KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UN (4)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
TUGAS PETROGRAFI
TEKSTUR BATUAN BEKU DAN DIAGENESISNYA

OLEH:
NAMA : ADI ERIANTO
NIM

: D61110286

MAKASSAR
2014

Beberapa tekstur batuan beku yang hanya bisa diamati dengan menggunakan
mikroskop (secara mikroskopis



Myrmekitic texture ( mirmekitik ), teksur dimana terjadi intergrowth kuarsa
dan plagioklas, yang ditunjukkan dengan kuarsa yang tumbuh seperti cacing
(wormlike) dalam plagioklas. Tekstur ini biasa ditemukan pada granit.

Ophitic texture (ofitik), teksur dimana butiran plagioklas dalam matrik
piroksen sangat kasar, dimana plagioklas ini dikelilingi piroksen secara total,
biasanya terdapat pada diabas dan gabbro.

Subophitic (subofitik), tektur yang sama dengan ofitik tetapi plagioklas tidak
dikelilingi oleh piroksen secara penuh




Poikilitic ( poikilitik ), tekstur dimana butiran yang kecil ditutup/dikelilingi
(enclosed) oleh satu mineral yang besar.



Coronas or reaction rims, tekstru dimana suatu kristal dikelilingi oleh kristal

lainnya akibat dari ketidakstabilan kristal dan bereaksi dengan kristal sekelilingnya
atau pelelehan



Intergranular, tekstur dimana terdapat mineral olivine, piroksesn atau oksida
besi.disekeliling butiran plagioklas. Intersertal, mirip dengan intergranular, tetapi
yang mengelilingi plagioklas adalah gelas.



Hyalopilitic, tekstur dimana massadasar terdiri dari mikrolit plagioklas dalam
gelas.

\

Trachytic (Trakitik), tekstur dimana butir plagioklas menunjukan orientas
karena suatu aliran, dan diantara butiran plagioklas terdapat gelas atau material
criptokristalin.


(Sumber : Textures of Igneous Rock, Prof S.A. Nelson)
(http://ceritageologi.wordpress.com/2013/01/13/tekstur-batuan-beku/)

ASAL MULA TEKSTUR PADA BATUAN BEKU
Karena batuan beku terbentuk dari magma, tekstur pada batuan beku dikontrol
oleh proses yang terjadi selama proses kristalisasi dari saat melt. Diagram fase
digunakan untuk menunjukan jenis-jenis mineral (fase) yang muncul selama proses
kristalisasi. Proses proses ini adalah proses kimia dan fisika.
Ketika material mendingin akan melewati tiga tahapan: 1. Tahap dimana
seluruh material dalam kondisi melt (melebur/ fase cair), 2. Tahap dimanan kristal
dan melt (larutan magma/fase cair tadi) hadir bersama, 3. Tahap dimana semua
material telah padat (solid). Pada diagram sistem albit-anortit terdapat dua separasi
fase yaitu fase dimana semuanya masih berupa liquid (melt) dan zona pada
diagramnya dinamakan liquidus, fase semua mineral telah terbentuk (plagioklas)
dinamakan fase solidus, dan zona antara campuran kristal dan melt.
Proses yang paling utama yang akanmembentuk struktur kristal dikenal
dengan nucleation (nukleasi) proses ini melibatkan perilaku ikatan atomtertentu yang
akan membentuk struktur dari kristal. Fase liquid lebih dianggap sebagai ketidak
beraturan dari suatu fase padat, dan nuclei (pembentuk dari nukleasi) dibentuk dan
dihancurkan secara konstan melalui pergerakan acak dari atom dalam liquid.

Kristalisasi dari melt, nukleasilah yang akan mengawali dari semua proses
pembentukan kristal, karena ketika suatu struktur dari hasil proses nukleasi ini
terbentuk maka energi yang dibutuhkan akan semakin kecil karena permukaan untuk
nukelasi baru telah terbentuk. Sejarah dan dinamki proses kristalisasi dari batuan
dapat diketahui lebih lanjut melalui analisis CSD (Crystal Size Distribution) (Marsh
1988). Dimana kristalisasi akan menggambarkan perpindahan energi dari energi
tinggi ke rendah.
Dimanapun struktur permukaan telah dibentuk dan akan ada energi yang
berinteraksi dengan permukaan tersebut dikenal dengan surface-free energy. Untuk
membentuk krsital, energi harus digunakan untuk membentuk batas permukaan baru.

Seperti biasa nuclei akan dibentuk lebih dahulu terus bernucleasi membentuk nuclei
yang lain dan nucleasi terus berlanjut hingga antar nuclei membentuk struktur
permukaanbaru yang lebih kuat. Nucleasi yang terjadidapat bersifat homogen, dimana
nuclei tumbuh spontan dalam melt, dan memerlukan energi yang besar sedangkan
nukleasi jenis lain dikenal dengan nukleasi heterogen dimana ada pengotor lain yang
mengisi struktur permukaan yang sudah ada sebelumnya dan memerlukan energi
yang lebih rendah karena tidak memerulukan energi untuk menciptakan permukaan
baru.
Nukleasi dikontrol oleh komposisi dari melt, struktur melt, temperatur melt,

dan cooling rate. Untuk komposisi dari melt contohnya olivin tidak akan terbentuk
dalam melt yang tidak mengandung Fe atau Mg).
Struktur dari melt berhubugan dengan kimia dari melt, hingga tempertur
maksimummelt akan terbentuk (masih dalam fase cair) jika struktur melt menyisakan
krstal, pertumbuhan kristal akan semakin mudah, terjadi karena nukleasi heterogen.
Masuknya gelas silika murni akan membentuk jaringan omplek dari tetraherdar SiO4.
Pertambahan berbagai ion ke dalam melt (sperti OH, Ca, Mg) akan merusak struktur
ini. Sama juga dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak struktur dari nuclei
dalam cairan. Berkurangnnya kemungkinan menahan tetap terjadinya nukelasi
heterogen, Lofgren (1983) berpendapat bahwa nuclei kristal yang melt pada
temperatur lebih rendah dapat terbentuk dalam melt dari mineral dengan temperatur
melting tinggi. Karenanya, dia menyarankan bahwa nukleasi heterogen dapat menjadi
faktor dominan pembentuk tekstur batuan beku. Rupanya, jumlah waktu dari melt
akan mempengaruhi berapa banyak nuclei yang dapat dirusak secara teoritis, jika
nuclei dirusak, nukleasi homogen akan menjadi sangat penting dalam perkembangan
tekstur. Pada kenyataannya, nuclei sisa dari melt yang disebutkan Lofgren (1983) dan
Marh (1998) atau jika tubuh magma mujlai mengkristal pada tepinya (melalui
nucleasi heterogen di dinding, bawah, atau atap), maka nukleasi heterogen menjadi
pengontrol proses keterbentukan tekstur. Suatu waktu beberapa kristal telah


terbentuk, nukleasi heterogen juga dapat hadir pada tepi kristal yang sudah lebih dulu
terbentuk, khususnya jika saturasi lokal dari rekasi kimia komponen tertentu terjadi
dekat dengan kristal.
Ketika suatu nuclei terbetntuk, pertumbuhan kristal dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor: 1. Komposisi melt, 2. Jenis dan densitas dari kehadiran nuclei, 3.
Temperatur dari melt ketika kristalisasi dimulai (dapat saja bukan temperatur
likuidus), 4. Cooling rate, 5. Difusi spesies kimia melalui melt, 6. Rekasi yang terjadi
antara muka kristal dan cairan melt, 7. Heat flow pada daerah tempat tumbuhnya
kristal. Ingat bahwa tekstur2 ini diamati berdasarkan ukuran, bentuk (morfologi),
orientasi dan hubungan batas dari kristal dan kristalinitas dari seluruh batuan. Yang
mana tiap faktor ini menentukan karakter masing-masing.
Kristalinitas ditentukan oleh komposisi dan faktor temperatur (1,3,4). Magma
kaya silika (ryolitik, granitik) cenderung akan lebih viskous (kental), dan lebih tebal
(seperti madu yang lebih tebal dari air), viskositas yang tinggi akan mengurangi
kemampuan atom untuk bermigrasi saat melt, atau berdifusi, ke dalam nucleous atau
menumbuhkan kristal. Magma silika rendah (basal, gabbro) memiliki viskositas lebih
rendah, memudahkan tingkat difusi yang lebih besar. Sama halnya dengan, tingkat
pendingingan yang tinggi juga tetap tidak memudahkan material bermigrasi
membentuk nuclei atau menumbuhkan muka kristal. Faktanya, melting dapat
mendingin sangat cepat membentuk material padat (gelas).

Viskositas tinggi dan pendinginan yang cepat berkombinasi memebentuk erupsi
magma silka tinggi untuk membentuk tekstur gelas (glassy texture) pada batuan
volkanik dan produknya dikenal dengan obsidian.
Kebanyakan obsidian, dibandingkan gelas pada umumnya terdiri dari
mikrolite, atau kristal kristal yang sangat kecil dalam matrik gelas. Sama dengan
tekstur hipokristalin hadir dalam batuan volkanik yang lain, sebagai tekstur porfiritik.

Kehadiran tekstur dalam ukuran butir yang bervariasi tidak lepas dari perhatian
terhadap faktor faktor yang mengontrol ukuran butirnya (Marsh 1998).
Hypokristalin dan tekstur porfiritik yang lain memiliki atribut sejarah
pendinginan dua tahap. Pertama akan membentuk fenokris, diikuti dengan
pendinginan yang membentuk groundmass tentu saja dengan suhu yang leibih rendah
dan penurunan temperatur yang lebih cepat.
Mengeneralisasi kurva densitas nukleasi ditunjkan oleh gambar 2.25
merupakan

faktor

yang


penting

dalam

pertumbuhan

kristal

konsep

undercooling(faktor 3). Mungkin saja melt mendingin dibawah temperatur liquidus.
Kristal mulai terbentuk, setelah masa inkubasi, karena kesetimbangan distabilkan
lagi. Perbedaan temperatur antara temperatur kristalisasi dan temperatur likuiuds
dinamakan undercooling (atau terkadang juga disebut supercooling) dan dintunjukan
dengan simbul ΔT (T liquidus-T crystal growth). Pada gambar 2.25a pendinginan
melt menuju ΔT1 akan secara relatif menurunkan densitas nukleasi (jumlah
nuclei/unit volume) (garis putus putus). Karena tingkat pertumbuhan dari bebrapa
krstal akan cepat dan menjadi besar. Dan hasilnya berupa tekstur pegmatitik.seperti
pada contoh kedua, anggap melt mendingin dari ΔT2, pada ΔT2 akan membentuk
tinggakat pertumbuhan yang besar sampai menengah (hipidiomorfik granular,

medium-fine grainde texture). Pada kondisi undercooled ΔT3 akan membentuk
densitas nuklei yang tinggi namun growth ratenya rendah. Hasil dari tekstur akan
bersifat afantitik atau fine grained.
Sebagaimana conto yang ditunjukan pada paragraf awal dair bagian ini,
mengenali ukuran dari kristal yang terbentuk bukan emrupakan fngsi dari tingkat
pendinginan sebagaimana sering dianggap demikian. Tapi tingkat nukleasi,
densitasnya, memegang kontrol paling dominan (Swanson 1977). Meskipun
pendinginan yanglambat pada kedalaman dapat menghasilkan kristal yang besar,
kombinasi dari densitas nukleasi yang rendah (misalnya