PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL DAN KINER

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL DAN KINERJA
TERHADAP AKUNTABILITAS PELAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
AMY FONTANELLA1
Politeknik Negeri Padang
HILDA ROSSIETA
Universitas Indonesia
Abstract
This study investigates the impact of fiscal decentralization and local
government performance on the accountability of financial reporting.More
specifically, this study empirically examines whether local government
performance strengthened the effect of fiscal decentralization on financial
accountability. We apply Degree of Financial Dependency/Independency of
Local Government to Central Government as proxy for fiscal
decentralization and also adoptLocalGovernment Performance Ratings as a
proxy forperformance. We also utilize Audit Opinion on Local
Governments’ financial report provided by the Indonesian Supreme Audit
Agency (i.e., BPK RI) as a proxy forFinancial Accountability. Sample of this
research consists of 846 districts/municipalitiesin Indonesia over the period
2011-2012. Wehypothesiseand find that Financial Independence and
Performance has positive association with Financial Reporting

Accountability of local government.
Keywords: accountability,
performance

fiscal

decentralization,

local

government,

Abstrak
Penelitian ini menginvestigasi dampak desentralisasi fiskal dan kinerja
pemerintah daerah terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan. Khususnya,
penelitian ini menguji secara empiris apakah kinerja pemerintah daerah
memperkuat dampak desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan. Penelitian ini menggunakan tingkat kemandirian daerah dan
ketergantungan pada pemerintah pusat sebagai proksi desentralisasi fiskal
serta tingkat kinerja pemerintah daerah untuk mengukur kinerja. Penelitian

ini juga menggunakan opini audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk
mengukur akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah. Pada
Penelitian ini digunakan sampel 846 kabupaten/kota di Indonesia selama
periode 2011-2012. Peneliti menghipotesiskan dan menemukan kemandirian
daerah dan kinerja berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah.
Kata Kunci: akuntabilitas, desentralisasi fiskal, pemerintah daerah, kinerja

                                                            

1

Author can be contacted at :amyfontanella99@gmail.com

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

 


1

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

Pendahuluan
Desentralisasi merupakan salah satu proses penting dalam perkembangan
demokrasi disuatu negara. Agar demokrasi berjalan dengan baik,negara memerlukan
strategi desentralisasi(Mimba, 2007).Desentralisasi dan demokrasi lahir sebagai upaya
untuk membongkar sentralisme kekuasaan. Dengan kata lain, demokrasi dan
desentralisasi tidak menghendaki adanya pemusatankekuasaan karena kekuasaan yang
terpusat akan cenderung disalahgunakan (Carnegie, 2005).
Desentralisasi diartikan sebagai proses devolusi politik, fiskal dan pengambilan
keputusan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah(Moisiu, 2013). Transfer
kekuasaan pada pemerintah lokal ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas sistem
demokrasi, meningkatkan efektifitas dan efisiensi, menstimulasi pembentukan basis
pengembangan ekonomi lokal dan nasional, meningkatkan transparansi pemerintahan
dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan (Moisiu,

2013). Proses desentralisasi ini meliputi 3 dimensi yaitu desentralisasi politik,
desentralisasi fiskal dan desentralisasi administratif (Syahrudin, 2006).
Desentralisasi fiskal merupakan komponen inti dari desentralisasi karena untuk
menjalankan kewenangan yang telah ditransfer diperlukan sumber pembiayaan yang
memadai (Moisiu, 2013). Desentralisasi fiskal diartikan sebagai penyerahan fungsi
pengeluaran dan pendapatan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (Syahrudin,
2006). Dengan adanya desentralisasi fiskal ini terdapat pemisahan yang jelas dan tegas
dalam urusan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Liu (2007) dan Syahrudin
(2006) telah membuktikan bahwa desentralisasi fiskal menghasilkan manfaat ekonomi
bagi negara seperti peningkatan tingkat pertumbuhan, peningkatan efektifitas dan
efisiensi pengelolaan sumberdaya serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan (Liu, 2007). Giannoni (2002) menemukan bahwa desentralisasi
fiskal meningkatkan kualitas pembuatan keputusan dengan menggunakan informasi
lokal, meningkatkan akuntabilitas dan meningkatkan kemampuan respon terhadap
kebutuhan dan kondisi lokal (Giannoni, 2002). Disamping itu Moisiu (2013)
menyatakan bahwa pemerintah lokal lebih responsif terhadap warga negaranya
dibanding pemerintah pusat sehingga keputusan yang diambil lebih merefleksikan
kebutuhan dan keinginan rakyat. Konsisten dengan pendapat ini, Mills (1994)
menjelaskan bahwa desentralisasi akan membawa pemerintah lebih dekat dengan rakyat
sehingga partisipasi mereka juga akan lebih besar.


SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

2

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

Dalam konteks Indonesia, desentralisasi ditandai dengan perubahan pola
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah setelah diberlakukannya Undang-undang
(UU) nomor 22 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999 yang kemudian UU tersebut
disempurnakan menjadi UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU
nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah. Implementasi otonomi daerah ini menimbulkan berbagai permasalahan karena
daerah memiliki kapasitas dan kemampuan yang berbeda-beda baik dari sisi keuangan,
ketersediaan infrastruktur maupun kapasitas sumberdaya manusia (Syahrudin, 2006).

Pelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan
wewenang pengelolaan beberapa urusan pemerintah pusat ke daerah mengharuskan
reformasi pengelolaan pemerintah pada berbagai aspek termasuk pengelolaan keuangan
daerah (Carnegie, 2005). Dengan desentralisasi fiskal terjadi aliran dana yang cukup
besar dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (Syahrudin, 2006). Pemerintah daerah
dituntut untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dan pelaporan keuangan
pemerintahnya. Idealnya desentralisasi fiskal dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah (Moisiu, 2013).
Kondisi ini terbukti pada beberapa daerah dimana desentralisasi fiskal meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik (Liu, 2007). Namun pada
beberapa negara justru ditemukan tingkat korupsi yang semakin tinggi pasca
implementasi desentralisasi fiskal (Moisiu, 2013). Di Indonesia, desentralisasi fiskal
justru meningkatkan kecendrungan korupsi di daerah (Rinaldi, et al, 2007). Temuan
senada juga disampaikan oleh Liu (2007) bahwa efek negatif desentralisasi fiskal
adalah justru meningkatkankorupsi, bukan menghasilkan perbaikan kualitas pelayanan
publik.
Desentralisasi fiskal juga harus didukung dengan mekanisme Good Public
Governancekhususnya


dalam

konteks

pemerintahan

atau

tata

kelola

penyelenggaraanpemerintahan yang baik.Beberapa tujuan utama penerapan Good
Governancedalam sektor pemerintahan adalah meningkatkan akuntabilitas, partisipasi,
transparansi dan kinerja publik dalam urusan pemerintahan (Kapucu, 2009). Di
Indonesia, implementasi tata kelola dengan pilar transparansi, akuntabilitas, efektifitas,
efisiensi telah melalui berbagai tahapan (Crawford, Hermawan, 2000). Salah satu
mekanisme evaluasi implementasi tata kelola dipemerintahan adalah melaluiEvaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EPPD) (PP No. 6 Tahun 2008) yang


SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

3

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

menggunakan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) sebagai sumber
utama. LPPD memuat informasi tentang seluruh pelaksanaan tugas pemerintah baik
urusan desentralisasi, tugas pembantuan maupun tugas umum pemerintahan (PP No.3
tahun 2007). LPPD harus disusun dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi
sehingga dapat dijadikan sebagai mekanisme evaluasi tata kelola pemerintahan (PP
No.3 tahun 2007).
Khususnya dari sisi pengelolaan dan pelaporan keuangan, Pemerintah daerah
harus mengelola dan melaporkan keuangannya secara akuntabel dan transparan. UU No.
17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang kemudian diikuti dengan Peraturan

Pemerintah No. 24 tahun 2005 yang disempurnakan dengan PP No. 71 tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) mewajibkan pemerintah pada setiap level
baik pusat maupun daerah untuk menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan ini
kemudian akan diperiksa oleh auditor eksternal pemerintah yaitu Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) secara berkala. Penyusunan dan pemeriksaan laporan keuangan
pemerintah daerah merupakan langkah untuk mewujudkan akuntabilitas dalam
pelaporan keuangan pemerintah.
HasilpemeriksaanBPKRI

atasLaporanKeuanganPemerintahDaerah(LKPD)

disajikan dalam tigakategoriyaitu : (i) opini: (ii)sistempengendalian intern(SPI);dan (iii)
kepatuhan

terhadap

ketentuan

perundang-undangan.


Saat

ini

perkembangan

kualitaslaporan keuangan sertaakuntabilitasatasLKPDbelumoptimal, terlihat dari masih
adanya

entitas

yang

mendapat

opinidisclaimer

atau

tidak


memberikan

pendapat.Perkembangan opiniLKPD tahun2008–2012disajikan pada Tabel 1.
Dampak implementasi desentralisasi fiskal telah banyak diteliti, antara lain: (i)
pengaruh desentralisasi fiskal terhadap tingkat korupsi (Moisiu, 2013; Rinaldi, 2007,
Saputra, 2012); (ii) dampak desentralisasi fiskal terhadap outcome pelayanan publik
(Liu, 2007); serta (iii) dampak ekonomi dari desentralisasi fiskal (Syahrudin, 2006).
Namun sejauh pengamatan peneliti, terutama untuk konteks Indonesia, belum ada
penelitian yang secara langsung melihat hubungan antara desentralisasi fiskal dan tata
kelola terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Menginvestigasi hubungan antara desentralisasi fiskal dan tata keloladengan
akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah penting dan menarik dilakukan
karena beberapa alasan. Pertama, desentralisasi fiskal berhubungan dengan aliran dana
milik masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan penggunaan dan pengelolaannya
kembali kepada publik sebagai ultimate owner pemerintah (Syahrudin, 2006). Kedua,

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

4

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

efektifitas dan efisiensi desentralisasi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh tata
kelola yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Mimba, 2009). Oleh karena itu
penelitian ini bertujuanmenginvestigasi pengaruh desentralisasi fiskal dan tata
kelolapublik terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh desentralisasi fiskal dan
kinerja penyelenggaraan pemerintah daerahterhadap akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah.Penelitian ini akan dilakukan padaseluruh pemerintah kabupaten dan
kota di Indonesia untuk periode 2011-2012.

Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dengan memberikan
bukti empiris tentang pengaruh desentralisasi fiskal dan kinerja terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah daerah yang selama ini masih relatif terbatas
pembahasannya dalam literatur.Temuan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman serta prediksi tentang perkembangan tata kelola publik di Indonesia,
khususnya terkait akuntabilitas dana publik yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkuat literatur sebelumnya (Liu, 2007) yang
menemukan peranan penting implementasi tata kelola pemerintahan yang baik untuk
meningkatkan akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.

1.

Kajian LiteraturDan Pengembangan Hipotesis

2.1

Desentralisasi Fiskal
Jika dikaitkan dengan tujuan pengambilan keputusan, desentralisasi fiskal dapat

didefenisikan dalam 3 cara (Syahrudin, 2006) yaitu : (i) pelepasan tanggungjawab dari
pemetintah pusat ke daerah (dekonsentrasi);(ii) pendelegasian wewenang; dan (iii)
pelimpahan wewenang (devolusi). Menurut Saragih (2003) desentralisasi fiskal secara
singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan
banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.
Di Indonesia, pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan mulai tahun 2001
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang
No. 25 tahun 1999 yang secara serentak diberlakukan di seluruh provinsi di Indonesia.
Desentralisasi administrasi tanpa diikuti oleh desentralisasi fiskal dan politik menjadi
tidak akan efektif (Gideon, 2001). Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama
dari desentralisasi politis karena jika tidak diikuti dengan pelimpahan wewenang

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

5

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

keuangan maka pelimpahan wewenang untuk aktifiitas pelayanan publik lainnya tidak
akan efektif (Syahrudin, 2006).
2.2

Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Salah satu mekanisme evaluasi implementasi tata kelola pemerintahan di

Indonesia adalah melalui Evaluasi Penyelenggaran Pemerintah Daerah (EPPD)
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2008 tentang
pedoman evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Sebelumnya pemerintah daerah
diwajibkan menyampaikan laporan yang digunakan sebagai salah satu alat mekanisme
pertanggungjawaban kinerja penyelenggaran pemerintahan daerah. Selanjutnya, dalam
Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2007, akuntabilitas dilaksanakan dalam bentuk
pemberian laporan-laporan sebagai berikut: (i)LPPD kepada Pemerintah;(ii) Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah kepada DPRD; dan (iii) ILPPD
kepada Masyarakat yang mengatur tentang berbagai aspek tata kelola pemerintah yang
wajib disampaikan dalam laporan tersebut.
EPPD dilakukan dengan menggunakan sumber utama LPPD yang memuat
informasi tentang penyelenggaraan pemerintah daerah selama satu tahun anggaran (PP
Nomor 6 Tahun 2008).Tujuan utama dilaksanakannya evaluasi adalah untuk menilai
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan kinerja untuk
mendukungpencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan prinsipprinsip Tata Kelola yang Baik.EPPD meliputi Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (EKPPD), Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi
Daerah (EKPOD), dan Evaluasi Daerah Otonom Baru (EDOB).
2.3

Reformasi Pelaporan Keuangan Pemerintah
Di Indonesia, reformasi pelaporan keuangan dan akuntansi pemerintahan telah

melalui perjalanan panjang. Departemen Keuangan pada tahun 1979 – 1980 telah
memulai sebuah rencana studi modernisasi sistem akuntansi pemerintahan. Pada saat itu
sistem administrasi pemerintahan masih dilakukan secara manual dan pengelolaan
keuangan negara didasarkan pada aturan yang diterbitkan oleh Belanda pada tahun 1864
(Indonesische Comptabiliteitswet). Pencatatan transaksi keuangan dilakukan dengan
metode pencatatan tunggal (single entry). Pencatatan ini hanya menghasilkan laporan
perhitungan anggaran pendapatan dan belanja sedangkan penggunaan komputeri masih
dianggap utopia (Misran, 2009).
Reformasi pada tahun 1998 juga berdampak signifikan terhadap pengelolaan
keuangan negara. Perubahan anggaran tradisional menjadi anggaran berbasis kinerja,

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

6

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

pelaksanaan audit kinerja, penerapan konsep value for money dan perubahan sistem
akuntansi pemerintahan menjadi poin penting dalam reformasi pengelolaan keuangan
negara (Mahmudi, 2007). Selain itu juga sudah mulai dilakukan pembenahan terkait
dengan pencatatan aset, perbaikan sistem anggaran dan pola pertanggungjawaban
belanja pemerintah (Harun, 2009). Momentum ini berlanjut dengan terbitnya UndangUndang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang diikuti dengan
lahirnya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai basis penyusunan laporan
keuangan instansi pemerintah. SAP yang termaktub didalam Peraturan Pemerintah (PP)
No. 24 tahun 2005 menjadi landasan hukum kewajiban penyusunan laporan keuangan
pemerintah. Saat ini PP No.24 tahun 2005 telah disempurnakan kedalam PP No.71
tahun 2010 tentang SAP yang juga merefleksikan pergeseran dalam basis akuntansi
yang digunakan dari moving cash toward accrual menjadi accrual basis.
Dalam konteks daerah, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah
bagian dari evaluasi kinerja pembangunan pada tahun sebelumnya, yang akan
diproyeksikan untuk perencanaan tahun selanjutnya. LKPD juga menjadi sumber
informasi bagi stakeholders sehingga ketepatan dan kemampuan SDM penyelenggaraan
pemerintahan daerah harus mampu menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan
aturan yang ada, walaupun faktor pemahaman dan pengetahuan serta sumber daya
manusia sangat berperan penting dalam perkembangan penyajian laporan keuangan
pemerintah yang baik (Martiningsih, 2008).

2.4

Pemeriksaan Keuangan Daerah
Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

menjelaskan fungsi pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan
standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Jadi, proses
pemeriksaan dilakukan untuk memastikan keandalan dan akuntabilitas pengelolaan dan
pelaporan pengelolaan keuangan daerah.
Audit yang dilakukan oleh BPK berfungsi untuk memastikan tidak ada
penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah.
Pemeriksaan BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan keuangan dengan tujuan
untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa laporan

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

7

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai prinsip
akuntansi pemerintah (SAP). Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan dan Pengelolaan Keuangan Negara, opini audit merupakan pernyataan
profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam
laporan keuangan. Dalam melakukan proses pemeriksaan BPK tidak hanya memberikan
opini atas laporan keuangan tersebut, tetapi juga melaporkan hasil pemeriksaan, baik
terhadap sistem pengendalian internal maupunkepatuhan terhadapperaturan perundangundangan. BPK memberikan lima jenis opini audit yaitu :
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Opini wajar tanpa pengecualian merupakan opini tertinggi yang diberikan oleh
BPK terhadap LKPD. Opini ini menjelaskan bahwa laporan keuangan telah
diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material sehingga informasi
dalam laporan keuangan tersebut dapat digunakan oleh para pengguna laporan
keuangan untuk mengambil keputusan.
2. Opini Wajar Tanda Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas, (Unqualified
Opinion with modified wording)
Opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas mulai muncul sejak
tahun 2010. Dalam kondisi tertentu auditor harus menambahkan suatu paragraf
penjelas dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar
tanpa pengecualian atas laporan keuangan itu sendiri.
3. Opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Opini Wajar Dengan Pengecualian merupakan opini yang paling sering muncul
pada opini LKPD periode 2009-2011. Opini menyatakan bahwa laporan
keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang
material, namun terdapat hal-hak tertentu yang dikecualikan.
4. Opini Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Opini tidak wajar menyatakab bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan
diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material sehingga informasi
keuangan dalam LKPD tidak dapat digunakan.
5. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Opini tidak memberikan pendapat adalah opini terburuk yang dikeluarkan oleh
BPK terhadap audit atas LKPD. Opini menyatakan menolak memberikan opini
dan sekaligus menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai
dengan standar pemeriksaan.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

8

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

2.5

Pengembangan Hipotesis

2.5.1

Desentralisasi FiskaldanAkuntabilitas Pelaporan Keuangan
Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa desentralisasi fiskal dapat

memberikan manfaat ekonomis bagi suatu negara. Syahrudin (2006) menemukan bahwa
desentralisasi fiskal mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Besar
kemungkinan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh
desentralisasi fiskal yang memberikan kesempatan kepada daerah untuk membangun
kemandirian dalam memperoleh pendanaan.Hal senada juga diungkapkan oleh Hadi
(2009) di Indonesia, desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi pelayanan publik dan
pertumbuhan

ekonomi.

Liu

(2007)

menemukan

bahwa

desentralisasi

fiskal

meningkatkan kualitas pelayanan publik, desentralisasi fiskal juga menghasilkan
penyediaan

public

goods

sesuai

dengan

spesifikasi

yang

dibutuhkan

oleh

masyarakat.Dari berbagai bukti empiris dalam literatur terdahulu dapat disimpulkan
bahwa kemandirian pendanaan melalui desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap
akuntabilitas keuangan.
Namun disisi lain jika dihubungkan dengan korupsi, literatur menunjukkan hasil
yang

masih

mixed.

Beberapa

literatur

mengungkapkan

desentralisasi

fiskal

meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas pelayanan publik dan mengurangi
tingkat korupsi. Namun disisi lain literatur menyebutkan desentralisasi fiskal justru
mendorong pemindahan korupsi dari levelpemerintah pusat ke daerah (Moisiu, 2013).
Dengan perkataan lain, kemandirian pendanaan melalui desentralisasi fiskal dapat juga
berdampak negatif terhadap akuntabilitas keuangan pemerintah daerah. Temuan ini juga
konsisten dengan yang terjadi di Indonesia dimana Rinaldi (2007) menemukan
desentralisasi fiskal justru meningkatkan korupsi, bukan meningkatkan pelayanan
publik.
Berdasarkan berbagai argumen serta bukti empiris terkait desentralisasi fiskal
dan akuntabilitas pelaporan keuangan, maka Hipotesis pertama yang diajukan adalah:
H1 :

Tingkat kemandirian daerahberpengaruh positif terhadap kemungkinan
tingginya akuntabilitas pelaporan keuangan

Halim (2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah telah melaksanakan
desentralisasi secara baik adalah daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan
untuk menggali sumber keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

9

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

penyelenggaraan pemerintahan dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat.
Idealnya dengan desentralisasi fiskal yang dilengkapi dengan seperangkat aturan
pengelolaan dan pemeriksaan keuangan daerah yang memadai maka kemandirian
pendanaan daerah melalui desentralisasi fiskal dapat meningkatkan kualitas pengelolaan
dan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Dengan demikian, Hipotesis kedua yang
diajukan adalah :
H2 :

Tingkat ketergantungan daerah pada pemerintah pusat berpengaruh
negatif

terhadapkemungkinan

tingginya

akuntabilitas

pelaporan

keuangan

1.5.1. Kinerja dan Akuntabilitas Pelaporan Keuangan
Evaluasi

penyelenggaraan

pemerintah

(tata

kelola)

merupakan

proses

pengawasan secara berkelanjutan dan pelaporan capaian kegiatan. Evaluasi kinerja
penting dilakukan karena dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, penghematan dan
produktifitas pada organisasi sektor publik (Mahmudi, 2007). Pengukuran kinerja ini
dimaksudkan untuk mengetahui capaian kinerja yang telah dilakukan organisasi dan
sebagai alat untuk pengawasan serta evaluasi organisasi. Pengukuran kinerja akan
memberikan umpan balik sehingga terjadi upaya perbaikan yang berkelanjutan untuk
mencapai tujuan di masa mendatang (Bastian, 2006).
Mandell (1997) mengungkapkan bahwa dengan melakukanpengukuran kinerja,
pemerintah daerah memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan sehingga akan meningkatkan pelayanan yang diberikan.
Akuntabilitas dapat terwujud salah satunya dengan cara melakukan pelaporan kinerja
melalui laporan keuangan (Mahmudi, 2007). Pengelolaan keuangan yang baik tercipta
melalui mekanisme good governance. Akuntabilitas dan transparansi adalah beberapa
hal yang ingin dituju dalam mencapai good governance (Wiratraman, 2009).
Berdasarkan argumen serta bukti empiris terkait kinerja dan akuntabilitas pelaporan
keuangan yang telah disampaikan, maka Hipotesis ke 3 yang diajukan adalah :
H3 :

Kinerja

berpengaruh

positif

terhadap

kemungkinan

tingginya

akuntabilitas pelaporan keuangan

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

10

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

1.5.2. Kinerja, Desentralisasi Fiskal dan Akuntabilitas Pelaporan Keuangan
Tingkat kemandirian daerah yang ditunjukkan melalui rasio PAD terhadap total
Pendapatan menggambarkan kemampuan daerah untuk menghasilkan pendapatan
sendiri,

tidak

bergantung

pada

pemerintah

pusat.

Kemandirian

akan

mendorongpertumbuhan ekonomi yangpositif dan meningkatkan volume investasi di
daerah. Kemandirian yang tinggi dan rendahnya ketergantungan pada pemerintah pusat
jika didukung dengan implementasi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik akan
meningkatkan kualitas layanan publik (Adi, 2006). Kualitas layanan publik yang baik
juga mencerminkan tingkat transparansi dan akuntabilitas pemerintah yang baik (Lin et.
Al,2010). Berdasarkan argument tersebut, maka diajukan Hipotesis 4 dan 5 sebagai
berikut:
H4 :

Kinerjaakan memperkuat pengaruh positif kemandirian daerah terhadap
kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan keuangan

H5 :

Kinerjaakan memperlemah pengaruh negatif ketergantungan pada
pemerintah pusat terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas
pelaporan keuangan

2.

Metode Penelitian

3.1

Data dan Sampel
Penelitian ini dilakukan pada pemerintah kabupaten dan kota di seluruh

Indonesia untuk tahun 2011-2012 yang data realisasi anggarannya tersedia pada website
Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Sampel
dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu full sampel dan subsampel.Full sampel merupakan
seluruh pemerintah daerah Kabupaten/kota yang datanya tersedia.Subsampel merupakan
pemda kabupaten/kota di Indonesia yang datanya tersedia dan melaporkan laporan
penyelenggaraan pemerintah daerah (LPPD) dan diberikan peringkat oleh Kemendagri.
Data opini audit diperoleh melaluiIkhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) semester
2 tahun 2013 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Data realisasi anggaran diperoleh
melalui website Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Kementerian Dalam Negeri untuk periode tahun anggaran 2011 dan 2012.Sedangkan
data kinerja diperoleh melalui Keputusan mentri dalam negeri tentang Status dan
Peringkat Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah untuk tahun 2011 dan 2012.
3.2

Pengembangan Model dan Operasionalisasi Variabel

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

11

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

3.2.1

Model Penelitian
Penelitian ini bertujuan menginvestigasi pengaruh desentralisasi fiskal terhadap

akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah. Berikut digambarkan model
penelitian untuk menguji H1-H3 :
OA

=

α0

+

α1

Kd

+

α2

KP

+

α3KI

+

α4

SD+

e……………………………..............………Model 1
Sedangkan untuk menguji H4-H5 digunakan model :
OA = α0 + α1 Kd + α2 KP + α3 Kd*KI + α4 KP*KI + α5 SD+ e
…………………..............Model 2
Keterangan :
OA

Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Daerah

Kd

Tingkat Kemandirian Daerah

KP

Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat

KI

Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

SD

Status Daerah

3.2.2. Operasionalisasi Variabel
3.2.2.1.Variabel dependen
Akuntabilitas pelaporan keuangan daerah dalam penelitian menggunakan proksi opini
audit yang dikeluarkan oleh BPK. Opini audit dalam penelitian ini akan diukur dengan
skala ordinal yang menunjukkan tingkatan atau peringkat mulai dari opini paling rendah
sampai yang paling tinggi, sebagai berikut : 1=Tidak Menyatakan Pendapat (TMP),
2=Tidak Wajar (TW) 3=Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 4=Wajar Tanpa
Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP), 5=Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP).
3.2.2.2.Variabel Independen
Desentralisasi fiskal diukur dengan dua proksi, yaitu ; (i) tingkat kemandirian daerah;
dan (ii) tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat. Adapun untuk Kinerja
digunakan proksi skor EPPD. Untuk mengontrol pengaruh perbedaan karakteristik
pemerintah daerah yang meliputistruktur pemerintahan, pelayanan publik dan struktur
perekonomian (Halim, 2002), digunakan variabel kontrol Status Pemerintah Daerah
yang membedakan tingkat pemerintah kota ( diberi kode 1) dengan kabupaten (diberi
kode 0).Operasionalisasi variabel independen ditentukan sebagaiberikut :

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

12

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

Kemandirian Daerah

:

Pendapatan Asli Daerah (PAD) /Total Pendapatan

Ketergantungan pada

:

(Dana Alokasi Umum-DAU + Dana Alokasi Khusus-DAK)

Pemerintah Pusat

Kinerja

/ Total Pendapatan

:

Skor kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah

Penyelenggaraan
pemerintah daerah

3.3

Analisis Data

Untuk menguji hipotesis secara empiris, penelitian ini menggunakan menggunakan
teknik statsitik Ordered Logistic Regression (OLR) yang diolah dengan program
eviews6.AdapunStatistik deskriptif diproses dengan bantuan Microsoft Excel.

4. Hasil Dan Pembahasan
4.1.Statistik Deskriptif
Sampel final yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 846 (695 kabupaten
dan 151 kota) selama periode tahun 2011-2012. JIka dilihat dari perkembangan opini
terlihat peningkatan perbaikan opini yang diperoleh oleh pemerintah daerah (Pemda)
pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011.Pada tahun 2012, terdapat 57 pemda yang
menjada sampel mendapatkan opini WTP dimana sebelumnya pada tahun 2011, hanya
24 Pemda yang mendapat opini WTP.Perbaikan ini juga dapat dilihat dari berkurangnya
jumlah opini Tidak Wajar yang dikeluarkan BPK pada tahun 2012. Jika dilihat dari
komposisi, opini paling banyak yang diperoleh Pemda adalah Wajar Dengan
Pengecualian yaitu 544 Pemda dan yang paling sedikit adalah opini Tidak Wajar.
Perbaikan opini yang diperoleh Pemda ini dapat menjadi salah satu indikator semakin
membaiknya akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia dari
tahun ke tahun.
Derajat desentralisasi fiskal pemerintah daerah yang diproksikan dengan
Kemandirian Daerah dan Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat hanya sedikit
mengalami perubahan. Rata-rata tingkat kemandirian daerah mengalami kenaikan
sebesar 1,16% sedangkan ketergantungan pada pemerintah pusat mengalami penurunan
yang sangat kecil yaitu sebesar 0,79%. Hal ini menunjukkan mayoritas sumber

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

13

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

pendanaan didaerah secara rata-rata masih bersumber dari Dana Perimbangan
Pemerintah Pusat, bukan dari Pendapatan Asli Daerah.
Dari sisi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang dilakukan
penilaiannya oleh Kementrian Dalam Negeri secara umum terlihat penurunan jumlah
Pemda yang tidak melaporkan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD)
dan secara rata-rata terjadi peningkatan indeks kinerja pemda kabupaten/kota di
Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa Tata Kelola penyelenggaraan pemerintah
kabupaten kota di Indonesia mengalami perbaikan.
Secara keseluruhan gambaran statistik deskriptif variabel pada sampel penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 3. Panel A menunjukkan statistik deskriptif untuk full
sampel yaitu 846 kabupaten kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website
Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah - Kemendagri pada tahun 2011 dan
2012. Sub sampel merupakan pemda kabupaten/kota yang data realisasi anggarannya
tersedia pada website Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah - Kemendagri
pada tahun 2011 dan 2012 dan melaporkan LPPD sehinggamempunyai status serta
peringkat kinerjan dari Kemendagri untuk periode 2011 dan 2012.

4.2.

Analisis Hipotesis

Penelitian ini memiliki 5 hipotesis yang akan dianalisis menjadi 3 kelompok yaitu : (i)
pengaruh desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan; (ii) pengaruh
kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan;
dan (iii) peranan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dalam memoderasi
pengaruh desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah
daerah.

4.2.1. Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah
Pengaruh desentralisasi fiskal yang diproksikan dengan kemandirian daerah dan
ketergantungan pada pemerintah pusat terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah (opini audit) dapat dilihat pada tabel 4. Panel A pengujian pada full
samplemenunjukkan kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap kemungkinan
Daerah memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggidalam bentuk opini audit
yang baik. Pengujian pada subsample dipanel B juga menunjukkan hasil yang konsisten.
Hal ini mengindikasikan semakin tinggi Tingkat Kemandirian Daerah maka akan

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

14

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

semakin besar kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan
yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik. Temuan ini konsisten dengan Hipotesis
1.
Panel A menunjukkan, desentralisasi Fiskal dengan menggunakan proksi
Ketergantungan pada Pemerintah Pusatberpengaruh negatifdengan tingkat signifikansi
statistik yang lebih rendah jika dibandingkan proksi Kemandirian Daerah. Artinya,
makin tinggi TingkatKetergantungan pada Pemerintah Pusat, maka makin kecil
kemungkinan Daerah tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi
dalam bentuk opini audit yang baik. Namun pengujian yang dilakukan pada subsample
menunjukkan Ketergantungan pada Pemerintah Pusat tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemungkinan daerah memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi.
Dapat disimpulkan, Desentralisasi Fiskal secara umum mempengaruhi kemungkinan
daerah memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi, khususnya jika dilihat
dari aspek Kemandirian Daerah.Hasil ini konsisten dengan literatur sebelumnya yang
menemukan bahwa Desentralisasi Fiskal berdampak positif pada penyelenggaraan
pemerintah daerah, seperti meningkatkan kualitas pelayanan publik (Liu, 2007) dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Adi, 2006).Namun sebaliknya temuan ini tidak
sejalan dengan temuan yang menunjukkan dampak negatif dari Desentralisasi Fiskal,
diantaranya penelitian Moisiu (2013) yang mendeteksi adanya peningkatan korupsi
pada level pemerintah daerah.

4.2.2. Pengaruh Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah terhadap Akuntabilitas
Pelaporan Keuangan Pemerinah Daerah
Tabel 4panel A dan panel B juga menunjukkan hasil regresi untuk pengujian
hipotesis 3 yaitu pengaruh moderasi Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah
terhadap kemungkinan kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan
keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik. Pada panel A kinerja
penyelenggaran pemerintah daerah diproksikan dengan variabel dummy, yaitu 1 jika
pemda menyampaikan laporan kinerja dan 0 jika tidak menyampaikan. Pada panel B,
kinerja dihitung dengan menggunakan skor kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah
yang ditetapkan melalui Kepmendagri.
Baik pada panel A maupun panel B ditemukan pengaruh

positifKinerja

penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap kemungkinan daerah tersebut memiliki
akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik,

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

15

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

konsisten dengan Hipotesis 3. Hal ini mengindikasikan, semakin baik Kinerja
penyelenggaraan pemerintah daera maka semakin tinggi kemungkinan daerah tersebut
memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang
baik. Temuan ini konsisten dengan literatur sebelumnya yang menemukan bahwa
kinerja akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah (Lin,
2010: Mandell, 2007).
Tabel 4 juga menunjukkan hasil uji empiris variabel kontrol, status pemerintah
daerah

tidak

signifikan

dalam

menjelaskan

perbedaan

kemungkinan

tingginyaakuntabilitas pelaporan keuangan. Jadi bentuk pemerintahan, baik kabupaten
maupun kota, tidak berdampak pada kemungkinan tinggi rendahnya akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah daerah.

4.2.3. Peran Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Dalam Memoderasi
pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Kemungkinan Tingginya Akuntabilitas
Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Model penelitian kedua menunjukkan regresi dampak kinerja dalam memoderasi
pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan
keuangan.Hasil regresi pada Tabel 5 menunjukkan koefisien interaksi antara Kinerja
dan Desentralisasi Fiskal (dengan proksi Ketergantungan pada Pemerintah Pusat) yang
positif dan signifikan.Namun interaksi antara Kemandirian Daerah dan Kinerja tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan secara statistik.Temuan ini konsisten dengan
Hipotesis 5 namun Hipotesis 4 tidak didukung data. Jadi dapat diartikan bahwa Kinerja
penyelenggaraan

pemerintah

daerah

akan

memperlemah

pengaruh

negatif

Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas
pelaporan keuangan. Jika kinerja pemerintah daerah baik maka pengaruh negatif
Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap kemungkinan daerah tersebut memiliki
akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dapat dikurangi.Koefisien variabel kontrol
status daerah juga tidak berpengaruh signifikan.

5. Kesimpulan, Keterbatasan Dan Implikasi Hasil Penelitian
5.1

Kesimpulan
Penelitian ini menginvestigasi secara empiris pengaruh Desentralisasi Fiskal dan

Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap kemungkinan tingginya
Akuntabilitas Pelaporan Keuangan pemerintah daerah.Selain sebagai Variabel

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

16

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

independen, penelitian ini juga menguji secara empiris peran Kinerja sebagai Variable
Moderasi dalam konteks tersebut.
Sesuai hipotesa, secara umum ditemukan bahwa Desentralisasi Fiskal dalam
bentuk Tingkat Kemandirian Daerah dan Kinerja penyelenggaraan pemerintah
berpengaruh positif terhadap kemungkinan tingginya Akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah.Secara parsial, terkait peran moderasi Kinerja, ditemukan bahwa
Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah memperlemah pengaruh negatif tingkat
Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap kemungkinan tingginya Akuntabilitas
pelaporan keuangan dalam bentuk opini audit yang baik.

5.2

Keterbatasan Penelitian dan Saran Pengembangan Riset Sejenis dimasa Depan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan.Pertama, keterbatasan proksi yang

digunakan dalam mengukur Desentralisasi Fiskal, yaitu hanya menggunakan Tingkat
Kemandirian Daerah dan Ketergantungan pada Pemerintah Pusat.Dimasa depan, riset
sejenis dapat menggunakan proksi yang lebih komprehensif agar dapat menangkap
fenomena Desetralisasi Fiskal dengan lebih akurat. Kedua, hasil tes empiris
menunjukkan angka Pseudo Adjusted R Square yang rendah (7 % pada full sample dan
8,8 % pada subsample), yang berarti masih banyak variabel independen lain yang belum
tertangkap dalam model penelitian ini. Studi literatur yang lebih luas mencakup lintas
disiplin ilmu yang relevan, seperti sosiologi, ekonomi dan politik, perlu dilakukan untuk
memperkaya kekuatan model empiris.Ketiga, rendahnya Pseudo Adjusted R
Squaretersebut diatas dapat disebabkan oleh terbatasnya variabel kontrol yang
digunakan dalam penelitian ini. Dimasa depan, kajian literatur lintas disiplin ilmu untuk
mengidentifikasi variable kontrol lainnya diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
model menjelaskan fenomena Akuntabilitas pelaporan keuangan di sektor publik,
khususnya pemerintah daerah.

5.3

Kontribusi dan Implikasi Hasil Penelitian
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini memberikan bukti

empiris tentang determinan faktor yang berpengaruh terhadap kemungkinan tingginya
akuntabilitas pelaporan keuangan dalam konteks Public Governance, khususnya
pemerintahan daerah di Indonesia. Artinya, hasil penelitian ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang fenomena akuntabilitas dana publik di era otonomi
daerah yang relatif baru di Indonesia.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

17

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

Dengan pemahaman yang lebih baik tersebut, dapat dilakukan berbagai inisiatif,
inovasi dan upaya yang tepat dan efektifguna meningkatkan akuntabilitas pelaporan
dana publik khususnya, maupun bagi penerapan tata kelola sektor publik pada
umumnya. Secara spesifik, penelitian ini membuktikan bahwa kebijakan pengukuran
Kinerja serta Desentralisasi Fiskal dalam bentuk Tingkat Kemandirian Daerah dapat
digunakan untuk meningkatkan Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Daerah.Hal ini
penting, baik bagi regulator maupun bagi praktisi sektor publik untuk melakukan
evaluasi efektifitas kebijakan dan mengembangkannya secara berkesinambungan.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

18

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

DAFTAR REFERENSI
Adi, Priyo Hari. 2006, Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Proceddding Simposium Nasional
Akuntansi IX, Padang.
Bahl, Roy. 1999. Implementation Rules For Fiscal Decentralization
Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta:
Erlangga
BPK. 2012. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Tahun Anggaran 2011.Pusat Informasi dan Komunikasi Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia.
BPK. 2013. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Tahun Anggaran 2012.Pusat Informasi dan Komunikasi Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia.
Canterero, D. 2005. Decentralization and Health Care Expenditure: The Spanish Case.
Applied Economics Letters, 12.
Carnegie dan West. (2005). Making Accounting Accountable in the Public Sector.
Critical Perspective onAccounting (vol.16), pp.905-928
Crawford, Gordon. Hermawan, P.Yulius (2002), Whose Agenda? Partnership and
International Assistance to Democratization and Governance Reform in Indonesia.
Contemporaru Southeast Asia
Giannoni, M dan Hitiris, T. 2002. The Regional Impact of Health Care Expenditure:
The Case of Italy. Applied Economics Letters, 14.
Gideon, Jasmine. 2001. The Decentralization of Primary Health Care Delivery In Chile.
Public Administration and Development.
Gozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivarite dengan Variabel SPSS, cetakan
keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul (2001). Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, UPP AMP YKPN
Harun. (2009). Reformasi Akuntansi dan Manajemen Sektor Publik di Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat.
Kapucu, Naim (2009), New Public Management and Governance Perspectives in
Understanding Public Management, Public Administration Review,
Kementerian Dalam Negeri RI. (2013). Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan
KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota
Berdasarkan LPPD Tahun 2011 Tingkat Nasional.
Kementerian Dalam Negeri RI. (2014). Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan
KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota
Berdasarkan LPPD Tahun 2012 Tingkat Nasional.
Lin, Ming-lan., Lee, Yuan-Duen., Ho, Tsai-Neng. (2010). Applying integrated EA/AHP
to evaluate the economic performance of local governments in China. European
Journal of Operational Research, 209 (2011) 129–140.
Liu, Chih hung (2007). What Type of Fiscal Decentralization System has better
Performance. School of Public Policy
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Mandell, Lee M. 1997. Performance Measurements and Management Tools in North
Carolina Local Goverment.Public Administration Quarterly; Spring 1997; Vol. 21:
96.
Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Mills, A. 1994. Decentralization and Accountability in The Health Sector From an
International Perspective: What Are The Choices?. Public Administration and
Development, Vol. 14.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

19

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

Mimba, N.S.H, et al (2007) Public Sector Performance Measurement in Developing
Countries, Journal Of Accounting and Organizational Change Vol3.No.3p.192-198
Misra, Fauzan. (2008). Investigasi dan Analisis Empiris Praktek Akuntansi Keuangan
Pemerintah Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta da Jawa Tengah). Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada
Moisiu, Alexander (2013). Decentralizations and The Increased autonomy in Local
Governments, Procedia-Social and Behavioral Sciences, pp.459-463
Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang
tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah daerah kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan PertanggungjawabanKepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan Informasi LaporanPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
Masyarakat.
Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002
Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggung-jawaban, dan Pengawasan Keuangan
Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 Tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 Tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan antara
Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Rinaldi, Taufik, Marini Purnomo dan Dewi Damayanti (2007) Memerangi Korupsi di
Indonesia yang Terdesentralisasi : Studi Kasus Penangana Korupsi Pemerintahan
Daerah, Bank Dunia L Justice for the poor Project
Saputra, Bambang (2012), Dampak Desesntralisasi Fiskal Terhadap Korupsi di
Indonesia, Jurnal Borneo Administrator.
Sekaran, Uma. (2006) Research Methods For Business : A Skill-Building Approach.
John Wiley and Sons Inc, New York
Shende, Suresh dan Tony Bennett. (2004). Concept Paper 2: Transparency and
Accountability in Public Financial Administration. UN DESA. http://www.unpan.org
Siagian, Albiner. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Kesehatan (Suatu Kajian
Kesiapan Daerah Menghadapi Desentralisasi Pembangunan Kesehatan Menuju

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

20

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

Indonesia Sehat 2010). Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca
Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor.
Syahruddin. 2006. Desentralisasi Fiskal: Perlu Penyempurnaan Kebijakan dan
Implementasi Yang Konsisten.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

21

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

 

Appendix
Tabel 1. Perkembangan Opini LKPD tahun 2008-2012

Sumber. IHPS BPK RI Semester 2 Tahun 2013
Tabel 2. Statistik Deskriptif
Panel A

Full Sampel
Dummy Opini
Kemandirian Daerah
Ketergantungan pada
Pemerintah Pusat
Panel B

Jml
Observas
i
846
846

Std
Mea Media
Devias
n
n
Min
Max
i
3.059
3.000
1.000
5.000
0.810
0.068
0.048
0.002
0.714
0.064

846 0.904
Jml
Observas
i
776
776

0.925

0.273

0.998

0