FUNGSI TARI DALAM UPACARA ADAT NGELETARKEN PADA MASYARAKAT KARO.

(1)

FUNGSI TARI DALAM UPACARA ADAT NGELETARKEN

PADA MASYARAKAT KARO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

FRANSISKA C BANGUN

NIM. 2103140015

JURUSAN SENI DRAMA, TARI, DAN MUSIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

FRANSISKA C BANGUN, NIM 2103140015, Fungsi Tari dalam Upacara Adat Ngeletarken pada Masyarakat Karo.

Tujuan penelitian ini adalah membahas tentang upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda, serta fungsi tari dan musik dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada masyarakat Karo.

Untuk membahas penelitian ini menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan topik seperti teori fungsi, pengertian upacara adat, dan pengertian ngeletarken. Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu bulan Juli sampai dengan bulan September 2014. Lokasi penelitian ini dilakukan di desa Pernantin, kecamatan Juhar, kabupaten Karo.

Metode yang digunakan untuk membahas fungsi tari dalam upacara adat ngeletarken pada masyarakat Karo adalah metode deskriptif kualitatif, populasi dalam penelitian ini sekaligus sampel yaitu narasumber, seniman, dan tokoh budaya masyarakat yang mengetahui tentang fungsi tari dalam upacara adat ngeletarken pada masyarakat Karo. Teknik pengumpulan data meliputi studi kepustakaan, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diuraikan bahwa pada dasarnya upacara adat ngeletarken berdasarkan tujuan dan waktu pelaksanaan dari upacara adat ngeletarken ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: untuk membuang sial seorang duda yang telah beberapa kali menduda karena pasangannya meninggal serta dilaksanakan saat upacara adat nurun-nurun (disaat pasangannya meninggal), dan untuk membuang sial sepasang suami istri yang tidak memiliki keturunan ataupun memiliki keturunan hanya perempuan atau laki-laki dilaksanakan saat upacara nurun-nurun (disaat dalam keluarga terlaksana upacara adat cawer metua). Upacara adat ngeletarken ini dilaksanakan setelah acara inti ataupun setelah membayar utang adat. Tari dan musik adalah unsur pendukung yang harus ada. Adapun pelaku didalam upacara adat ngeletarken adalah orang yang akan diletarken, kalimbubu, anak beru, sukut, pemusik, dan para hadirin yang hadir pada upacara adat nurun-nurun. Upacara adat ngeletarken akan dilaksanakan didalam upacara adat nurun-nurun, adapun urutan acara tersebut adalah: (runggu, sirang-sirang, gendang adat, penyampaian pesan, ngeletarken, gendang adat lanjutan, mengantar jenazah, dan penutup). Inti dari upacara adat ngeletarken adalah trance. Alat musik yang digunakan dalam upacara adat ngeletarken adalah gendang telu sendalanen lima sada perarih yang terdiri dari sarune, gendang singindungi, gendang singanaki, gung, dan penganak. Adapun gendang (music iringan) dalam upacara adat ngeletarken adalah gendang simalungen rayat, gendang seluk, gendang lawes, dan gendang arak-araki.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan hingga pada tingkat akhir dan menyelesaikan Skrpsi ini yang berjudul “Fungsi Tari dalam Upacara Adat Ngeletarken

pada Masyarakat Karo”.

Tujuan dari Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan. Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan, penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan, tata bahasa dan penyampaian ide penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa mendatang. Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis juga mengalami berbagai kesulitan. Namun berkat doa dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Disini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Medan. 2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni. 3. Dra. Tuty Rahayu, M.Si selaku Ketua Jurusan Sendratasik.

4. Nurwani, S.ST., M.Hum selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni Tari. 5. Dra. Rr. RHD. Nugrahaningsih, M.Si selaku Dosen Pembimbing I.

6. Irwansyah, S.Sn, M.Sn selaku Dosen Pembimbing II.

7. Iskandar Muda, S.Sn, M.Sn selaku Dosen Pembimbing Akademik.

8. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.


(7)

9. Untuk semua kerabat, teristimewa buat kedua orang tua saya yang tercinta, terkhususnya buat kakak dan adik saya tersayang (Erika Sriulina Br Bangun, Andriella Paustina Br Bangun, dan Maria Cardinella W Br Bangun).

Terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga semua bantuan, dukungan, dan kemudahan yang Bapak/Ibu berikan menjadi pahala serta mendapat balasan dari Tuhan yang Maha Kuasa, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2014


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A.Landasan Teoritis ... 9

1.Teori Fungsi... 9

2.Pengertian Upacara Adat ... 12

3.Pengertian Ngeletarken ... 13

B.Kerangka Konseptual ... 14

BAB III METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 16

B.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

C.Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

1. Populasi ... 17

2. Sampel... 18

D.Teknik Pengumpulan Data ... 18

1. Wawancara ... 19

2. Observasi ... 19

3. Dokumentas ... 20

4. Studi Kepustakaan ... 21

E. Metode Analisis Data ... 22

BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 24


(9)

1. Letak Geografis ... 24

2. Sistem Kemasyarakatan ... 25

3. Sistem Kekerabatan ... 26

a. Merga Silima ... 26

b. Tutur Siwaluh ... 28

c. Rakut Sitelu ... 32

4. Sistem Religi dan Kepercayaan ... 32

B. Upacara Adat Ngeletarken ... 33

1. Upacara Adat Nurun-Nurun ... 35

2. Upacara Adat Ngeletarken ... 38

3. Gendang Adat Lanjutan ... 38

4. Mengantar Jenazah ke Kuburan ... 41

C. Tari pada Upacara Adat Ngeletarken ... 42

D. Musik Iringan pada Tari dalam Upacara Adat Ngeletarken ... 45

1. Sarune ... 45

2. Gendang ... 45

3. Gung dan Penganak ... 46

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ... 55

Lampiran 2 ... 58

Lampiran 3 ... 61


(11)

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar 4.1 ... 24

Table 4.1 ... 27

Table 4.2 ... 31

Table 4.3 ... 43


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dilahirkan melalui gerak-gerak tubuh manusia. Maka dapat dilihat bahwa hakikat tari adalah gerak-gerak. Disamping gerak-gerak sebagai elemen inti terdapat elemen-elemen lain yang mendukung seperti tema, iringan, tata rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat dipergunakan sesuai dengan yang dikehendaki oleh penari ataupun pencipta tari, agar tarian terlaksana dengan maksimal. Tari memiliki sifat yang mendunia karena tari dimiliki oleh seluruh etnis yang ada di dunia ini. Tari menjadi ciri khas suatu etnis, karena melalui gerak tari yang berbeda-beda serta makna dan filosofi tersendiri, menjadikan tari sebagai salah satu penanda identitasnya. Demikian juga bagi etnis yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah etnis Karo, yang tinggal pada daerah dataran tinggi Karo, Sumatera Utara.

Pada masyarakat Karo tari dikenal dengan sebutan landek. Bagi masyarakat Karo landek memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai upacara, hiburan, dan pertunjukan. Pelaksanaan tari pada masyarakat Karo jika dikaitkan dengan upacara adat akan berhubungan dengan sistem kekerabatan adat Karo “merga si lima, tutur si waluh, rakut si telu". Merga silima adalah Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, tutur siwaluh adalah delapan istilah kekeluargaan

dalam masyarakat Karo, rakut sitelu adalah tiga kesatuan dari kalimbubu, senina, dan anak beru. Dari sistem kekerabatan ini nama tari akan disesuaikan dengan peran seseorang yang ada dalam upacara adat, yaitu: landek sukut (senina, sembuyak, siparibanen, sepengalon); landek kalimbubu (masih dapat dikelompokkan lebih spesifik lagi); landek anak beru dan sebagainya. Adapun beberapa upacara adat pada masyarakat Karo: kerja erdemu bayu (upacara adat perkawinan), merdang merdem atau kerja tahun (upacara adat pertanian), nurun-nurun (upacara adat kematian), guro-guro aron (upacara adat muda-mudi), ersimbu


(13)

ataupun disebut juga dogal-dogal atau ndilo udan (upacara adat memanggil hujan), mengket rumah mbaru (upacara adat meresmikan rumah baru), ngukal tulan-tulan (upacara adat menggali tulang), nengget (upacara adat untuk mendapatkan keturunan), ngeleterken (upacara adat untuk membuang sial yang dilaksanakan dalam upacara adat nurun-nurun), dan lain-lain.

Menurut narasumber Dekeng Sinulaki (22 Mei 2014), upacara adat ngeletarken berdasarkan tujuannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1). untuk membuang sial seorang duda yang telah beberapa kali menduda karena pasangannya meninggal serta dilaksanakan saat upacara adat nurun-nurun (disaat pasangannya meninggal), 2). untuk membuang sial serta mempermalukan jiwa sepasang suami istri yang tidak memiliki keturunan, ataupun memiliki keturunan hanya perempuan atau laki-laki saja, agar memperoleh anak sesuai dengan harapan keluarga tersebut, serta dilaksanakan saat upacara adat nurun-nurun (cawer metua). Dengan demikian upacara adat ngeletarken dapat dikatakan upacara yang dilaksanakan dalam upacara.

Upacara adat ngelatarken ini memiliki banyak keunikan. Adapun keunikan tersebut menurut narasumber Dekeng Sinulaki (22 Mei 2014) adalah: 1). Upacara adat ini dilaksanakan dengan melanggar sistem adat yang berlaku pada masyarakat Karo (salah satu sistem adat adalah tidak boleh berbicara dengan turangku1), 2). Upacara adat ini tidak boleh diketahui oleh orang yang akan diletarken2, 3). Orang yang akan diletarken akan mengalami trance (tidak sadarkan diri).

Keseluruhan pelaksanaan upacara adat ngeletarken ini menyertakan tari dalam pelaksanaannya, tari dalam upacara adat ini dilihat secara kontekstual yang berhubungan dengan ilmu sosiologi, mengaitkan tari dengan upacara adat serta dengan pelaku upacara adat

1 sebutan untuk istri dari saudara laki-laki istri kita. (tidak dapat berbicara langsung dengan turangkunya/ rebu 2


(14)

tersebut akan membantu keberhasilan upacara adat tersebut. Sejalan dengan hal ini dibukunya yang membahas tentang tari Sumandiyo Hadi (2005: 12-13), mengungkapkan:

“Seni tari sebagai ekspresi manusia yang bersifat estetis, kehadirannya tidak bersifat independen. Dilihat secara tekstual, tari dapat dipahami dari bentuk dan teknik yang berkaitan dengan komposisinya (analisis bentuk atau penataan koreogrfi) atau teknik penarinya (analisis cara melakukan atau keterampilan). Sementara dilihat secara kontekstual yang berhubungan dengan ilmu sosiologi maupun antropologi, tari adalah bagian imanent dan integral dari dinamika sosio-kultur yang berhubungan”.

Tanpa tari upacara adat ngeletarken tidak dapat berjalan, karena tari adalah unsur pendukung yang harus ada. Gerak tari pada upacara ini bebas, tidak tertentu, dan tidak terpola, maksudnya adalah gerak tari pada upacara adat ngeletarken ini tidak memiliki batasan-batasan dan aturan-aturan tertentu, sama halnya pada masyarakat yang hidup pada masa lampau (primitif), semua peserta upacara adat ini akan bergerak sesuai naluri dan iringan musik, musik yang monoton dan cepat membantu mereka untuk mengangkat suasana riuh, sehingga terjadi trance kepada orang yang diletarken.

Sesuai pembicaraan tentang bentuk tari, Mooney dalam Anya (2007: 27) berkata: Mengenai tarinya sendiri, pengadegannya penuh dengan intensitas yang menggairahkan, dengan tingkah yang tak teratur, fisiknya jenuh bahkan sampai pingsan; pengejawantahan semacam ini selalu mengirim gejolak alam yang ditanggapi secara religius diantara orang primitif; dan tidak sepenuhnya dikenal diantara kita sendiri.

Dalam upacara adat ngeletarken sebagai penanda upacara adat ngeletarken akan dimulai, semua hadirin yang ada pada upacara adat nurun-nurun diajak menari oleh pembawa acara. Musik yang digunakan pada saat tersebut adalah gendang3 seluk4. Secara tradisional antara musik dan tari sangat erat hubungannya. Keduanya berasal dari hal yang sama yakni dorongan atau naluri ritmis manusia. Demikian fungsi musik pada tari dalam upacara adat ngeletarken adalah sebagai komunikasi, pengiring dan pengangkat suasana. Dengan adanya

3 Gendang maksudnya bukanlah alat musik, namun jenis musik yang dimainkan.


(15)

musik yang mengiringi tari ritual yang dilakukan pada upacara adat ngeletarken, mempermudah penari untuk mengalami trance dan mencapai tujuan dari upacara adat tersebut.

Dari beberapa jenis upacara adat ngeletarken sesuai dengan tujuannya, peneliti memilih upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda sebagai topik penelitian. Keunikan dari upacara adat ngeletarken ini membuat penulis ingin menggali lebih dalam dan mengangkat tari dalam upacara adat ini menjadi topik penelitian. Supaya tari ataupun tradisi ini dapat dilestarikan dan dapat menjadi wawasan budaya bagi anak bangsa. Dengan demikian penulis mengambil judul untuk penelitian ini adalah “Fungsi Tari dalam Upacara Adat Ngeletarken pada Masyarakat Karo”.

B. Identifikasi Masalah

Pada identifikasi masalah dikemukakan secara eksplisit permasalahan yang akan diteliti. Semua masalah yang ditulis pada bagian ini telah diuraikan dalam latar belakang masalah, dan diidentifikasi dengan pertanyaan-pertanyan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian. Berikut ini adalah daftar permasalahan yang akan diteliti:

1. Bagaimana fungsi tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang

duda pada masyarakat Karo?

2. Apa yang dimaksud dengan upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda

pada masyarakat Karo?

3. Bagaimana fungsi musik pada tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial

seorang duda bagi masyarakat Karo?

4. Bagaimana sistem kekerabatan pada upacara adat ngeletarken untuk membuang sial

seorang duda pada masyarakat Karo? C. Pembatasan Masalah


(16)

Mengingat ruang lingkup masalah bisa menjadi luas, maka penulis membuat batasan masalah terhadap materi penelitian. Serta pembatasan masalah dibuat karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan teori. Maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasi akan diteliti. Dengan demikian dari identifikasi masalah yang ada maka pembatasan masalah didalam penelitian ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda

pada masyarakat Karo?

2. Bagaimana fungsi tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang

duda pada masyarakat Karo?

3. Bagaimana fungsi musik pada tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial

seorang duda bagi masyarakat Karo? D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tegas pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Rumusan masalah merupakan jabaran mengenai fokus penelitian, supaya penulis dapat mempertajam arah penelitian. Menurut pendapat Hendra Mahayana dalam Naburko (2005:52) bahwa “Apabila digunakan istilah rumusan masalah, maka fokus penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian dan alasan diajukan pertanyaan, hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Fungsi Tari dalam Upacara Adat Ngeletarken pada Masyarakat Karo”.

E. Tujuan Penelitian

Dalam membuat tujuan dari penelitian seorang peneliti harus mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Tujuan penelitian harus benar-benar mengacu pada rumusan masalah penelitian. Sesuai dengan pendapat dari Hendra Mahayana dalam


(17)

Naburko (2005:54) menyatakan, “ Tujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang ingin dicapai dalam penelitian, ini sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan.

1. Mendeskripsikan upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada

masyarakat Karo.

2. Mendeskripsikan fungsi tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial

seorang duda pada masyarakat Karo.

3. Mendeskripsikan fungsi musik pada tari dalam upacara adat ngeletarken untuk

membuang sial seorang duda bagi masyarakat Karo. F. Manfaat Penelitian

Penelitian selalu memiliki hasil yang bermanfaat, terutama bagi pengembangan ilmu. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya dan setelah ini dirangkumkan maka manfaat dari penelitian tari ngeletarken pada masyarakat Batak Karo di Desa Pernantin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo adalah sebagai berikut:

1.Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai upacara adat ngeletarken pada masyarakat Karo.

2.Sebagai sumber informasi tertulis bagi setiap pembaca mengenai upacara adat ngeletarken pada masyarakat Karo.

3.Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai refrensi bagi peneliti-peneliti lainnya yang hendak meneliti kesenian ini lebih jauh.

4.Sebagai informasi bahwa masyarakat Karo memiliki produk-produk kesenian yang bersumber dari upacara adat dan layak disajikan dalam bentuk seni pertunjukan.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimin. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Renika Cipta

Bungin, Burhan HM. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Cholid, Naburko. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara

Ginting, Malem Ukur. 2008. Adat Karo Sirulo. Medan: Kalangan Sendiri

Ginting, Stepen Pedro. 2013 “Eksistensi Upacara Nengget pada Masyarakat Karo”. Skripsi untuk memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Hadi, Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka

Hidajat, Robby. 2005. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gantar Gumelar

Keesing, Roger M. 1999. Antropologi Budaya. Terjemahan Samuel Gunawan. Jakarta: Erlangga

Maryeani. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara

Meleong, Lexy. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Nasution, Putri Meiliza. 2013 “Landek dalam Upacara Cawir Metua pada Masyarakat Karo”. Skripsi untuk memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Nova, Cristi. 2012 “Karakteristik Landek pada Masyarakat Karo”. Skripsi untuk memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Prinsheba, Edenith Glorya. 2012 “Penyajian Musik Gendang Lima Sendalanen pada

Upacara Ndilo Wari Udan di Desa Tiga Binanga Kabupaten Karo”. Skripsi untuk

memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Prinst, Darwin. 2010. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media Perintis

Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta Bandung

Royce, Anya Peterson. 2007. Antropologi Tari. Terjemahan F.X Widaryanto. Bandung: STSI


(19)

Soedarsono. 1972. Djawa dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Tarigan, Brevin. 2011 “Ansambel Gendang Lima Sendalanen pada Masyarakat Karo: Studi

Kasus Pembawa Trance Pada Ritual Erpangir Ku Lau dalam Konteks Sosiobudaya

di Lau Debuk-Debuk Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ”. Skripsi untuk

memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Tarigan, Sarjani. 2008. Dinamika Orang Karo, Budaya, dan Modernisasi. Medan: Si BNB Press, Balai Adat Budaya Karo Indonesia


(1)

tersebut akan membantu keberhasilan upacara adat tersebut. Sejalan dengan hal ini dibukunya yang membahas tentang tari Sumandiyo Hadi (2005: 12-13), mengungkapkan:

“Seni tari sebagai ekspresi manusia yang bersifat estetis, kehadirannya tidak bersifat independen. Dilihat secara tekstual, tari dapat dipahami dari bentuk dan teknik yang berkaitan dengan komposisinya (analisis bentuk atau penataan koreogrfi) atau teknik penarinya (analisis cara melakukan atau keterampilan). Sementara dilihat secara kontekstual yang berhubungan dengan ilmu sosiologi maupun antropologi, tari adalah bagian imanent dan integral dari dinamika sosio-kultur yang berhubungan”.

Tanpa tari upacara adat ngeletarken tidak dapat berjalan, karena tari adalah unsur pendukung yang harus ada. Gerak tari pada upacara ini bebas, tidak tertentu, dan tidak terpola, maksudnya adalah gerak tari pada upacara adat ngeletarken ini tidak memiliki batasan-batasan dan aturan-aturan tertentu, sama halnya pada masyarakat yang hidup pada masa lampau (primitif), semua peserta upacara adat ini akan bergerak sesuai naluri dan iringan musik, musik yang monoton dan cepat membantu mereka untuk mengangkat suasana riuh, sehingga terjadi trance kepada orang yang diletarken.

Sesuai pembicaraan tentang bentuk tari, Mooney dalam Anya (2007: 27) berkata: Mengenai tarinya sendiri, pengadegannya penuh dengan intensitas yang menggairahkan, dengan tingkah yang tak teratur, fisiknya jenuh bahkan sampai pingsan; pengejawantahan semacam ini selalu mengirim gejolak alam yang ditanggapi secara religius diantara orang primitif; dan tidak sepenuhnya dikenal diantara kita sendiri.

Dalam upacara adat ngeletarken sebagai penanda upacara adat ngeletarken akan dimulai, semua hadirin yang ada pada upacara adat nurun-nurun diajak menari oleh pembawa acara. Musik yang digunakan pada saat tersebut adalah gendang3 seluk4. Secara tradisional antara musik dan tari sangat erat hubungannya. Keduanya berasal dari hal yang sama yakni dorongan atau naluri ritmis manusia. Demikian fungsi musik pada tari dalam upacara adat ngeletarken adalah sebagai komunikasi, pengiring dan pengangkat suasana. Dengan adanya

3 Gendang maksudnya bukanlah alat musik, namun jenis musik yang dimainkan.


(2)

musik yang mengiringi tari ritual yang dilakukan pada upacara adat ngeletarken, mempermudah penari untuk mengalami trance dan mencapai tujuan dari upacara adat tersebut.

Dari beberapa jenis upacara adat ngeletarken sesuai dengan tujuannya, peneliti memilih upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda sebagai topik penelitian. Keunikan dari upacara adat ngeletarken ini membuat penulis ingin menggali lebih dalam dan mengangkat tari dalam upacara adat ini menjadi topik penelitian. Supaya tari ataupun tradisi ini dapat dilestarikan dan dapat menjadi wawasan budaya bagi anak bangsa. Dengan demikian penulis mengambil judul untuk penelitian ini adalah “Fungsi Tari dalam Upacara Adat Ngeletarken pada Masyarakat Karo”.

B. Identifikasi Masalah

Pada identifikasi masalah dikemukakan secara eksplisit permasalahan yang akan diteliti. Semua masalah yang ditulis pada bagian ini telah diuraikan dalam latar belakang masalah, dan diidentifikasi dengan pertanyaan-pertanyan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian. Berikut ini adalah daftar permasalahan yang akan diteliti:

1. Bagaimana fungsi tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada masyarakat Karo?

2. Apa yang dimaksud dengan upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada masyarakat Karo?

3. Bagaimana fungsi musik pada tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda bagi masyarakat Karo?

4. Bagaimana sistem kekerabatan pada upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada masyarakat Karo?


(3)

Mengingat ruang lingkup masalah bisa menjadi luas, maka penulis membuat batasan masalah terhadap materi penelitian. Serta pembatasan masalah dibuat karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan teori. Maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasi akan diteliti. Dengan demikian dari identifikasi masalah yang ada maka pembatasan masalah didalam penelitian ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada masyarakat Karo?

2. Bagaimana fungsi tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada masyarakat Karo?

3. Bagaimana fungsi musik pada tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda bagi masyarakat Karo?

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tegas pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Rumusan masalah merupakan jabaran mengenai fokus penelitian, supaya penulis dapat mempertajam arah penelitian. Menurut pendapat Hendra Mahayana dalam Naburko (2005:52) bahwa “Apabila digunakan istilah rumusan masalah, maka fokus penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian dan alasan diajukan pertanyaan, hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Fungsi Tari dalam Upacara Adat Ngeletarken pada Masyarakat Karo”.

E. Tujuan Penelitian

Dalam membuat tujuan dari penelitian seorang peneliti harus mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Tujuan penelitian harus benar-benar mengacu pada rumusan masalah penelitian. Sesuai dengan pendapat dari Hendra Mahayana dalam


(4)

Naburko (2005:54) menyatakan, “ Tujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang ingin dicapai dalam penelitian, ini sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan.

1. Mendeskripsikan upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada masyarakat Karo.

2. Mendeskripsikan fungsi tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda pada masyarakat Karo.

3. Mendeskripsikan fungsi musik pada tari dalam upacara adat ngeletarken untuk membuang sial seorang duda bagi masyarakat Karo.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian selalu memiliki hasil yang bermanfaat, terutama bagi pengembangan ilmu. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya dan setelah ini dirangkumkan maka manfaat dari penelitian tari ngeletarken pada masyarakat Batak Karo di Desa Pernantin Kecamatan Juhar Kabupaten Karo adalah sebagai berikut:

1.Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai upacara adat ngeletarken pada masyarakat Karo.

2.Sebagai sumber informasi tertulis bagi setiap pembaca mengenai upacara adat ngeletarken pada masyarakat Karo.

3.Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai refrensi bagi peneliti-peneliti lainnya yang hendak meneliti kesenian ini lebih jauh.

4.Sebagai informasi bahwa masyarakat Karo memiliki produk-produk kesenian yang bersumber dari upacara adat dan layak disajikan dalam bentuk seni pertunjukan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimin. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Renika Cipta

Bungin, Burhan HM. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Cholid, Naburko. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara

Ginting, Malem Ukur. 2008. Adat Karo Sirulo. Medan: Kalangan Sendiri

Ginting, Stepen Pedro. 2013 “Eksistensi Upacara Nengget pada Masyarakat Karo”. Skripsi untuk memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Hadi, Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka

Hidajat, Robby. 2005. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gantar Gumelar

Keesing, Roger M. 1999. Antropologi Budaya. Terjemahan Samuel Gunawan. Jakarta: Erlangga

Maryeani. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara

Meleong, Lexy. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Nasution, Putri Meiliza. 2013 “Landek dalam Upacara Cawir Metua pada Masyarakat Karo”. Skripsi untuk memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Nova, Cristi. 2012 “Karakteristik Landek pada Masyarakat Karo”. Skripsi untuk memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Prinsheba, Edenith Glorya. 2012 “Penyajian Musik Gendang Lima Sendalanen pada

Upacara Ndilo Wari Udan di Desa Tiga Binanga Kabupaten Karo”. Skripsi untuk

memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Prinst, Darwin. 2010. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media Perintis

Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta Bandung

Royce, Anya Peterson. 2007. Antropologi Tari. Terjemahan F.X Widaryanto. Bandung: STSI


(6)

Soedarsono. 1972. Djawa dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Tarigan, Brevin. 2011 “Ansambel Gendang Lima Sendalanen pada Masyarakat Karo: Studi

Kasus Pembawa Trance Pada Ritual Erpangir Ku Lau dalam Konteks Sosiobudaya di Lau Debuk-Debuk Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ”. Skripsi untuk memperoleh gelar S1 pada program studi Seni Tari. Medan: Universitas Negeri Medan

Tarigan, Sarjani. 2008. Dinamika Orang Karo, Budaya, dan Modernisasi. Medan: Si BNB Press, Balai Adat Budaya Karo Indonesia