3.SKRIPSI SIAP Kumpulkan OKE

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fungsi pendidikan adalah membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al Mujaadilah berikut ini.































































Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majlis, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah 58:11)

Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu. Apa yang diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak didik. Tujuan guru mengajar adalah bahan disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh anak didik, bukan hanya beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi.1 Kegiatan belajar mengajar dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Gurulah yang

1 S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi Angkasa, 2006), hal. 35


(2)

menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Di sana semua komponen pengajaran diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.2 Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Harapan yang tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan guru dapat dipahami oleh anak didik secara tuntas. Ini merupakan masalah yang cukup sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial yang mempunyai latar belakang yang berlainan. Keluhan-keluhan guru yang sering terlontar hanya karena masalah sukarnya mengelola kelas. Akibat kegagalan guru dalam mengelola kelas, tujuan pengajaran akan sukar dicapai. Hal ini tidak perlu terjadi, karena usaha yang dapat dilakukan masih terbuka lebar. Sehingga dapat memperbaiki pegelolaan kelas.

Pengelolaan kelas yang baik, akan menciptakan interaksi belajar mengajar yang baik pula dan tujuan pembelajaran dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti.3 Pengelolaan yang baik tidak selamanya dapat dipertahankan, hal ini dikarenakan pada kondisi tertentu ada gangguan yang tidak dikehendaki datang dengan tiba-tiba dan diluar kemampuan guru, sehingga menjadi kendala spontanitas dalam pengelolaan kelas. Adanya kendala spontanitas suasana kelas

2 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 37


(3)

biasanya terganggu yang ditandai dengan pecahnya konsentrasi anak didik. Peran guru di sini adalah mengkondisikan anak didik kembali belajar dengan mempertahankan tugas belajar yang diberikan oleh guru. Masalah pengelolaan kelas memang masalah yang tidak pernah absen dari agenda kegiatan guru dalam pembelajaran matematika.

Pembelajaran matematika di kelas masih banyak yang menekankan pemahaman anak didik tanpa melibatkan kemampuan berfikir kreatif. Anak didik tidak diberi kesempatan menemukan jawaban ataupun cara yang berbeda dari yang sudah diajarkan guru. Guru sering tidak memberikan kesempatan kepada anak didik mengkontruksi pendapat atau pemahamannya sendiri terhadap konsep matematika. Pada Peraturan Menteri No 22 tahun 2006 tentang standart isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan kerjasama.4 Peraturan tersebut menjadi salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagaimana Firman Allah dalam surat An-Najm berikut ini:

























Artinya : “ Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya).” (QS. An Najm 53 : 39-40)

4 Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif, (Surabaya: Unesa Universitas Press, 2008), hal. 2


(4)

Hal ini juga didukung oleh keterampilan guru dalam memilihkan suatu media ataupun sarana belajar. Jika media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan.5 Media mempunyai arti cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan materi yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan materi yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan menggunakan media. Media dapat mewakili apa yang tidak mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat. Media sebagai alat mengkonkritkan materi yang abstrak. Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat apabila penggunaannya tidak sejalan dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Jika diabaikan, maka media bukan bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, media dijadikan sebagai alat bantu atau pendukung dari strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan menarik bagi siswa jika guru dapat menghadirkan masalah-masalah kontekstual dan realistik, yaitu masalah-masalah yang sudah dikenal dekat dengan kehidupan sehari-hari anak didik. Masalah kontekstual dapat digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika dalam membantu anak didik mengembangkan pengertian terhadap konsep matematika yang dipelajari dan juga bisa digunakan sebagai sumber aplikasi matematika.6 Kecerdasan matematis-logis adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan berhitung, menalar, berfikir logis, serta dalam


(5)

hal memecahkan masalah.7 Usaha mendorong berfikir kreatif dalam matematika digunakan konsep masalah dalam suatu situasi tugas. Guru meminta anak didik menghubungkan informasi-informasi yang diketahui dan informasi tugas yang harus dikerjakan, sehingga tugas itu merupakan hal baru bagi anak didik. Jika ia segera mengenal tindakan atau cara-cara menyelesaikan tugas tesebut, maka tugas tersebut merupakan tugas rutin dan tidak menjadi suatu masalah baginya. Jika tidak, maka merupakan masalah baginya. Jadi konsep masalah membatasi waktu dan individu. Masalah dapat diartikan suatu situasi atau pertanyaan yang dihadapi seorang individu atau kelompok ketika mereka tidak mempunyai aturan, algoritma/prosedur tertentu atau hukum yang segera dapat digunakan untuk menentukan jawabannya. Kreativitas diakui sebagai faktor utama yang dapat memberdayakan fungsi manusia dengan mensintesis interaksi antara kekuatan intelektif, emotif, dan motivasional.8 Pada perwujudan diri pribadi maupun untuk kelangsungan hidup bangsa dan negara, kebutuhan akan kreativitas dirasakan dalam semua aspek kehidupan manusia. Dalam masa pembangunan dan era globalisasi ini setiap individu dituntut untuk memperluas cakrawala mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap orang, terlebih mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, perlu dimulai sejak usia dini. Salah satu masalah yang selalu menarik perhatian para pakar dan masyarakat

6 Moch. Masykur dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intelligence: Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 60

7 Nini Subina, Mengatasi kesulitan Belajar pada anak, (Yogyakarta: Javalitera, 2012), hal. 71

8 Utami Munandar, Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi mewujudkan potensi kreatif dan bakat, (Jakarta: Gramedia pustaka utama,2002), hal. 397


(6)

umumnya adalah hubungan antara inteligensi dan kreativitas.9 Masalah dimensional kreativitas dan inteligensi dalam pendidikan adalah masalah peranan kreativitas dan inteligensi dalam prestasi di sekolah.10

Torrance, Getzels, Jackson, dan Yamamoto berdasarkan studinya masing-masing sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu bahwa kelompok siswa yang kreativitasnya tinggi tidak berbeda dalam prestasi sekolah dari kelompok siswa yang inteligensinya relatif tinggi.11 Dasar pertimbangan untuk mengembangkan kreativitas dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

1) Dewasa ini terjadi kesenjangan antara kebutuhan akan kreativitas dan perwujudannya di dalam masyarakat pada umumnya, dan dalam pendidikan di sekolah pada khususnya.

2) Pendidikan di sekolah lebih berorientasi pada pengembangan kecerdasan (inteligensi) dari pada pengembangan kreativitas, sedangkan keduanya sama pentingnya untuk mencapai keberhasilan dalam belajar dan dalam hidup. 3) Pendidik (guru dan orang tua) masih kurang memahami arti kreativitas,

yang perlu dikembangkan di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.

4) Masih sangat kurangnya pelayanan pendidikan khusus bagi mereka yang berbakat istimewa sebagai sumber daya manusia berpotensi unggul padahal apabila mereka diberi kesempatan pendidikan yang sesuai dengan potensinya, dapat memberi kontribusi yang bermakna kepada masyarakat.12

9Ibid, hal. 8

10Ibid, hal. 9

11Ibid, hal. 9

12 Utami munandar, Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi mewujudkan potensi kreatif dan bakat,..., hal. 15


(7)

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti kali ini akan menyajikan suatu penelitian yang berkaitan dengan konsep bilangan berpangkat. Peneliti memilih materi bilangan berpangkat sebagai media penelitian ini, karena memiliki keragaman sifat yang masing-masing mempunyai aturan cara penyelesaiannya. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan guru matematika kelas X Administrasi Perkantoran yaitu ibu Cita Retno. Peneliti mendapatkan keterangan dari beliau mengenai sekilas karakter dari anak didik pada kelas X Administrasi Perkantoran. Anak didik pada kelas tersebut mayoritas auditorial, sehingga harapannya mampu berkomunikasi dengan baik disaat menjadi informan pada penelitian. Selain itu memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menyelesaikan permasalahan metematika.

Penelitian ini berjudul “Analisis Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Bilangan Berpangkat Pada Kelas X SMK PGRI 1 Tulungagung ”.

B.

Fokus Penelitian

Setelah melihat latar belakang yang ada, agar dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan dan demi terwujudnya suatu pembahasan yang sesuai dengan harapan, maka peneliti dapat membatasi dan memfokuskan pembahasan yang akan diangkat dalam penelitian ini. Adapun Fokus Penelitian yang diambil yaitu: Bagaimana Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Bilangan Berpangkat Pada Kelas X SMK PGRI 1 Tulungagung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai, yaitu:


(8)

Untuk Mendeskripsikan Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Bilangan Berpangkat Pada Kelas X SMK PGRI 1 Tulungagung.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pada tujuan penelitian yang akan dicapai, maka peneliti memiliki harapan bahwa penelitian ini juga memiliki kegunaan secara teoritis dan praktis, yaitu:

a. Secara Teoritis

Perlunya cara atau metode khusus untuk lebih meningkatkan kreativitas anak didik. Peneliti berharap penelitian ini nantinya dapat memberikan gambaran bahwa tingkat kreativitas anak didik terhadap suatu permasalahan matematika perlu sekali untuk terus dikembangkan. Sehingga pendidik terampil dalam mengembangkan sikap dan kemampuan anak didik yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan di masa mendatang secara kreatif dan inovatif. Teknik-teknik kreatif dan model atau taksonomi belajar mengajar yang berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas diupayakan diterapkan secara terpadu dengan konsep kurikulum berdiverensiasi untuk siswa berbakat, dengan demikian diharapkan produk-produk kreativitas dan pemikiran tingkat tinggi dalam bidang sains, teknologi, seni, dan budaya akan bermunculan.

b. Secara Praktis 1. Bagi siswa


(9)

Kegunaan bagi siswa yaitu sebagai bekal pengetahuan agar lebih meningkatkan kreativitas dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Ar Ruum:















































Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum 30:30)

Ayat di atas memiliki makna bahwa manusia lahir dalam keadaan fitrah, dan kemudian tergantung pada pendidikannya dalam mengembangkan fitrah itu sesuai dengan usia pertumbuhannya.

2. Bagi guru

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi pertimbangan atau pemikiran untuk mengetahui tingkat kemampuan berfikir kreatif (kreativitas) anak didik dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bilangan berpangkat. Memberikan motivasi kepada guru untuk lebih peka terhadap suatu perkembangan kreativitas anak didik dengan materi tertentu. Sehingga dapat mencari cara yang mudah dalam penyampaian materi dan dapat diserap anak didik dengan baik. Pada akhirnya guru akan lebih terbiasa untuk berinovasi dalam mengelola proses pembelajaran.


(10)

3. Bagi sekolah

Kegunaan bagi sekolah yaitu sebagai masukan bagi segenap komponen pendidikan untuk meningkatkan proses pembelajaran matematika agar bisa menghasilkan output pendidikan yang berkompeten, memiliki kreativitas dalam menyelesaikan permasalahan, dan pada akhirnya mampu memberikan perubahan dengan tindakan yang positif terhadap kemajuan bangsa dan negara. Sekolah juga akan mengetahui anak didik yang memiliki potensi dalam bidang matematika, sehingga sekolah akan lebih mudah dalam melaksanakan pembinaan pengembangan bakat di bidang matematika.

4. Bagi Penulis

Kegunaan bagi penulis yaitu sebagai bahan pemikiran yang lebih mendalam akan pentingnya kreativitas dalam belajar metematika maupun dalam kehidupan, karena tuntutan pada masa ini tidak hanya sekedar ilmu, tetapi juga kreativitas tinggi sangat diperlukan untuk menjadi individu yang berkompeten.


(11)

E. Penegasan Istilah a. Penegasan Konseptual

1) Analisis

Analisis merupakan serangkaian perbuatan yang meneliti atau mengupas atau menguraikan sesuatu secara mendalam.13 Analisis juga dapat diartikan sebagai pemecahan konsep menjadi komponen dasar.

2) Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan hubungan-hubungan baru, untuk melihat suatu subjek dari perspektif baru, dan untuk membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang sudah ada dalam pikiran.14

3) Menyelesaian Soal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Menyelesaikan berarti menyudahkan atau menyiapkan (pekerjaan, dan sebagainya); menyempurkankan. Sedangkan soal adalah apa yang menuntut jawaban atau hal yang harus masalah dipecahkan. Jadi menyelesaikan soal adalah proses mengerjakan guna menyempurnakan atau menjawab sesuatu yang harus dipecahkan, dalam hal ini berupa soal bilangan berpangkat.

4) Matematika

Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya untuk mempermudah berfikir. Kline juga mengemukakan

13 Saliman dan Sudarsono, Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), hal. 13

14 Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif, ... hal. 7


(12)

bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.15

5) Bilangan Berpangkat

Bilangan berpangkat merupakan suatu perkalian bilangan dengan dirinya sendiri secara berulang.

b. Penegasan Operasional

Analisis Kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal bilangan berpangkat merupakan suatu aktifitas menganalisis hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal matematika, khususnya yang berkaitan dengan bilangan berpangkat. Hal-hal yang menjadi fokus analisis yaitu kesalahan-kesalahan yang terjadi, kefasihan dalam penyelesaian, kebaruan, dan fleksibilitas cara yang dipergunakan anak didik.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam 5 bab, yaitu Bab I Pendahuluan, membahas tentang a) Latar belakang Masalah, b) Fokus Penelitian, c) Tujuan penelitian, d) Kegunaan penelitian, e) Penegasan istilah, f) Sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, membahas tentang a) Hakikat matematika, b) Belajar mengajar, c) Kreativitas, d) Bilangan berpangkat, e) Penelitian terdahulu, f) Kerangka berfikir. Bab III Metode Penelitian, membahas tentang a) Pola atau jenis penelitian, b) Lokasi penelitian, c) Kehadiran peneliti, d) Sumber data, e) Teknik pengumpulan data, f) Teknik analisis data, g) Pengecekan keabsahan data, h) Tahap-tahap penelitian. Bab IV Paparan data dan pembahasan, membahas

15Mulyono Abbdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hal. 252


(13)

tentang a) Paparan data, b) Hasil tes dan wawancara, c) Temuan penelitian, d) Pembahasan. Bab V Penutup, membahas tentang a) Kesimpulan, b) Saran


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Matematika

Secara bahasa (lughowi), kata ”Matematika” berasal dari bahasa Yunani yaitu ”Mathema” atau mungkin juga ”Mathematikos” yang artinya hal-hal yang dipelajari. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir.

Menurut Johnson dan Myklebust matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya untuk mempermudah berfikir. Kline juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.16

Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK. matematika juga digunakan oleh disiplin ilmu lain sebagai ilmu penunjang, seperti Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan sosial. Namun karena matematika memiliki sifat yang cukup abstrak sehingga sulit untuk dapat menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari jika kita hanya berpendidikan sarjana yang umumnya baru tahu teorinya, belum banyak aplikasinya. Matematika tidak hanya diterapkan dalam kehidupan seorang ahli matematika, namun matematika juga kerap digunakan seorang dokter, insinyur elektronik, programmer, insinyur sipil, insinyur mesin, ekonom, akuntan, manajer, maupun banyak ahli bidang lain. Menurut Russeffendi matematika


(15)

adalah bahasa symbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefenisikan, ke unsur yang didefenisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.17 Matematika memberikan bahasa, proses, dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan. Perhitungan metematika menjadi dasar bagi disiplin ilmu teknik. Metode matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran dibidang sosial dan ekonomi. Di samping itu, pemikiran matematis memberikan warna kepada kegiatan seni lukis, arsitektur, dan seni musik. Bahkan jatuh bangunnya suatu negara, dewasa ini tergantung dari kemajuan dalam bidang matematika. Segala hal yang telah kita dapatkan dan berhubungan dengan ilmu matematika, dapat kita kembangkan sesuai dengan pola pikir kita. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang tidak menyimpang dari matematika itu sendiri. Matematika dianggap sebagai suatu ilmu yang menuntut manusia untuk melakukan suatu manajemen otak. Metematika menuntun pola pikir secara terstruktur. Oleh karena itu, matematika sebagai sesuatu yang berperan dalam berbagai unsur kehidupan.

B. Belajar Mengajar

Klasifikasi dari Belajar mengajar yaitu, hakikat belajar mengajar, ciri-ciri belajar mengajar, konsep dasar strategi belajar mengajar, sasaran belajar mengajar, dan belajar mengajar sebagai suatu sistem.

a. Hakikat Belajar Mengajar


(16)

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.18 Teori belajar Gesalt menjelaskan bahwa perubahan perilaku itu disebabkan karena adanya insight dalam diri siswa, dengan demikian tugas guru adalah menyediakan lingkungan yang dapat memungkinkan setiap siswa bisa menangkap dan mengembangkan

insight itu sendiri.19 Pada teori Kurt Lewini menekankan bahwa belajar itu pada dasarnya adalah proses pengubahan struktur kognitif. Lewin juga menekankan pentingnya hadiah dan kesuskesan sebagai faktor yang dapat meningkatkan motivasi belajar setiap individu.20 Pada tahap berikutnya, mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bentuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.21 Kegiatan belajar mengajar seperti mengorgnisasi pengalaman belajar, mengelola kegiatan belajar mengajar, menilai proses, dan hasil belajar, semuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik.22 Tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus

18 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,... hal. 11

19 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), hal.195

20Ibid, hal. 196

21 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,... hal. 39


(17)

dengan cara yang lebih mudah. Hal ini dikenal sebagai transfer belajar.23 Sebagaimana Firman Allah dalam surat An Nahl berikut ini.

















Artinya : “Maka Apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan orang yang tidak menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (Q:S An Nahl 16:17)

Dalam kegiatan belajar mengajar, anak didik adalah sebagai subjek dan objek dari kegiatan pengajaran. Inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi pikiran dan mentalnya. Jika tidak demikian, ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya. Sehingga kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Oleh karena itu, hakikat belajar mengajar adalah pemberian bimbingan pada anak didik sehingga terjadi perubahan di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas belajar.

b. Ciri-ciri Belajar Mengajar

Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, yaitu:

1) Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu.


(18)

2) Ada suatu prosedur yang terencana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Supaya dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relevan.

3) Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.

4) Ditandai dengan aktivitas anak didik. Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.

5) Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. 6) Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam

kegiatan belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati olek pihak guru maupun anak didik dengan sadar.

7) Ada batas waktu

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas, batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditangggalkan.

8) Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian penting yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar.24

c. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar

Ada 4 strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi:


(19)

1) Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.25 Guru harus melakukan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang diinginkan supaya lebih jelas dan terarah pada anak didik. Oleh karena itu tujuan pengajaran harus jelas dan konkret, sehingga mudah dipahami anak didik.

2) Memilih pendekatan

Memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran.26

3) Memilih prosedur, metode, dan teknik

Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotovikasi anak didik agar mempu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya anak didik terdorong dan mampu berfikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri.27

4) Menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya.28 Sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan unpan

25Ibid. hal. 5

26Ibid. hal. 6

27Ibid. hal. 7


(20)

balik untuk penyempurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni:

1) Informasi

Dalam tiap pelajaran kita memperoleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya.

2) Transformasi

Informasi yang didapatkan harus dianalisis, diubah atau di transformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.

3) Evaluasi

Selajutnya kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.29

Jerome Brunner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya:

1) Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”, yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim disekolah. Ini dapat dilakukan


(21)

melalui film, TV, rekaman suara, dan ain-lain. Pada hal ini berarti sebagai substitusi atau pengganti pengalama yang langsung.

2) Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model kubus, balok, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip, atau struktur pokok.

3) Alat dramatisasi, yaitu yang mendramatisasikan suatu konsep, ide, atau gejala.

4) Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprogram, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dam memberikan balikan atau feedback tentang respon murid.30

Sekarang ini telah banyak alat-alat yang tersedia bagi guru, namun yang penting ialah bagaimana menggunakan alat-alat ini sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Alat intruksional yang tidak terintegrasi dalam keseluruhan program dapat menimbulkan sikap pasif pada pihak anak, yaitu menonton saja.31

d. Sasaran kegiatan Belajar Mengajar

Pada tingkat sasaran atau tujuan yang universal, manusia yang diidamkan memiliki kualifikasi:

1) Pengembangan bakat secara optimal 2) Hubungan antar manusia

3) Efisiensi ekonomi

4) Tanggung jawab selaku warga negara

30Ibid, hal. 15


(22)

Pandangan hidup para guru maupun anak didik akan turut mewarnai berkenaan dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian, serta penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar.32

Profesor univ. Chicago, Benjamin S. Bloom memberikan konsep pemahaman, pengetahuan, penerapan, analisis, perpaduan dan evaluasi sebagai berikut:

1) Pemahaman (comprehension) yaitu kemampuan menerjemahkan, memparafrase, menginterpretasikan bahasa tulisanatau lisan (kecerdasan linguistik), atau perhitungan materi seperti dalam pemecahan persoalan aljabar dan atau geometri (kecerdasan matematis-logis). Pada referensi lain, pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahui.33 Pemahaman adalah tipe belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan.34

2) Pengetahuan (knowladge) yaitu keterampilan mengingat hafalan. Misalnya menghafalkan definisi, atau rumus.

3) Penerapan (application) yaitu kemampuan mentransfer pengetahuan dari satu setting ke setting yang lain, misalnya penyelesaian merubah bentuk akar menjadi bilangan berpangkat pecahan.

4) Analisis (analysis) yaitu pemecahan konsep menjadi konsep dasar.

32 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,... hal. 9

33 Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 44

34 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 24


(23)

5) Perpaduan (synthesis) yaitu menggabungkan berbagai elemen menjadi kesatuan atau menghubungkan seperti ke desain geometri.

6) Evaluasi (evaluation) yaitu proses penetepan standart untuk menilai kualitas bagian komponen.35

e. Belajar Mengajar sebagai suatu Sistem

Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Ciri utama suatu sistem yaitu, setiap sistem bertujuan, setiap sistem memiliki fungsi, dan setiap sistem memiliki komponen. 36 Belajar mengajar selaku suatu sistem intruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, belajar mengajar meliputi suatu komponen antara lain tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi.37 Menurut Brown dapat dikategorikan bebagai berikut:

1) Siswa

Proses pembelajaran pada hekikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat menciptakan tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian, maka proses pengembangan perencanaan dan desain pembelajaran, siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan.38

2) Tujuan

35 Diane Ronis, Pengajaran Matematika Sesuai Cara Kerja Otak, (Jakarta: Indeks, 2009), hal. 58

36 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,2009), hal. 2

37 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,... hal. 9


(24)

Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah komponen siswa sebagai subjek belajar.39

3) Kondisi

Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan khusu seperti yang telah dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong agar siswa aktif belajar baik fisik maupun nonfisik.40

4) Sumber-sumber Belajar

Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar. Di dalamnya meliputi lingkugan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat yang dapat digunakan, personal seperti guru, petugas perpustakaan dan ahli media, dan siapa saja yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam pengalaman belajar.41

5) Hasil Belajar

Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.42

39Ibid, hal. 10

40Ibid, hal. 12

41Ibid, hal. 12


(25)

Oleh karena itu, Peranan guru adalah mengkomunikasikan pengetahuan. Guru harus memiliki pengetehuan yang mendalam tentang bahan yang diajarkannya. Guru dapat meningkatkan mutunya sendiri, karena bagi guru mengajar itu juga merupakan suatu cara belajar yang sangat baik. Anak didik tidak akan memahami sesuatu yang tidak dipahami oleh guru. Sehingga guru tidak boleh berhenti belajar dan terus menggali pengalaman untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

C. Kreativitas

Kreativitas merupakan bagian dari proses berfikir. Sebelum membahas apa itu kreativitas, peneliti akan membahas tentang berfikir. Berfikir ialah gejala jiwa yang dapat menetapkan hubungan-hubungan antara ketahuan-ketahuan kita.43 Berfikir adalah suatu proses dialektis. Artinya, selama kita berfikir, fikiran kita melakukan tanya jawab dengan fikiran kita, untuk meletakkan hubungan-hubungan antara ketahuan kita itu dengan tepat. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam surat Al An’am berikut ini:



























































Artinya : “Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: Apakah sama orang yang


(26)

buta dengan yang melihat? Maka Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" (Q:S Al An’am 6:50)

Berfikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Berfikir terdiri dari tiga langkah pokok, yaitu penbentukkan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Pandangan ini menunjukkan jika seseorang dihadapkan pada suatu situasi, maka dalam berfikir, orang akan menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang direkam sebagai pengertian-pengertian. Kemudian membentuk pendapat-pendapat sesuai dengan pengetahuannya. Setelah itu, akan membuat kesimpulan yang digunakan untuk membahas atau mencari solusi dari situasi tersebut. Ruggiero mengartikan berfikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan.44 Berfikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Berfikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berfikir untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar sesuai pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Berfikir analitis adalah kemampuan berfikir untuk menguraikan, merinci,dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasarkan perasaan atau tebakan. Berfikir sistematis adalah kemampuan berfikir untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas

44 Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif,... hal. 13


(27)

sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah, atau perencanaan yang tepat, efektif, dan efisien. Berfikir kritis dapat dipandang sebagai kemampuan berfikir untuk membandingkan informasi yang diterima dari luar dengan informai yang dimiliki.

Kreativitas (berfikir kritis atau berfikir divergen) adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban.45 Pada pembahasan berfikir kreatif tidak akan lepas dengan istilah kreativitas yang lebih umum dan sering dikaji para ahli. Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Clark dan Gowan mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Fungsi belahan otak kiri adalah berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat ilmiah, kritis, logis, linier, teratur, sistematis, terorganisir, dan beraturan. Fungsi belahan otak kanan adalah berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat nonlinier, nonverbal, holistik, humanistik, kreatif, mencipta, mendesain, bahkan mistik.46 Pembagian fungsi otak menurut Sperry dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Fungsi Otak

No. Otak kiri Otak kanan 1 Intelektual Intuitif 2 Konvergen Divergen

3 Digital Analogik

45Ibid, hal. 17

46 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta didik, (Jakarta: Bumi Angkasa, 2011), hal. 40


(28)

4 Sekunder Primer

5 Abstrak Konkrit

6 Directed Free

7 Proporsional Imajinatif 8 Analalitik Relational

9 Linier Nonlinier

10 Rasional Integrative 11 Sequensial Multiple 12 Analitik Holistik 13 Objektif Subjektif 14 Suksesive Simultan

Mooney membedakan 4 pendekatan dalam membahas kreativitas, yaitu produk yang diciptakan, proses penciptaan, individu pencipta, dan lingkungan yang menjadi asal penciptaan.47 Pemisahan ini bukan berarti memisah antara yang satu dengan yang lain, tetapi memberikan penekanan pada suatu aspek tertentu misalkan pada produk saja. Penekanan ini masih terkait dengan aspek yang lain. Isaksen menggambarkan 4 bidang kreativitas dalam diagram venn untuk menekankan sifat hubungan keempatnya. Isaksen menjelaskan bahwa apabila empat pendekatan itu digunakan secara bersama-sama, maka akan diperoleh keuntungan dalam meninjau kreativitas. Dengan kata lain, tinjauan kreativitas semakin lengkap dan menyeluruh. Untuk memfokuskan kajian, banyak ahli yang menekankan pada satu definisi tertentu. Definisi kreativitas yang menekankan pada produk, misalnya Hurlock menyebutkan kreativitas menekankan pembuatan suatu yang baru dan berbeda. Hal ini dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya tidak hanya perangkuman, mungkin mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokkan hubungan lama ke situasi yang baru dan

47 Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif,..., hal. 5


(29)

mencakup pembentukan hubungan baru. Evans menjelaskan kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan hubungan-hubungan baru, untuk melihat suatu subjek dari perspektif baru, dan untuk membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang sudah ada dalam pikiran.48

Sternberg menjelaskan kreativitas yang menekankan pada aspek pribadi, yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara 3 atribut psikologi, yaitu inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi. Gaya kogninif atau intelektual menunjukkan kelonggaran dan keterikatan pada konvensi menciptakan aturan sendiri, melakukan hal-hal dengan cara sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu berstruktur, merancang dan ketertarikan terhadap jabatan yang menuntuk kreativitas.49 Aktifitas kreatif mencakup proses yang sangat teratur dan kognitif. Bink dan Marsh menjelaskan bahwa kreativitas adalah menghasilkan, menyaring, dan kemudian menghasilkan kembali berbagai representasi mental dalam melakukan tugas yang dituntut dan menyelesaikan berbagai tujuan.50

Guilford menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri orang kreatif. Guilford mengemukakan dua cara berfikir, yaitu berfikir konvergen dan berfikir divergen. Cara berfikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berfikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.51 Kreativitas adalah esensial untuk pertumbuhan dan keberhasilan pribadi, dan

48Ibid, hal. 7

49Ibid, hal. 8

50 Irina V. Sokolova, dkk, Kepribadian anak, (Yogyakarta: Katahati, 2008), hal. 144

51 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta didik,..., hal.41


(30)

sangat vital untuk pembangunan Indonesia, sehubungan dengan ini peranan orang tua, guru, dan masyarakat amat menentukan.52 De Bono mendefinisikan 4 tingkat pencapaian dari perkembangan berfikir kreatif, yaitu kesadaran berfikir, observasi berfikir, strategi berfikir, dan refleksi pemikiran.53

Tabel 2.2 Tingkat Kreativitas dari De Bono

Level 1: Awareness of thinking.

General awareness or thinking as a skill. Willingness to think about something. Willingness to investigate a particular subject. Willingness to listen to others.

Level 2: Observation of thinking.

Observation of the implications of action and choice, consideration of peers points view, comparison of alternative.

Level 3: Thinking Strategy.

Intentional use of a number of thinking tools, organization of thinking as a sequence of steps. Reinforcing the sense of purpose in thinking.

Level 4: Reflection on thinking.

Structured use of tools, clear awareness of reflective thinking. Assesment of thinking by thinker himself. Planning thinking tasks and methods to perform them.

Tingkat 1 merupakan tingkat kreativitas rendah, karena hanya mengekspresikan kesadaran dalam menyelesaikan tugas saja. Tingkat 2 merupakan tingkatan kreativitas yang lebih tinggi, karena menunjukkan adanya pengamatan terhadap implikasi pilihannya, seperti penggunaan komponen-komponen khusus atau algoritma penyusunan. Tingkat 3 merupakan tingkat lebih tinggi berikutnnya, karena dituntut untuk memilih suatu strategi dan mengkoordinasikan antara bermacam-macam penjelasan dalam soal serta menyajikan urutan tindakan atau kondisi logis dari sistem tindakan. Tingkat 4

52 Tite Juliantine, Pengembangan Kreativitas Siswa Melalui Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pendidikan Jasmani, dalam http://file.upi.edu/Direktori/ FPOK/ JUR.PENDIDIKAN OLAHRAGA/196807071992032-TITE JULIANTINE/10. JURNAL PENGEMBANGAN KREATIVITAS SISWA MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRIx.pdf, diakses 20 Desember 2013

53 Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif,..., hal. 26


(31)

merupakan tingkat tertinggi karena harus menguji sifat-sifat produk final membandingkan dengan sekumpulan tujuan. Menjelaskan simpulan terhadap keberhasilan atau kesulitan selama proses pengembangan, dan memberi saran untuk meningkatkan perencanaan dan proses konstruksi.

Gotoh mengungkapkan penjenjangan kemampuan berfikir matematis dalam memecahkan masalah terdiri 3 tingkat yang dinamakan aktivitas empiris (informal), algoritmis (formal) dan konstruktif (kreatif).54

Tabel 2.3 Tingkat Berfikir Matematis dari Gotoh

Stage 1: Emperical (informal) activity.

In this stage, some kind of technical or practical application of mathematical rules of procedures are use to solve problems without a certain kind of awareness.

Stage 2: The algoritmic (formal) activity.

In this stage, mathematical techniques are used explicitly for carrying out mathematical operations, calculating, manipulating and solving.

Stage 3: The constructive (creative) activity.

In this stage, a non-algoritmic decision making is performed to solve non-routine problem such as a problem of finding and construkting some rule.

Krulik dan Rudnick membuat penjenjangan penalaran yang merupakan bagian dari berfikir. Tingkatan itu diatas pengingatan (recall). Kategorinya yaitu berfikir dasar (basic), berfikir kritis (critical), dan berfikir kreatif.55 Indikator dari tiap tingkat akan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.4 Tingkat Penalaran (Berfikir) dari Krulik dan Rudnick

Basic

Understanding of concepts

Recognizing a concept when it appears in a setting

Critical

Examining, relating, and evaluating all aspects of a situation or problem

Fokusing on parts of a situation or problem

Gathering and organizing information

Validating and analyzing information

54Ibid, hal. 27


(32)

Remembering and associating previously learned information

Determining reasonableness of an answer

Drawing valid conclusions

Analytical and reflexive in nature

Creative

Original, effective, and produces a complex product

Inventive

Synthesizing ideas

Generating ideas

Applying ideas

Tingkat terendah dari berfikir adalah pengingatan (recall) yang tanpa disadari memasukkan keterampilan berfikir yang hampir otomatis dan refleksif. Misalnya mengingat operasi-operasi dasar dalam matematika atau mengingat rumus dalam matematika. Tingkat berikutnya adalah berfikir kritis, merupakan berfikir yang melibatkan menguji, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek sebuah situasi atau masalah, mengumpulkan, mengorganisasikan, mengingat, dan menganalisis informasi. Berfikir kritis juga merupakan kemampuan untuk membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi-materi yang diperlukan. Tingkat tertinggi adalah berfikir kreatif merupakan pemikiran yang bersifat keaslian, dan reflektif serta menghasilkan suatu produk yang komplek. Kemampuan berfikir kreatif tidak hanya meningkatkan kecakapan akademik, tetapi juga kecakapan personal (kesadaran diri dan keterampilan berfikir), dan sosial.56 Untuk menguatkan kemampuan berfikir kreatif diperlukan sebuah ide dalam beberapa bentuk yang memungkinkan pengalaman-pengalaman pribadi dan reaksi-reaksi sendiri atau lainnya memperkuat keterampilan tersebut.

D. Bilangan Berpangkat


(33)

Bilangan berpangkat yaitu suatu bilangan yang dipangkatkan dengan bilangan lain. Pangkat suatu bilangan dapat berupa bilangan bulat atau pecahan.57 Jika a adalah bilangan riil, dan n adalah bilangan bulat, maka bentuk an (dibaca a pangkat n) adalah perkalian berulang bilangan a dengan dirinya sendiri sebanyak n faktor. a disebut bilangan pokok dan n disebut pangkat.58 Jika disajikan dalam kalimat matematika adalah sebagai berikut:

a

n

= a x a x a x a x ... x a

sebanyak n faktor

a. Sifat perkalian bilangan berpangkat

a

p

x a

q

= a

p+q 59

b. Sifat pembagian bilangan berpangkat

Jika a adalah bilangan riil, m dan n adalah bilangan bulat, untuk a0, maka akan berlaku:

am an

= a

m-n 60

c. Sifat perpangkatan bilangan berpangkat

Jika a adalah bilangan riil, m dan n adalah bilangan bulat, maka akan berlaku:

(a

m

)

n

= a

m x n

d. Sifat perpangkatan dari perkalian bilangan

57 Bandung Arry Sanjoyo, et. all., Matematika SMK Bisnis dan Manajemen, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hal. 31

58 Johanes, et. all., Kompetensi Matematika, (Jakarta: Yudistira, 2006), hal.2

59 To’ali, Matematika Sekolah menengah Kejuruan ( SMK), (Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hal. 19


(34)

Jika a dan b adalah bilangan riil,dan p adalah bilangan bulat, maka akan berlaku:

(a x b)

p

= a

p

x b

p

e. Sifat perpangkatan dari pembagian bilangan

Jika a dan b adalah bilangan riil,dan m adalah bilangan bulat, maka akan berlaku:

(

a b

)

m

=

am

bm

61

f. Pangkat Bulat Negatif

Gagasan-gagasan yang muncul dari sifat-sifat perpangkatan dengan pangkat bilangan bulat positif dapat digunakan untuk mengungkapkan arti pangkat

bilangan negatif ataupun pangkat nol.62 Jika a adalah bilangan riil, n adalah bilangan bulat positif, untuk a0, maka akan berlaku:

a

-n

=

1

an

dan

1

an

= a

n

63

g. Pangkat Nol

Jika a adalah bilangan riil, maka akan berlaku:

a

0 = 1, a

0

64

h. Pangkat Rasional

Pangkat rasional artinya bilangan yang berpangkat pecahan.65

61Ibid, hal. 20

62 Bandung Arry Sanjoyo, et. all., Matematika SMK Bisnis dan Manajemen,..., hal. 34

63 To’ali, Matematika Sekolah menengah Kejuruan ( SMK),..., hal. 20

64 Bandung Arry Sanjoyo, et. all., Matematika SMK Bisnis dan Manajemen,..., hal.34

65 ST. Negoro dan B. Harahap, Ensiklopedia Matematika, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 240


(35)

Jika a adalah bilangan riil, m dan n adalah bilangan bulat, maka akan berlaku:

a

m

n

=

nam

66

i. Persamaan Pangkat Sederhana Bentuk umum persamaan pangkat :

a

f(x)

= a

p

maka

f(x) = p

E. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, peneliti juga mempunyai tujuan untuk melengkapi atau sebagai pembanding penelitian terdahulu berikut ini:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Inti Kana dengan judul “Analisis Tingkat Kreativitas Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) Di SMP Islam Tanen Rejotangan Tulungagung Kelas VIII A Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pada penelitian tersebut, mendeskripsikan tingkat kreativitas siswa yang dijenjangkan berdasarkan nilai. Untuk nilai 0-24 termasuk tingkat “tidak kreatif”, nilai 25-49 termasuk tingkat “kurang kreatif”, nilai 50-64 termasuk tingkat “cukup kratif”, nilai 65-79 termasuk tingkat “kreatif”, nilai 80-100 termasuk tingkat “sangat kreatif”.67 Berdasarkan analisis tingkat kreativitas pada aspek kefasihan nilai yang diperoleh 340 untuk nilai maksimal 800, sehingga persentase kefasihan sebesar 42,5 %. Berdasarkan analisis tingkat kreativitas pada aspek fleksibilitas nilai yang diperoleh 345 untuk nilai maksimal 600,

66 To’ali, Matematika Sekolah menengah Kejuruan ( SMK),..., hal. 21

67 Nur Inti Kana, Analisis Tingkat Kreativitas Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) Di SMP Islam Tanen Rejotangan Tulungagung Kelas VIII A Tahun Pelajaran 2011/2012, (Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2012)


(36)

sehingga persentase fleksibilitas sebesar 57,5 %. Berdasarkan analisis tingkat kreativitas pada aspek kebaruan nilai yang diperoleh 195 untuk nilai maksimal 600, sehingga persentase kefasihan sebesar 32,5 %. Nur Inti Kana membuat suatu kesimpulan bahwa aspek kreativitas tertinggi dalam menyelesaikan soal sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) Di SMP Islam Tanen Rejotangan Tulungagung Kelas VIII A Tahun Pelajaran 2011/2012 adalah aspek fleksibilitas.

2. Penelitian Siswono yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah dalam Menyelesaikan Masalah Tentang Materi Garis dan Sudut di Kelas VII SMPN 6 Sidoarjo”.68 Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa meningkat seiring dengan kemampuan pengajuan masalah, dan pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, terutama pada aspek kefasihan dan kebaruan. Aspek fleksibilitas tidak menunjukkan peningkatan karena tugas pengajuan masalah masih relatif baru bagi siswa dan fleksibilitas memerlukan waktu yang lama untuk memunculkannya.

3. Penelitian oleh Isna Nur Lailatul Fauziyah, Budi Usodo, Henny Ekana CH.69 Penelitian ini mendiskripsikan tentang proses berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah berdasarkan tahapan Wallas ditinjau dari Adversity Quentient (AQ) siswa, yang menjadi subjek penelitiannnya adalah siswa

68 Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif,..., hal. 50

69 Fauziyah, Budi Usodo, Henny Ekana CH, Proses Berpikir Kreatif Siswa Kelas X Dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau Dari Adversity Quotient(AQ) Siswa (Jurnal Pendidikan Matematika Solusi Vol.1 No.1 Maret 2013)


(37)

kelas X dengan menggunakan materi geometri. Secara singkat dari hasil penelitian terlihat siswa quitter tidak memiliki ketertarikan pada matematika. Pada siswa camper, guru dapat melakukan bimbingan dan memberikan semangat agar siswa tidak berhenti meninggalkan idenya begitu saja. Siswa

climber telah memiliki semangat tinggi dalam menghadapi tantangan. Tabel 2.5 Persamaan atau Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Terdahulu

Persamaan atau Perbedaan Penelitian Penelitian terdahulu 1 Penelitian terdahulu 2 Penelitian terdahulu 3 Penelitian ini

Peneliti Nur Inti Kana Tatag Yuli Eko Siswono Nur Lailatul Fauziyah, Budi Usodo, Henny Ekana CH Edi Purwanto

Judul Analisis Tingkat Kreativitas Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) Di SMP Islam Tanen Rejotangan Tulungagung Kelas VIII A Tahun Pelajaran 2011/2012 Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah dalam Menyelesaikan Masalah Tentang Materi Garis dan Sudut di Kelas VII SMPN 6 Sidoarjo Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau dari Adversity Quentient (AQ) Siswa Analisis Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Bilangan Berpangkat Pada Kelas X SMK PGRI 1 Tulungagung Tujuan penelitian Untuk Mendeskripsika n Tingkat Kreativitas Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Sistem Persamaan Untuk Mengetahui Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah dalam Untuk Mendeskripsika n Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Berdasarkan Tahapan Wallas Untuk Mendeskripsika n Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Bilangan Berpangkat Pada Kelas X SMK PGRI 1


(38)

Linier Dua Variabel (SPLDV) Di SMP Islam Tanen Rejotangan Tulungagung Kelas VIII A Tahun Pelajaran 2011/2012 Menyelesaikan Masalah Tentang Materi Garis dan Sudut di Kelas VII SMPN 6 Sidoarjo

Ditinjau dari

Adversity Quentient (AQ) Siswa Tulungagung Aspek kreatif Kefasihan, Fleksibilitas, dan kebaruan Kefasihan, Fleksibilitas, dan kebaruan Persiapan, Inkubasi, Iluminasi, dan Verifikasi Kefasihan, Fleksibilitas, dan kebaruan

F. Kerangka Berfikir

Peneliti merumuskan tingkat kreativitas (berfikir kreatif) dalam matematika, sesuai yang telah rangkum oleh Tatag Yuli Eko Siswono. Pada dasarnya untuk memfokuskan kreativitas, kriteria didasarkan pada produk berfikir kreatif yang memperhatikan aspek kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan.70 Silver memberikan indikator untuk menilai kemampuan berfikir kreatif (kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan).71 Adapun indikator hubungan komponen kreativitas dengan pemecahan masalah disajikan pada tabel 2.5.

Tabel 2.6 Hubungan Komponen Kreativitas dengan Pemecahan Masalah

Komponen kreativitas Pemecahan masalah

Kefasihan Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespon sebuah perintah, sehingga siswa menyelesaikan masalah dengan lancar dan benar, serta mampu menyampaikan ide-ide tersebut. Fleksibilitas Siswa memecahkan masalah dalam satu

cara, kemudian dengan menggunakan cara lain. Siswa memadukan berbagai metode penyelesaian.

Kebaruan Siswa memeriksa beberapa metode

70Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif,..., hal. 31


(39)

penyelesaian atau jawaban, kemudian membuat lainnya yang berbeda.

Adapun indikator dari tiap tingkat kreativitas akan disajikan pada tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.7 Penjenjangan Kreativitas

Tingkat Karakteristik

Tingkat 4 Siswa mampu menunjukkan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Atau kebaruan dan fleksibilitas saja dalam memecahkan masalah.

Tingkat 3 Siswa mampu menunjukkan kefasihan dan kebaruan. Atau kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan masalah.

Tingkat 2 Siswa mampu menunjukkan kebaruan atau fleksibilitas dalam memecahkan masalah. Tingkat 1 Siswa mampu menunjukkan kefasihan dalam

memecahkan masalah.

Tingkat 0 Siswa tidak mampu menunjukkan tiga aspek indikator berfikir kreatif.

Anak didik pada tingkat 4 mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu alternatif jawaban atau mampu memunculkan beberapa cara baru untuk menemukan jawaban dengan fasih dan fleksibel. Jika anak didik hanya mampu mendapatkan satu jawaban yang baru tetapi dapat menyelesaikan dengan berbagai cara (fleksibel), maka masih dapat dikategorikan pada tingkatan 4.

Anak didik pada tingkat 3 mampu untuk menemukan suatu jawaban baru dengan fasih, tetapi tidak mampu memunculkan lebih dari satu alternatif jawaban atau tidak mampu memunculkan beberapa cara baru. Jika anak didik dapat menyusun cara yang berbeda (fleksibel) untuk mendapatkan jawaban yang beragam, meskipun jawaban tersebut tidak baru, maka masih dapat dikategorikan pada tingkatan 3.


(40)

Tujuan Pembelajaran Matematika

Logis Analisis Kreatif Kritis Sistematis

Kemampuan Tingkatan

Fasih

Fleksibel Kebaruan Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 5

Analisis Kreativitas

Anak didik pada tingkat 2 mampu membuat suatu jawaban berbeda (baru) meskipun tidak fleksibel maupun fasih. Jika anak didik mampu menyusun berbagai cara penyelesaian yang berbeda meskipun tidak fasih dalam menjawab dan jawaban yang dhasilkan tidak baru, maka masih dapat dikategorikan pada tingkatan 2.

Anak didik pada tingkat 1 fasih dalam menyelesaikan masalah yang beragam, tetapi tidak mampu membuat jawaban yang berbeda (baru), dan tidak dapat menyelesaikan dengan cara yang berbeda.

Anak didik pada tingkat 0 tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Kesalahan penyelesaian suatu masalah disebabkan karena konsep yang terkait dengan masalah, tidak dipahami atau diingat dengan benar.

Pada penelitian ini diharapkan mampu mamberikan deskripsi mengenai tingkat kreativitas siswa kelas X SMK PGRI 1 Tulungagung dalam menyelesaikan soal matematika khususnya pada materi bilangan berpangkat. Kerangka berfikir pada penelitian ini disajikan secara singkat pada skema berikut ini:


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pola atau Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Karena penelitian kualitatif, dimana proses risetnya berawal dari suatu gejala yang telah diobservasi. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati.72 David Williams menuliskan bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Sedangkan Denzin dan Lincoln menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.73 Penelitian kualitatif ini dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik , dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode yang alamiah.74 Penggunaan metode ini di pandang sebagai prosedur penelitian yang diharapkan dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lesan dan

72 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya 2011), hal. 4

73Ibid, hal. 5


(42)

sejumlah orang dan perilaku yang diamati. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Demikian pula metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.75 Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi secara menyeluruh melalui pengumpulan data yang diperoleh. Riset ini tidak mengutamakan berdasarkan populasi atau sampling, bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah dapat menjelaskan suatu fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Di sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data, bukan banyaknya (kuantitas) data.76 Peneliti merupakan pihak yang menentukan jenis data yang diinginkan. Sehingga peneliti menjadi instrumen yang harus terjun langsung di lapangan. Riset ini bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan. Desain riset dapat dibuat bersamaan atau sesudah riset. Desain dapat dirubah atau disesuaikan dengan perkembangan riset. Bahkan untuk riset eksploratif, peneliti sama sekali tidak mempunyai konsep awal tentang apa yang diteliti, hal ini dimaksudkan agar peneliti melakukan riset dalam setting

yang alamiah dan membiarkan peristiwa yang diteliti mengalir secara normal tanpa mengontrol variabel yang diteliti.77

Karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Penelitian kualitatif dilaksanakan pada latar belakang alamiah (konteks)

75 Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, terj. Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 5

76 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana,2006), hal. 58


(43)

2. Manusia sebagai instrument 3. Metode kualitatif

4. Data analisis secara induktif 5. Teori dari dasar

6. Hasil penelitian bersifat deskriptif

7. Lebih mementingkan proses dari pada hasil

8. Adanya permasalahan yang ditentukan oleh batas penelitian 9. Adanya kriteria khusus yang diperlukan untuk keabsahan data 10. Digunakan desain yang sesuai dengan kenyataan lapangan 11. Hasil penelitian sesuai kesepakatan bersama.78

Secara umum, menurut Rachmat riset yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, pertiset adalah instrumen pokok riset.

2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan dilapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter.

3. Analisis data lapangan.

4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, kutipan-kutipan dan komentar-komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai bagian dari penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi sosial.


(44)

6. Subjektif dan hanya berada dalam referensi peneliti. Periset sebagai sarana penggalian interpretasi data.

7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilih-pilih.

8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan individu-individunya.

9. Lebih pada kedalaman daripada keluasan.

10. Prosedur riset: empiris-rasional dan tidak terstruktur.

11. Hubungan antara teori, konsep, dan data yaitu dimana data memunculkan atau membentuk teori baru.79

Grounded Theory adalah pendekatan penelitian kualitatif yang pada mulanya dikembangkan oleh Glaser dan Strauss.80 Pendekatan ini mejelaskan ketika peneliti mulai mengumpulkan data, konsep teoritis inti diidentifikasi. Kemungkinan kaitan dikembangkan antara konsep inti teori dengan data.81 Secara sederhana tahap-tahap pembentukan Grounded Theory ini menurut Glaser dan

Strauss adalah sebagai berikut:

 Suatu usaha awal untuk mengembangkan kategori-kategori yang menjelaskan data

 Suatu usaha untuk menjenuhkan kategori-kategori ini dengan banyak kasus yang layak untuk menunjukkkan relevansinya

 Mengembangkan kategori-kategori ini ke dalam kerangka analitik yang lebih umum dengan relevansi di luar lingkungan yang bersangkutan.82

79 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi,... hal.59

80 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…hal. 26


(45)

Perihal Grounded Theory yaitu teori yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang dijelaskannya. Sehingga teori ini ditemukan, disusun, dan dibuktikan untuk sementara melalui pengumpulan data yang sistematis dan analisis data berkenaan dengan fenomena itu.83 Teknik dan prosedur sistematisnya memungkinkan peneliti untuk mengembangkan teori mendasar yang memenuhi kriteria metode ilmu pengetahuan yang baik, yaitu adanya kebermaknaan, kesesuaian antara teori dan observasi, dapat digeneralisasikan, dapat diteliti ulang, adanya ketepatan dan ketelitian, serta dapat dibuktikan. Walaupun prosedur ini dirancang agar proses analisisnya tepat dan ketat, namun kreativitas peneliti merupakan unsur penting. Kreativitas yang memungkinkan peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan data dan melakukan pembandingan antara pandangan yang baru tentang fenomena dan rumusan teori yang baru pula.84

Pada penelitian ini, jenis Grounded Theory dengan pendekatan kualitatif yang menekankan pada proses dari pada hasil, sehingga hasil yang diperoleh merupakan desain murni sesuai kenyataan yang ada berdasarkan informasi yang diperoleh dalam penelitian dengan memperhatikan indikator-indikator yang digunakan dalam penarikan kesimpulan.

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di SMK PGRI 1 Tulungagung, yaitu Sekolah Menengah Kejuruan yang berlokasi di Jl. PB. Jendral

82 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 174

83 Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, terj. Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien, ..., hal. 10


(46)

Sudirman VII / 1, kelurahan kepatihan Tulungagung. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Lokasi ini menjadi tempat dilaksanakannya penelitian dengan pertimbangan:

1. Kepala Sekolah dan guru cukup terbuka untuk menerima pembaharuan dalam pendidikan, terutama hal-hal yang mendukung dalam proses belajar mengajar. Hal ini dimaksudkan sebagai proses evaluasi dalam rangka mendeskripsikan kreativitas anak didik dalam memecahkan masalah matematika pada materi bilangan berpangkat guna mencari solusi dari suatu permasalahan.

2. Penelitian terkait kreativitas diperlukan dalam belajar matematika khususnya dalam pemecahan masalah pada bilangan berpangkat untuk meningkatkan kreativitas anak didik.

3. Di SMK PGRI 1 Tulungagung belum pernah diadakan penelitian tentang analisis kreativitas anak didik dalam pemecahan masalah bilangan berpangkat.

Subjek penelitian yang dipilih adalah kelas X Administrasi Perkantoran. Karena pada kelas X Administrasi Perkantoran semester ganjil sedang dilaksanakan pelajaran dengan meteri Bilangan berpangkat. Selain itu, siswa kelas X Administrasi Perkantoran masih merasa kesulitan dalam pemecahan masalah matematika terutama pada materi bilangan berpangkat.

C. Kehadiran Peneliti

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu penelitian mengenai “Analisis Kreativitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Bilangan Berpangkat


(47)

Pada Kelas X SMK PGRI 1 Tulungagung”, maka peneliti di sini berperan mutlak dalam proses penelitian, sehingga kehadiran peneliti dilapangan sangat diperlukan sebagai mana peranan peneliti sebagai instrumen utama dalam mengamati gejala-gejala yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.85 Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Peneliti sekaigus, merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya.86

Ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen: 1. Responsif

2. Dapat menyesuaikan diri 3. Menekankan keutuhan

4. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan 5. Memproses data secepatnya

6. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan

7. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim.87 Berdasarkan ciri-ciri diatas, maka peneliti merespon semua fenomena yang terjadi dilapangan, sehingga peneliti mampu mandapatkan informasi atau data. Peneliti juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang menjadi tempat penelitian, sehingga akan lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan dalam proses pengumpulan data. Peneliti menekankan pada keutuhan. Pandangan yang

85 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…hal .9

86Ibid, hal. 168


(48)

menekankan keutuhan ini memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memandang konteksnya di mana ada dunia nyata bagi subjek dan responden. Peneliti berkepentingan dengan konteks dalam keadaan utuh pada setiap kesempatan. Sehingga kesempatan bagi peneliti mempunyai arti tersediri. Peneliti berperan sebagai pengumpul data dengan menggunakan berbagai metode, tentu saja sudah dibekali dengan pengetahuan- pengetahuan. Peneliti secara cepat memproses data yang diperoleh, dan menyusunnya kembali untuk melakukan tindakan selanjutnya. Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjek dari belakang kaca sedang subjeknya sama sekali tidak mengetahui apakah mereka sedang diteliti.88

Kedudukan peneliti sebagai pengamat partisipan dalam penelitian ini. Peneliti melakukan observasi awal pada saat melakukan pembelajaran dikelas untuk menentukan gejala-gejala yang muncul dari anak didik yang menarik untuk diteliti, sehingga peneliti berpartisipasi dalam pembelajaran sekaligus sebagai pengamat penuh, yang kemudian peneliti melakukan klasifikasi permasalahan untuk meruncingkan gejala yang ada, sehingga muncul suatu fokus penelitian. Berdasarkan fokus penelitian yang diperoleh, peneliti mulai menggali informasi yang akan dijadikan bahan analisis sesuai indikator yang akan diteliti.

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data deskriptif berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan langkah-langkah penyelesaian soal yang dikerjakan oleh siswa kelas X Kelompok Administrasi Perkantoran di SMK PGRI 1 Tulungagung. Pertama peneliti melakukan Tes 1 yang selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan analisis untuk dipadukan dengan hasil observasi awal.


(49)

Sumber data primer diperoleh dari Tes 2 sebagai data pembanding Tes 1,

sekaligus sebagai dasar pertimbagan konsistensi dari data yang diperoleh pada saat melakukan observasi. Berdasarkan observasi, tes 1, dan tes 2 didapatkan suatu informasi mengenai kualitas hasil belajar awal anak didik terhadap materi bilangan berpangkat. Pada tahap selanjutnya sumber data sekunder akan dilakukan dengan wawancara . Subyek penelitian dalam penelitian ini difokuskan pada siswa kelas X Administrasi perkantoran SMK PGRI 1 Tulungagung, dan subyek penelitian tersebut diambil 12 anak yang terdiri dari 3 anak berkemampuan tinggi yang cakap materi, 3 anak berkemampuan tinggi yang cakap materi dan cakap komunikasi, 3 anak berkemampuan sedang yang cakap materi, serta 3 anak berkemampuan sedang yang cakap materi dan komunikasi untuk dijadikan sebagai subyek wawancara.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data, hal ini dilakukan untuk memperoleh data berupa langkah-langkah prosedural secara tertulis dari penyelesaian soal, serta penjabaran langsung mengenai prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan soal, dan yang kemudian akan didukung dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti. Teknik-teknik yang digunakan yaitu:

a. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap aktifitas anak didik dalam menyelesaikan masalah matematika yang berkaitan dengan bilangan berpangkat, diupayakan tanpa mengganggu aktifitas anak didik. Dalam hal ini peneliti mencermati gejala-gejala yang muncul dalam proses pengerjaan soal. Misalnya mengenai kendala yang dialami oleh anak didik dalam


(50)

memahami soal, kesulitan mencari solusi, serta informasi-informasi penting lainnya yang perlu dicatat dan dicermati oleh peneliti sehingga mendapat informasi yang terarah demi keperluan analisis data sesuai dengan fokus penelitian.

b. Tes

Peneliti memberikan suatu tes untuk mengumpulkan informasi tentang anak didik terhadap proses penyelesaian materi bilangan berpangkat dengan begitu dapat dilihat cara pengerjaan anak didik pada materi tersebut. Bentuk tes yang rencananya digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian (Esay) karena dapat mempermudah peneliti dalam mengidentifikasi permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Beberapa tes digunakan untuk mengetahui konsistensi dari kemampuan anak didik, dalam arti bahwa anak didik mengerjakan soal tes benar-benar dengan kemampuannya sendiri. Pertama peneliti malakukan tes 1 untuk mengetahui kemampuan awal anak didik. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan anak didik dalam memahami materi bilangan berpangkat dan refleksi untuk tindakan berikutnya. Kedua peneliti melakukan tes 2 sebagai bahan pembanding dari tes 1 dan juga untuk menjaga konsistensi kemurnian kreativitas yang dituangkan anak didik dalam menyelesaikan tes. Selanjutnya tes 2 digunakan sebagai dasar penggalian data ketika melakukan wawancara.

c. Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara periset yaitu orang yang berharap mendapatkan informasi dan informan yaitu orang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek.89 Pada penelitian ini


(51)

dilakukan wawancara secara mendalam untuk menggali informasi. Wawancara mendalam adalah suatu cara pengumpulan data atau informasi dengan cara langsung tatap muka dengan informan agar mendapat data lengkap dan mendalam.90 Peneliti melakukan wawancara sepintas dengan anak didik ketika proses pembelajaran dikelas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman anak didik secara umum, kesulitan-kesulitan yang dialami anak didik dalam menyelesaikan soal. Selanjutnya Peneliti akan melakukan wawancara mendalam dengan 12 anak didik yang diantaranya berkemampuan tinggi, dan sedang. Pengambilan subyek wawancara ditentukan berdasarkan nilai tes 1, hasil observasi dan pertimbangan peneliti dengan guru mata pelajaran matematika kelas X Administrasi perkantoran mengenai siswa yang mudah diajak komunikasi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa beberapa anak tersebut sudah mewakili dari objek yang akan diteliti.


(52)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya manjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola.91 Sehingga dapat diikhtisarkan hal yang penting untuk diceritakan dan dapat dipelajari oleh orang lain. Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah:

1. Mengumpulkan, memilah-milah, dan mengklasifikasi permasalahan yang dialami anak didik dalam menyelesaikan soal bilangan berpangkat

2. Mencatat hal yang menghasilkan catatan lapangan

3. Analisis domein yaitu pengamatan data atau catatan lapangan

4. Menandai kata kunci yang ditemukan dalam hasil pekerjaan anak didik 5. Mempelajari kata kunci

6. Analisis komponen yaitu melakukan wawancara terpilih untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui pengujian sejumlah pertanyaan yang kontras

7. Analisis taksonomi yaitu melakukan pengamatan dan wawancara terfokus berdasarkan fokus yang telah dipilih. Membuat temuan-temuan umum dari wawancara. Jadi wawancara pada penelitian ini tidak hanya sebagai proses mencari data, tetapi juga sebagai teknik analisis terhadap data tertulis maupun data observasi.

8. Analisis tema sebagai upaya untuk memahami secara holistik pemandangan dari objek yang diteliti. Pada penelitian ini dapat diartikan sebagai upaya mengetahui tingkat kreativitas anak didik, sebagaimana yang dijenjangkan oleh Siswono pada tabel 2.6.


(1)

(2)

(3)

237 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Edi Purwanto NIM : 3214103061

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Tadris Matematika (TMT)

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pemikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Tulungagung, Maret 2014 Yang Membuat Pernyataan

EDI PUWANTO 3214103061


(4)

BIOGRAFI PENULIS

Penilis skripsi ini adalah salah satu mahasiswa IAIN Tulungagung yang bernama Edi Purwanto. Penulis lahir di Sragen Jawa tengah pada tanggal 15 Desember 1991. Penulis asli berasal dari kota Sragen. Penulis putra dari Ahmad Robi dan Satiyah, penulis anak pertama dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan dimulai dari pendidikan di Taman kanak-kanak (TK) Pertiwi selama satu tahun. Kemudian melanjutkan di SDN Karangudi 2, Kecamatan Ngrampal, kabupaten Sragen. Lulus dari Sekolah dasar, kemudian melanjutkan di SMPN 2 Sragen. Setelah lulus SMP, penulis melakukan hijrah dari Sragen ke Tulungagung tepatnya pada tahun 2007, dan melanjutkan di SMAN 1 Kedungwaru. Meskipun pendatang baru di Tulungagung, penulis ditunjuk sebagai Sekretaris Umum OSIS SMAN 1 Kedungwaru. Pengalaman lain dari penulis yaitu sebagai Ketua kelas sejak SD sampai Kuliah. Kemudian pada tahun 2010 melanjutkan di STAIN Tulungagung yang pada akhir tahun 2013 berubah status menjadi IAIN Tulungagung. Penulis


(5)

239 mempunyai makanan favorit kering tempe. Pelajaran favorit adalah matematika. Cita-cita ingin menjadi Dosen dan pengusaha Kacamata untuk membuka peluang pekerjaan bagi orang lain. Pengalaman organisasi penulis tidak banyak. Sewaktu SMA terpilih menjadi Sekretaris Umum OSIS SMAN 1 Kedungwaru.

Penulis memulai pengalaman mengenal dunia kerja dimulai sejak kelas 3 SD. Yaitu ikut membantu ayah membuat alat-alat pertanian (pandhe). Pengalaman itu berjalan kira-kira sampai kelas 2 SMP. Penulis juga pernah menjadi penjahit sepatu pada kelas 4 SD, untuk menabung guna membeli sepatu sepak bola, karena penulis mempunyai hobi sepak bola. Pada tahun 2007 penulis dengan berat hati harus meninggalkan orang tua di Sragen dan berhijrah ke Tulungagung untuk melanjutkan Sekolah dan bekerja di Tulungagung untuk mencari biaya sekolah. Peneliti mulai ikut bekerja di perusahaan kacamata (optik) yang dimiliki oleh pamannya. Proses belajar di optik dimulai sejak kelas 1 SMA. Pengenalan bidang optik berjalan kurang lebih 2 tahun. Kemudian saat kelas 3 SMA sekarang mulai dipercaya menjadi taknisi pemasangan lensa kacamata di Optik Jaya.


(6)