Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Sel pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP T1 202008069 BAB I
BAB I
Pendahuluan
A. latar Belakang Masalah
Kajian kebijakan Depniknas tahun 2007 tentang kurikulum
matematika menerangkan bahwa matematika harus dipelajari
siswa-siswa karena kegunaannya yang penting dalam kehidupan
bangsa lndonesia. Penerapan matematika akhir-akhir ini telah
berubah banyak dan cepat karena kehadiran dan perkembangan
teknologi elektronik dalam dunia kerja. Perlu disadari pula bahwa
alat-alat bantu hitung yang modern dalam pengembangan dan
pengoperasiannya memerlukan suatu dasar pengetahuan terhadap
matematika yang kuat,
jadi
pembelajaran matematika justru
semakin diperlukan seiring perkembangan tekhnologi yang pesat.
Depdiknas terus berupaya
Melihat kenyataan
ini,
mengembangkan kurikulum untuk memperbaiki sistem pendidikan.
Pemerintah mengupayakan kurikulum mata pelajaran matematika
yang mempersiapkan siswa tidak hanya untuk melanjutkan ke
pendidikan tinggi tetapijuga untuk memasuki dunia kerja. Melihat
fertomena tersebut, maka pembelajaran matematika di tingkat
satuan pendidikan harus dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang
berlangsung.
Upaya pengembangan kurikulum oleh pemerintah dapat
dilihat dalam peraturan menteri pendidikan nasional Republik
lndonesia nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi
lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, dijelaskan
bahwa matematika termasuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, dimana tujuannya adalah untuk
mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan kemampuan
analisis peserta didik. Permendiknas nomor 23 Tahun 2005 juga
mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan {SKL) untuk
mencapai tujuan tersebut. Adapun SKL untuk mata pelajaran
matematika adalah
Memahami konsep matematika,
menjelaska n keterkaitan anta rkonsep dan mengaplikasikan konsep
(1)
atau algoritma, secara luwes, akurat efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (a)
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Kecenderungan pembelajaran matematika dewasa ini lebih
berpusat pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan
humanistik. Di lndonesia sendiri model pembelajaran kontekstual
telah dikenal cukup lama dan saat ini tengah populer pembelajaran
matematika realistik di tingkat sekolah dasar. Dengan demikian
pengembangan kurikul um matematika diti ngkat satuan pendidika n
harus relevan dengan kecenderungan pembelajaran matematika
saat ini dan mengakomodir standar kompetensi lulusan yang telah
ditetapkan pemerintah (Depdiknas, 2@71.
Hasil pengamatan dan diskusi dengan guru pengampu mata
pelajaran matematika menunjukkan bahwa matematika masih
menjadi mata pelajaran yang dianggap menakutkan dan sulit oleh
sebagian siswa, hal ini sangat ironis mengingat pentingnya
matematika bagi kehidupan siswa secara pribadi dan kemajuan
bangsa. Anwar (2009) dalam Kabar Indonesia berpendapat bahwa
siswa merasa matematika sulit karena guru hanya mengajar serba
instan dan langsung ke teknis sehingga siswa tidak mempunyai
dasar yang kuat. Matematika yang diajarkan di sekolah tidak
realistis dan tidak menyentuh kehidupan sehari-hari.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pembelajaran matematika
melalaui tiga tahap, yakni kongkrit, semi kongkrit, dan abstrak.
Ketika dalam tahap abstrak inilah pembelajaran kontekstual akan
diketahui
pembelajaran
guru
kontekstual
terhadap model
bahwa respon
beragam. Sebagian besar guru memberikan respon positif dan
menyatakan pernah menggunakan model pembelajaran
kontekstual, akan tetapi masih terdapat banyak kendala dalam
pelaksanaan. Kendala yang banyak dihadapi antara lain adalah
masalah waktu mengajar, model kontektual yang sulit diterapkan
sulit diterapkan. Berdasarkan hasil wawancara iuga
pada materi tertentu dan masih kurangnya pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan walaupun sudah menggunakan
pendekatan dengan model kontekstual. Nilai yang dihasilkan dari
pembelajaran matematika dengan menggunakan model
kontektualpun beragam, dari nilai kriteria ketuntasan minimum
(KKM) 75, sebagian siswa mampu melewati nilai ini dan sekitar
LO%-30% siswa masih belum mendapat nilai di atas KKM.
Persentase siswa yang belum lulus KKM semakin besar ketika pada
kelas yang siswanya mempunyai kemampuan sedang hingga
rendah.
Perlu diperhatikan pula bahwa pembelajaran matematika
akan berhasil jika dalam proses pembelajaran memenuhi tiga
hukum yaitu hukum kesiapan llow of readness), hukum latihan (/ow
of exercisel dan hukum akibat Uow of effect). Dilihat dari fenomena
yang terjadi dilapangan, pengajaran matematika secara umum
telah memenuhi hukum latihan dimana guru telah memberikan
stimulus berupa latihan untuk pengulangan secara terus menerus.
Hukum kesiapan seringkali diabaikan sehingga pada akhirnya
stimulus yang diberikan oleh guru tidak dapat direspon baik oleh
siswa. Pembelajaran akan berhasil jika siswa memenuhi keadaan
berikut "Siswa harus merasa percaya diri dan siap belajar, lebih
banyak terlibat dalam proses belajar, dapat mengatur dan
memotivasi diri serta berkomunikasi dengan siswa lain" (Sambuk,
200s).
Fenomena ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang harus
diperbaiki dalam sistem pembelajaran matematika, diperlukan
suatu model pembelajaran kontekstual yang mampu menstimulus
siswa agar siap saat menerima pelajaran matematika,
mempermudah pelaksanaan bagi guru karena dapat dipakai dalam
setiap tahapan pelajaran matematika serta memberikan efek besar
bagi siswa berupa pemahaman dasar yang kuat tentang
matematika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut
Bagaimana mengembangkan model pembelajaran
kontekstual pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan
yaitu
pemahaman siswa terhadap
materi matematika
membangkitkan sikap positif siswa dalam belajar matematika?
dan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan
model pembelajaran kontekstual dengan metode sel pada
pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap
materi matematika
dan
membangkitkan sikap positif siswa dalam belajar matematika.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis :
Pengembangan metode pembelajaran dalam dunia
pendidikan khususnya pembelajaran matematika.
2. Manfaat praktis :
Memberikan masukan
bagi guru dalam rangka
mengembangkan metode pembelajaran.
E. Batasan Masalah
Penelitian ini terbatas pada model pembelajaran kontekstual
pada mata pelajaran matematika serta pengembangannya.
Pendahuluan
A. latar Belakang Masalah
Kajian kebijakan Depniknas tahun 2007 tentang kurikulum
matematika menerangkan bahwa matematika harus dipelajari
siswa-siswa karena kegunaannya yang penting dalam kehidupan
bangsa lndonesia. Penerapan matematika akhir-akhir ini telah
berubah banyak dan cepat karena kehadiran dan perkembangan
teknologi elektronik dalam dunia kerja. Perlu disadari pula bahwa
alat-alat bantu hitung yang modern dalam pengembangan dan
pengoperasiannya memerlukan suatu dasar pengetahuan terhadap
matematika yang kuat,
jadi
pembelajaran matematika justru
semakin diperlukan seiring perkembangan tekhnologi yang pesat.
Depdiknas terus berupaya
Melihat kenyataan
ini,
mengembangkan kurikulum untuk memperbaiki sistem pendidikan.
Pemerintah mengupayakan kurikulum mata pelajaran matematika
yang mempersiapkan siswa tidak hanya untuk melanjutkan ke
pendidikan tinggi tetapijuga untuk memasuki dunia kerja. Melihat
fertomena tersebut, maka pembelajaran matematika di tingkat
satuan pendidikan harus dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang
berlangsung.
Upaya pengembangan kurikulum oleh pemerintah dapat
dilihat dalam peraturan menteri pendidikan nasional Republik
lndonesia nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi
lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, dijelaskan
bahwa matematika termasuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, dimana tujuannya adalah untuk
mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan kemampuan
analisis peserta didik. Permendiknas nomor 23 Tahun 2005 juga
mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan {SKL) untuk
mencapai tujuan tersebut. Adapun SKL untuk mata pelajaran
matematika adalah
Memahami konsep matematika,
menjelaska n keterkaitan anta rkonsep dan mengaplikasikan konsep
(1)
atau algoritma, secara luwes, akurat efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (a)
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Kecenderungan pembelajaran matematika dewasa ini lebih
berpusat pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan
humanistik. Di lndonesia sendiri model pembelajaran kontekstual
telah dikenal cukup lama dan saat ini tengah populer pembelajaran
matematika realistik di tingkat sekolah dasar. Dengan demikian
pengembangan kurikul um matematika diti ngkat satuan pendidika n
harus relevan dengan kecenderungan pembelajaran matematika
saat ini dan mengakomodir standar kompetensi lulusan yang telah
ditetapkan pemerintah (Depdiknas, 2@71.
Hasil pengamatan dan diskusi dengan guru pengampu mata
pelajaran matematika menunjukkan bahwa matematika masih
menjadi mata pelajaran yang dianggap menakutkan dan sulit oleh
sebagian siswa, hal ini sangat ironis mengingat pentingnya
matematika bagi kehidupan siswa secara pribadi dan kemajuan
bangsa. Anwar (2009) dalam Kabar Indonesia berpendapat bahwa
siswa merasa matematika sulit karena guru hanya mengajar serba
instan dan langsung ke teknis sehingga siswa tidak mempunyai
dasar yang kuat. Matematika yang diajarkan di sekolah tidak
realistis dan tidak menyentuh kehidupan sehari-hari.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pembelajaran matematika
melalaui tiga tahap, yakni kongkrit, semi kongkrit, dan abstrak.
Ketika dalam tahap abstrak inilah pembelajaran kontekstual akan
diketahui
pembelajaran
guru
kontekstual
terhadap model
bahwa respon
beragam. Sebagian besar guru memberikan respon positif dan
menyatakan pernah menggunakan model pembelajaran
kontekstual, akan tetapi masih terdapat banyak kendala dalam
pelaksanaan. Kendala yang banyak dihadapi antara lain adalah
masalah waktu mengajar, model kontektual yang sulit diterapkan
sulit diterapkan. Berdasarkan hasil wawancara iuga
pada materi tertentu dan masih kurangnya pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan walaupun sudah menggunakan
pendekatan dengan model kontekstual. Nilai yang dihasilkan dari
pembelajaran matematika dengan menggunakan model
kontektualpun beragam, dari nilai kriteria ketuntasan minimum
(KKM) 75, sebagian siswa mampu melewati nilai ini dan sekitar
LO%-30% siswa masih belum mendapat nilai di atas KKM.
Persentase siswa yang belum lulus KKM semakin besar ketika pada
kelas yang siswanya mempunyai kemampuan sedang hingga
rendah.
Perlu diperhatikan pula bahwa pembelajaran matematika
akan berhasil jika dalam proses pembelajaran memenuhi tiga
hukum yaitu hukum kesiapan llow of readness), hukum latihan (/ow
of exercisel dan hukum akibat Uow of effect). Dilihat dari fenomena
yang terjadi dilapangan, pengajaran matematika secara umum
telah memenuhi hukum latihan dimana guru telah memberikan
stimulus berupa latihan untuk pengulangan secara terus menerus.
Hukum kesiapan seringkali diabaikan sehingga pada akhirnya
stimulus yang diberikan oleh guru tidak dapat direspon baik oleh
siswa. Pembelajaran akan berhasil jika siswa memenuhi keadaan
berikut "Siswa harus merasa percaya diri dan siap belajar, lebih
banyak terlibat dalam proses belajar, dapat mengatur dan
memotivasi diri serta berkomunikasi dengan siswa lain" (Sambuk,
200s).
Fenomena ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang harus
diperbaiki dalam sistem pembelajaran matematika, diperlukan
suatu model pembelajaran kontekstual yang mampu menstimulus
siswa agar siap saat menerima pelajaran matematika,
mempermudah pelaksanaan bagi guru karena dapat dipakai dalam
setiap tahapan pelajaran matematika serta memberikan efek besar
bagi siswa berupa pemahaman dasar yang kuat tentang
matematika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut
Bagaimana mengembangkan model pembelajaran
kontekstual pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan
yaitu
pemahaman siswa terhadap
materi matematika
membangkitkan sikap positif siswa dalam belajar matematika?
dan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan
model pembelajaran kontekstual dengan metode sel pada
pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap
materi matematika
dan
membangkitkan sikap positif siswa dalam belajar matematika.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis :
Pengembangan metode pembelajaran dalam dunia
pendidikan khususnya pembelajaran matematika.
2. Manfaat praktis :
Memberikan masukan
bagi guru dalam rangka
mengembangkan metode pembelajaran.
E. Batasan Masalah
Penelitian ini terbatas pada model pembelajaran kontekstual
pada mata pelajaran matematika serta pengembangannya.