Pembuatan Sediaan Floating Dispersi Padat Klaritromisin dengan Menggunakan Cangkang Kapsul Alginat dan Pengujian Aktivitas Antibakterinya Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental yang meliputi pembuatan
cangkang kapsul alginat, dispersi padat klaritromisin, evaluasi cangkang kapsul,
uji

in vitro dan uji efek antibakteri di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas

Farmasi USU dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi USU.

3.1

Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pencetak kapsul

yang terbuat dari batang stainless steel berbentuk silindris dengan panjang 10 cm
serta berdiameter 5,5 mm untuk bagian badan cangkang kapsul dan berdiameter
6,0 mm untuk bagian tutup cangkang kapsul, alat disolusi metode dayung
(Erweka), batang pengaduk, buret (Pyrex), cawan petri, cawan porselen, desikator,
erlenmeyer (Pyrex), gelas beker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), jangka sorong

(Tricle), kamera digital, labu tentukur (Pyrex), lemari pengering, mikrometer
(Delta), mikropipet (Oppendorf), neraca analitis (Ohaus Pioneer), otoklaf, oven
(Marment), penunjuk waktu (Stopwatch), pH meter (Eutech Instrument), pipet
mat (MBL), pipet volum (MBL), spektrofotometer (Shimadzu UV 1800),
termometer, dan termostat.

3.2

Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades,

klaritromisin (PT. Ifars), bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538, bakteri
Escherichia coli ATCC 8939, buffer pH asam (Hanna), buffer pH netral (Hanna),
27

Universitas Sumatera Utara

HCl(p) (Merck), kalsium klorida dihidrat (Merck), muller hinton agar (Oxoid),
nutrient agar (Merck), natrium alginat 80-120 cP (Wako pure chemical industries,
Ltd Japan), nutrient broth (Merck), natrium klorida (Merck), natrium metabisulfit,

nipagin, polivinilpirolidon K30 (Wako pure chemical industries, Ltd Japan) dan
titanium dioksida.

3.3

Pembuatan Pereaksi

3.3.1

Pembuatan larutan kalsium klorida 0,15 M
Kalsium klorida dihidrat (CaCl2.2H2O) sebanyak 22,05 g dilarutkan dalam

akuades bebas CO2 hingga 1000 mL (Ditjen POM, 1995).
3.3.2 Medium cairan lambung buatan tanpa enzim (medium pH 1,2)
Larutkan 2 g natrium klorida dalam 7 mL asam klorida pekat dan akuades
secukupnya hingga 1000 mL (Ditjen POM, 1995).

3.4

Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Klaritromisin


3.4.1

Pembuatan larutan induk baku klaritromisin
Ditimbang sebanyak 100 mg klaritromisin dan dimasukkan kedalam labu

tentukur 100 mL, dilarutkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2 dan
dicukupkan sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi 1000 mcg/mL (1000 ppm).
3.4.2

Pembuatan kurva serapan larutan klaritromisin
Dipipet sebanyak 7,5 mL larutan induk baku, dimasukkan kedalam labu

tentukur 25 mL. Dicukupkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2
sampai garis tanda dan dikocok homogen. Serapan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm.

28

Universitas Sumatera Utara


3.4.3

Pembuatan kurva kalibrasi larutan klaritromisin
Larutan induk baku dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 50; 100; 400;

500; dan 600 ppm, dengan cara memipet larutan induk baku masing-masing
sebanyak 1,25; 2,5; 10; 12,5; dan 15 mL. Dimasukkan kedalam labu tentukur 25
mL dan dicukupkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis
tanda. Dikocok homogen, diukur menggunakan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan sebelumnya.

3.5

Pembuatan Dispersi Padat
Sistem

dispersi

padat


dibuat

dengan

metode

pelarutan

dengan

memvariasikan jumlah PVP K30 dengan perbandingan berat (Klaritromsin : PVP
K30) = 2:1 dan 3:2.
Formula dispersi padat Klaritromisin-PVP K30 yang akan dibuat dengan
metode pelarutan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 3.1 Rancangan formula sediaan dispersi padat setara 250 mg klaritromisin
Formula

PVP K30


Bahan Bahan (mg)
Klaritromisin Total

FI

125

250

FII

166,67

250

Setara
250
375
Klaritromisin
250

416,67
Klaritromisin

Keterangan:
FI
= Klaritromisin : PVP K30 (2:1)
F II
= Klaritromisin : PVP K30 (3:2)
Klaritromisin-PVP K30 ditimbang sesuai komposisi campuran masingmasing, kedua bahan dicampur dan dilarutkan dengan pelarut etanol sebanyak 25
ml. Kemudian diuapkan pelarut dengan udara panas di oven (400C) sampai
diperoleh berat konstan. Setelah campuran diuapkan, disimpan dalam desikator

29

Universitas Sumatera Utara

selama 24 jam. Kemudian padatan yang dihasilkan dikerok lalu diayak dengan
menggunakan ayakan no. 12.

3.6


Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat
Cangkang kapsul alginat dibuat dengan metode pencelupan (Simanjuntak,

2016), yaitu dengan mencelupkan alat pencetak kapsul kedalam larutan alginat.
3.6.1

Pembuatan larutan alginat
Natrium alginat 80-120 cp

4,5 g

Gliserin

2g

Nipagin

0,25 g


TiO2

0,4 g

Natrium metabisulfit

0,1 g

Akuades

ad 100 mL

Ditimbang masing-masing bahan yang diperlukan. Gelas beker dikalibrasi
100 mL. Nipagin dilarutkan dalam sebagian akuades yang telah dipanaskan
terlebih dahulu, setelah dingin dilarutkan Gliserin dan Natrium metabisulfit dalam
larutan tersebut (massa I). Didispersikan TiO2 dalam sebagian akuades (massa II).
Selanjutnya kedalam gelas beker yang sudah dikalibrasi ditambahkan massa I dan
massa II sedikit demi sedikit, kemudian ditaburkan serbuk alginat, didiamkan
selama 24 jam lalu diaduk dan dicukupkan dengan akuades sampai 100 mL.
Larutan didiamkan selama beberapa saat sampai tidak ada lagi gelembung udara.

3.6.2

Pembuatan badan cangkang kapsul alginat
Alat pencetak kapsul terbuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10

cm dan diameter 6 mm, diicelupkan kedalam larutan natrium alginat sedalam 3
cm, alat pencetak stainless steel yang telah dilapisi larutan natrium alginat
direndam dalam larutan CaCl2 0,15 M selama 75 menit. Setelah itu cangkang

30

Universitas Sumatera Utara

kapsul yang telah mengeras dilepaskan dari alat pencetak stainless steel tersebut
lalu direndam dalam akuades selama beberapa jam untuk menghilangkan kalsium
yang menempel pada cangkang kapsul dan selanjutnya dikeringkan di lemari
pengering.
3.6.3

Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat

Alat pencetak kapsul terbuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10

cm dan diameter 6,2 mm dicelupkan kedalam larutan natrium alginat sedalam 2,5
cm, lalu alat pencetak stainless steel yang telah dilapisi larutan natrium alginat
tersebut direndam dalam larutan CaCl2 0,15 M selama 75 menit. Setelah itu
cangkang kapsul yang telah mengeras dilepaskan dari alat pencetak stainless steel
tersebut lalu direndam dalam akuades selama beberapa jam untuk menghilangkan
kalsium yang menempel pada cangkang kapsul dan selanjutnya dikeringkan di
lemari pengering.
3.6.4

Pengeringan cangkang kapsul alginat
Pengeringan cangkang kapsul alginat tersebut dilakukan dengan cara

mengeringkannya dalam lemari pengering selama 4 jam. Cangkang kapsul alginat
yang basah ditempatkan pada alat pengering stainless steel yang telah diolesi oleh
minyak silikon lalu dimasukkan kedalam lemari pengering. Setelah kering,
cangkang kapsul alginat dilepaskan dari alat pengering stainless steel dan
cangkang kaspul alginat tersebut disimpan.

3.7

Pengisian Cangkang Kapsul Alginat
Dispersi padat klaritromisin setara 250 mg(sebanyak 375 mg pada FI dan

416,67 pada FII) ditimbang denganan tepat menggunakan neraca analitik, lalu
diisikan kedalam bagian badan cangkang kapsul alginat melalui bagian ujung
31

Universitas Sumatera Utara

yang terbuka. Setelah itu ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul alginat
dengan mendorong bagian tutup ke bagian badan cangkang kapsul alginat yang
terbuka sehingga bagian tutup kapsul dengan bagian badan kapsul menyatu
dengan baik. Diberi perekat larutan natrium alginat pada kapsul.

3.8

Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat

3.8.1

Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat
Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul alginat dilakukan

dengan menggunakan jangka sorong.
3.8.2

Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat
Pengukuran ketebalan cangkang kapsul alginat dilakukan dengan

menggunakan mikrometer skrup. Pengukuran dilakukan 5 kali untuk masingmasing sampel, satu kali di pusat dan 4 kali di perimeter sekitarnya, kemudian
diambil rata-ratanya.
3.8.3

Penimbangan berat cangkang kapsul alginat
Penimbangan

berat

cangkang

kapsul

alginat

dilakukan

dengan

menggunakan neraca analitik.
3.8.4

Pengamatan warna cangkang kapsul alginat
Pengamatan warna cangkang kapsul alginat diamati secara visual.

3.8.5

Pengukuran volume cangkang kapsul alginat
Pengukuran

volume

cangkang

kapsul

alginat

dilakukan

dengan

menggunakan buret dimana bagian badan cangkang kapsul diisi dengan air
sampai penuh.

32

Universitas Sumatera Utara

3.9

Uji Floating
Sediaan cangkang kapsul alginat 80-120 cP yang telah dibuat dilakukan

uji waktu floating dengan cara menempatkan cangkang kapsul tersebut ke dalam
gelas beaker berisi medium lambung buatan pH 1,2.
Floating lag time sebagai waktu yang dibutuhkan sediaan cangkang
kapsul alginat mulai mengapung dan Floating Time sebagai lamanya waktu
dimana sediaan cangkang kapsul alginat dapat mengapung.

3.10

Uji Kerapuhan

3.10.1 Cangkang kapsul kosong
Cangkang kapsul kosong dijatuhi beban seberat 50 g dari ketinggian 10
cm. Kemudian diamati kerapuhan cangkang kapsul tersebut. Pengujian dilakukan
terhadap 6 cangkang kapsul (Nagata, 2002).
3.10.2 Cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap tekanan)
Cangkang kapsul diisikan dengan dispersi padat klaritromisin, kemudian
ditekan beban seberat 2 kg. Diamati kerapuhan cangkang kapsul. Pengujian
dilakukan terhadap 6 cangkang kapsul (Nagata, 2002).

3.11

Uji Disolusi
Medium disolusi

: Cairan lambung buatan tanpa enzim pH 1,2

Kecepatan pengadukan

: 100 rpm

Volume medium

: 900 mL

Suhu medium

: 37 ± 0,5oC

Metode

: Dayung

33

Universitas Sumatera Utara

Sampel

: 1. Cangkang kapsul alginat 80-120 cP
berisi klaritromisin 500 mg.
2. Cangkang kapsul alginat 80-120 cP
berisi dispersi padat dengan klaritromisin :
PVP K30 (2:1).
3. Cangkang kapsul alginat 80-120 cP
berisi dispersi padat dengan klaritromisin :
PVP K30 (3:2).

Dimasukkan 900 mL medium kedalam wadah disolusi, diatur suhunya 37
± 0,5oC dan kecepatan pengadukan 100 rpm. Dimasukkan dua kapsul masingmasing setara dengan 250 mg klaritromisin kedalam wadah disolusi, dijalankan
alat. Diambil cuplikan sebanyak 5 mL dengan interval pengambilan pada 5, 10,
15, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360, 390, 420, 450, 480,
510, 540, 570, 600, 630, dan 660 menit. Pengambilan cuplikan pada daerah
pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari alat dayung,
tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM, 1995). Aliquot dimasukkan
kedalam labu tentukur 25 mL dan ditambahkan dengan medium cairan lambung
buatan pH 1,2 sampai garis tanda. Untuk menjaga volume medium disolusi tetap
konstan maka jumlah aliquot yang diambil diganti dengan medium cairan
lambung buatan pH 1,2 dengan kondisi dan jumlah yang sama. Konsentrasi obat
diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
maksimumnya. Penetapan dilakukan sebanyak 3 kali.

34

Universitas Sumatera Utara

3.12

Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Floating

3.12.1 Sterilisasi alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan
terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada
suhu 170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit. Jarum ose dengan lampu bunsen.
3.12.2 Pembuatan media
3.12.2.1Media nutrient agar (NA)
Komposisi: Peptone

5g

Meat extract

2g

Agar-agar

12 g

Distilled water

1L

pH: 7.0 ± 0,2 pada suhu 250C

Cara pembuatan: Sebanyak 20 g serbuk NA dilarutkan dalam air suling
hingga 1 liter dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna
lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Merck, 2005).
3.12.2.2 Media nutrient broth (NB)
Komposisi : Peptone

5g

Meat extract

3g

Distilled water

1L

pH: 7,0 ± 0,2 pada suhu 25oC

Cara pembuatan: Sebanyak 8 g serbuk NB dilarutkan dalam air suling
hingga 1 liter dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna,
lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Merck, 2005).

35

Universitas Sumatera Utara

3.12.2.3 Media muller hinton agar (MHA)
Komposisi: Acid casein peptone

17,5 g

Beef Infusion

2g

Starch

1.5 g

Bacteriological agar

17 g

Distilled water

1L

pH: 7.4 ± 0,2 pada suhu 250C
Cara pembuatan: Sebanyak 38 g serbuk MHA dilarutkan dalam air suling
hingga 1 liter dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna,
lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Pronadisa,
1993).
3.12.3 Pembuatan agar miring
Sebanyak 10 ml media nutrient agar yang sudah dicairkan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat
pada posisi miring membentuk sudut 30-45o. Kemudian disimpan dalam lemari
pendingin pada suhu 5oC (Lay, 1994).
3.12.4 Pembuatan stok kultur bakteri
Biakan bakteri S.aureus diambil dengan menggunakan jarum ose steril,
lalu ditanam pada agar miring dengan cara menggores. Lalu diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 36-37oC selama 18 jam (Ditjen POM, 1995). Hal yang sama
dilakukan terhadap bakteri E.coli.
3.12.5 Pembuatan inokulum bakteri uji
Bakteri Staphylococcus aureus diambil dengan kawat ose steril lalu
disuspensikan kedalam tabung yang berisi 2 mL nutrient broth hingga di peroleh

36

Universitas Sumatera Utara

kekeruhan yang sama dengan standar kekeruhan larutan Mc.Farland. Perlakuan
yang sama dilakukan pada bakteri Escherichia coli.
3.12.6 Pengujian aktivitas antibakteri larutan standar klaritromisin
Larutan standar klaritromisin dibuat dalam berbagai konsentrasi (0-200
μg) dengan melarutkan klaritromisin menggunakan medium lambung butan pH
1,2. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam vial. Dimasukkan pencadang
kertas ke dalam masing-masing larutan dan dibiarkan selama 30 menit. Kedalam
cawan petri dimasukkan 0,1 mL inokulum, ditambahkan 15 mL media MHA steril
yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 45oC, dihomogenkan
dan dibiarkan sampai media memadat. Selanjutnya, ke dalam petri dimasukkan
pencadang kertas yang telah direndam dan ditiriskan. Diinkubasi pada suhu 3637oC selama 18 jam. Selanjutnya diameter daerah hambat di sekitar pencadang
kertas diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak
3 kali.
3.12.7 Pengujian aktivitas antibakteri sediaan floating
Larutan (aliquot) yang diperoleh dari hasil disolusi pada interval waktu 0;
0,5; 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; dan 11 jam sebanyak 2 mL dilakukan pengujian
aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar. Dimasukkan pencadang kertas
kedalam masing-masing larutan dan dibiarkan selama 30 menit. Kedalam cawan
petri dimasukkan 0,1 mL inokulum, kemudian ditambahkan 15 mL media MHA
steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 45oC,
dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Selanjutnya ke dalam petri
dimasukkan pencadang kertas yang telah direndam dan ditiriskan. Diinkubasi
pada suhu 36-37oC selama 18 jam. Selanjutnya diameter daerah hambat di sekitar

37

Universitas Sumatera Utara

pencadang kertas diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian
dilakukan sebanyak 3 kali (Fransiska, 2015).

38

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Cangkang kapsul alginat yang telah dibuat dari natrium alginat 80-120
cP dilakukan penentuan spesifikasi, pengujian waktu floating dan uji kerapuhan.
Selanjutnya, cangkang kapsul alginat diisi dengan bahan obat klaritromisin
dilakukan uji disolusi dan uji aktivitas antibakteri dari aliquot hasil uji disolusi.

4.1

Hasil Penentuan Spesifikasi Cangkang Kapsul Alginat 80-120 cP
Penentuan spesifikasi cangkang kapsul alginat 80-120 cP No.0 dilakukan

terhadap bagian badan cangkang kapsul, bagian tutup cangkang kapsul dan
cangkang kapsul secara keseluruhan yang meliputi pengukuran panjang, diameter,
berat, volume,

ketebalan dan pengamatan warna. Pengukuran ketebalan

dilakukan terhadap badan dan tutup cangkang kapsul. Pengukuran volume
dilakukan hanya terhadap bagian badan cangkang kapsul, karena umumnya bahan
obat hanya diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul. Pengukuran volume
dilakukan menggunakan air, dimana air diisi kebagian badan cangkang kapsul
alginat sampai meniskus atas menyentuh ujung kapsul.
Cangkang kapsul No.0 yang dibuat dari alginat 80-120 dapat dilihat pada
Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Cangkang kapsul alginat 80-120cP No. 0

39

Universitas Sumatera Utara

Hasil penentuan spesifikasi cangkang kapsul alginat 80-120 cP yang di
peroleh dibandingkan dengan spesifikasi cangkang kapsul menurut Capsugel
Division. Hasil penentuan spesifikasi cangkang kapsul alginat 80-120 cP dapat
dilihat pada Tabel 4.1 dan spesifikasi cangkang kapsul menurut Capsugel
Division dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Spesifikasi cangkang kapsul alginat 80-120 cP No. 0
No
1
2
3
4
5
6

Spesifikasi
Panjang (mm)
Diameter (mm)
Tebal (mm)
Berat (mg)
Warna
Volume (ml)

Tutup
cangkang
11,20 ± 0,68
7,40
0,40
39,67 ±1,53
Putih
-

Badan
cangkang
18,15 ± 0,30
7,20
0,40
65,33 ±3,51
Putih
0,7

Cangkang kapsul
keseluruhan
20,18 ±1,32
105 ±4,36
Putih
-

Tabel 4.2 Spesifikasi cangkang kapsul ukuran No. 0 menurut Capsugel Division
No
1
2
3
4

Spesifikasi

Tutup kapsul

Badan kapsul

Panjang (mm)
Diameter (mm)
Volume (ml)
Berat (mg)

10,72 ± 0,46
7,64
-

18,44 ± 0,46
7,34
0,68
-

Cangkang Kapsul
keseluruhan
21,7 ±0,30
96 ± 6

Pada tabel dapat dilihat bahwa cangkang kapsul yang dibuat dari natrium
alginat 80-120 cP memliki panjang, diameter, volume dan berat yang tidak jauh
berbeda dengan spesifikasi cangkang menurut Capsugel Division.
Ketebalan dari cangkang kapsul akan mempengaruhi laju pelepasan dari
bahan obat. Pada penelitian ini, natrium alginat yang digunakan memiliki
viskositas yang rendah yaitu 80-120 cP sehingga cangkang kapsul yang dihasilkan
memiliki ketebalan yang kecil (tipis). Penggunaan cangkang kapsul tipis ini
disesuaikan dengan kelarutan dari bahan obat, dimana klaritromisin memiliki
kelarutan yang rendah didalam air. Warna putih dari cangkang kapsul alginat

40

Universitas Sumatera Utara

bertujuan untuk melindungi bahan obat dari cahaya oleh karena itu digunakan
TiO2 dalam formulasi cangkang kapsul alginat 80-120 cP.

4.2

Hasil Uji Floating
Uji waktu floating terdiri dari floating lag time dan floating time. Floating

lag time adalah waktu yang dibutuhkan oleh cangkang kapsul untuk dapat
mengapung dan floating time adalah lamanya cangkang kapsul dapat mengapung
pada medium lambung buatan.
Uji floating lag time dari cangkang kapsul alginat 80-120 cP no.0 kosong
menunjukkan hasil 0 detik, dimana cangkang kapsul alginat langsung mengapung
ketika pertama kali diletakkan kedalam medium lambung buatan. Hal ini karena
cangkang kapsul alginat memiliki berat jenis yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan berat jenis medium lambung buatan pH 1,2. Sedangkan floating time
cangkang kapsul alginat lebih dari 12 jam.
Pengujian floating time untuk cangkang kapsul alginat 80-120 cP dalam
medium cairan lambung buatan pH 1,2 dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4.2 Uji waktu floating cangkang kapsul alginat 80-120 cP
Keterangan : (a) Pada waktu 0 menit
(b) Pada waktu 240 menit
(c) Pada waktu 480 menit
(d) Pada waktu 660 menit

41

Universitas Sumatera Utara

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa cangkang kapsul alginat 80-120 cP
dapat tetap mengapung mulai dari waktu 0 menit sampai 660 menit, bahkan
cangkang kapsul alginat 80-120 cP ini dapat bertahan tetap mengapung selama
lebih dari 660 menit.

4.3

Hasil Uji Kerapuhan

4.3.1

Uji kerapuhan cangkang kapsul kosong
Pengujian kerapuhan cangkang kapsul alginat 80-120 cP kosong dilakukan

dengan cara menjatuhkan beban seberat 50 g dari ketinggian 10 cm, dimana beban
seberat 50 g diibaratkan sebagai tekanan yang terjadi saat membuka kemasan
kapsul. Kapsul kosong tersebut dikatakan rapuh apabila setelah dijatuhkan beban,
cangkang kapsul kosong tersebut retak atau pecah (Nagata, 2002).
Hasil pengujian kerapuhan cangkang kapsul alginat 80-120 cP kosong
dapat dilihat pada Gambar 4.3.

(a)

(b)

Gambar 4.3 Uji kerapuhan cangkang kapsul alginat 80-120 cP kosong
Keterangan:

(a) Sebelum uji kerapuhan
(b) Sesudah uji kerapuhan

Hasil pengujian cangkang kapsul kosong tidak menunjukkan adanya
cangkang kapsul yang retak atau pecah, hanya pipih pada bagian tertentu saja.
Pada penelitian uji kerapuhan cagkang kapsul alginat 80-120 cP kosong

42

Universitas Sumatera Utara

sebelumnya juga tidak menunjukkan adanya cangkang kapsul yang retak atau
pecah (Simamora, 2014).
4.3.2 Uji kerapuhan cangkang kapsul berisi (uji ketahanan terhadap
tekanan)
Pada pengujian ini dilakukan terhadap cangkang kapsul alginat 80-120 cP
berisi bahan obat. Pada penelitian ini bahan obat yang digunakan adalah
klaritromisin. Klaritromisin merupakan salah satu antibiotik yang digunakan
dalam terapi eradikasi Helicobacter pylori.
Pengujian dilakukan dengan cara menekan cangkang kapsul alginat berisi
dengan beban seberat 2 kg (Nagata, 2002). Beban ini diibaratkan seperti tekanan
yang mungkin terjadi selama proses pengisian kapsul sampai pada tahap
pengemasan kapsul.
Hasil pengujian kerapuhan cangkang kapsul alginat 80-120 cP berisi
dispersi padat klaritromisin dapat dilihat pada Gambar 4.4.

(a)

(b)

Gambar 4.4 Uji kerapuhan cangkang kapsul alginat 80-120 cP berisi dispersi
padat klaritromisin
Keterangan:

(a) Sebelum uji kerapuhan
(a) Sesudah uji kerapuhan (pipih pada lokasi tertentu)

Pada gambar diatas dapat dilihat tidak ada cangkang kapsul yang retak
ataupun pecah, hanya menjadi pipih pada bagian tertentu. Kerapuhan cangkang
kapsul dipengaruhi oleh kadar uap air yang terdapat dalam cangkang kapsul

43

Universitas Sumatera Utara

tersebut. Kapsul akan menjadi rapuh apabila kadar uap air dalam cangkang kapsul
tersebut sedikit. Sebaliknya jika kadar uap airnya terlalu banyak, kapsul
cenderung akan menjadi melunak. Akan tetapi, kisaran kadar uap air dalam
cangkang kapsul berbeda antara satu bahan dengan bahan yang lain.

4.4

Hasil Uji Disolusi
Profil uji pelepasan klaritromisin, dispersi padat klaritromisin-PVP K30

2:1 dan 3:2 dari cangkang kapsul alginat 80-120 cP dalam medium lambung
buatan pH 1,2 selama 11 jam dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik pelepasan dari klaritromisin dalam medium lambung buatan
pH 1,2 selama 11 jam.
Keterangan

: FI = Klaritromisin-PVP K30 (2:1)
FII = Klaritromisin-PVP K30 (3:2)

Hasil pelepasan klaritromisin 500 mg saja dengan menggunakan cangkang
kapsul alginat 80-120 cP dapat dilihat pada grafik bahwa pelepasan klaritromisin
naik turun, dan pada menit ke-660 hanya melepaskan bahan obat sebanyak
13,40%. Selanjutnya uji disolusi dilakukan terhadap klaritromisin yang

44

Universitas Sumatera Utara

diformulasi dalam bentuk dispersi padat dengan pembawa polivinilpirolidon
(PVP) K30 menggunakan 2 cangkang kapsul alginat, hal ini dikarenakan jumlah
bahan obat tidak cukup jika dimasukkan didalam satu cangkang kapsul alginat no.
0. Formulasi I adalah dispersi padat klaritromisin:PVP K30 (2:1), berdasarkan
grafik klaritromisin yang terlepas dari cangkang kapsul pada menit ke-180
sebanyak 33,66%, pada menit ke-360 sebanyak 48,06%, dan pada menit ke-660
sebanyak 71,85% bahan obat telah terlepas. Pada formulasi II yang berisi dispersi
padat klaitromisin:PVP K30 dengan perbandingan 3:2 menujukkkan klaritromisin
yang terlepas pada menit ke-180 sebanyak 46,25%, pada menit ke-360 sebanyak
76,43%, dan pada menit ke-660 sebanyak 121,28%.
Formulasi klaritromisin yang memberikan pelepasan memenuhi syarat
sustained release menurut Murthy dan Ghebre (1993) adalah formulasi I dengan
perbandingan klaritromisi-PVP K30 2:1, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perbandingan pelepasan dispersi padat klaritromisin (2:1) dengan
persyaratan Murthy dan Gebre
Interval
pemberian
0,25D
0,5D
1D

Waktu (jam)
3 jam
6 jam
12 jam

Jumlah yang
terlepas
33,66 %
48,06 %
75 %

Persyaratan
Murthy dan Ghebre
20-50%
45-75%
≥75%

Keterangan: D (interval pemberian)= 12 jam
Klaritromisin setelah diformulasi dalam bentuk dispersi padat dengan
pembawa PVP K30 mengalami peningkatan laju pelepasan. Peningkatan laju
disolusi ini terjadi karena polivinilpirolidon (PVP) K30 merupakan polimer
mudah larut dalam air (Ditjen POM, 1979) sehingga dapat meningkatkan proses
pelarutan dan proses pembasahan dari bahan obat (Voigt, 1995) dan modifikasi

45

Universitas Sumatera Utara

bahan obat dalam bentuk dispersi padat akan menurunkan ukuran partikel dari
bahan obat sehingga luas permukan kontak obat dengan media akan semakin
besar dan kelarutan semakin bertambah (Agoes, 2008). Sistem dispersi padat
dengan konsentrasi PVP K30 yang semakin besar menyebabkan jumlah
klaritromisin yang terdispersi molekuler dalam PVP K30 menjadi semakin besar
oleh karena itu, laju disolusi klaritromisin pun semakin meningkat sebanding
dengan banyaknya PVP K30 dalam sistem dispersi padat tersebut.
Gambar uji disolusi sediaan floating dispersi padat klaritromisin
menggunakan cangkang kapsul alginat dapat dilihat pada Gambar 4.6.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4.6 Uji disolusi dari sediaan floating dispersi padat klaritromisin
menggunakan cangkang kapsul alginat 80-120 cP
Keterangan:

a. Pada waktu 0 menit
b. Pada waktu 180 menit
c. Pada waktu 360 menit
d. Pada waktu 660 menit

46

Universitas Sumatera Utara

Cangkang kapsul alginat pada Gambar 3.6 tetap utuh dan mengapung
sampai 660 menit. Cangkang kapsul alginat yang tetap utuh di dalam medium
lambung buatan selama waktu pengujian dikarenakan kalsium alginat (kalsium
guluronat) yang terbentuk dari natrium alginat dan kalsium klorida akan berikatan
dengan asam dari medium lambung buatan pH 1,2 menghasilkan asam alginat.
2Na-alginat + CaCl2

Ca-alginat + 2NaCl

Ca-alginat + H+

Ca2+ + H-alginat

Asam alginat yang terbentuk bersifat hidrofob sehingga menjadi sukar
larut dan tetap utuh dalam medium lambung pH 1,2 (Bangun, et al., 2005).

4.5

Kinetika Orde Pelepasan
Kinetika orde pelepasan dispersi padat klaritromisin dilakukan terhadap

empat model kinematika yaitu: orde nol, orde satu, model Higuchi dan
Korsmeyer-peppas sedangkan kinetika pelepasan klaritromisin hanya dilakukan
terhadap tiga model kinematika tanpa Krormayer-peppas. Penentuan kinetika
pelepasan klaritromisin dari cangkang kapsul alginat dilakukan untuk mengetahui
berapa persen obat yang dilepaskan dari waktu ke waktu selama pengujian dengan
memplotkan hasil uji pelepasan klaritromisin dalam grafik waktu versus persen
kumulatif, logaritma persen kumulatif versus waktu, persen kumulatif versus akar
waktu dan logaritma persen kumulatif versus logaritma waktu maka dapat
diperoleh nilai korelasi (R2). Kinetika pelepasan klaritromisin dan dispersi padat
klaritromisin dari cangkang kapsul alginat 80-120 cP dalam medium lambung
buatan pH 1,2 selama 11 jam dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan 4.5.

47

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.4 Kinetika pelepasan klaritromisin 500 mg dari cangkang kapsul alginat
80-120 cP

Orde Nol
Orde Satu
Higuchi

Persamaan Regresi
y = 0,0368x + 12,84
y = 0,001x + 1,016
Y= 1,1243x + 6,434

R2
0,5802
0,4343
0,7004

Tabel 4.5 Kinetika pelepasan klaritromisin : PVP K30 (2:1) dari cangkang
kapsul alginat 80-120 cP

Orde Nol
Orde Satu
Higuchi
Korsmeyer-Peppas

Persamaan Regresi
y = 0,0891x + 14,351
y = 0,0014x + 1,110
y = 2,5196x + 1,904
y = 0,0432x + 0,849

R2
0,9563
0,5786
0,9872
0,7526

Kinetika orde pelepasan klaritromisin 500 mg dari cangkang kapsul
alginat selama 11 jam mendekati kinetika pelepasan Higuchi, dengan nilai R2
=0,7004. Kinetika orde pelepasan dispersi padat klaritromisin dengan pembawa
PVP K30 (2:1) dari cangkang kapsul alginat yang paling baik berdasarkan Tabel
3.5 juga memiliki pelepasan yang mengikuti kinetika pelepasan Higuchi dengan
nilai persamaan regresi y=2,5196x + 1,904 dan R²=0,9872. Grafik kinetika
pelepasan klaritromisin dan dispersi padat klaritromisin dari cangkang kapsul
alginat dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan 4.8.

48

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.7 Grafik kinetika pelepasan orde nol klaritromisin dari cangkang
kapsul alginat 80-120 cP

Gambar 4.8 Grafik kinetika pelepasan orde nol dispersi padat klaritromisin
(2:1) dari cangkang kapsul alginat 80-120 cP
Pelepasan klaritromisin dengan menggunakan cangkang kapsul alginat 80120 cP pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa grafik pelepasan yang dimiliki yang
tidak linear dibandingkan dengan grafik kinetika pelepasan klaritromisin dalam
bentuk dispersi padat (2:1) dari cangkang yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
sediaan floating dispersi padat klaritromisin (2:1) dengan menggunakan cangkang
kapsul alginat 80-120 cP memiliki pelepasan dengan kinetika pelepasan Higuchi.

49

Universitas Sumatera Utara

4.6

Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

4.6.1

Pengujian aktivitas antibakteri larutan standar klaritromisin
Hasil uji larutan standar klaritromisin dengan konsentrasi 0-200 µg/mL

terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang
diinkunbasi pada suhu 37oC selama 18 jam ditunjukkan pada Tabel 4.6 dan
Gambar 4.9 dan 4.10.
Tabel 4.6 Aktivitas antibakteri dari larutan standar klaritromisin
Konsentrasi
(µg/mL) (c)

ln (c)

0
1
2
3
4
5
10
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200

0,000
0,000
0,693
1,099
1,386
1,609
2,303
2,996
3,689
4,094
4,382
4,605
4,787
4,942
5,075
5,193
5,298

Staphylococcus aureus
Daerah hambat
X2
(mm) (x)
0,00
0,00
0,73
0,54
2,38
5,65
5,67
32,11
7,33
53,78
8,37
70,00
11,47
131,48
13,13
172,48
14,77
218,05
15,77
248,59
16,37
267,87
16,97
287,87
17,30
299,29
17,60
309,76
18,00
324,00
18,23
332,45
18,43
339,79

Escherichia coli
Daerah hambat
X2
(mm) (x)
0,00
0,00
1,40
1,96
4,20
17,64
7,63
58,27
9,03
81,60
9,83
96,69
12,63
159,60
14,87
221,02
16,70
278,89
17,60
309,76
18,23
332,45
18,77
352,19
19,13
366,08
20,00
400,00
20,33
413,44
20,67
427,11
20,97
439,60

50

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.9 Hasil pengujian daerah hambat dari larutan standar klaritromisin
terhadap bakteri Staphylococcus aureus

51

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.10 Hasil pengujian daerah hambat dari larutan standar klaritromisin
terhadap bakteri Escherichia coli
4.6.2

Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) klaritromisin
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari klaritromisin di dapat

berdasarkan persamaan berikut (Beg, et. al., 2012):
ln (KHM) = ln (c) – x2/4Dt ….……………. (1)
Keterangan: KHM
c
x2
D
t

=
=
=
=
=

Konsentrasi Hambat Minimum
Konsentrasi larutan
Daerah hambat
Koefisien difusi
Waktu difusi

Persamaan (1) kemudian diturunkan menjadi:
ln (c) = ln (KHM) – x2/4Dt………………. (2)

52

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan persamaan (2) dibuat plot antara ln (c) vs x2. Intersept dari persamaan
garis tersebut merupakan ln (KHM) yang kemudian digunakan untuk mencari
nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari larutan standar klaritromisin.
Grafik plot ln(c) vs x2 larutan standart klaritromisin terhadap bakteri S.aureus dan
E.coli dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan 4.12.

Gambar 4.11 Plot ln (c) vs x2 larutan standar klaritromisin terhadap bakteri
Staphylococcus aureus
Pada Gambar 4.11 plot garis yang didapat memiliki koefisien korelasi
sebesar 0,991, hal ini menunjukkan hubungan lineritas yang baik antara logaritma
natural dari konsentrasi larutan klaritromisin dengan kuadrat daerah hambat yang
dihasilkan. Nilai intersept dari persamaan garis (ln KHM) adalah 0,397, maka
berdasarkan persamaan (2) diperoleh nilai KHM klaritromisin terhadap bakteri
Staphylococcus aureus adalah 2,49 µg/mL.

53

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.12 Plot ln (c) vs x2 larutan standar klaritromisin terhadap bakteri
Escherichia coli
Sedangkan dari Gambar 4.12 plot garis yang didapat memiliki koefisien korelasi
sebesar 0,992, hal ini juga menunjukkan hubungan linearitas yang baik. Nilai
intersept persamaan garis (ln KHM) adalah

0,3184, maka nilai KHM

klaritromisin terhadap bakteri E.coli adalah 2,08 µg/mL.
Menurut Clinical and Laboratory Standard Institude (2007) konsentrasi
hambat minimum klaritromisin menggunakan metode difusi agar terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, dikatakan sensitif apabila nilai KHM
≤2 μg/ml dan
dikatakan resisten apabila
≥8 μg/ml, dan terhadap bakteri

Escherichia coli

dikatakan sensitif dengan nilai KHM
≤8 μg/ml, dan resisten ≥32 μg/ml.
Berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh, dapat dilihat bahwa klaritromisin
yang diformulasi dalam bentuk sediaan mengapung sensitif terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli.

54

Universitas Sumatera Utara

4.6.3

Uji aktivitas antibakteri aliquot disolusi
Hasil pengujiaan aktivitas antibakteri aliquot hasil disolusi sediaan

floating dispersi padat klaritromisin-PVP K30 (2:1) dengan metode difusi
terhadap pertumbuhan bakteri S.aureus dan E.coli ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Pengujian aliquot disolusi terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Waktu (jam)
0
0,5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

pertumbuhan

bakteri

Daerah hambat (mm)
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
8,99±0,11
10,14±0,72
10,51±0,67
11,02±0,88
11,37±1,07
12,04±0,85
12,8±0,91
13,51±0,48
13,61±0,46
13,97±0,57
14,36±0,18
15,72±0,57

9,07±0,07
10,41±0,26
11,49±0,44
11,74±0,37
12,17±0,24
12,43±0,32
12,86±0,13
13,16±0,08
13,4±0,13
14,04±0,08
14,87±0,70
15,75±0,42

Menurut Clinical Laboratory Standart Institute (2007) apabila zona
hambat yang terbentuk pada uji difusi terhadapa bakteri Staphylococcus aureus
berukuran ≤ 13 mm, maka aktivitas penghambatannya dikategorikan lemah.
Apabila zona hambat berukuran 14-17 mm dikategorikan sedang, dan ≥18 mm
dikategorikan kuat. Apabila zona hambat yang terbentuk terhadap Eschericia coli
berukuran ≤8 mm, maka aktivitas penghambatnya dikategorikan lemah. Apabila
zona hambat yang terbentuk 16 mm dikategorikan sedang,
≥32 dan
mm
dikategorikan kuat. Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa aliquot hasil disolusi
sediaan floating dispersi padat klaritromisin pada waktu 11 jam memiliki potensi

55

Universitas Sumatera Utara

yang sedang dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan Daerah hambat 15,72±0,57 mm dan 15,75±0,42 mm.
Daerah hambat dari sediaan floating dispersi padat klaritromisin yang
dihasilkan

dari

uji

aktivitas

antibakteri

terhadap

pertumbuhan

bakteri

Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli terus bertambah dengan
meningkatnya waktu, peningkatan diameter daerah hambat vs waktu dapat dilihat
di grafik pada Gambar 4.13dan 4.14 sedangkan gambar hasil pengujian dapat
dilihat pada Gambar 4.15 dan 4.16

Gambar 4.13 Grafik daerah hambat aliquot disolusi sediaan floating dispersi
padat klaritromisin terhadap pertumbuhan bakteri S.aureus

56

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.14 Grafik daerah hambat aliquot disolusi sediaan floating dispersi
padat klaritromisin terhadap pertumbuhan bakteri E.coli

Gambar 4.15 Hasil pengujian daerah hambat aliquot disolusi sediaan floating
dispersi padat klaritromisin terhadap bakteri Staphylococcus aureus

57

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.16 Hasil pengujian daerah hambat aliquot disolusi sediaan floating
dispersi padat klaritromisin terhadap bakteri Escherichia coli
Hasil pengujian aktivitas antibakteri sediaan floating dispersi padat
klaritromisin

terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan

pertumbuhan bakteri Escherichia coli diperoleh hasil yang sama.
4.6.4

Korelasi daerah hambat aliquot disolusi dan Daerah hambat larutan
standar (hitung)
Daerah hambat larutan standar hitung terhadap bakteri S.aureus dan E.coli

dicari dengan cara memasukkan konsentrasi aliquot disolusi (c) ke dalam
persamaan garis lurus yang diperoleh dari grafik pada Gambar 4.11 dan 4.12.
Hasil daerah hambat larutan standar secara perhitungan dapat dilihat pada Tabel
4.8 dan 4.9. Selanjutnya, hasil daerah hambat berdasarkan perhitungan diplot
dengan hasil daerah hambat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian. Grafik
plot daerah hambat praktek vs daerah hambat hitung dapat dilihat pada Gambar
4.17 dan 4.18.

58

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.8 Korelasi pengujian daerah hambat aliquot disolusi sediaan floating
dispersi padat dan daerah hambat larutan standar (hitung) terhadap
bakteri S.aureus
Waktu
(jam)
0
0,5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Aliquot disolusi
Daerah
hambat
X2
(mm) (x)
0,00
0,0000
8,99
80,8001
10,14
102,9098
10,51
110,4835
11,02
121,4894
11,37
129,2011
12,04
145,0686
12,80
163,8400
13,51
182,5501
13,61
185,2623
13,97
195,0678
14,36
206,0820
15,72
247,1883

Ln C (y)
0,40
1,58
1,91
2,02
2,18
2,30
2,53
2,81
3,08
3,12
3,26
3,43
4,03

Larutan standar (hitung)
Daerah
C
hambat (x)
(mm)
0,00000
0,0000
80,80012
8,9889
102,90975
10,1444
110,48346
10,5111
121,48938
11,0222
129,20111
11,3667
145,06864
12,0444
163,84000
12,8000
182,55012
13,5111
185,26235
13,6111
195,06778
13,9667
206,08198
14,3556
247,18827
15,7222

Gambar 4.17 Grafik plot daerah hambat aliquot disolusi praktek vs Daerah
hambat hitung terhadap bakteri Sthapylococcus aureus

59

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.9

Waktu
(jam)
0
0,5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Korelasi pengujian daerah hambat aliquot disolusi sediaan floating
dispersi padat dan daerah hambat larutan standar (hitung) terhadap
bakteri E.coli
Aliquot disolusi
Daerah
hambat
X2
(mm) (x)
0
0,0000
9,12
83,2149
10,18
103,5872
11,49
131,9946
11,74
137,9320
12,17
148,0278
12,43
154,5878
12,86
165,2653
13,16
173,0686
13,40
179,5600
14,04
197,2464
14,87
221,0178
15,75
248,0275

Larutan standar (hitung)
Ln C (y)

C

Daerah hambat
(x) (mm)

0,32
1,30
1,54
1,88
1,95
2,07
2,14
2,27
2,36
2,44
2,65
2,93
3,25

0,00000
83,21494
103,58716
131,99457
137,93198
148,02778
154,58778
165,26531
173,06864
179,56000
197,24642
221,01778
248,02750

0,0000
9,1222
10,1778
11,4889
11,7444
12,1667
12,4333
12,8556
13,1556
13,4000
14,0444
14,8667
15,7489

Gambar 4.18 Grafik plot daerah hambat aliquot disolusi praktek vs
hambat hitung terhadap bakteri Escherichia coli

daerah

Berdasarkan Gambar 4.17 dan 4.18 grafik antara daerah hambat aliquot
hasil disolusi sediaan dispersi padat klaritromisin berdasarkan hasil uji dengan

60

Universitas Sumatera Utara

daerah hambat berdasarkan perhitungan diperoleh nilai R2

terhadap bakteri

S.aureus dan E.coli adalah 1. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang linear
antara daerah hambat aliquot disolusi praktek dengan daerah hambat berdasarkan
hasil perhitugan dari larutan standar klaritromisin.

61

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa:
a.

Cangkang kapsul alginat dapat digunakan sebagai sediaan floating yang
bertahan dilambung karena cangkang kapsul alginat memiliki kemampuan
untuk tetap utuh dan mengapung dalam medium lambung buatan pH 1,2.

b. Pelepasan

sediaan

floating

dispersi

padat

klaritromisin

dengan

polivinilpirolidon (PVP) K30 (2:1) memberikan pelepasan sustained
release dalam medium pH 1,2 selama 11 jam. Dimana pelepasannya pada
pada menit ke-180 sebanyak 33,66%, pada menit ke-360 sebanyak
48,06%, dan pada menit ke-660 sebanyak 71,85%.
c.

Sedian floating dispersi padat klaritromisin dengan PVP K30 (2:1)
memiliki potensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli yang ditunjukkan dengan adanya diameter
daerah hambat dari aliquot uji disolusi.

5.2

Saran
Penelitian yang dilakukan ini hanya terbatas pada uji aktivitas antibakteri

secara in vitro, disarankan untuk peneliti selanjutnya agar melakukan pengujian
aktivitas antibakteri secara in vivo dari sediaan floating dispersi padat
klaritromisin.

62

Universitas Sumatera Utara