PERANAN NYANYIAN KATONENG-KATONENG DALAM UPACARA KEMATIAN ADAT KARO PADA MASYARAKAT KARO.

PERANAN NYANYIAN KATONENG-KATONENG
DALAM UPACARA KEMATIAN ADAT KARO
PADA MASYARAKAT KARO

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Sebagian Syarat
Memproleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

NIA NOVA SABERRINA SEMBIRING
NIM 208142120

JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013

ABSTRAK
Nia Nova Saberrina Sembiring NIM. 208142120. Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng
Dalam Upacara Kematian Adat Karo Pada Masyarakat Karo. Skripsi. Jurusan

Sendratasik. Program Studi Pendidikan Seni musik.Fakultas Bahasa dan Seni.Universitas
Negeri Medan 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng
Dalam Upacara Kematian Adat Karo Pada Masyarakat Karo. Katoneng-katoneng adalah lagu
atau nyanyian yang mengandung sebuah pengharapan dan doa untuk keluarga yang meninggal,
katoneng-katoneng merupakan lagu atau nyanyian dari tradisi Karo yang sudah tidak terdengar
lagi ketenarannya. Sampai saat ini generasi muda sudah tidak mengenal tradisi ini akibat
perkembangan zaman, sehingga masyarakat Karo khususnya sudah sedikit demi sedikit
meninggalkan budaya tersebut. Hal ini menarik bagi penulis untuk diangkat menjadi topik
penelitian.

Metode dalam Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif. Populasi dalam penelitian
ini adalah penyanyi katoneng-katoneng, seniman Karo, keluarga yang mengetahui katonengkatoneng. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, metode wawancara, metode
dokumentasi yang dilakukan langsung terhadap objek yang akan diteliti.

Adapun hasil penelitian yang menunjukan bahwa lagu atau nyanyian katoneng-katoneng
merupakan tradisi masyarakat Karo yang paling tua dan mengandung arti dalam menyampaikan
pengharapan. Hampir semua masyarakat khususnya generasi muda tidak mengenal dan tidak
mampu menyanyikan katoneng-katoneng. Orang yang sudah berusia 50 tahun keatas masih
banyak yang mampu menyanyikan katoneng-katoneng didalam kehidupan mereka sehari-hari.

Hal tersebut terjadi karena kurang nya peran orang tua untuk mewariskan lagu atau nyanyian
katoneng-katoneng terhadap generasi muda. Lagu atau nyanyian katoneng-katoneng juga
memiliki aspek yang menjadi ciri khas sendiri seperti irama, melodi, cara bernyanyi (rengget)
dan bentuk syairnya.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, Bapa di sorga yang
selalu menyertai dan melindungi penulis dalam meyelesaikan tugas akhir/skripsi.
Skripsi ini berjudul Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng dalam Upacara Kematian
Adat Karo Pada Masyarakat Karo. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat untuk gelar
sarjana pendidikan di Jurusan Sendratasik Program Seni Musik Fakultas Bahasa dan Seni.
Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan, penulis menyadari skripsi ini masih
jauh dari sempurna, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyampaian ide penulis. Untuk
itu penulis mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk
memperbaiki di masa yang akan datang.
Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi, antara lain :
1.


Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M.Si., selaku Rektor UNIMED

2.

Ibu Dr. Isda Pramuniati, M. Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

3.

Ibu Dra. Tuty Rahayu, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sendratasik

4.

Bapak Panji Suroso, S.Pd, M.Si,selaku Ketua Program Studi Seni Musik dan Dosen
Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dan memberi masukan, arahan dan
selalu sabar dalam membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.

5.

Bapak Lamhot Basani, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu

penulis, memberikan masukan, arahan, dan selalu sabar dalam membimbing penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6.

Seluruh Dosen Sendratasik yang selama ini telah mendidik penulis dalam perkuliahan.

7.

Buat kedua orang tua penulis, Mulianta Sembiring dan Sortalina Saragih dalam
membimbing anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Senantiasa selalu memberi kasih
sayang, doa, dukungan dan materi dalam mengikuti perkuliahan sampai selesai
diperguruan tinggi.

8.

Buat keluargaku yang berada di Universitas Negeri Medan, Bibi Tua Juniati Sembiring,
Kila Monang Siburian, Bibi Tengah Sortalina Sembiring dan Pak Uda Adina Sembiring

yang selalu menyayangi dan mendukung penulis dalam perkuliahan hingga selesainya

perkuliahan.
9.

Buat saudaraku Chichi Melia Sabatini, Adhe Ray Gunanta, James Kevin Oreza, Nuel
Rumahorbo, Selvi Ginting, yang selalu memberi dukungan dan memberikan motivasi dan
semangat pada penulis

10.

Seluruh teman-teman stambuk 2008 yang setia memberikan dukungan dan memberikan
semangat selama ini dan membantu dalam proses skripsi.

11.

Buat sahabat-sahabat terbaikku Dwi Debby Marpaung, Tiodora Sinaga, Veri Christini
Gulo, Jessy Lumbangaol, Paima Surani Marbun, yang selalu memberi motivasi dan
semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

12.


Buat Tiodora sinaga, Damayanti Tobing, Esmita Samaria, Angelina Sitorus, Esma
Bangun, Hendrik Tarigan yang telah menjadi teman seperjuangan dalam mata kuliah
gesek I-IV semoga sukses dan dapat menyelesaikan perkuliahan dan wisuda tahun ini,
semangat teman-teman.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Medan, Maret 2013
Penulis,

Nia Nova Saberrina Sembiring
208142120

DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN………............................................................................................... ...........
ABSTRAK……………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..
DAFTAR ISIDAFTAR GAMBAR…………………………………………………………

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………………
B. Identifikasi Masalah ..............................................................................................
C. Pembatasan Masalah ..............................................................................................
D. Perumusan Masalah ...............................................................................................
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................................
F. Manfaat Penelitian .................................................................................................

i
ii
iv
vi
1
1
7
8
9
10
11


BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ..........................
A. Landasan Teoritis ..................................................................................................
1. Pengertian Peranan ................................................................................................
2. Pengertian Nyanyian .............................................................................................
3. Pengertian Katoneng-Katoneng……………………………………………………
4. Upacara Kematian .................................................................................................
5. Pengertian adat ......................................................................................................
B. Kerangka Konseptual ..............................................................................................

12
12
12
13
15
16
18
18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………….


21

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................
B. Populasi dan Sampel ...............................................................................................
1. Populasi .................................................................................................................
2. Sampel ..................................................................................................................
C. Metodologi Penelitian .............................................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................................
1. Observasi Lapangan ..............................................................................................
2. Studi Kepustakaan.................................................................................................
3. Wawancara ...........................................................................................................
4. Dokumentasi .........................................................................................................
E. Teknik Analisis Data ..............................................................................................

21
21
21
22
23
25

26
27
27
28
29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................... 31
A. Latar Belakang Nyanyian Katoneng-KatonengDalam Upacara Kematian
Adat Karo ............................................................................................................... 31
B. Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam Upacara Kematian Adat Karo
Pada Masyarakat Karo............................................................................................. 42
C. Karakteristik Nyanyian Katoneng-Katoneng Dari Aspek Melodi, Cara
Bernyanyi (Rengget) dan Syair………………………………………………………. 51

D. Bentuk Penyajian dan Instrumen Pada Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam
Upacara Kematian Ada Karo………………………………………………………….

53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….. ......


56

A.
B.

56
57

Kesimpulan..............................................................................................................
Saran………………………………………………………………………………

LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Indung Surat Aksara Karo………………………………………………

33

Gambar 4.2. Sistem Daliken Sitelu…………………………………………………..

39

Gambar 4.3 pihak tegun anak beru menyerahkan kain kafan………………………

43

Gambar 4.4 Pihak puang kalimbubu menyerahkan uis gutip dan kain kafan………

44

Gambar 4.5 pihak kalimbubu menyampaikan pesan ……………………………….

46

Gambar 4.6 pihak anak beru memberi pesan kepada kalimbubu…………………..

47

Gambar 4.7 mendoakan pihak kalimbubu dan puang kalimbubu………………….

49

Gambar 4.8 Pihak keluarga mendoakan kalimbubu dan puang kalimbubu……….

50

Gambar 4.9 Ensambel lima sedalanen……………………………………………..

55

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang
sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan kepercayaan
ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan
pengalaman yang suci, perayaan upacara yang dimaksud adalah sebagai praktek adat. Adat
adalah hukum sosial tradisional yang menyeluruh, adat disahkan oleh nenek moyang yang
menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.
Suku Karo merupakan bagian dari suku Batak diantaranya lima kelompok etnis lainnya
seperti Toba, Simalugun, Karo, Pak-Pak, Mandailing, Angkola yang berada di Sumatera Utara,
dimana masing-masing suku tersebut memiliki warisan kebudayaan dari generasi sebelumnya
yang memiliki cirri khas yang berbeda dari bidang musik, tari, adat istiadat, bahasa dan agama.
Sama hal nya dengan suku lainnya, suku Karo memiliki warisan kebudayaan dimana
berkewajiban untuk mempertahankan dan melestarikan kebudayaan leluhur tersebut, sehingga
dapat menjadi pedoman bagi setiap warganya.
Masyarakat Karo adalah masayarakat yang sangat menghormati norma-norma budaya
tradisional adat Karo yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Norma-norma yang
diwariskan nenek moyang mereka dibuktikan adanya praktek adat dalam pemberian energi yang
besar terhadap praktek adat khususnya pada perayaan-perayaan lingkaran kehidupan masyarakat
Karo, mulai dari mbesur-mbesuri (kehamilan tujuh bulan), anak tubuh (kelahiran), erdemu bayu
(perkawinan) dan kematen (kematian). Disamping itu masih ada sederet perayaan yang lazim
dirayakan oleh masyarakat Karo seperti erpangir ku lau (membersihakan diri), mengket

(memasuki rumah baru), pupur sage (upacara perdamaian). Dari semua perayaan-perayaan
maupun upacara adat yang telah disebutkan penulis hanya membahas upacara kematian
(kematen), namun penulis hanya memfokuskan pembahasan hanya pada nyanyian katonengkatoneng pada upacara kematian adat Karo.
Masyarakat Karo memiliki dua jenis musik yaitu musik instrumental dan nyanyian,
adapun beberapa instrumen yang dimiliki suku Karo yaitu serune, gung, gendang singanaki,
gendang singudungi, penganak, keteng-keteng, kulcapi, balobat, surdam. Pada masyarakat Karo
terdapat dua buah ensambel musik yaitu ensambel lima gendang sedalenan dan ensambel
gendang telu sedalenan.
Kedua alat musik ini dapat dimainkan dalam upacara adat masyarakat Karo, baik upacara
suka cita maupun upacara duka cita. Selain itu kedua ansambel ini juga dapat untuk mengiringi
tarian (landek) dalam konteks hiburan misalnya odak-odak, patam-patam. Landek ini berfungsi
sebagai menghibur masyarakat pada umumnya dan keluarga secara khusus agar tidak terlarut
dalam kesedihan.
Selain musik instrumen, Karo juga memiliki nyanyian yang dikenal sebagai katonengkatoneng, nyanyian Karo memiliki ciri khas tersendiri yaitu memiliki rengget (tehnik atau cara
bernyanyi suku Karo). Setiap aktivitas atau peristiwa penting dalam siklus kehidupan masyarakat
Karo memiliki nyanyian seperti perkawinan, nyanyian waktu bekerja, percintaan dan nyanyian
berhubungan kegembiraan dan kematian yang dapat dinyanyikan oleh siapa saja.
Salah satu lagu rakyat yang merupakan warisan dari leluhur Karo yang perlu dilestarikan
adalah nyanyian katoneng-katoneng yang merupakan lagu atau nyanyian pada upacara kematian,
lagu atau nyanyian yang mengandung ungkapan pengharapan dan ratapan pada seseorang yang
ingin menyampaikan melalui nyanyian terhadap keluarga yang ditinggalkan. Katoneng-katoneng

merupakan nyanyian yang terdapat pada masyarakat batak Karo, tradisi ini sudah lama menjadi
warisan nenek moyang sampai saat ini. Nyanyian katoneng-katoneng merupakan ungkapan bagi
leluhur terhadap keluarga yang ingin mengingat kebaikan di masa hidup nya terhadap keluarga
tersebut, tetapi tidak hanya ungkapan kepada leluhur saja untuk keluarga yang baru saja
meninggal juga disebut katoneng-katoneng. Lagu atau nyanyian katoneng-katoneng tidak hanya
dengan menyanyikan dan menyampaikan nasehat pada keluarga yang meninggal pada saat
upacara berlangsung, tetapi katoneng-katoneng juga diiringi dengan musik tradisi Karo.
Katoneng-katoneng ini memiliki perbedaan persepsi oleh seniman-seniman Karo dan
masyarakat Karo yang menganggap bahwa katoneng-katoneng merupakan lagu atau nyanyian
terhadap orang yang telah meninggal, tetapi zaman dahulu katoneng-katoneng ini digunakan
pada saat para nenek moyang mengingat perang terhadap leluhurnya, mereka menyanyikan
katoneng-katoneng untuk mendoa kan para leluhur mereka, tetapi

pada zaman sekarang

katoneng-katoneng digunakan pada saat upacara kematian.
Dalam upacara kematian ini tidak hanya menyanyikan saja tetapi pada saat orang
meninggal keluarga dan kerabat menyampaikan sebuah nasehat serta doa kepada keluarga yang
meninggal. Pada saat keluarga menyampaikan nasehat kepada keluarga yang ditinggalkan
mereka tidak hanya berdiri dan mendengarkan saja tetapi mereka menyampaikan dengan
menyambut tamu dengan landek (tarian) dengan bergeraknya tangan dan kaki dalam upacara
berlangsung. Landek (tarian) yang sederhana hanya sebagai pelengkap dalam bernyanyi, tarian
yang sederhana dalam upacara ini berfungsi sebagai menahan tanggis agar pada saat keluarga
menyampaikan pesa-pesan nasehat dan ratapan tidak merasakan kelelahan dalam upacara
tersebut.

Upacara kematian ini juga memiliki teks dalam nyanyian katoneng-katoneng, teks
katoneng-katoneng yang disajikan umum nya mengandung ungkapan-ungkapan yang berisi
nasehat-nasehat (pedah-pedah), dan doa (toto) untuk keluarga yang ditinggalkan. Dari ungkapanungkapan ini penulis melihat bahwa katoneng-katoneng berfungsi untuk menyampaikan sesuatu
hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Disamping itu katoneng-katoneng juga
merupakan bentuk ekspresi musikal yang dinyanyikan baik perkolong-kolong maupun orang lain
yang mau menyampaikan nasehat-nasehat (pedah-pedah), doa (toto) dan pengharapanpengharapan atau sekedar cerita tentang kehidupan orang yang sudah meninggal. Dengan kata
lain katoneng-katoneng dalam upacara ini merupakan lagu atau nyanyian ratapan.
Pada konteks kematian lagu atau nyanyian ratapan mempunyai fungsi tujuan sebagai
suatu ekspresi duka cita yang terstruktur dan terbentuk yang memenuhi kebutuhan adat untuk
menghormati atau memperingati orang yang meninggal (serta roh atau tondi orang itu dan tondi
nenek moyang yang duluan meninggal). Lagu atau nyanyian ratapan ini juga berfungsi sebagai
semacam saluran komunikasi antara dunia ini dengan dunia lain (yang sudah meninggal) agar
permohonan dari dunia ini dapat diajukan kepada nenek moyang dan tuah atau berkat dari
mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup.
Adapun musik tradisi yang memiliki peran dalam upacara berlangsung seperti gendang
dalam upacara berlangsung sangat berperan penting ini dikarenakan perkolong-kolong yang
menyanyikan katoneng-katoneng ini sebagai penyambung lidah dari pihak-pihak yang termasuk
dalam sistem kekerabatan untuk memberikan kata-kata penghiburan atau nasehat-nasehat yang
seharusnya wajib disampaikan. Dalam sebuah nyanyian pada setiap iringan musik pada saat
upacara berlangsung katoneng-katoneng sangat berperan dalam hal menyampaikan sebuah
nasehat-nasehat atau sebagai penyambung kata-kata dari rakut sitelu serta menjawab dan

melontarkan keinginan yang meninggal kepada anak-anaknya, saudara, keluarga dan cucu dalam
bentuk nyanyian.
Lagu dan nyanyian pada katoneng-katoneng merupakan bentuk pengucapan pada
seseorang yang menyanyikan bisa seseorang yang rindu pada yang sudah meninggal bisa dari
perkolong-kolong. Upacara kematian pada masyarakat Karo perkolong-kolong sangat berperan
dalam menyampaikan nasehat kepada keluarga yang ditinggalkan. Nyanyian katoneng-katoneng
biasanya dinyanyikan pada saat seseorang sedang rindu atau kesepian artinya dalam penyajian
umum dilakukan orang-orang mengalami tertekan jiwanya akibat ditinggalkan oleh keluarga nya
(yang sudah meninggal). Katoneng-katoneng merupakan nyanyian yang dimainkan dengan
beberapa alat musik yaitu serune, penganak, gung, gendang singindungi atau indung dan
gendang singanaki. Pada zaman dahulu alat musik untuk mengiring nyanyian katoneng-katoneng
menggunakan alat musik tradisional, namun berkembangnya zaman alat musik untuk mengiringi
katoneng-katoneng menggunakan gendang kibot.
Upacara kematian tersebut memiliki peranan penting dalam nyanyian katoneng-katoneng
tersebut. Peran yang begitu penting dalam ungkapan-ungkapan pada setiap syair dan kalimat
dalam menyampaikan nasehat pada keluarga yang meninggal. Tidak hanya menyampaikan
nasehat saja tetapi kerabat yang ingin menceritakan kehidupan yang meninggal juga memberikan
kain kafan putih yang disimbolkan sebagai ungkapan kesedihan kerabat akibat ditinggalkan oleh
orang yang meninggal, tidak hanya kain kafan putih tetapi setiap tamu yang ingin memberikan
nasehat dan ungkapan kesedihan akan memberi uis gutip sebagai symbol pemberian dari kerabat
atau keluarga yang meninggal.
Uis gutip adalah sejenis kain panjang berbahan katun dan berwarna hitam kemerahan
menjadi simbol sebagai lambang turut duka cita terhadap yang meninggal. Lagu atau nyanyian

katoneng-katoneng memang sampai saat ini sudah jarang terdengar, karena zaman yang semakin
berubah dan banyaknya lagu moderen sehingga nyanyian tradisional yang hampir punah pun
sudah kurang diminati kembali pada masyarakat Karo. Adapun minat masyarakat untuk melihat
musik tradisional yang hampir punah cukup minim dan masih banyak yang minat dengan musik
moderen.
Peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian memang memiliki artian
terpenting dalam upacara, nyanyian dengan iringan musik yang membuat lantunan nyanyian
tersebut menjadi bagian menjadi sedih setelah mendengarkan penyanyi yang disebut dengan
perkolong-kolong, tidak hanya perkolong-kolong yang menceritakan dengan bernyanyi tentang
kehidupan yang meninggal namun dari kerabat atau keluarga juga bisa menyanyikan katonengkatoneng. Perkolong-kolong adalah bagian dalam upacara tersebut, perkolong-kolong yang
menjadi perantara dari keluarga untuk menyanyikan dan menceritakan masa hidup yang
meninggal terhadap keluarga dan kerabat. Nyanyian katoneng-katoneng adalah bagian dari
pelengkap pada upacara kematian adat Karo pada masyarakat Karo.
Dari uraian tersebut penulis membuat suatu tulisan ilmiah dengan judul “Peranan
Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam Upacara Kematian Adat Karo Pada Masyarakat Karo”.
Dimana pendeskripsian ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga dan melestarikan salah
satu lagu dan nyanyian katoneng-katoneng pada masyarakat Karo.

B.

Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan hal-hal yang menjadi pertanyaan bagi para peneliti untuk

mencari jawabannya. Identifikasi diperlukan untuk melihat apa-apa saja yang ada dalam
latarbelakang. Munculnya identifikasi masalah berarti adanya upaya untuk mendekatkan

permasalahan sehingga masalah yang dibahas tidak meluas dan melebar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hadeli (2006:23) yang mengatakan bahwa: “Identifikasi masalah adalah suatu situasi
yang merupakan akibat dari interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan,
keadaan-keadaan, dan yang lain sebagainya).

Dari uraian latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di
identifikasi sebagai berikut:
1. Bagaimana latarbelakang nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian adat Karo
pada masyarakat Karo?
2. Bagaimana peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara adat Karo pada masyarakat
Karo?
3. Bagaimana bentuk penyajian dan instrument yang digunakan pada nyanyian katonengkatoneng pada upacara kematian adat Karo pada masyarakat Karo?
4. Bagaimana karakteristik nyanyian katoneng-katoneng dari aspek melodi, syair, dan cara
bernyanyi?
5. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap nyanyian katoneng-katoneng pada upacara
kematian adat Karo pada masyarakat Karo?
6. Bagaimana proses pengarapan teks dan melodi nyanyian katoneng-katoneng?

C. Pembatasan Masalah
Setelah di indentifikasi, ternyata banyak faktor yang dapat diteliti lebih lanjut dalam
permasalahan ini maka arah penelitian harus dibatasi. Hal ini dilakukan agar dalam proses
penelitian data nantinya pembahasan tidak meluas dan melebar sehingga penelitian ini lebih
terarah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (2004:30) yang mengatakan bahwa :

“Dalam merumuskan ataupun membatasi permasalahan dalam suatu penelitian bervariasi
dan tergantung pada kesenangan peneliti. Oleh karen itu perlu hati-hati dan jeli dalam
mengevaluasi rumusan permasalahan penelitian, dan dirangkum kedalam beberapa pertanyaan
yang jelas”.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merasa perlu membatasi masalah. Untuk itu,
berdasarkan identifikasi masalah diatas maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana latar belakang nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara adat Karo pada
masyarakat Karo?
2. Bagaimana peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara adat Karo pada
masyarakat Karo?
3. Bagaimana bentuk penyajian dan instrumen yang dipakai nyanyian katoneng-katoneng
dalam upacara adat Karo pada masyarakat Karo?
4. Bagaimana karakteristik nyanyian katoneng-katoneng dari aspek melodi, cara bernyanyi
(rengget) dan syair?

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang hendak
dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban
pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik serta memiliki kalimat yang jelas dan
tidak bertele-tele sehingga tidak menimbulkan interprestasi lain. Sejalan dengan pendapat
Bungin (2001:55) mengatakan bahwa:
“Permasalahan yang diajukan hendaknya berbentuk kalimat dan diformulasikan dalam
kalimat yang jelas tetapi tidak bertele-tele. Rumusan masalah juga diajukan sejelas
mungkin agar variable-variabel penelitian ataupun hubungan antara variable itu terlihat
dengan mudah dan kemudian tidak menimbulkan interprestasi lain terhadap rumusan
sebagai berikut”.

Sesuai dengan identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah maka
dapat disimpulkan suatu pertanyaan “Bagaimana Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam
Upacara Adat Karo Pada Masyarakat Karo”?

E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan senantiasa berorientasi kepada tujuan, tanpa ada tujuan yang jelas maka
arah kegiatan yang akan dilakukan tidak tau apa yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut. Hal
ini sesuai dengan pendapat Riduwan (2004:25) yang mengatakan bahwa: “Tujuan penelitian
merupakan keinginan-keinginan peneliti

atas hasil penelitiannya dengan mengetengahkan

indikator-indikator apa yang hendak ditemukan yang berkaitan dengan variable-variabel
penelitian.”
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian tidak lain untuk
mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian terutama yang
berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Untuk melihat berhasil tidaknya suatu kegiatan,
dapat dilihat melalui tercapainya tujuan yang telah diterapkan. Untuk mengetahui latar belakang
nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian adat Karo pada masyarakat Karo.
1.

Untuk mengetahui peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian adat
Karo pada masyarakat Karo.

2.

Untuk mengetahui bentuk penyajian dan instrument pada nyanyian katoneng-katoneng
dalam upacara kematian adat Karo pada masyarakat Karo.

3.

Untuk mengetahui karakteristik nyanyian katoneng-katoneng dari aspek melodi,cara
bernyanyi (rengget) dan syair.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan kegunaan dari penelitian yang merupakan sumber
informasi dalam mengembangkan kegiatan penelitian selanjutnya. Setelah penelitian ini
dirampungkan, diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi pembaca.
2. Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian adat Karo pada
masyarakat Karo.
3. Memberi masukan yang dapat berguna bagi para seniman untuk melihat kembali
bagaimana perkembangan katoneng-katoneng pada masyarkat Karo.
4. Untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembaca, khususnya generasi muda,
terutama masyarakat setempat agar termotivasi untuk melestarikan musik tradisional
Karo.
5. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian, tentang
katoneng-katoneng ini lebih lanjut

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap nyanyian katoneng-katoneng

pada upacara kematian (cawir simetua) ini menghasilkan beberapa kesimpulan dan saran-saran
sebagai berikut:
1.

Nyanyian katoneng-katoneng merupakan nyanyian tradisional masyarakat Karo yang
paling tua dan tidak terpisahkan dengan budaya Karo karena nyanyian tersebut
mengandung sebuah teks permohonan berupa nasehat-nasehat (pedah-pedah), doa (toto)
dan pengharapan-pengharapan.

2.

Peranan nyanyian katoneng-katoneng pada upacara kematian adat Karo menunjukkan
peranan yang sangat penting pada upacara kematian tersebut. Nyanyian katonengkatoneng memiliki gaya yang disebut dengan rengget, nyanyian yang mengandung doa
dan nasehat yang disampaikan oleh keluarga yang ditinggalkan maupun sebuah
kekerabatan. Kekerabatan yang terdiri dari anak beru, kalimbubu, dan senina/sembuyak,
sebagai pengelola acara upacara kematian tersebut. Masyarakat Karo yang kurang
memperkenalkan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian kepada generasi
muda, sehingga tradisi katoneng-katoneng pada generasi muda tidak mengenal dan tidak
mampu menyanyikan katoneng-katoneng.

3.

Dalam penyajiannya dapat dilihat bahwa Katoneng-katoneng memiliki peranan penting
sebagai perwakilan dari setiap pendukung acara. Oleh karena itu penulis menyimpulkan
dari peranan Katoneng-katoneng ini diperlukan masyarakat Karo, untuk menyampaikan

semua hal baik dari yang meninggal maupun keluarga yang tergabung pada sistem
kekerabatan.
4.

Setiap nyanyian rakyat pada prinsipnya memiliki cirri khas pada setiap daerah masingmasing. Nyanyian katoneng-katoneng merupakan nyanyian sederhana dimana melodi
katoneng-katoneng mengalir dan tidak memakai lompatan nada yang terlalu tinggi. Lagu
ini banyak mengandung legato dimana merupakan cirri dari tehnik bernyanyi masyarakat
Karo yang disebut rengget.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diambil beberapa saran sebagai berikut:
1.

Nyanyian katoneng-katoneng merupakan nyanyian rakyat batak Karo, yang paling tua dan
mengandung karaktek masyarakat Karo sehingga diharapakan masyarakat Karo terutama
generasi muda dapat mengenal dan mengetahui bagaimana nyanyian katoneng-katoneng.

2. Bentuk penyajian pada katoneng-katoneng harus lebih dipertahankan supaya kelak tidak
menjadi berubah bagaimana seharusnya bentuk penyajian yang sebenarnya. Begitu juga
dengan alat musik tradisional gendang singanaki, serune dan singudungi yang harus lebih
dipertahankan generasi masyarakat Karo tetap mempelajari agar alat musik tradisi Karo ini
dilestarikan sepanjang masa.
3. Adapun ciri khas dalam bernyanyi pada masyarakat Karo, memiliki beberapa aspek seperti
melodi, irama, syair, atau cara benyanyi (rengget), kiranya ciri khas dari nyanyian katonengkatoneng tersebut tetap dipertahankan supaya tidak ada perubahan yang dapat
menghilangkan karakter dari lagu itu sendiri. Serta lagu rakyat tersebut juga dapat
dimasukkan pada kurikulum sekolah atau mata pelajaran pengembangan diri tentang

kesenian daerah. Agar katoneng-katoneng tersebut tetap dikenal dan dapat dinyanyikan
dengan baik dan benar sesuai dengan karakter dan ciri dari lagu rakyat Karo.
4. Adapun alat musik tradisi masyarakat Karo sebagai pengiring katoneng-katoneng harus tetap
dilestarikan agar alat musik tradisi Karo tetap diperkenalkan kepada masyarakat, dan selalu
dilestarikan dalam acara adat tradisi Karo.
5. Musik vokal yang dinyanyikan pada masyarakat Karo harus tetap dilestarikan agar generasi
muda dapat mengetahui cara bernyanyi orang Karo, serta memberikan motivasi bagi generasi
muda untuk menyanyikan katoneng-katoneng dalam setiap acara adat Karo.