LEVEL BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMAH

LEVEL BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMAHAMI MATERI
MATEMATIKA MELALUIMODEL PEMBELAJARAN CREATIVE
PROBLEM SOLVING (CPS) DI SMA NEGERI 5 BANDA ACEH

A.

Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, tidak

terlepas dariperan matematika sebagai salah satu ilmu dasar. Perkembangan yang
sangat cepat itu sebandingdengan tantangan yang semakin rumit. Untuk menghadapi
tantangan tersebut diperlukan suatukemampuan yang melibatkan pemikiran kritis,
logis dan kreatif. Kemampuan berpikir kreatifmerupakan potensi yang dimiliki oleh
setiap manusia, namun yang membedakannya adalahtingkatannya.
Dalam kurikulum 2006 (BSNP, 2006) disebutkan bahwa kemampuan berpikir
kreatifdibutuhkan untuk menguasai ilmu di masa depan. Dalam standar isi untuk
satuan pendidikandasar dan menengah mata pelajaran matematika disebutkan bahwa
mata pelajaran matematikadiberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengankemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.
Hal ini menjadi fokus dan perhatian pendidikan matematika di kelas, karena

berkaitan dengansifat dan karakteristik siswa. Akan tetapi fokus tersebut jarang
dikembangkan, padahalkemampuan itu sangat diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh,mengelola, dan memamfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selaluberubah, tidak pasti dan kompetitif di masa
depan.Dalam pembelajaran matematika kreativitas siswa sangat dibutuhkan terutama
dalammenyelesaikan soal-soal yang melibatkan siswa untuk berpikir kreatif, dimana

1

siswa diharapkan dapat mengemukan ide-ide baru yang kreatif dalam menganalisis
dan menyelesaikan soal.
Namun demikian, cara siswa dalam mengekspresikan ide-ide kreatif mereka
adalah berbeda-beda,hal ini karena kemampuan yang dimilikinya berbeda-beda pula.
Hal ini sesuai denganyang diungkapkan Munandar (2004: 6) bahwa setiap orang
mempunyai bakat dan kemampuanyang berbeda-beda dan karena itu membutuhkan
pendidikan yang berbeda-beda pula. Rahman(2008:453) menyatakan bahwa
keberhasilan belajar ditentukan oleh variabel karakteristik pribadi siswa.Dari
ungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar dapat
diukur berdasarkan cara berpikir, kecakapan dari suatu usaha atau pengalaman yang
mengandung pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang konstruktif dari

setiap siswa.
Guru disarankan menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator, dan
dinamisator belajar baik secara individual maupun secara kelompok.Sehubungan
dengan pemikiran tersebut maka dimunculkan gagasan untuk menerapkan model
pembelajaran Creative Problem Solving. Model pembelajaran Creative Problem
Solving merupakan suatu model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran

dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan
Pepkin (2004:1).
Model pembelajaran creative problem solving juga merupakan variasi dari
pembelajaran dengan pemecahan masalah (Problem Solving) melalui teknik
sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Penggunaan model pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan

2

minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari matematika,
sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun
hasil belajarnya. Pada creative problem solving siswa dibekali teknik untuk
menyelesaikan masalah. Selain itu, merupakan kompetensi strategis yang ditujukan

untuk siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, serta
menyelesaikan rencana (model) untuk pemecahan masalah.
Adapun model pembelajaran Creative problem solving ini, siswa tidak hanya
memecahkan permasalahan dalam matematika tetapi juga dituntut untuk terampil
dalam memecahkan masalah tersebut. Dengan menggunakan model pembelajaran ini
diharapkan siswa dapat kreatif dalam memecahkan masalah terutama dalam
materimatematika pada kelas X.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Level Bepikir Kreatif Siswa Dalam Memahami Materi Matematika Melalui Model
PembelajaranCreative Problem Solving (CPS) di SMA Negeri 5 Banda Aceh”.
B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah:
1. Bagaimanakah level berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah
matematika dengan penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving
pada materi matematika di Kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh ?
2. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui model
pembelajaran Creative Problem Solving pada materi matematika di Kelas X
SMA Negeri 5 Banda Aceh ?


3

C.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas yang ingin di capai dalam penelitian ini

adalah :
1. untuk mengetahui level kemampuan berpikir kreatif siswadengan penerapan
model pembelajaran Creative Problem Solving pada materi matematika di
Kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh.
2. Untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui model
pembelajaran Creative Problem Solving pada materi matematikadi Kelas X
SMA Negeri 5 Banda Aceh.
D.

Manfaat Penelitian
1. Secara Teortis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu

pengetahuan tentang penerapan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) dalam matematika dan memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan

tentang

penggunaan

berbagai

strategi

atau

model

pembelajaran yang berguna untukmeningkatkan kemampuan berpikir
kreatif siswa, khususnya mengenai penggunaan model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran Matematika.

2. Secara Praktis
a. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan
untuk menentukan kebijakan dalam membantu meningkatkan
kemampuan belajar siswa.

4

b. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu melatih peserta didik dalam
mengkonstruk pengetahuannya serta menumbuhkan motivasi dan
kreatifitas dalam belajar sehingga meningkatkan kemampuan
belajar siswa.
c. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan bagi
guru

dan

mampu


memberi

inspirasi

pada

guru

untuk

mengembangkan berbagai inovasi model pembelajaran dan
meningkatkan kemampuan belajar siswa.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan
wawasan ilmu pengetahuan dalam melaksanakan penelitian. Selain
itu memberikan sumbangan pemikiran tentang model pembelajaran
Matematika yang lebih efektif, kreatif dan menyenangkan serta
memberikan informasi bagi peneliti sebagai calon pendidik agar
dapat menggunakan model pembelajaran yang tepat dalam

mengajar Matematika.

5

E.

Definisi Istilah
Untuk

menghindari

penafsiran

yang

berbeda

terhadap

istilah


yang

dipergunakan perlu diberikan penjelasan istilah sebagai berikut :
a. Materi matematika merupakan salah satu materi yang diajarkan di SMA
semester ganjil maupun genap kelas X yang mengacu pada Kurikulum
2013.
b. Model Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang
melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan
masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan
dengan

suatu

pertanyaan,

siswa

dapat


melakukan

keterampilan

memecahkan suatu masalah untuk memilih dan mengembangkan
tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghapal, keterampilan
memecahkan masalah dapat juga memperluas proses berpikir.
c. Berpikir Kreatif
Sharp (Briggs dan Davis, 2008) mengidentifikasi beberapa aspek berpikir
kreatif, yaitu kebaruan, produktivitas, dan dampak atau manfaat. Kebaruan
merujuk pada strategi penyelesaian masalah yang bersifat unik. Kebaruan
tidak harus dikaitkan dengan ide yang betul-betul baru, melainkan baru
menurut siswa. Ketika siswa menemukan solusi masalah untuk pertama
kalinya, ia telah menemukan sesuatu yang baru, setidaknya bagi dirinya
sendiri. Produktivitas merujuk pada konstruksi sebanyak mungkin ide, tak
peduli apakah ide itu baru atau tidak. Dalam konteks pembelajaran, salah

6

satu bentuk dampak tersebut adalah meningkatnya kepercayaan diri siswa

setelah mampu menyelesaikan soal yang baru.
d. Level Berpikir Kreatif
Hurlock (1999) mengatakan kreativitas memiliki berbagai tingkatan
sebagaimana mereka memiliki berbagai tingkatan kecerdasan. Karena
kreativitas merupakan perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka
berpikir kreatif juga mempunyai tingkat atau level.
Velikova, Bilchev dan Georgieva (2004) mengidentifikasi siswa berbakat
yang produktif

dan kreatif dalam matematika. Karakteristik itu

menunjukkan perbedaan antara siswa yang berbakat dalam matematika
yang dipelajari sekolah dengan mereka yang memiliki bakat kreatifproduktif dalam matematika. Meskipun ini hanya khusus untuk siswa
berbakat, tetapi menunjukkan adanya derajat atau tingkat yang berbeda
dalam kreativitas siswa di sekolah.
De Bono dalam Barak & Doppelt (2000) mendefinisikan 4 tingkat
pencapaian dari perkembangan ketrampilan berpikir kreatif, yaitu
kesadaran berpikir, observasi berpikir, strategi berpikir dan refleksi
pemikiran.
F.

Landasan Teori

1.

Hakekat Pembelajaran Matematika
Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana

siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar
matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan

7

dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan,
menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2).
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa
sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang
dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Pembelajaran matematika sebaik
dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa
masalah kontekstual dapat digali dari: (1) situasi personal siswa, yaitu yang
berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) situasi sekolah/akademik, yaitu
berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam
proses pembelajaran siswa, (3) situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan
kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan (4) situasi
saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu sendiri.
Menurut Sutarto Hadi (2005: 21), siswa mulai dari masalah-masalah
kontekstual mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri
oleh siswa, kemudian menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dalam proses ini,
setiap siswa dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan
siswa yang lain, sedangkan dalam matematisasi vertikal, siswa juga mulai dari
masalah-masalah kontekstual, tetapi dalam jangka panjang siswa dapat menyusun
prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk meyelesaiakan masalah-masalah
sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan konteks.
Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan
pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Contoh
matematisasi

vertikal adalah presentasi

8

hubungan-hubungan dalam rumus,

menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang
berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.
Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali
dengan sistem formal, melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep tersebut
muncul dalam kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de Lange (1987:
2) proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematika berawal dari dunia
nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam matematika
kembali ke dunia nyata.
2.

Belajar dan Pembelajaran Matematika
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak tergantung pada proses belajar yang dialami siswa sebagai anak
didik. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi
termasuk ahli psikologi pendidikan. Menurut pengertian secara psikologi, belajar
merupakan proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selanjutnya Hudojo (1988:3) mengatakan:Seseorang dikatakan belajar bila
dapat diasumsikan dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu dapat
diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama yang disertai usaha orang tersebut dari
tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya.
Dari definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang yang

9

tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya akibat usaha
yang dilakukan orang tersebut dalam waktu relatif lama sebagai hasil pengalaman
dan interaksi dengan lingkungannya. Dengan belajar siswa dapat menerapkan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan suatu masalah. Karena belajar
merupakan proses aktif dari siswa bukan hanya sekedar menerima ilmu pengetahuan
dalam bentuk jadi tetapi lebih daripada itu dengan belajar siswa ikut serta
menemukan, berpikir, dan mengalami perolehan ilmu akibat usaha yang dilakukan
siswa tersebut.
Peristiwa belajar harus disertai dengan proses pembelajaran agar lebih terarah
dan sistematik. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan ajar, dan
lingkungan yang kondisif yang sengaja diciptakan. Dengan demikian proses belajar
bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedang proses pembelajaran
bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Pembelajaran merupakan usaha pihak-pihak lain yang dapat menghidupkan,
merangsang, mengarahkan dan mempercepat proses perubahan perilaku belajar.
Seperti yang diungkapkan oleh SBM: “Pembelajaran merupakan upaya penataan
lingkungan yang member nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang
secara optimal”. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa segala upaya yang
dilakukan pihak lain (guru) yang bertujuan untuk mengoptimalkan tumbuh dan
berkembangnya program belajar anak didik dapat dikatakan pembelajaran.
Dalam pelaksanaanya, kegiatan pembelajaran diselenggarakan dalam hal
pembentukan watak dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik.Kegiatan

10

pembelajaran

juga

mengembangkan

kemampuan

mengetahui,

memahami,

melakukan sesuatu, dan hidup dalam kebersamaan.
MenuruttimSBM (2009:14) bahwa: “Kegiatan pembelajaran itu perlu: berpusat
pada peserta didik, mengembangkan kreatifitas peserta didik, menciptakan kondisi
menyenangkan, dan menantang, bermuatan nilai, etika, kinestika, dan menyediakan
pengalaman yang beragam”.Untuk mencapai hal-hal tersebut maka pelaksanaan
pembelajaran menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang
menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan
kepada pengalaman belajar yang lalu. Untuk itu belajar haruslah dilakuan secara
kontinu, artinya berkelanjutan dan tidak terputus-putus. Oleh sebab itu, dalam
pembelajaran guru harus mengoptimalkan proses pembelajaran peserta didik secara
kontinu. Makna pembelajaran adalah membelajarakan peserta didik. Dalam hal ini
fungsi utama guru adalah memberikan arahan agar peserta didik dapat melakukan
proses belajarnya dengan benar.
3.

Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai

pedoman dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Dalam pengertian lain, model
diartikan sebagai barang tiruan, metafor, atau kiasan yangdirumuskan. Pouwer
(1974:243) menerangkan tentang model dengan anggapan seperti kiasan yang
dirumuskan secara eksplisit yang mengandung sejumlah unsur yang saling
tergantung. Sebagai metafora model tidak pernah dipandang sebagai bagian data
yang diwakili. Model menjelaskan fenomena dalam bentuk yang tidak seperti

11

biasanya. Setiap model diperlukan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih atau
berbeda dari data. Syarat ini dapat dipenuhi dengan menyajikan data dalambentuk:
ringkasan (tipe, diagram), konfigurasi ( structure ), korelasi (pola), idealisasi, dan
kombinasi dari keempatnya. Jadi model merupakan kiasan yang padat yang
bermanfaat bagi pembanding hubungan antara data terpilih dengan hubungan antara
unsur terpilih dari suatu konstruksi logis.
Model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar mengajar (Soekamto, 1997:78).
Model Creative Problem Solving (CPS) pertamakali dikembangkan oleh Alex

Osborn pendiri The Creative Education Foundation (CEF) dan co-founder of highly
successful New York Advertising Agenncy. Pada tahun 1950-an Sidney Parnes
bekerjasama dengan Alex Osborn melakukan penelitian untuk menyempurnakan
model ini.
Sehingga model Creative Problem Solving ini juga dikenal dengan nama The
Osborn-parnes Creative Problem Solving Models. Pada awalnya model ini
digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan agar para karyawan memiliki
kreativitas yang tinggi dalam setiap tanggungjawab pekerjaannya, namun pada
perkembangan selanjutnya model ini juga diterapkan pada dunia pendidikan.
Langkah-langkah dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran CPS
menurut Pepkin (Dewi, 2008:30) terdiri dari langkah-langkah:

12



Klarifikasi Masalah
Klasifikasi masalah meliputi penjelasan mengenai masalah yang diajukan
kepada siswa, agar siswa memahami penyelesaian seperti apa yang



diharapkan.
Pengungkapan Pendapat
Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat
tentang bagaimana macam strategi penyelesaian masalah. Dari setiap ide



yang diungkapkan, siswa mampu untuk memberikan alasan.
Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan
pendapat-pendapat atau strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan



masalah.
Implementasi (penguatan)
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah, kemudian menerapkanya sampai menemukan
penyelesaian dari masalah tersebut. Selain itu, pada tahapan implementasi,
siswa diberi permasalahan baru agar dapat memperkuat pengetahuan yang
telah diperolehnya.

4.

Berpikir Kreatif dalam Matematika
Kreativitas merupakan produk berpikir kreatif seseorang. Berpikir kreatif

merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkan/memunculkan
suatu ide baru. Hal itu menggabungkan ide-ide yang sebelumnya yang belum
dilakukan. Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir
logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam
kesadaran (Pehkonen, 1997).

13

Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktek pemecahan
masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide-ide. Hal ini akan berguna
dalam menemukan penyelesaiannya. Pengertian ini menjelaskan berpikir kreatif
memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide. Oleh
karena itu, dalam berpikir kreatif dua bagian otak akan sangat diperlukan.
Keseimbangan antara logika dan intuisi sangat penting. Jika menempatkan deduksi
logis terlalu banyak, maka ide-ide kreatif akan terabaikan.
Dengan demikian untuk memunculkan kreativitas diperlukan kebebasan
berpikir tidak dibawah kontrol atau tekanan. Krutetskii (1976) mengutip gagasan
Shaw dan Simon memberikan indikasi berpikir kreatif, yaitu (1) produk aktivitas
mental mempunyai sifat kebaruan (novelty) dan bernilai baik secara subjektif
maupun objektif; (2) proses berpikir juga baru, yaitu meminta suatutransformasi ideide

awal

yang

diterimanya

maupun

yang

ditolak;

(3)

proses

berpikir

dikarakterisasikan oleh adanya sebuah motivasi yang kuat dan stabil, serta dapat
diamati melebihi waktu yang dipertimbangkan atau dengan intensitas yang tinggi.
Indikasi berpikir kreatif dari segi hasil (produk) menekankan pada kebaruan dan
bernilai baik.
Haylock

(1997)

mengatakan

bahwa

berpikir

kreatif

selalu

tampak

menunjukkan fleksibilitas (keluwesan). Bahkan Krutetskii (1976) mengidentifikasi
bahwa fleksibilitas dari proses mental sebagai suatu komponen kunci kemampuan
kreatif matematis dalam sekolah. Haylock (1997) menunjukkan kriteria sesuai tipe
Tes Torrance dalam kreativitas (produk berpikir kreatif), yaitu kefasihan (banyaknya
respon-respon yang diterima), fleksibilitas (banyaknya berbagai macam respon yang

14

berbeda), dan keaslian (kejarangan respon-respon dalam kaitan dengan sebuah
kelompok pasangannya). Dalam konteks matematika, kriteria kefasihan tampak
kurang berguna dibanding dengan fleksibilitas.
Silver (1997) menjelaskan bahwa untuk menilai berpikir kreatif anak-anak dan
orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT)”.
Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah
kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Kefasihan mengacu pada
banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespon sebuah perintah. Fleksibilitas
tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon perintah. Kebaruan
merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah. Dalam masingmasing komponen, apabila respon perintah disyaratkan harus sesuai, tepat atau
berguna dengan perintah yang diinginkan, maka indikator kelayakan, kegunaan atau
bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi. Sedangkan keaslian dapat ditunjukkan atau
merupakan bagian dari kebaruan. Jadi indikator atau komponen berpikir itu dapat
meliputi kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.
Gagasan ketiga aspek berpikir kreatif tersebut diadaptasi oleh beberapa ahli
dalam matematika. Balka (Silver, 1997) meminta subjek untuk mengajukan masalah
matematika yang dapat dipecahkan berdasar informasi-informasi yang disediakan
dari suatu kumpulan cerita tentang situasi dunia nyata. Kefasihan mengacu pada
banyaknya masalah yang diajukan, fleksibilitas mengacu pada banyaknya kategorikategori berbeda dari masalah yang dibuat dan keaslian melihat bagaimana
keluarbiasaan (berbeda dari kebiasaan) sebuah respon dalam sekumpulan semua
respon.

15

Getzel & Jackson (Silver, 1997) juga mengembangkan suatu tes untuk menilai
kefasihan dan keaslian dari pemecahan masalah yang mempunyaijawaban beragam
atau cara/pendekatan yang bermacam-macam. Dengan demikian kegiatan pengajuan
dan pemecahan masalah yang meninjau kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan dapat
digunakan sebagai sarana untuk menilai kreativitas sebagai produk berpikir kreatif
individu.
Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada keberagaman (bermacammacam) jawaban masalah yang dibuat siswa dengan benar, sedang dalam pengajuan
masalah mengacu pada banyaknya atau keberagaman masalah yang diajukan siswa
sekaligus penyelesaiannya dengan benar. Dua jawaban yang beragam belum tentu
berbeda. Beberapa jawaban masalah dikatakan beragam tetapi tidak berbeda bila
jawaban-jawaban itu tidak sama satu dengan yang lain, tetapi tampak didasarkan
pada suatu pola atau urutan tertentu. Misalkan jawaban suatu masalah didasarkan
pada bentuk aljabar 2y. Bila siswa semula menjawab 2 (karena y = 1), kemudian 4
(karena y = 2), berikutnya 6 (karena y = 3), maka jawaban siswa ini beragam tetapi
tidak berbeda. Bila siswa semula menjawab 2 (karena y = 1), kemudian 5 (karena y =
2,5), berikutnya 1 (karena y = ½ ), maka jawaban siswa ini beragam sekaligus
berbeda. Jawaban tersebut beragam karena jawaban satu dengan yang lain tidak
sama, sedang jawaban itu berbeda karena pilihan nilai-nilai y tidak didasarkan pada
urutan atau pola tertentu.
Dalam pengajuan masalah, suatu masalah merupakan ragam dari masalah
sebelumnya bila masalah itu hanya mengubah nama subjek tetapi isi atau konsep
atau konteks yang digunakan sama. Dua masalah yang diajukan berbeda bila konsep

16

matematika atau konteks yang digunakan berbeda. Fleksibilitas dalam pemecahan
masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai
cara yang berbeda. Sedang fleksibilitas dalam pengajuan masalah mengacu pada
kemampuan siswa mengajukan masalah yang mempunyai cara penyelesaian
berbeda-beda.
Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa
menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai
benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu (siswa) pada tahap
perkembangan

mereka

atau

tingkat

pengetahuannya.

Kebaruan

dalam

pengajuanmasalah mengacu pada kemampuan siswa mengajukan suatu masalah yang
berbeda dari masalah yang diajukan sebelumnya.
5.

Level Berpikir Kreatif
Hurlock

(1999)

mengatakan

kreativitas

memiliki

berbagai

tingkatan

sebagaimana mereka memiliki berbagai tingkatan kecerdasan. Karena kreativitas
merupakan perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka berpikir kreatif juga
mempunyai tingkat atau level.
Velikova, Bilchev dan Georgieva (2004) mengidentifikasi siswa berbakat yang
produktif dan kreatif dalam matematika. Karakteristik itu menunjukkan perbedaan
antara siswa yang berbakat dalam matematika yang dipelajari sekolah dengan
mereka yang memiliki bakat kreatif-produktif dalam matematika. Meskipun ini
hanya khusus untuk siswa berbakat, tetapi menunjukkan adanya derajat atau tingkat
yang berbeda dalam kreativitas siswa di sekolah.

17

De Bono dalam Barak & Doppelt (2000) mendefinisikan 4 tingkat pencapaian
dari perkembangan ketrampilan berpikir kreatif, yaitu kesadaran berpikir, observasi
berpikir, strategi berpikir dan refleksi pemikiran.
Level 1: Awareness of Thinking General awareness of thinking as a skill.
Willingness to think about something. Willingness to investigate a particular subject.
Willingness to listen to others.
Level 2: Observation of Thinking.Observation of the implications of action and
choice, consideration of peers’ points view, comparison of alternative.
Level 3: Thinking strategy. Intentional use of a number of thinking tools,
organization of thinking as a sequence of steps. Reinforcing the sense of purpose in
thinking.
Level 4: Reflection on thinking. Structured use of tools, clear awareness of
reflective thinking, assesment of thinking by thinker himself. Planning thinking tasks
and methods to perform them.
Pada Level 1 merupakan tingkat berpikir kreatif yang rendah, karena hanya
mengekspresikan terutama kesadaran siswa terhadap keperluan menyelesaikan
tugasnya saja. Sedang Level 2 menunjukkan berpikir kreatif yang lebih tinggi karena
siswa harus menunjukkan bagaimana mereka mengamati sebuah implikasi
pilihannya, seperti penggunaan komponen-komponen khusus atau algoritmaalgoritma pemrograman. Level 3 merupakan tingkat yang lebih tinggi berikutnya
karena siswa harus memilih suatu strategi dan mengkoordinasikan antara bermacammacam penjelasan dalam tugasnya. Mereka harus memutuskan bagaimana tingkat
detail yang diinginkan dan bagaimana menyajikan urutan tindakan atau kondisi-

18

kondisi logis dari sistem tindakan. Level 4 merupakan tingkat tertinggi karena siswa
harus menguji sifat-sifat produk final membandingkan dengan sekumpulan tujuan.
G.

Metode Penelitian

1.

Jenis Penelitian
Ada pun jenis penelitian adalah eksperimen dengan pendekatan kuantitatif.

Karena untuk melihat kemampuan siswa yang di ajarkan dengan pembelajaran
Model Creative Problem Solving akan terlihat pada penggunaan angka-angka pada

saat melakukan pengumpulan data. Pada saat penafsiran terhadap data dan
penampilan dengan cara menalaah dengan cara teratur dan dilakukan secara cermat
dengan pemberian soal tes.
2.

Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah satu kelas, yaitu

siswa kelas X SMA N 5 Banda Aceh untuk melihat level kemampuan berpikir kreatif
siswa dalam menyelesaikan soal tes.
3.

Metode Pengumpulan Data

a.

Tes Kemampuan Memecahkan Masalah
Dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mengetahui keberhasilan siswa

maupun proses pembelajaran dengan cara melihat level berpikir kreatif dan
kemajuan siswa dalam memecahkan masalah untuk melihat kelemahan dan
kelebihan siswa.
b.

Lembaran Observasi Aktivitas Siswa
Lembaran observasi aktivitas siswa diamati selama kegiatan belajar sedang

berlangsung maupun pada saat penyelesaian soal tes.

19

c.

Angket Respon Siswa
Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran matematika dengan menerapkan Model Creative Problem Solving
dengan kemampuan menyelesaikan masalah.
4.

Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, tahap berikutnya adalah tahap pegolahan data. Tahap

ini

penting karena

pada

tahap

inilah

hasil

penelitian

dirumuskan

dan

mendeskripsikan data tersebut adalah :
a.

Kemampuan Memecahkan Masalah
Menurut Tatang (2008:63) tahap berpikir kreatif siswa dapat dibagi menjadi
lima tingkat sebagaimana dikemukakan tabel berikut :

SKOR
4

Kemampuan Memecahkan Masalah
Kemampuan siswa memecahkan masalah dengan memunculkan ide dan
mengalami kesulitan tetapi dapat mengatasinya.

3

Kemampuan memecahkan masalah kurang nya memunculkan ide karena merasa
belum pernah di ajarkan.
Kemampuan memecahkan masalah dalam memunculkan ide karena kesulitnya
mencari cara lain dalam memecahkannya.
Kemampuan siswa memecahkan masalah dengan tidak memunculkan ide sama
sekali.
Kemampuan siswa memecahkan masalah tidak berdasarkan idea atau
Kemampuan

2
1
0

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat ada 5 levelkemampuan pemecahan
masalah, dengan skor tertentu yakni berkisar dari 0-4 sesuai dengan level
kemampuan memecahkan masalah oleh siswa sebagaimana uraian berikut:
Berpikir Kreatif 4 (Sangat Kreatif)
Siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu alternatif
jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda-beda

20

dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Siswa yang mencapai level ini dapat dinamakan
sebagai siswa yang sangat kreatif.
Level Berpikir Kreatif 3 (Kreatif)
Siswa mampu menunjukkan suatu jawaban yang baru dengan cara
penyelesaian yang berbeda (fleksibel) meskipun tidak fasih atau membuat berbagai
jawaban yang baru meskipun tidak dengan cara yang berbeda (tidak fleksibel). Selain
itu, siswa dapat membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) meskipun
jawaban masalah tunggal atau membuat masalah yang baru dengan jawaban
divergen. Siswa yang mencapai levelini dapat dinamakan sebagai siswa yang kreatif.
Level Berpikir Kreatif 2 (Cukup Kreatif)
Siswa mampu membuat satu jawaban atau masalah yang berbeda dari
kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel atau fasih, atau mampu
menunjukkan berbagai cara penyelesaian yang berbeda dengan fasih meskipun
jawaban yang dihasilkan tidak baru. Siswa yang mencapai level ini dapat dinamakan
sebagai siswa yang cukup kreatif.
Level Berpikir Kreatif 1 (Kurang Kreatif)
Siswa tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda
(baru), meskipun salah satu kondisi berikut dipenuhi, yaitu cara penyelesaian yang
dibuat berbeda-beda (fleksibel) atau jawaban/masalah yang dibuat beragam (fasih).
Siswa yang mencapai level ini dapat dinamakan sebagai siswa yang kurang kreatif.

21

Level Berpikir Kreatif 0 (Tidak Kreatif)
Siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian
atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Siswa yang
mencapai level ini dapat dinamakan sebagai siswa yang tidak kreatif.
b.

Data Aktifitas Siswa
Data aktifitas siswa selama pembelajaran berlangsung dianalisis dengan

menggunakan presentase.
Rumus Presentase :
�=





Ket :

%

P = angka persen
F = Frekuensi Aktivitas Siswa
N = Jumlah Aktivitas Siswa

c.

Lembar Observasi Aktifitas Siswa
Untuk menganalisis data aktivitas siswa digunakan persentase. Persentase

pengamatan aktivitas siswa yaitu frekuensi rata-rata setiap aspek pengamatan dibagi
dengan banyaknya frekuensi rata-rata semua aspek pengamatan dikali 100%.
Untuk menunjukkan apakah aspek-aspek yang diamati telah sesuai dengan
yang diinginkan, digunakan kriteria pencapaian efektivitas aktivitas siswa untuk
setiap aspek sebagai berikut:

22

Kriteria Batasan Waktu Ideal dan Batasan Efektivitas Aktivitas Siswa
Kriteria
Waktu

Aktivitas Siswa

Ideal(%)

Batasan
Efektivitas (%)

15

10 – 20

15

10 – 20

40

35 – 45

15

10 – 20

5. Bertanya kepada guru/teman

15

10 – 20

6. Perilaku yang tidak relevan dengan KBM.

0

0–5

1. Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
atau teman dengan aktif
2. Membaca buku siswa/LKS
3. Bekerja dalam berkelompok/mengerjakan
LKS/menggunakan atau memperagakan alat
peraga/menulis yang relevan dengan KBM
berdiskusi/bertanya antara siswa dan guru.
4. Mendengarkan/memperhatikan/menjawab/
menanggapi pertanyaan guru/teman

H.

Jadwal Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis memerlukan waktu lebih kurang
a. Tahap pembuatan dan bimbingan proposal

: 1 bulan

b. Tahap Penelitian
-

Observasi Lapangan

: 3 minggu

-

Pengumpulan dan pengolahan data

: 1 bulan

c. Tahap menulis skripsi dan bimbingan

: 2 bulan

Catatan : jadwal dapat berubah sesuai dengan kondisi lapangan.

23