodium lauryl sulfat
(deterjen yang ditemukan pada pasta gigi) sehingga obat kumur ini baiknya
digunakan 0,5-2 jam setelah menyikat gigi. Chlorhexidine sangat efektif mengurangi
plak dental dan mikroorganisme patogenik termasuk Streptococcus mutans. Saat ini,
chlorhexidine digunakan sebagai gold standard sehingga sebagian besar penelitian
menggunakan chlorhexidine sebagai kontrol positif untuk membandingkan efektivitas
produk lain.7,8,29-34
Gambar 2.3. Rumus kimia Chlorhexidine.32
Universitas Sumatera Utara
Kapoor dkk (1979) meneliti tentang efek konsentrasi chlorhexidine digluconate
terhadap plak bakteri pada anak-anak, dimana disimpulkan bahwa aktivitas antiplak
bergantung pada konsentrasi baik pada laki-laki maupun perempuan. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa chlorhexidine gluconate dapat direkomendasikan
sebagai inhibitor plak kimia dan dapat mengeliminasi plak secara efektif dengan cara
menggunakan 10 ml larutan obat kumur chlorhexidine dengan konsentrasi 0,2 %
selama 15 detik. Anderson dkk (1997) melakukan penelitian tentang efek klinis obat
kumur chlorhexidine pada 32 pelajar kelompok usia 11-15 tahun yang sedang dalam
perawatan ortodonti. Peneliti menyimpulkan bahwa obat kumur chlorhexidine
bermanfaat untuk mempertahankan oral hygiene yang baik. Manfaatnya antara lain
mengurangi indeks plak, indeks gingival, dan indeks retensi pada pasien yang
menggunakan alat ortodonti.29,33,34
Disamping kelebihan yang dimilikinya, chlorhexidine memiliki beberapa efek
samping seperti diskolorisasi gigi geligi, rasa yang tidak enak, dryness, dan sensasi
terbakar di rongga mulut, sehingga beberapa pasien menolak untuk menggunakan
obat kumur chlorhexidine. Dosis toksik chlorhexidine secara oral yaitu 1800 mg/kg
sedangkan secara intravena 22 mg/kg. Penelitian Danaei dkk (2011) menunjukkan
bahwa obat kumur chlorhexidine (chlorhexidine digluconate 0,2 %) menyebabkan
pelepasan ion nikel paling tinggi dibandingkan dengan obat kumur Oral-B dan
Persica. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
chlorhexidine memiliki kemampuan irigasi atau kemampuan korosif, sehingga bila
berkontak dengan metal dapat terjadi pelepasan ion.7,8,29,33,34
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Obat kumur Fluoride
Fluoride telah digunakan secara luas untuk mencegah terjadinya karies gigi.
Fluoride tersedia dalam berbagai macam sediaan seperti pasta gigi, obat kumur, dan
gel topikal. Salah satu sediaan yang sering diresepkan oleh ortodontis pada pasien
dalam masa perawatan adalah obat kumur yang mengandung sodium fluoride. Obat
kumur fluoride terdaftar dalam FDA (Food and Drug Administration) dan CDT
(Council Dental Therapeutics) pada tahun 1974 dengan konsentrasi sodium fluoride
yang bervariasi, yaitu 0.2% untuk obat kumur yang diresepkan, serta 0.05% dan
0.02% untuk obat kumur komersil. Obat kumur fluoride 0.2% diresepkan untuk
pemakaian seminggu sekali, sedangkan obat kumur fluoride 0.05% dan 0.02% dapat
digunakan setiap hari. Marinho dkk (2003) menemukan bahwa efektivitas anti karies
obat kumur fluoride 0.2% yang diaplikasikan seminggu sekali, sama dengan obat
kumur fluoride 0.05% yang diaplikasikan setiap hari. Penelitian tersebut juga
menyebutkan pemakaian obat kumur fluoride 0.05% lebih disarankan dikarenakan
pasien lebih sering lupa menggunakan obat kumur 0.2% yang hanya diresepkan
seminggu sekali. Obat kumur 0.2% lebih sering diaplikasikan pada program
komunitas gigi seperti program pencegahan karies di sekolah. Yu dkk (2004)
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan efektivitas antara obat kumur fluoride
0.05% dan 0.02%. Di Indonesia sendiri, obat kumur fluoride komersil rata-rata
mengandung sodium fluoride 0.02%.38
Substansi fluoride dalam obat kumur diperlukan untuk mencegah terjadinya
karies pada pasien dalam masa perawatan ortodonti. Fluoride berperan dengan cara
remineralisasi dengan fluoroapatit dan fluoro-hidroksiapatit yang meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
ketahanan enamel terhadap suasana asam sehingga dapat mencegah terjadinya
karies.2,5,14,39
Karies dental terjadi oleh karena adanya peran bakteri kariogenik yaitu
streptokokus dan laktobasilus. Bakteri ini melakukan metabolisme terhadap
karbohidrat yang dapat difermentasi, sehingga menghasilkan asam yang mampu
melakukan demineralisasi jaringan keras gigi pada pH dibawah 5,5. Selama serangan
asam ini, sub-permukaan saliva memiliki pH 3,8-4,8 disertai hilangnya ion kalsium
dan fosfat dari kristal-kristal jaringan keras gigi. Kemudian pH kembali normal
setelah 30 menit terjadinya serangan asam dimana terjadi remineralisasi dengan
calcium phospate pada sisi demineralisasi. Adanya episode berulang dari
demineralisasi (tanpa adanya remineralisasi), menyebabkan terjadinya white spot
(Gambar 2.4). Pada pasien ortodonti, white spot ini dapat ditemukan disekitar braket
dan berkaitan dengan dekalsifikasi ortodonti. 2,5,14,39
Gambar 2.4. Proses karies : demineralisasi dan remineralisasi.39
Universitas Sumatera Utara
Fluoride topikal sebagai agen anti karies bekerja dengan cara mencegah
terjadinya demineralisasi dan memicu terjadinya remineralisasi. Pemakaian fluoride
topikal konsentrasi tinggi menyebabkan terbentuknya globul alkali-soluable calcium
fluoride pada permukaan gigi yang jumlahnya dipengaruhi oleh aplikasi dan
konsentrasi penggunaan fluoride. Globul berperan sebagai reservoir fluoride,
sedangkan fosfat pada globul ini bertanggung jawab menstabilkan pH agar tetap
normal. Ketika serangan asam terjadi, globul ini akan pecah dan melepaskan kalsium,
fosfat, dan fluoride yang menyebabkan konsentrasi ion-ion ini lebih tinggi
dipermukaan gigi dibandingkan di dalam gigi. Ion-ion ini kemudian berpindah ke sisi
demineralisasi dan me-remineralisasi defek yang terjadi dan juga membentuk
hidroksiapatit terfluoridasi (Gambar 2.5). Pada saat yang sama terjadi pembentukan
asam hydrofluoric yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, akan tetapi
asam ini juga dapat menyebabkan degradasi aloi-aloi metal dengan cara
menghancurkan lapisan oksida yang melindungi aloi. Reaksi degradasi lapisan pasif
aloi stainless steel ini dijelaskan dalam persamaan : CrO 2 + 6HF 2CrF 3 + 3H 2 O.
Saat pertama kali lapisan pasif terdegradasi, stainless steel cenderung mengabsorpsi
hidrogen yang menyebabkan kerapuhan (embrittlement) dan stress corrosion
cracking. Stress corrosion cracking pada stainless steel oleh karena adanya larutan
fluoride juga pernah dilaporkan sebelumnya, dimana crack berkembang disertai oleh
disolusi anoda dan generasi katoda hidrogen pada tip crack. Sebelumnya juga pernah
dilaporkan terjadi penurunan tensile strength stainless steel oleh karena paparan
larutan acidulated fluoride.2,5,14,39
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Absorpsi fluoride dan kontrol karies.39
Pada pasien yang sedang menjalani perawatan ortodonti, karies rentan terjadi.
Efek antikaries dari fluoride ini, dapat membantu mencegah terjadinya karies pada
pasien ortodonti. Akan tetapi, adanya efek fluoride terhadap korosi metal alat
ortodonti perlu menjadi pertimbangan peresepan jenis obat kumur yang mengandung
fluoride.13,33
2.4.3 Obat kumur ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn)
Indonesia memiliki jenis tanaman obat mencapai lebih dari 1000 jenis, salah
satunya yaitu daun sirih hijau (Piper betle Linn). Daun sirih dapat digunakan untuk
pengobatan berbagai macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut,
sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut, batuk dan
serak, hidung berdarah, keputihan, wasir, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal,
kepala pusing, jantung berdebar, dan trakoma.40
Daun sirih hijau diketahui mengandung 4,2 % minyak atsiri yang sebagian
besar
terdiri
dari
kavikol,
kavibetol,
paraalyphenol,
isomer
eugenol
Universitas Sumatera Utara
allypyrocatechine, Cineol methil eugenol, Caryophyllen, estragol, dan terpenin.
Kavikol merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya anti bakteri lima kali
lipat dari fenol biasa. Kavikol telah diteliti sebagai agen anti mikroba dan dapat
diaplikasikan, salah satunya sebagai agen anti mikroba pada produk kesehatan rongga
mulut. Cara kerjanya yaitu dengan mendenaturasi protein bakteri tersebut sehingga
aktivitas biologis bakteri menjadi rusak.
Salah satu bakteri rongga mulut yang paling sering menyebabkan karies adalah
Streptococcus mutans. Streptococcus mutans mampu mesintesa insoluble glucan
sehingga membentuk plak dan mengolonisasi permukaan gigi secara agresif.
Perluasan pembentukan water-insoluble glucan oleh reaksi antara sukrosa dan enzim
glucocyltransferase (GTF) yang dihasilkan oleh bakteria, dan kondisi asam sebagai
hasil dari reaksi tersebut, akan menyebabkan terjadinya karies. Hal ini membuat
Streptococcus mutans menjadi bakteri paling kuat yang dihubungkan sebagai bakteri
penyebab karies. Ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn) mendenaturasi protein
dari bakteri Streptococcus mutans, sehingga menghambat pembentukan enzim GTF
yang akan mempengaruhi pembentukan glukan dan pada akhirnya tercipta
lingkungan yang tidak kondusif bagi bakteri tersebut.41
Setyavardana (2004) melaporkan bahwa berkumur dengan air rebusan daun
sirih 25%, 50%, dan 75% dapat menurunkan indeks plak. Penelitian Widowati (1994)
melaporkan bahwa rebusan air sirih 25 % berfungsi sebagai antiseptik. Penelitian
Soepartinah melaporkan bahwa air sirih 25% yang diolah dengan cara direbus
menyebabkan tidak tumbuhnya bakteri.10,42
Universitas Sumatera Utara
Afrilla Mita (2011) meneliti efektivitas ekstrak daun sirih hijau terhadap bakteri
Streptococcus mutans pada 20 konsentrasi yaitu 20%, 10%, 9%, 8%, 7%, 6%, 5%,
4%, 3%, 2%, 1%, 0.9%, 0.8%, 0.7%, 0.6%, 0.5%, 0.4%, 0.3%, 0.2%, 0.1%. Ekstrak
daun sirih hijau didapatkan dengan metode ekstraksi perkolasi. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa KHM (Kadar Hambat Minimum) ekstrak daun hijau adalah pada
konsentrasi 1%. Kadar hambat minimum merupakan suatu konsentrasi minimum
yang masih memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans, dimana
konsentrasi dibawah konsentrasi minimum tidak menunjukkan daya hambat terhadap
pertumbuhan bakteri sama sekali.43
Penelitian Padmanathan (2016) melaporkan bahwa obat kumur ekstrak daun
sirih merah (Piper crocatum) 3% yang diekstraksi dengan cara perkolasi, memiliki
efektivitas untuk mencegah akumulasi plak. Ekstrak daun sirih merah (Piper
crocatum) ini juga memiliki KHM sebesar 1% sama seperti ekstrak daun sirih hijau
(Piper betle Linn).44
Gambar 2.6. Rumus kimia kavikol
(Hydrochavicol).38
Universitas Sumatera Utara
Plak dental dapat dikurangi dengan aplikasi oral hygiene yang baik seperti
menyikat gigi, flossing, dan aplikasi obat kumur. Aplikasi obat kumur setelah sikat
gigi dapat mengontrol jumlah bakteri oral dengan cara penetrasi biofilm dari plak.
Obat kumur ekstrak daun sirih bekerja dengan cara menghambat produksi asam dari
bakteri di rongga mulut.41,45
2.5 Spektrofotometri
Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti yang dipakai untuk pengukuran dan
pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks. Secara umum
instrumentasi mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai alat pengukuran, sebagai
alat analisa, dan sebagai alat kendali. Salah satu alat yang digunakan untuk penelitian
saat ini adalah spektrofotometri.
Spektofotometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometri menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu, dan umumnya digunakan untuk pengukuran
transmitansi atau reflektansi dari solusi, padatan transparan atau buram. Dalam kimia,
spektrofotometri adalah pengukuran kuantitatif dari sifat refleksi atau transmisi bahan
sebagai fungsi dari panjang gelombang. Namun mereka juga dapat dirancang untuk
mengukur difusivitas pada setiap rentang cahaya yang terdaftar yang biasanya
mencakup sekitar 200nm-2500nm menggunakan kontrol yang berbeda dan
kalibrasi. Dalam rentang ini cahaya kalibrasi diperlukan pada mesin dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan standar yang berbeda-beda dalam jenis tergantung pada panjang
gelombang penentuan fotometrik.46,47
Contoh dari sebuah percobaan dimana spektrofotometri digunakan adalah
penentuan konstanta kesetimbangan solusi. Reaksi kimia tertentu dalam solusi
mungkin terjadi dalam arah maju dan mundur dimana reaktan dan produk bentuk
terurai menjadi reaktan. Pada titik tertentu, reaksi kimia ini akan mencapai titik
keseimbangan disebut titik ekuilibrium. Dalam rangka untuk menentukan masingmasing konsentrasi reaktan dan produk pada titik ini, transmitansi cahaya dari solusi
dapat diuji dengan menggunakan spektrofotometri. Jumlah cahaya yang melewati
solusinya adalah indikasi dari konsentrasi bahan kimia tertentu yang tidak
memungkinkan cahaya untuk melewati.46,47
Penggunaan spektrofotometri mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan,
seperti fisika, ilmu material, kimia, biokimia, dan biologi molekular. Alat ini
digunakan pada banyak industri termasuk semikonduktor, laser dan manufaktur optik,
percetakan dan pemeriksaan forensik, juga dalam laboratorium untuk studi zat kimia.
Spektrofotometri mampu menentukan jenis dan jumlah suatu zat yang terdapat dalam
target melalui perhitungan panjang gelombang yang diamati. Hal ini bergantung pada
kontrol atau kalibrasi.46,47
Kelebihan spektrofotometri sebagai alat analisa kuantitatif (penentuan kadar
suatu zat), antara lain :
a) Dapat digunakan secara luas baik untuk penentuan senyawa organik maupun
senyawa anorganik, baik berwarna maupun tidak berwarna. Dengan syarat bila
Universitas Sumatera Utara
larutan tidak berwarna maka harus direaksikan terlebih dahulu dengan reagen-reagen
tertentu atau reaksi kimia tertentu.
b) Mempunyai kepekaan yang tinggi. Dimana dapat dideteksi suatu senyawa
dengan konsentrasi
c) Sangat selektif, dapat menentukan suatu komponen tanpa pemisahan
d) Pengerjaannya mudah dan cepat, bisa mendeteksi 5-10 cuplikan / menit
2.5.1 Prinsip dasar kerja Spektrometri
Prinsip dasar kerja dari suatu spektrofotometri adalah berdasarkan hukum BeerLambert. Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa intensitas cahaya dari cahaya
monokromatik menurun secara eksponensial apabila konsentrasi dari medium yang
terabsorbsi meningkat. Dimana semakin banyak substansi yang terlarut, maka
semakin tinggi absorpsi dan semakin rendah transmitan. Hukum ini di jelaskan pada
gambar 2.6.
Gambar 2.7. Energi cahaya dengan intensitas ‘Io’ melewati sampel dengan konsentrasi ‘C’. Sebagian
energi cahaya terabsorbsi oleh sampel. Jumlah intensitas energi cahaya yang keluar dari
sampel dinyatakan dengan ‘I’.47
Keterangan gambar diatas meliputi :
• Intensitas cahaya yang masuk ke sampel = Io
• Intensitas cahaya yang keluar dari sampel = I
• Konsentrasi larutan pada sampel = C
Universitas Sumatera Utara
• Panjang lintasan cahaya dalam gelas sampel = L
• Konstanta untuk larutan dan panjang gelombang tertentu = K.
Dari hukum Beer-Lambert dapat dirumuskan :
• Absorbansi cahaya (A) = log (Io/I) = - log T= KCL
• Transmitan cahaya (T) = I/Io = 10-KCL
Transmitan adalah rasio dari jumlah cahaya yang ditransmisikan terhadap
jumlah cahaya inisial yang terpapar pada permukaan. Sedangkan absorbansi
merupakan logaritma negatif dari transmiten.
a
b
Gambar 2.8. Hubungan antara (a) Absorbansi dan (b) Transmitan dengan konsentrasi
larutan sampel. Semakin tinggi konsentrasi (C), (a) absorbpsi (A) semakin
besar; (b)Transmitan semakin rendah.47
2.5.2 Cara kerja Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah suatu metoda analisa yang didasarkan pada
penyarapan sinar oleh larutan. Alat yang dapat melakukan hal ini harus mempunyai
lima komponen dasar yaitu :
1. Sumber cahaya,
2. Prisma atau kisi difraksi,
Universitas Sumatera Utara
3. Celah masuk,
4. Detektor (tabung foto elektris), dan
5. Indikator.
Gambar 2.9. Susunan alat spektrofotometri.47
Bila seberkas sinar polikromatis melewati kisi difraksi maka sinar tersebut akan
diuraikan menjadi sinar monokromatis sesuai dengan warna dan panjang
gelombangnya. Warna yang kita inginkan dapat kita peroleh dengan cara menggeser
atau merubah posisi kisi difraksi. Sinar monokromatis tadi kemudian melewati celah
(exit slit) dan terus mengenai phototube, dimana pada phototube ini akan dihasilkan
arus listrik yang besarnya sebanding dengan jumlah foton sinar monokromatis yang
mengenainya. Bila suatu meter digital dihubungkan pada alat fotometer tadi maka
arus yang dihasilkan tersebut dapat kita ukur. Skala meter tadi umumnya dikalibrasi
dengan dua cara, yaitu :
a. % transmitan, dengan rentang skala dari 0% sampai 100%.
b. absorban atau optical density units, dengan rentang skala dari 0 sampai 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10. Skema alat spektrofotometer.40
Alat ini sudah banyak digunakan sebagai alat penelitian dalam bidang
kesehatan pada umumnya dan kedokteran gigi pada khususnya.46,47
2.5.3 Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS)
Spektrofotometri serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1955 oleh
Walsh. AAS digunakan untuk analisa kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah
sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace) (Gambar 2.11). Cara analisa ini
memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada
bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk kelumit
logam karena mempunyai kepekaan tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm),
pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. AAS didasarkan pada
penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar
tampak atau ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan
sampel dan peralatannya.48,49
Kerja AAS berdasarkan prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Sebagai contoh, Natrium menyerap pada 589 nm, Uranium pada 358.5 nm, sementara
Universitas Sumatera Utara
Kalium menyerap pada panjang gelombang 766.5 nm. Cahaya pada panjang
gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu
atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap
suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom dalam
keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi. Misalkan, suatu unsur
Na mempunyai konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6, dan 3s1. Tingkat dasar untuk
valensi 3s1 ini dapat mengalami eksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2.2 eV atau ke
tingkat 4p dengan energi 3.6 eV yang masing-masing bersesuaian dengan panjang
gelombang 589.3 nm dan 330.2 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang
ini yang dapat menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas yang
maksimal. Garis inilah yang dikenal dengan garis resonansi.48
Gambar 2.11. Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS).
Universitas Sumatera Utara
2.5.3.1 Instrumentasi AAS
Sistem peralatan spektrofotometer dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar
2.12)48,49:
Gambar 2.12. Sistem peralatan AAS.48
1. Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri dari atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari
logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia
(neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai
karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila antara anoda
dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan
memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana
kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini
dalam perjalanannya menuju anoda akan berbenturan dengan gas-gas mulia yang
diisikan tadi.
Akibat dari benturan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan
elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif
ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai
dengan unsur yang dianalisa. Unsur-unsur ini akan berbenturan oleh ion-ion positif
gas mulia. Akibat benturan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan
katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke
tingkat energi elektron-elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum
pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisa.
2. Tempat sampel
Dalam analisa dengan AAS, sampel yang akan dianalisa harus diuraikan
menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat
yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu:
dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).
3. Monokromator
Pada AAS, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih
panjang gelombang yang digunakan dalam analisa. Disamping sistem optik, dalam
monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi
resonansi dan kontinyu yang disebut chopper.
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube).
Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu : (a) yang memberikan
respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu, dan (b) yang hanya
memberikan respon terhadap radiasi resonansi.
Universitas Sumatera Utara
5. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat
berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi
atau intensitas emisi.
2.5.3.2 Analisa kualitatif dengan AAS
Penggunaan AAS sebenarnya lebih digunakan untuk analisa kuantitatif daripada
analisa kualitatif. Sumber radiasi kontinyu dan monokromator narrow band-pass
digunakan untuk AAS kualitatif. Panjang gelombang dipindai melalui rentang yang
diinginkan dan spektrum dicatat. Panjang gelombang garis absorbtif dibandingkan
dengan nilai elemen yang telah diketahui. Atomic emissive spectrometry lebih
berguna dalam analisa kualitatif daripada AAS.50
2.5.3.3 Analisa kuantitatif dengan AAS
Untuk keperluan analisa kuantitatif dengan AAS, maka sampel harus dalam
bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlakukan sedemikian
rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Penting untuk
diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisa haruslah sangat encer. Ada
beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu :
a) Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
b) Sampel dilarutkan dalam suatu asam.
c) Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa
kemudian hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisa dengan
AAS, yang terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus: jernih, stabil, dan
tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisa.48
Ada beberapa metode kuantifikasi hasil analisa dengan metode AAS yaitu
dengan kurva kalibrasi; dengan perbandingan langsung; dengan menggunakan dua
baku; dan dengan menggunakan metode standar adisi (metode penambahan baku).
2.5.3.4 Kuantifikasi dengan kurva baku (kurva kalibrasi)
AAS bukan merupakan metode analisa yang absolut. Suatu perbandingan
dengan baku merupakan metode yang umum dalam melakukan metode analisa
kuantitatif. Kurva kalibrasi dalam AAS dibuat dengan memasukkan sejumlah tertentu
konsentrasi larutan dalam sistem dilanjutkan dengan pengukuran.48
Dalam prakteknya disarankan untuk membuat paling tidak 4 baku dan 1 blanko
untuk membuat kurva kalibrasi linier yang menyatakan hubungan antara absorbansi
(A) dengan konsentrasi analit untuk melakukan analisa. Disarankan absorbansi
sampel tidak melebihi dari absorbansi baku tertinggi dan tidak kurang dari absorbansi
baku terendah. Dengan kata lain, absorbansi sampel harus terletak pada kisaran
absorbansi kurva kalibrasi. Jika absorbansi terletak diluar kisaran absorbansi kurva
kalibrasi, maka diperlukan pengenceran atau pemekatan. Ekstrapolasi atau
pembacaan absorbansi di luar kisaran absorbansi baku tidak direkomendasikan karena
kurangnya linieritas.48
2.6 Landasan Teori
Perawatan ortodonti cekat umumnya menggunakan braket dengan bahan
stainless steel yang terdiri dari sekitar 8-12% nikel dan 17-22% kromium. Braket
Universitas Sumatera Utara
stainless steel umumnya terbuat dari stainless steel tipe AISI 304 atau 316L. Stainless
steel memiliki beberapa kelebihan yaitu harganya tidak mahal, kekuatan lebih tinggi,
modulus elastisitas yang lebih besar, mudah dibentuk, dan memiliki ketahanan korosi
yang tinggi di dalam mulut. Oleh karena itu, stainless steel digunakan secara luas
pada alat ortodonti cekat.
Perawatan ortodonti cekat umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang
lama. Selama rentang waktu tersebut, braket stainless steel di lingkungan rongga
mulut terpapar substansi-substansi yang berasal dari luar yang dapat menyebabkan
terjadinya pelepasan ion dan korosi pada braket stainless steel.
Korosi elektrokimia dapat terjadi di dalam saliva karena saliva merupakan
elektrolit yang lemah. Korosi dan pelepasan ion alat ortodonti pada lingkungan
rongga mulut menjadi perhatian klinisi saat ini dimana perhatian ini mencakup dua
hal. Pertama saat terjadi korosi dan pelepasan ion, produk korosi akan diabsorpsi oleh
tubuh dan dapat menyebabkan efek lokal dan sistemik. Kedua, lepasnya ion dari
metal tersebut dapat memberikan efek pada physical properties stainless steel dan
kemampuan klinis alat ortodonti. Salah satu ion yang paling banyak lepas adalah
nikel. Nikel merupakan salah satu komponen yang paling sering menyebabkan
dermatitis kontak dan mengakibatkan reaksi alergi lebih banyak dibandingkan metalmetal lain bila digabungkan. semakin lama pasien terpapar ion nikel, semakin tinggi
kemungkinan terjadinya reaksi alergi.
Karies merupakan masalah yang sering ditemukan pada pasien ortodonti.
Karies dental terjadi oleh karena adanya peran bakteri kariogenik yaitu streptococcus
dan lactobasilus. Beberapa penelitian melaporkan adanya peningkatan jumlah
Universitas Sumatera Utara
streptococcus dan lactobasilus pada pasien yang menggunakan alat ortodonti
stainless steel. Stainless steel memiliki tegangan permukaan kritis tertinggi sehingga
menjadikan permukaannya memiliki kapasitas tahanan plak yang lebih tinggi
dibanding metal lain. Penggunaan obat kumur segera setelah prosedur dental dapat
menurunkan insidensi dan keparahan bakterimia.
Salah satu obat kumur yang efektif melawan plak mikroba adalah
chlorhexidine. Obat kumur chlorhexidine bermanfaat untuk mempertahankan oral
hygiene yang baik. Manfaatnya antara lain mengurangi indeks plak, indeks gingival,
dan indeks retensi pada pasien yang menggunakan alat ortodonti. Akan tetapi,
chlorhexidine memiliki kemampuan irigasi atau kemampuan korosif, sehingga bila
berkontak dengan metal dapat terjadi korosi dan pelepasan ion.
Fluoride telah digunakan secara luas untuk mencegah terjadinya karies gigi.
Fluoride berperan dengan cara remineralisasi dengan fluoroapatit dan fluorohidroksiapatit yang meningkatkan ketahanan enamel terhadap suasana asam sehingga
dapat mencegah terjadinya karies. Akan tetapi, produk yang mengandung fluoride
seperti pada obat kumur dapat meningkatkan terjadinya korosi. Beberapa penelitian
juga melaporkan bahwa pada lingkungan asam yang terfluoridasi, terjadi peningkatan
korosi pada beberapa jenis metal.
Daun sirih hijau (Piper betle Linn) mengandung beberapa bahan aktif, salah
satunya adalah kavikil (hydroxychavicol). Kavikol yang berfungsi sebagai anti
mikroba terhadap Streptococcus mutans dan dapat diaplikasikan pada produk
kesehatan rongga mulut seperti obat kumur. Obat kumur ekstrak daun sirih hijau
bekerja dengan cara menghambat produksi asam dari bakteri di rongga mulut,
Universitas Sumatera Utara
sehingga bisa menjadi alternatif dalam pemilihan obat kumur untuk mencegah
terjadinya karies.
Ortodontis umumnya meresepkan obat kumur untuk mencegah terjadinya
karies dan untuk menjaga oral hygiene pasien ortodonti. Akan tetapi beberapa jenis
obat kumur diketahui memiliki efek korosif terhadap alat ortodonti. Hal ini
diperparah oleh adanya perubahan pH yang terjadi pada lingkungan rongga mulut.
Oleh karena itu, perlu diteliti jenis obat kumur yang memiliki efek korosif yang
minimal.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Teori
Perawatan
Ortodonti Cekat
Sulit untuk
menjaga OH
Risiko Karies
Obat Kumur
Obat
Kumur
Chlorhex
idine
Obat
Kumur
Fluoride
Obat
Kumur
Ekstrak
Daun Sirih
Hijau
(Piper Betle
Linn)
Braket
Stainless Steel
Efek Bagi
Tubuh
Pelepasan Ion Nikel
Spektrofotometri
AAS
Prinsip Dasar Kerja
Spektrofotometri
Efek Bagi
Perawatan
Ortodonti
Cara Kerja
Spektrofotometri
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep
Braket Ortodonti
Braket Stainless Steel
Direndam dalam
larutan
Artifisial
saliva
Obat Kumur
Chlorhexidine
Obat Kumur
Fluoride
Obat Kumur Ekstrak
Daun Sirih Hijau
Pelepasan Ion
Nikel
AAS
Universitas Sumatera Utara
2.9 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan jumlah ion nikel yang dilepaskan oleh braket stainless steel
yang direndam pada artifisial saliva, obat kumur chlorhexidine, obat kumur fluoride,
dan obat kumur ekstrak daun sirih hijau (Piper betle Linn).
Universitas Sumatera Utara