EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RUMAH SAKIT “X” TAHUN 2014 Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA

PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RUMAH SAKIT “X” TAHUN 2014

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

HENDRAWAN DWI SANTOSO K 100110095

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA


(2)

(3)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RUMAH SAKIT “X” TAHUN 2014

EVALUATION USING OF THE PROPHYLAXIS ANTIBIOTIC TO THE SURGERY PATIENT OF APPENDICITIS IN “X”HOSPITAL IN 2014

Hendrawan Dwi Santoso* , dan Nurul Mutmainah Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102

E-mail: hendrawandwis@yahoo.co.id ABSTRAK

Penyakit apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan di bidang bedah dan memerlukan tindakan pembedahan segera sehingga diperlukan penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat untuk mencegah komplikasi dan infeksi luka operasi. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran dan kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X” tahun 2014 ditinjau dari aspektepat pasien, tepat obat dan tepat dosis dengan pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bersifat non eksperimental, dilakukan secara retrospektif, yaitu dengan melakukan penelusuran data rekam medis pasien yang menjalani bedah apendisitis di Instalasi Rawat Inap rumah sakit “X” tahun 2014. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.Dari 89 pasien diketahui bahwa antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah apendisitis yaitu Seftriakson 80pasien (89,9%), Sefotaksim 6 pasien (6,7%) dan Seftazidim 3 pasien (3,4%). Hasil analisis ditinjau dari aspek tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis berdasarkan pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi, diperoleh tepat pasien sebanyak 88(98,9%), tepat obat 89 (100%) dan tepat dosis 89 (100%).

Kata kunci:bedah apendisitis, antibiotik profilaksis

ABSTRACT

Appendicitis disease is the leading cause of acute abdominal pain that most often found in the surgical field and requiring immediate surgery that required the use of appropriate prophylaxis antibiotics to prevent complications and surgical wound infections. The purpose of this study is to know the use and suitability of the prophylaxis antibiotics in surgical patients with appendicitis in“X”hospital in 2014 review of aspects of the right patient, right drug and the right dose with a standard guidelines for antibiotic use in Dr. Moewardi Surakarta Hospital.This research is qualitative and nonexperimental, retrospectively, that is by doing a search of medical records of patients who underwent surgery appendicitis in “X” hospitalin 2014. The sampling technique used was purposive samplingbased on inclusion and exclusion criteria .From the 89patients known that prophylaxis antibiotics was used in patients with appendicitis surgery is Ceftriaxone 89 patients (89,9%), Cefotaxime 6 patients (6,7%) and Ceftazidime 3 patients (3,4%). The results of analysis from the aspect of the right patient, right drug and the right dose based on standard guidelines for antibiotic use in Dr. Moewardi Surakarta Hospital, acquired 88 (98,9%) right patient, 89 (100%)right drug and89 (100%) right dosage.

Keywords: appendicitis surgery, antibiotic prophylaxis

PENDAHULUAN

Penyakit apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan di bidang bedah dan memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi. Selain itu apendisitis juga merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat secara umum, yang tatalaksananya dengan cara


(4)

apendiktomi, sehingga penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis memerlukan perhatian khusus, karena masih tingginya kemungkinan timbul infeksi paska bedah (Departemen/SMF ilmu bedah, 2009).

Apendisitis merupakan kasus yang memerlukan penanganan operasi segera. Untuk mengurangi angka kematian dan angka kesakitan salah satu upayanya yaitu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayananmedis yaitu dengan membuat diagnosa yang tepat (Chidmat, 2005).Pemilihan dan penggunaan antibiotik yang tepat dan rasional dapat menentukan keberhasilan pengobatan dan menghindari kejadian resistensi terhadap bakteri (Worokarti, 2005).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUD Pekanbaru, dengan menggunakan pembanding pedoman penggunaan antibiotik di bidang bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya, ditemukan adanya ketidaktepatan obat (45%), ketidaktepatan pasien (3%), ketidaktepatan dosis kategori besaran (7%), dan ketidaktepatan dosis kategori lama pemberian (12%).

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh kualitas penggunaan antibiotik pada pasien yang menjalani operasi apendisitis di rumah sakit “X” tahun 2014.

METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah noneksperimental dengan rancangan penelitian secara deskriptif. Data diperoleh dari penelusuran catatan rekam medik secara retrospektif pada populasi pasien yang menjalani operasi apendisitis di rumah sakit “X” tahun 2014 dan mendapat antibiotik profilaksis.

B.Definisi Operasional Penelitian

Batasan-batasan variabel operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan pada penderita yang belum

terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk pada penderita.

b. Evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis adalah evaluasi antibiotik meliputi aspek tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis.

c. Tepat pasien, mencakup pertimbangan ketepatan pemberian obat pada penderita pasien bedah apendisitis yang tidak berkontraindikasi dengan kondisi patologis dan fisiologis pasien yang sesuai dengan standar pengobatan medis.


(5)

d. Tepat obat, didasarkan pada pemilihan obat yang sesuai dengan standar terapi yang digunakan dibidang bedah menurut pedoman penggunaan antibiotik di bidang bedah RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

e. Tepat dosis, menilai ketepatan pemberian besaran dosis, rute pemberian, dan lama pemberian obat pada pasien bedah apendisitis yang sesuai dengan standar pengobatan medis.

C.Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah lembar pengumpulan data berupa blangko yang berisi kesimpulan data pasien dan buku-buku rujukan yang menjadi sumber analisa data.

b. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan diperoleh dari data rekam medik untuk pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X” periode Januari-Desember tahun 2014 dan buku pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2011-1012.

D.Penentuan Jumlah sampel

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive samplingberdasarkan data rekam medik pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X” tahun 2014 yang telah memenuhi kriteria inklusi. Kriterian inklusi tersebut yaitu:

1. Pasien yang menjalani bedah apendisitis.

2. Pasien yang mendapatkan pengobatan antibiotik profilaksis.

3. Data yang lengkap, minimal meliputi : identitas pasien, umur, diagnosa, antibiotik profilaksis yang digunakan (nama obat, besaran dosis, rute pemberian, frekuensi pemberian, dan lama pemberian).

Hasil setelah dilakukan kriteria inklusi diatas, dari 167 pasien didapatkan 89 pasien yang memenuhi kriteria tersebut.

E.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit “X”. F.Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mencatat, mengelompokkan dan menganalisis data rekam medik secara deskriptif meliputi parameter tepat pasien, tepat obat dan tepat pasien yang disesuaikan dengan pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi Surakartatahun 2011-2012 dan British National Formulary 57 tahun 2008. Kemudian hasil disajikan dalam bentuk tabel dan uraian penjelasan.


(6)

G.Jalannya Penelitian 1. Perijinan Penelitian

Perijinan penelitian dilakukan dengan mengajukan surat ijin penelitian dari Fakultas Farmasi UMS kepada Direktur rumah sakit “X” disertai dengan proposal penelitian.

2. Penelusuran Data

Data yang ditelusuri didapat dari bagian rekam medik. Bagian rekam medik memberikan daftar nomor register dari status pasien pada tahun 2014, kemudian sampel ditentukan menggunakan teknik purposive sampling. Data yang diambil meliputi umur, jenis kelamin, data laboratorium (leukosit), diagnosis penyakit, lama rawat inap, obat yang diberikan, dosis, rute, lama penggunaan dan aturan pakai.

3. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah dalam bentuk tabel untuk mendapatkan persentase jenis kelamin, umur, obat yang digunakan, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Didapatkan 89 data pasien yang memenuhi kriteria inklusi dari jumlah keseluruhan 167 pasien yang terdiagnosa apendisitis di rumah sakit “X” tahun 2014.

A.Karakteristik Pasien

1. Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Umur dan jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik pasien yang diteliti pada penelitian ini dan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Pasien Bedah Apendisitis Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Umur

(tahun)

Laki-Laki Perempuan Total Persentase%

(N=89) Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 < 20 4 10,5% 14 27,5% 18 20,2%

2 20-39 10 26,3% 18 35,3% 28 31,5%

3 40-59 21 55,3% 17 33,3% 38 42,7%

4 >60 3 7,9% 2 3,9% 5 5,9%

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui tingkat kejadian paling besar yaitu pada usia 40-59 tahun yaitu 38 pasien (42,7%). Jumlah pasien perempuan memiliki tingkat kejadian yang lebih besar yaitu 51 pasien (57,3%) dibandingkan jumlah pasien laki-laki yaitu 38 pasien (42,7%). Sedangkan tingkat kejadian paling kecil yaitu pada kelompok usia


(7)

>60 tahun yaitu hanya 5 pasien (5,6%). Hal ini tidak dapat dijadikan acuan menyeluruh untuk diagnosa penyakit apendisitis, karena insiden penyakit apendisitis dapat terjadi pada semua usia, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang terjadi, sedangkan insiden tertinggi pada kelompok usia 20-30 tahun (Muttaqin& Kumala, 2011).

2. Berdasarkan Diagnosa dan Angka Leukosit

Diagnosa pasien apendisitis di rumah sakit “X” dibagi menjadi 2 yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis.

Tabel 2. Diagnosa Pasien Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Diagnosa Jumlah Persentase %

(N=89)

1 Apendisitis Akut 6 6,7%

2 Apendisitis Kronis 83 93,3%

Berdasakan hasil penelitian di rumah sakit “X” tahun 2014, pasien yang menjalani bedah apendisitis didiagnosa apendisitis akut 6 pasien (6,7%) dan apendisitis kronis 83 pasien (93,3%).

Data laboratorium berupa angka leukosit juga dapat membantu menegakkan diagnosa apendisitis. Peningkatan leukosit dalam darah menunjukkan adanya proses infeksi di dalam tubuh (Guyton, 2007).

Tabel 3. Data Laboratorium Leukosit pada Pasien Bedah Apendisitis di Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Leukosit Jumlah Persentase %

(N=89)

1 Normal 89 100%

2 Tidak Normal - -

Dari hasi penelitian pasien dengan leukosit normal pada saat masuk rumah sakit sebanyak 89 pasien (100%) (Tabel 3).

3. Berdasarkan Gejala Penyakit

Apendisitis sering muncul dengan gejala khas yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal (Muttaqin & Kumala, 2011)

Tabel 4. Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Gejala Penyakit di Instalasi Rawat Inap Rumsh Sakit “X” Tahun 2014

No Gejala Jumlah Persentase %

(N=89)

1 Demam 46 51,7%

2 Nyeri Perut 89 100%

3 Mual 76 85,4%

4 Muntah 44 49,4%

5 Anoreksia 55 61,8%

6 Konstipasi 7 7,9%

7 Tukak Lambung 83 93,2%

Karakteristik pasien apendisitis di rumah sakit “X” tahun 2014 berdasarkan gejala tertinggi adalah nyeri perut (100%), kemudian tukak lambuung (93,2%), mual (85,4%), anoreksia (61,8%), demam (51,7%), muntah (49,4%) dan konstipasi (7,9%) (Tabel 4).


(8)

Menurut Muttaqin & Kumala (2011), gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium sekitar umbilikus.Umumnya nafsu makan juga menurun dan dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Pada bagian ini nyeri dirasakan lebih jelas dan tajam sehingga merupakan nyeri somatik setempat, namun terkadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga pasien memerlukan obat pencahar.

4. Berdasarkan Lama Operasi

Antibiotik tunggal dengan dosis terapeutik diberikan secara intra vena 30-60 menit sebelum operasi, sehingga saat operasi diharapkan sudah mencapai kadar optimal untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009)

Tabel 5. Durasi Operasi Apendisitis di Rumah Sakiy “X” Tahun 2014

No Durasi Jumlah Persentase %

(N=89)

1 30 menit 1 1,1%

2 45 menit 1 1,1%

3 60 menit 81 91%

4 90 menit 5 5,6%

5 120 menit 1 1,1%

Berdasarkan hasil penelitian yang ditinjau dari data rekam medik, durasi operasi pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X” tahun 2014 yaitu 30-120 menit. Untuk durasi 30, 45 dan 120 menit masing-masing sebanyak 1 pasien, durasi 90 menit sebanyak 5 pasien, sedangkan durasi 60 menit merupakan durasi yang paling banyak yaitu 81 pasien.Menurut (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009) durasi operasi perlu dipertimbangkan dalam pemberian antibiotik profilaksis, penggunaan antibiotik diulangi bila operasi lebih dari 3 jam.

5. Berdasarkan Lama Perawatan

Hasil pengamatan data rekam medis tentang lama perawatan pasien apendisitis yang telah menjalani rawat inap di rumah sakit “X”periode Januari sampai Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Lama Perawatan Pasien Bedah Apendisitis di Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Lama (hari) Jumlah Persentase %

(N=89)

1 2-5 47 52,8%

2 6-10 25 28,1%

3 >10 17 19,1%

Berdasarkan hasil penelitian, lama perawatan pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X” tahun 2014 yang terbanyak adalah 2-5 hari yaitu 47 pasien (52,8%) tanpa komplikasi, sedangkan untuk lama perawatan 6-10 hari sebanyak 25 pasien (28,1%) dan >10 hari sebanyak 17 pasien (19,1%).Lama perawatan dapat mengindikasikan adanya komplikasi atau infeksi pada pasien. Pasien dengan lama perawatan lebih dari satu minggu mungkin


(9)

mengalami komplikasi atau apendisitis perforasi sehingga dibutuhkan perawatan yang lebih lama (Haryono, 2012).

6. Berdasarkan Kondisi Pulang

Bedah apendisitis termasuk dalam kategori operasi bersih terkontaminasi. Pada pasien bedah apendisitis kemungkinan timbul infeksi yaitu 5-15% sehingga diperlukan perawatan khusus di rumah sakit (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009).

Tabel 7. Karakteristik Pasien Bedah Apendisitis Berdasarkan Kondisi Pulang di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Kondisi Pulang Jumlah Persentase %

(N=89)

1 Sembuh 52 58,4%

2 Dalam Perbaikan 37 41,6%

Berdasarkan hasil penelitian, kondisi pulang pasien diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu sembuh dan dalam perbaikan.Kondisi pulang pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X”terbanyak adalah sembuh yaitu 52 pasien (58,4%), dan 37 pasien (41,6%) dalam perbaikan (Tabel 7).

B.Karakteristik Obat 1. Obat yang digunakan

Tabel 8. Karakteristik Penggunaan Terapi Obat Lain pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

Kelas Terapi Nama Generik Jumlah Presentase

(N=89)

*Antibiotik Metronidazol, Levofloxacin, Cefadroxil, Ciprofloxacin, Cefixime, Gentamicin, Netilmisin, Cefuroxim,

Meropenem

89 100%

Larutan elektrolit NaCl, Ringer Laktat 89 100%

Antasida dan tukak lambung Antacid, Ranitidin, Omeprazol 83 93,2% Analgesik-non narkotik Deksketoprofen, Ketorolac, Tramado, Na diklofenak,

Metampiron, Metamizol, Paracetamol

82 91%

Anestesi Pethidin 89 100%

Antiemetik Ondancetron 15 16,8%

Pencahar Bisakodil 6 6,7%

Vitamin Vit-A, Vit-C, Vit-B1,B6,B12 5 5,6%

Pada hasil penelitian penggunaan larutan elektrolit digunakan sebanyak 89 pasien (100%) (Tabel 8), ini merupakan bentuk terapi suportif untuk pasien karena mengalami gangguan keseimbangan cairan tubuh yang disebabkan mual muntah. Antibiotik terapi pasca bedah juga diberikan pada 89 (100%) pasien yang menjalani bedah apendisitis. Hal ini dapat dilihat pada resep yang diberikan oleh dokter rumah sakit yang meresepkan beberapa antibiotik terapi yang juga diberikan sebagai bentuk terapi suportif guna menunjang kesembuhan pasien. Selain itu juga terdapat obat lain seperti antasida-antitukak


(10)

lambung, analgesik non narkotik untuk mengurangi nyeri dan demam, pencahar untuk beberapa pasien yang mengalami konstipasi, antiemetik untuk mual muntah, kemudian vitamin untuk membantu pemulihan kondisi pasien, dan lain-lain (ISO, 2013).

2. Antibiotik Profilaksis

Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis merupakan bentuk terapi penunjang untuk mencegah terjadinya infeksi pasca operasi, yang telah disesuaikan dengan gejala klinis dan kondisi pasien serta sensitivitas antibiotik terhadap bakteri (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009).

Tabel 9. Karakteristik Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

Golongan Antibiotik Rute Waktu

Pemberian

Jumlah Persentase %

(N=89)

Sefalosporin gen III Seftriakson Sefotaksim Seftazidim

iv iv iv

60 menit(Pre Op) 80 6 3

89,9% 6,7% 3,4%

Berdasarkan hasil penelitian antibiotik yang paling banyak digunakan pada pasien bedah apendisitisdi rumah sakit “X” tahun 2014 adalah golongan Sefalosporin generasi III yaitu Seftriakson 1g iv dosis tunggal sebanyak 80 pasien (89,9%), kemudian Sefotaksim sebanyak 6 pasien (6,7%) dan Ceftazidim sebanyak 3 pasien (3,4%) (Tabel 9).Sedangkan menurut DiPiro (2008), pilihan utama untuk profilaksis bedah apendisitis yaitu Cefotetan atau Cefoxitin yang merupakan Sefalosporin generasi II. Antibiotik golongan Sefalosporin generasi III merupakan antibiotik yang direkomendasikan dalam buku pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011-2012.

C.Ketepatan Penggunaan Antibiotik Profilaksis 1. Tepat Pasien

Suatu obat dikatakan tepat pasien jika pemberian obat tidak berkontraindikasi dengan kondisi patologis dan fisiologis pasien dan sesuai dengan standar pengobatan medis yang berlaku.

Tabel 10. Penggunaan Antibiotik Profilaksis Aspek Tepat Pasien pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Antibiotik Profilaksis Keterangan Jumlah Persentase %

(N=89)

1 Seftriakson Alergi terhadap Seftriakson 1 1,1%

Dari hasil penelitian, ditemukan 1 peresepan antibiotik yang tidak tepat pasien (no. kasus 53), karena pasien alergi terhadap Seftriakson. Berdasarkan 89 data yang diperoleh, menunjukkan 88 penggunaan antibiotik (98,9%) tepat pasien karena tidak berkontraindikasi dengan kondisi pasien dan 1 penggunaan antibiotik (1,1%) tidak tepat pasien.


(11)

Pasien yang mengalami alergi dapat memiliki tanda reaksi alergi berupa gatal dengan bintik merah, sulit bernafas, pembengkakan pada wajah, bibir, lidah atau tenggorokan, dan hipotensi. Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya penggunaan obat segera dihentikan atau diganti dengan obat alternatif golongan lain yang tidak menimbulkan reaksi alergi yaitu sefazolin (AHS, 2014).

2. Tepat Obat

Parameter untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis diantaranya adalah tepat obat. Tepat obat yaitu obat yang diberikan merupakan obat pilihan (Drug of Choice)yang sesuai dengan standar yang berlaku.

Tabel11. Penggunaan Antibiotik Profilaksis Aspek Tepat Obat pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Antibiotik Profilaksis Keterangan Jumlah Persentase %

(N=89)

1 Seftriakson Sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi

80 89,9%

2 Sefotaksim Sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi

6 6,7%

3 Seftazidim Sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi

3 3,4%

Berdasarkan hasil penelitian, antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah Sefalosporin generasi III yaitu Seftriakson 89,9%, Sefotaksim 6,7% dan Seftazidim 3,4%. Antibiotik Sefalosporin generasi III merupakan antibiotik profilaksis yang direkomendasikan dalam buku pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011-2012. Sedangkan dari penelitian yang dilakukan Amelia tahun 2012 di RSUD Pekanbaru, dari 100 pasien didapatkan hasil 54% tepat obat dengan antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan yaitu kombinasi sefazolin dan metronidazol (47%).

Penggunan antibiotik Sefalosforin merupakan pilihan yang ideal dan tepat untuk digunakan sebagai profilaksis. Sefalosporin memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki spektrum kerja yang luas, rasio dosis terapeutik dan dosis toksiknya baik, respon alergi rendah, mudah untuk diadministrasikan dan menguntungkan dari segi biaya (Meakins, 2008).

Seftriakson dan Sefotaksim sebagai profilaksis pada operasi abdominal memperoleh hasil bahwa Seftriakson lebih efektif untuk mengurangi risiko infeksi luka operasi


(12)

dibandingkan menggunakan Sefotaksim. Selain itu Seftriakson memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 5-9 jam (Faridah, 2013).

3. Tepat Dosis

Parameter tepat dosis meliputi dosis, besaran, aturan pakai, rute pemberian, dan waktu pemberian. Suatu obat dikatakan tepat dosis jika dosis yang diberikan sesuai dengan dosis lazim obat tersebut.

Tabel 12. Penggunaan Antibiotik Profilaksis Aspek Tepat Dosis pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

Antibiotik Profilaksis

Dosis Rute Waktu

Pemberian

Keterangan Jumlah Persentase %

(N=89)

Seftriakson Dewasa:1 g/ 12 jam (BNF)

Anak: 50 mg/kg/BB/hari

(RSDM)

Iv 60 menit

(Pre Op)

Sesuai dengan pedoman penggunaan

antibiotik di RSUD Dr. Moewardi dan

BNF

80 89,9 %

Sefotaksim Dewasa: 1 g / 12 jam (BNF)

Anak: 50 mg/kg/BB/hari

(RSDM)

Iv 60 menit

(Pre Op)

Sesuai dengan pedoman penggunaan

antibiotik di RSUD Dr. Moewardi dan

BNF

6 6,7 %

Seftazidim 1 g / 12 jam (BNF)

Iv 60 menit

(Pre Op)

Sesuai dengan pedoman penggunaan

antibiotik di RSUD Dr. Moewardi dan

BNF

3 3,4 %

Dari hasil penelitian, dosis antibiotik profilaksis Seftriakson, Sefotaksim dan Seftazidim menunjukkan tepat dosis karena sesuai dengan standar dosis yang direkomendasikan, yaitu dewasa 1 gram (BNF, 2008) dan anak 50 mg/kg/BB/hari (RSDM, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amelia tahun 2012 di RSUD Pekanbaru, dari 100 pasien didapatkan hasil 44% tepat dosis dan 7% tidak tepat dosis. Waktu pemberian antibiotik profilaksis diberikan ≤ 30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya diberikan pada saat induksi anestesi (Permenkes, 2011), sehingga hasil di atas untuk waktu pemberian antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis masih belum tepat sedangkan rute pemberian antibiotik profilaksis idealnya diberikan secara intravena (Permenkes, 2011), sehingga dapat disimpulkan untuk rute pemberian pada hasil penelitian di atas sudah tepat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada 89 sampel pasien bedah apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” tahun 2014, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


(13)

1. Antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X” yaitu Seftriakson 80 pasien (89,9%), Sefotaksim 6 pasien (6,7%) dan Seftazidim 3 pasien (3,4%).

2. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien bedah apendisitis dibandingkan dengan pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi sudah tepat yaitu kategori tepat pasien sebanyak 88 pasien (98,9%), kategori tepat obat sebanyak 89 pasien (100%) dan kategori tepat dosis sebanyak 89 pasien (100%).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan ketepatan obat dan efektifitas terapi antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis, serta perlu dilakukan penelitian dengan metode prospektif.

UCAPAN TERIMAKASIH


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Alberta Health Service, 2014, AHS Recommended Drug Regimens for Surgical

Prophylaxis in Adult Patients.

http://www.albertahealthservices.ca/assets/Infofor/hp/if-hp-antimicrobial-stewardship-surgical-prophylaxis.pdf. (Diunduh tanggal 20 November 2015).

Amalia, R., 2012, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di RSUD Pekanbaru Pada Tahun 2010, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

British National Formulary 57, 2008, Gastrointestinal System, 37-48, London, BMJ Group and RPS Publishing.

Chidmat, 2005, Hubungan Lamanya Nyeri Dengan Tipe Hispatologi Apendik pada

Apendisitis Akut Dewasa, Medan, Departemen Bedah FK.USU/RSUP Adam

Malik.

Departemen/SMF/Ilmu Bedah, 2009, Pedoman Penggunaan Antibiotika Di Bidang Bedah, Surabaya.

DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2008,

Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, seventh edition, 2064-2065, Amerika, Mc Graw Hill.

Faridah, I. N, 2013, Pola Penggunaan Antibiotik Post Operasi Pada Pasien yang Menjalani Operasi Gastrointestinal, Pharmaciana, 3 (2), 51-55.

Guyton, AC, 2007, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Edisi ke-3, Jakarta, EGC.

Haryono, R., 2012, KeperawatanMedikal Bedah Sistem Pencernaan,130-131, Yogyakarta, GosyenPublishing.

ISO, 2013, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 48, Jakarta, PT. ISFI Penerbitan.

Meakins J. L., 2008, Prevention of Postoperative Infection, ACS Surgery : Principles and practice, BC Decker Inc.

Muttaqin, A., & Kumala, S., 2009, 2011,Asuhan Keperawatan Perioperatif, Konsep, Proses, Dan Aplikasi, Jakarta, Salemba Medika.

RSM, 2012, Pedoman Penggunaan Antibiotik, Surakarta, RSUD Dr. Moewardi.

Worokarti, 2005, Peran Farmasis Dalam Pengelolaan Penderita Penyakit Infeksi Untuk Mencegah Timbulnya Resistensi Antimikroba. In : Naskah Lengkap Simposium

Penyakit Infeksi dan Problema Resistensi Antimikroba, , Halaman 55-69,

Surabaya, AMRIN Study Group andInfectiousDisease Center dan FKUA RSU Dr. Soetomo.


(1)

mengalami komplikasi atau apendisitis perforasi sehingga dibutuhkan perawatan yang lebih lama (Haryono, 2012).

6. Berdasarkan Kondisi Pulang

Bedah apendisitis termasuk dalam kategori operasi bersih terkontaminasi. Pada pasien bedah apendisitis kemungkinan timbul infeksi yaitu 5-15% sehingga diperlukan perawatan khusus di rumah sakit (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009).

Tabel 7. Karakteristik Pasien Bedah Apendisitis Berdasarkan Kondisi Pulang di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Kondisi Pulang Jumlah Persentase %

(N=89)

1 Sembuh 52 58,4%

2 Dalam Perbaikan 37 41,6%

Berdasarkan hasil penelitian, kondisi pulang pasien diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu sembuh dan dalam perbaikan.Kondisi pulang pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X”terbanyak adalah sembuh yaitu 52 pasien (58,4%), dan 37 pasien (41,6%) dalam perbaikan (Tabel 7).

B.Karakteristik Obat 1. Obat yang digunakan

Tabel 8. Karakteristik Penggunaan Terapi Obat Lain pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

Kelas Terapi Nama Generik Jumlah Presentase (N=89) *Antibiotik Metronidazol, Levofloxacin, Cefadroxil, Ciprofloxacin,

Cefixime, Gentamicin, Netilmisin, Cefuroxim, Meropenem

89 100%

Larutan elektrolit NaCl, Ringer Laktat 89 100%

Antasida dan tukak lambung Antacid, Ranitidin, Omeprazol 83 93,2%

Analgesik-non narkotik Deksketoprofen, Ketorolac, Tramado, Na diklofenak, Metampiron, Metamizol, Paracetamol

82 91%

Anestesi Pethidin 89 100%

Antiemetik Ondancetron 15 16,8%

Pencahar Bisakodil 6 6,7%

Vitamin Vit-A, Vit-C, Vit-B1,B6,B12 5 5,6%

Pada hasil penelitian penggunaan larutan elektrolit digunakan sebanyak 89 pasien (100%) (Tabel 8), ini merupakan bentuk terapi suportif untuk pasien karena mengalami gangguan keseimbangan cairan tubuh yang disebabkan mual muntah. Antibiotik terapi pasca bedah juga diberikan pada 89 (100%) pasien yang menjalani bedah apendisitis. Hal ini dapat dilihat pada resep yang diberikan oleh dokter rumah sakit yang meresepkan beberapa antibiotik terapi yang juga diberikan sebagai bentuk terapi suportif guna menunjang kesembuhan pasien. Selain itu juga terdapat obat lain seperti antasida-antitukak


(2)

lambung, analgesik non narkotik untuk mengurangi nyeri dan demam, pencahar untuk beberapa pasien yang mengalami konstipasi, antiemetik untuk mual muntah, kemudian vitamin untuk membantu pemulihan kondisi pasien, dan lain-lain (ISO, 2013).

2. Antibiotik Profilaksis

Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis merupakan bentuk terapi penunjang untuk mencegah terjadinya infeksi pasca operasi, yang telah disesuaikan dengan gejala klinis dan kondisi pasien serta sensitivitas antibiotik terhadap bakteri (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009).

Tabel 9. Karakteristik Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

Golongan Antibiotik Rute Waktu Pemberian

Jumlah Persentase % (N=89)

Sefalosporin gen III Seftriakson Sefotaksim Seftazidim

iv iv iv

60 menit(Pre Op) 80 6 3

89,9% 6,7% 3,4%

Berdasarkan hasil penelitian antibiotik yang paling banyak digunakan pada pasien bedah apendisitisdi rumah sakit “X” tahun 2014 adalah golongan Sefalosporin generasi III yaitu Seftriakson 1g iv dosis tunggal sebanyak 80 pasien (89,9%), kemudian Sefotaksim sebanyak 6 pasien (6,7%) dan Ceftazidim sebanyak 3 pasien (3,4%) (Tabel 9).Sedangkan menurut DiPiro (2008), pilihan utama untuk profilaksis bedah apendisitis yaitu Cefotetan atau Cefoxitin yang merupakan Sefalosporin generasi II. Antibiotik golongan Sefalosporin generasi III merupakan antibiotik yang direkomendasikan dalam buku pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011-2012.

C.Ketepatan Penggunaan Antibiotik Profilaksis 1. Tepat Pasien

Suatu obat dikatakan tepat pasien jika pemberian obat tidak berkontraindikasi dengan kondisi patologis dan fisiologis pasien dan sesuai dengan standar pengobatan medis yang berlaku.

Tabel 10. Penggunaan Antibiotik Profilaksis Aspek Tepat Pasien pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Antibiotik Profilaksis Keterangan Jumlah Persentase % (N=89)

1 Seftriakson Alergi terhadap Seftriakson 1 1,1%

Dari hasil penelitian, ditemukan 1 peresepan antibiotik yang tidak tepat pasien (no. kasus 53), karena pasien alergi terhadap Seftriakson. Berdasarkan 89 data yang diperoleh, menunjukkan 88 penggunaan antibiotik (98,9%) tepat pasien karena tidak berkontraindikasi dengan kondisi pasien dan 1 penggunaan antibiotik (1,1%) tidak tepat pasien.


(3)

Pasien yang mengalami alergi dapat memiliki tanda reaksi alergi berupa gatal dengan bintik merah, sulit bernafas, pembengkakan pada wajah, bibir, lidah atau tenggorokan, dan hipotensi. Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya penggunaan obat segera dihentikan atau diganti dengan obat alternatif golongan lain yang tidak menimbulkan reaksi alergi yaitu sefazolin (AHS, 2014).

2. Tepat Obat

Parameter untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis diantaranya adalah tepat obat. Tepat obat yaitu obat yang diberikan merupakan obat pilihan (Drug of Choice)yang sesuai dengan standar yang berlaku.

Tabel11. Penggunaan Antibiotik Profilaksis Aspek Tepat Obat pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

No Antibiotik Profilaksis Keterangan Jumlah Persentase % (N=89)

1 Seftriakson Sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi

80 89,9%

2 Sefotaksim Sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi

6 6,7%

3 Seftazidim Sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi

3 3,4%

Berdasarkan hasil penelitian, antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah Sefalosporin generasi III yaitu Seftriakson 89,9%, Sefotaksim 6,7% dan Seftazidim 3,4%. Antibiotik Sefalosporin generasi III merupakan antibiotik profilaksis yang direkomendasikan dalam buku pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011-2012. Sedangkan dari penelitian yang dilakukan Amelia tahun 2012 di RSUD Pekanbaru, dari 100 pasien didapatkan hasil 54% tepat obat dengan antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan yaitu kombinasi sefazolin dan metronidazol (47%).

Penggunan antibiotik Sefalosforin merupakan pilihan yang ideal dan tepat untuk digunakan sebagai profilaksis. Sefalosporin memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki spektrum kerja yang luas, rasio dosis terapeutik dan dosis toksiknya baik, respon alergi rendah, mudah untuk diadministrasikan dan menguntungkan dari segi biaya (Meakins, 2008).

Seftriakson dan Sefotaksim sebagai profilaksis pada operasi abdominal memperoleh hasil bahwa Seftriakson lebih efektif untuk mengurangi risiko infeksi luka operasi


(4)

dibandingkan menggunakan Sefotaksim. Selain itu Seftriakson memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 5-9 jam (Faridah, 2013).

3. Tepat Dosis

Parameter tepat dosis meliputi dosis, besaran, aturan pakai, rute pemberian, dan waktu pemberian. Suatu obat dikatakan tepat dosis jika dosis yang diberikan sesuai dengan dosis lazim obat tersebut.

Tabel 12. Penggunaan Antibiotik Profilaksis Aspek Tepat Dosis pada Pasien Bedah Apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tahun 2014

Antibiotik Profilaksis

Dosis Rute Waktu Pemberian

Keterangan Jumlah Persentase % (N=89)

Seftriakson Dewasa:1 g/ 12 jam (BNF)

Anak: 50 mg/kg/BB/hari

(RSDM)

Iv 60 menit

(Pre Op)

Sesuai dengan pedoman penggunaan

antibiotik di RSUD Dr. Moewardi dan

BNF

80 89,9 %

Sefotaksim Dewasa: 1 g / 12 jam (BNF)

Anak: 50 mg/kg/BB/hari

(RSDM)

Iv 60 menit

(Pre Op)

Sesuai dengan pedoman penggunaan

antibiotik di RSUD Dr. Moewardi dan

BNF

6 6,7 %

Seftazidim 1 g / 12 jam (BNF)

Iv 60 menit

(Pre Op)

Sesuai dengan pedoman penggunaan

antibiotik di RSUD Dr. Moewardi dan

BNF

3 3,4 %

Dari hasil penelitian, dosis antibiotik profilaksis Seftriakson, Sefotaksim dan Seftazidim menunjukkan tepat dosis karena sesuai dengan standar dosis yang direkomendasikan, yaitu dewasa 1 gram (BNF, 2008) dan anak 50 mg/kg/BB/hari (RSDM, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amelia tahun 2012 di RSUD Pekanbaru, dari 100 pasien didapatkan hasil 44% tepat dosis dan 7% tidak tepat dosis. Waktu pemberian antibiotik profilaksis diberikan ≤ 30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya diberikan pada saat induksi anestesi (Permenkes, 2011), sehingga hasil di atas untuk waktu pemberian antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis masih belum tepat sedangkan rute pemberian antibiotik profilaksis idealnya diberikan secara intravena (Permenkes, 2011), sehingga dapat disimpulkan untuk rute pemberian pada hasil penelitian di atas sudah tepat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada 89 sampel pasien bedah apendisitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” tahun 2014, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


(5)

1. Antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X” yaitu Seftriakson 80 pasien (89,9%), Sefotaksim 6 pasien (6,7%) dan Seftazidim 3 pasien (3,4%).

2. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien bedah apendisitis dibandingkan dengan pedoman standar penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Moewardi sudah tepat yaitu kategori tepat pasien sebanyak 88 pasien (98,9%), kategori tepat obat sebanyak 89 pasien (100%) dan kategori tepat dosis sebanyak 89 pasien (100%).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan ketepatan obat dan efektifitas terapi antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis, serta perlu dilakukan penelitian dengan metode prospektif.

UCAPAN TERIMAKASIH


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Alberta Health Service, 2014, AHS Recommended Drug Regimens for Surgical

Prophylaxis in Adult Patients.

http://www.albertahealthservices.ca/assets/Infofor/hp/if-hp-antimicrobial-stewardship-surgical-prophylaxis.pdf. (Diunduh tanggal 20 November 2015).

Amalia, R., 2012, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di RSUD Pekanbaru Pada Tahun 2010, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

British National Formulary 57, 2008, Gastrointestinal System, 37-48, London, BMJ Group and RPS Publishing.

Chidmat, 2005, Hubungan Lamanya Nyeri Dengan Tipe Hispatologi Apendik pada Apendisitis Akut Dewasa, Medan, Departemen Bedah FK.USU/RSUP Adam Malik.

Departemen/SMF/Ilmu Bedah, 2009, Pedoman Penggunaan Antibiotika Di Bidang Bedah, Surabaya.

DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2008,

Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, seventh edition, 2064-2065, Amerika, Mc Graw Hill.

Faridah, I. N, 2013, Pola Penggunaan Antibiotik Post Operasi Pada Pasien yang Menjalani Operasi Gastrointestinal, Pharmaciana, 3 (2), 51-55.

Guyton, AC, 2007, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Edisi ke-3, Jakarta, EGC.

Haryono, R., 2012, KeperawatanMedikal Bedah Sistem Pencernaan,130-131, Yogyakarta, GosyenPublishing.

ISO, 2013, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 48, Jakarta, PT. ISFI Penerbitan.

Meakins J. L., 2008, Prevention of Postoperative Infection, ACS Surgery : Principles and practice, BC Decker Inc.

Muttaqin, A., & Kumala, S., 2009, 2011,Asuhan Keperawatan Perioperatif, Konsep, Proses, Dan Aplikasi, Jakarta, Salemba Medika.

RSM, 2012, Pedoman Penggunaan Antibiotik, Surakarta, RSUD Dr. Moewardi.

Worokarti, 2005, Peran Farmasis Dalam Pengelolaan Penderita Penyakit Infeksi Untuk Mencegah Timbulnya Resistensi Antimikroba. In : Naskah Lengkap Simposium Penyakit Infeksi dan Problema Resistensi Antimikroba, , Halaman 55-69, Surabaya, AMRIN Study Group andInfectiousDisease Center dan FKUA RSU Dr. Soetomo.


Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD DR Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

2 8 13

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Tahun 2014.

1 5 9

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH CAESAR DI RSUD DR. SAYIDIMAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Caesar Di RSUD DR. Sayidiman Magetan Tahun 2011.

0 0 11

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH CAESAR DI RUMAH SAKIT X MAGETAN TAHUN 2011 Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Caesar Di RSUD DR. Sayidiman Magetan Tahun 2011.

0 0 14

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Pekanbaru Pada Tahun 2010.

0 1 12

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Pekanbaru Pada Tahun 2010.

0 0 10

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di Rsud Pekanbaru Pada Tahun 2010.

0 0 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD DR M Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di RSUD Dr M Ashari Pemalang Pada Tahun 2011.

0 2 11

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di RSUD Dr M Ashari Pemalang Pada Tahun 2011.

0 6 10

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD “X” PADA TAHUN 2011 Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendisitis Di RSUD Dr M Ashari Pemalang Pada Tahun 2011.

0 4 16