Metode wawancara dalam penelitian sejarah (studi non dokumenter) samsi

(1)

commit to user i

METODE WAWANCARA

DALAM PENELITIAN SEJARAH

(STUDI NON DOKUMENTER)

Samsi Haryanto


(2)

commit to user ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena atas berkat dan rahmat-Nya, buku ini dapat tersusun.

Buku berjudul “Metode Wawancara dalam Penelitian Sejarah (Studi Non Dokumenter)” ini disusun dengan maksud agar menjadi referensi bagi para mahasiswa jurusan ilmu sejarah dalam mengembangkan pembelajaran metode penelitian sejarah, bagi para mahasiswa pendidikan sejarah dalam upaya mengembangkan atau menyusun bahan ajar muatan lokal pembelajaran sejarah sebagai pelaksanaan kurikulum muatan lokal, dan bagi para mahasiswa lain yang tertarik mengungkap peran tokoh dalam masa ketokohannya dalam suatu organisasi/ lembaga/pergerakan seperti Ketamansiswaan misalnya. Tidak menutup kemungkinan, buku ini bisa dimanfaatkan oleh para pihak yang tertarik pada sejarah, khususnya pada pengungkapan peran pelaku sejarah yang kini masih hidup.

Disadari oleh penyusun bahwa banyak pihak telah membantu demi tersusunnya buku ini. Oleh sebab itu kepada pihak-pihak tersebut disampaikan ucapan terima kasih.

Semoga kehadiran buku ini benar-benar bermanfaat.


(3)

commit to user iii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... BAB I SEJARAH LISAN SEBAGAI SUATU METODE ... A. Mengapa Sejarah Lisan ... B. Pengertian dan sasaran studi sejrah lisan ... C. Beberapa contoh hasil studi sejarah non dokumenter ... BAB II WAWANCARA DALAM PENELITIAN SEJARAH ...

A. Wawancara: Teknik Pengumpulan Informasi yang bersifat pelengkap ... B. Persialan untuk wawancara... C. Pelaksanaan Wanwancara ... BAB III KREDIBILITAS INFORMASI HASIL WAWANCARA ... A. Konsep-konsep Reliabilitas, Validitas, dan Kredibilitas ... B. Kemampuan untuk memberikan informasi yang kredibel ... C. Kemauan untuk memberikan informasi yang kredibel ... D. Triangulasi ... BAB IV MERENCANAKAN KEGIATAN PENELITIAN ... A. Menyusun rancangan penelitian pada umumnya ... C. Menyusun proposal penelitian untuk penulisan skripsi ...


(4)

commit to user 1

BAB I

SEJARAH LISAN SEBAGAI SUATU METODE

A. MENGAPA SEJARAH LISAN

Pada dasarnya suatu kelompok masyarakat atau suatu bangsa memulai jaman sejarahnya sejak masyarakat atau bangsa yang bersangkutan mengenal tulisan. Melalui jejak peninggalan masa lampaunya yang memuat informasi tertulis, kita dapat mengungkap sejarah mereka. Jejak peninggalan masa lampau yang berupa tulisan dalam istilah umum disebut dokumen, dan di dalam meneliti sejarah dokumen tersebut merupakan sumber utama atau sumber pokok.

Namun demikian peneliti kerap kali sangat sulit menemukan sumber yang berupa dokumen dalam rangka kegiatan melakukan penelitian sejarah. Hal yang demikian dapat terjadi oleh karena beberapa kemungkinan sebagai penyebabnya (Lembaran Berita Sejarah Lisan, No. 7, tahun 1981). Dalam masa-masa yang penuh kekacauan dan perubahan yang sangat cepat, sejumlah besar informasi yang telah ditulis dan bahkan mungkin ada yang telah diterbitkan, dengan sengaja atau tidak sengaja dimusnahkan oleh karena pertimbangan-pertimbangan politik, militer, dan keamanan. Oleh sebab itu amat sedikit atau hampir tidak ada dokumen-dokumen yang berasal dari masa-masa tersebut yang dapat ditemukan. Dalam sejarah Indonesia, masa-masa yang penuh kekacauan tersebut dapat disebutkan yakni masa pendudukan Jepang 1942-1945 dan masa revolusi phisik 1945-1950.

Kemungkinan lain yang menjadi penyebab sangat sulitnya menemukan jejak masa lampau yang berupa dokumen adalah adanya perkembangan perhatian para sejarawan dalam hal obyek studi yang ingin diungkapnya. Sejak sejarawan terkemuka, Sartono Kartodirdjo, memperkenalkan pendekatan multi-dimensional dalam penelitian dan penulisan sejarah, munculah gejala lain dalam perkembangan ilmu sejarah di tanah air.


(5)

commit to user 2

Pertama, sejarah politik yang berkisar pada dinamika dan sistem kekuasaan, yang secara praktis bersifat elitis dengan memfokus pada sejarahnya raja-raja, orang besar, atau tokoh terkemuka, tidak lagi menjadi monopoli perhatian sebagai “wilayah” penelitian dan pengkajian. Sejarah sosial, yang sering mewujudkan dirinya dalam sejarah lokal, sejarah agraris, dan sejarah perkotaan (urban-history) makin mendapat perhatian. Bahkan perkembangan lebih lanjut, tidak saja perhatian tertuju ke sejarah sosial (social-history) namun berkembang ke sejarah masyarakat (societal-history). Pergeseran terjadi dari sejarah sosial sebagai suatu pendekatan kepada sejarah masyarakat sebagai sasaran penelitian. Di satu pihak pergeseran ini menyebabkan sejarawan makin mendekati pendukung dinamika sejarah yang sesungguhnya yakni “orang kecil dalam peristiwa kecil”, dan pihak lain, sifat komparatif yang secara implisit telah menjadi bagian dari ilmu sejarah, makin dengan sadar dilakukan.

Kedua, makin intimnya sejarawan dengan cabang-cabang ilmu sosial lain. Sejarawan makin membiasakan dirinya dengan berbagai konsep-konsep yang telah lebih dahulu diperkembangkan oleh disiplin-disiplin ilmu lain. Argumen yang bertolak dari wawasan teori telah makin kerap mendasari kisah sejarah yang ditulis. Bersamaan dengan semakin biasanya menerapkan konsep-konsep maupun teori dari ilmu sosial lain (misalnya dari sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi, antropologi, psikologi), semakin biasa pula para sejarawan memilih masalah untuk diungkap mengambil dari masalah-masalah yang biasa dipilih oleh ilmu-ilmu lain. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa masalah-masalah yang selama ini digeluti oleh sosiologi, seperti cultural-group, social-group, dan community yang masing-masing mencakup dua aspek yakni aspek struktural dan aspek fungsional, semakin menarik minat para sejarawan untuk dipilihnya.

Gejala yang muncul dalam perkembangan ilmu sejarah tersebut menunjukkan adanya kecenderungan baru dalam panorama penulisan sejarah yang sekaligus menunjukkan peralihan kecenderungan teoritis dan metodologis dalam penggarapannya. Perhatian terhadap peran “orang kecil dalam peristiwa


(6)

commit to user 16

BAB II

WAWANCARA DALAM PENELITIAN SEJARAH

A. WAWANCARA: TEKNIK PENGUMPULAN INFORMASI YANG

BERSIFAT PELENGKAP

Wawancara yakni percakapan seseorang dengan orang lain dengan tujuan tertentu, yaitu mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari yang diwawancara, adalah suatu teknik pengumpulan data yang amat penting dalam penelitian survey, disamping teknik utama yakni observasi. Oleh sebab itu dalam penelitian survey, teknik wawancara merupakan pembantu utama dari metode observasi. Kecuali untuk mengumpulkan keterangan dan data dalam rangka suatu penelitian survey atau penelitian masyarakat secara umum, teknik wawancara juga dipergunakan untuk banyak hal lain, misalnya oleh wartawan untuk mendapatkan keterangan bagi suatu berita yang akan dimuat dalam surat kabarnya, oleh pimpinan perusahaan untuk menyaring karyawan baru, oleh psiko-analis untuk diaknosa dan terapi, dan sebagainya.

Dalam penelitian sejarah yang memiliki kekhususan tersendiri diantara penelitian-penelitian sosial lainnya, teknik pengumpulan data atau informasi utama yang digunakan adalah teknik pengumpulan data yang berasal dari sumber tertulis yang termuat dalam dokumen. Oleh karena ciri utama studi sejarah adalah menyangkut peristiwa atau keadaan masa lalu, maka teknik pengumpulan data melalui observasi kiranya amat sulit dilakukan, kalau tidak boleh dikatakan amat naif. Dengan demikian dalam penelitian sejarah teknik pengumpulan data dan informasi yang dikumpulkan dengan cara wawancara merupakan teknik atau metode pengumpulan informasi yang sifatnya penunjang atau pendukung terhadap informasi yang diperoleh dari sumber dokumen. Apabila ternyata dalam suatu penelitian sejarah tertentu peneliti merasa kesulitan dalam mengumpulkan


(7)

commit to user 17

data dari sumber dokumen oleh karena memang masalah yang ditelitinya tidak meninggalkan jejak masa lalu yang berupa dokumen, maka barulah informasi yang diperoleh dari hasil wawancara bisa dipandang sebagai bahan yang amat penting. Hal yang demikian mengisyaratkan bahwa dalam penelitian sejarah, peneliti pertama-tama wajib berusaha untuk mencari bahan atau informasi dari sumber dokumen.

Apabila seorang peneliti sejarah “terpaksa” melakukan pengumpulan data atau informasi melalui wawancara, maka sebagaimana peneliti-peneliti ilmu sosial lainnya, seorang peneliti sejarah juga perlu mempersiapkan diri sebelum memulai wawancara. Sebelum peneliti berhadapan muka dengan orang yang diwawancara untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu yakni: (1) seleksi individu untuk diwawancara, (2) pendekatan terhadap orang yang telah dipilih untuk diwawancara, (3) pengembangan suasana lancar dalam wawancara termasuk di dalamnya adalah usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang diwawancara (Koentjaraningrat, ed., 1977), dan (4) mempersiapkan pokok-pokok masalah yang akan diwawancarakan.

B. PERSIAPAN UNTUK WAWANCARA

1. Seleksi individu untuk diwawancara

Dalam rangka penelitian sosial pada umumnya ada dua macam wawancara yang pada dasarnya berbeda sifatnya, yakni (1) wawancara terhadap informan, dan (2) wawancara terhadap responden. Wawancara terhadap informan dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan dan data mengenai individu tertentu (bukan mengenai individu si informan) untuk keperluan informasi, sedangkan wawancara terhadap responden dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan tentang diri pribadi, pendirian atau pandangan dari individu yang diwawancara, untuk keperluan komparatif (Koentjaraningrat, ed., 1977). Pembedaan menjadi dua macam tersebut di atas


(8)

commit to user 35

BAB III

KREDIBILITAS INFORMASI HASIL WAWANCARA

A. KONSEP-KONSEP RELIABILITAS, VALIDITAS, DAN KREDIBILITAS

Dalam bidang penelitian dikenal banyak istilah-istilah teknis yang arti dan penerapannya berkaitan erat dengan jenis-jenis penelitian tertentu. Oleh sebab itu hal itu memerlukan pemahaman yang jelas dan tajam, agar tidak timbul kerancuan. Dalam kaitannya dengan data atau informasi yang dikumpulkan dan cara perolehannya, pada jenis penelitian kuantitatif dikenal adanya istilah reliabilitas dan validitas. Reliabilitas sering dianggap sama dengan konsistensi atau stabilitas (Azwar, 1986), yang menunjuk sejauh mana suatu pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama. Dengan demikian sesungguhnya reliabilitas menyangkut pada persoalan alat-ukur, menyangkut masalah kecermatan atau ketepatan pengukuran (Wertz, 1986). Hal yang demikian dikenal dalam jenis penelitian kuantitatif adalah wajar, mengingat dalam jenis penelitian tersebut perolehan data dilakukan dengan alat pengumpul data yang sering disebut instrumen pengumpulan data dan biasanya berwujud angket atau pedoman wawancara terstruktur. Jadi tegasnya konsep reliabilitas berkaitan erat dengan instrumen penelitian, terutama mempersoalkan keajegan dan kecermatan pengukuran. Adapun konsep validitas atau kesahihan mempersoalkan ketepatan suatu alat ukur yang dipakai untuk mengukur suatu aspek atau gejala yang ingin diukur. Nunnaly menandaskan (Nunnaly 1978) bahwa suatu alat ukur dikatakan valid jika ia mengukur apa yang hendak diukur. Dengan demikian pengertian validitas berkaitan erat dengan data yang diperoleh berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh peneliti atau berdasarkan tujuan apa yang ingin diukur. Kemudian lebih lanjut dikenal adanya istilah validitas internal dan eksternal, dan


(9)

commit to user 36

dikenal pula tiga jenis uji validitas yakni validitas isi, validitas bertalian dengan kriteria, dan validitas konstrak.

Penelitian jenis kualitatif tidak mengenal adanya instrumen penelitian seperti angket dan yang lain sebagaimana dikenal dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, si peneliti itu sendirilah merupakan instrumen penelitiannya (Moleong, 2002). Oleh sebab itu dalam penelitian kualitatif tidak biasa dipakai istilah reliabilitas dan validitas. Terhadap data atau informasi yang dikumpulkan dilakukan pemeriksaan untuk menetapkan keabsahan data. Ada empat kriteria yang digunakan oleh penelitian kualitatif untuk menetapkan keabsahan data, yakni kriteria derajat-keterpercayaan, keteralihan, ketergantungan, dan kepastian (Moleong, 2002). Kriteria derajat-keterpercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas-internal dari penelitian kuantitatif, kriteria keteralihan meskipun tidak tepat benar agak mirip dengan konsep validitas eksternal atau setidak-tidaknya keduanya memiliki arah berpikir yang sama yakni menuju kepada upaya generalisasi hasil penelitian, kriteria ketergantungan merupakan substitusi dari istilah reliabilitas dalam penelitian kuantitatif, dan kriteria kepastian menunjuk pada konsep objektivitas menurut penelitian kuantitatif.

Kriteria derajad keterpercayaan atau kredibilitas data menurut penelitian kualitatif bisa dicapai melalui berbagai teknik atau cara, seperti: perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan triangulasi yang meliputi triangulasi sumber metode peneliti dan teori.

Dari uraian singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa konsep reliabilitas dan validitas biasa dipakai dalam model penelitian kuantitatif; sedangkan dalam model penelitian kualitatif biasa dipakai konsep-konsep keabsahan data, keterpercayaan atau kredibilitas, triangulasi, dan lain-lain sebagaimana telah disebut di atas.


(10)

commit to user 54

BAB IV

MERENCANAKAN KEGIATAN PENELITIAN

A. MENYUSUN RANCANGAN PENELITIAN PADA UMUMNYA

1. Prosedur Sistematik

Salah satu cara untuk memecahkan masalah dalam rangka mencari kebenaran adalah melalui penelitian (research), yakni kegiatan yang didasarkan pada pemikiran ilmiah melalui pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta (Penny, 1975). Oleh karena penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, maka dalam melakukan penelitian sudah tentu harus mengikuti prosedur sistematik menurut metode keilmuan tertentu. Kalau prosedur tersebut ditinggalkan, demikian Mercado menandaskan, kemungkinan akan menurunkan bobot karya penelitian yang bersangkutan (Mercado, 1982).

Prosedur sistematik yang bagaimana yang perlu diikuti seseorang dalam melakukan penelitian tidak lain akan menunjuk pada langkah-langkah yang perlu diikuti yang menjadi pegangan si peneliti dalam menyusun rencana penelitian yang akan dilakukan. Uraian berikut ini akan menguraikan bagaimana menyusun rencana suatu penelitian dan memilih pendekatan yang akan dipakainya.

2. Menentukan Pendekatan (approach) dalam suatu penelitian

Dalam khasanah pustaka ilmu-ilmu sosial banyak dijumpai pemakaian istilah “pendekatan” (approach) berkaitan dengan upaya menjelaskan objek yang distudi oleh ilmu-ilmu sosial tersebut. Namun dari banyak pemakaian istilah tersebut tidak berarti akan diperoleh kejelasan mengenai pengertian konsep “pendekatan” itu sendiri. Dalam banyak tulisannya, Sartono Kartodirdjo selalu memakai istilah “pendekatan” dikaitkan dengan disiplin keilmuan tertentu sehingga nampaknya penekanan istilah “pendekatan” tertuju


(11)

commit to user 55

pada dimensi. Seperti: pendekatan sosiologis, pendekatan antropologis, dan pendekatan politikologis (Sartono K, 1992). sedangkan dalam sumber pustaka pustaka ilmu-ilmu sosial lainnya dijumpai pemakaian istilah “pendekatan” dikaitkan dengan cara pandang terhadap objek, sehingga muncul pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif (Moleong, 2002). Bahkan bisa ditambahkan bahwa dijumpai pula pemakaian istilah “pendekatan” dikaitkan dengan focus analisis terhadap objek, sehingga muncul pendekatan structural dan pendekatan prosesual, maupun pendekatan sinkronik dan pendekatan diakronik.

Uraian sekilas di atas menunjukkan kepada kita betapa beragamnya penekanan yang diberikan dalam mempergunakan istilah “pendekatan” oleh para ilmuwan, dan barangkali juga betapa kaburnya makna “pendekatan” itu sendiri. Namun demikian betapapun “kaburnya”, pemakaian yang beragam di atas bisa memberi rambu-rambu kepada kita dalam pemakaiannya terkait dengan kegiatan penelitian.

Dalam penelitian khususnya atau dalam metodologi keilmuan umumnya, masalah pendekatan merupakan permasalahan inti (Sartono K, 1992), oleh karena hasilnya akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai: bagaimana cara kita memandang (holistic atau partikularistik), dimensi mana yang kita pakai untuk memandang (sosiologis, historis, antropologis, dan sebagainya), atau bagaimana kita menganalisa (prosesual atau structural). Hal yang demikian bisa dimaklumi oleh karena sesungguhnya pendekatan mana yang dipilih dalam merancang suatu penelitian akan sangat menentukan orientasi teoritik yang akan dipakai, metodologi penelitian yang akan dipilih, maupun jenis dan sumber data yang akan diperlukan. Dengan demikian kecuali pemilihan pendekatan yang mana yang akan dipakai perlu dilakukan atau ditetapkan sejak awal, juga dalam memilih itu sendiri sudah harus mendasarkan pada kemungkinan bisa dilakukannya berbagai hal yang berkaitan sebagaimana tersebut di atas. Jadi singkatnya, pemilihan pendekatan


(12)

commit to user 64

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin, Reliabilitas dan Validitas, Interpretasi dan Komputasi, Liberty, Yogyakarta, 1986.

Buddy Prasadja, Pembangunan Desa dan Masalah Kepemimpinannya, Rajawali Press, Jakarta, 1980.

Chusnus Hajati, “Aktivitas Aisyiyah dalam Meningkatkan Peranan Wanita di Indonesia”, makalah dihadirkan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, 16-19 Desember 1985.

Darban, Ahmad Adabi, “Sejarah Bambu Runcing dari Parakan”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah pada Revolusi Tahun 1945-1949 di Yogyakarta, 22-23 Agustus 1988.

Fontana, Andrea & James H Frey, “Wawancara Seni Ilmu Pengetahun”, dalam Denzin, Vomank, dan Yyonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research, terj. Dariyatno, dkk., Pstaka Pelajar, Yogyakarta, 2009.

Gottchalk, Louis, Mengerti Sejarah, U.I. Press, Jakarta, 1975.

Harsya W. Bachtiar, “Proyek Sejarah Lisan Arsip Nasional Republik Indonesia, dalam Lembaran Berita Sejarah Lisan, No. 7, Tahun 1981.

International Journal of Oral History, Volume 8 No. 1, February 1987, Keckler Publishing Corporation, Westport, 1987.

Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1977.

Lembaran Berita Sejarah Lisan, No. 7, tahun 1981.

Moleong, Lexy Y., Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.


(13)

commit to user 65

Okihara, Gary Y., “Oral History and The Writing of Ethnic History”; A reconnaissance into Method and Theory”, dalam The Oral History Review, vol. 9, 1981.

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

_________ , “Suasana Situasi Salatiga Semasa Revolusi”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah pada Revolusi Tahun 1945-1949, di Yogyakarta, 22-23 Agustus 1988.

Sudikan, Metode Penelitian Sastra Lisan, Citra Wacana, Surabaya, 2001.

Soegijanto Padmo, “Kabupaten Klaten pada Masa Perjuangan Kemerdekaan”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, pada 16-19 Desember 1985.

Suripan Sadi Hutomo, “Tukang Kentrung sebagai Penutur Sejarah”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, pada 16-19 Desember 1985.

________ , Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan, HISKI Komisariat Jawa Timur, Surabaya, 1991.

Taufik Abdullah, “Pengalaman yang Berlaku, Tantangan yang Mendatang: Ilmu Sejarah di Tahun 1970-an dan 1980-an”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta 16-19 Desember 1985.

The Oral History Review, Volume 9, 1981, The Oral History Association, California, 1981.

Vansina, Jan, Oral Tradition as History, The University of Wisconsin Press, Wisconsin, 1985.

Wertz, Frederick, “The Question of The Reliability of Psychological Research”, dalam Journal of Phenomenological Psychology, vol. 17, no. 2, 1986.


(14)

commit to user 66

TENTANG PENULIS

Penulis buku ini, Samsi Haryanto, dilahirkan di Klaten, 4 April 1944, adalah seorang guru besar dalam bidang ilmu Metodologi Penelitian Sejarah, yang diangkat dalam jabatan tersebut sejak 1 Agustus 2004 di lembaga tempat bekerja yakni di Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Jurusan Ilmu Sejarah.

Pernah menjadi peserta di Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial di FIS-UI selama 1 tahun (tahun 1980). Sewaktu menempuh studi S3 di IKIP – Jakarta dalam bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, penulis terpilih menjadi peserta Program Sandwich di University of Houstan (USA) selama 6 Bulan.

Pada tahun 2006-2009, penulis dipercaya untuk memimpin Pusat Penelitian Pedesaan dan Pengembangan Daerah (Pushlitdesbangda) – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) U.N.S

Banyak penelitian yang telah dihasilkan antara lain: Pengembangan Model Pengukuran Modernitas Individu Manusia Indonesia (Disertasi, 1992), Tenaga Kerja Wanita ke Luar Negeri: Antara Manfaat dan Problema (1993), Kompleksitas Masyarakat Pesisir (Kasus Desa Ujung Watu Jepara, 1994), Memudarnya Masyarakat Adat di Bali (1993), Desentralisasi dan Otonomi Desa (2006), dan Evaluasi Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kabupaten Grobogan (2010).


(1)

commit to user 36

dikenal pula tiga jenis uji validitas yakni validitas isi, validitas bertalian dengan kriteria, dan validitas konstrak.

Penelitian jenis kualitatif tidak mengenal adanya instrumen penelitian seperti angket dan yang lain sebagaimana dikenal dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, si peneliti itu sendirilah merupakan instrumen penelitiannya (Moleong, 2002). Oleh sebab itu dalam penelitian kualitatif tidak biasa dipakai istilah reliabilitas dan validitas. Terhadap data atau informasi yang dikumpulkan dilakukan pemeriksaan untuk menetapkan keabsahan data. Ada empat kriteria yang digunakan oleh penelitian kualitatif untuk menetapkan keabsahan data, yakni kriteria derajat-keterpercayaan, keteralihan, ketergantungan, dan kepastian (Moleong, 2002). Kriteria derajat-keterpercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas-internal dari penelitian kuantitatif, kriteria keteralihan meskipun tidak tepat benar agak mirip dengan konsep validitas eksternal atau setidak-tidaknya keduanya memiliki arah berpikir yang sama yakni menuju kepada upaya generalisasi hasil penelitian, kriteria ketergantungan merupakan substitusi dari istilah reliabilitas dalam penelitian kuantitatif, dan kriteria kepastian menunjuk pada konsep objektivitas menurut penelitian kuantitatif.

Kriteria derajad keterpercayaan atau kredibilitas data menurut penelitian kualitatif bisa dicapai melalui berbagai teknik atau cara, seperti: perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan triangulasi yang meliputi triangulasi sumber metode peneliti dan teori.

Dari uraian singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa konsep reliabilitas dan validitas biasa dipakai dalam model penelitian kuantitatif; sedangkan dalam model penelitian kualitatif biasa dipakai konsep-konsep keabsahan data, keterpercayaan atau kredibilitas, triangulasi, dan lain-lain sebagaimana telah disebut di atas.


(2)

commit to user 54

BAB IV

MERENCANAKAN KEGIATAN PENELITIAN

A. MENYUSUN RANCANGAN PENELITIAN PADA UMUMNYA

1. Prosedur Sistematik

Salah satu cara untuk memecahkan masalah dalam rangka mencari kebenaran adalah melalui penelitian (research), yakni kegiatan yang didasarkan pada pemikiran ilmiah melalui pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta (Penny, 1975). Oleh karena penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, maka dalam melakukan penelitian sudah tentu harus mengikuti prosedur sistematik menurut metode keilmuan tertentu. Kalau prosedur tersebut ditinggalkan, demikian Mercado menandaskan, kemungkinan akan menurunkan bobot karya penelitian yang bersangkutan (Mercado, 1982).

Prosedur sistematik yang bagaimana yang perlu diikuti seseorang dalam melakukan penelitian tidak lain akan menunjuk pada langkah-langkah yang perlu diikuti yang menjadi pegangan si peneliti dalam menyusun rencana penelitian yang akan dilakukan. Uraian berikut ini akan menguraikan bagaimana menyusun rencana suatu penelitian dan memilih pendekatan yang akan dipakainya.

2. Menentukan Pendekatan (approach) dalam suatu penelitian

Dalam khasanah pustaka ilmu-ilmu sosial banyak dijumpai pemakaian istilah “pendekatan” (approach) berkaitan dengan upaya menjelaskan objek yang distudi oleh ilmu-ilmu sosial tersebut. Namun dari banyak pemakaian istilah tersebut tidak berarti akan diperoleh kejelasan mengenai pengertian konsep “pendekatan” itu sendiri. Dalam banyak tulisannya, Sartono Kartodirdjo selalu memakai istilah “pendekatan” dikaitkan dengan disiplin keilmuan tertentu sehingga nampaknya penekanan istilah “pendekatan” tertuju


(3)

commit to user 55

pada dimensi. Seperti: pendekatan sosiologis, pendekatan antropologis, dan pendekatan politikologis (Sartono K, 1992). sedangkan dalam sumber pustaka pustaka ilmu-ilmu sosial lainnya dijumpai pemakaian istilah “pendekatan” dikaitkan dengan cara pandang terhadap objek, sehingga muncul pendekatan

kualitatif dan pendekatan kuantitatif (Moleong, 2002). Bahkan bisa

ditambahkan bahwa dijumpai pula pemakaian istilah “pendekatan” dikaitkan dengan focus analisis terhadap objek, sehingga muncul pendekatan structural

dan pendekatan prosesual, maupun pendekatan sinkronik dan pendekatan

diakronik.

Uraian sekilas di atas menunjukkan kepada kita betapa beragamnya penekanan yang diberikan dalam mempergunakan istilah “pendekatan” oleh para ilmuwan, dan barangkali juga betapa kaburnya makna “pendekatan” itu sendiri. Namun demikian betapapun “kaburnya”, pemakaian yang beragam di atas bisa memberi rambu-rambu kepada kita dalam pemakaiannya terkait dengan kegiatan penelitian.

Dalam penelitian khususnya atau dalam metodologi keilmuan umumnya, masalah pendekatan merupakan permasalahan inti (Sartono K, 1992), oleh karena hasilnya akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai: bagaimana cara kita memandang (holistic atau partikularistik), dimensi mana yang kita pakai untuk memandang (sosiologis, historis, antropologis, dan sebagainya), atau bagaimana kita menganalisa (prosesual atau structural). Hal yang demikian bisa dimaklumi oleh karena sesungguhnya pendekatan mana yang dipilih dalam merancang suatu penelitian akan sangat menentukan orientasi teoritik yang akan dipakai, metodologi penelitian yang akan dipilih, maupun jenis dan sumber data yang akan diperlukan. Dengan demikian kecuali pemilihan pendekatan yang mana yang akan dipakai perlu dilakukan atau ditetapkan sejak awal, juga dalam memilih itu sendiri sudah harus mendasarkan pada kemungkinan bisa dilakukannya berbagai hal yang berkaitan sebagaimana tersebut di atas. Jadi singkatnya, pemilihan pendekatan


(4)

commit to user 64

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin, Reliabilitas dan Validitas, Interpretasi dan Komputasi, Liberty, Yogyakarta, 1986.

Buddy Prasadja, Pembangunan Desa dan Masalah Kepemimpinannya, Rajawali Press, Jakarta, 1980.

Chusnus Hajati, “Aktivitas Aisyiyah dalam Meningkatkan Peranan Wanita di Indonesia”, makalah dihadirkan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, 16-19 Desember 1985.

Darban, Ahmad Adabi, “Sejarah Bambu Runcing dari Parakan”, makalah

disampaikan dalam Seminar Sejarah pada Revolusi Tahun 1945-1949 di Yogyakarta, 22-23 Agustus 1988.

Fontana, Andrea & James H Frey, “Wawancara Seni Ilmu Pengetahun”, dalam Denzin, Vomank, dan Yyonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research, terj. Dariyatno, dkk., Pstaka Pelajar, Yogyakarta, 2009.

Gottchalk, Louis, Mengerti Sejarah, U.I. Press, Jakarta, 1975.

Harsya W. Bachtiar, “Proyek Sejarah Lisan Arsip Nasional Republik Indonesia, dalam Lembaran Berita Sejarah Lisan, No. 7, Tahun 1981.

International Journal of Oral History, Volume 8 No. 1, February 1987, Keckler

Publishing Corporation, Westport, 1987.

Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1977.

Lembaran Berita Sejarah Lisan, No. 7, tahun 1981.

Moleong, Lexy Y., Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.


(5)

commit to user 65

Okihara, Gary Y., “Oral History and The Writing of Ethnic History”; A reconnaissance into Method and Theory”, dalam The Oral History Review, vol. 9, 1981.

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

_________ , “Suasana Situasi Salatiga Semasa Revolusi”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah pada Revolusi Tahun 1945-1949, di Yogyakarta, 22-23 Agustus 1988.

Sudikan, Metode Penelitian Sastra Lisan, Citra Wacana, Surabaya, 2001.

Soegijanto Padmo, “Kabupaten Klaten pada Masa Perjuangan Kemerdekaan”,

makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta,

pada 16-19 Desember 1985.

Suripan Sadi Hutomo, “Tukang Kentrung sebagai Penutur Sejarah”, makalah

disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, pada 16-19 Desember 1985.

________ , Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan, HISKI Komisariat Jawa Timur, Surabaya, 1991.

Taufik Abdullah, “Pengalaman yang Berlaku, Tantangan yang Mendatang: Ilmu Sejarah di Tahun 1970-an dan 1980-an”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta 16-19 Desember 1985.

The Oral History Review, Volume 9, 1981, The Oral History Association, California,

1981.

Vansina, Jan, Oral Tradition as History, The University of Wisconsin Press, Wisconsin, 1985.

Wertz, Frederick, “The Question of The Reliability of Psychological Research”, dalam Journal of Phenomenological Psychology, vol. 17, no. 2, 1986.


(6)

commit to user 66

TENTANG PENULIS

Penulis buku ini, Samsi Haryanto, dilahirkan di Klaten, 4 April 1944, adalah seorang guru besar dalam bidang ilmu Metodologi Penelitian Sejarah, yang diangkat dalam jabatan tersebut sejak 1 Agustus 2004 di lembaga tempat bekerja yakni di Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Jurusan Ilmu Sejarah.

Pernah menjadi peserta di Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial di FIS-UI selama 1 tahun (tahun 1980). Sewaktu menempuh studi S3 di IKIP – Jakarta dalam bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, penulis terpilih menjadi peserta Program Sandwich di University of Houstan (USA) selama 6 Bulan.

Pada tahun 2006-2009, penulis dipercaya untuk memimpin Pusat Penelitian Pedesaan dan Pengembangan Daerah (Pushlitdesbangda) – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) U.N.S

Banyak penelitian yang telah dihasilkan antara lain: Pengembangan Model Pengukuran Modernitas Individu Manusia Indonesia (Disertasi, 1992), Tenaga Kerja Wanita ke Luar Negeri: Antara Manfaat dan Problema (1993), Kompleksitas Masyarakat Pesisir (Kasus Desa Ujung Watu Jepara, 1994), Memudarnya Masyarakat Adat di Bali (1993), Desentralisasi dan Otonomi Desa (2006), dan Evaluasi Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kabupaten Grobogan (2010).