Membangun Kesalehan Sosial Siswa Melalui

MEMBANGUN KESALEHAN SOSIAL
MELALUI FENOMENA LITOSFER DENGAN PENDEKATAN
CONTEXTUAL TEACHING LEARNING
(STUDI MATERI BENCANA ALAM KELAS 6 SD)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pengembangan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Dosen Pengampu : Dr. Anwar Senen, M.Pd

Disusun oleh :
Munari, S.Pd.I
NIM : 12020160006

PROGRAM PASCASARJANA
ILMU PENDIDIKAN DASAR ISLAM

IAIN SALATIGA
1

BAB I
PENDAHULUAN


A.

Latar Belakang
Dewasa ini di era globalisasi yang konon dikatakan sebagai era kemajuan zaman, era

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, justru kepedulian sosial warga masyarakat terasa
sudah mulai sangat menurun. Antara anggota masyarakat satu dengan anggota masyarakat yang
lain rasa kerjasama atau gotong royong yang pernah dilaksanakan oleh generasai kita dahulu
sudah mulai luntur. Hal ini mungkin karena dipengaruhi derasnya arus transformasi nilai-nilai
globalisasi yang terjadi saat ini.
Saat penulis masih duduk dibangku SD dahulu nuansa kegotongroyongan dalam
kehidupan di kampung (masyarakat) sangat terasa. Apabila ada anggota masyarakat yang
memilki hajatan atau keperluan yang harus memerlukan bantuan tenaga dan pikiran, para
tetangga akan dengan senang hati datang membantu baik diundang ataupun datang atas
inisiatif sendiri. Sebagai contoh, saat ada acara resepsi pernikahan, sunatan, membangun
rumah, membajak dan membersihkan rumput disawah sampai memanen padi, dan bila ada
anggota keluarga yang meninggal dunia. Semua dikerjakan oleh anggota masyarakat secara
bergotong royong tanpa mengharapkan imbalan atau diberi upah. Biasanya yang mempunyai
hajat atau yang mempunyai kerja hanya menyediakan sekadar minuman dan makanan untuk

mereka yang membantu. Hampir seluruh warga masyarakat akan hadir untuk ikut partisipasi
membantu tetangga yang sedang punya hajat tersebut. Dalam konteks islam, sifat kerjasama,
gotong royong, bahu membahu dibumikan dengan istilah kesalehan sosial, artinya indikator
kesalehan seseorang tidak hanya dilihat dari kesalehan personal (individu) tetapi juga kesalehan
sosial (muamalah).
Situasi kebersamaan dalam hidup bergotong-royong seperti yang diceritakan di atas
tersebut kini sangat sulit ditemukan di kampung penulis dan sekitarnya. Fenomena yang sedang
terjadi di banyak daerah ternyata juga tidak jauh berbeda. Kehidupan sosial masyarakat dewasa
ini cenderung sudah mulai meninggalkan norma-norma sosial yang pernah hidup dan
berkembang pada masa generasi tua waktu itu. Nilai-nilai hidup yang penuh rasa kebersamaan,
rasa simpati dan empati pada orang lain, rasa saling menghormati dan rasa toleransi sekarang
ini sudah mulai memudar. Pergaulan di masyarakat antara yang muda dengan yang lebih tua
juga sudah mulai meninggalkan etika pergaulan yang dalam bahasa jawa disebut unggah-ungguh.
Perilaku hidup yang menonjolkan sikap individual dan kompetitif lebih banyak ditampilkan

1

dari pada berperilaku dengan penuh kebersamaan dan toleransi. Apabila ada pekerjaan yang
membutuhkan kerjasama dengan orang lain biasanya tidak lepas dari unsur balas jasa yang
berupa sejumlah uang untuk menghargai pekerjaan secara profesional.

Kepekaan dan kepedulian sosial yang pernah tumbuh dan berkembang pada masa
generasi pendahulu kita waktu itu harus kita upayakan dapat tumbuh kembang kembali.
Berawal dari fenomena sosial di atas penulis tergelitik untuk membahas penanaman nilai-nilai
kesalehan terhadap siswa SD dalam materi Bencana Alam (fenomena litosfer) kelas VI dengan
pendekatan Contextual Teaching Leraning.
B.

Rumusan Masalah

1. Apa itu fenomena alam litosfer?
2. Apa materi fenomena alam IPS SD kelas 6?
3. Apa pengertian dan komponen CTL (Contextual Teaching Learning)?
4. Bagaimana penerapan dan pendekatan kontekstual?
5. Bagaimana menanamkan nilai keshalihan sosial melalui pembelajaran IPS?
C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan Penulisan
Tujuan utama pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Memahami Pendekatan Kontekstual serta
menjelaskan langkah langkah proses pembelajaran Kontekstual serta bagaimana langkah
menanamkan nilai-nilai kesalehan sosial melalui pembelajaran IPS.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah penulis dan pembaca lebih memahami
mengenai arti Pendekatan Kontekstual dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) dan perananya dalam menanamkan nilai-nilai kesalehan sosial siswa.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Definisi Fenomena Alam Litosfer
Fenomena alam menurut bahasa terdiri dari 2 kata, yakni fenomena dan alam. Kata

fenomena menurut bahasa berarti memperlihatkan atau menampakkan. Sedangkan Kant
mengatakan bahwa fenomena ialah suatu realitas pada kesadaran kita. Dan alam menurut
Aristoteles yakni suatu tempat kekal bagi roh manusia yang meninggal dunia. Definisi lain

menjelaskan bahwa alam ialah segala sesuatu yang diciptakan Tuhan yang tidak dibuat oleh
manusia. Sedangkan Litosfer berasal dari dua kata berbahasa Yunani, yaitu Lithos yang berarti
berbatu dan sphere yang berarti padat. Jadi, secara harfiah lithosfer adalah lapisan bumi yang
paling luar atau yang biasa disebut dengan kulit bumi. Litosfer bumi meliputi kerak bumi dan
bagian teratas dari mantel bumi yang mengakibatkan kerasnya lapisan terluar dari planet
bumi. Jadi dapat disimpulkan secara sederhana bahwa fenomena alam litosfer adalah gejala
perubahan alam karena beberapa faktor yang terjadi pada wilayah kulit bumi bagian terluar.
Banyak yang mengartikan fenomena alam secara istilah. Ada yang mengartikan bahwa
fenomena alam adalah objek presepsi, apa yang diamati, apa yang tampak pada kesadaran kita,
atau pengalaman indrawi yang tampak pada panca indera kita atau peristiwa yang dapat diamati
yang segala sesuatunya itu diciptakan oleh Tuhan bukan oleh manusia. Ada pula yang
mengartikan lain bahwa Fenomena alam adalah peristiwa non-artifasial (kejadian alami) dalam
pandangan fisika dan kemudian tidak diciptakan oleh manusia, meskipun dapat
mempengaruhi kehidupan manusia. Dan ada yang menyebutkan bahwa fenomena alam adalah
suatu substansi hidup yang terjadi di alam yang secara empirik benar adanya dan bisa
dibuktikan kebenarannya melalui penelitian.
Fenomena

alam


kerap

terjadi

di

dunia

ini

karena

beberapa

faktor

yang

mempengaruhinya. Berbeda fenomena alam yang terjadi, berbeda juga faktor yang
mempengaruhinya. Fenomena alam yag kerap terjadi kebanyakan diluar nalar manusia, dan hal

tersebut sebagai ciptaan dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Ada fenomena alam yang
berbahaya bagi manusia, ada pula yang tidak berbahaya bagi manusia.
B.

Materi Gejala Alam IPS kelas 6
Gejala alam adalah peristiwa yang disebabkan oleh kondisi alam. Dalam kehidupan

sehari-hari, banyak gejala (peristiwa) alam yang terjadi di permukaan bumi. Terjadinya gejala

3

alam berkaitan erat dengan kenampakan alam. Gejala alam ada yang menguntungkan dan ada
yang menimbulkan kerugian bagi manusia. Gejala alam yang menimbulkan kerugian disebut
dengan bencana alam. Beberapa contoh gejala alam , antara lain longsor, gempa bumi, banjir,
gunung meletus, dan tsunami. Contoh gejala alam yang lainnya yaitu hujan, embun, dan
terjadinya siang malam.
Berikut penjelasan tentang gejala alam yang sering terjadi di Indonesia dan Negara tetangga.
1. Banjir
Banjir merupakan bencana alam yang terjadi karena factor alam dan perilaku manusia. Banjir
yang disebabkan factor alam yaitu karena curah hujan yang tinggi dan terus menerus sehingga

air sungai meluap hingga ke daratan. Sedangkan factor perilaku manusia yaitu membuang
sampah sembarangan dan merusak hutan.
2. Tanah longsor
Tanah longsor mrupakan peristiwa runtuh atau jatuhnya tanah atau bebatuan dari lereng bukit
atau gunung. Umumnya tanah longsor terjadi di kawasan perbukitan atau pegunungan. Tandatanda sebelum terjadinya tanah longsor yaitu hujan berlangsung lama, muncul suara dan
getaran kecil di atas lereng.
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya tanah longsor, sebagai berikut :
a) Hujan lebat dan berlangsung lama.
b) Penebangan pohon secara liar.
c) Gempa bumi yang menyebabkan tekanan pada lereng gunung.
d) Erosi yang disebabkan oleh disebabkan oleh sungai dan gelombang laut sehingga lerenglereng jadi curam.
e) Banyaknya perumahan di atas lereng gunung.
3. Gunung meletus
Gunung-gunung di Indonesia umumnya berapi, namun ada yang aktif dan tidak aktif. Gunung
yang dapat meletus adalah gunung berapi yang masih aktif. Gunung api yang meletus
merupakan gejala alam vulkanik. Ciri-ciri gunung berapi yang aktif adalah puncaknya berasap.
Tanda-tanda gunung api akan meletus adalah naiknya suhu udara di sekitar gunung, banyak
binatang turun dari lereng ke daerah yang lebih rendah, banyak mata air yang menjadi kering,
dan tercium bau belerang.
4. Gempa bumi


4

Gempa bumi merupakan gejala alam berupa getaran atau guncangan yang terjadi pada
permukaan bumi yang ditimbulkan oleh tenaga dari dalam bumi. Ilmu yang mempelajari
gempa disebut seismologi. Alat untuk mengukur kekuatan gempa dinamakan seismograf.
Gempa bumi tidak didahului dengan tanda-tanda tertentu, berbeda dari bencana alam lainnya.
Titik pusat gempa disebut episentrum. Gempa dihitung berdasarkan Skala Richter (SR).
5. Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang, tsu artinya pelabuhan dan nami artinya gelombang. Jadi
tsunami berarti gelombang besar di pelabuhan. Gelombang tsunami dapat terjadi apabila pusat
gempa terjadi di dasar laut dengan kedalaman dan kekuatan tertentu. Seperti bencana tsunami
yang terjadi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 26 Desember 2004.
Bencana yang terjadi di Negara kita ini juga di rasakan oleh Negara tetangga, seperti Thailand,
dan Sri Lanka.
Selain disebabkan karena gempa tektonik, tsunami juga dapat disebabkan oleh tanah longsor di
dasar laut, jatuhnya benda langit (meteor) ke dalam laut, dan juga karena letusan gunung
berapi. Seperti letusan gunung Krakatau di Indonesia yang terjadi pada tahun 1883 yang
mengakibatkan terjadinya tsunami dengan ketinggian 42 meter dan tercatat sebagai gelombang
tsunami tertinggi di dunia.

6. Angin Topan
Angin topan merupakan tiupan angin yang sangat kencang. Tiupan angin yang sangat dahsyat
mengakibatkan banyak pohon yang tumbang, dan hancurnya bangunan.
7. Angin puting beliung
Angin putting beliung disebut juga tornado. Puting beliung yang sangat kuat dapat
menghancurkan bangunan, dan melontarkan kendaraan atau benda berat ke udara. Tandatanda putting beliung adalah diawali dengan munculnya bentuk mirip belalai dari awan, angin
bertiup kencang, terjadi gerimis dan sambaran petir dan debu membumbung membentuk
corong.
C.

Pendekatan Kontekstual

1.

Pengertian Pendekatan Kontekstual
Dalam pendekatan kontekstual kita dapat membuat variasi dalam pembelajaran dan hasil

belajar yang diharapkan dapat dicapai secara optimal. Agar pendekatan pembelajaran tidak
kaku harus menggunakan pendekatan yang sesuai, artinya memilih pendekatan disesuaikan
dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Depdiknas


5

(2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) sebagai
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan

tujuh komponen, yakni kontruktivisme (Constuctivism), bertanya (Questioning), menemukan
(Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), permodelan (Modeling), Refleksi (Reflection),
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Pendekatan kontekstual menurut Amri (2010;21)
yaitu merupakan metode belajar yang membantu semua guru mempraktekkan dan mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi yang ada di lingkungan siswa. Pendekatan
kontekstual adalah sebuah pembelajaran yang terfokus dalam melibatkan siswa aktif
memperoleh informasi yang dilaksanakan dengan mengenalkan mereka pada lingkungan serta
terlibat secara langsung dalam proses pembelajarannya. Jadi dalam pembelajaran ini guru lebih
aktif memberikan strategi pembelajaran daripada informasi pembelajaran.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
2.

Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang

penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerja
sama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
Mengaitkan adalah merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika
mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian,
mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Mislanya mengaitkan
bencana alam yang sering terjadi di berbagai wilayah Indonesia dengan negara tetangga.
Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan
informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat terjadi
lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentukbentuk penelitian yang aktif. Pembuktian dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara

6

membayangkan atau dengan mempraktekkan langsung. Sebagai contoh masih berhubungan
dengan tema “bencana alam”, dengan cara mendatangi para korban bencana longsor atau
gunung meletus, siswa dapat melihat langsung kondisi para korban dan kondisi daerah yang
terdampak bencana.
Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
Dari materi fenomena gejala alam siswa dapat mengetahui salah satu penyebab bencana banjir,
dari situ siswa dapat menerapkan konsep tindakan pencegahan banjir dari hal-hal kecil,
mislanya membuang sampah pada tempatnya sehingga tidak mengotori dan menyumbat
saluran pembuangan air. Dilanjutkan dengan menerapkan konsep yang lebih besar misalnya
menanam pohon disekitar rumah sebagai absorbsi air.
Kerja sama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membuat kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang kompleks
dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari
bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. Sehingga selain siswa mampu bekerjasama
ketika di kelas, di harapkan ketika di lingkungan keluarga atau masyarakat siswa juga terbentuk
kesalehan sosial. Nilai-nilai kesalehan sosial dapat tertanam kuat dalam sikapnya, sehingga
mampu bekerja sama dengan orang lain dalam membantu kesulitan-kesulitan yang dialami
orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada
pemahaman bukan hanya sekedar hafalan.
3.

Komponen-komponen CTL (Contextual Teaching and Learning)

Komponen-komponen dari CTL (Contextual Teaching and Learning) antara lain :
Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme (Constructivism) adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru
dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut pengembang filsafat
konstruktivisme Mark Baldawin dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa
pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan
individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan
melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari

7

mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dalam model inquiry dapat
dilakukan melalui beberapa langkah sistematis, yaitu:
1. Merumuskan masalah.
2. Mengajukan hipotesis.
3. Mengumpulkan data.
4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan.
5. Membuat kesimpulan.
Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang
sebagai refleksi dari keingin tahuan setiap individu. Sedangkan menjawab pertanyaan
mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam pembelajaran yang produktif,
kegiatan bertanya berguna untuk:

 Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi

 Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

pelajaran.

 Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.

 Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang diinginkan.

 Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri.
 Menggali pemahaman siswa.

Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan
yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain,
antarteman atau antarkelompok; yang sudah tahu memberi tahu kepada yang belum tahu atau
yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya kepada orang lain. Inilah hakekat
dari masyarakat belajar yaitu masyarakat yang saling membagi.
Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak sebatas dari
guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki
kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL sebab
melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoristis-abstrak yang dapat
memungkinkan terjadinya verbalisme.

8

Refleksi (Reflection)
Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang baru di terima.
Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa
yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
Dalam hal materi fenomena bencana alam IPS SD maka diharapkan siswa memiliki rasa empati
terhadap para korban bencana alam, sehingga mampu memberikan sumbangsih bantuan
materil maupun non materil sebagai bentuk kesalehan sosial mereka.
Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan
proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan
kepada hasil belajar.
4.

Penerapan dan Pendekatan Kontekstual

Hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sejumlah hasil yang diharapkan dalam penerapan
pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
a) Guru yang berwawasan. Maksudnya yaitu guru yang berwawasan dalam penerapan dan
pendekatan.
b) Materi dalam pembelajaran. Dalam hal ini guru harus bisa mencari materi pembelajaran
yang dijiwai oleh konteks perlu disusun agar bermakna bagi siswa.
c) Strategi metode dan teknik belajar dan mengajar. Dalam hal ini adalah bagaimana
seorang guru membuat siswa bersemangat belajar, yang lebih konkret, yang menggunakan
realitas, lebih aktual, nyata/riil, dsb.
d) Media pendidikan. Media yang digunakan dapat berupa situasi alamiah, benda nyata, alat
peraga, film nyata yang mana perlu dipilih dan dirancang agar sesuai dan belajar lebih
bermakna.
e) Fasilitas. Media pendukung pembelajaran kontekstual seperti peralatan dan perlengkapan,
laboratorium, tempat praktek, dan tempat untuk melakukan pelatihan perlu disediakan.

9

f) Proses belajar dan mengajar. Hal ini ditujukan oleh perilaku guru dan siswa yang
bernuansa pembelajaran kontekstual yang merupakan inti dari pembelajaran kontekstual.
g) Kancah pembelajaran. Hal ini perlu dipilih sesuai dengan hasil yang diinginkan.
h) Penilaian. Penilaian/evaluasi otentik perlu diupayakan karena pada pembelajaran ini
menuntut pengukuran prestasi belajar siswa dengan cara cara yang tepat dan variatif, tidak
hanya dengan pensil atau paper test.
i) Suasana. Suasana dalam lingkungan pembelajaran kontekstual sangat berpengaruh karena
dapat mendekatkan situasi kehidupan sekolah dengan kehidupan nyata di lingkungan
siswa.
5.

Tahapan-tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Tahapan pelaksanaan pembelajaran kontekstual antara lain :
a) Mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan.
b) Mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari.
c) Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan kehidupan siswa.
d) Menyusun persiapan proses KBM yang telah memasukkan konteks dengan materi
pelajaran.
e) Melaksanakan proses belajar mengajar kontekstual.
f) Melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari siswa.
6.

Kelebihan dan kekurangan pendekatan Kontekstual
Kelebihan

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal
ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan
tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak
akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa
karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Kelemahan

10

1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar
seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan
pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
D.

Keshalehan Sosial

1.

Pengertian Dan Ciri – Ciri Kesalehan Sosial
Secara bahasa kita bisa memaknai kesalehan sosial adalah kebaikan atau keharmonisan

dalam hidup bersama, berkelompok baik dalam lingkup kecil antar keluarga, rukun tetangga,
rukun warga, dukuh, desa kota, negara sampai yang paling luas dunia.
Allah SWT berfirman;

ْ‫السماء واأ ْرض ولـكن كذَبوا ْ فأخذْناهم بما كانوا‬
َ ‫ول ْو أ َن أ ْهل الْقرى آمنواْ واتَقواْ لفت ْحنا عليْهم بركات ِمن‬
‫يكْسبون‬
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayatayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)
Pesan utama ayat ini, disatu sisi, dapat dilihat dari sebagai janji Allah yang menyatakan bahwa
jika jiwa suatu masyarakat beriman dan bertaqwa, maka mereka akan memperoleh
keberuntungan. Disisi lain, pesan utama ayat ini juga mengilustrasikan hubungan kausalitas
antara iman – takwa dengan kesejahteraan hidup para pemeluknya.
Pertanyaanya, bagaimana iman- takwa ini dapat menjadi pemandu serta nilai-nilai yang
mendorong manusia untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup seluruh alam?

11

Takwa dalam hal ini dapat dipahami sebagai keadaan kualitas jiwa seseorang yang membimbing
dan memandu hidupnya dalam mewujudkan kondisi sosial yang makmur dan sejahtera bagi
seluruh alam semesta. Kesejahteraan kolektif ini akan terwujud dengan sendirinya jika setiap
individu telah melaksanakan ketentuan-ketentuan iman – takwa secara utuh dan benar, yang
mana manifestasi iman dan takwa itu harus diwujudkan dengan perilaku yang baik dalam
hubunganya dengan sang pencipta (hablumminallah) atau dalam hubungannya dengan sesama
manusia (hablumminannaas) dan lingkungan yang kemudian kita kenal dengan perilaku ibadah.
Bahkan, keberkahan yang datang dari langit dan bumi itu hanya akan lahir dari keimanan dan
ketakwaan.
Untuk melihat dimensi-dimensi ketakwaan seseorang khususnya dalam kaitanya dengan
ukuran-ukuran kesalehan individu dan sosial, lima ciri penting manusia yang shaleh secara
sosial.
Pertama, memiliki semangat spiritualitas yang diwujudkan dalam sistem kepercayaan kepada
sesuatu yang “gaib” serta berketuhanan dan pengertian beragama atau menganut sesuatu
kepercayaan agama. Dalam hal ini jika disesuaikan dengan kondisi siswa sekolah dasar, maka
siswa mengimani adanya tuhan dan mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang yang
beragama maka sudah dapat dikatakan bahwa ia beriman dengan hal yang ghaib.
Kedua, terikat pada norma, hukum, dan etika seperti tercermin dalam struktur ajaran sholat.
Sholat juga mengajarkan kepada para pelakunya untuk terbiasa disiplin. Disiplin dalam hidup
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Artinya siswa yang memiliki kesalehan sosial
itu adalah mereka yang konsisten menegakan hukum dan hukum menjadi aturan main.
Ketiga, memiliki kepedulian sosial yang salah satu perwujudanya ditandai dengan kesanggupan
berbagi terhadap teman, orang yang tertimpa bencana dan golongan yang lemah.
Keempat, memliki sikap toleran sebagai salah satu dari perwujudan dari keimanan siswa
terhadap adanya pengikut kitab-kitab suci selain kitab sucinya sendiri. Ajaran ini juga sekaligus
mengisyaratkan adanya pluralitas kehidupan, baik pada aspek agama dan kepercaan maupun
pada aspek sosial budaya lainya. Dinamika masyarakat juga akan terus berubah membentuk
struktur sosial yang semakin beragam. Di sinilah arti penting mengembangkan sikap toleran,
khususnya dalam menyikapi secara terbuka perbedaan-perbedaan sebagai suatu keniscayaan.
Kelima, berorientasi kedepan sebagai salah satu wujud dari keimanan terhadap adanya hari
akhir. Siswa yang memiliki dimensi kesalehan sosial itu adalah mereka yang berorientasi

12

kedepan , sehingga akan selalu mementingkan kerja keras untuk membangun hari esok yang
lebih gemilang.
2.

Penanaman Nilai Kesalehan Sosial dalam IPS

Penanaman nilai-nilai keshalehan sosial perlu ditanamkan sejak dini, Pada anak-anak usia
sekolah dasar akan sangat baik untuk dibiasakan hidup gotong royong dan bekerjasama
melalui bimbingan dan tugas dari guru. Melalui konsep-konsep
pengajaran

ilmu sosial sebagai dasar

IPS siswa diberi pengetahuan dan keterampilan untuk dapat bersikap dan

menjawab tantangan serta problematika sosial yang ada di lingkungan siswa. Guru IPS harus
dapat melihat isu-isu dan permasalahan sosial yang sedang berkembang, khususnya di
lingkungan siswa guna dijadikan bahan mengajar di kelas sekaligus menanamkan nilai-nilai
keshalehan sosial dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Tentu saja bahan pengajaran
yang diambil dari permasalahan yang terjadi di masyarakat (lingkungan sekitar siswa)
tersebut ada korelasinya dengan materi bahasan yang ada pada kurikulum. Dengan cara seperti
ini, maka diharapkan siswa dapat mudah memahami konsep- konsep IPS yang sekaligus
dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kehidupan siswa. Hal ini juga akan membuat mata
pelajaran IPS menarik perhatian siswa dikarenakan belajar IPS tidak hanya berupa hafalan dari
buku, tetapi langsung memecahkan persoalan sosial yang sedang dihadapi siswa di
lingkungannya.

13

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Seiring dengan perkembangan zaman nilai-nilai sosial semakin menurun, hal ini dipengaruhi
oleh banyak hal, salah satunya adalah derasnya pengaruh globalisasi. Penurunan sikap positif
sosial (keshalehan sosial) tidak hanya terjadi pada masyarakat dewasa bahkan terjadi pada
rentang usia sekolah dasar. Salah satu tindakan pencegahan yang efektif selain melalui
pendidikan agama , mata pelajaran IPS juga memiliki peranan yang urgent dalam ikut andil
memperbaiki keterpurukan sikap sosial tersebut. Penanaman nilai-nilai sosial (kesalehan sosial)
seyogianya ditanamkan melalui mata pelajaran IPS dengan pendekatan dan metode yang tepat.
Salah satu metode yang menarik dan mampu menggugah motivasi siswa adalah pendekatan
kontekstual. Pendekatan Kontekstual merupakan konsep belajar yang memudahkan guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga harapanya, siswa tidak hanya mampu menghafal teori tapi
juga mampu menerapkan nilai-nilai kesalehan sosial yang ditanamkan melalui IPS dalam
kehidupan sehari-hari. Tentunya IPS punya andil yang besar dalam menanamkan nilai-nilai
kebaikan sehingga diharapkan peserta didik memiliki karakter yang kuat dan pada akhirnya
bangsa ini memiliki penerus generasi yang berkarakter dan memiliki keshalehan sosial yang
tinggi.

Saran
1) Penanaman nilai-nilai keshalihan sosial perlu ditanamkan semenjak dini, baik dari
lingkungan keluarga sebagai pendidikan informal, maupun sekolah sebagi lembaga
pendidikan formal.
2) Guru hendaknya menanamkan nilai-nilai sosial dengan menggunakan pendekatan yang
tepat, menyesuaikan karakter siswa.
3) Guru hendaknya mampu menjadi contoh figur yang mampu mengamalkan nilai-nilai
keshalehan sosial dalam kehidupan sehari-hari, karena setiap tindak-tanduk menjadi
teladan bagi siswa.

14

4) Dalam pembuatan makalah ini tentu masih terdapat kesalahan baik dari isi dan cara
penulisan.

Kritik

dan

saran

yang

membangun

sangat

kami

harapkan.

15

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, K. (2015). Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Scientific. E-Training Terstruktur
P4TKMatematika 2015, (p. 4). Lombok Tengah.
Hidayati, dkk. (2008). Pengembangan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. Jakarta : Dirjen
Dikti Depdiknas.
Saputro, Budiyono. (2015). Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific pada Kurikulum 2013.
Workshop dan Pendampingan Implementasi K-13 Guru Mts Negeri Kota Magelang, (p. 18).
Magelang.
Senen, Anwar. (2014). Mengembangkan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam
perspektif paradigma konstruktivistik . Jurnal pendidikan dasar dinamika.
Sungkono, dkk. (2008). Pengembangan Bahan Pembelajaran SD. Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas.
http://www.mobnasesemka.com/tag/apa-itu-fenomena-alam/ diakses tanggal 27 Maret 2017
pukul 17.49
http://sodikinmuhammad.blogspot.co.id/2011/12/hubungan-ibadah-dan-kesalehansosial_04.html diakses tanggal 27 Maret 2017 pukul 21.10

16

Dokumen yang terkait

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Strategi Pemasaran;'Customer Delivered Value' Cabang Pegadaian Syariah Pondok Aren Dalam Membangun Kepuasan Kepuasan Nasabah

9 90 113

Implementasi Program Dinamika Kelompok Terhada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur

10 166 162

Strategi Public Relations Pegadaian Syariah Cabang Ciputat Raya Dalam Membangun Kepuasan Layanan Terhadap Konsumen

7 149 96

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Strategi Public Relations Radio Cosmo 101.9 FM Bandung Joged Mania Dalam Mempertahankan Pendengar Melalui Pendekatan Sosial

1 78 1

Perancangan Sistem Informasi Akademik Pada SMK Bina Siswa 1 Gununghalu

27 252 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84