MODERNITAS DAN KESEHATAN REPRODUKSI PERS

MODERNITAS DAN KESEHATAN REPRODUKSI
(PERSPEKTIF NEGARA, ISLAM DAN BUDAYA)

(Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Social Change)
Dosen Pengampu: Prof.Dr.M.Bambang Pranowo dkk

Oleh:
FATMA SYLVANA DEWI HARAHAP
NIM: 311412000000055

PROGRAM DOKTOR
KONSENTRASI AGAMA & KESEHATAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

ABSTRAK

MODERNITAS DAN KESEHATAN REPRODUKSI

(PERSPEKTIF NEGARA, ISLAM DAN BUDAYA)
Fatma Sylvana Dewi Harahap1

Prilaku seksual remaja telah bergeser dari pola menjaga kesehatan reproduksi sehat dengan
menjaga kesakralan pernikahan sebelum perkawinan berubah menjadi premarital seksual. Pola
seksualitas remaja yang terdahulu yang menjaga nilai-nilai tradisional, agama dan ideologi
Negara serta nilai-nilai keluarga yang kuat untuk menjaga norma-norma telah sedikit demi sedikit
ditinggalkan karena perubahan sosial dalam hal ini modernitas dan globalisasi. Sementara
Indonesia yang sejalan dengan ideology, budaya dan Islam dalam memandang seksualitas sama
yaitu menjaga kesakralan pernikahan sebelum perkawinan untuk melahirkan generasi yang sehat
dan meminimalisir terjadinya zina yang berakibat infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS,
gonorrhea, syphilis dan penyakit menular seksual lainnya.
Apakah pengaruh modernitas terhadap prilaku seksual remaja? Bagaimana Negara, Islam dan
budaya memandang pemeliharaan kesucian dan ketidaksucian perempuan? Bagaimana
perempuan dalam hal ini remaja mempertahankan kesuciannya di tengah gempuran sisi
kebebasan modernitas?
Makalah ini akan mengupas pengaruh modernitas dan kesehatan reproduksi dalam perspektif
agama, budaya dan Negara. Teori yang akan dipakai sebagian besar berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Linda Rae Bennet dalam buku Women, Islam and Modernity ( 2005: 17-20).
Dalam teorinya ia menyebutkan globalisasi, modernisasi dan seks bebas telah mempengaruhi

kehidupan seksual perempuan serta kesehatan reproduksinya. Pengaruh media merupakan salah
satu faktor terbesar yang menyumbangkan ambiguitas bagi remaja dalam memandang kesucian
pernikahan. Pengaruh televisi yang menyuguhkan film yang diimport dari Barat yang membujuk
kebebasan seksual disandingkan dengan pengaruh tradisionalisme, nilai-nilai agama sebagai
moral dan ideologi Negara yang menjunjung tinggi virginitas sebelum pernikahan menjadi
fenomena beralihnya remaja yang menunjung tinggi kesakralan pernikahan.
Indonesia sebagai Negara yang berdaulat sangat melindungi perempuan untuk tidak menjadi
bagian dari korban pengaruh kebebasan modernitas dalam hal ini free seks. Pun Islam sebagai
pedoman hidup dan kebudayaan memandang hal yang sama tentang ini. Karena generasi yang
sehat salah satu faktornya berasal dari perempuan yang sehat untuk membentuk keluarga, Negara
dan agama yang kuat.
Kata Kunci: Remaja, Kesehatan Reproduksi, Islam, Budaya, Negara.

A. PENDAHULUAN
1* Praktisi Bidan Mandiri dan pendidik Bidan di STIKES Widya Dharma Husada jurusan Kebidanan

Universitas Pamulang. Mahasiswa Program Doktor, Konsentrasi Agama dan Kesehatan, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Konstruksi kebudayaan seksualitas dan gender yang membahas Islam dan Adat, ideologi seksual,

seks, gender dan ideologi negara, globalisasi, modernisasi dan seks bebas merupakan sebuah pembicaraan
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.Berkaitan dengan perubahan sosial yang terjadi hampir
di seluruh tatanan masyarakat Indonesia baik di daerah pedesaan maupun urban, yang menjadi korban
adalah remaja yang tidak mempunyai akses terhadap kesehatan reproduksi yang ambigu terhadap
kebudayaan lokal dan derasnya arus globalisasi di depan, belakang, kiri dan belakang mereka. Sehingga
permasalahan ini sangat signifikan untuk dijadikan dasar serta latar belakang dan akar masalah mengapa
terjadi akselerasi kehamilan tidak diinginkan di Indonesia. Secara komprehensif modernitas dan
kesehatan reproduksi yang disinergikan dengan agama memberikan argumen betapa Negara, agama
(Islam) dan budaya lokal mempunyai kekuatan dalam mencegah ketidakserasian gender, kesehatan dan
hak seksualitas sebagai filter perangkap sisi negatif globalisasi dan modernitas.

B. PEMBAHASAN
1. Konstruksi Budaya terhadap Seksualitas dan Gender
Mengutip sebuah ungkapan tentang kesederhanaan seksualitas remaja. (Seorang perempuan remaja)
…jarang merefleksikan secara sederhana tentang seksualitas. Sensnya terhadap seksualitas dibentuk oleh
teman sebaya, agama, kekerasan, sejarah, passion, otoritas, pemberontakan, tubuh, kejadian lampau dan
masa depan dan gender serta kekuatan hubungan rasial. (Fine 1988:35). 2
Dalam diskusi seksualitas perempuan, remaja puteri yang belum menikah di Mataram berbicara
panjang tentang penjagaan reputasi mereka, mengangkat prospek pernikahan mereka, pentingnya
kehormatan keluarga dan kekerabatan, dan keputusan mereka serta keinginan. Refleksi mereka dalam

rajam sekitar keputusan ganda terhadap eksplorasi seksual dan kesenangan, pernikahan, peran ibu dan
cinta yang romantis. Dilemanya adalah suara perempuan lebih banyak frekuensinya dibangun dari usaha
untuk menegosiasikan keputusan-keputusan ini melalui stuktur sosial yang meregulasi otonomi seksual
dan meminta remaja untuk mengejar keputusan seksual mereka dalam kerahasiaan. Remaja
mempertimbangkan seksualitas mereka dibentuk oleh interrelasi kepercayaan, nilai, agama dan milleu
kebudayaan.3
Penemuan Mirowsky dan Ross tentang pentingnya remaja mementingkan pendidikan daripada
seks bebas menyebutkan status perkawinan distruktur oleh usia. Ketika seseorang meneruskan
pendidikannya secara konsisten dan dukungan sosial lalu menikah maka ia akan sehat. Perkawinan
melindungi kesehatan dan mengurangi kematian. Dibandingkan dengan orang-orang yang telah menikah,
orang-orang belum menikah, cerai mempunyai masalah kesehatan fisik, ketidakmampuan harian,
ketidakseimbangan fisik dan kesehatan subjektif yang kurang. 4
Pranowo juga mengungkapkan perbedaan gender dalam struktur sosial antara perempuan dan
laki-laki di Jawa. Laki-laki bertanggung jawab atas pekerjaan-pekerjaan yang lebih ringan. Yang
terpenting dalam konsep orang Jawa disini adalah pantes yang berarti “layak”, Misalnya, pekerjaan dapur
2 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity: Single Women, Sexuality and Reproductive Health in
Contemporary Indonesia, (New York:Routdedge Curzon), 2005. 17.
3 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity: Single Women, Sexuality and Reproductive Health in
Contemporary Indonesia, (New York:Routdedge Curzon), 2005. 17.
4 John Mirowsky and Catherine E.Ross, Education Social Status and Health, (New York: Aldine De

Gruyter), 1948.

dianggap sebagai urusan perempuan. Laki-laki yang mengerjakan pekerjaan dapur akan dilihat sebagai
sesuatu yang tidak pantas.5
Bab ini tidak memilih jaringan kompleks dari ideologi interkoneksi seksual yang mengitari nosi
gender dan seksualitas terhadap perempuan remaja Indonesia. Ini menggambarkan sosial, budaya dan
konteks politik dalam membangun subjektivitas seksual oleh remaja perempuan dan kondisinya yang
diinstruksikan untuk direpresentasikan atau mengungkapkan seksualitas mereka. Mengitari beberapa
pengaruh kritikal dalam kingkaran seks dan ideologi gender di Mataram. Ini termasuk adat lokal
(budaya), Islam, ideologi republik Indonesia dan ideology seksual alternative seks bebas (free sex). Nilai
dan iman berkaitan dengan seksualitas perempuan terperangkap erat dengan set luar negeri terhadap nilai
budaya dan norma yang diperkenalkan posisi dan tata cara perempuan dalam masyarakat. Nilai-nilai
pernikahan, peran ibu dan virginitas perempuan adalah terutama menonjol dalam idealitas hegemoni
feminitas dan seksualitas perempuan. Diskursus dari kesucian dan ketidaksucian juga merupakan pusat
dari pemahaman bagaimana seksualitas perempuan dibangun dan hidup bersama budaya seksual dirasuki
oleh tabu, malu dan kerahasiaan. Dikotomi konstruksi dari maskulinitas dan feminitas, seksualitas
perempuan dan laki-laki adalah instrument dalam mendefenisikan identitas seksual perempuan dan
membuat struktur hubungan mereka dengan laki-laki. Di daerah Jawa, Pranowo menyebutkan feminitas
dan maskulinitas dalam prilaku dan pembagian kerja juga dibedakan. Misalnya ketika seorang laki-laki
yang suka mengerjakan pekerjaan dapur disebut dengan kethuk. Di sisi lain bila perempuan yang sedang

memanjat pohon, maka orang dewasa menyuruhnya untuk turun. Ini disebabkan memanjat pohon
digambarkan sebagai prilaku yang tidak pantas bagi seorang gadis. 6
Diskusi berikutnya menyediakan sebuah eksplorasi ekstensif dari konstruksi budaya yang
bervariasi terhadap gender dan seksualitas yang co-eksis dengan dinamika budaya lokal Mataram, dan
bersaing dalam lingkaran identitas perempuan Muslim serta kehidupan seksual selama gadisnya. 7
2. Islam dan Adat-Ideologi dan Seksual
Dua kunci ideologi yang mendominasi sistem kepercayaan lokal di Lombok, adalah adat
(kebiasaan budaya atau hukum) dan agama (agama---didominasi Islam). Regulasi sosial dari seksualitas
perempuan sebelum menikah dicapai melalui budaya dan insistensi agama terhadap virginitas perempuan
pada saat menikah.Ajaran agama Islam, Kristen dan Hindu di Mataram menyatu dalam penegasan bahwa
virginitas perempuan harus dijaga sebelum menikah. Mereka juga concur dalam idealitas pernikahan dan
peran ibu, serta keseimbangan seksualitas perempuan dengan reproduksi. Yang paling signifikan adalah
perbedaan alami dalam hubungan seksual tidak dibedakan idelanya terhadap berbagai etnis dan grup
agama, tetapi lebih kepada kenyataan gap antara ide seksual dan prilaku seksual. Perbedaan dalam cara
seksualitas perempuan dan laki-laki adalah regulasi sosial juga diciptakan perbedaan besar antara
signifikansi sosial ide seksual terhadap perempuan dan laki-laki. 8
Menurut Al-Qur’an, regulasi zina (haram atau seks yang terlarang) seharusnya menyediakan
keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. zina dan hukumannya oleh Hukum Islam (syari’ah). Oleh
karenanya, seks sebelum menikah, ketidaksetiaan, homoseksual, prostitusi seks, perkawinan sedarah dan
pemerkosaan seluruhnya secata teknik tidak dapat diterima menurut kode moral Islam. Tidak semua

orang-orang di Lombok mempunyai akses langsung kepada Qur’an atau kunci teks Islam dikaitkan
5
6
7
8

M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, (Jakarta: Alvabet), 2009. 85.
M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, (Jakarta: Alvabet), 2009. 85.
Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,17.
Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.

dengan kode moral Islam, juga terdapat banyak pengakuan universal seks yang haramseperti telah
dijelaskan di atas, tidak tepat untuk Muslim. Meskipun pemahan zina ini meluas dan krusial dalam
mendeterminasikan ide seksualitas lokal, dalam realitasnya zina terhadap laki-laki tidak terhukum atau
dihukum, tetapi sering diabaikan atau ditoleransi. Perempuanlah secara primer yang menjadi target
pertanggungjawaban atas menjunjung tinggi kode moral Islam dengan mendisiplinkan keputusan mereka
agar menghindari zina.9
Sumber tekstual yang membehas tentang zina, seperti Qur’an (Surat 24, Ayat 2-13) dan hadits,
menjelaskan keseimbangan seks haram baik terhadap laki-laki maupun perempuan, yang disebut hukum
cambuk dengan cane poles. Hukum cambuk terhadap perempuan hamil dilarang, dan merajam

perempuan dan laki-laki dalam kejahatan ini tidak dijelaskan atau memaafkan sebagai respons yang
cocok terhadap komitmen zina oleh anak perempuan yang belum menikah atau istri yang serong. Terlebih
lagi, tipe Muslim moderat mempertimbangkan sanksi fisik terhadap zina tidak tepat terhadap kesulitan
membangun kejahatan menurut petunjuk Qur’an yang menyatakan bahwa empat saksi mata dari pikiran
yang sehat dan karakter tinggi dibutuhkan untuk membuktikan zina. Oleh karenanya ketika rajam
terhadap perempuan kejahatan kehormatan tidak terjadi di bawah rezim Islam fundamentalis, ini illegal
menurut Negara dan syari’ah hukum di Indonesia, dan tidak akan diterima praktiknya di tengah Muslim
Indonesia.10
Bagaimanapun, kekerasan fisik terhadap perempuan yang dilakukan di dalam rumah, oleh
suaminya, ayahnya atau saudara laki-lakinya dalam waktu yang sama memaafkan sebagai respons yang
berhubungan dengan zina dikomitmen oleh anak perempuan yang belum menikah atau istri serong.
Bagaimanapun, perbuatan jahat, kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga menghancurkan
kealamiahan disiplin dari hukum publik dan tidak dapat diregulasikan untuk mencegah luka yang serius.
Halus namun bentuk efektivitas yang tinggi terhadap kekerasan, seperti fitnah publik, gangguan seksual
dan eksklusi sosial secara regular ditujukan towards perempuan yang komit terhadap zina. Ironisnya,
bentuk stigma dan kekerasan sosial, yang sering terjadi, tidak dijelaskan di dalam Al-Qur’an. 11
Dalam ilmu kesehatan reproduksi disebutkan bahwa kekerasan terhadap perempuan (KtP) sering
disebut kekerasan berbasis gender karena KtP sering berawal dari subordinasi (rendahnya kedudukan)
perempuan di masyarakat. Kedudukan perempuan yang rendah bergantung pada laki-laki, baik secara
ekonomi an social, sehingga menempatkan perempuan dalam posisi rentan terhdap kekerasan. Hak-hak

tersebut antara lain hak atas kehidupan, persamaan, kemerdekaan dan keamanan pribadi, perlindungan
yang sama di muka umum, mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental sebaik-baiknya,
pekerjaan yang laya dan kondisi kerja yang baik, pendidikan lanjut, tidak mengalami penganiayaan atau
bentuk kekejaman yang lain, pelakuan atau penyikaan secara tidak manusiawi yang sewenag-wenang. 12
Mekanisme kompleks melalui seksualitas diregulasikan pada level lokal dan nasional yang sangat
banyak sebuah produk dari sinkretik alami Islam Indoneia, dimana keyakinan beragama dan praktiknya
menjerat erat dengan sistem nilai lokal dari budaya sebelum Islam (Robinson 2001: 18-27). Adat dan
Islam secara general disintesiskan dalam cara yang menolak perempuan hak mereka terhadap otonomi
seksual, sesuai dengan responsibilitas terbesar perempuan untuk menjunjung moralitas seksual, dan
melindungi kebebasan seksual laki-laki. Itulah sebabnya, baik adat maupun Islam masing-masing tidak
bertanggung jawab terhadap standar ganda seksual, atau sepenuhnya kesuksesan dalam penguatan
9 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.
10 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.
11 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.
12Intan, Kumalasari, dan Iwan Andhyantoro, Kesehatan Reproduksi, Salemba Medika: Jakarta, 2012.

prevailing idealitas sosial yang berhubungan terhadap kesopanan perempuan dan virginitas sebelum
menikah. 13
Virginitas perempuan dan laki-laki dikonseptualisasi secara berbeda di Mataram, dengan istilah
yang unik dipakai untuk perempuan yang virgin (perawan) dan laki-laki yang virgin (perjaka).

Kepentingan sosial terhadap virginitas perempuan dan laki-laki juga dibagi secara signifikan, dengan
virginitas untuk perempuan dihubungkan lebih banyak nilai daripada virginitas laki-laki. Fungsi bahasa
untuk perpetuate stigma spesifik secara seksual melalui pemakaian yang biasa terhadap istilah sebaliknya
yang tinggi ditujukan terhadap perempuan yang berpikir akan kehilangan virginitasnya dari ikatan
perkawinan . Penghinaan populer yang ditujukan seperti: rusak, hancur, murah, gampang atau mudah,
busuk, dan label wts (wanita tuna susila) –secara literasi, perempuan perusak moral-istilah yang biasa
terhadap perempuan yang melakukan prostitusi di Indonesia. Perempuan yang menjadi target stigma
seksual mungkin dikucilkan oleh keluarga, teman dan komunitas terdekat mereka. Dalam sejumlah
kesempatan, disaksikan oleh penulis derita perempuan remaja yang berjarak dan diperlakukan secara jauh
oleh teman-teman sebayanya ( beberapa di antara mereka adalah teman dekat sejak kecil. 14
Konstruksi sosial terhadap identitas perempuan secara isyarat dihubungkan dengan nosi kesucian
dan ketidaksucian terhadap pernikahan sebagai syarat ideal terhadap perempuan ‘baik’. Sebaliknya,
ketidaksucian seksual atau ‘pencemaran’ keperawanan didefenisikan sebagai perempuan ‘tidak baik’.
Seksualitas perempuan dengan mewaspadai dan diawasi sebelum menikah sampai kepada kesucian
perempuan yang ideal, sementara ketidaksucian seksual merupakan sanksi. Negosiasi perempuan dalam
diskursus dikotomi kesucian dan ketidaksucian seksual ini melibatkan disiplin keputusan mereka, tubuh
dan prilaku. Perempuan remaja secara frekuensi komplikasi terhadap dikotomi ini dengan menambahkan
dimensi yang lain kepadanya, itulah kesucian performa. Banyak perempuan yang belum menikah di
Mataram yang memilih untuk mengekspresikan keputusan seksual mereka di luar pernikahan dilakukan
jarang di ranah publik. Mereka menegosiasi seks sebelum menikah melalui penyembunyian yang hati-hati

dari ‘ketidaksucian’ tindakan dan kepura-puraan kesucian. Dalam melakukannya, merekamengelak darit
idealitas budaya represif yang mempertahankan virginitas perempuan dalam pernikahan, tetapi juga
terlibat dalammengabadikan idealitas ini melalui performa kesucian. Penggunaan kepura-puraan seksual
dan performa sosial untuk menyembunyikan seks sebelum menikah diderivasi dari norma social dari luar
negeri, yang cenderung mengabaikan deviant prilaku seksual masyarakat Indonesia selama tetap
tersembunyi (Murray, 1991).15
3. Globalisasi, Modernisasi dan Seks Bebas.
Proses overlapping kontribusi globalisasi dan modernisasi terhadap proliferasi seksualitas
Indonesia melalui gambar arus yang konstan dari gambaran, nilai dan ideologi seksual yang tidak ada
analoginya dengan adat dan Islam, pun dengan konsistensinya terhadap ideologi Negara. Media massa,
televisi dan film pada bagian lain, memainkan sebuah tatanan yang povital dalam mendeseminasi
gambaran heterogenitas pesan tentang seksualitas (Utomo 1996). Foto-foto perempuan dalam drama
popular yang diimport, seperti Melrose Place dan 90210, membuat semacam sorotan keputusan
perempuan dan kesenangan, seks di luar nikah dan percampuran perempuan. Popularitas seperti drama

13 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.
14 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,19.
15 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,20.

menderivasi sebagian dari atraksi dalam memandang prilaku yang mempertimbangkan deviant, dan juga
glamor serta gambaran kecanggihan dalam beberapa program.
Serial televisi diproduksi di Indonesia, dan opera sabun diimport sering dari Amerika Selatan,
juga menguatkan gambar dominan dari perempuan ‘baik’ dan ‘nakal’ dan menyampaikan bahwa seks di
luar nikah terhadap perempuan adalah deviant dan beresiko. Opera sabun harian yang terkenal opera
Casandra adalah sebuah contoh yang menarik. Heroin Cassandra menundukkan perempuan, yang muda,
belum menikah dan atraktif secara ekstrim, dan sebagai sebuah konsekuensi adalah dengan konstan
membujuk dengan tujuan bersaing. Casandra, bagaimnapun adalah sebuah ‘korban’ terhadap keadaan –
seorang perempuan miskin tanpa dukungan keluarga yang dipaksa untuk bekerja sebagai pembantu rumah
tangga untuk keluarga yang kaya dan korup. Penerimaan kecantikan Casandra memposisikan ia sebagai
wanita penggoda dan sebagai hasilnya dia tergoda oleh seorang laki-laki yang kuat dan memberi
keuntungan. Kehilangan kesucian dan terperangkap dan ikut dalam dunia uang, kekuatan, keserakahan
dan intrik seksual, terjadi dalam konteks yang melanggengkan nosi popular dari kepasifan perempuan
ketika highlighting bahaya yang melekat tehadap kebebasan seksualitas perempuan. Seperti melodrama
kehidupan Casandra dengan tidak sabar dikonsumsi oleh perempuan remaja dan laki-laki dalam setiap
rumah di seluruh Lombok dan Bali, statusnya sebagai yang dicintai, menjatuhkan heroin ingatan yang
teguh. Cassandra adalah produksi Mexico. yang didubbing kepada audiens di Indonesia, dan menderivasi
skrip moral utamanya dari nosi Katolik tentang seksualitas, yang duduk dengan nyaman bersama
prevailing ide Muslim.16
Televisi kabel dan internet, keduanya memberikan pengalaman permintaan, proliferasi yang
tinggi foto secara eksplisit terhadap tubuh perempuan dimana perempuan secara frekuensi diposisikan
sebagai objek seksual. Pemakaian foto-foto seksual, dari tubuh perempuan sebagai strategi merchandizing
prevalensinya bertambah dalam media nasional dan internasional. Ketika badan sensor Indonesia
konservatif yang tersisia, dan foto-foto adegan seksual secara spesifik dan penuh readity dilarang,
representasi visual yang diandalkan dalam foto seksual yang berlimpah. Tanpa memperhatikan
ketertarikan publik dalam kesinambungan ide kesopanan perempuan dan kesucian seksual, majalah
wanita dan kampanye marketing ditujukan kepada remaja sangat dikonsentrasikan pada manajemen
tubuh wanita untuk memaksimalkan kecantikan, keputusan dan penerimaan mode sosial terhadap
feminitas. 17
Penemuan penulis di atas sejalan dengan
ide Bakti bahwa Muslim seharusnya
mengembangkan industri film, video, musik dan seni yang atraktif miliknya sendiri
kepada audiens yang global dan menggunakan fasilitas media Barat serta
mengetahui bagaimana saluran pengajaran Islam untuk dakwah dan pendidikan. 18
Melalui media remaja dikonfrontasikan dengan plethora dan ambiguitas serta sering pesan
dikontradiksi mengenai seksualitas mereka. Mereka secara aktif dalam partisipasi modernitas sebagai
consumer, dengan berbagai faktor partisipasi mereka dalam membayar pekerjaan dan otonomi sosial
ekonomi yang diderivasi dari hal ini. Dalam waktu yang sama, ide dan rumah tangga, kebebasan laki-laki
dan kepasifan dalam hubungan heteroseksual dipromosikan tanpa henti. Ketika kolom menasihatkan dan
artikel-artikel fitur secara konstan dalam rasa kesucian perempuan dan virginitas, halaman fashion, iklan
produk dan karir menasihatkan kolom-kolom yang hanya secara frekuensi menggambarkan foto
perempuan sebagai ultra-modern, makmur, kecanggihan wanita karir. Seperti kontradiksi abound dalam
16 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,20.
17 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,20.
18 Andi Faisal Bhakti, The Role of Islamic Media in The Globalization Era: Between Religious Principles
and Values of Globalization, The Challenges and Opportunities.pdf.13. Diakses 1 April 2015.

representasi visual dan teks remaja Indonesia kontemporer dan diinternalisasi oleh perempuan belum
menikah.19
Perkembangan nasional, modernisasi dan globalisasi mempunyai dampak composite dalam
lingkaran transformasi dalam hubungan seksual di tengah pemuda Indonesia. Di Mataram, transisi
kontemporer dalam kealamiahan seksualitas dapat diteorikan sebagai respons terhadap perubahan sosial
luar negeri memberikan efek terhadap kehidupan pemuda local, seperti pertambahan mobilitas, rumah
dengan pola mengontrak/kost-kostan, rusakan yang lebih besar terhadap komunikasi massa,
konsumerisme, budaya popular remaja, dan gangguan turis internasional. Dalam iklim ini lebih banyak
pemuda ditantang nosi tradisional kurungan seks setelah menikah. Bagaimanapun, pertumbuhan
kemampuan untuk melihat secara visual seks bebas, sebagian dalam media melalui ekspansi turis ke
Lombok, juga merupakan provokasi komunitas yang kuat resisten terhadap seks bebas. Sebuah respons
telah re-emphasize tradisional dan nilai-nilai Islam dalam usaha untuk menguatkan fundasi moral ideologi
hegemoni seksual. Sikap publik terhadap seks bebas di Mataram masih dikarakter oleh resistensi dan
penyangkalan. Oleh karena itu remaja di Mataram diposisikan dengan budaya seksual yang menambah
izin terhadap ideologi seks bebas, pun publik mengutuk ideologi alternatif ini dan menyambung regulasi
seks sebelum menikah. Sebagai konsekuensinya, seks sebelum menikah tinggal secara besar tersembunyi
meskipun pertumbuhan ketertarikan terhadap pemuda lokal dalam mengeksplorasi seksualitas mereka
sebelum menikah.20
Di dunia Arab, perempuan juga mengalami hal yang sama, akan tetapi pernyataan
ketidaksepahaman diungkapkan secare tegas dan terang-terangan.. Seperti yang disebutkan oleh
Kawtharani yang dikutip oleh Nadia: Langkah terbaik untuk mengontrol kita adalah dengan
menghancurkan budaya dan keyakinan agama, jadi yang percaya akan menjadi seseorang yang “fanatik”.
Dan ini dilakukan untuk mempersilahkan Barat menginvasi tanah kita dan mempenetrasi dengan
komoditi konsumer, mentransformasi negara dengan pasar. Ini menunjukkan ketergantungan politik dan
ekonomi dan kehilangan identitas budaya yang digantikan dengan “modernisasi”. Timur hendaknya tidak
membeli komoditi diversifikasi ini-pakaian, mobil, peraltan elektrik, makanan siap saji, furniture, dllkecuali jika ia convinced bahwa ia membutuhkan sebuah budaya lain yang bukan miliknya, dan bahwa
kebudayaan ini mempresentasikan “modernitas” dimana miliknya dipresentasikan tidak secara terangterangan.”21
Wexler menyebutkan multikulturalisme yang berasal dari luar negeri yang merupakan entitas
budaya individual dilanjutkan dalam bentuk tradisi yang stabil akan menjadi sesuatu yang dapat
diimprovisasi. Pemuda pada masing-masing subgroup kebudayaan dimana entitas budaya akan dicampur
dengan kebudayaan baru akan berlanjut meskipun akan survive dengan menggunakan kebudayaan yang
baru.22
C. PENUTUP
Penulis buku ini nampaknya ingin berargumentasi tentang kesederhanaan Islam dalam
melindungi perempuan melalui pencegahan kesehatan reproduksi sejak dini. Mataram sebagai salah satu
19 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,20.
20 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,32.
21 Nadia Hijab, Islam, Social Change and The Reality of Arab Women’s Live, (New York: Oxford
University Press), 1998. 48.
22 Bruce E. Wexler, Brain and Culture: Neurobiology, Ideology and Social Change, (London:
Massachusetts Institute of Technology), 2006. 251.

lokasi transisi di Indonesia menjadi salah satu contoh tempat yang mengalami tantangan perubahan sosial
termasuk modernitas dan globalisasi dalam mengaplikasikan kesehatan reproduksi dimana Islam sebagai
mediumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bennet, Linda Rae. Women, Islam and Modernity: Single Women, Sexuality and Reproductive Health in
Contemporary Indonesia, (New York:Routdedge Curzon), 2005.
Hijab, Nadia,. Islam, Social Change and The Reality of Arab Women’s Live,
University Press), 1998

(New York: Oxford

Kumalasari, Intan dan Iwan Andhyantoro, Kesehatan Reproduksi, Salemba Medika: Jakarta, 2012.
Mirowsky, John and Catherine E.Ross. Education Social Status and Health, (New York: Aldine De
Gruyter), 1948.

Pranowo, M. Bambang. Memahami Islam Jawa, (Jakarta: Alvabet), 2009.
Wexler, Bruce E.Brain and Culture: Neurobiology, Ideology and Social Change, (London: Massachusetts
Institute of Technology), 2006.