ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU
KEKERASAN
2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen
(2005), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara
fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas
sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang
sangat kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan
atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini
disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu
serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).
2.2 Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Townsend (2005) adalah:
Page 1
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif:
sistem
limbik,
lobus
frontal
dan
hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokomia
Berbagai
dopamine,
neurotransmitter
asetikolin,
dan
(epinephrine,
serotonin)
sangat
norepinefrine,
berperan
dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
Page 2
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologi
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan kekerasan merupakan pengungkapan secara
terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
Page 3
2.3 Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a.
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b.
Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
2.4 Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a.
Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b.
Verbal
Page 4
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c.
Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d.
Emosi
1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman
2) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
3) Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi
4) Menyalahkan dan menuntut
e.
Intelektual
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan dan sarkasme
f.
Spiritual
1) Merasa diri berkuasa dan benar
2) Mengkritik pendapat orang lain
3) Menyinggung perasaan orang lain
4) Tidak perduli dan kasar.
g.
Sosial
1) Menarik diri, pengasingan
2) Penolakan
3) Kekerasan
Page 5
4) Ejekan dan sindiran.
h.
Perhatian
1) Bolos
2) Mencuri
3) Melarikan diri
4) Penyimpangan seksual.
2.5 Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan
Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor
yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit,
hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari
lingkungan seperti ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu,
penggusuran,
bencana
dan
sebagainya.
Hal
tersebut
akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption
and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap
kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya kemacetan adalah
waktu untuk beristirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana
bising adalah melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
misalnya: olah raga, menyapu atau baca puisi saat ia marah dan sebagainya.
Maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness).
Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang
diekspresikan keluar (exspressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan
kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal
(guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis
(painfull symptom).
Page 6
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif
dan mal adaptif. (Gambar 1)
Respon mal adaptif
Respon adaptif
Asertif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Gambar 1. Rentang Respon Marah
Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu
menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
Page 7
b. Menekan
c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara
lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka
kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan
tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram
berikut:
Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)
Stress
Cemas
Marah
Diungkapkan secara tepat/asertif
Mengingkari marah/merasa kuat
Marah tidak terungkap
Masalah teratasi
Marah berkepanjangan
Marah pada diri sendiri
Marah pada orang lain
Depresi
Agresi
2.6 ASKEP PERILAKU KEKERASAN
Pengkajian
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat
tinggal klien
2. Keluhan utama
Page 8
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain.
3. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru
dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi / tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor tersebut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanakkanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima (permisive).
Page 9
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik,
lobus
frontal,
lobus
temporal
dan
ketidakseimbangan
neurotransmiter berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
6. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekeraaan.
7. Tanda dan gejala
Padapengkajian awal dapat diketahui
alasan utama klien dibawa
kerumah sakit adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawat
dapat melakukan pengkajian dengan cara obsevasi dan wawancara. Data
perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara
tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/ orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah perilaku kekerasan.
l. tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
Page 10
Analisa Data
Data
DS: Klien mengatakan benci
Masalah Keperawatan
perilaku kekerasan
atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang
orang
mengusiknya jika
yang
sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras, pandangan tajam
DS : Klien mengatakan benci
Risiko tinggi mencederai orang lain
atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang
orang
mengusiknya jika
yang
sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah
agak merah, nada suara tinggi
dan keras, pandangan tajam
DS: klien merasa tidak
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
berguna, merasa kosong
DO: kehilangan minat
melakukan aktivitas
Pohon masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan harga diri : harga diri rendah
Diagnosa Keperawatan
Page 11
1. Resiko mencederai orang lain berhubunagan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:
A. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga dapat merawat pasien dirumah.
Tindakan keperawatan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/
orang lain.
4. Latih kelurga merawat pasien dengan perilku kekerasan.
a. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
b. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
c. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilku kekerasan
d. Evaluasi pengetahan keluarga tentang marah.
5. Buat perawatan lanjutan
a. Buat perencanaan pulang bersama keluarga
Page 12
B. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
N
Diagnosis
O
Keperawatan
1 Resiko
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
Kriteria Hasil
TUM:
mencederai
Klien tidak
diri b.d
mencederai diri
perilaku
sendiri
1.1 Klien mau membalas salam
1.1.1 Beri salam atau panggil nama
kekerasan
TUK:
1.2 Klien mau menjabat tangan
1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
1. Klien dapat
1.3 Klien mau menyebutkan
1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
membina
nama
1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
hubungan saling
1.4 Klien mau tersenyum
1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
percaya
1.5 Klien mau kontak mata
1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering
1.6 Klien mau mengetahui nama
2. Klien dapat
mengidentifikas
i penyebab
perawat
2.1 Klien mengungkapkan
perasaannya
2.2 Klien dapat mengungkapkan
perilaku
perasaan jengkel ataupun
kekerasan
kesal
Page 13
2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel atau kesal
3. Klien dapat
3.1 Klien dapat mengungkapkan
mengidentifikas
perasaan saat marah atau
i tanda dan
jengkel
gejala perilaku
kekerasan
4. Klien dapat
3.2 Klien dapat menyimpulkan
tanda dan gejala jengkel atau
kesal yang dialaminya
4.1 Klien dapat mengungkapkan
mengidentifikas
perilaku kekerasan yang biasa
i perilaku
dilakukan
kekerasan yang
4.2 Klien dapatbermain peran
biasa dilakukan
sesuai perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
dirasakannya saat jengkel atau marah
3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
klien
3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau
kesal yang dialami klien
4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
kekeraan yang biasa dilakukan klien
4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien
lakukan masalahnya selesai
4.3 Klien dapat menngetahui cara
yang biasa dilakukan untuk
5. Klien dapat
menyelesaikan masalah
5.1 Klien dapat menjelaskan
mengidentifikas
akibat dari cara yang
i akibat perilaku
digunakan klien:
kekerasan
a. akibat pada klien sendiri,
b. akibat pada orang lain,
c. akibat pada lingkungan
Page 14
5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang
dilakukan klien
5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
dilakukan klien
5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara
baru yang sehat
6. Klien dapat
6.1 klien dapat menyebutkan
1.1.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
mendemonstrasi
contoh pencegahan perilaku
kan cara fisik
kekerasan secara fisik: tarik
untuk mencegah
napas dalam, pukul kasur, dan 1.1.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk
perilaku
bantal
kekerasan
6.2 klien dapat
mendemonstrasikan cara fisik
1.1.2 beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan
klien
mencegah perilaku kekerasan
6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
klien
untuk mencegah perilaku
6.2.2 Beri contoh klien cara menarik napas dalam
kekerasan
6.2.3 Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
6.3 Klien mempunyai jadwak
untuk melatih cara
pencegahan fisik yang telah
dipelajari sebelumnya
6.4 Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam
melakukan cara fisik sesuai
jadwal yang disusun
sebanyak 5 kali
6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik napas dalam
6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan
yang akan dilakukan sendiri oleh klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang
dipelajari
6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan
Page 15
perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah
7. Klien dapat
7.1 Klien dapat menyebutkan
7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasi
cara bicara yang baik dalam
kan cara social
mencegah perilaku kekerasan
d. Meminta dengan baik
untuk mencegah
a. Meminta dengan baik
e. Menolak dengan baik
perilaku
b. Menolak dengan baik
f. Mengungkapkan perasaan dengan baik
kekerasan
c. Mengungkapkan perasaan 7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
dengan baik
7.2 Klien dapat
mendemonstrasikan cara
verbal yang baik
7.3 Klien mumpunyai jadwal
7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
a. Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli
makanan”
b. Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat
melakukannya karena ada kegiatan lain.
c. Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal
untuk melatih cara bicara
karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai
yang baik
nada suara yang rendah.
7.4 Klien melakukan evaluasi
7.2.2. Minta klien mengulang sendiri
terhadap kemampuan cara
7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien
bicara yang sesuai dengan
7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi
jadwal yang telah disusun
cara bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya :
meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur
tidak pada waktunya; menceritakan kekesalan pada
Page 16
perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara
yang baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal
kegiatan ( self-evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “ Bagaimana perasaan Budi
setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan
8. Klien dapat
mendemonstrasi
kan cara
8.1 Klien dapat menyebutkan
kegiatan yang biasa dilakukan
8.2 Klien dapat
spiritual untuk
mendemonstrasikan cara
mencegah
ibadah yang dipilih
perilaku
kekerasan
8.3 Klien mempunyai jadwal
marah berkurang?”
8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan
8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
dilakukan di ruang rawat
8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
dilakukan
untuk melatih kegiatan ibadah 8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
8.4 Klien melakukan evaluasi
dipilih
terhadap kemampuan
8.2.4. Beri pujian atas keberhasilan klien
melakukan kegiatan ibadah
8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan
Page 17
kegiatan ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Budi
setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan
9. Klien dapat
9.1 Klien dapat menyebutkan
marah berkurang
9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
mendemonstrasi
jenis, dosis, dan waktu minum
diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum
kan kepatuhan
obat serta manfaat dari obat
obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum
minum obat
itu (prinsip 5 benar: benar
obat.
untuk mencegah
orang, obat, dosis, waktu dan
perilaku
cara pemberian)
kekerasan
9.2 Klien mendemonstrasikan
kepatuhan minum obat sesuai
jadwal yang ditetapkan
9.3 Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam
mematuhi minum obat
Page 18
9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
secara teratur :
a.Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
minum obat
b. Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
c.Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
teratur, misalnya, penyakit kambuh
9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat :
a.Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah
sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
b. Klien memeriksa obat susuai dosis
c.Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaiman perasaan Budi
setelah minum obat secara teratur? Apakah keinginan
untuk marah berkurang?”
Page 19
10. Klien dapat
10.1 Klien mengikuti TAK :
mengikuti TAK :
stimulasi persepsi pencegahan
stimulasi persepsi
perilaku kekerasan
pencegahan
10.2 Klien mempunyai jadwal
10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi
persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
perilaku
TAK : stimulasi persepsi
10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK
kekerasan
pencegahan perilaku
10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan
kekerasan
10.3 Klien melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan TAK
TAK da beri pujian atas keberhasilannya
10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah mengikuti TAK?”
11. Klien
11.1 Keluarga dapat
11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
mendapatkan
mendemonstrasikan cara
sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap
dukungan
merawat klien
klien selama ini
keluarga dalam
11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam
melakukan cara
merawat klien
pencegahan
11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien :
Page 20
perilaku
a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah
kekerasan
secara konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal penyebab marah dan
pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat
klien
11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga mempraktikannya pada klien
selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah
pulang ke rumah.
Page 21
DAFTAR PUSTAKA
Anna, budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(basic
course).jakarta: EGC
Anna, budi.2009. ModelPraktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta : EGC
Purba, J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press.
Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Townsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri,
Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Keliat, Budi Anna, d kk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Townsend, MC. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman
untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Ana. 2001. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press,
Surabaya.
Purba J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press
Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing.
Fifth edition. St. Louis: Mosby Year Book.
Page 22
KEKERASAN
2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen
(2005), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara
fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas
sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang
sangat kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan
atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini
disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu
serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).
2.2 Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Townsend (2005) adalah:
Page 1
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif:
sistem
limbik,
lobus
frontal
dan
hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokomia
Berbagai
dopamine,
neurotransmitter
asetikolin,
dan
(epinephrine,
serotonin)
sangat
norepinefrine,
berperan
dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
Page 2
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologi
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan kekerasan merupakan pengungkapan secara
terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
Page 3
2.3 Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a.
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b.
Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
2.4 Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a.
Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b.
Verbal
Page 4
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c.
Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d.
Emosi
1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman
2) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
3) Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi
4) Menyalahkan dan menuntut
e.
Intelektual
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan dan sarkasme
f.
Spiritual
1) Merasa diri berkuasa dan benar
2) Mengkritik pendapat orang lain
3) Menyinggung perasaan orang lain
4) Tidak perduli dan kasar.
g.
Sosial
1) Menarik diri, pengasingan
2) Penolakan
3) Kekerasan
Page 5
4) Ejekan dan sindiran.
h.
Perhatian
1) Bolos
2) Mencuri
3) Melarikan diri
4) Penyimpangan seksual.
2.5 Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan
Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor
yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit,
hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari
lingkungan seperti ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu,
penggusuran,
bencana
dan
sebagainya.
Hal
tersebut
akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption
and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap
kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya kemacetan adalah
waktu untuk beristirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana
bising adalah melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
misalnya: olah raga, menyapu atau baca puisi saat ia marah dan sebagainya.
Maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness).
Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang
diekspresikan keluar (exspressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan
kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal
(guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis
(painfull symptom).
Page 6
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif
dan mal adaptif. (Gambar 1)
Respon mal adaptif
Respon adaptif
Asertif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Gambar 1. Rentang Respon Marah
Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu
menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
Page 7
b. Menekan
c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara
lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka
kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan
tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram
berikut:
Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)
Stress
Cemas
Marah
Diungkapkan secara tepat/asertif
Mengingkari marah/merasa kuat
Marah tidak terungkap
Masalah teratasi
Marah berkepanjangan
Marah pada diri sendiri
Marah pada orang lain
Depresi
Agresi
2.6 ASKEP PERILAKU KEKERASAN
Pengkajian
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat
tinggal klien
2. Keluhan utama
Page 8
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain.
3. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru
dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi / tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor tersebut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanakkanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima (permisive).
Page 9
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik,
lobus
frontal,
lobus
temporal
dan
ketidakseimbangan
neurotransmiter berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
6. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekeraaan.
7. Tanda dan gejala
Padapengkajian awal dapat diketahui
alasan utama klien dibawa
kerumah sakit adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawat
dapat melakukan pengkajian dengan cara obsevasi dan wawancara. Data
perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara
tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/ orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah perilaku kekerasan.
l. tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
Page 10
Analisa Data
Data
DS: Klien mengatakan benci
Masalah Keperawatan
perilaku kekerasan
atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang
orang
mengusiknya jika
yang
sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras, pandangan tajam
DS : Klien mengatakan benci
Risiko tinggi mencederai orang lain
atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang
orang
mengusiknya jika
yang
sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah
agak merah, nada suara tinggi
dan keras, pandangan tajam
DS: klien merasa tidak
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
berguna, merasa kosong
DO: kehilangan minat
melakukan aktivitas
Pohon masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan harga diri : harga diri rendah
Diagnosa Keperawatan
Page 11
1. Resiko mencederai orang lain berhubunagan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:
A. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga dapat merawat pasien dirumah.
Tindakan keperawatan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/
orang lain.
4. Latih kelurga merawat pasien dengan perilku kekerasan.
a. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
b. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
c. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilku kekerasan
d. Evaluasi pengetahan keluarga tentang marah.
5. Buat perawatan lanjutan
a. Buat perencanaan pulang bersama keluarga
Page 12
B. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
N
Diagnosis
O
Keperawatan
1 Resiko
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
Kriteria Hasil
TUM:
mencederai
Klien tidak
diri b.d
mencederai diri
perilaku
sendiri
1.1 Klien mau membalas salam
1.1.1 Beri salam atau panggil nama
kekerasan
TUK:
1.2 Klien mau menjabat tangan
1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
1. Klien dapat
1.3 Klien mau menyebutkan
1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
membina
nama
1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
hubungan saling
1.4 Klien mau tersenyum
1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
percaya
1.5 Klien mau kontak mata
1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering
1.6 Klien mau mengetahui nama
2. Klien dapat
mengidentifikas
i penyebab
perawat
2.1 Klien mengungkapkan
perasaannya
2.2 Klien dapat mengungkapkan
perilaku
perasaan jengkel ataupun
kekerasan
kesal
Page 13
2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel atau kesal
3. Klien dapat
3.1 Klien dapat mengungkapkan
mengidentifikas
perasaan saat marah atau
i tanda dan
jengkel
gejala perilaku
kekerasan
4. Klien dapat
3.2 Klien dapat menyimpulkan
tanda dan gejala jengkel atau
kesal yang dialaminya
4.1 Klien dapat mengungkapkan
mengidentifikas
perilaku kekerasan yang biasa
i perilaku
dilakukan
kekerasan yang
4.2 Klien dapatbermain peran
biasa dilakukan
sesuai perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
dirasakannya saat jengkel atau marah
3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
klien
3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau
kesal yang dialami klien
4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
kekeraan yang biasa dilakukan klien
4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien
lakukan masalahnya selesai
4.3 Klien dapat menngetahui cara
yang biasa dilakukan untuk
5. Klien dapat
menyelesaikan masalah
5.1 Klien dapat menjelaskan
mengidentifikas
akibat dari cara yang
i akibat perilaku
digunakan klien:
kekerasan
a. akibat pada klien sendiri,
b. akibat pada orang lain,
c. akibat pada lingkungan
Page 14
5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang
dilakukan klien
5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
dilakukan klien
5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara
baru yang sehat
6. Klien dapat
6.1 klien dapat menyebutkan
1.1.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
mendemonstrasi
contoh pencegahan perilaku
kan cara fisik
kekerasan secara fisik: tarik
untuk mencegah
napas dalam, pukul kasur, dan 1.1.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk
perilaku
bantal
kekerasan
6.2 klien dapat
mendemonstrasikan cara fisik
1.1.2 beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan
klien
mencegah perilaku kekerasan
6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
klien
untuk mencegah perilaku
6.2.2 Beri contoh klien cara menarik napas dalam
kekerasan
6.2.3 Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
6.3 Klien mempunyai jadwak
untuk melatih cara
pencegahan fisik yang telah
dipelajari sebelumnya
6.4 Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam
melakukan cara fisik sesuai
jadwal yang disusun
sebanyak 5 kali
6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik napas dalam
6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan
yang akan dilakukan sendiri oleh klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang
dipelajari
6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan
Page 15
perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah
7. Klien dapat
7.1 Klien dapat menyebutkan
7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasi
cara bicara yang baik dalam
kan cara social
mencegah perilaku kekerasan
d. Meminta dengan baik
untuk mencegah
a. Meminta dengan baik
e. Menolak dengan baik
perilaku
b. Menolak dengan baik
f. Mengungkapkan perasaan dengan baik
kekerasan
c. Mengungkapkan perasaan 7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
dengan baik
7.2 Klien dapat
mendemonstrasikan cara
verbal yang baik
7.3 Klien mumpunyai jadwal
7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
a. Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli
makanan”
b. Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat
melakukannya karena ada kegiatan lain.
c. Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal
untuk melatih cara bicara
karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai
yang baik
nada suara yang rendah.
7.4 Klien melakukan evaluasi
7.2.2. Minta klien mengulang sendiri
terhadap kemampuan cara
7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien
bicara yang sesuai dengan
7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi
jadwal yang telah disusun
cara bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya :
meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur
tidak pada waktunya; menceritakan kekesalan pada
Page 16
perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara
yang baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal
kegiatan ( self-evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “ Bagaimana perasaan Budi
setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan
8. Klien dapat
mendemonstrasi
kan cara
8.1 Klien dapat menyebutkan
kegiatan yang biasa dilakukan
8.2 Klien dapat
spiritual untuk
mendemonstrasikan cara
mencegah
ibadah yang dipilih
perilaku
kekerasan
8.3 Klien mempunyai jadwal
marah berkurang?”
8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan
8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
dilakukan di ruang rawat
8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
dilakukan
untuk melatih kegiatan ibadah 8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
8.4 Klien melakukan evaluasi
dipilih
terhadap kemampuan
8.2.4. Beri pujian atas keberhasilan klien
melakukan kegiatan ibadah
8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan
Page 17
kegiatan ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Budi
setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan
9. Klien dapat
9.1 Klien dapat menyebutkan
marah berkurang
9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
mendemonstrasi
jenis, dosis, dan waktu minum
diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum
kan kepatuhan
obat serta manfaat dari obat
obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum
minum obat
itu (prinsip 5 benar: benar
obat.
untuk mencegah
orang, obat, dosis, waktu dan
perilaku
cara pemberian)
kekerasan
9.2 Klien mendemonstrasikan
kepatuhan minum obat sesuai
jadwal yang ditetapkan
9.3 Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam
mematuhi minum obat
Page 18
9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
secara teratur :
a.Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
minum obat
b. Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
c.Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
teratur, misalnya, penyakit kambuh
9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat :
a.Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah
sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
b. Klien memeriksa obat susuai dosis
c.Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaiman perasaan Budi
setelah minum obat secara teratur? Apakah keinginan
untuk marah berkurang?”
Page 19
10. Klien dapat
10.1 Klien mengikuti TAK :
mengikuti TAK :
stimulasi persepsi pencegahan
stimulasi persepsi
perilaku kekerasan
pencegahan
10.2 Klien mempunyai jadwal
10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi
persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
perilaku
TAK : stimulasi persepsi
10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK
kekerasan
pencegahan perilaku
10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan
kekerasan
10.3 Klien melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan TAK
TAK da beri pujian atas keberhasilannya
10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah mengikuti TAK?”
11. Klien
11.1 Keluarga dapat
11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
mendapatkan
mendemonstrasikan cara
sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap
dukungan
merawat klien
klien selama ini
keluarga dalam
11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam
melakukan cara
merawat klien
pencegahan
11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien :
Page 20
perilaku
a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah
kekerasan
secara konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal penyebab marah dan
pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat
klien
11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga mempraktikannya pada klien
selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah
pulang ke rumah.
Page 21
DAFTAR PUSTAKA
Anna, budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(basic
course).jakarta: EGC
Anna, budi.2009. ModelPraktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta : EGC
Purba, J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press.
Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Townsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri,
Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Keliat, Budi Anna, d kk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Townsend, MC. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman
untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Ana. 2001. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press,
Surabaya.
Purba J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press
Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing.
Fifth edition. St. Louis: Mosby Year Book.
Page 22