HIPERREALITAS PORNOGRAFI BAGI MAHASISWA KOS DI KELURAHAN JEBRES, SURAKARTA | Anindhita | SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant 11385 23848 1 SM
HIPERREALITAS PORNOGRAFI BAGI MAHASISWA KOS DI KELURAHAN
JEBRES, SURAKARTA
Priangga Anindhita
K8413061
Jurusan Sosiologi Antropologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui latar belakang mahasiswa
“penikmat pornografi” dalam menikmati pornografi, (2) untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari hiperrealitas pornografi, (3) untuk mengetahui hiperrealitas memandang
mahasiswa yang menikmati pornografi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif diskriptif. Sumber data dari penelitian
ini yaitu (1) informan, yaitu mahasiswa kos di daerah Jebres. (2) dokumen, yaitu berupa foto
bukti mengenai alamat web, isi laptop, dan barang yang menunjang. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, (1) wawancara mendalam, (2) observasi.
Untuk menguji data dalam penilitian ini valid menggunakan triangulasi dengan metode.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif yang
memiliki tiga tahapan yaitu reduksi data, sajian data, dan kesimpulan data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang mahasiswa dalam mengenal
dan menikmati pornografi terdiri dari tiga tahap yaitu, tahap pertama adalah pengenalan dari
teman, tahap kedua berupa pengembangan rasa ingin tahu, dan tahap ketiga adalah mulai
mencari informasi untuk mendapatkan pornografi dengan mudah. Kemudian dari latar
belakang muncul dampak bagi penikmat pornografi yaitu, mengalami kecanduan pada
pornografi, penyimpanan file pornografi yang berlebihan, melakukan mastrubasi, sampai
melakukan hubungan seks bebas. Dilihat dari hiperrealitas, pornografi menjadi bentuk
hiperrealitas yang ada didalamnya berupa pemeran yang menarik, adegan yang tidak realita,
dan durasi yang bervariasi. Selain itu para penikmat pornografi sendiri sudah masuk kedalam
ruang semu yang didalamnya terdapat sebuah kenikmatan dan fantasi secara virtual.
Dianggap oleh penikmatnya sebagai bentuk kenikmatan yang nyata padahal hanya berupa
simulasi.
Kata kunci
: hiperrealitas, pornografi, mahasiswa
Abstract
This research aims are: (1) to know the background of students ie pornography
consumer in enjoying pornography, (2) to know the impact of hyper-reality pornography, (3)
to know hyper-reality views students who enjoying pornography.
This research used descriptive qualitative method. The data sources of this research
are: (1) informant, i.e boarding student at Jebres area, (2) document, i.e photos about web
address, contain of laptop, and goods which support. Technique of collecting data used is (1)
deep interview, (2) observation. To know the validity of data, this research used triangulation
with method. Technique of analysis data used is interactive analysis that have three stages
there were data reduction, data presentation, and conclusion.
The result showed that student’s background in knowing and enjoying pornography
consists of three stages; first, introduced by friends; second, developed by curious; last, start
looking for information to get pornography easily. Then from the background appear impact
of pornography consumer who being pornography addicted, excessive pornographic file
storage, doing masturbation, till doing free sex. Pornography is hyper-reality form that
consists of interesting player, unrealistic scenes, and varying duration. Besides, pornography
consumer was entered into pseudo space in which there is a pleasure fantasy virtually.
Considered by the consumer as a form of real pleasure when only a form of simulation.
Keywords
: hyper-reality, pornography
permasalahan
gemar
1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam kemajuan informasi
dan
meresahkan
teknologi,
internet
dalam
pengaksesan
remaja yang memiliki penasaran terhadap
hal
Kemudahan
mengakses dan menikmatinya.
melakukan
internet.
Kebebasan akses internet menimbulkan
mengalami kemajuan yang cukup pesat.
dalam
bagi
masyarakat. Khususnya bagi remaja yang
1. Pendahuluan
komunikasi
yang
pornografi
pengaksesan internet dan juga mampu
dapat
dengan
mudah
Pemerintah telah memfilter link
memberikan informasi penting bagi para
internet
penggunanya, menjadikan internet sesuatu
pornografi, tetapi media sosial masih
kemajuan yang cukup membantu. Disisi
menyediakan konten yang berbau seksual
kemudahan dalam mengakes internet,
tersebut tanpa adanya batasan umur. Di
tentunya terdapat penyalahgunaan internet
internet sendiri dalam web atau link sendiri
dalam hal negatif. Seperti penipuan,
penyebarannya sudah dibatasi pemerintah
perjudian, perdagangan ilegal, pembobolan
dengan menggunakan
atau hack, pornografi, dan lain sebagainya.
Tetapi
Pornografi
memudahkan konten tersebut tersebar,
sebagai
penyalahgunaan
salah
internet
satu
menjadi
yang
hadirnya
menyediakan
konten
“internet positif”.
media
sosial
lebih
hanya dengan syarat memiliki akun media
para
penyelenggara
sosial saja.
jelasnya.(Kominfo.go.id 2013/4/12)
Mengenai “internet positif”, pada
Meskipun
ISP”,
pemerintah
sudah
diakses
berusaha dalam melakukan pemblokiran
tanggal 6 Juni 2017. Terdapat pernyataan
situs pornografi, tetap saja masih banyak
bahwa, Kepala Pusat Informasi dan Humas
situs pornografi yang masih bisa dibuka
Kementerian Komunikasi dan Informatika
denga bebas. Seperti data yang diperoleh
(Kominfo)
Broto
dari surat kabar online (harianterbit.com)
Kominfo
pada 24 Agustus 2014. Menurut Asosiasi
hingga saat ini terus melakukan kegiatan
Jasa Pengguna Internet Indonesia (APJII),
pemblokiran terhadap situs dan konten
pengguna internet di Indonesia didominasi
negatif
kaum muda berusia 12-34 tahun yang
website
Kominfo.go.id
Gatot
menegaskan,
S.
yang
Dewa
Kementerian
yang
dianggap
melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan
mencakup
64,2
persen
dari
jumlah
yang berlaku, seperti UU No. 36 Tahun
pengguna. Situs yang paling populer
1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 11
diakses yakni konten pornografi. Mereka
Tahun 2008 tentang ITE dan sejumlah UU
bebas mengakses situs mesum karena
lainnya.
tanpa pengawasan orangtua. Wakil ketua
APJJI, Sammy memaparkan, kebanyakan
Hal
menjadi
ini,
sebagaimana
komitmen
Menteri
sudah
Kominfo
Tifatul Sembiring pada Kabinet Indonesia
Bersatu, sejak pertama kali dicanangkan
pada tanggal 10 Agustus 2010 untuk mulai
melakukan pemblokiran konten negatif
secara
lebih
komprehensif
dan
berkelanjutan, kata Gatot, dalam siaran
pers tentang Kontinuitas Pemblokiran
Konten
Negatif.
pemblokiran
Kementerian
Untuk
konten
melakukan
negatif
Kominfo
ini,
masih
menggunakan software TRUST+Positif
yang sejauh ini cukup efektif manfaatnya.
“Pemblokiran ini wajib dilakukan oleh
orangtua di Indonesia memperkirakan
anaknya menghabiskan kurang lebih 20
jam
per
bulan
untuk
menggunakan
internet. “Namun, kenyataan sebenarnya
adalah
anak-anak
dan
remaja
menghabiskan waktu lebih dai 20 jam
sebulan
untuk
surfing
website
pada
jaringan internet,” kata Sammy. Sammy
menegaskan, sekitar 41 persen remaja
Indonesia mengakui orangtua mereka tidak
mengetahui situs-situs yang diakses pada
saat online. “Artinya, topik-topik yang
mengandunga pornografi masih menjadi
favorit pengguna internet. Bahkan, data
Kominfo menyebutkan, 97 persen siswa
SMP/SMU mengakses situs porno,”
bahwa
Penanganan dan pencegahan serta
pornografi tersebar melalui situs internet
larangan pornografi sudah diatur oleh
masih memiliki jalur-jalur penyebaran
pemerintah dalam Undang-Undang RI
yang lain. Dulu sebelum ada internet
Nomor 44 Tahun 2008 tentang peran
pornografi hanya disiarkan oleh media
pemerintah dalam pencegahan pornografi.
atau
Kenyataan
membeli
menikmatinya.
internet
yang
untuk
dapat
Menunjukan bahwa di Indonesia sendiri
dengan
adanya
adalah negara hukum yang menjunjung
berkembanya
media
tinggi moral bangsa serta berlandaskan
VCD
Tetapi
maka
ada
komunikasi berupa media sosial yang ada
Pancasila
menjadikan pornografi lebih mudah untuk
KeTuhanan
tersebar dan diterima oleh masyarakat.
adanya aturan negara yang bersifat tegas,
Seperti yang dikutip di Kompasiana edisi
adapula aturan dari agam, yang benar-
30 November 2015 dengan judul Media
benar
Sosial sebagai Media Pornografi Bagi
berasaskan
Remaja:
berusaha mencegah bahkan menghalangi
Terbukti
dengan
adanya
yang
didalamnya
Yang Maha
melarang
Esa.
Selain
pornografi.
pada
perluasan
terdapat
moral,
Dengan
pemerintah
pornografi
tersebut.
penuturan dari Menteri Komunikasi
Kenyataannya undang-undang itu dibuat
dan Informatika Rudiantara yang
pembuatan, penyebaran, dan penggunaan
mengatakan bahwa pihaknya telah
pornografi di Indonesia sudah terlalu
memblokir lebih dari 800.000 situs
meluas.
terus
Masih banyaknya remaja yang
bermunculan situs porno lainnya.
mengakses pornografi sedangkan sudah
Contoh lainnya di instagram terdapat
ada aturan pemerintah yang melarangnya,
situs-situs khusus untuk remaja diatas
menjadi
usia
yang
peneliti mengenai pornografi itu sendiri
Meskipun
dilihat dari teori hiperrealitas pornografi.
isinya terkadang hanya tulisan atau
Selain itu tempat penelitiannya akan
foto foto wanita seksi dan tujuannya
diambil di Kelurahan Jebres, dimana
hanya sebagai hiburan tetap saja bagi
terdapat mahasiswa-mahasiswa yang kos
remaja hal
dan
disana. Mahasiswa sendiri merupakan
mungkin saja itu akan di contoh oleh
orang-orang yang notabenenya memiliki
mereka. Dan hal itu dapat merusak
pendidikan
akhlak dan moral remaja.
penelitian ini berupa keresahan peneliti
porno,
meski
17
menawarkan
masih
tahun
saja
keatas
hiburan.
itu tidak
baik
selaku
sebuah
kajian
tinggi.
calon
penting
Selain
pendidik
itu
bagi
juga,
mengenai
banyaknya
remaja
mengakses
Penelitian ini dibatasi oleh tempat,
pornografi, terlihat dari data yang telah
informan dan permasalahan serta teori
dipaparkan. Hal-hal tersebut membuat
yang digunakan dalam penelitian. Tempat
peneliti
dalam
tertarik
yang
untuk
melakukan
penelitian
ini
adalah
daerah
penelitian tentang penikmat pornografi
Kelurahan Jebres tepatnya di kos dengan
dalam ruang semu. Peneliti memilih
informan mahasiswa kos yang ada di
mahasiswa dikarenakan mahasiswa telah
Jebres. Kemudian permasalahan penelitian
mengalami
ini mengenai pornografi yang dikaji
fase
memungkinkan
terkait
remja,
sehingga
pengalaman-pengalaman
permasalahan
penelitian
dengan teori hiperrealitas.
lebih
mengetahui.
2. Landasan Teori
1.2 Tujuan Penelitian
2.1 Pornografi
1. Untuk mengetahui latar belakang
mahasiswa
“penikmat
pornografi”
mengetahui
ditimbulkan
dari
dampak
yang
hiperrealitas
pornografi.
3. Untuk
memandang
pornografi, yaitu “Pornografi berasal dari
dan
graphien
hiperrealitas
mahasiswa
yang
menikmati pornografi.
yang
berarti
menulis.
Pornografi secara harfiah adalah penulisan
pelacur
mengetahui
mendefinisikan
bahsa Yunani porne, yang berarti pelacur
dalam menikmati pornografi.
2. Untuk
Malamuth
atau
penggambaran
prostitusi”(1999:77). Sehingga pornografi
merupakan sebuah penggambaran pelacur
yang dapat dinikmati atau dilihat oleh
orang lain. Penggambaran ini tidak hanya
1.3 Rumusan Masalah
berbentuk gambar saja melainkan dapat
1. Bagaimana latar belakang mahasiswa
berupa video yang menampilkan tindakan
“penikmat
pornografi”
dalam
menikmati pornografi?
Menurut Undang-undang Nomor
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan
dari hiperrealitas pornografi?
3. Bagaimana hiperrealitas memandang
mahasiswa
dalam
pornografi?
seksual.
menikmati
44 Tahun 2008 Pasal 1 tentang pornografi,
pornografi adalah materi seksual yang
dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar bergerak, animasi, kartun, syair,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk
1.4 Batasan Penelitian
pesan melalui komunikasi lain melalui
berbagai
bentuk
media
komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang
wanita melakukan seks dengan banyak
dapat
lelaki.
membangkitkan
hasrat
seksual
dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan
2.2 Hiperrealitas Pornografi
masyarakat.
Pornografi itu sendiri menciptakan
Dalam penelitian yang dilakukan
sebuah ruang semu, dimana penikmatnya
oleh Agus Priyanto dengan judul “Pesan
dapat menikmati ketidak nyataan atau
Adegan Pornografi dan Pornoaksi dalam
simulasi yang tersedia dalam adegan
Film
pornografi.
Horor
Indonesia”,
Tingkatan
Pilliang
(2011:161)
pornografi dibagi menjadi tiga jenis:
berpendapat
1. Softcore
simulasi, manusia dijebak kedalam suatu
bahwa
melalui
model
Digambarkan dengan materi-materi
ruang, yang disadarinya sebagai nyata,
mengenai ketelanjangan, adegan-adegan
meskipun sesungguhnya semu atau tidak
yang mengesankan terjadinya hubungan
realistis.
seksual. Jadi dalam softcore adegan yang
menciptakan
ditampilkan masih berupa ketelanjangan
kenyamanan tersendiri bagi penikmatnya
dan kesan seksual tanpa adanya hubungan
yang
seksual yang dipertontonkan.
merasakan
2. Hardcore
ditayangkan dalam pornografi tersebut.
Digambarkan dengan seks secara
Jadi
pornografi
sebuah
seakan-akan
suasana
dan
penikmatnya
ikut
seksual
yang
sensasi
Pilliang
sendiri
(2011:161)
juga
eksplisit seperti penampilan close up alat
menambahkan bahwa ruang realitas semu
genital
yang
ini
yang
representasi-dekonstruksi dari representasi
ditampilkan dalam hardcore biasanya
itu sendiri. Ruang semu yang diciptakan
berisikan
dimana
merupakan perbandingan antara dua hal
ketelanjangan yang ada juga menampilkan
yang berlawanan mengenai sesuatu yang
kelamin serta hubungan seksual yang jelas
dilihat dan dianggap kebenarannya. Dalam
diadegankan.
ruang semu ini pornografi menjadi sesuatu
3. Obscenity
yang dapat dilihat dan dinikmati oleh
dan
diperlihatkan.
aktivitas
seksual
Adegan-adegan
tindakan
Digambarkan
seksual,
dengan
merupakan
ruang
antitesis
dari
materi
penikmatnya. Meskipun tidak diketahui
seksualitas yang menentang secara ofensif
pasti cara menikmati pornografi tersebut
batas-batas kesusilaan masyarakat, yang
merupakan suatu
menjijikan dan diluar batas wajar. Adegan
merupakan dekonstruksi dari representasi
ini lebih kepada ketidak wajaran dalam
penikmat porno itu sendiri.
adegan seksual, misalnya dimana seorang
yang alamiah
atau
Sejatinya
sendiri
lebih nyata dari kenyataan itu sendiri:
karena
realitas semu. Akantetapi kenyataan
menyamarkan antara yang nyata dengan
semu inilah yang menciptakan sebuah
yang imajiner. Segala adegan dalam
pesona-pesona
pornografi pada awalnya sama sekali tidak
seksual yang lebih nyaman dan terasa
memiliki kebenaran. Pornografi itu sendiri
lebih realitas dari realitas itu sendiri.
telah berubah menjadi sebuah realitas
Sebuah ruang semua
semu dimana lebih memiliki awal daripada
akhirnya
sex itu sendiri. Seperti yang dikatakan
hipperealitasnya sendiri.
memainkan
Baudrillard
pornografi
simulasinya
dalam
Simulacra
and
berkaitan
konten
yang pada
menjadi
Baudrilard
sebuah
(dalam
Ritzer
Simulation, Today abstraction is no longer
2003:163) memandang pornografi “lebih
that of the map, the double, the mirror, or
seksual daripada seks”...hiperseksual. Jadi
the concept. Simulation is no longer that of
Baudrillard sendiri berpendapat bahwa
a territory, a referential being, or a
porno
substance. It is the generation by models
hiperrealitas yang benar-benar disahkan
of a real without origin or reality: a
oleh
hyperreal.(1981:1)
Ketidak realistisan pornografi akhirnya
Porno
dirinya
yang
sebagai
telah
menjadikan
hiperrealitas,
merupakan
masyarakat
suatu
secara
bentuk
tidak
sadar.
menjadin sebuah realistis tersendiri bagi
pada
para penikmatnya. Karena, pornografi
akhirnya dapat bertahan dan bersembunyi
memiliki daya tarik pada adegannya
dalam sebuah imajinasi. Dalam sebuah
sehingga membuat porno itu sendiri lebih
ruang semu, pornografi mengendalikan
seksual daripada seks itu sendiri.
antara yang nyata dan yang tidak nyata
menjadi suatu ketidak pastian. Menurut
Budrillard (1981:2) A hyperreal henceforth
sheltered from the imaginary, and from
any distinction between the real and the
3. Metode
3.1 Lokasi Penelitian
imaginary, leaving room only for the
Penelitian ini dilakukan di daerah
orbital recurrence of models and for the
Kelurahan Jebres yang dimana lokasi
simulated generation of differences.
tersebut dejat dengan Universitas sehingga
Porno, kata Baudrillard (dalam
Pilliang 2011:170);
ia menambahkan satu dimensi lain
pada ruang seks –porno membuatnya
terdapat banyak kos disana. Kos menjadi
tempat penelitian karena disana jauh dari
pengawasan
orang
tua.
Sehingga
memungkinkan terdapatnya permasalahan
dimana
penelitian disana.
mengetahui informasi-informasi berupa
3.2 Pendekatan Penelitian
dokumentasi berbentuk foto bukti.
Sesuai
dengan
tujuan
mahasiswa
yang
kelurahan
Jebres,
menggunakan
pornografi bagi
sekunder
lebih
ingin
3.4 Teknik Pengambilan Informan
penelitian yang hendak di capai, penelitian
terhadap hiperrealitas
data
Teknik pengambilan informasi dari
informan
dalam
penelitian
ini
menikmatinya
di
menggunakan teknik purposive sampling.
Surakarta
ini
Purposive sampling merupakan teknik
penelitian
pengambilan informan dengan memilih
pendekatan
diskriptif kualitatif. Pendekatan ini dipilih
informan
oleh peneliti agar mendapatkan sebuah
informasi dan masalah yang hendak diteliti
gambaran naratif untuk
memahami
secara mendalam dan dapat dipercaya
masalah hiperrealitas yang muncul dari
untuk menjadi sumber data yang mantab
penikmat pornografi. Untuk melakukan hal
sehingga kemungkinan pilihan informan
itu
dapat
peneliti
perlu
mengetahui
latar
yang
dianggap
berkembang
mengetahui
sesuai
dengan
belakang dan juga keterjebakan yang
kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
terjadi
memperoleh data (Sutopo 2006: 64).
pada
mahasiswa
penikmat
pornografi. Salah satu elemen kunci dari
3.5 Teknik Pengumpulan Data
pengumpulan data adalah berupa motif-
Dalam penelitian ini teknik yang
motif dan ruang semu yang terbentuk dari
digunakan adalah; wawancara mendalam,
mahasiswa penikmat pornografi dengan
observasi, dan dokumentasi. Wawancara
cara.
mendalam digunakan untuk mendapatkan
3.3 Data dan Sumber Data
data dari informan. Observasi digunakan
Dalam hal ini sumber data primer
diperoleh
langsung
dari
wawancara
untuk mengetahui kondisi lingkungan
disekitar
informan.
Dan
dokumentasi
terhadap informan. Pengumpulan data
digunakan untuk menunjang data dari
primer dilakukan dengan cara memilih
informan.
informan
3.6 Uji Validitas Data
yang
diperkirakan
memberikan
informasi
kebutuhan
data
dapat
terkait
dengan
penelitian.
Dalam
menggunaka teknik uji validitas data
pengumpulan data sekunder, informan
tringulasi metode, menurut Sutopo (2002),
yang dipilih adalah mahasiswa yang
yang dimaksud teknik uji validitas data
bertempat tinggal di Jebres. Lalu penelitian
dengan menggunakan tringulasi metode ini
ini juga menggunakan data sekunder,
dilakukan
Dalam
penelitian
seorang
ini,
peneliti
peneliti
dengan
pengumpulan data yang berbeda. Disini
dari
yang
pornografi
ditekankan
adalah
penggunaan
teman
mereka
dan
yang
memiliki
mengajaknya
untuk
metode pengumpulan data yang berbeda,
melihat, lalu informan juga pergi ke
dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan
warnet bersama teman-temannya untuk
mengarah pada sumber data yang sama
mengakses pornografi karena pada saat itu
untuk menguji kemantapan informasinya.
warnet lah
Sebagaimana dalam penelitian ini metode
internet. Pengaruh teman disini hanya
pengumpulan data yang digunakan adalah
berupa pengenalan terhadap pornografi
wawancara mendalam dan observasi pasif.
terhadap para informan, dan pada akhirnya
Peneliti akan membandingkan dari 2
menjadi
metode tersebut, sehingga data yang
pengembangannya menjadi rasa ingin
didapatkan dipastikan adalah data yang
tahu. Para informan yang sudah mengenal
valid.
dan
3.7 Teknis Analisis Data
akhirnya mulai memiliki rasa penasaran
Reduksi data
Sajian data
yang menyediakan akses
tahap
mengetahui
kedua
apa
itu
yaitu,
pornografi
terhadap konten-konten porno, seperti LB
Penarikan kesimpulan
yang saat sudah memiliki HP baru dan
3.8 Prosedur Penelitian
memungkinkan untuk memutar video dan
Menurut Sutopo (2006, 187-190),
bisa untuk mendownload akhirnya iseng
Prosedur penelitian adalah rangkaian tahap
mendownload pornografi. Hampir sama
demi tahap kegiatan dari awal sampai
dengan
akhir penelitian. Dalam penelitian ini,
diberitahukan temannya tentang pornografi
peneliti
dari
(hentai) oleh temannya dan pada akhirnya
persiapan, pengumpulan data, analisis
LB mulai iseng mengakses hal-hal yang
data, dan penyusunan laporan penelitian.
berbau pornografi. Setelah rasa ingin tahu
menggunakan
prosedur
itu
4. Hasil dan Pembahasan
pornografi itu sendiri dibagi menjadi 3
tahap, yang pertama adalah pangruh dari
teman.
Dimana
teman
memberikan
informasi mengenai pornografi itu sendiri.
Seperti yang dikatakan oleh para informan,
awal mereka mengenal pornografi berasal
akhirnya
yang
pada
menjadikan
awalnya
informan
menginginkan pornografi lagi, dan menuju
tahap
Latar belakang dalam menikmati
AM
ketiga,
yaitu
dengan
mencari
kemudahan dalam mengaksesnya. Saat ini
para informan sudah bisa mengakses situs
porno tanpa harusn resah atas pemblokiran
yang
dilakukan
oleh
pemerintah
di
internet. LB yang menggunakan browser
UC browser menyatakan browser itu
kadang bisa mengakses porno di internet
tanpa adanya pemblokiran yang dilakukan
alih oleh rekayasa virtual yang dianggap
oleh pemerintah, dan AM mengikuti fans
lebih nyata dari realitas itu sendiri.
page di facebook yang mana memberikan
Dari Latar belakang yang telah
informasi situs web langganan AM jika
harus ganti domain disaat domain lama
diblokir oleh internet positif. Selain dari
dua cara tersebut mereka juga mengguna
cara mengganti kode proxy dalam browser
mereka dan ada juga yang menggunakan
aplikasi di HP android mereka yang secara
otomatis mengganti kode VPN dalam
negri ke kode VPN luar negri, agar
terhindar dari internet positif. Disini
hiperrealitas
informan,
mulai
memasuki
dimana
dari
diri
mereka
mendapatkan informasi dari teman mereka
kemudian dikembangkan melalui rasa
ingin tahu dan mencari kemudahan dalam
mengaksesnya.
teman
bukan
Tetapi
pengaruh
merupakan
dari
suatu
hiperrealitas yang eksplisit, hanya sebuah
faktor
dalam
pengenalan
dalam
hiperrealitas itu sendiri yang mana telah
mengenalkan informan pada pornografi.
Dapat diketahu bahwa pornografi itu
sendiri merupakan rekayasa virtual tetapi
dapat dinikmati oleh para informan dan
mengembangkan rasa ingin tahu mereka
menjadi sebuah kenikmatan dalam melihat
pornografi. Seperti yang diungkapkan
Piliang dalam bukunya Dunia yang Dilipat
(2011)
Hiperrealitas
adalah
keadaan
runtuhnya realitas, karena telah diambil
dijelaskan, penikmat pornografi ini ada
karena terdapat dua alasan yang melandasi
diri mereka. Yang pertama adalah sesuatu
yang
terdapat
pornografi,
dimasa
lalu
berupa
penikmat
pengenalanya
pornografi yang mereka dapatkan. Berawal
dari pengenalan dari teman dan juga rasa
keingintahuan
menjadi
untuk
melihat
menikmati
mereka
pornografi
dan
mengetahui pornografi. Sedangkan alasan
yang
kedua
adalah
sesuatu
yang
mempengaruhi sampai saat ini masih
melihat
pornografi.
Dari
dua
alasan
tersebut dapat ditarik garis waktunya
bahwa mereka masih bertahan melihat
pornografi tersebut. Bagaimana mereka
bertahan dalam melihat pornografi ini
dapat
dilihat
melalui
kacamata
hiperrealitas, bawasanya pornografi ini
menciptakan ruang semu yang dimana
terdapat
simulasi-simulasi
dalam
hubungan seksual. Simulasi ini berupa
tindakan mahasiswa dalam menikmati
pornografi itu sendiri. Seperti halnya yang
dikemukakan oleh Pilliang (2011:161)
melalui simulasi, manusia dijebak kedalam
ruang semu, yang disadarinya sebagai
nyata, meskipun sebenarnya semua atau
tidak
realitas.
Disinilah
pornografi
memberikan kenikmatan seksual yang
sebenarnya tidak nyata, tidak dilakukan
mereka
oleh mereka yang menonton. Tetapi
Keterjebakan disini merupakan bagaimana
mereka yang menonton merasakan kondisi
mahasiswa
seksual yang mana meningkatkan libido,
mengkonsumsi pornografi. Keterjebakan
padahal apa yang ada dalam pornografi itu
ini berupa sesuatu yang menarik dari
sendiri berupa reka adegan dan adanya
pornografi itu sendiri sampai kepada
konsep perfileman yang menjadikannya
penerapannya
lebih menarik daripada hubungan seksual
pornografi. Yang pertama sesuatu yang
itu.
berasal dari pornografi itu sendri. Disini
Setelah mengkaji mengenai latar
belakang
informan
dalam
melihat
pornografi, berlanjut mengenai dampak
negatif yang diberikan oleh pornografi
terhadap informan. Menurut data yang
diberikan para informan, dampak negatif
dari pornografi itu sendiru berupa; (1)
Menyimpan pornografi secara berlebihan,
(2) Melakukan manstrubasi, (3) melakukan
sudah
masuk
masih
tetap
bertahan
dalam
berupa
elemen-elemen
dalam
video
sehingga
kedalamnya.
menikmati
yang
pornografi
mampu
terdapat
itu
sendiri
menarik
para
penikmatnya. Elemen ini dibagi menjadi 3,
yaitu berupa adegan, durasi, dan pemeran.
Dalam pembahasaan keterjebakan atau
keakdiktifan ini diseratai sajian data yang
belum terdapat pada sub bab sajian data.
Dikarenakan lebih menarik dan mendalam
jika sekalian dikaji dalam pembahasan.
hubungan seksual pra nikah, dan (4)
adanya rasa adiktif. Dari dampak tersebut
Menurut
informan,
mereka
sejalan dengan apa yang dikatakan Pilliang
memilih
dalam
Dilipat
senangi. Adegan yang mungkin ingin
(2011:161) bahwa pornografi seakan-akan
mereka representasikan dalam kehidupan
menjadi sebuah tindakan yang realistis
nyata yang sebenarnya belum tentu mereka
dalam pemuasan kebutuhan seks.
mengalami
bukunya
Dunia
yang
adegan-adegan
atau
akan
yang
mereka
mengalami.
Misalnya dari penjabaran adegan yang
Selain hal tersebut, pornografi itu
sendiri memiliki citra didalamnya. Sesuatu
yang dibuat berlebihan sesuai dengan
keinginan para penikmatnya menjadikan
sesuatu dalam pornografi begitu realistis.
Sehingga
para
informan
mengalami
keterjeakan yang tanpa mereka sadari
disukai LB, LB lebih menyukai adeganadegan yang didalamnya terdapat sebuah
alur
cerita.
Terjadinya
obrolan
atau
kegiatan yang menggambarkan keadaan
seperti kenyataan. LB lebih suka adegan
yang memiliki alur cerita. Yang seakanakan bersimulasi dalam kehidupan nyata
yang dimiripkan. Bawasanya sinetron itu
terkesan
sendiri adalah bentuk hiperrealitas dari
berselingkuh.
kehidupan
yang
ditayangkan
negatif
seperti
saling
melalui
Sesuai dengan pendapat AM dan
media, mengambil dari kenyataan yang
LB, mereka akan menikmati pornografi itu
telah ada lalu dikemas sedemikian rupa
sendiri jika terdapat adegan atau alur cerita
untuk mendapatkan suasana yang menarik
yang mereka sukai. Jadi adegan yang
untuk
berusaha
ditampilkan menjadi daya tarik bagi
mengaplikasikan pada kehidupan nyata.
informan untuk melihat pornografi. Tetapi
Begitupula pendapat dari LB. Dimana
AM memiliki pendapat tambahan yang
terdapat adegan pornografi yang memiliki
dimana menganggap bahwa pornografi itu
alur seperti sinetron yang ditambahi
lebih menarik jika terdapat kesadisan
bumbum seks yang sebenarnya hanya
didalamnya,
simularka
dekonstruksi
bahwa pornografi adalah sesuatu yang
pornografi tersebut. Sehingga pornografi
negatif dan juiga terdapat adegan negatif
lebih terkesan sesuatu yang dilihatnya
atau alur yang negatif menjadi lebih suka
nyata. LB juga menceritakan mengani
terhadap
adegan yang memiliki alur, dari bertemu
mengenai durasi sendiri menjadi sebuah
lalu mengobrol sampai pada akhirnya
selera bagi para penikmatnya. Durasi disni
melakukan hubungan seks. Selain itu LB
mampu memberikan kesan kenyamanan
juga pornografi dalam tingkatan obsecnity,
saat menonton. Ada yang menikmati
yang dimana hubungan seks dilakukan
dengan durasi sedikit tidak sampai 10
satu laki-laki dengan banyak perempuan.
menit, LB memiliki selera durasi yang
Dimana
lebih
ditonton
dan
saja
satu
dari
laki-laki
melakukan
karena
adegan
sedikit,
AM
menanggap
tersebut.
sekitar
4
Kemudian
menit.
Dia
hubungan seks lebih dari satu perempuan
berpendapat bahwa jika melihat durasi
sekaligus, disini menggambarkan bentuk
yang
yang sangat berlebihan dari pornografi itu
melihatnya. Sedangkan AM sendiri lebih
sendiri. Dimana hubungan seks yang
menyukai
sewajarnya adalah hubungan badan yang
didalamnya terdapat alur cerita yang lebih
dilakukan oleh sepasang kekasih. Hal
mendominasi
serupa yang berkaitan dengan alur cerita
adegan seks yang menurut AM adalah pas.
dalam pornografi juga dikemukakan oleh
Durasi menentukan kenyamanan
AM,
dimana
AM
memiliki
lama
LB
durasi
dan
malah
yang
juga
bosan
lama
untuk
karena
menampilkan
selera
dan kebosanan dalam melihat pornografi.
mengenai gendre di pornografi terkhusus
Durasi mampu menarik perhatian bagi
hentai, dari segi cerita yang menarik dan
para penikmatnya. Dan konten pornografi
pun sudah menyiapkan segala durasi dari
laki yang melihatnya, seksi, cantik, dan
yang hanya beberapa menit sampai ke
menggairahkan. Dari jawaban LB dan AM
beberapa
mereka
jam.
Disini
Hiperrealitas
memiliki
ketertarikan
kepada
menyuguhkan segala kondisi mengenai
pemeran porno ras Asia karena memiliki
lama cepatnya dalam adegan seks yang
ciri fisik yang hampir sama dengan
dipertontonkan. Dalam durasi pendek lebih
masyarakat
mengutamakan klimaks atau adegan seks
nyaman dalam mengimajinasikan seks
secara eksplisit tanpa basa-basi, sedangkan
yang dilihatnya dari pornografi.
durasi
porno
yang
cukup
Indonesia,
sehingga
lebih
lama
menampilkan sebuah runtutan alur cerita
5. Kesimpulan
yang dipadukan oleh hubungan seks.
Penelitian ini menggunakan teori
Bahkan ada dalam durasi panjang yang
dimana seluruhnya adalah sebuah adegan
seks
semuanya.
Pornografi
memberikan
pilihan
kenyamanan
dan
juga
selain
membuat
kenikmatan
sesuai
dengan yang diminati dan disukai oleh
mereka yang menontonnya. Tanpa adanya
kenyataan yang harus ditelaah dulu, durasi
porno yang lama sebenarnya tidak masuk
akal juga, karena melakukan hubungan
seks yang lama tanpa adanya penetrasi.
Hiperrealitas milik Jean Baudrilarrd untuk
memahami
perilaku
menyimpan
konten
yang
porno
dan
secara
hiperrealitas. Analisis hiperrealitas yang
pada
akhirnya
perilaku
mampu
menyimpan
dan
membentuk
menonton
pornografi secara berlebihan. Baik dari
pornografinya atau penikmatnya telah
dimasuki oleh hiperrealitas yang ada.
Bentuk simulasi dari pornografi yang di
jelaskan
Kemudian
menonton
Baudrilard
menjadi
suatu
membuat
kenyataan semu yang dianggap nyata oleh
pornografi itu menarik adalah pemeran
mereka yang menikmatinya. Kemudian
yang terdapat dalam video porno itu
tanda-tanda yang berupa idealis dari
sendiri. Pemeran disini mampu membuat
pornografi
penikmatnya tertarik dalam menikmati
menontonya sehingga menciptakan sebuah
pornografi.
simulacrum.
Pemeran
adalah
hasil
merasuki
mereka
Hiperrealitas
yang
merasuki
konstruksi pornografi untuk menciptakan
pemikiran
sosok
penikmatnya.
dekonstruksi ulang mengenai realita yang
Banyak artis porno dengan ciri fisik yang
ada dan digantikan oleh sebuah realita baru
berbeda pula, tetapi hampir semua artis
yang disadari mereka nyata tetapi hanya
porno memiliki ciri fisik sesuai ideal laki-
sebuah tiruan kepalsuan.
ideal
bagi
para
mereka
dengan
cara
Hakim,
Daftar Pustaka
N.
L.
(2016,
September
1).
Pertumbuhan Kos di Solo Tak Sejalan
A.S., H. (1974). O ford Leaner’s Dictionar of
Current English. Oxford University Press.
dengan Kesadaran Bayar Pajak. Dipetik
September 23, 2017, dari Joglosemar.co:
https://joglosemar.co/2016/09/pertumb
Almansharu,
J.
G.
(2014).
Metodologi
Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz
uhan-kos-di-solo-tak-sejalan-dengankesadaran-bayar-pajak.html/3
Media.
Mahardika, P. (2011). Undang-Undang RI
Baudrillard,
J.
(1981).
Simulacra
and
simulation. French: Editions Galilee.
Nomor
44
Tahun
2008.
Tentang
Pornografi, Undang-Undang RI Nomor 11
Broto, G. S. (2013, 12 4). Kominfo Terus Blokir
Tahun
2008
Keterbukaan
Informasi
Secara
Publik, Undang-Undang RI Nomor 11
Komprehensif dan Berkelanjutan. Dipetik
Tahun 2008 Tentang Informasi dan
3
Transaksi Elektronik. Yogyakarta.
Situs
15,
dan
Konten
2017,
dari
Negatif
Kominfo.go.id:
https://kominfo.go.id/index.php/content
/detail/3596/Kominfo+Terus+Blokir+Situs
+dan+Konten+Negatif+Secara+Komprehe
nsif+dan+Berkelanjutan/0/berita_satker
Broto, G. S. (2014, 2 18). Riset Kominfo dan
UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan
Malamuth.
(1999).
Phornogrpy.
Jurnal
Pendidikan. Dipetik Mei 2017, 23 , dari
www.sscnet.ucla.edu/com/malamuth/pd
f/99evpc3.Pdf
Moleong.
(2005).
Metodologi
Penelitian
Kualitatif. Bandung: Rwmaja Rodsakarya.
Remaja Dalam Menggunakan Internet .
Dipetik
3
27,
2017,
dari
Pilliang, Y. A. (2004). Dunia yang Dilipat:
www.kominfo.go.id:
Tamasya
https://www.kominfo.go.id/content/deta
Kebudayaan. Bandung: Jalasutra.
il/3834/siaran-pers-no17pihkominfo22014-tentang-risetkominfo-dan-unicef-mengenai-perilakuanak-dan-remaja-dalam-menggunakaninternet/0/siaran_pers
Diyah, M. e.-Y. (1999). Pornografi Sebagai
Delik Pers. Republika.
Priyanto,
A.
Melampau
(2014).
Batas-Batas
PESAN
ADEGAN
PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI DALAM
FILM HOROR INDONESIA: STUDI PADA
FILM HOROR PERIODE TAHUN 2011-2012
. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.
Ritzer, G. (2003). Teori Sosial Post Modern.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Slamet. (2006). Metode Penelitian Sosial.
Surakarta: UNS Press.
Sugiyono.
(2013).
Metode
Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutopo.
(2006).
Metodologi
Penelitian
Kualitatif Dasar Teori dan Tempatnya
Dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
JEBRES, SURAKARTA
Priangga Anindhita
K8413061
Jurusan Sosiologi Antropologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui latar belakang mahasiswa
“penikmat pornografi” dalam menikmati pornografi, (2) untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari hiperrealitas pornografi, (3) untuk mengetahui hiperrealitas memandang
mahasiswa yang menikmati pornografi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif diskriptif. Sumber data dari penelitian
ini yaitu (1) informan, yaitu mahasiswa kos di daerah Jebres. (2) dokumen, yaitu berupa foto
bukti mengenai alamat web, isi laptop, dan barang yang menunjang. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, (1) wawancara mendalam, (2) observasi.
Untuk menguji data dalam penilitian ini valid menggunakan triangulasi dengan metode.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif yang
memiliki tiga tahapan yaitu reduksi data, sajian data, dan kesimpulan data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang mahasiswa dalam mengenal
dan menikmati pornografi terdiri dari tiga tahap yaitu, tahap pertama adalah pengenalan dari
teman, tahap kedua berupa pengembangan rasa ingin tahu, dan tahap ketiga adalah mulai
mencari informasi untuk mendapatkan pornografi dengan mudah. Kemudian dari latar
belakang muncul dampak bagi penikmat pornografi yaitu, mengalami kecanduan pada
pornografi, penyimpanan file pornografi yang berlebihan, melakukan mastrubasi, sampai
melakukan hubungan seks bebas. Dilihat dari hiperrealitas, pornografi menjadi bentuk
hiperrealitas yang ada didalamnya berupa pemeran yang menarik, adegan yang tidak realita,
dan durasi yang bervariasi. Selain itu para penikmat pornografi sendiri sudah masuk kedalam
ruang semu yang didalamnya terdapat sebuah kenikmatan dan fantasi secara virtual.
Dianggap oleh penikmatnya sebagai bentuk kenikmatan yang nyata padahal hanya berupa
simulasi.
Kata kunci
: hiperrealitas, pornografi, mahasiswa
Abstract
This research aims are: (1) to know the background of students ie pornography
consumer in enjoying pornography, (2) to know the impact of hyper-reality pornography, (3)
to know hyper-reality views students who enjoying pornography.
This research used descriptive qualitative method. The data sources of this research
are: (1) informant, i.e boarding student at Jebres area, (2) document, i.e photos about web
address, contain of laptop, and goods which support. Technique of collecting data used is (1)
deep interview, (2) observation. To know the validity of data, this research used triangulation
with method. Technique of analysis data used is interactive analysis that have three stages
there were data reduction, data presentation, and conclusion.
The result showed that student’s background in knowing and enjoying pornography
consists of three stages; first, introduced by friends; second, developed by curious; last, start
looking for information to get pornography easily. Then from the background appear impact
of pornography consumer who being pornography addicted, excessive pornographic file
storage, doing masturbation, till doing free sex. Pornography is hyper-reality form that
consists of interesting player, unrealistic scenes, and varying duration. Besides, pornography
consumer was entered into pseudo space in which there is a pleasure fantasy virtually.
Considered by the consumer as a form of real pleasure when only a form of simulation.
Keywords
: hyper-reality, pornography
permasalahan
gemar
1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam kemajuan informasi
dan
meresahkan
teknologi,
internet
dalam
pengaksesan
remaja yang memiliki penasaran terhadap
hal
Kemudahan
mengakses dan menikmatinya.
melakukan
internet.
Kebebasan akses internet menimbulkan
mengalami kemajuan yang cukup pesat.
dalam
bagi
masyarakat. Khususnya bagi remaja yang
1. Pendahuluan
komunikasi
yang
pornografi
pengaksesan internet dan juga mampu
dapat
dengan
mudah
Pemerintah telah memfilter link
memberikan informasi penting bagi para
internet
penggunanya, menjadikan internet sesuatu
pornografi, tetapi media sosial masih
kemajuan yang cukup membantu. Disisi
menyediakan konten yang berbau seksual
kemudahan dalam mengakes internet,
tersebut tanpa adanya batasan umur. Di
tentunya terdapat penyalahgunaan internet
internet sendiri dalam web atau link sendiri
dalam hal negatif. Seperti penipuan,
penyebarannya sudah dibatasi pemerintah
perjudian, perdagangan ilegal, pembobolan
dengan menggunakan
atau hack, pornografi, dan lain sebagainya.
Tetapi
Pornografi
memudahkan konten tersebut tersebar,
sebagai
penyalahgunaan
salah
internet
satu
menjadi
yang
hadirnya
menyediakan
konten
“internet positif”.
media
sosial
lebih
hanya dengan syarat memiliki akun media
para
penyelenggara
sosial saja.
jelasnya.(Kominfo.go.id 2013/4/12)
Mengenai “internet positif”, pada
Meskipun
ISP”,
pemerintah
sudah
diakses
berusaha dalam melakukan pemblokiran
tanggal 6 Juni 2017. Terdapat pernyataan
situs pornografi, tetap saja masih banyak
bahwa, Kepala Pusat Informasi dan Humas
situs pornografi yang masih bisa dibuka
Kementerian Komunikasi dan Informatika
denga bebas. Seperti data yang diperoleh
(Kominfo)
Broto
dari surat kabar online (harianterbit.com)
Kominfo
pada 24 Agustus 2014. Menurut Asosiasi
hingga saat ini terus melakukan kegiatan
Jasa Pengguna Internet Indonesia (APJII),
pemblokiran terhadap situs dan konten
pengguna internet di Indonesia didominasi
negatif
kaum muda berusia 12-34 tahun yang
website
Kominfo.go.id
Gatot
menegaskan,
S.
yang
Dewa
Kementerian
yang
dianggap
melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan
mencakup
64,2
persen
dari
jumlah
yang berlaku, seperti UU No. 36 Tahun
pengguna. Situs yang paling populer
1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 11
diakses yakni konten pornografi. Mereka
Tahun 2008 tentang ITE dan sejumlah UU
bebas mengakses situs mesum karena
lainnya.
tanpa pengawasan orangtua. Wakil ketua
APJJI, Sammy memaparkan, kebanyakan
Hal
menjadi
ini,
sebagaimana
komitmen
Menteri
sudah
Kominfo
Tifatul Sembiring pada Kabinet Indonesia
Bersatu, sejak pertama kali dicanangkan
pada tanggal 10 Agustus 2010 untuk mulai
melakukan pemblokiran konten negatif
secara
lebih
komprehensif
dan
berkelanjutan, kata Gatot, dalam siaran
pers tentang Kontinuitas Pemblokiran
Konten
Negatif.
pemblokiran
Kementerian
Untuk
konten
melakukan
negatif
Kominfo
ini,
masih
menggunakan software TRUST+Positif
yang sejauh ini cukup efektif manfaatnya.
“Pemblokiran ini wajib dilakukan oleh
orangtua di Indonesia memperkirakan
anaknya menghabiskan kurang lebih 20
jam
per
bulan
untuk
menggunakan
internet. “Namun, kenyataan sebenarnya
adalah
anak-anak
dan
remaja
menghabiskan waktu lebih dai 20 jam
sebulan
untuk
surfing
website
pada
jaringan internet,” kata Sammy. Sammy
menegaskan, sekitar 41 persen remaja
Indonesia mengakui orangtua mereka tidak
mengetahui situs-situs yang diakses pada
saat online. “Artinya, topik-topik yang
mengandunga pornografi masih menjadi
favorit pengguna internet. Bahkan, data
Kominfo menyebutkan, 97 persen siswa
SMP/SMU mengakses situs porno,”
bahwa
Penanganan dan pencegahan serta
pornografi tersebar melalui situs internet
larangan pornografi sudah diatur oleh
masih memiliki jalur-jalur penyebaran
pemerintah dalam Undang-Undang RI
yang lain. Dulu sebelum ada internet
Nomor 44 Tahun 2008 tentang peran
pornografi hanya disiarkan oleh media
pemerintah dalam pencegahan pornografi.
atau
Kenyataan
membeli
menikmatinya.
internet
yang
untuk
dapat
Menunjukan bahwa di Indonesia sendiri
dengan
adanya
adalah negara hukum yang menjunjung
berkembanya
media
tinggi moral bangsa serta berlandaskan
VCD
Tetapi
maka
ada
komunikasi berupa media sosial yang ada
Pancasila
menjadikan pornografi lebih mudah untuk
KeTuhanan
tersebar dan diterima oleh masyarakat.
adanya aturan negara yang bersifat tegas,
Seperti yang dikutip di Kompasiana edisi
adapula aturan dari agam, yang benar-
30 November 2015 dengan judul Media
benar
Sosial sebagai Media Pornografi Bagi
berasaskan
Remaja:
berusaha mencegah bahkan menghalangi
Terbukti
dengan
adanya
yang
didalamnya
Yang Maha
melarang
Esa.
Selain
pornografi.
pada
perluasan
terdapat
moral,
Dengan
pemerintah
pornografi
tersebut.
penuturan dari Menteri Komunikasi
Kenyataannya undang-undang itu dibuat
dan Informatika Rudiantara yang
pembuatan, penyebaran, dan penggunaan
mengatakan bahwa pihaknya telah
pornografi di Indonesia sudah terlalu
memblokir lebih dari 800.000 situs
meluas.
terus
Masih banyaknya remaja yang
bermunculan situs porno lainnya.
mengakses pornografi sedangkan sudah
Contoh lainnya di instagram terdapat
ada aturan pemerintah yang melarangnya,
situs-situs khusus untuk remaja diatas
menjadi
usia
yang
peneliti mengenai pornografi itu sendiri
Meskipun
dilihat dari teori hiperrealitas pornografi.
isinya terkadang hanya tulisan atau
Selain itu tempat penelitiannya akan
foto foto wanita seksi dan tujuannya
diambil di Kelurahan Jebres, dimana
hanya sebagai hiburan tetap saja bagi
terdapat mahasiswa-mahasiswa yang kos
remaja hal
dan
disana. Mahasiswa sendiri merupakan
mungkin saja itu akan di contoh oleh
orang-orang yang notabenenya memiliki
mereka. Dan hal itu dapat merusak
pendidikan
akhlak dan moral remaja.
penelitian ini berupa keresahan peneliti
porno,
meski
17
menawarkan
masih
tahun
saja
keatas
hiburan.
itu tidak
baik
selaku
sebuah
kajian
tinggi.
calon
penting
Selain
pendidik
itu
bagi
juga,
mengenai
banyaknya
remaja
mengakses
Penelitian ini dibatasi oleh tempat,
pornografi, terlihat dari data yang telah
informan dan permasalahan serta teori
dipaparkan. Hal-hal tersebut membuat
yang digunakan dalam penelitian. Tempat
peneliti
dalam
tertarik
yang
untuk
melakukan
penelitian
ini
adalah
daerah
penelitian tentang penikmat pornografi
Kelurahan Jebres tepatnya di kos dengan
dalam ruang semu. Peneliti memilih
informan mahasiswa kos yang ada di
mahasiswa dikarenakan mahasiswa telah
Jebres. Kemudian permasalahan penelitian
mengalami
ini mengenai pornografi yang dikaji
fase
memungkinkan
terkait
remja,
sehingga
pengalaman-pengalaman
permasalahan
penelitian
dengan teori hiperrealitas.
lebih
mengetahui.
2. Landasan Teori
1.2 Tujuan Penelitian
2.1 Pornografi
1. Untuk mengetahui latar belakang
mahasiswa
“penikmat
pornografi”
mengetahui
ditimbulkan
dari
dampak
yang
hiperrealitas
pornografi.
3. Untuk
memandang
pornografi, yaitu “Pornografi berasal dari
dan
graphien
hiperrealitas
mahasiswa
yang
menikmati pornografi.
yang
berarti
menulis.
Pornografi secara harfiah adalah penulisan
pelacur
mengetahui
mendefinisikan
bahsa Yunani porne, yang berarti pelacur
dalam menikmati pornografi.
2. Untuk
Malamuth
atau
penggambaran
prostitusi”(1999:77). Sehingga pornografi
merupakan sebuah penggambaran pelacur
yang dapat dinikmati atau dilihat oleh
orang lain. Penggambaran ini tidak hanya
1.3 Rumusan Masalah
berbentuk gambar saja melainkan dapat
1. Bagaimana latar belakang mahasiswa
berupa video yang menampilkan tindakan
“penikmat
pornografi”
dalam
menikmati pornografi?
Menurut Undang-undang Nomor
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan
dari hiperrealitas pornografi?
3. Bagaimana hiperrealitas memandang
mahasiswa
dalam
pornografi?
seksual.
menikmati
44 Tahun 2008 Pasal 1 tentang pornografi,
pornografi adalah materi seksual yang
dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar bergerak, animasi, kartun, syair,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk
1.4 Batasan Penelitian
pesan melalui komunikasi lain melalui
berbagai
bentuk
media
komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang
wanita melakukan seks dengan banyak
dapat
lelaki.
membangkitkan
hasrat
seksual
dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan
2.2 Hiperrealitas Pornografi
masyarakat.
Pornografi itu sendiri menciptakan
Dalam penelitian yang dilakukan
sebuah ruang semu, dimana penikmatnya
oleh Agus Priyanto dengan judul “Pesan
dapat menikmati ketidak nyataan atau
Adegan Pornografi dan Pornoaksi dalam
simulasi yang tersedia dalam adegan
Film
pornografi.
Horor
Indonesia”,
Tingkatan
Pilliang
(2011:161)
pornografi dibagi menjadi tiga jenis:
berpendapat
1. Softcore
simulasi, manusia dijebak kedalam suatu
bahwa
melalui
model
Digambarkan dengan materi-materi
ruang, yang disadarinya sebagai nyata,
mengenai ketelanjangan, adegan-adegan
meskipun sesungguhnya semu atau tidak
yang mengesankan terjadinya hubungan
realistis.
seksual. Jadi dalam softcore adegan yang
menciptakan
ditampilkan masih berupa ketelanjangan
kenyamanan tersendiri bagi penikmatnya
dan kesan seksual tanpa adanya hubungan
yang
seksual yang dipertontonkan.
merasakan
2. Hardcore
ditayangkan dalam pornografi tersebut.
Digambarkan dengan seks secara
Jadi
pornografi
sebuah
seakan-akan
suasana
dan
penikmatnya
ikut
seksual
yang
sensasi
Pilliang
sendiri
(2011:161)
juga
eksplisit seperti penampilan close up alat
menambahkan bahwa ruang realitas semu
genital
yang
ini
yang
representasi-dekonstruksi dari representasi
ditampilkan dalam hardcore biasanya
itu sendiri. Ruang semu yang diciptakan
berisikan
dimana
merupakan perbandingan antara dua hal
ketelanjangan yang ada juga menampilkan
yang berlawanan mengenai sesuatu yang
kelamin serta hubungan seksual yang jelas
dilihat dan dianggap kebenarannya. Dalam
diadegankan.
ruang semu ini pornografi menjadi sesuatu
3. Obscenity
yang dapat dilihat dan dinikmati oleh
dan
diperlihatkan.
aktivitas
seksual
Adegan-adegan
tindakan
Digambarkan
seksual,
dengan
merupakan
ruang
antitesis
dari
materi
penikmatnya. Meskipun tidak diketahui
seksualitas yang menentang secara ofensif
pasti cara menikmati pornografi tersebut
batas-batas kesusilaan masyarakat, yang
merupakan suatu
menjijikan dan diluar batas wajar. Adegan
merupakan dekonstruksi dari representasi
ini lebih kepada ketidak wajaran dalam
penikmat porno itu sendiri.
adegan seksual, misalnya dimana seorang
yang alamiah
atau
Sejatinya
sendiri
lebih nyata dari kenyataan itu sendiri:
karena
realitas semu. Akantetapi kenyataan
menyamarkan antara yang nyata dengan
semu inilah yang menciptakan sebuah
yang imajiner. Segala adegan dalam
pesona-pesona
pornografi pada awalnya sama sekali tidak
seksual yang lebih nyaman dan terasa
memiliki kebenaran. Pornografi itu sendiri
lebih realitas dari realitas itu sendiri.
telah berubah menjadi sebuah realitas
Sebuah ruang semua
semu dimana lebih memiliki awal daripada
akhirnya
sex itu sendiri. Seperti yang dikatakan
hipperealitasnya sendiri.
memainkan
Baudrillard
pornografi
simulasinya
dalam
Simulacra
and
berkaitan
konten
yang pada
menjadi
Baudrilard
sebuah
(dalam
Ritzer
Simulation, Today abstraction is no longer
2003:163) memandang pornografi “lebih
that of the map, the double, the mirror, or
seksual daripada seks”...hiperseksual. Jadi
the concept. Simulation is no longer that of
Baudrillard sendiri berpendapat bahwa
a territory, a referential being, or a
porno
substance. It is the generation by models
hiperrealitas yang benar-benar disahkan
of a real without origin or reality: a
oleh
hyperreal.(1981:1)
Ketidak realistisan pornografi akhirnya
Porno
dirinya
yang
sebagai
telah
menjadikan
hiperrealitas,
merupakan
masyarakat
suatu
secara
bentuk
tidak
sadar.
menjadin sebuah realistis tersendiri bagi
pada
para penikmatnya. Karena, pornografi
akhirnya dapat bertahan dan bersembunyi
memiliki daya tarik pada adegannya
dalam sebuah imajinasi. Dalam sebuah
sehingga membuat porno itu sendiri lebih
ruang semu, pornografi mengendalikan
seksual daripada seks itu sendiri.
antara yang nyata dan yang tidak nyata
menjadi suatu ketidak pastian. Menurut
Budrillard (1981:2) A hyperreal henceforth
sheltered from the imaginary, and from
any distinction between the real and the
3. Metode
3.1 Lokasi Penelitian
imaginary, leaving room only for the
Penelitian ini dilakukan di daerah
orbital recurrence of models and for the
Kelurahan Jebres yang dimana lokasi
simulated generation of differences.
tersebut dejat dengan Universitas sehingga
Porno, kata Baudrillard (dalam
Pilliang 2011:170);
ia menambahkan satu dimensi lain
pada ruang seks –porno membuatnya
terdapat banyak kos disana. Kos menjadi
tempat penelitian karena disana jauh dari
pengawasan
orang
tua.
Sehingga
memungkinkan terdapatnya permasalahan
dimana
penelitian disana.
mengetahui informasi-informasi berupa
3.2 Pendekatan Penelitian
dokumentasi berbentuk foto bukti.
Sesuai
dengan
tujuan
mahasiswa
yang
kelurahan
Jebres,
menggunakan
pornografi bagi
sekunder
lebih
ingin
3.4 Teknik Pengambilan Informan
penelitian yang hendak di capai, penelitian
terhadap hiperrealitas
data
Teknik pengambilan informasi dari
informan
dalam
penelitian
ini
menikmatinya
di
menggunakan teknik purposive sampling.
Surakarta
ini
Purposive sampling merupakan teknik
penelitian
pengambilan informan dengan memilih
pendekatan
diskriptif kualitatif. Pendekatan ini dipilih
informan
oleh peneliti agar mendapatkan sebuah
informasi dan masalah yang hendak diteliti
gambaran naratif untuk
memahami
secara mendalam dan dapat dipercaya
masalah hiperrealitas yang muncul dari
untuk menjadi sumber data yang mantab
penikmat pornografi. Untuk melakukan hal
sehingga kemungkinan pilihan informan
itu
dapat
peneliti
perlu
mengetahui
latar
yang
dianggap
berkembang
mengetahui
sesuai
dengan
belakang dan juga keterjebakan yang
kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
terjadi
memperoleh data (Sutopo 2006: 64).
pada
mahasiswa
penikmat
pornografi. Salah satu elemen kunci dari
3.5 Teknik Pengumpulan Data
pengumpulan data adalah berupa motif-
Dalam penelitian ini teknik yang
motif dan ruang semu yang terbentuk dari
digunakan adalah; wawancara mendalam,
mahasiswa penikmat pornografi dengan
observasi, dan dokumentasi. Wawancara
cara.
mendalam digunakan untuk mendapatkan
3.3 Data dan Sumber Data
data dari informan. Observasi digunakan
Dalam hal ini sumber data primer
diperoleh
langsung
dari
wawancara
untuk mengetahui kondisi lingkungan
disekitar
informan.
Dan
dokumentasi
terhadap informan. Pengumpulan data
digunakan untuk menunjang data dari
primer dilakukan dengan cara memilih
informan.
informan
3.6 Uji Validitas Data
yang
diperkirakan
memberikan
informasi
kebutuhan
data
dapat
terkait
dengan
penelitian.
Dalam
menggunaka teknik uji validitas data
pengumpulan data sekunder, informan
tringulasi metode, menurut Sutopo (2002),
yang dipilih adalah mahasiswa yang
yang dimaksud teknik uji validitas data
bertempat tinggal di Jebres. Lalu penelitian
dengan menggunakan tringulasi metode ini
ini juga menggunakan data sekunder,
dilakukan
Dalam
penelitian
seorang
ini,
peneliti
peneliti
dengan
pengumpulan data yang berbeda. Disini
dari
yang
pornografi
ditekankan
adalah
penggunaan
teman
mereka
dan
yang
memiliki
mengajaknya
untuk
metode pengumpulan data yang berbeda,
melihat, lalu informan juga pergi ke
dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan
warnet bersama teman-temannya untuk
mengarah pada sumber data yang sama
mengakses pornografi karena pada saat itu
untuk menguji kemantapan informasinya.
warnet lah
Sebagaimana dalam penelitian ini metode
internet. Pengaruh teman disini hanya
pengumpulan data yang digunakan adalah
berupa pengenalan terhadap pornografi
wawancara mendalam dan observasi pasif.
terhadap para informan, dan pada akhirnya
Peneliti akan membandingkan dari 2
menjadi
metode tersebut, sehingga data yang
pengembangannya menjadi rasa ingin
didapatkan dipastikan adalah data yang
tahu. Para informan yang sudah mengenal
valid.
dan
3.7 Teknis Analisis Data
akhirnya mulai memiliki rasa penasaran
Reduksi data
Sajian data
yang menyediakan akses
tahap
mengetahui
kedua
apa
itu
yaitu,
pornografi
terhadap konten-konten porno, seperti LB
Penarikan kesimpulan
yang saat sudah memiliki HP baru dan
3.8 Prosedur Penelitian
memungkinkan untuk memutar video dan
Menurut Sutopo (2006, 187-190),
bisa untuk mendownload akhirnya iseng
Prosedur penelitian adalah rangkaian tahap
mendownload pornografi. Hampir sama
demi tahap kegiatan dari awal sampai
dengan
akhir penelitian. Dalam penelitian ini,
diberitahukan temannya tentang pornografi
peneliti
dari
(hentai) oleh temannya dan pada akhirnya
persiapan, pengumpulan data, analisis
LB mulai iseng mengakses hal-hal yang
data, dan penyusunan laporan penelitian.
berbau pornografi. Setelah rasa ingin tahu
menggunakan
prosedur
itu
4. Hasil dan Pembahasan
pornografi itu sendiri dibagi menjadi 3
tahap, yang pertama adalah pangruh dari
teman.
Dimana
teman
memberikan
informasi mengenai pornografi itu sendiri.
Seperti yang dikatakan oleh para informan,
awal mereka mengenal pornografi berasal
akhirnya
yang
pada
menjadikan
awalnya
informan
menginginkan pornografi lagi, dan menuju
tahap
Latar belakang dalam menikmati
AM
ketiga,
yaitu
dengan
mencari
kemudahan dalam mengaksesnya. Saat ini
para informan sudah bisa mengakses situs
porno tanpa harusn resah atas pemblokiran
yang
dilakukan
oleh
pemerintah
di
internet. LB yang menggunakan browser
UC browser menyatakan browser itu
kadang bisa mengakses porno di internet
tanpa adanya pemblokiran yang dilakukan
alih oleh rekayasa virtual yang dianggap
oleh pemerintah, dan AM mengikuti fans
lebih nyata dari realitas itu sendiri.
page di facebook yang mana memberikan
Dari Latar belakang yang telah
informasi situs web langganan AM jika
harus ganti domain disaat domain lama
diblokir oleh internet positif. Selain dari
dua cara tersebut mereka juga mengguna
cara mengganti kode proxy dalam browser
mereka dan ada juga yang menggunakan
aplikasi di HP android mereka yang secara
otomatis mengganti kode VPN dalam
negri ke kode VPN luar negri, agar
terhindar dari internet positif. Disini
hiperrealitas
informan,
mulai
memasuki
dimana
dari
diri
mereka
mendapatkan informasi dari teman mereka
kemudian dikembangkan melalui rasa
ingin tahu dan mencari kemudahan dalam
mengaksesnya.
teman
bukan
Tetapi
pengaruh
merupakan
dari
suatu
hiperrealitas yang eksplisit, hanya sebuah
faktor
dalam
pengenalan
dalam
hiperrealitas itu sendiri yang mana telah
mengenalkan informan pada pornografi.
Dapat diketahu bahwa pornografi itu
sendiri merupakan rekayasa virtual tetapi
dapat dinikmati oleh para informan dan
mengembangkan rasa ingin tahu mereka
menjadi sebuah kenikmatan dalam melihat
pornografi. Seperti yang diungkapkan
Piliang dalam bukunya Dunia yang Dilipat
(2011)
Hiperrealitas
adalah
keadaan
runtuhnya realitas, karena telah diambil
dijelaskan, penikmat pornografi ini ada
karena terdapat dua alasan yang melandasi
diri mereka. Yang pertama adalah sesuatu
yang
terdapat
pornografi,
dimasa
lalu
berupa
penikmat
pengenalanya
pornografi yang mereka dapatkan. Berawal
dari pengenalan dari teman dan juga rasa
keingintahuan
menjadi
untuk
melihat
menikmati
mereka
pornografi
dan
mengetahui pornografi. Sedangkan alasan
yang
kedua
adalah
sesuatu
yang
mempengaruhi sampai saat ini masih
melihat
pornografi.
Dari
dua
alasan
tersebut dapat ditarik garis waktunya
bahwa mereka masih bertahan melihat
pornografi tersebut. Bagaimana mereka
bertahan dalam melihat pornografi ini
dapat
dilihat
melalui
kacamata
hiperrealitas, bawasanya pornografi ini
menciptakan ruang semu yang dimana
terdapat
simulasi-simulasi
dalam
hubungan seksual. Simulasi ini berupa
tindakan mahasiswa dalam menikmati
pornografi itu sendiri. Seperti halnya yang
dikemukakan oleh Pilliang (2011:161)
melalui simulasi, manusia dijebak kedalam
ruang semu, yang disadarinya sebagai
nyata, meskipun sebenarnya semua atau
tidak
realitas.
Disinilah
pornografi
memberikan kenikmatan seksual yang
sebenarnya tidak nyata, tidak dilakukan
mereka
oleh mereka yang menonton. Tetapi
Keterjebakan disini merupakan bagaimana
mereka yang menonton merasakan kondisi
mahasiswa
seksual yang mana meningkatkan libido,
mengkonsumsi pornografi. Keterjebakan
padahal apa yang ada dalam pornografi itu
ini berupa sesuatu yang menarik dari
sendiri berupa reka adegan dan adanya
pornografi itu sendiri sampai kepada
konsep perfileman yang menjadikannya
penerapannya
lebih menarik daripada hubungan seksual
pornografi. Yang pertama sesuatu yang
itu.
berasal dari pornografi itu sendri. Disini
Setelah mengkaji mengenai latar
belakang
informan
dalam
melihat
pornografi, berlanjut mengenai dampak
negatif yang diberikan oleh pornografi
terhadap informan. Menurut data yang
diberikan para informan, dampak negatif
dari pornografi itu sendiru berupa; (1)
Menyimpan pornografi secara berlebihan,
(2) Melakukan manstrubasi, (3) melakukan
sudah
masuk
masih
tetap
bertahan
dalam
berupa
elemen-elemen
dalam
video
sehingga
kedalamnya.
menikmati
yang
pornografi
mampu
terdapat
itu
sendiri
menarik
para
penikmatnya. Elemen ini dibagi menjadi 3,
yaitu berupa adegan, durasi, dan pemeran.
Dalam pembahasaan keterjebakan atau
keakdiktifan ini diseratai sajian data yang
belum terdapat pada sub bab sajian data.
Dikarenakan lebih menarik dan mendalam
jika sekalian dikaji dalam pembahasan.
hubungan seksual pra nikah, dan (4)
adanya rasa adiktif. Dari dampak tersebut
Menurut
informan,
mereka
sejalan dengan apa yang dikatakan Pilliang
memilih
dalam
Dilipat
senangi. Adegan yang mungkin ingin
(2011:161) bahwa pornografi seakan-akan
mereka representasikan dalam kehidupan
menjadi sebuah tindakan yang realistis
nyata yang sebenarnya belum tentu mereka
dalam pemuasan kebutuhan seks.
mengalami
bukunya
Dunia
yang
adegan-adegan
atau
akan
yang
mereka
mengalami.
Misalnya dari penjabaran adegan yang
Selain hal tersebut, pornografi itu
sendiri memiliki citra didalamnya. Sesuatu
yang dibuat berlebihan sesuai dengan
keinginan para penikmatnya menjadikan
sesuatu dalam pornografi begitu realistis.
Sehingga
para
informan
mengalami
keterjeakan yang tanpa mereka sadari
disukai LB, LB lebih menyukai adeganadegan yang didalamnya terdapat sebuah
alur
cerita.
Terjadinya
obrolan
atau
kegiatan yang menggambarkan keadaan
seperti kenyataan. LB lebih suka adegan
yang memiliki alur cerita. Yang seakanakan bersimulasi dalam kehidupan nyata
yang dimiripkan. Bawasanya sinetron itu
terkesan
sendiri adalah bentuk hiperrealitas dari
berselingkuh.
kehidupan
yang
ditayangkan
negatif
seperti
saling
melalui
Sesuai dengan pendapat AM dan
media, mengambil dari kenyataan yang
LB, mereka akan menikmati pornografi itu
telah ada lalu dikemas sedemikian rupa
sendiri jika terdapat adegan atau alur cerita
untuk mendapatkan suasana yang menarik
yang mereka sukai. Jadi adegan yang
untuk
berusaha
ditampilkan menjadi daya tarik bagi
mengaplikasikan pada kehidupan nyata.
informan untuk melihat pornografi. Tetapi
Begitupula pendapat dari LB. Dimana
AM memiliki pendapat tambahan yang
terdapat adegan pornografi yang memiliki
dimana menganggap bahwa pornografi itu
alur seperti sinetron yang ditambahi
lebih menarik jika terdapat kesadisan
bumbum seks yang sebenarnya hanya
didalamnya,
simularka
dekonstruksi
bahwa pornografi adalah sesuatu yang
pornografi tersebut. Sehingga pornografi
negatif dan juiga terdapat adegan negatif
lebih terkesan sesuatu yang dilihatnya
atau alur yang negatif menjadi lebih suka
nyata. LB juga menceritakan mengani
terhadap
adegan yang memiliki alur, dari bertemu
mengenai durasi sendiri menjadi sebuah
lalu mengobrol sampai pada akhirnya
selera bagi para penikmatnya. Durasi disni
melakukan hubungan seks. Selain itu LB
mampu memberikan kesan kenyamanan
juga pornografi dalam tingkatan obsecnity,
saat menonton. Ada yang menikmati
yang dimana hubungan seks dilakukan
dengan durasi sedikit tidak sampai 10
satu laki-laki dengan banyak perempuan.
menit, LB memiliki selera durasi yang
Dimana
lebih
ditonton
dan
saja
satu
dari
laki-laki
melakukan
karena
adegan
sedikit,
AM
menanggap
tersebut.
sekitar
4
Kemudian
menit.
Dia
hubungan seks lebih dari satu perempuan
berpendapat bahwa jika melihat durasi
sekaligus, disini menggambarkan bentuk
yang
yang sangat berlebihan dari pornografi itu
melihatnya. Sedangkan AM sendiri lebih
sendiri. Dimana hubungan seks yang
menyukai
sewajarnya adalah hubungan badan yang
didalamnya terdapat alur cerita yang lebih
dilakukan oleh sepasang kekasih. Hal
mendominasi
serupa yang berkaitan dengan alur cerita
adegan seks yang menurut AM adalah pas.
dalam pornografi juga dikemukakan oleh
Durasi menentukan kenyamanan
AM,
dimana
AM
memiliki
lama
LB
durasi
dan
malah
yang
juga
bosan
lama
untuk
karena
menampilkan
selera
dan kebosanan dalam melihat pornografi.
mengenai gendre di pornografi terkhusus
Durasi mampu menarik perhatian bagi
hentai, dari segi cerita yang menarik dan
para penikmatnya. Dan konten pornografi
pun sudah menyiapkan segala durasi dari
laki yang melihatnya, seksi, cantik, dan
yang hanya beberapa menit sampai ke
menggairahkan. Dari jawaban LB dan AM
beberapa
mereka
jam.
Disini
Hiperrealitas
memiliki
ketertarikan
kepada
menyuguhkan segala kondisi mengenai
pemeran porno ras Asia karena memiliki
lama cepatnya dalam adegan seks yang
ciri fisik yang hampir sama dengan
dipertontonkan. Dalam durasi pendek lebih
masyarakat
mengutamakan klimaks atau adegan seks
nyaman dalam mengimajinasikan seks
secara eksplisit tanpa basa-basi, sedangkan
yang dilihatnya dari pornografi.
durasi
porno
yang
cukup
Indonesia,
sehingga
lebih
lama
menampilkan sebuah runtutan alur cerita
5. Kesimpulan
yang dipadukan oleh hubungan seks.
Penelitian ini menggunakan teori
Bahkan ada dalam durasi panjang yang
dimana seluruhnya adalah sebuah adegan
seks
semuanya.
Pornografi
memberikan
pilihan
kenyamanan
dan
juga
selain
membuat
kenikmatan
sesuai
dengan yang diminati dan disukai oleh
mereka yang menontonnya. Tanpa adanya
kenyataan yang harus ditelaah dulu, durasi
porno yang lama sebenarnya tidak masuk
akal juga, karena melakukan hubungan
seks yang lama tanpa adanya penetrasi.
Hiperrealitas milik Jean Baudrilarrd untuk
memahami
perilaku
menyimpan
konten
yang
porno
dan
secara
hiperrealitas. Analisis hiperrealitas yang
pada
akhirnya
perilaku
mampu
menyimpan
dan
membentuk
menonton
pornografi secara berlebihan. Baik dari
pornografinya atau penikmatnya telah
dimasuki oleh hiperrealitas yang ada.
Bentuk simulasi dari pornografi yang di
jelaskan
Kemudian
menonton
Baudrilard
menjadi
suatu
membuat
kenyataan semu yang dianggap nyata oleh
pornografi itu menarik adalah pemeran
mereka yang menikmatinya. Kemudian
yang terdapat dalam video porno itu
tanda-tanda yang berupa idealis dari
sendiri. Pemeran disini mampu membuat
pornografi
penikmatnya tertarik dalam menikmati
menontonya sehingga menciptakan sebuah
pornografi.
simulacrum.
Pemeran
adalah
hasil
merasuki
mereka
Hiperrealitas
yang
merasuki
konstruksi pornografi untuk menciptakan
pemikiran
sosok
penikmatnya.
dekonstruksi ulang mengenai realita yang
Banyak artis porno dengan ciri fisik yang
ada dan digantikan oleh sebuah realita baru
berbeda pula, tetapi hampir semua artis
yang disadari mereka nyata tetapi hanya
porno memiliki ciri fisik sesuai ideal laki-
sebuah tiruan kepalsuan.
ideal
bagi
para
mereka
dengan
cara
Hakim,
Daftar Pustaka
N.
L.
(2016,
September
1).
Pertumbuhan Kos di Solo Tak Sejalan
A.S., H. (1974). O ford Leaner’s Dictionar of
Current English. Oxford University Press.
dengan Kesadaran Bayar Pajak. Dipetik
September 23, 2017, dari Joglosemar.co:
https://joglosemar.co/2016/09/pertumb
Almansharu,
J.
G.
(2014).
Metodologi
Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz
uhan-kos-di-solo-tak-sejalan-dengankesadaran-bayar-pajak.html/3
Media.
Mahardika, P. (2011). Undang-Undang RI
Baudrillard,
J.
(1981).
Simulacra
and
simulation. French: Editions Galilee.
Nomor
44
Tahun
2008.
Tentang
Pornografi, Undang-Undang RI Nomor 11
Broto, G. S. (2013, 12 4). Kominfo Terus Blokir
Tahun
2008
Keterbukaan
Informasi
Secara
Publik, Undang-Undang RI Nomor 11
Komprehensif dan Berkelanjutan. Dipetik
Tahun 2008 Tentang Informasi dan
3
Transaksi Elektronik. Yogyakarta.
Situs
15,
dan
Konten
2017,
dari
Negatif
Kominfo.go.id:
https://kominfo.go.id/index.php/content
/detail/3596/Kominfo+Terus+Blokir+Situs
+dan+Konten+Negatif+Secara+Komprehe
nsif+dan+Berkelanjutan/0/berita_satker
Broto, G. S. (2014, 2 18). Riset Kominfo dan
UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan
Malamuth.
(1999).
Phornogrpy.
Jurnal
Pendidikan. Dipetik Mei 2017, 23 , dari
www.sscnet.ucla.edu/com/malamuth/pd
f/99evpc3.Pdf
Moleong.
(2005).
Metodologi
Penelitian
Kualitatif. Bandung: Rwmaja Rodsakarya.
Remaja Dalam Menggunakan Internet .
Dipetik
3
27,
2017,
dari
Pilliang, Y. A. (2004). Dunia yang Dilipat:
www.kominfo.go.id:
Tamasya
https://www.kominfo.go.id/content/deta
Kebudayaan. Bandung: Jalasutra.
il/3834/siaran-pers-no17pihkominfo22014-tentang-risetkominfo-dan-unicef-mengenai-perilakuanak-dan-remaja-dalam-menggunakaninternet/0/siaran_pers
Diyah, M. e.-Y. (1999). Pornografi Sebagai
Delik Pers. Republika.
Priyanto,
A.
Melampau
(2014).
Batas-Batas
PESAN
ADEGAN
PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI DALAM
FILM HOROR INDONESIA: STUDI PADA
FILM HOROR PERIODE TAHUN 2011-2012
. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.
Ritzer, G. (2003). Teori Sosial Post Modern.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Slamet. (2006). Metode Penelitian Sosial.
Surakarta: UNS Press.
Sugiyono.
(2013).
Metode
Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutopo.
(2006).
Metodologi
Penelitian
Kualitatif Dasar Teori dan Tempatnya
Dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.