Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Sel pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP T1 202008069 BAB II

BAB II

Kajian Pustaka

A. Kecenderuntan Pembelajaran matematika
Pembelajaran matematika dewasa ini lebih terpusat pada
pembelajaran kontekstual dan humanistik. Di Belanda sekarang ini

tengah dikembangkan pendekatan pembelajaran dengan nama
Realistic Mathemotics Educotion {RME). Terdapat lima karakteristik

utama dari pendekatan RME, yaitu Menggunakan pengalaman
siswa di dalam kehidupan sehari-hari, mengubah realita ke dalam
model, kemudian mengubah model melalui matematisasi vertikal
sebelum sampai kepada bentuk formal, menggunakan keaktifan
siswa, dalam mewujudkan matematika pada diri siswa diperlukan
adanya diskusi, tanya-jawab, dan adanya keterjalinan konsep
dengan konsep, topik dengan topik sehingga pembelajaran
matematika tebih holistik daripada parsial (Ruseffendi, 2003).

Amerika Serikat juga telah mengembangkan


suatu
pendekatan pembelajaran yang disebut contextuol teoching ond

leorning (Howey, 2010:105). Pembelajaran

ini

berusaha

meningkatkan kemampuan siswa melalui pembelajaran yang
berangkat dari masalah yang kontekstual atau dari kehidupan nyata
siswa itu sendiri.
Jepang saat ini sedang mempopulerkan pendekatan yang

dikenal the open-ended approoch (Becker dan Shimada,1997:21.
Pembelajaran dengan model the open-ended approoch
menekankan pada soal-soal terbuka sehingga cara memperoleh
jawaban dapat beragam. Sedangkan di lndonesia sendiri tengah di
po pulerka n Pem belaja ran Matemati ka Rea listik.


B. Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama
untuk pembelaja ra n kontekstua l, yaitu konstruktif, inkui ri, bertanya,
masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian autentik
(diktat PLPG, 2010). Sehingga sebuah kelas dapat dikatakan

menggunakan pendekatan CTL
tersebut dalam pembelajaran.
Konstruktif merupakan

jika menerapkan tujuh

prinsip

landasan berpikir


dalam

pembelajaran kontekstual yang menganut pada paham
konstruktivisme. Siswa secara aktif membangun pengetahuan
sedikit demi sedikit dan tidak secara instan. Perlu diketahui pula

bahwa pengetahuan bukan seperangkat fakta, kaidah dan konsep
yang siap diambil dan diingat, pembelajaran akan lebih bermakna
jika pengetahuan dikonstruksi sendiri sehingga memberi makna
melalui kehidupan nyata. lnti pada pendekatan iniadalah keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran. Strategi untuk memperoleh

pengetahuan lebih diutamakan daripada seberapa banyak
pengetahuan yang siswa peroleh dan mengingatnya. Prinsip
konstruktif mengharuskan guru untuk mampu memfasilitasi proses
pembelajaran tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakna
dan relevan bagi siswa, memberi kesempatan siswa untuk
menemukan dan menerapkan ide sendiri dan menyadarkan siswa
agar menerapkan strategimereka sendiri untuk belajar.

Prinsip penting lain yang harus ada dalam pembelajaran
kontekstual dan sering disebut sebagai inti dari pembelajaran
kontekstual adalah lnkuiri. Pada tahap inkuiri, guru merancang
pembelajaran sedemikian rupa sehingga merangsang siswa untuk
melakukan kegiatan guna menemukan materi untuk
pembelajarannya. Jadi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
siswa bukanlah hasil dari mengingat fakta-fakta tapi hasil dari
temuan siswa. Siklus inkuiri terdiri dari observasi, bertanya,
mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.
Bertanya merupakan kegiatan dimana terdapat dalam semua
kegiatan pembelajaran baik antar siswa, guru dengan siswa dan
siswa dengan nara sumber. Bertanya merupakan kegiatan guru
yang bersifat membimbing, mendorong dan menilai kemampuan
berpikir siswa. Kegiatan bertanya dilaksanakan dalam berbagai
aktivitas menggali informasi, mengkonfirmasi sesuatu yang sudah
diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahui. Sehingga kegiatan bertanya sangat penting dalam
pembelajaran inkuiri.

Pembelajaran kontekstual juga memerlukan adanya

masyarakat belajar. Pengetahuan dalam masyarakat belajar

diperoleh dari hasil saling bertukar pikiran antar teman dan antar

kelompok, yaitu dari yang tahu kepada yang tidak tahu. Kegiatan ini
tidak terbatas pada ruang kelas tetapi juga melibatkan lingkungan
sekitar siswa. Perlu disadari bahwa masing-masing orang
mempunyai keterampilan dan pengalaman yang berbeda sehingga
setiap orang dapat menjadi sumber belajar.
Proses pembelajaran kontekstualjuga menuntut guru untuk
mendemonstrasikan suatu model yang berkaitan dengan materi
yang diajarkan. Model yang didemonstrasikan dapat melibatkan
siswa atau mendatangkan ahli dibidangnya. lnilah yang disebut
prinsip pemodelan.
Tahapan pembelajaran kontekstual diakhiri dengan refleksi.
Prinsip refleksi merupakan konsep berpikir tentang sesuatu yang
telah dipelajari dan mengingat kembali hal-hal yang baru diterima.
Guru membantu membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan pengetahuan yang
baru diperoleh. Siswa mencatat hal-hal yang dipelajari sehingga

dapat merasakan sesuatu yang baru.
Sistem penilaian dalam pembelajaran kontekstual menganut
prinsip penilaian autentik. Data dikumpulkan sedemikian rupa
sehingga memperlihatkan perkembangan siswa. Penilaian autentik
menekankan pada proses pembelajaran. Penilaian autentik
mempunyai ciri dilaksanakan selama dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung, digunakan untuk formatif dan sumatif,
keterampilan dan performansi yang menjadi ukuran,
berkesinambungan, terintegrasi, bisa digunakan sebagai feed back.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan
salah satu pendekatan konstruktivisme baru dalam pembelajaran
matematika, yang pertama-tama dikembangkan di negara Amerika,
yaitu dengan dibentuknya Washington Stote Consortium for
Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Pada
tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 diselenggarakan tujuh
proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji,
serta melihat efektivitas penyelenggaraan pengajaran matematika
secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi,
18 sekolah, S5 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang
sebelumnya sudah diberikan pembekalan pembelajaran

kontekstual. Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat
baik untuk level perguruan tinggi dan hasilnya direkomendasikan
untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. Hasil penelitian

untuk tingkat sekolah, yakni secara signifikan terdapat peningkatan
ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan secara utuh

partisipasi aktif siswa dalam proses belajar mengajar (Sulianto,
2011).

Di lndonesia, pembelajaran model kontekstual lebih dikenal
dengan pembelajaran realistik. Dilihat dari pengembangan
kurikulum dan tujuan pembelajaran matematika dimana lebih
menonjolkan pada pemahaman konsep matematika, menggunakan
penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan
dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan maka pembelajaran realistik menjadi

harapan


terwujudnya tujuan tersebut. Berdasarkan berbagai penelitian dan
wawancara yang telah dilakukan, praktek pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran kontekstual memberikan
hasil yang masih beragam dan ketuntasan belajar siswa belum
mampu memenuhi tuntutan kurikulum yaitu 85%. Sebagian besar

pengajar juga masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan
pembelajaran matematika dengan model kontekstual.

c. Metode Sel
Metode Sel merupakan metode yang akan dikembangkan
dalam penelitian ini. Metode sel menggunakan prinsip-prinsip yang
ada dalam model pembelajaran kontekstualtetapi lebih terstruktur
dengan tahapan yang lebih jelas dan terarah sehingga dinilai dapat
mengatasi kelemahan model pembelajaran kontekstual.
Tahapan pembelajaran metode sel menggunakan dasar kerja
sel pada makhluk hidup. Pada makhluk hidup, sel akan berkumpul

dan bekerja bersama membentuk suatu jaringan,


kemudian
kumpulan jaringan membentuk organ dan kumpulan organ menjadi
sistem organ dan akhirnya kumpulan sistem organ menjadi

organisme. Pembelajaran dengan metode sel menganalogikan
siswa sebagai sel tunggal.

Pada tahap pertama, siswa akan seperti sel tunggal yang
bekerja sendiri. Pada tahap ini siswa mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dengan cara mencari pengetahuan atau materi yang
akan diajarkan. Tahap ini menganut pada paham konstruktivisme
yang juga dianut pembelajaran kontekstual.

Pada tahap kedua, siswa yang sudah mempunyai bekal
pengetahuan yang sudah siswa konstruksikan sendiri berkumpul

dalam suatu kelompok kecil untuk bekerja bersama-sama seperti
sel yang membentuk jaringan. Pada tahap ini siswa akan
membentuk suatu masyarakat belajar yang bekerja bersama untuk

membahas pengetahuan yang telah ditemukan oleh masing-masing
siswa. Pada tahap ini juga akan terjadi interaksi pertukaran
pengetahuan yang biasa disebut dengan tutor sebaya.
Pada tahap ketiga, kelompok kecil akan menyampaikan
pengetahuan yang didapat kepada semua siswa dalam satu kelas
atau kelompok lain. Setelah semua kelompok memberitahukan
pengetahuan yang mereka dapat, maka akan menjadi suatu
kesatuan pengetahuan yang utuh. Pada tahap ini diharapkankan
akan terjadi interaksi pertukaran pengetahuan antar kelompok.
Pada tahap terakhir, guru akan memberikan penjelasan
tentang semua materi yang sudah disampaikan oleh siswa. Tahap
ini sama dengan tahap refleksi pada pembelajaran kontekstual,
tetapi siswa tentunya akan lebih siap dengan materiyang diajarkan
karena pengetahuan yang diajarkan guru sudah terlebih dahulu
dikonstruksikan oleh siswa.
D. Sikap

Definisi dan pengertian sikap masih dalam versi yang
beragam. Kesepakatan diantara para ahli tentang definisi tunggal
sikap belum ada hingga sekarang. Menurut Azwar (1995) berbagai

definisi sikap yang ada pada umumnya dapat dikelompokkan dalam
tiga kerangka pemikiran.
Kerangka pemikiran oleh para ahli psikologi seperti Louis
Thurston mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau
reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favoroble) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfovorablel.
Pemikiran kedua diwakili oleh para ahli seperti Chave (1928)
mempunyai pemikiran bahwa sikap merupakan semacam kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.
Kesiapan yang dimaksud adalah kecenderungan potensial untuk
bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada
suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

Kelompok pemikiran ketiga lebih berorientasi pada skema
Lebih jelasnya sikap merupakan konstelasi komponenkomponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi

triadik.

10

dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu
objek.
Berdasarkan tiga kelompok pemikiran yang telah diuraikan
maka dapat diketahui bahwa sikap tersusun atas beberapa
komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan
komponen konatif.
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai
apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Komponen
afektif merupakan bagian yang menyangkut masalah emosional
subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen konatif
atau yang biasa juga disebut sebagai komponen perilaku adalah

yang menunjukkan bagaimana perilaku atau

kecenderungan

berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
sikap yang dihadapi.

E, Kajian yang Relevan
Penelitian oleh Rubiyatun (2010) menunjukkan bahwa
dengan CTL yang menekankan pada leorning community dan
questioning siswa dapat antusias dan semangat dalam mengikuti
pembelajaran matematika, siswa mampu mengatasi kesulitan
belajar dengan berdiskusi dengan teman yang lebih paham akan
materinya dan belajar bertanya, siswa mampu mempresentasikan
hasil kelompok kedepan kelas dan kemampuan siswa dalam
memahami matematika meningkat.
Penelitian Tindakan Kelas oleh Gita (2007) menyimpulkan
bahwa metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
dapat meningkatkan prestasi siswa. Terjadi peningkatan skor ratarata kelas dari 6,29 pada siklus I menjadi 7,45 pada siklus 11. Respon
positif siswa terhadap metode yang diterapkan memenuhi kategori
sangat tinggi. Tetapi ketuntasan belajar belum mernenuhi tuntutan
kurikulum yaitu minim al 85%.
Penelitian oleh Yumiati dan Tarhadi (2010) didapatkan hasil
bahwa model pembelajaran matematika realistik dapat
meningkatkan kemampuan penalaran deduktif siswa di SMP lT
Jabon Mekar dan SMP N 1 Parung. Pada bagian pembahasan
persepsi guru dikemukakan bahwa guru merasa kesulitan dalam
menerapkan PMR pada kelas dengan kemampuan siswa yang
kurang dan tidak semua materi matematika dapat diterapkan
model PMR. Pembahasan mengenai persepsi siswa terhadap

LL

diskusi menunjukkan bahwa ada siswa yang menyatakan tidak
dapat mengikuti pembelajaran dengan diskusi, alasannya yaitu lupa
dengan rumus karena tidak dicatat, menjadi sering mengobrol
dengan teman dan penjelasan kurang detail.
Berdasarkan beberapa jurnal pendidikan yang telah
dirangkum di atas dapat diketahui bahwa model pembelajaran

kontekstual memberikan pengaruh positif terhadap proses
pembelajaran, hanya saja terdapat beberapa kendala dalam
pelaksanaannya. Sehingga diperlukan suatu pengembangan
metode pembelajaran kontekstual.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Komik dalam Pembelajaran Matematika dengan Model Discovery Learning untuk Siswa Kelas V SD T1 292012119 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Komik dalam Pembelajaran Matematika dengan Model Discovery Learning untuk Siswa Kelas V SD T1 292012119 BAB II

0 1 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Komik dalam Pembelajaran Matematika dengan Model Discovery Learning untuk Siswa Kelas V SD T1 292012119 BAB IV

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Menggunakan Model Pembelajaran Van Hiele dan Model Pembelajaran Mekanistik. T1 292008181 BAB II

1 9 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aplikasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Microsoft XNA T1 612010706 BAB II

0 2 39

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Sel pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Sel pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP T1 202008069 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Sel pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP T1 202008069 BAB IV

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Sel pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP T1 202008069 BAB V

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Metode Pembelajaran Kontekstual Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar pada Mata Pelajaran IPA T1 292008269 BAB II

0 0 27