Penetapan Kadar Etil Diklofenak Secara Spektrofotometri Ultraviolet

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diklofenak

2.1.1Kalium diklofenak

Menurut Anonim (2009), uraian tentang kalium diklofenak adalah sebagai berikut:

Rumus bangun :

Rumus molekul : C14H10Cl2KNO2 Berat molekul : 334,24

Nama kimia : Benzeneacetic acid, 2-[(2,6-dichlorophenyl)amino] monopotassium salt

Nama lain : Potassium [o-(2,6-dichloroanilino)phenyl]acetate Nama dagang : Cataflam (Novartis)

Persen komposisi : C 50,31%, H 3,02%, Cl 21,21%, K 11,70%, N 4,19%, O 9,57%

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, mudah larut dalam metanol, etanol 96%, kurang larut dalam aseton


(2)

2.1.2Etil diklofenak

Menurut Dannhardt dan Sorbera (2014), uraian tentang etil diklofenak adalah sebagai berikut:

Rumus bangun :

Rumus molekul : C16H15Cl2NO2 Berat molekul : 324,20

Nama kimia : 2-[(2,6-dichlorophenyl)amino] Benzeneacetic acid Ethyl Ester

Nama lain : Ethyl 2-(2,6-Dichloroanilino)phenylacetate Nama dagang : -

Karakteristik : Kristal putih Titik lebur : 66 - 690C

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, mudah larut dalam metanol, etanol 96%, kloroform


(3)

2.1.3Asam diklofenak

Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang asam diklofenak adalah sebagai berikut:

Rumus bangun :

Rumus molekul : C14H11Cl2NO2 Berat molekul : 296,15

Nama kimia : 2-[(2,6-dichlorophenyl)amino]benzeneacetic acid Nama lain : [o-(2,6-dichloroanilino)phenyl]acetic acid

Nama dagang : Voltarol (Novartis)

Karakteristik : Kristal dari eter-petroleum eter Titik lebur : 156 - 1580C

Persen komposisi : C 56,78%, H 3,74%, Cl 23,94%, N 4,73%, O 10,80%

2.1.4Efek Farmakologi

Diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik dan antiradang. Senyawa ini merupakan inhibitor siklooksigenase, dan potensinya jauh lebih besar dari pada indometasin, naproksen atau beberapa senyawa lain. Selain itu diklofenak menurunkan konsentrasi intrasel arakidonat bebas dalam leukosit yaitu dengan mengubah pelepasan dan pengambilan asam lemak tersebut. Diklofenak diabsorpsi secara cepat dan sempurna dalam lambung, kadar plasma tertinggi


(4)

dicapai 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh eliminasi 3-6 jam (Roberts dan Morrow, 2001; Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Mekanisme kerjanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim cylo-oksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin. cylo-oksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dipelat-pelat darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang. Penghambatan COX-2 lah yang memberikan efek anti radang dari obat AINS. AINS yang ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak menghambat COX-1 (perlindungan mukosa lambung) (Tan dan Rahardja, 2008).

2.1.5 Efek samping

Diklofenak menimbulkan efek samping pada sekitar 20% pasien, akibatnya sekitar 2% pasien menghentikan terapi. Efek saluran cerna merupakan yang paling umum, perdarahan dan pembentukan ulser atau perforasi dinding usus. Respon lain yang tidak diinginkan terhadap diklofenak antara lain efek SSP, ruam kulit, reaksi alergi, retensi cairan, edema dan yang jarang, gangguan fungsi ginjal. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak, ibu menyusui, atau wanita hamil (Roberts dan Morrow, 2001).


(5)

2.1.6 Mekanisme Reaksi Pembentukan Senyawa Diklofenak

(Sumber: Ismail, 2012).

Diklofenak


(6)

2.1.7 Hidrolisis Etil Diklofenak

Asam Diklofenak

( Sumber: Kice dan Marvell,1965). Etil diklofenak


(7)

2.1.8 Saponifikasi Etil Diklofenak

( Sumber: Kice dan Marvell,1965). Etil diklofenak


(8)

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet

2.2.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi Spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2007).

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia, teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, sinar tampak, inframerah, dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 200-400 nm, daerah cahaya tampak 400-800 nm, inframerah dekat 800-3000 nm, dan daerah serapan atom 2,5-40 m atau 4000 -250/cm (Ditjen POM, 1995).

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom dengan elektron-n yang menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi dasar ke tingkat energi tereksitasi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk., 2004).


(9)

Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah tampak disebut gugus kromofor dan hampir semua gugus ini mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi elektron terjadi dari π → π*, yang menyerap radiasi pada panjang gelombang maksimum kurang dari 200 nm, misalnya pada >C=C< dan –C ≡ C–. Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konyugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar (Dachriyanus, 2004).

Gugus fungsi, seperti –OH, -NH2, -Cl, dan –OCH3 yang mempunyai elektron-elektron valensi bukan ikatan (memberikan transisi n → π*) disebut gugus auksokrom yang tidak dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus ini terikat pada gugus kromofor mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar (pergeseran batokromik) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokromik adalah suatu pergeseran panjang gelombang maksimum ke panjang gelombang lebih pendek, biasanya terjadi jika senyawa dengan ausokrom basa terion dan pasangan elektron menyendirinya tidak dapat lagi berinteraksi dengan elektron-elektron kromofor (Dachriyanus, 2004; Cairns 2003).

2.2.2 Hukum Lambert-Beer

Pengukuran serapan cahaya oleh larutan molekul diatur dengan hukum Lambert- Beer, yang ditulis sebagai berikut:


(10)

Dengan I0 adalah intensitas radiasi yang masuk, It adalah intensitas radiasi yang

ditransmisikan , A dikenal sebagai absorbansi dan merupakan ukuran jumlah cahaya yang diserap oleh sampel, ε adalah tetapan yang dikenal sebagai koefisien ekstingsi molar dan merupakan absorbans larutan 1 M analit tersebut, b adalah panjang jalur sel dalam cm, biasanya 1 cm, dan c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter (Watson, 2010).

Dalam produk farmasi, konsentrasi dan jumlah biasanya dinyatakan dalam gram atau miligram dan bukan dalam mol sehingga untuk keperluan analisis produk ini, hukum Lambert-Beer ditulis dalam bentuk berikut ini:

A = A (1%, 1cm) bc

A adalah absorbans yang diukur, A (1%, 1cm) adalah absorbans larutan 1% b/v (g/100 ml) dalam satu sel berukuran 1 cm, b adalah panjang jalur dalam cm, dan c adalah konsentrasi sampel dalam g/100 ml. Karena pengukuran biasanya dibuat dalam sel berukuran 1 cm (Watson, 2010).

2.2.3 Penggunaan Spektofotometri Ultraviolet

Spektrum UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. 1. Aspek Kualitatif

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak dalam analisis kualitatif sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang sangat sempit (500 nm) hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena senyawa tidak diketahui, tidak memungkinkan. Kegunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan parameter panjang


(11)

gelombang puncak absorpsi maksimum, nilai absorptivitas, nilai absorptivitas molar atau nilai ekstingsi, yang khas untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut pada pH tertentu (Satiadarma, dkk., 2004).

2. Aspek Kuantitatif

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Penetapan kadar dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang maksimum, agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi. Bila suatu senyawa mempunyai lebih dari satu puncak, lebih diutamakan panjang gelombang maksimum yang absorptivitasnya terbesar dan memberikan kurva kalibrasi linier dalam rentang konsentrasi yang relatif lebar dan meningkat yang ditentukan dengan persamaan regresi yang merupakan hubungan antara konsentrasi dan serapan (gandjar dan Rohman, 2007; Satiadarma, 2004):

Y = aX + b Dimana :


(12)

X = konsentrasi

a = koefisien regresi (juga menyatakan slope/kemiringan) b = tetapan regresi dan juga disebut dengan intersep

Koefisien regresi (a) dapat diperoleh dengan metode kuadrat terkecil (least square method).

∑ ̅ ̅ ∑ ̅ Selanjutnya b dihitung dari hubungan ̅ ̅

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), Sebelum dilakukan perhitungan analisis lebih lanjut berdasarkan persamaan regresi linier yang didapat, terlebih dahulu harus ditentukan apakah ada korelasi yang bermakna antara kedua besaran yang diukur. Untuk itu perlu dihitung besarnya koefisien korelasi (r) berdasarkan rumus berikut :

r = ∑ ̅ ̅

√ ∑ ̅ ∑ ̅

2.2.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri

Unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut: 1. Sumber sinar

Untuk sinar tampak digunakan lampu tungsten. Lampu ini terbuat dari logam tungsten. Lampu tungsten mengemisikan sinar pada panjang gelombang 350 – 2000 nm. Untuk senyawa-senyawa yang menyerap di spektrum daerah ultraviolet digunakan lampu deuterium. Suatu


(13)

lampu deuterium merupakan sumber energi tinggi yang mengemisikan sinar pada panjang gelombang 200 – 370 nm dan digunakan untuk semua spektroskopi dalam daerah spektrum ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2012).

2. Monokromator

Pada pengukuran kuantitatif, sinar harus bersifat mokromatik, yakni sinar dengan satu panjang gelombang tertentu. Hal ini dicapai dengan melewatkan sinar polikromatik yaitu sinar dengan beberapa panjang gelombang melalui suatu monokromator. Monokromator adalah suatu sistem celah dan suatu unsur dispersif. Radiasi dari sumber difokuskan ke celah masuk, kemudian disejajarkan oleh sebuah lensa atau cermin sehingga suatu berkas sejajar jatuh ke unsur pendispersi, yang berupa Prisma atau suatu kisi difraksi (Gandjar dan Rohman, 2012; Day dan Underwood, 1986).

3. Kuvet (sel)

Kuvet (sel) digunakan sebagai wadah sampel yang akan di analisis. Pada pengukuran di daerah sinar tampak, kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas pengukuran di daerah sinar tampak, kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet umumnya mempunyai ketebalan 1 cm (Day dan Underwood, 1986).


(14)

4. Detektor

Detektor berperan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah intensitas berkas sinyal menjadi kedalam sinyal elektrik yang dapat diukur dengan mudah dan akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk angka (Khopkar, 2007; Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Recorder

Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari pengukuran (Day and Underwood, 1986).

2.3 Validasi Metoda Analisis

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa Parameter analisis yang ditentukan pada validasi yaitu akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, dan rentang kadar dan ketahanan (Gandjar dan Rohman, 2007; Harmita, 2004).

1. Akurasi

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi,


(15)

sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Persen perolehan kembali ditentukan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dari analisis dengan hasil sebenarnya yang dihitung secara teoritis. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah metode kuantitasi yang digunakan dalam penentuan akurasi harus sama dengan metode kuantitasi yang digunakan untuk menganalisis sampel dalam penelitian (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% Perolehan Kembali = 100% Keterangan :

A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku B = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku

C = konsentrasi baku yang ditambahkan 2. Presisi

Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari sampel homogen. Presisi juga diartikan sebagai ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai standar deviasi


(16)

relatif (RSD). Sesuai dengan International Conference on Harmonization (ICH), presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:

a. Keterulangan yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya. b. Presisi antara yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang berbeda, baik

orangnya, peralatannyan tempatnya, maupun waktunya.

c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.

Pengujian pada presisi biasanya dilakukan replikasi sebanyak 6-15 pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pengujian dengan KCKT Nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman, 2007; Satiadarma, dkk., 2004). 3. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitas (LOQ)

Menurut Harmita (2004), Batas deteksi (limit of detection) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi. sedangkan Batas kuantitas adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Hal ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi (LOD) =

Batas Kuantitas (LOQ) =


(1)

gelombang puncak absorpsi maksimum, nilai absorptivitas, nilai absorptivitas molar atau nilai ekstingsi, yang khas untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut pada pH tertentu (Satiadarma, dkk., 2004).

2. Aspek Kuantitatif

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Penetapan kadar dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang maksimum, agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi. Bila suatu senyawa mempunyai lebih dari satu puncak, lebih diutamakan panjang gelombang maksimum yang absorptivitasnya terbesar dan memberikan kurva kalibrasi linier dalam rentang konsentrasi yang relatif lebar dan meningkat yang ditentukan dengan persamaan regresi yang merupakan hubungan antara konsentrasi dan serapan (gandjar dan Rohman, 2007; Satiadarma, 2004):

Y = aX + b Dimana :


(2)

X = konsentrasi

a = koefisien regresi (juga menyatakan slope/kemiringan) b = tetapan regresi dan juga disebut dengan intersep

Koefisien regresi (a) dapat diperoleh dengan metode kuadrat terkecil (least square method).

∑ ̅ ̅ ∑ ̅ Selanjutnya b dihitung dari hubungan ̅ ̅

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), Sebelum dilakukan perhitungan analisis lebih lanjut berdasarkan persamaan regresi linier yang didapat, terlebih dahulu harus ditentukan apakah ada korelasi yang bermakna antara kedua besaran yang diukur. Untuk itu perlu dihitung besarnya koefisien korelasi (r) berdasarkan rumus berikut :

r = ∑ ̅ ̅ √ ∑ ̅ ∑ ̅

2.2.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri

Unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut: 1. Sumber sinar

Untuk sinar tampak digunakan lampu tungsten. Lampu ini terbuat dari logam tungsten. Lampu tungsten mengemisikan sinar pada panjang gelombang 350 – 2000 nm. Untuk senyawa-senyawa yang menyerap di spektrum daerah ultraviolet digunakan lampu deuterium. Suatu


(3)

lampu deuterium merupakan sumber energi tinggi yang mengemisikan sinar pada panjang gelombang 200 – 370 nm dan digunakan untuk semua spektroskopi dalam daerah spektrum ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2012).

2. Monokromator

Pada pengukuran kuantitatif, sinar harus bersifat mokromatik, yakni sinar dengan satu panjang gelombang tertentu. Hal ini dicapai dengan melewatkan sinar polikromatik yaitu sinar dengan beberapa panjang gelombang melalui suatu monokromator. Monokromator adalah suatu sistem celah dan suatu unsur dispersif. Radiasi dari sumber difokuskan ke celah masuk, kemudian disejajarkan oleh sebuah lensa atau cermin sehingga suatu berkas sejajar jatuh ke unsur pendispersi, yang berupa Prisma atau suatu kisi difraksi (Gandjar dan Rohman, 2012; Day dan Underwood, 1986).

3. Kuvet (sel)

Kuvet (sel) digunakan sebagai wadah sampel yang akan di analisis. Pada pengukuran di daerah sinar tampak, kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas pengukuran di daerah sinar tampak, kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet umumnya mempunyai ketebalan 1 cm (Day dan Underwood, 1986).


(4)

4. Detektor

Detektor berperan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah intensitas berkas sinyal menjadi kedalam sinyal elektrik yang dapat diukur dengan mudah dan akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk angka (Khopkar, 2007; Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Recorder

Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari pengukuran (Day and Underwood, 1986).

2.3 Validasi Metoda Analisis

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa Parameter analisis yang ditentukan pada validasi yaitu akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, dan rentang kadar dan ketahanan (Gandjar dan Rohman, 2007; Harmita, 2004).

1. Akurasi

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi,


(5)

sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Persen perolehan kembali ditentukan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dari analisis dengan hasil sebenarnya yang dihitung secara teoritis. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah metode kuantitasi yang digunakan dalam penentuan akurasi harus sama dengan metode kuantitasi yang digunakan untuk menganalisis sampel dalam penelitian (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% Perolehan Kembali = 100% Keterangan :

A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku B = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku

C = konsentrasi baku yang ditambahkan 2. Presisi

Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari sampel homogen. Presisi juga diartikan sebagai ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai standar deviasi


(6)

relatif (RSD). Sesuai dengan International Conference on Harmonization (ICH), presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:

a. Keterulangan yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya. b. Presisi antara yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang berbeda, baik

orangnya, peralatannyan tempatnya, maupun waktunya.

c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.

Pengujian pada presisi biasanya dilakukan replikasi sebanyak 6-15 pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pengujian dengan KCKT Nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman, 2007; Satiadarma, dkk., 2004).

3. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitas (LOQ)

Menurut Harmita (2004), Batas deteksi (limit of detection) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi. sedangkan Batas kuantitas adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Hal ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi (LOD) =

Batas Kuantitas (LOQ) =