DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA b

DAMPAK TRANFUSI PADA THALASSEMIA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Thalassemia berasal dari kata Yunani talassa, yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut adalah Laut Tengah, karena penyakit ini pertama kali dikenal
di daerah sekitar Laut Tengah.1 Thalassemia untuk pertama kali dijelaskan oleh
Cooley (1925), yang ditemukannya pada orang Amerika keturunan Italia.
Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah Mediterania dan daerah sekitar
khatulistiwa.2

Thalassemia merupakan salah satu kelainan genetik terbanyak di dunia dengan
1.67% penduduk dunia sebagai pasiennya. Sekitar 7% penduduk dunia diduga

carrier thalassemia, dan sekitar 300.000-400.000 bayi lahir dengan kelainan ini
setiap tahunnya. Frekuensi gen thalassemia tertinggi di negara-negara tropis,
namun dengan tingginya angka migrasi, penyakit ini telah tersebar ke seluruh
dunia.3 Di Indonesia, thalassemia merupakan penyakit terbanyak di antara
golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler.2 Data rekam
medis rawat jalan pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan bahwa sejak tahun 1993

hingga Juli 2007 terdapat 1.267 pasien thalassemia dengan penambahan 70-80
pasien baru setiap tahunnya.4
Thalassemia disebabkan oleh kelainan sintesis rantai globin (α atau β) dengan
gambaran

darah

khas yaitu

hipokrom mikrositer.5 Thalassemia

mayor

memberikan gambaran klinis yang jelas berupa anemia berat, splenomegali,
ekspansi sumsum disertai deformitas tulang, dan kematian prematur. Thalassemia
minor biasanya tidak memberikan gejala klinis.2,5
Derajat anemia yang terjadi pada pasien thalassemia dapat bervariasi dari ringan
sampai berat akibat eritropoeisis yang tidak efektif. Transfusi Packed Red Cells
(PRC) masih merupakan tatalaksana suportif utama pada thalassemia dengan
tujuan mempertahankan kadar Hemoglobin (Hb) 9-10 gr/dL agar anak dapat

tumbuh dan berkembang secara normal.1,3 Pemberian transfusi darah yang
berulang-ulang dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti hemosiderosis
dan hemokromatosis, yaitu menimbulkan penimbunan zat besi dalam jaringan
tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti hati,
limpa, ginjal, jantung, tulang, dan pankreas. Tanpa transfusi yang memadai,
pasien thalassemia mayor akan meninggal pada dekade kedua.1 Efek lain yang
ditimbulkan akibat transfusi yaitu tertularnya penyakit lewat transfusi, seperti
penyakit hepatitis B, C, dan HIV.1,6
-

BAB II
DAMPAK TRANSFUSI PADA THALASSEMIA
2.1. Thalassemia
a. Definisi
Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin.7 Defek genetik yang mendasari
meliputi delesi total atau parsial dari gen rantai globin; serta substitusi, delesi, atau
insersi nukleotida.8 Ketidakseimbangan rantai globin pada thalassemia akan
mempengaruhi kegagalan eritropoeisis dan mempercepat pengrusakan eritrosit.7

Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum Mendel dari orangtua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia
meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk
heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait, hingga yang
paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor.1,7
b. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Secara klinis, thalassemia dibagi menjadi 3 grup. Klasifikasi ini memiliki
implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan.7
1. Thalassemia mayor
2. Thalassemia minor
3. Thalassemia intermedia
Thalassemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi α-, β-, δβ-, atau
thalassemia εγδβ, sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada

beberapa thalassemia sama sekali tidak terbentuk rantai globin, disebut dengan
thalassemia αo atau βo. Bila produksinya rendah, disebut thalassemia α+ atau β+.
Sedangkan thalassemia δβ dapat dibedakan menjadi δβo dan δβ+, dimana terjadi
gangguan pada rantai δ dan β.7
Manifestasi klinis dari thalassemia mayor, minor, dan intermedia dapat dilihat
dalam tabel 1.6

Tabel 1. Manifestasi Klinis Thalassemia

Hemoglobin (gr/dL)
Retikulosit (%)
Eritrosit berinti
Morfologi eritrosit
Ikterus
Splenomegali
Perubahan skeletal

MAYOR
10
15 tahun,
diabetes mellitus pada 5-10% pasien dewasa, serta kerusakan kelenjar tiroid,
paratiroid, dan adrenal. Selain itu, kelebihan besi juga telah dihubungkan dengan
penurunan densitas tulang, hipertensi pulmonal, dan penurunan fungsi paru.3
Kadar kelebihan besi dalam tubuh dapat diukur dengan melakukan berbagai
pemeriksaan penunjang, baik pengukuran secara langsung maupun tidak
langsung.7
1. TIDAK LANGSUNG

Konsentrasi feritin serum/plasma
Saturasi transferin serum
Tes deferoksamin 24 jam
Pencitraan (CT scan hati, MRI hati, MRI jantung, MRI hipofisis anterior)
Evaluasi fungsi organ
2. LANGSUNG
Biopsi jumlah besi di hati dan jantung
Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum
mencapai 1000 µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (± 1 tahun). Olivieri dkk
menyarankan pemeriksaan kadar besi hati dengan biopsi hati sebelum memulai
terapi kelasi besi. Terapi hanya dimulai bila konsentrasi besi hati minimal 3.2
mg/g berat kering hati. Apabila biopsi tidak mungkin dilakukan, terapi kelasi besi
dapat dimulai pada pasien usia < 3 tahun yang sudah mendapat transfusi teratur
selama 1 tahun.3
Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian
parenteral obat pengkelasi esi (iron chelating drugs).8 Obat pengkelasi besi yang
dikenal adalah deferoksamin, deferipron, dan deferasirox.3

1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus
subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil

selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di
abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang menerima
regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran,
gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.3,7,8
2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding
deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk
menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron
memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih
rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun
begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas
deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan
agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini
deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.3,7
3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru
saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan
November 2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30
mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali
lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan

hepatoseluler, dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit.
4. Terapi Kombinasi. Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan
maupun sekuensial. Terapi kombinasi secara simultan adalah pemberian
deferoksamin 2-6 hari seminggu dan deferipron setiap hari selama 6-12
bulan. Terapi kombinasi sekuensial adalah pemberian deferipron oral 75
mg/kgBB selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan 40 mg/kgBB
selama 2 hari setiap minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat
menurunkan dosis masing-masing obat, sehingga menurunkan toksisitas
obat namun tetap menjaga efektifitas kelasi.3

b. Infeksi Virus Hepatitis
Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering pada pasien
thalassemia di atas 15 tahun. Kerusakan hepar yang disebabkan besi, yang
berhubungan dengan komplikasi sekunder dari transfusi dan infeksi virus hepatitis
C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak dengan thalassemia.7
c. Infeksi Yersinia
Infeksi Yersinia enterocolitica pertama kali ditemukan pada 2 pasien thalassemia
β pada tahun 1970. Infeksi harus dicurigai pada pasien dengan kelebihan besi
yang menderita panas tinggi dan fokus infeksi tidak ditemukan, seringkali disertai

dengan diare. Tanda-tanda kontaminasi bakteri dan syok septik biasanya muncul
dengan cepat sesudah transfusi dimulai, kendati kemunculannya bisa saja tertunda
selama beberapa jam. Reaksi yang hebat dapat ditandai dengan panas tinggi yang
onsetnya mendadak, menggigil, dan hipotensi. Meskipun pada kultur darah tidak
ditemukan adanya kuman Yersinia enterocolitica, terapi Gentamisin intravena dan
Trimetoprim + Sulfametoksazol oral sebaiknya diberikan segera dan diteruskan
sedikitnya 8 hari.6,7
d. Hipersplenisme
Sebagian besar pasien thalassemia mayor akan mengalami pembesaran limpa
yang bermakna yang disebabkan oleh eritropoeisis ekstramedular. Meskipun
hipersplenisme kadang-kadang dapat dihindari dengan transfusi lebih awal dan
teratur, namun banyak pasien yang memerlukan splenektomi. Indikasi terpenting
untuk splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan transfusi, yang menunjukkan
unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 mL/kg PRC/tahun
biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
mempertimbangkan splenektomi. Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel
darah merah sampai 30% pada pasien yang indeks transfusinya melebihi 200
mL/kgBB/tahun. Karena adanya risiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda
hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan splenektomi,


pasien sebaiknya divaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan Haemophilus
influenzae tipe B dan sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis.7,8
e. Hereditary Hemochromatosis
Timbul akibat dari ketidakseimbangan pada homeostasis besi terlalu banyak
akumulasi dari besi menyebabkan hereditary hemochromatosis (HH). Penyakit ini
pertama kali dijelaskan pada akhir abad ke 19 oleh von Recklinghausen dan juga
dengan Trosseau dan Troisier.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
-

3.1. Simpulan
1. Thalassemia merupakan suatu kelompok kelainan sintesis hemoglobin
yang heterogen. Thalassemia memberikan gambaran klinis anemia yang
bervariasi dari ringan sampai berat.
2. Transfusi darah masih merupakan tata laksana suportif utama pada
thalassemia agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
3. Transfusi dapat menyebabkan terjadinya reaksi transfusi tipe cepat
maupun tipe lambat.

4. Transfusi berulang pada thalassemia akan menyebabkan berbagai dampak,
antara lain hemosiderosis, infeksi virus dan bakteri, serta hipersplenisme.
5. Terapi hemosiderosis pada thalassemia adalah terapi kombinasi dari obat
pengkelasi besi (iron chelating drugs), terapi infeksi bakteri adalah
pemberian antibiotik, dan terapi hipersplenisme yaitu dengan splenektomi.
-

3.2. Saran
1. Sebaiknya dilakukan pemantauan fungsi organ secara berkala agar
berbagai dampak transfusi dapat dideteksi secara dini.
2. Perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang baik dari dokter dan pasien
agar tujuan terapi dapat tercapai dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ganie RA. Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Dalam:
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi
pada Fakultas Kedokteran. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Hematologi. Dalam: Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, 1998.444-50

3. Ananta Y. Terapi Kelasi Besi pada Talasemia. Dalam: Sari Pustaka 2006
4. Yayasan Thalassaemia Indonesia. Grafik Data Penderita Thalassaemia
yang Berobat di Pusat Thalassaemia RSCM dari tahun 1993 s/d Juli
2007.http://www.thalassaemia-yti.or.id/data_penderita.htm. Diakses 1 Mei
2008.

5. Greaves M. Darah dan Sumsum Tulang. Dalam: Sarjadi, Editor. Patologi
Umum dan Sistematik, Vol.2, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2000.740-2
6. World Health Organization. Syamsi RM, Editor. Penggunaan Klinis
Darah. Jakarta: EGC, 2005.141-5
7. Permono HB et al. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2005.64-85
8. Honig GR. Sindrom Thalassemia. Dalam: Wahab AS, Editor. Ilmu
Kesehatan Anak Nelson, Vol.II, Edisi 15. Jakarta: EGC, 2000.1708-11
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Thalassemia Beta. Dalam: Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I. Jakarta: PP IDAI, 2004.83-5
10. Thalassaemia International Federation. Guidelines for The Clinical
Management of Thalassaemia. Cyprus: TIF, 2000.9-19

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25