PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSEL
PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN RINTISAN SEKOLAH
BERTARAF INTERNASIONAL
IMPLEMENTATION OF GUIDANCE AND COUNSELING SERVICES
IN SECONDARY VOCATIONAL SCHOOL INTERNATIONAL SCHOOL
PILOT
Bayu Anggara
e-mail: [email protected]
BK merupakan bagian integral dalam program pendidikan. Program BK dalam rangka
membantu siswa memecahkan masalahnya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan daerah
masing-masing. Pelaksanaan layanan yang diberikan memiliki kekhasan yaitu disesuaikan dengan
tugas konselor sesuai jenjang pendidikan dalam jalur pendidikan formal (TK, SD/MI, SMP/MTS,
SMA/SMK/MA, PT). SMK Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) merupakan contoh
sekolah kejuruan yang mengembangkan sekolah tersebut menuju sekolah bertaraf internasional
(SBI). Dengan demikian pelaksanaan layanan BK di SMK RSBI juga akan memiliki karakteristik
yang khas yaitu konselor yang memberikan alokasi waktu pelayanan lebih besar terhadap
pelayanan perencanaan individual dan keluarga, juga pengajaran di kelas yang menggunakan dua
bahasa (bilingual). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan layanan BK di SMK
RSBI, pemaknaan personil sekolah terhadap pelaksanaan program BK, pemaknaan siswa terhadap
program BK, faktor yang mempengaruhi pelaksanaan layanan BK di SMK RSBI. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, jenis fenomenologi; dilakukan di SMK Negeri 1 Kota Blitar
dengan subjek konselor, personil sekolah dan siswa. Teknik pengumpulan data: wawancara
mendalam, observasi, studi dokumentasi. Data yang diperoleh dideskripsikan, dimaknai,
dikategorisasikan dan dibuat koneksitas antar data yang telah ditemukan. Keabsahan data diuji
dengan, konfirm ability, dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan layanan
BK di SMK RSBI menggunakan program dan materi pengembangan diri siswa sesuai kurikulum
KTSP, menggunakan semboyan konselor sahabat siswa dan menggunakan manajemen yang telah
tersertifikasi international standard organization (ISO) 9001. Personil sekolah dalam memaknai
BK adalah membantu siswa agar dapat menyesuaikan diri di sekolah dan membantu untuk
merencanakan karier mereka. Siswa memaknai BK berbeda-beda sesuai dengan tingkatan kelas.
Kelas sepuluh memaknai BK masih negatif misalnya menghukum, menertibkan. Kelas sebelas
memaknai BK masih kurang akrab dengan siswa. Kelas dua belas memaknai BK dengan positif
membantu menyelesaikan masalah siswa. Faktor yang mendukung pelaksanaan layanan BK
meliputi konselor yang selalu meng-update ilmunya, konselor memiliki etos kerja yang tinggi,
konselor mendahulukan pekerjaan serta dukungan dari personil sekolah yang positif. Faktor yang
menghambat pelaksanaan layanan BK meliputi belum adanya fasilitas online untuk BK, ruang
bimbingan yang kurang strategis serta dukungan orang tua yang kurang maksimal. Saran: (1)
Kepala sekolah hendaknya meningkatkan sarana dan fasilitas sekolah; (2) Konselor hendaknya
berkonsultasi kepada pihak-pihak yang lebih ahli dalam melaksanakan layanan BK; (3) Peneliti
selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian terhadap beberapa sekolah RSBI dan jenjang
pendidikan yang berbeda untuk menemukan kekhasan lainnya.
Kata Kunci: Pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling, Sekolah Menengah Kejuruan,
Sekolah bertaraf Internasional.
Nilai suatu bangsa terletak dari kualitas sumber daya manusia yang
menjadi warga negara. Semakin baik kualitas manusianya, bangsa tersebut
semakin memiliki peluang besar menuju kemajuan dan kemakmuran. Dalam
rangka mencapai tujuan nasional, khususnya dalam bidang pendidikan, yang
berupaya mencapai masyarakat adil dan makmur baik jasmani maupun rohani,
perlu adanya usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,
guna memenuhi kebutuhan pembangunan dewasa ini dan masa yang akan datang.
Usaha yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidikan (PMPTK) dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan dan tenaga pendidikan di sekolah. Berkaitan dengan upaya
dimaksud, salah satu program Direktorat Jenderal PMPTK adalah melaksanakan
program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sesuai dengan Undang-undang
Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3 yaitu pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.
Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional dibuat untuk memperbaiki
kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju
lainnya. Icon SBI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual
sebagai medium of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas,
berstandar internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan
kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun
lembaga-lembaga
tes/sertifikasi
internasional,
seperti
Cambridge,
IB,
TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain (Kebijakan SBI, 2009: 1).
Menurut hasil wawancara peneliti dengan seorang guru yang berada di
Kota Blitar mengatakan:
Sekolah RSBI itu ya sekolah yang mengajarnya dengan dua bahasa,
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Namun biaya sekolah RSBI mahal,
hanya kalangan yang ekonominya baik yang bisa menyekolahkan
anaknya ke sekolah RSBI (DU/PS/28-01-2012).
Sekolah yang berlabel RSBI merupakan sekolah yang penyelenggaraan
pendidikannya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Mahalnya bersekolah ke
sekolah RSBI karena biaya penyelenggaraan dalam mengajar membutuhkan
media-media penunjang pembelajaran, sedangkan media-media penunjang
pembelajaran membutuhkan perawatan yang mahal.
Seorang guru yang mengajar di sekolah RSBI dituntut untuk bisa
berbicara dengan dua bahasa (bilingual). Bahasa yang digunakan juga bervariasi
tergantung sekolah masing-masing. Biasanya dalam mengajar mereka memakai
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, hal
ini menuntut manusia agar bisa terampil dan mandiri bukan hanya dalam bahasa
saja melainkan dalam IPTEK. Sekolah menengah kejuruan merupakan solusi yang
tepat bagi masyarakat indonesia untuk menyekolahkan anaknya agar bisa terampil
dan mandiri karena sekolah menengah kejuruan merupakan sekolah yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu (UU
SPN pasal 15).
Kota Blitar banyak memiliki sekolah-sekolah menengah kejuruan yang
telah berlabel Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Tentunya setiap sekolahsekolah tersebut memiliki perangkat bimbingan dan konseling yang berkualitas
dan melaksanakan program bimbingan sesuai dengan KTSP. Pelaksanaan
program bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah tersebut juga disesuaikan
dengan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal yang pengimplementasiannya berbeda-beda (memiliki
kekhasan) sesuai dengan potensi daerah masing-masing.
Bimbingan dan konseling sangat berperan penting di sekolah khususnya
di sekolah menengah kejuruan, bimbingan karier mutlak diperlukan untuk
membantu siswa sekolah kejuruan yang nantinya memilih keahlian-keahlian
tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya. Namun kenyataan di lapangan
berbeda, banyak siswa yang memilih jenis keahlian pekerjaan kurang sesuai
dengan bakat dan minatnya karena kurang begitu mengenal bimbingan dan
konseling.
Menurut hasil wawancara peneliti dengan salah seorang siswa sekolah
menengah kejuruan di Kota Blitar mengatakan:
Saya belum pernah ke ruang bimbingan dan konseling, saya takut ke sana
mas, konselornya sangar-sangar.... Soalnya biasanya siswa yang kesana
itu dipanggili oleh konselor mas. Semacam siswa yang suka membolos,
jarang masuk kelas, pokoknya yang nakal-nakal mas yang dipanggili.
Aku kan anak yang baik-baik mas. Hehehe (DU/S/27-01-2012).
Siswa memandang bahwa bimbingan dan konseling hanya membantu
siswa yang bermasalah saja, bimbingan dan konseling dianggap sebagai sesuatu
yang menakutkan di sekolah. Padahal bimbingan konseling tidak hanya
membantu siswa yang bermasalah saja, siswa yang berprestasi juga dibantu
diarahkan agar lebih meningkatkan prestasinya (tujuan bimbingan dan konseling).
Bimbingan dan konseling di sekolah menengah kejuruan pada
hakikatnya merupakan proses bantuan dan layanan agar siswa mampu memahami
dirinya (sikap, minat, bakat, dan pribadinya), memahami nilai-nilai yang ada pada
dirinya,
lingkungan
rumahnya,
dan
lingkungan
dunia
kerja,
serta
memutuskan/merencanakan dan menentukan pilihan karirnya yang mengarah
pada masa depan sesuai dengan potensi yang dimiliki, dengan demikian materi
bimbingan dan konseling kejuruan mencakup hal yang dapat menumbuhkan: (1)
pemahaman dan penerimaan diri, (2) pemahaman lingkungan dunia kerja, instansi
kerja, potensi daerah dan sebagainya, (3) pengidentifikasian hambatan oleh faktor
pribadi dan lingkungan serta kemampuan dalam mengatasi hambatan, (4) caracara pengambilan keputusan dan dunia kerja, (5) pengembangan karier.
Menurut hasil wawancara peneliti dengan salah seorang mahasiswa yang
telah melaksanakan praktik pengalaman lapangan II di sekolah menengah
kejuruan mengatakan:
Kami melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sana tanpa ada
jam masuk kelas. Kami ya harus minta sama konselor pamong apabila
kami mau masuk kelas. Konselor pamong yang memintakan jam ke guru
mata pelajaran (DU/MS/31-01-2012).
Tidak adanya jam masuk kelas berarti mengurangi tingkat hubungan
konselor dengan para siswa, konselor yang banyak dikenal oleh siswa akan
memudahkan mereka dalam membantu memecahkan masalah siswanya karena
mereka sudah kenal dan tahu (fungsi perbaikan bimbingan dan konseling).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling menekankan kolaborasi antara
konselor dengan para personal sekolah lainnya (pimpinan sekolah, guru-guru, dan
staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti
instansi pemerintah/swasta dan para ahli: psikolog dan dokter), yang berarti
bimbingan dan konseling itu terintegrasi dengan proses pendidikan di sekolah
(PMPTK, 2007: 82).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan bantuan dari
seluruh kalangan instansi dan atau masyarakat yang berkaitan dengan kebutuhan
membantu konseli dalam perkembangannya. Oleh karena itu pelaksanaan
bimbingan dan konseling tidak akan berjalan dengan baik apabila kurang
didukung dengan kolaborasi antar para personel sekolah.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling belum terlaksana dengan
seharusnya hal ini dikarenakan siswa sendiri sebagai konseli atau subyek yang
akan dibantu masih menganggap konselor sebagai polisi sekolah yang tugasnya
hanya menangani siswa yang bermasalah saja. Hal ini didukung dengan sistem
pendidikan di sekolah yang para personel pelakunya kurang tahu bagaimana
penyelenggaraan program bimbingan dan konseling di sekolah sehingga sulit
merubah paradigma bimbingan dan konseling sebagai polisi sekolah dimata siswa.
Icon SBI seharusnya menjadikan pendidikan di sekolah lebih maju,
namun tuntutan untuk menjalankan sekolah SBI sangatlah berat. Hal ini
menimbulkan permasalahan yang kompleks di sekolah di satu sisi personel
sekolah diharuskan bilingual dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Di sisi
lainnya siswa masih asing dengan penerapan bilingual di dalam pembelajaran
sehingga menimbulkan kesulitan-kesulitan belajar.
Selain itu sekolah RSBI dituntut juga untuk mengikuti kemajuan IPTEK
seperti penggunaan wifi atau hotspot di area sekolah hal ini dapat mempengaruhi
kelancaran proses belajar mengajar sekaligus menimbulkan masalah lain yang
lebih kompleks seperti penyalahgunaan penggunaan fasilitas tersebut oleh siswa
untuk hal-hal negatif misalkan mengakses situs-situs porno, jejaring network
maupun game online.
Hal inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh bimbingan dan konseling
untuk melaksanakan layanannya guna membantu konseli mengatasi masalah
kesulitan belajar ataupun masalah perkembangan remaja mereka agar merubah
paradigma yang menganggap konselor sebagai polisi sekolah menjadi konselor
sebagai sahabat siswa.
Sesuai dengan yang disebutkan diatas peneliti sangat tergerak untuk
mengetahui lebih lanjut bagaimanakah kemenarikan dan keunikan/kekhasan
pelaksanaan bimbingan dan konseling di SMK RSBI yang mengimplementasikan
KTSP. Penelitian ini tidak memecahkan masalah pelaksanaan sekolah menengah
kejuruan rintisan sekolah berstandar internasional yang seharusnya melainkan
penelitian ini memberikan gambaran jelas tentang pelaksanaan salah satu SMK
RSBI di kota Blitar.
METODE PENELITIAN
Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bermaksud
mengetahui dan mendeskripsikan secara rinci tentang pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling di sekolah menengah kejuruan negeri rintisan sekolah
berstandar internasional di Kota Blitar. Peneliti akan melakukan kegiatan di
lapangan sejak dari penjajakan lokasi penelitian, studi orientasi sampai dengan
kegiatan studi secara terfokus.
Penelitian ini mengungkapkan pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di SMK Negeri 1 Kota Blitar. Jenis pendekatan yang sesuai dengan
penelitian ini adalah fenomenologi. Peneliti dalam pandangan fenomenologis
berusaha menghayati makna yang orang berikan terhadap sesuatu dan memahami
arti peristiwa beserta kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada pada
situasi tertentu. Dalam penelitian ini peneliti berusaha memahami pemaknaan
personil sekolah dan siswa dalam memaknai pelaksanaan bimbingan dan
konseling di SMK Negeri 1 Kota Blitar.
Selain itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik snowball
sampling. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data,
yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan
karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan
data yang lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai
sumber data sampai data benar-benar lengkap. Dengan demikian jumlah sampel
sumber data akan semakin besar.
Subyek yang dijadikan sumber data ditetapkan berdasarkan kriteria
berikut: (1) Subyek merupakan warga SMK Negeri 1 Kota Blitar. (2) Subyek
pernah mengikuti kegiatan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. (3)
Subyek dapat didekati dan diakrabi, dapat diakses secara sosial, formal maupun
informal, di dalam atau di luar ruangan. (4) subyek bersedia menjadi partisipan
dalam penelitian.
Berdasarkan kriteria tersebut, awalnya peneliti menetapkan satu subyek
penelitian dari konselor, siswa, maupun personil sekolah lainnya. sejalan dengan
keperluan kelengkapan data mengenai fenomena yang diteliti, maka ditambah
beberapa subyek lagi untuk memperoleh hasil data yang melengkapi. Subyek
pertama untuk konselor adalah K1, dari K1 tersebut diperoleh subyek lain yaitu
K2, K3, K4. Subyek pertama untuk siswa adalah S1, dari S1 tersebut diperoleh
subyek lain yaitu S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8. Subyek pertama untuk personil
sekolah adalah PS1, dari PS1 tersebut diperoleh subyek lain yaitu PS2, PS3, PS4.
Peneliti dalam pengumpulan data ini menggunakan data deskriptif yang
berupa kata-kata dan tindakan serta data tertulis. Data tersebut dikumpulkan
secara berurutan sesuai dengan urutan tema fokus penelitian. Dalam hal ini, data
dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu:
teknik observasi, teknik wawancara mendalam dan teknik dokumentasi.
Peneliti mengobservasi ruang bimbingan bimbingan dan konseling, proses
pembelajaran di kelas, fasilitas yang tersedia, materi-materi yang diberikan dan
perilaku konselor dalam melaksanakan layanan. Peneliti melakukan wawancara
kepada empat konselor, empat personil sekolah dan delapan siswa mulai awal
peneliti melakukan penelitian tanggal 23 April sampai tanggal 5 Mei 2012. Dalam
penelitian ini, dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan fokus penelitian. Dalam data ini dimanfaatkan sebagai penunjang dari
data-data lainnya sehingga diperoleh data yang utuh dan berkualitas. Peneliti
diantaranya mempelajari PROTA, PROMES, RPP, dan Silabus dalam melakukan
studi dokumentasi.
Dari lokasi penelitian, data lapangan dituangkan dalam uraian laporan
yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan kemudian direduksi,
dirangkum, dan kemudian dipilah-pilah hal yang pokok, difokuskan untuk dipilih
yang terpenting kemudian dicari tema atau polanya ( melalui proses
penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan ). Reduksi data dilakukan terus
menerus selama proses penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data
dipilah kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar
memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik
kesimpulan sementara.
Peneliti mereduksi data yang diperoleh dengan cara sebagai berikut:
K
: Konselor
PS
: Personil Sekolah
S
: Siswa
Untuk K, PS dan S diperoleh melalui proses wawancara.
O
: Observasi
D
: Dokumentasi
DU
: Data Utama (Data yang diperoleh dari wawancara)
DT
: Data Tambahan (Data yang diperoleh dari observasi atau
dokumentasi)
Untuk memudahkan pembaca, peneliti menuliskan data-data secara
berurutan yaitu termasuk data utama atau tambahan, subyek penelitian konselor,
siswa atau personil sekolah, dan terakhir kapan mengumpulkan data tersebut
misalnya:
(DU/K2/03-04-2012)
: Data Utama yang diperoleh dari dari konselor ke-2
yang dilakukan ke-2 pada tanggal 3 April 2012.
(DT/O1/05-03-2012)
: Data Tambahan dari observasi ke-1 yang
dilakukan ke-1 pada tanggal 5 Maret 2010.
Data-data tersebut kemudian dipilah-pilah dan disisikan untuk disortir
menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk
ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk
kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.
Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus menerus
sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama memasuki lapangan dan
selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan
mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu mencari pola tema dan
hubungan persamaan, yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan
yang masih bersifat tentatif.
Kecukupan referensial dengan menggunakan alat bantu perekam yang
dapat memudahkan peneliti menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis
untuk keperluan evaluasi, alat-alat yang digunakan dalam pengecekan keabsahan
data dengan menggunakan teknik konfirm ability yaitu menyesuaikan analisis
tertulis dari transkrip wawancara yang dibahas dengan rekaman. Dengan data dan
informasi yang telah tercatat dan terekam dapat digunakan sebagai dasar untuk
menguji sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data sehingga peneliti tidak
mengalami kesulitan dalam menyusun laporannya.
Triangulasi
adalah
tehnik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik untuk menguji
kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada subyek penelitian
yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi. Sedangkan triangulasi
sumber digunakan untuk mengecek data yang diperoleh dari beberapa subyek
penelitian. Misalkan sumber data dari konselor kemudian dicek kepada personil
sekolah dan siswa.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini mendiskripsikan tentang pelaksanaan layanan BK di
SMKN RSBI, pemaknaan personil sekolah dan siswa terhadap program BK serta
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan layanan BK di SMKN RSBI. Deskripsi
hasil penelitian dijabarkan sebagai berikut:
Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling di SMK RSBI
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar
mengacu pada program dan materi pengembangan diri siswa sesuai kurikulum
tingkat satuan pendidikan. Dalam mengorganisasikan layanan mereka membuat
program tahunan, program semester, RPP dan Silabus. Mereka juga membuat
modul dan LKS bimbingan dan konseling untuk memudahkan dalam pelaksanaan
layanan. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sana didukung juga
dengan adanya jam masuk kelas.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar
dibagi menjadi tiga tahap yaitu perencanaan program, pelaksanaan program dan
evaluasi program. Dalam melaksanakan layanannya bimbingan dan konseling di
sana menggunakan pedoman konselor sebagai sahabat siswa. Mereka berpedoman
seperti itu agar siswa mau datang dan tidak berpandangan negatif terhadap
bimbingan dan konseling.
Kegiatan perencanaan program yang mereka lakukan diantaranya yaitu
kegiatan penyusunan program BK, penyusunan RAPBS serta penyediaan fasilitas.
Pelaksanaan penyusunan program BK dan penyusunan RAPBS di sana dilakukan
pada awal tahun ajaran baru berkolaborasi dengan tim kurikulum. Penyediaan
fasilitas penunjang layanan BK di sana dilakukan pada bulan Juli dan Agustus
berkolaborasi dengan tim sarana dan prasarana.
Kegiatan pelaksanaan program meliputi pengumpulan dan analisis data,
pelaksanaan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
penguasaan konten, bimbingan kelompok, layanan konseling, konsultasi, referal,
konferensi kasus, serta home visit. Pengumpulan dan analisis data di sana dibagi
dalam dua tahap, yaitu pengumpulan data identitas siswa dan pengumpulan data
hasil analisa DCM. Pelaksanaan Layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, penguasaan konten dan bimbingan kelompok dilaksanakan sesuai
jadwal masuk kelas yang telah diprogramkan. Layanan konseling, konsultasi,
referal dan home visit dilakukan insidental sesuai kebutuhan siswa. Mereka juga
berkolaborasi dengan berbagai pihak yang ada di dalam maupun di luar sekolah
yang terkait dengan kebutuhan membantu memecahkan masalah siswa antara lain:
orang tua siswa, guru mata pelajaran, wali murid, Dinkes dan MGBK.
Kegiatan evaluasi yang dilakukan di sana menggunakan tinjauan
manajemen yang telah tersertifikasi ISO 9001. Pelayanan bimbingan dan
konseling dievaluasi oleh pihak SAI global setiap enam bulan sekali. Evaluasi
tersebut dilakukan dengan tinjauan manajemen.
Pemaknaan Personil Sekolah Terhadap Program BK
Bimbingan dan konseling merupakan unit kerja berarti tidak dapat
berjalan sendiri dalam melaksanakan layanan. Bimbingan dan konseling bertugas
memantapkan siswa yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan jurusannya.
Bimbingan dan konseling juga bertugas membantu siswa merencanakan karier
mereka kedepan. Oleh karena itu bimbingan dan konseling sangatlah penting
khususnya di SMK. Di SMK dengan praktek dan teori dalam pembelajarannya
sangat rentan dengan timbulnya masalah, maka bimbingan dan konseling di sini
juga berperan penting untuk mencegah timbulnya masalah. Bimbingan dan
konseling juga melakukan kegiatan merekap absensi siswa, melaksanakan home
visit, memberikan motivasi di kelas dan juga merangkap penertib.
Bimbingan dan konseling di sana ditinjau dari banyaknya siswa yang
perlu dibina mengalami kekurangan personil namun secara kualitas sudah bekerja
dengan baik karena memiliki keahlian khusus dalam menangani siswa dan
menerapkan manajemen yang telah tersertifikasi ISO 9001. Mereka juga sudah
mengurangi tugas merangkap sebagai tatib. Menurut konselor sendiri, mereka
mengakui bahwa ilmu yang mereka dapat saat ini sudah ketinggalan dengan
perkembangan keilmuan bimbingan dan konseling.
Pemaknaan Peserta Didik terhadap Program BK
Menurut pendapat kelas sepuluh bimbingan dan konseling di sana
menakutkan karena banyak dari teman-teman mereka yang bercerita negatif
tentang BK. Hal-hal negatif dari bimbingan dan konseling diperoleh dari
pengalaman waktu duduk di SMP dahulu. Bimbingan dan konseling menurut
siswa kelas sebelas dianggap sebagai tempat untuk menangani siswa yang
bermasalah. Namun mereka enggan untuk mengutarakan masalahnya ke konselor
karena menurut mereka konselor kurang akrab dengan siswa. Bimbingan dan
konseling menurut siswa kelas dua belas adalah tempat untuk berkonsultasi,
mencari informasi mengenai sekolah lanjutan maupun lowongan pekerjaan serta
anggapan mereka adalah siswa yang dipanggil oleh BK merupakan siswa yang
bermasalah.
Siswa kelas sepuluh, sebelas dan dua belas menganggap konselor di
SMKN 1 Kota Blitar berperilaku ramah dan bersahabat. Hal ini juga merupakan
semboyan dari bimbingan dan konseling di sana yaitu konselor merupakan
sahabat siswa.
Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Layanan BK di SMK RSBI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di sana dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu keprofesionalan konselor
sebagai pelaksana layanan, fasilitas dan sarana dan prasarana serta dukungan dari
personil bimbingan lainnya. Faktor-faktor tersebut ada yang mendukung dan ada
yang menghambat pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
Faktor yang mendukung pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
dapat berjalan dengan baik apabila konselornya profesional. Profesional menurut
mereka adalah konselor dapat meng-up date ilmu, konselor memiliki etos kerja
yang tinggi, serta dapat mendahulukan pekerjaannya dari pada urusan pribadi.
Personil sekolah sangat mendukung terhadap keberadaan bimbingan dan
konseling di SMKN 1 Kota Blitar. Dukungan yang diberikan terhadap BK mereka
sesuaikan dengan jabatan mereka di sekolah.
Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di sana dipengaruhi oleh fasilitas dan sarana penunjang layanan
diantaranya fasilitas online untuk bimbingan dan konseling dan konseling belum
diprogramkan di sekolah, masih adanya fasilitas gedung kelas yang dibangun
sehingga menghambat pelayanan bimbingan masuk kelas serta ruang bimbingan
dan konseling yang kurang strategis membuat siswa enggan untuk memanfaatkan
layanannya. Orang tua yang kurang mendukung terhadap layanan bimbingan dan
konseling sehingga menghambat pemecahan masalah anaknya di sekolah.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Layanan BK di SMK RSBI
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar
mengacu pada program dan materi pengembangan diri siswa sesuai kurikulum
tingkat satuan pendidikan. Dalam mengorganisasikan layanan mereka membuat
program tahunan, program semester, RPP dan Silabus. Mereka juga membuat
modul dan LKS bimbingan dan konseling untuk memudahkan dalam pelaksanaan
layanan. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sana didukung juga
dengan adanya jam masuk kelas.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar
dibagi menjadi tiga tahap yaitu perencanaan program, pelaksanaan program dan
evaluasi program. Hal ini berarti di sana telah melaksanakan kegiatan manajemen
dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Hal ini senada dengan apa yang
dikemukakan dalam Flurentin (2001: 5) bahwa manajemen dalam bimbingan
adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengontrolan/pengawasan, dan pengendalian kegiatan petugas bimbingan dalam
rangka mencapai tujuan bimbingan yang telah dirumuskan, dengan menggunakan
sumber manusia dan material secara tepat.
Kegiatan perencanaan program yang mereka lakukan yaitu diantaranya
yaitu kegiatan penyusunan program BK, penyusunan RAPBS serta penyediaan
fasilitas. Pelaksanaan penyusunan program BK dan penyusunan RAPBS di sana
dilakukan pada awal tahun ajaran baru berkolaborasi dengan tim kurikulum.
Penyediaan fasilitas penunjang layanan BK di sana dilakukan pada bulan Juli dan
Agustus berkolaborasi dengan tim sarana dan prasarana.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gysber & Henderson
dalam Flurentin (2001: 26) yaitu tahap-tahap pengembangan bimbingan dan
konseling meliputi perencanaan (planning), penyusunan (designing), pelaksanaan
(implementing), dan penilaian (evaluating). Perencanaan program di sana sudah
melaksanakan beberepa tahap yang ada tersebut, namun kurang begitu lengkap.
Walaupun begitu mereka sudah berusaha melaksanakan kegiatan perencanaan
program.
Program bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar mengadopsi
program tahun yang lalu. Hal ini kurang sesuai dengan apa yang dikemukakan
Flurentin. (2001: 21) program yang direncanakan secara terperinci dan baik
memberikan banyak keuntungan, baik itu siswa yang mendapat layanan
bimbingan, maupun petugas bimbingan yang menyelenggarakannya. Mengadopsi
program tahun lalu tidak merencanakan program secara terperinci sehingga hanya
menguntungkan konselor saja.
Selain itu Roeber et al. (1955) dalam Flurentin (2001: 21) bahwa
perencanaan awal program bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk
menjawab tiga pertanyaan yaitu: (1) Apa saja kebutuhan bimbingan untuk siswa?,
(2) Sejauh mana kebutuhan-kebutuhan itu telah dapat dipenuhi dengan kondisi
yang ada sekarang?, dan (3) Bagaimana sekolah dapat memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut dengan baik?. Dengan demikian kegiatan mengadopsi
program tahun lalu kurang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
karena program tersebut kurang melihat kebutuhan konseli.
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sana dilakukan
sesuai dengan program layanan yang telah dibuat melalui kegiatan pelaksanaan
program. Kegiatan pelaksanaan program meliputi pengumpulan dan analisis data,
pelaksanaan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
penguasaan konten, bimbingan kelompok, layanan konseling, konsultasi, referal,
konferensi kasus, serta home visit. Kegiatan pelaksanaan program klasikal
(layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten
serta bimbingan kelompok) di sana diprogramkan dengan mencakup empat
bidang bimbingan yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir. Hal ini sesuai
dengan SK Mendikbud No. 025/O/1995 tentang petunjuk teknis ketentuan
pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya yaitu kegiatan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan harus mencakup bimbingan pribadi,
sosial, belajar dan karir.
Pengumpulan dan analisis data di sana dibagi dalam dua tahap, yaitu
pengumpulan data identitas siswa dan pengumpulan data hasil analisa DCM. Hal
ini sesuai dengan Wingkel (1997: 299) bahwa secara ideal, kumpulan catatan ini
merupakan arsip perseorangan, yang diorganisasi dengan baik dan bersifat
komprehensif, sehingga akhirnya dapat menghasilkan suatu deskripsi kuantitaif
dan kualitatif tentang kepribadian siswa dalam berbagai aspeknya.
Pelaksanaan Layanan orientasi diberikan kepada siswa kelas sepuluh dan
dua belas. Layanan orientasi untuk kelas sepuluh bertujuan untuk mengenalkan
bimbingan dan konseling, sedangkan untuk kelas dua belas bertujuan agar mereka
mengenal dunia kerja maupun sekolah lanjutan. Hal ini senada dengan apa yang
dikemukakan oleh Prayitno (1997: 35) bahwa layanan orientasi memungkinkan
peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik
di lingkungan yang baru.
Layanan informasi yang dilakukan di sana menggunakan metode papan
bimbingan, ceramah, diskusi dan tanya jawab serta pemutaran video. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikemukakan Prayitno (1994) bahwa layanan informasi
perlu diselenggarakan di sekolah yaitu untuk membekali individu dengan berbagai
pengetahuan tentang lingkungan.
Layanan penempatan dan penyaluran ditujukan kepada siswa kelas
sebelas. Layanan tersebut dilaksanakan oleh bimbingan dan konseling di sana
berkolaborasi dengan BKK di sekolah dalam menentukan tempat prakerin.
Konselor berperan penting untuk menyiapkan siswa agar siap untuk
melaksanakan prakerin sesuai dengan tempat yang telah ditentukan. Hal ini sesuai
dengan tujuan layanan penempatan dan penyaluran yaitu siswa memperoleh
penempatan dan penyaluran yang tepat, misalnya penempatan di dalam kelas,
kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang dan kegiatan
ekstrakulikuler (Depdikbud, 2002: 15)
Layanan penguasaan konten diberikan kepada semua siswa, untuk siswa
kelas dua belas layanan konten diberikan porsi lebih banyak untuk membekali
mereka ketika lulus agar dapat bersaing di dunia kerja. Tujuan layanan konten
adalah agar siswa menguasai konten atau kompetensi tertentu serta menambah
pemahaman, mengarahkan sikap dan kebiasaan tertentu, memenuhi kebutuhan
dan mengatasi masalahnya.
Bimbingan kelompok dilaksanakan sesuai jadwal masuk kelas yang
telah diprogramkan. Layanan ini terintegrasi dengan layanan informasi.
Bimbingan kelompok di sana dilakukan dengan metode dikusi kelompok dan
tanya jawab. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Romlah (2001: 3)
bahwa bimbingan kelompok merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan
dalam situasi kelompok. Tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya masalah
pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.
Pelaksanaan layanan konseling yang dilakukan di SMKN 1 Kota Blitar
dilaksanakan dengan melakukan pemanggilan ke ruang konseling dengan melihat
hasil analisis DCM, absensi siswa, laporan dari wali kelas dan guru mata pelajaran
dan juga pelanggaran di peraturan sekolah. Selain itu ada juga siswa yang datang
atas kemauannya sendiri karena mempunyai masalah pribadi. Masalah yang sama
dari siswa mereka lakukan konseling kelompok.
Mortensen dan Schmuller (1964) yang menyatakan counseling is the
heart of guidance program yang artinya konseling adalah jantung dari bimbingan.
Oleh karena itu diharapkan agar kegiatan konseling dapat berlangsung secara
efektif dan efisien sehingga layanan bimbingan secara keseluruhan dapat
berlangsung dengan baik. Hal ini berarti diperlukan penguasaan layanan konseling
dengan baik oleh konselor.
Konseling yang dilaksanakan di sana tidak menggunakan teknik-teknik
konseling. Mereka menggunakan nasehat-nasehat, saran, dan solusi pemecahan
masalah. Dalam pelaksanaan konseling mereka kurang menguasai teknik-teknik
konseling. Menggunakan nasehat-nasehat, saran, dan solusi memecahkan masalah
siswa kurang sesuai. Di dalam konseling terjadi proses membahas dan
memikirkan masalah bersama anak bukan untuk anak (Djoko, 2009: 101). Karena
konseling merupakan proses belajar jadi siswa belajar untuk memahami diri,
belajar untuk memecahkan masalahnya serta belajar untuk mengambil keputusan.
Layanan konsultasi dilaksanakan insidental sesuai kebutuhan siswa.
Siswa yang memanfaatkan layanan konsultasi adalah siswa kelas dua belas.
Mereka mengkonsultasikan masalah mengenai sekolah lanjutan dan pekerjaan.
Konselor dibantu oleh BKK untuk mencari pekerjaan, sedangkan untuk
membantu memilihkan jurusan konselor mempelajari brosur-brosur PTN. Hal ini
kurang sesuai dengan apa yang dikemukakan di dalam PMPTK (2007: 54) bahwa:
Konselor menerima layanan konsultasi yang bagi guru, orang tua, atau
pihak pimpinan sekolah/madrasah yang terkait dengan upaya
membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada
para peserta didik, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang
kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan
meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
Dengan demikian pelaksanaan konsultasi ditujukan bagi guru, orang tua,
atau pihak pimpinan/madrasah yang bertujuan untuk membantu perkembangan
peserta didik.
Pelaksanaan alih tangan kasus yang dilaksanakan untuk membantu siswa
di sana berhubungan dengan masalah kesehatan siswa. Alih tangan kasus yang
dilaksanakan di sana berkolaborasi dengan Dinkes. Alih tangan kasus merupakan
kegiatan pendukung untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas
atas masalah yang dialami siswa dengan memindahkan penanganan kasus ke
pihak lain, misalnya guru mata pelajaran, konselor, sesuai dengan permasalahan
siswa (Depdikbud, 2002: 17). Dalam hal ini pelaksanaan alih tangan yang
dilaksanakan di sana sesuai keahlian yang akan akan digunakan untuk membantu
permasalahan siswa.
Pelaksanaan home visit dilakukan dengan kondisi apabila orang tua
siswa yang diundang tiga kali tidak memenuhi panggilan. Siswa yang tidak
masuk, terlambat lebih dari tiga kali juga akan kami lakukan home visit. Kegiatan
tersebut dilakukan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen
bagi terentasnya permasalahan siswa melalui kunjungan rumah (Flurentin, 2001:
80). Dengan demikian pelaksanaan home visit di sana dilakukan untuk
mengentaskan masalah siswa.
Konferensi kasus yang dilaksanakan di sana, digunakan untuk membantu
menyelesaikan masalah yang dianggap berat sehingga konselor tidak dapat
memutuskannya sendiri. Mereka berkolaborasi dengan wali kelas, kepala
departemen, kesiswaan maupun kepala sekolah. Masalah-masalah tersebut
misalnya: kasus hamil, mencuri, tawuran, bobot poin mendekati ambang batas dan
nilai akademik yang memungkinkan untuk tidak naik kelas. Kegiatan kolaborasi
dalam konferensi kasus yang dilakukan di sana telah sesuai dengan apa yang
dikemukakan di dalam PMPTK, (2007: 55) bahwa konferensi kasus adalah
kegiatan yang membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang
dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan
konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sana berkolaborasi
dengan berbagai pihak yang ada di dalam maupun di luar sekolah yang terkait
dengan kebutuhan membantu memecahkan masalah siswa antara lain: orang tua
siswa, guru mata pelajaran, wali murid, Dinkes dan MGBK. Hal ini senada
dengan PMPTK (2007: 40) dalam pemetaan tugas konselor pada jenjang sekolah
menengah yang di anjurkan untuk melaksanakan kolaborasi dengan berbagai
pihak yang terkait.
Kegiatan evaluasi yang dilakukan di sana menggunakan tinjauan
manajemen yang telah tersertifikasi ISO 9001. Pelayanan bimbingan dan
konseling dievaluasi oleh pihak SAI global setiap enam bulan sekali. Evaluasi
tersebut dilakukan dengan tinjauan manajemen. Hal ini senada dengan pernyataan
Sauber (1973) dalam Flurentin (1991: 78) bahwa evaluasi merupakan proses
pertimbangan makna, keefektifan, dan ketepatan berdasarkan pada kriteria atau
tujuan atau proses memberikan nilai atas sesuatu yang mengambil suatu
keputusan. Dengan demikian evaluasi yang dilakukan dengan tinjauan manajemen
yang tersertifikasi ISO 9001 telah mewakili evaluasi dalam pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling di sana.
Pemaknaan Personil Sekolah Terhadap Program BK
Bimbingan dan konseling menurut pemaknaan mereka merupakan unit
kerja berarti tidak dapat berjalan sendiri dalam melaksanakan layanan. Selain itu
bimbingan dan konseling bertugas memantapkan siswa yang kurang dapat
menyesuaikan diri dengan jurusannya. Hal ini sesuai dengan tugas konselor di
sekolah menengah kejuruan dalam PMPTK (2007: 39) yaitu pelayanan lebih
difokuskan kepada upaya membantu konseli mengokohkan pilihannya dan
pengembangan karir sejalan dengan bidang vokasi yang menjadi pilihannya.
Bimbingan dan konseling menurut mereka juga bertugas membantu
siswa merencanakan karier mereka kedepan. Oleh karena itu bimbingan dan
konseling sangatlah penting khususnya di SMK. Hal ini senada dengan apa yang
dikemukakan oleh Flurentin, (2001: 5) bahwa bimbingan dan konseling penting
adanya di suatu sekolah karena merupakan bagian integral dari keseluruhan
program pendidikan. Di SMK dengan praktek dan teori dalam pembelajarannya
sangat rentan dengan timbulnya masalah, maka bimbingan dan konseling di sini
juga berperan penting untuk mencegah timbulnya masalah. Hal ini sesuai dengan
pendekatan bimbingan dan koseling perkembangan yang berorientasi kepada
perkembangan dan preventif.
Bimbingan dan konseling juga melakukan kegiatan merekap absensi
siswa, melaksanakan home visit, memberikan motivasi di kelas dan juga
merangkap penertib. Sebagian dari apa yang mereka katakan memang merupakan
tugas dari konselor (home visit dan motivasi). Namun perlu digaris bawahi jika
bimbingan dan konseling bertugas sebagai penertib, hal ini tidak sejalan dengan
pengertian bimbingan yaitu:
“Bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus
dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri
dan perwujudan diri dalam mencapai tingkatan perkembangan yang
optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan (Djoko, 2009: 6).”
Penertib bukanlah bantuan yang bersifat mendidik oleh karena itu dapat
dilakukan oleh guru lain. Sedangkan bimbingan sendiri merupakan kegiatan yang
dilakukan secara sistematis dan terus menerus sehingga perlu penanganan oleh
orang yang memiliki keahlian dalam hal ini tentunya adalah konselor. Sesuai UU
No 20 Tahun 2003 Pasal Ayat 6 yaitu keberadaan konselor dalam sistem
pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar
dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan
instruktur. Hal ini berarti penertib bukanlah merupakan tugas konselor karena
lebih bersifat menghukum bukan mendidik.
Menurut mereka bimbingan dan konseling di sana ditinjau dari
banyaknya siswa yang perlu dibina mengalami kekurangan personil yaitu dari
2388 siswa ditangani oleh sebelas konselor. Hal ini sesuai dengan SKB
Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 025 tahun 1993 tentang
petunjuk teknis ketentuan pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya pasal 5 ayat 3 yang berbunyi tentang jumlah peserta didik yang harus
dibimbing oleh seorang guru pembimbing adalah 150. Jadi seyogyanya sekolah
menambah empat atau lima orang konselor lagi dalam memenuhi aturan tersebut.
Menurut mereka secara kualitas konselor di sana sudah bekerja dengan
baik karena memiliki keahlian khusus dalam menangani siswa dan menerapkan
manajemen ISO. Mereka juga sudah mengurangi tugas merangkap sebagai tatib.
Dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan
kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan
pengentasan masalah-masalah konseli (PMPTK, 2007: 13). Oleh karena itu belum
tepat kiranya apabila pelaksanaan bimbingan dan konseling itu dinilai hanya dari
kualitas konselor ataupun manajemen yang baik karena pelaksanaan bimbingan
dan konseling yang berjalan baik dan efektif adalah jika mencapai tujuan
bimbingan konseling.
Menurut konselor sendiri, mereka mengakui bahwa ilmu yang mereka
dapat saat ini sudah ketinggalan dengan perkembangan keilmuan bimbingan dan
konseling. Dalam hal ini konselor perlu melaksanakan pengembangan profesi agar
mereka dapat melaksanakan layanan bimbingan dan konseling dengan baik.
Pengembangan profesionalitas dalam PMPTK (2007: 37) yaitu: Konselor secara
terus menerus berusaha untuk meng-up date pengetahuan dan ketrampilannya
melalui (1) in-service training, (2) aktif dalam organisasi profesi, (3) aktif dalam
kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (4)
melanjutkan studi ke program yan lebih tinggi (Pascasarjana).
Harapan yang di utarakan para personil sekolah menuntut agar konselor
meningkatkan kinerja layanan responsif serta meningkatkan kolaborasi dengan
personil sekolah lainnya. Selain meningkatkan kinerja layanannya, konselor juga
diharapkan untuk lebih memfokuskan layanan untuk membantu ke arah karier
siswa yang berkaitan dengan dunia kerja dan perguruan tinggi. Harapan tersebut
juga bisa dimaknai sebagai saran untuk melaksanakan layanan bimbingan dan
konseling lebih baik lagi.
Konselor di sana seyogyanya menindak lanjuti harapan para personil
sekolah dengan membuat program yang lebih baik lagi. Kegiatan ini dapat
meliputi dua kegiatan, yaitu (1) memperbaiki hal-hal yang dipandang lemah,
kurang tepat, atau kurang relevan dengan tujuan yang akan dicapai, dan (2)
mengembangkan program, engan cara merubah atau menambah beberapa hal
yang dipandang dapat meningkatkan kualitas dan efektifitas program (PMPTK,
2007: 60).
Pemaknaan Siswa Terhadap Program BK
Menurut pendapat siswa kelas sepuluh (X) bimbingan dan konseling
merupakan tempat untuk membimbing siswa agar mereka dapat mentaati
peraturan sekolah. Hal ini ini berarti bimbingan dan konseling di sana telah
melaksanakan fungsi preventif yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor
untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan
berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli (PMPTK, 2007:
22). Pelaksanaan tersebut harus ditunjang dengan penggunaan teknik yang tepat
agar tidak menimbulkan persepsi negatif.
Menurut mereka bimbingan dan konseling di sana menakutkan karena
banyak dari teman-teman mereka yang bercerita negatif tentang BK. Hal-hal
negatif dari bimbingan dan konseling diperoleh dari pengalaman waktu duduk di
SMP dahulu. Hal ini kurang sesuai dengan prinsip bimbingan dan konseling yaitu
bimbingan menekankan hal yang positif (PMPTK, 2007: 24). Perlu adanya
layanan orientasi yang intensif dan penciptaan kondisi yang baik agar siswa
merubah persepsinya.
Menurut pendapat kelas sebelas (XI) bimbingan dan konseling
merupakan tempat untuk mendidik siswa agar mentaati peraturan sekolah dan
tempat untuk mengarahkan mereka dalam meraih prestasi. Dalam hal mendidik
agar mentaati peraturan sekolah, bimbingan dan konseling di sana telah
melaksanakan fungsi preventif sesuai dengan yang telah dijelaskan pada paragraf
sebelumnya. Sedangkan dalam hal mengarahkan untuk meraih prestasi berarti
bimbingan dan konseling di sana juga melaksanakan fungsi pengembangan. Yaitu
konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli (PMPTK, 2007: 23). Oleh
karena itu perlu kerjasama dengan personil sekolah lainnya.
Mereka juga menganggap bimbingan dan konseling sebagai tempat
untuk menangani siswa yang bermasalah. Anggapan bahwa siswa bahwa
bimbingan dan konseling merupakan tempat siswa yang bermasalah tersebut
bertolak belakang dengan prinsip bimbingan dan konseling yaitu bimbingan dan
konseling diperuntukan bagi semua konseli (PMPTK, 2007: 24). Prinsip ini
berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang
tidak bermasalah maupun yang maupun yang bermasalah, baik wanita maupun
pria, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa.
Mereka juga enggan untuk mengutarakan masalahnya ke konselor karena
menurut mereka konselor kurang akrab. Hal ini kurang sesuai dengan asas
keterbukaan bimbingan dan konseling dalam PMPTK (2007: 26) yaitu:
Asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli)
yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak
berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya
sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar
yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli
(konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terseleng-garanya asas
kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi
sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru
pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpurapura.
Konselor perlu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura agar siswa dapat
terbuka untuk mau mengutarakan masalah-masalanya.
Menurut pendapat siswa kelas dua belas (XII) bimbingan dan konseling
adalah tempat yang digunakan untuk membantu para siswa agar mentaati
peraturan, membantu memberikan masukan dan motivasi atas masalah yang
dialami serta merupakan tempat untuk mencari informasi dan solusi mengenai
pemilihan pekerjaan dan perguruan tinggi mereka.
Dalam hal ini bimbingan dan konseling juga melaksanakan fungsi
penyaluran, yaitu dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakulikuler,
jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang
sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya (PMPTK,
2007: 20)
Mereka dalam hal mencari informasi dan solusi tentang pemilihan
pekerjaan dan perguruan tinggi datang sendiri tanpa dipanggil. Mereka
beranggapan bahwa kegiatan yang mereka lakukan tersebut merupakan kebutuhan
mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan asas kesukarelaan bimbingan dan konseling
yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli dalam
mengikuti/menjalani pelayanan/ kegiatan yang diperlukan baginya (PMPTK,
2007: 26).
Siswa kelas sepuluh, sebelas dan dua belas menganggap konselor di
SMKN 1 Kota Blitar berperilaku ramah dan bersahabat. Hal ini juga merupakan
semboyan dari bimbingan dan konseling di sana yaitu konselor merupakan
sahabat siswa. Konselor yang berperilaku ramah dan bersahabat menjadikan siswa
merasa nyaman dan tidak takut kepada mereka. Apabila iklim tersebut dapat
dipertahankan, maka anggapan-anggapan, pandangan, pencitraan negatif terhadap
bimbingan dan konseling akan menghilang sedikit demi sedikit. Hal ini berarti
konselor juga telah bertanggung jawab atas eksistensi profesinya sebagai yang
diakui oleh negara (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6)
Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Layanan BK Di SMK RSBI
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan
baik apabila konselornya profesional. Pengembangan profesionalitas konselor
tertuang pada kode etik profesi bimbingan dan konseling yaitu berkaitan dengan
mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan (ABKIN, 2009:
6). Profesional menurut mereka adalah konselor dapat meng-up date ilmu,
konselor memiliki etos kerja yang tinggi, serta dapat mendahulukan pekerjaannya
dari pada urusan pribadi. Hal ini senada dengan asas keahlian bimbingan dan
konseling, yaitu bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional (PMPTK, 2007: 27). Oleh karena itu konselor perlu menjaga
keprofesionalanya agar eksistensinya dalam dunia pendidikan tidak diremehkan.
Pelaksanaan layanan juga dipengaruhi juga oleh fasilitas bimbingan dan
konseling dan konseling, fasilitas online di sekolah, fasilitas gedung kelas.
ketersediaan fasilitas tersebut memudahkan mereka dalam melancarkan
layanannya. Di dalam pelaksanaan pembelajaran di Sekolah RSBI ketersedian
fasilitas merupakan faktor kunci. Termasuk fasilitas bimbingan dan konseling
juga. Hal ini tersebut salah satunya karena sekolah rintisan bertaraf internasional
men
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN RINTISAN SEKOLAH
BERTARAF INTERNASIONAL
IMPLEMENTATION OF GUIDANCE AND COUNSELING SERVICES
IN SECONDARY VOCATIONAL SCHOOL INTERNATIONAL SCHOOL
PILOT
Bayu Anggara
e-mail: [email protected]
BK merupakan bagian integral dalam program pendidikan. Program BK dalam rangka
membantu siswa memecahkan masalahnya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan daerah
masing-masing. Pelaksanaan layanan yang diberikan memiliki kekhasan yaitu disesuaikan dengan
tugas konselor sesuai jenjang pendidikan dalam jalur pendidikan formal (TK, SD/MI, SMP/MTS,
SMA/SMK/MA, PT). SMK Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) merupakan contoh
sekolah kejuruan yang mengembangkan sekolah tersebut menuju sekolah bertaraf internasional
(SBI). Dengan demikian pelaksanaan layanan BK di SMK RSBI juga akan memiliki karakteristik
yang khas yaitu konselor yang memberikan alokasi waktu pelayanan lebih besar terhadap
pelayanan perencanaan individual dan keluarga, juga pengajaran di kelas yang menggunakan dua
bahasa (bilingual). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan layanan BK di SMK
RSBI, pemaknaan personil sekolah terhadap pelaksanaan program BK, pemaknaan siswa terhadap
program BK, faktor yang mempengaruhi pelaksanaan layanan BK di SMK RSBI. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, jenis fenomenologi; dilakukan di SMK Negeri 1 Kota Blitar
dengan subjek konselor, personil sekolah dan siswa. Teknik pengumpulan data: wawancara
mendalam, observasi, studi dokumentasi. Data yang diperoleh dideskripsikan, dimaknai,
dikategorisasikan dan dibuat koneksitas antar data yang telah ditemukan. Keabsahan data diuji
dengan, konfirm ability, dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan layanan
BK di SMK RSBI menggunakan program dan materi pengembangan diri siswa sesuai kurikulum
KTSP, menggunakan semboyan konselor sahabat siswa dan menggunakan manajemen yang telah
tersertifikasi international standard organization (ISO) 9001. Personil sekolah dalam memaknai
BK adalah membantu siswa agar dapat menyesuaikan diri di sekolah dan membantu untuk
merencanakan karier mereka. Siswa memaknai BK berbeda-beda sesuai dengan tingkatan kelas.
Kelas sepuluh memaknai BK masih negatif misalnya menghukum, menertibkan. Kelas sebelas
memaknai BK masih kurang akrab dengan siswa. Kelas dua belas memaknai BK dengan positif
membantu menyelesaikan masalah siswa. Faktor yang mendukung pelaksanaan layanan BK
meliputi konselor yang selalu meng-update ilmunya, konselor memiliki etos kerja yang tinggi,
konselor mendahulukan pekerjaan serta dukungan dari personil sekolah yang positif. Faktor yang
menghambat pelaksanaan layanan BK meliputi belum adanya fasilitas online untuk BK, ruang
bimbingan yang kurang strategis serta dukungan orang tua yang kurang maksimal. Saran: (1)
Kepala sekolah hendaknya meningkatkan sarana dan fasilitas sekolah; (2) Konselor hendaknya
berkonsultasi kepada pihak-pihak yang lebih ahli dalam melaksanakan layanan BK; (3) Peneliti
selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian terhadap beberapa sekolah RSBI dan jenjang
pendidikan yang berbeda untuk menemukan kekhasan lainnya.
Kata Kunci: Pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling, Sekolah Menengah Kejuruan,
Sekolah bertaraf Internasional.
Nilai suatu bangsa terletak dari kualitas sumber daya manusia yang
menjadi warga negara. Semakin baik kualitas manusianya, bangsa tersebut
semakin memiliki peluang besar menuju kemajuan dan kemakmuran. Dalam
rangka mencapai tujuan nasional, khususnya dalam bidang pendidikan, yang
berupaya mencapai masyarakat adil dan makmur baik jasmani maupun rohani,
perlu adanya usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,
guna memenuhi kebutuhan pembangunan dewasa ini dan masa yang akan datang.
Usaha yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidikan (PMPTK) dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan dan tenaga pendidikan di sekolah. Berkaitan dengan upaya
dimaksud, salah satu program Direktorat Jenderal PMPTK adalah melaksanakan
program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sesuai dengan Undang-undang
Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3 yaitu pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.
Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional dibuat untuk memperbaiki
kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju
lainnya. Icon SBI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual
sebagai medium of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas,
berstandar internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan
kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun
lembaga-lembaga
tes/sertifikasi
internasional,
seperti
Cambridge,
IB,
TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain (Kebijakan SBI, 2009: 1).
Menurut hasil wawancara peneliti dengan seorang guru yang berada di
Kota Blitar mengatakan:
Sekolah RSBI itu ya sekolah yang mengajarnya dengan dua bahasa,
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Namun biaya sekolah RSBI mahal,
hanya kalangan yang ekonominya baik yang bisa menyekolahkan
anaknya ke sekolah RSBI (DU/PS/28-01-2012).
Sekolah yang berlabel RSBI merupakan sekolah yang penyelenggaraan
pendidikannya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Mahalnya bersekolah ke
sekolah RSBI karena biaya penyelenggaraan dalam mengajar membutuhkan
media-media penunjang pembelajaran, sedangkan media-media penunjang
pembelajaran membutuhkan perawatan yang mahal.
Seorang guru yang mengajar di sekolah RSBI dituntut untuk bisa
berbicara dengan dua bahasa (bilingual). Bahasa yang digunakan juga bervariasi
tergantung sekolah masing-masing. Biasanya dalam mengajar mereka memakai
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, hal
ini menuntut manusia agar bisa terampil dan mandiri bukan hanya dalam bahasa
saja melainkan dalam IPTEK. Sekolah menengah kejuruan merupakan solusi yang
tepat bagi masyarakat indonesia untuk menyekolahkan anaknya agar bisa terampil
dan mandiri karena sekolah menengah kejuruan merupakan sekolah yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu (UU
SPN pasal 15).
Kota Blitar banyak memiliki sekolah-sekolah menengah kejuruan yang
telah berlabel Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Tentunya setiap sekolahsekolah tersebut memiliki perangkat bimbingan dan konseling yang berkualitas
dan melaksanakan program bimbingan sesuai dengan KTSP. Pelaksanaan
program bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah tersebut juga disesuaikan
dengan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal yang pengimplementasiannya berbeda-beda (memiliki
kekhasan) sesuai dengan potensi daerah masing-masing.
Bimbingan dan konseling sangat berperan penting di sekolah khususnya
di sekolah menengah kejuruan, bimbingan karier mutlak diperlukan untuk
membantu siswa sekolah kejuruan yang nantinya memilih keahlian-keahlian
tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya. Namun kenyataan di lapangan
berbeda, banyak siswa yang memilih jenis keahlian pekerjaan kurang sesuai
dengan bakat dan minatnya karena kurang begitu mengenal bimbingan dan
konseling.
Menurut hasil wawancara peneliti dengan salah seorang siswa sekolah
menengah kejuruan di Kota Blitar mengatakan:
Saya belum pernah ke ruang bimbingan dan konseling, saya takut ke sana
mas, konselornya sangar-sangar.... Soalnya biasanya siswa yang kesana
itu dipanggili oleh konselor mas. Semacam siswa yang suka membolos,
jarang masuk kelas, pokoknya yang nakal-nakal mas yang dipanggili.
Aku kan anak yang baik-baik mas. Hehehe (DU/S/27-01-2012).
Siswa memandang bahwa bimbingan dan konseling hanya membantu
siswa yang bermasalah saja, bimbingan dan konseling dianggap sebagai sesuatu
yang menakutkan di sekolah. Padahal bimbingan konseling tidak hanya
membantu siswa yang bermasalah saja, siswa yang berprestasi juga dibantu
diarahkan agar lebih meningkatkan prestasinya (tujuan bimbingan dan konseling).
Bimbingan dan konseling di sekolah menengah kejuruan pada
hakikatnya merupakan proses bantuan dan layanan agar siswa mampu memahami
dirinya (sikap, minat, bakat, dan pribadinya), memahami nilai-nilai yang ada pada
dirinya,
lingkungan
rumahnya,
dan
lingkungan
dunia
kerja,
serta
memutuskan/merencanakan dan menentukan pilihan karirnya yang mengarah
pada masa depan sesuai dengan potensi yang dimiliki, dengan demikian materi
bimbingan dan konseling kejuruan mencakup hal yang dapat menumbuhkan: (1)
pemahaman dan penerimaan diri, (2) pemahaman lingkungan dunia kerja, instansi
kerja, potensi daerah dan sebagainya, (3) pengidentifikasian hambatan oleh faktor
pribadi dan lingkungan serta kemampuan dalam mengatasi hambatan, (4) caracara pengambilan keputusan dan dunia kerja, (5) pengembangan karier.
Menurut hasil wawancara peneliti dengan salah seorang mahasiswa yang
telah melaksanakan praktik pengalaman lapangan II di sekolah menengah
kejuruan mengatakan:
Kami melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sana tanpa ada
jam masuk kelas. Kami ya harus minta sama konselor pamong apabila
kami mau masuk kelas. Konselor pamong yang memintakan jam ke guru
mata pelajaran (DU/MS/31-01-2012).
Tidak adanya jam masuk kelas berarti mengurangi tingkat hubungan
konselor dengan para siswa, konselor yang banyak dikenal oleh siswa akan
memudahkan mereka dalam membantu memecahkan masalah siswanya karena
mereka sudah kenal dan tahu (fungsi perbaikan bimbingan dan konseling).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling menekankan kolaborasi antara
konselor dengan para personal sekolah lainnya (pimpinan sekolah, guru-guru, dan
staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti
instansi pemerintah/swasta dan para ahli: psikolog dan dokter), yang berarti
bimbingan dan konseling itu terintegrasi dengan proses pendidikan di sekolah
(PMPTK, 2007: 82).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan bantuan dari
seluruh kalangan instansi dan atau masyarakat yang berkaitan dengan kebutuhan
membantu konseli dalam perkembangannya. Oleh karena itu pelaksanaan
bimbingan dan konseling tidak akan berjalan dengan baik apabila kurang
didukung dengan kolaborasi antar para personel sekolah.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling belum terlaksana dengan
seharusnya hal ini dikarenakan siswa sendiri sebagai konseli atau subyek yang
akan dibantu masih menganggap konselor sebagai polisi sekolah yang tugasnya
hanya menangani siswa yang bermasalah saja. Hal ini didukung dengan sistem
pendidikan di sekolah yang para personel pelakunya kurang tahu bagaimana
penyelenggaraan program bimbingan dan konseling di sekolah sehingga sulit
merubah paradigma bimbingan dan konseling sebagai polisi sekolah dimata siswa.
Icon SBI seharusnya menjadikan pendidikan di sekolah lebih maju,
namun tuntutan untuk menjalankan sekolah SBI sangatlah berat. Hal ini
menimbulkan permasalahan yang kompleks di sekolah di satu sisi personel
sekolah diharuskan bilingual dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Di sisi
lainnya siswa masih asing dengan penerapan bilingual di dalam pembelajaran
sehingga menimbulkan kesulitan-kesulitan belajar.
Selain itu sekolah RSBI dituntut juga untuk mengikuti kemajuan IPTEK
seperti penggunaan wifi atau hotspot di area sekolah hal ini dapat mempengaruhi
kelancaran proses belajar mengajar sekaligus menimbulkan masalah lain yang
lebih kompleks seperti penyalahgunaan penggunaan fasilitas tersebut oleh siswa
untuk hal-hal negatif misalkan mengakses situs-situs porno, jejaring network
maupun game online.
Hal inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh bimbingan dan konseling
untuk melaksanakan layanannya guna membantu konseli mengatasi masalah
kesulitan belajar ataupun masalah perkembangan remaja mereka agar merubah
paradigma yang menganggap konselor sebagai polisi sekolah menjadi konselor
sebagai sahabat siswa.
Sesuai dengan yang disebutkan diatas peneliti sangat tergerak untuk
mengetahui lebih lanjut bagaimanakah kemenarikan dan keunikan/kekhasan
pelaksanaan bimbingan dan konseling di SMK RSBI yang mengimplementasikan
KTSP. Penelitian ini tidak memecahkan masalah pelaksanaan sekolah menengah
kejuruan rintisan sekolah berstandar internasional yang seharusnya melainkan
penelitian ini memberikan gambaran jelas tentang pelaksanaan salah satu SMK
RSBI di kota Blitar.
METODE PENELITIAN
Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bermaksud
mengetahui dan mendeskripsikan secara rinci tentang pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling di sekolah menengah kejuruan negeri rintisan sekolah
berstandar internasional di Kota Blitar. Peneliti akan melakukan kegiatan di
lapangan sejak dari penjajakan lokasi penelitian, studi orientasi sampai dengan
kegiatan studi secara terfokus.
Penelitian ini mengungkapkan pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di SMK Negeri 1 Kota Blitar. Jenis pendekatan yang sesuai dengan
penelitian ini adalah fenomenologi. Peneliti dalam pandangan fenomenologis
berusaha menghayati makna yang orang berikan terhadap sesuatu dan memahami
arti peristiwa beserta kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada pada
situasi tertentu. Dalam penelitian ini peneliti berusaha memahami pemaknaan
personil sekolah dan siswa dalam memaknai pelaksanaan bimbingan dan
konseling di SMK Negeri 1 Kota Blitar.
Selain itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik snowball
sampling. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data,
yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan
karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan
data yang lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai
sumber data sampai data benar-benar lengkap. Dengan demikian jumlah sampel
sumber data akan semakin besar.
Subyek yang dijadikan sumber data ditetapkan berdasarkan kriteria
berikut: (1) Subyek merupakan warga SMK Negeri 1 Kota Blitar. (2) Subyek
pernah mengikuti kegiatan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. (3)
Subyek dapat didekati dan diakrabi, dapat diakses secara sosial, formal maupun
informal, di dalam atau di luar ruangan. (4) subyek bersedia menjadi partisipan
dalam penelitian.
Berdasarkan kriteria tersebut, awalnya peneliti menetapkan satu subyek
penelitian dari konselor, siswa, maupun personil sekolah lainnya. sejalan dengan
keperluan kelengkapan data mengenai fenomena yang diteliti, maka ditambah
beberapa subyek lagi untuk memperoleh hasil data yang melengkapi. Subyek
pertama untuk konselor adalah K1, dari K1 tersebut diperoleh subyek lain yaitu
K2, K3, K4. Subyek pertama untuk siswa adalah S1, dari S1 tersebut diperoleh
subyek lain yaitu S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8. Subyek pertama untuk personil
sekolah adalah PS1, dari PS1 tersebut diperoleh subyek lain yaitu PS2, PS3, PS4.
Peneliti dalam pengumpulan data ini menggunakan data deskriptif yang
berupa kata-kata dan tindakan serta data tertulis. Data tersebut dikumpulkan
secara berurutan sesuai dengan urutan tema fokus penelitian. Dalam hal ini, data
dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu:
teknik observasi, teknik wawancara mendalam dan teknik dokumentasi.
Peneliti mengobservasi ruang bimbingan bimbingan dan konseling, proses
pembelajaran di kelas, fasilitas yang tersedia, materi-materi yang diberikan dan
perilaku konselor dalam melaksanakan layanan. Peneliti melakukan wawancara
kepada empat konselor, empat personil sekolah dan delapan siswa mulai awal
peneliti melakukan penelitian tanggal 23 April sampai tanggal 5 Mei 2012. Dalam
penelitian ini, dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan fokus penelitian. Dalam data ini dimanfaatkan sebagai penunjang dari
data-data lainnya sehingga diperoleh data yang utuh dan berkualitas. Peneliti
diantaranya mempelajari PROTA, PROMES, RPP, dan Silabus dalam melakukan
studi dokumentasi.
Dari lokasi penelitian, data lapangan dituangkan dalam uraian laporan
yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan kemudian direduksi,
dirangkum, dan kemudian dipilah-pilah hal yang pokok, difokuskan untuk dipilih
yang terpenting kemudian dicari tema atau polanya ( melalui proses
penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan ). Reduksi data dilakukan terus
menerus selama proses penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data
dipilah kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar
memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik
kesimpulan sementara.
Peneliti mereduksi data yang diperoleh dengan cara sebagai berikut:
K
: Konselor
PS
: Personil Sekolah
S
: Siswa
Untuk K, PS dan S diperoleh melalui proses wawancara.
O
: Observasi
D
: Dokumentasi
DU
: Data Utama (Data yang diperoleh dari wawancara)
DT
: Data Tambahan (Data yang diperoleh dari observasi atau
dokumentasi)
Untuk memudahkan pembaca, peneliti menuliskan data-data secara
berurutan yaitu termasuk data utama atau tambahan, subyek penelitian konselor,
siswa atau personil sekolah, dan terakhir kapan mengumpulkan data tersebut
misalnya:
(DU/K2/03-04-2012)
: Data Utama yang diperoleh dari dari konselor ke-2
yang dilakukan ke-2 pada tanggal 3 April 2012.
(DT/O1/05-03-2012)
: Data Tambahan dari observasi ke-1 yang
dilakukan ke-1 pada tanggal 5 Maret 2010.
Data-data tersebut kemudian dipilah-pilah dan disisikan untuk disortir
menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk
ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk
kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.
Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus menerus
sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama memasuki lapangan dan
selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan
mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu mencari pola tema dan
hubungan persamaan, yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan
yang masih bersifat tentatif.
Kecukupan referensial dengan menggunakan alat bantu perekam yang
dapat memudahkan peneliti menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis
untuk keperluan evaluasi, alat-alat yang digunakan dalam pengecekan keabsahan
data dengan menggunakan teknik konfirm ability yaitu menyesuaikan analisis
tertulis dari transkrip wawancara yang dibahas dengan rekaman. Dengan data dan
informasi yang telah tercatat dan terekam dapat digunakan sebagai dasar untuk
menguji sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data sehingga peneliti tidak
mengalami kesulitan dalam menyusun laporannya.
Triangulasi
adalah
tehnik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik untuk menguji
kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada subyek penelitian
yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi. Sedangkan triangulasi
sumber digunakan untuk mengecek data yang diperoleh dari beberapa subyek
penelitian. Misalkan sumber data dari konselor kemudian dicek kepada personil
sekolah dan siswa.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini mendiskripsikan tentang pelaksanaan layanan BK di
SMKN RSBI, pemaknaan personil sekolah dan siswa terhadap program BK serta
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan layanan BK di SMKN RSBI. Deskripsi
hasil penelitian dijabarkan sebagai berikut:
Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling di SMK RSBI
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar
mengacu pada program dan materi pengembangan diri siswa sesuai kurikulum
tingkat satuan pendidikan. Dalam mengorganisasikan layanan mereka membuat
program tahunan, program semester, RPP dan Silabus. Mereka juga membuat
modul dan LKS bimbingan dan konseling untuk memudahkan dalam pelaksanaan
layanan. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sana didukung juga
dengan adanya jam masuk kelas.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar
dibagi menjadi tiga tahap yaitu perencanaan program, pelaksanaan program dan
evaluasi program. Dalam melaksanakan layanannya bimbingan dan konseling di
sana menggunakan pedoman konselor sebagai sahabat siswa. Mereka berpedoman
seperti itu agar siswa mau datang dan tidak berpandangan negatif terhadap
bimbingan dan konseling.
Kegiatan perencanaan program yang mereka lakukan diantaranya yaitu
kegiatan penyusunan program BK, penyusunan RAPBS serta penyediaan fasilitas.
Pelaksanaan penyusunan program BK dan penyusunan RAPBS di sana dilakukan
pada awal tahun ajaran baru berkolaborasi dengan tim kurikulum. Penyediaan
fasilitas penunjang layanan BK di sana dilakukan pada bulan Juli dan Agustus
berkolaborasi dengan tim sarana dan prasarana.
Kegiatan pelaksanaan program meliputi pengumpulan dan analisis data,
pelaksanaan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
penguasaan konten, bimbingan kelompok, layanan konseling, konsultasi, referal,
konferensi kasus, serta home visit. Pengumpulan dan analisis data di sana dibagi
dalam dua tahap, yaitu pengumpulan data identitas siswa dan pengumpulan data
hasil analisa DCM. Pelaksanaan Layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, penguasaan konten dan bimbingan kelompok dilaksanakan sesuai
jadwal masuk kelas yang telah diprogramkan. Layanan konseling, konsultasi,
referal dan home visit dilakukan insidental sesuai kebutuhan siswa. Mereka juga
berkolaborasi dengan berbagai pihak yang ada di dalam maupun di luar sekolah
yang terkait dengan kebutuhan membantu memecahkan masalah siswa antara lain:
orang tua siswa, guru mata pelajaran, wali murid, Dinkes dan MGBK.
Kegiatan evaluasi yang dilakukan di sana menggunakan tinjauan
manajemen yang telah tersertifikasi ISO 9001. Pelayanan bimbingan dan
konseling dievaluasi oleh pihak SAI global setiap enam bulan sekali. Evaluasi
tersebut dilakukan dengan tinjauan manajemen.
Pemaknaan Personil Sekolah Terhadap Program BK
Bimbingan dan konseling merupakan unit kerja berarti tidak dapat
berjalan sendiri dalam melaksanakan layanan. Bimbingan dan konseling bertugas
memantapkan siswa yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan jurusannya.
Bimbingan dan konseling juga bertugas membantu siswa merencanakan karier
mereka kedepan. Oleh karena itu bimbingan dan konseling sangatlah penting
khususnya di SMK. Di SMK dengan praktek dan teori dalam pembelajarannya
sangat rentan dengan timbulnya masalah, maka bimbingan dan konseling di sini
juga berperan penting untuk mencegah timbulnya masalah. Bimbingan dan
konseling juga melakukan kegiatan merekap absensi siswa, melaksanakan home
visit, memberikan motivasi di kelas dan juga merangkap penertib.
Bimbingan dan konseling di sana ditinjau dari banyaknya siswa yang
perlu dibina mengalami kekurangan personil namun secara kualitas sudah bekerja
dengan baik karena memiliki keahlian khusus dalam menangani siswa dan
menerapkan manajemen yang telah tersertifikasi ISO 9001. Mereka juga sudah
mengurangi tugas merangkap sebagai tatib. Menurut konselor sendiri, mereka
mengakui bahwa ilmu yang mereka dapat saat ini sudah ketinggalan dengan
perkembangan keilmuan bimbingan dan konseling.
Pemaknaan Peserta Didik terhadap Program BK
Menurut pendapat kelas sepuluh bimbingan dan konseling di sana
menakutkan karena banyak dari teman-teman mereka yang bercerita negatif
tentang BK. Hal-hal negatif dari bimbingan dan konseling diperoleh dari
pengalaman waktu duduk di SMP dahulu. Bimbingan dan konseling menurut
siswa kelas sebelas dianggap sebagai tempat untuk menangani siswa yang
bermasalah. Namun mereka enggan untuk mengutarakan masalahnya ke konselor
karena menurut mereka konselor kurang akrab dengan siswa. Bimbingan dan
konseling menurut siswa kelas dua belas adalah tempat untuk berkonsultasi,
mencari informasi mengenai sekolah lanjutan maupun lowongan pekerjaan serta
anggapan mereka adalah siswa yang dipanggil oleh BK merupakan siswa yang
bermasalah.
Siswa kelas sepuluh, sebelas dan dua belas menganggap konselor di
SMKN 1 Kota Blitar berperilaku ramah dan bersahabat. Hal ini juga merupakan
semboyan dari bimbingan dan konseling di sana yaitu konselor merupakan
sahabat siswa.
Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Layanan BK di SMK RSBI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di sana dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu keprofesionalan konselor
sebagai pelaksana layanan, fasilitas dan sarana dan prasarana serta dukungan dari
personil bimbingan lainnya. Faktor-faktor tersebut ada yang mendukung dan ada
yang menghambat pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
Faktor yang mendukung pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
dapat berjalan dengan baik apabila konselornya profesional. Profesional menurut
mereka adalah konselor dapat meng-up date ilmu, konselor memiliki etos kerja
yang tinggi, serta dapat mendahulukan pekerjaannya dari pada urusan pribadi.
Personil sekolah sangat mendukung terhadap keberadaan bimbingan dan
konseling di SMKN 1 Kota Blitar. Dukungan yang diberikan terhadap BK mereka
sesuaikan dengan jabatan mereka di sekolah.
Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di sana dipengaruhi oleh fasilitas dan sarana penunjang layanan
diantaranya fasilitas online untuk bimbingan dan konseling dan konseling belum
diprogramkan di sekolah, masih adanya fasilitas gedung kelas yang dibangun
sehingga menghambat pelayanan bimbingan masuk kelas serta ruang bimbingan
dan konseling yang kurang strategis membuat siswa enggan untuk memanfaatkan
layanannya. Orang tua yang kurang mendukung terhadap layanan bimbingan dan
konseling sehingga menghambat pemecahan masalah anaknya di sekolah.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Layanan BK di SMK RSBI
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar
mengacu pada program dan materi pengembangan diri siswa sesuai kurikulum
tingkat satuan pendidikan. Dalam mengorganisasikan layanan mereka membuat
program tahunan, program semester, RPP dan Silabus. Mereka juga membuat
modul dan LKS bimbingan dan konseling untuk memudahkan dalam pelaksanaan
layanan. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sana didukung juga
dengan adanya jam masuk kelas.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar
dibagi menjadi tiga tahap yaitu perencanaan program, pelaksanaan program dan
evaluasi program. Hal ini berarti di sana telah melaksanakan kegiatan manajemen
dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Hal ini senada dengan apa yang
dikemukakan dalam Flurentin (2001: 5) bahwa manajemen dalam bimbingan
adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengontrolan/pengawasan, dan pengendalian kegiatan petugas bimbingan dalam
rangka mencapai tujuan bimbingan yang telah dirumuskan, dengan menggunakan
sumber manusia dan material secara tepat.
Kegiatan perencanaan program yang mereka lakukan yaitu diantaranya
yaitu kegiatan penyusunan program BK, penyusunan RAPBS serta penyediaan
fasilitas. Pelaksanaan penyusunan program BK dan penyusunan RAPBS di sana
dilakukan pada awal tahun ajaran baru berkolaborasi dengan tim kurikulum.
Penyediaan fasilitas penunjang layanan BK di sana dilakukan pada bulan Juli dan
Agustus berkolaborasi dengan tim sarana dan prasarana.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gysber & Henderson
dalam Flurentin (2001: 26) yaitu tahap-tahap pengembangan bimbingan dan
konseling meliputi perencanaan (planning), penyusunan (designing), pelaksanaan
(implementing), dan penilaian (evaluating). Perencanaan program di sana sudah
melaksanakan beberepa tahap yang ada tersebut, namun kurang begitu lengkap.
Walaupun begitu mereka sudah berusaha melaksanakan kegiatan perencanaan
program.
Program bimbingan dan konseling di SMKN 1 Kota Blitar mengadopsi
program tahun yang lalu. Hal ini kurang sesuai dengan apa yang dikemukakan
Flurentin. (2001: 21) program yang direncanakan secara terperinci dan baik
memberikan banyak keuntungan, baik itu siswa yang mendapat layanan
bimbingan, maupun petugas bimbingan yang menyelenggarakannya. Mengadopsi
program tahun lalu tidak merencanakan program secara terperinci sehingga hanya
menguntungkan konselor saja.
Selain itu Roeber et al. (1955) dalam Flurentin (2001: 21) bahwa
perencanaan awal program bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk
menjawab tiga pertanyaan yaitu: (1) Apa saja kebutuhan bimbingan untuk siswa?,
(2) Sejauh mana kebutuhan-kebutuhan itu telah dapat dipenuhi dengan kondisi
yang ada sekarang?, dan (3) Bagaimana sekolah dapat memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut dengan baik?. Dengan demikian kegiatan mengadopsi
program tahun lalu kurang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
karena program tersebut kurang melihat kebutuhan konseli.
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sana dilakukan
sesuai dengan program layanan yang telah dibuat melalui kegiatan pelaksanaan
program. Kegiatan pelaksanaan program meliputi pengumpulan dan analisis data,
pelaksanaan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
penguasaan konten, bimbingan kelompok, layanan konseling, konsultasi, referal,
konferensi kasus, serta home visit. Kegiatan pelaksanaan program klasikal
(layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten
serta bimbingan kelompok) di sana diprogramkan dengan mencakup empat
bidang bimbingan yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir. Hal ini sesuai
dengan SK Mendikbud No. 025/O/1995 tentang petunjuk teknis ketentuan
pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya yaitu kegiatan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan harus mencakup bimbingan pribadi,
sosial, belajar dan karir.
Pengumpulan dan analisis data di sana dibagi dalam dua tahap, yaitu
pengumpulan data identitas siswa dan pengumpulan data hasil analisa DCM. Hal
ini sesuai dengan Wingkel (1997: 299) bahwa secara ideal, kumpulan catatan ini
merupakan arsip perseorangan, yang diorganisasi dengan baik dan bersifat
komprehensif, sehingga akhirnya dapat menghasilkan suatu deskripsi kuantitaif
dan kualitatif tentang kepribadian siswa dalam berbagai aspeknya.
Pelaksanaan Layanan orientasi diberikan kepada siswa kelas sepuluh dan
dua belas. Layanan orientasi untuk kelas sepuluh bertujuan untuk mengenalkan
bimbingan dan konseling, sedangkan untuk kelas dua belas bertujuan agar mereka
mengenal dunia kerja maupun sekolah lanjutan. Hal ini senada dengan apa yang
dikemukakan oleh Prayitno (1997: 35) bahwa layanan orientasi memungkinkan
peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik
di lingkungan yang baru.
Layanan informasi yang dilakukan di sana menggunakan metode papan
bimbingan, ceramah, diskusi dan tanya jawab serta pemutaran video. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikemukakan Prayitno (1994) bahwa layanan informasi
perlu diselenggarakan di sekolah yaitu untuk membekali individu dengan berbagai
pengetahuan tentang lingkungan.
Layanan penempatan dan penyaluran ditujukan kepada siswa kelas
sebelas. Layanan tersebut dilaksanakan oleh bimbingan dan konseling di sana
berkolaborasi dengan BKK di sekolah dalam menentukan tempat prakerin.
Konselor berperan penting untuk menyiapkan siswa agar siap untuk
melaksanakan prakerin sesuai dengan tempat yang telah ditentukan. Hal ini sesuai
dengan tujuan layanan penempatan dan penyaluran yaitu siswa memperoleh
penempatan dan penyaluran yang tepat, misalnya penempatan di dalam kelas,
kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang dan kegiatan
ekstrakulikuler (Depdikbud, 2002: 15)
Layanan penguasaan konten diberikan kepada semua siswa, untuk siswa
kelas dua belas layanan konten diberikan porsi lebih banyak untuk membekali
mereka ketika lulus agar dapat bersaing di dunia kerja. Tujuan layanan konten
adalah agar siswa menguasai konten atau kompetensi tertentu serta menambah
pemahaman, mengarahkan sikap dan kebiasaan tertentu, memenuhi kebutuhan
dan mengatasi masalahnya.
Bimbingan kelompok dilaksanakan sesuai jadwal masuk kelas yang
telah diprogramkan. Layanan ini terintegrasi dengan layanan informasi.
Bimbingan kelompok di sana dilakukan dengan metode dikusi kelompok dan
tanya jawab. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Romlah (2001: 3)
bahwa bimbingan kelompok merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan
dalam situasi kelompok. Tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya masalah
pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.
Pelaksanaan layanan konseling yang dilakukan di SMKN 1 Kota Blitar
dilaksanakan dengan melakukan pemanggilan ke ruang konseling dengan melihat
hasil analisis DCM, absensi siswa, laporan dari wali kelas dan guru mata pelajaran
dan juga pelanggaran di peraturan sekolah. Selain itu ada juga siswa yang datang
atas kemauannya sendiri karena mempunyai masalah pribadi. Masalah yang sama
dari siswa mereka lakukan konseling kelompok.
Mortensen dan Schmuller (1964) yang menyatakan counseling is the
heart of guidance program yang artinya konseling adalah jantung dari bimbingan.
Oleh karena itu diharapkan agar kegiatan konseling dapat berlangsung secara
efektif dan efisien sehingga layanan bimbingan secara keseluruhan dapat
berlangsung dengan baik. Hal ini berarti diperlukan penguasaan layanan konseling
dengan baik oleh konselor.
Konseling yang dilaksanakan di sana tidak menggunakan teknik-teknik
konseling. Mereka menggunakan nasehat-nasehat, saran, dan solusi pemecahan
masalah. Dalam pelaksanaan konseling mereka kurang menguasai teknik-teknik
konseling. Menggunakan nasehat-nasehat, saran, dan solusi memecahkan masalah
siswa kurang sesuai. Di dalam konseling terjadi proses membahas dan
memikirkan masalah bersama anak bukan untuk anak (Djoko, 2009: 101). Karena
konseling merupakan proses belajar jadi siswa belajar untuk memahami diri,
belajar untuk memecahkan masalahnya serta belajar untuk mengambil keputusan.
Layanan konsultasi dilaksanakan insidental sesuai kebutuhan siswa.
Siswa yang memanfaatkan layanan konsultasi adalah siswa kelas dua belas.
Mereka mengkonsultasikan masalah mengenai sekolah lanjutan dan pekerjaan.
Konselor dibantu oleh BKK untuk mencari pekerjaan, sedangkan untuk
membantu memilihkan jurusan konselor mempelajari brosur-brosur PTN. Hal ini
kurang sesuai dengan apa yang dikemukakan di dalam PMPTK (2007: 54) bahwa:
Konselor menerima layanan konsultasi yang bagi guru, orang tua, atau
pihak pimpinan sekolah/madrasah yang terkait dengan upaya
membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada
para peserta didik, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang
kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan
meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
Dengan demikian pelaksanaan konsultasi ditujukan bagi guru, orang tua,
atau pihak pimpinan/madrasah yang bertujuan untuk membantu perkembangan
peserta didik.
Pelaksanaan alih tangan kasus yang dilaksanakan untuk membantu siswa
di sana berhubungan dengan masalah kesehatan siswa. Alih tangan kasus yang
dilaksanakan di sana berkolaborasi dengan Dinkes. Alih tangan kasus merupakan
kegiatan pendukung untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas
atas masalah yang dialami siswa dengan memindahkan penanganan kasus ke
pihak lain, misalnya guru mata pelajaran, konselor, sesuai dengan permasalahan
siswa (Depdikbud, 2002: 17). Dalam hal ini pelaksanaan alih tangan yang
dilaksanakan di sana sesuai keahlian yang akan akan digunakan untuk membantu
permasalahan siswa.
Pelaksanaan home visit dilakukan dengan kondisi apabila orang tua
siswa yang diundang tiga kali tidak memenuhi panggilan. Siswa yang tidak
masuk, terlambat lebih dari tiga kali juga akan kami lakukan home visit. Kegiatan
tersebut dilakukan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen
bagi terentasnya permasalahan siswa melalui kunjungan rumah (Flurentin, 2001:
80). Dengan demikian pelaksanaan home visit di sana dilakukan untuk
mengentaskan masalah siswa.
Konferensi kasus yang dilaksanakan di sana, digunakan untuk membantu
menyelesaikan masalah yang dianggap berat sehingga konselor tidak dapat
memutuskannya sendiri. Mereka berkolaborasi dengan wali kelas, kepala
departemen, kesiswaan maupun kepala sekolah. Masalah-masalah tersebut
misalnya: kasus hamil, mencuri, tawuran, bobot poin mendekati ambang batas dan
nilai akademik yang memungkinkan untuk tidak naik kelas. Kegiatan kolaborasi
dalam konferensi kasus yang dilakukan di sana telah sesuai dengan apa yang
dikemukakan di dalam PMPTK, (2007: 55) bahwa konferensi kasus adalah
kegiatan yang membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang
dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan
konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sana berkolaborasi
dengan berbagai pihak yang ada di dalam maupun di luar sekolah yang terkait
dengan kebutuhan membantu memecahkan masalah siswa antara lain: orang tua
siswa, guru mata pelajaran, wali murid, Dinkes dan MGBK. Hal ini senada
dengan PMPTK (2007: 40) dalam pemetaan tugas konselor pada jenjang sekolah
menengah yang di anjurkan untuk melaksanakan kolaborasi dengan berbagai
pihak yang terkait.
Kegiatan evaluasi yang dilakukan di sana menggunakan tinjauan
manajemen yang telah tersertifikasi ISO 9001. Pelayanan bimbingan dan
konseling dievaluasi oleh pihak SAI global setiap enam bulan sekali. Evaluasi
tersebut dilakukan dengan tinjauan manajemen. Hal ini senada dengan pernyataan
Sauber (1973) dalam Flurentin (1991: 78) bahwa evaluasi merupakan proses
pertimbangan makna, keefektifan, dan ketepatan berdasarkan pada kriteria atau
tujuan atau proses memberikan nilai atas sesuatu yang mengambil suatu
keputusan. Dengan demikian evaluasi yang dilakukan dengan tinjauan manajemen
yang tersertifikasi ISO 9001 telah mewakili evaluasi dalam pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling di sana.
Pemaknaan Personil Sekolah Terhadap Program BK
Bimbingan dan konseling menurut pemaknaan mereka merupakan unit
kerja berarti tidak dapat berjalan sendiri dalam melaksanakan layanan. Selain itu
bimbingan dan konseling bertugas memantapkan siswa yang kurang dapat
menyesuaikan diri dengan jurusannya. Hal ini sesuai dengan tugas konselor di
sekolah menengah kejuruan dalam PMPTK (2007: 39) yaitu pelayanan lebih
difokuskan kepada upaya membantu konseli mengokohkan pilihannya dan
pengembangan karir sejalan dengan bidang vokasi yang menjadi pilihannya.
Bimbingan dan konseling menurut mereka juga bertugas membantu
siswa merencanakan karier mereka kedepan. Oleh karena itu bimbingan dan
konseling sangatlah penting khususnya di SMK. Hal ini senada dengan apa yang
dikemukakan oleh Flurentin, (2001: 5) bahwa bimbingan dan konseling penting
adanya di suatu sekolah karena merupakan bagian integral dari keseluruhan
program pendidikan. Di SMK dengan praktek dan teori dalam pembelajarannya
sangat rentan dengan timbulnya masalah, maka bimbingan dan konseling di sini
juga berperan penting untuk mencegah timbulnya masalah. Hal ini sesuai dengan
pendekatan bimbingan dan koseling perkembangan yang berorientasi kepada
perkembangan dan preventif.
Bimbingan dan konseling juga melakukan kegiatan merekap absensi
siswa, melaksanakan home visit, memberikan motivasi di kelas dan juga
merangkap penertib. Sebagian dari apa yang mereka katakan memang merupakan
tugas dari konselor (home visit dan motivasi). Namun perlu digaris bawahi jika
bimbingan dan konseling bertugas sebagai penertib, hal ini tidak sejalan dengan
pengertian bimbingan yaitu:
“Bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus
dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri
dan perwujudan diri dalam mencapai tingkatan perkembangan yang
optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan (Djoko, 2009: 6).”
Penertib bukanlah bantuan yang bersifat mendidik oleh karena itu dapat
dilakukan oleh guru lain. Sedangkan bimbingan sendiri merupakan kegiatan yang
dilakukan secara sistematis dan terus menerus sehingga perlu penanganan oleh
orang yang memiliki keahlian dalam hal ini tentunya adalah konselor. Sesuai UU
No 20 Tahun 2003 Pasal Ayat 6 yaitu keberadaan konselor dalam sistem
pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar
dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan
instruktur. Hal ini berarti penertib bukanlah merupakan tugas konselor karena
lebih bersifat menghukum bukan mendidik.
Menurut mereka bimbingan dan konseling di sana ditinjau dari
banyaknya siswa yang perlu dibina mengalami kekurangan personil yaitu dari
2388 siswa ditangani oleh sebelas konselor. Hal ini sesuai dengan SKB
Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 025 tahun 1993 tentang
petunjuk teknis ketentuan pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya pasal 5 ayat 3 yang berbunyi tentang jumlah peserta didik yang harus
dibimbing oleh seorang guru pembimbing adalah 150. Jadi seyogyanya sekolah
menambah empat atau lima orang konselor lagi dalam memenuhi aturan tersebut.
Menurut mereka secara kualitas konselor di sana sudah bekerja dengan
baik karena memiliki keahlian khusus dalam menangani siswa dan menerapkan
manajemen ISO. Mereka juga sudah mengurangi tugas merangkap sebagai tatib.
Dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan
kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan
pengentasan masalah-masalah konseli (PMPTK, 2007: 13). Oleh karena itu belum
tepat kiranya apabila pelaksanaan bimbingan dan konseling itu dinilai hanya dari
kualitas konselor ataupun manajemen yang baik karena pelaksanaan bimbingan
dan konseling yang berjalan baik dan efektif adalah jika mencapai tujuan
bimbingan konseling.
Menurut konselor sendiri, mereka mengakui bahwa ilmu yang mereka
dapat saat ini sudah ketinggalan dengan perkembangan keilmuan bimbingan dan
konseling. Dalam hal ini konselor perlu melaksanakan pengembangan profesi agar
mereka dapat melaksanakan layanan bimbingan dan konseling dengan baik.
Pengembangan profesionalitas dalam PMPTK (2007: 37) yaitu: Konselor secara
terus menerus berusaha untuk meng-up date pengetahuan dan ketrampilannya
melalui (1) in-service training, (2) aktif dalam organisasi profesi, (3) aktif dalam
kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (4)
melanjutkan studi ke program yan lebih tinggi (Pascasarjana).
Harapan yang di utarakan para personil sekolah menuntut agar konselor
meningkatkan kinerja layanan responsif serta meningkatkan kolaborasi dengan
personil sekolah lainnya. Selain meningkatkan kinerja layanannya, konselor juga
diharapkan untuk lebih memfokuskan layanan untuk membantu ke arah karier
siswa yang berkaitan dengan dunia kerja dan perguruan tinggi. Harapan tersebut
juga bisa dimaknai sebagai saran untuk melaksanakan layanan bimbingan dan
konseling lebih baik lagi.
Konselor di sana seyogyanya menindak lanjuti harapan para personil
sekolah dengan membuat program yang lebih baik lagi. Kegiatan ini dapat
meliputi dua kegiatan, yaitu (1) memperbaiki hal-hal yang dipandang lemah,
kurang tepat, atau kurang relevan dengan tujuan yang akan dicapai, dan (2)
mengembangkan program, engan cara merubah atau menambah beberapa hal
yang dipandang dapat meningkatkan kualitas dan efektifitas program (PMPTK,
2007: 60).
Pemaknaan Siswa Terhadap Program BK
Menurut pendapat siswa kelas sepuluh (X) bimbingan dan konseling
merupakan tempat untuk membimbing siswa agar mereka dapat mentaati
peraturan sekolah. Hal ini ini berarti bimbingan dan konseling di sana telah
melaksanakan fungsi preventif yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor
untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan
berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli (PMPTK, 2007:
22). Pelaksanaan tersebut harus ditunjang dengan penggunaan teknik yang tepat
agar tidak menimbulkan persepsi negatif.
Menurut mereka bimbingan dan konseling di sana menakutkan karena
banyak dari teman-teman mereka yang bercerita negatif tentang BK. Hal-hal
negatif dari bimbingan dan konseling diperoleh dari pengalaman waktu duduk di
SMP dahulu. Hal ini kurang sesuai dengan prinsip bimbingan dan konseling yaitu
bimbingan menekankan hal yang positif (PMPTK, 2007: 24). Perlu adanya
layanan orientasi yang intensif dan penciptaan kondisi yang baik agar siswa
merubah persepsinya.
Menurut pendapat kelas sebelas (XI) bimbingan dan konseling
merupakan tempat untuk mendidik siswa agar mentaati peraturan sekolah dan
tempat untuk mengarahkan mereka dalam meraih prestasi. Dalam hal mendidik
agar mentaati peraturan sekolah, bimbingan dan konseling di sana telah
melaksanakan fungsi preventif sesuai dengan yang telah dijelaskan pada paragraf
sebelumnya. Sedangkan dalam hal mengarahkan untuk meraih prestasi berarti
bimbingan dan konseling di sana juga melaksanakan fungsi pengembangan. Yaitu
konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli (PMPTK, 2007: 23). Oleh
karena itu perlu kerjasama dengan personil sekolah lainnya.
Mereka juga menganggap bimbingan dan konseling sebagai tempat
untuk menangani siswa yang bermasalah. Anggapan bahwa siswa bahwa
bimbingan dan konseling merupakan tempat siswa yang bermasalah tersebut
bertolak belakang dengan prinsip bimbingan dan konseling yaitu bimbingan dan
konseling diperuntukan bagi semua konseli (PMPTK, 2007: 24). Prinsip ini
berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang
tidak bermasalah maupun yang maupun yang bermasalah, baik wanita maupun
pria, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa.
Mereka juga enggan untuk mengutarakan masalahnya ke konselor karena
menurut mereka konselor kurang akrab. Hal ini kurang sesuai dengan asas
keterbukaan bimbingan dan konseling dalam PMPTK (2007: 26) yaitu:
Asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli)
yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak
berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya
sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar
yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli
(konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terseleng-garanya asas
kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi
sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru
pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpurapura.
Konselor perlu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura agar siswa dapat
terbuka untuk mau mengutarakan masalah-masalanya.
Menurut pendapat siswa kelas dua belas (XII) bimbingan dan konseling
adalah tempat yang digunakan untuk membantu para siswa agar mentaati
peraturan, membantu memberikan masukan dan motivasi atas masalah yang
dialami serta merupakan tempat untuk mencari informasi dan solusi mengenai
pemilihan pekerjaan dan perguruan tinggi mereka.
Dalam hal ini bimbingan dan konseling juga melaksanakan fungsi
penyaluran, yaitu dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakulikuler,
jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang
sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya (PMPTK,
2007: 20)
Mereka dalam hal mencari informasi dan solusi tentang pemilihan
pekerjaan dan perguruan tinggi datang sendiri tanpa dipanggil. Mereka
beranggapan bahwa kegiatan yang mereka lakukan tersebut merupakan kebutuhan
mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan asas kesukarelaan bimbingan dan konseling
yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli dalam
mengikuti/menjalani pelayanan/ kegiatan yang diperlukan baginya (PMPTK,
2007: 26).
Siswa kelas sepuluh, sebelas dan dua belas menganggap konselor di
SMKN 1 Kota Blitar berperilaku ramah dan bersahabat. Hal ini juga merupakan
semboyan dari bimbingan dan konseling di sana yaitu konselor merupakan
sahabat siswa. Konselor yang berperilaku ramah dan bersahabat menjadikan siswa
merasa nyaman dan tidak takut kepada mereka. Apabila iklim tersebut dapat
dipertahankan, maka anggapan-anggapan, pandangan, pencitraan negatif terhadap
bimbingan dan konseling akan menghilang sedikit demi sedikit. Hal ini berarti
konselor juga telah bertanggung jawab atas eksistensi profesinya sebagai yang
diakui oleh negara (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6)
Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Layanan BK Di SMK RSBI
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan
baik apabila konselornya profesional. Pengembangan profesionalitas konselor
tertuang pada kode etik profesi bimbingan dan konseling yaitu berkaitan dengan
mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan (ABKIN, 2009:
6). Profesional menurut mereka adalah konselor dapat meng-up date ilmu,
konselor memiliki etos kerja yang tinggi, serta dapat mendahulukan pekerjaannya
dari pada urusan pribadi. Hal ini senada dengan asas keahlian bimbingan dan
konseling, yaitu bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional (PMPTK, 2007: 27). Oleh karena itu konselor perlu menjaga
keprofesionalanya agar eksistensinya dalam dunia pendidikan tidak diremehkan.
Pelaksanaan layanan juga dipengaruhi juga oleh fasilitas bimbingan dan
konseling dan konseling, fasilitas online di sekolah, fasilitas gedung kelas.
ketersediaan fasilitas tersebut memudahkan mereka dalam melancarkan
layanannya. Di dalam pelaksanaan pembelajaran di Sekolah RSBI ketersedian
fasilitas merupakan faktor kunci. Termasuk fasilitas bimbingan dan konseling
juga. Hal ini tersebut salah satunya karena sekolah rintisan bertaraf internasional
men