EMPLOYEE ENGAGEMENT DAN COMMITMENT STUDI

EMPLOYEE ENGAGEMENT DAN COMMITMENT: STUDI KASUS PADA PT
UNILEVER INDONESIA TBK

Abstrak

Dalam mewujudkan visi dan misi sebuah perusahaan, tentunya karyawan sebagai aset perusahaan memiliki
peranan penting tersendiri. Hal ini karena karyawan yang terbagi di dalam setiap unit kerja menjalankan
perannya masing-masing supaya kegiatan perusahaan berjalan semestinya. Adapun di balik semua itu, employee
engagement dan commitment menjadi penentu atas baik buruknya revenue di dalam perusahaan. Sebagai salah
satu perusahaan logistik PT Unilever Indonesia yang menampilkan perilaku yang engage.
Kata Kunci : Commitment, Engagement, Peran.

I.

I.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kenyamanan dalam bekerja

merupakan dambaan setiap karyawan di
dalam sebuah perusahaan. Perusahaan
sebagai
tempat
mereka
bekerja
merupakan
sebuah
sarana
demi
berkembangnya kinerja yang lebih baik.
Secara langsung maupun tidak langsung,
mereka juga terikat oleh peraturan dan
tata tertib yang wajib ditaati untuk
menjelaskan job description-nya. Tetapi
dalam perjalanannya, terdapat konflik
yang dialami masing-masing karyawan
baik pribadi, maupun sesama karyawan.
Hal ini akan berpengaruh terhadap
perilaku engaged dan komitmen

terhadap perusahaan.
Terkait dengan hal tersebut
perilaku engage ini senada dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Jack
dan Suzy Welch (2006) bahwa karyawan
yang engage di dalam pekerjaan mereka
dan berkomitmen terhadap organisasi
dan memberikan keunggulan komparatif
termasuk produktifitas yang tinggi dan
resiko pergantian karyawan yang

rendah.
Jika
dikaitkan
dengan
keunggulan komparatif maka terdapat
korelasi
dengan
pendapat
yang

dikemukakan oleh J Joshi dan Sodhi
(2011) bahwa jangka waktu keterlibatan
(engage) karyawan, berkaitan dengan
produktifitas,
profitabilitas,
retensi
karyawan, keamanan, dan kepuasan
pelanggan. Dari kedua pendapat yang
dikemukakan oleh kedua tokoh tersebut
maka dapat dilihat bahwa hasil yang
baik dan maksimal bagi perusahaan
merupakan tujuan utama.
Terkait dengan meningkatkan
keunggulan komparatif perusahaan juga
sebanding dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Linsdey Havill
(2010) mengenai komponen-komponen
yang harus dimiliki di dalam employee
engagement. Adapun komponen tersebut
adalah (a) think (berfikir). Kunci di

dalam employee engagement adalah
komitmen. Komitmen di sini adalah
komitmen terhadap tim, pekerjaan,
manajemen, dan faktor unik yang tidak
dimiliki antar karyawan yaitu cara
berfikir kritis. Selain itu, seorang
karyawan harus mencitai apa yang
mereka lakukan di organisasi dimana
tempat ia bekerja dan dengan siapa ia
1

bekerja. (b) feel (perasaan). Aspek ini
membahas
mengenai
kenyamanan
karyawan. Hal ini dapat dilihat melalui
nilai apa yang dimiliki karyawan
sebagaimana
karyawan
tersebut

mengetahui
bahwa
perusahaan
membutuhkan
dirinya
sebagai
karyawan. Hal ini dapat menentukan
engagement seorang karyawan terhadap
perusahaan. (c) act (perilaku). Aspek ini
membahas mengenai bagaimana sikap
atau perilaku karyawan di dalam
membantu rekan kerja. Selain itu, sikap
seorang karyawan yang tidak engage
terhadap perusahaan, maka akan
berdampak kepada kinerja.
Terkait dengan aspek – aspek apa
saja yang harus ada di dalam employee
engagement tersebut, ada kaitannya
dengan hasil (result) yang di dapatkan.
Adapun hasil yang di dapatkan adalah

berupa dua aspek yang harus ada,
pertama (a) retention (retensi). Di
dalam suatu perusahaan atau organisasi,
idealnya
ketika
manajemen
meningkatkan kinerja suatu karyawan
sebanding
dengan
peningkatan
retensinya. Kedua (b) performance
(kinerja). Kinerja tidak hanya diartikan
sebagai kinerja pribadi, tetapi juga
sebagai
kenyamanan
karyawan,
pelanggan yang loyal, profit yang tinggi,
pertumbuhan
pendapatan,
dan

keberlanjutan perusahaan.
Mengacu
pada
penjelasan
mengenai konsep employee engagement
dan commitment tersebut, maka di dalam
penelitian ini akan dibahas mengenai
employee engagement dan commitment
di PT Unilever Indonesia, Tbk. Pada
akhir pembahasan ini akan terlihat
seberapa
efektif
dan
efisienkah
penerapan employee engagement dan

commitment disana. Berdasarkan fakta
di lapangan terdapat permasalahan
mengenai tenaga kerja. Permasalahan
tersebut adalah mogok kerja yang

dilakukan oleh pegawai PT Unilever
Indonesia Tbk pada (Oktober 2013).
Permasalahan tersebut adalah ketidak
konsistenan PT Unilever Indonesia Tbk
terhadap UU No 13 Tahun 2003
mengenai tenaga kerja outsourcing.
Jika dilihat dari segi employee
engagement dan commitment, ketika
karyawan/pegawai
komit
terhadap
perjanjian kontrak outsourcing, PT
sendiri tidak melaksanakan sesuai
dengan hak pegawai, oleh karena itu
terjadi bentrok antar kedua belah pihak,
yaitu antar pegawai dan manajemen PT.
Menurut company profile PT Unilever
Indonesia Tbk, mengenai hak-hak buruh
dan
masalah

kepegawaian
(
http://www.unilever.co.id/id/sustainableliving/ourpeople/) menyatakan bahwa
Pendekatan Unilever terhadap hak - hak
buruh dan pegawai diatur dalam Kode
Etik Prinsip Kebijakan Perusahaan. Kita
salah satu penandatangan UN Global
Compact
mendukung
konvensi
Organisasi Buruh Sedunia dan terus
membangun
pendekatan
inklusif
mengenai hak-hak asasi manusia
berdasarkan aturan Ruggie. Meskipun
demikian sejumlah masalah tetap
bermunculan. Dalam kurun waktu 3
tahun terakhir kita menghadapi berbagai
permasalahan mengenai kontrak kerja

buruh di Pakistan, isu organisasi buruh
di India yang melontarkan tuduhan
tentang perekrutan buruh anak anak di
Madagascar (untuk vanilla).
Berbagai isu yang muncul
tidaklah
mengherankan
mengingat
besarya bisnis Unilever dan tersebar
2

diseluruh
dunia.
Masalah
yang
dimonitor akan dikelola sampai ke level
posisi top management sehingga bisa
diselesaikan. Isu tuduhan tentang buruh
anak diselesaikan dengan cepat dan isu
buruh di Pakistan juga bisa diselesaikan

dengan mediasi melalui OECD.
Selain itu, kasus di lapangan
terkait dengan PT Unilever Indonesia
Tbk adalah masalah estetika (2006).
Pada watu itu, perusahaan melihat suatu
kebutuhan konsumen yaitu pembelian
terhadap produk-produk anti penuaan.
Perusahaan memerlukan SDM yang
berkompeten dalam bidang laser
professional. Adapun dengan perekrutan
tenaga baru tersebut nantinya akan
membawa dampak engagement terhadap
karyawan PT Unilever itu sendiri.
(http://www.unilever.co.id/id/innovation/
collaborating/aesthetics/ ).
Adapun penelitian terdahulu
berjudul Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Employee Engagement
di Badan Pengawas Obat dan Makanan
= Analisis of The Factor That Affecting
The Employee Engagement in The
National Agency of Drug and Food
Control karya Yan Hermawan yang
merupakan alumnus Magister Ilmu
Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia 2012.
Penelitian ini membahas mengenai
pengaruh
budaya
organisasi,
kepemimpinan, dan kompensasi dan
lingkungan kerja terhadap employee
engagement di Badan Pengawas Obat
dan Makanan. Selain itu, penelitian
sebelumnya yang serupa pula yaitu
mengenai Analisis Pengaruh Budaya
Organisasi
Terhadap
Employee
Engagement : Studi Kasus Pada PT
Bursa Efek Indonesia karya Ni Wayan

Yadnyawati yang merupakan alumnus
Magister Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia 2012. Penelitian
ini membahas mengenai pengaruh
budaya organisasi terhadap employee
engagement di PT Bursa Efek Indonesia
(BEI) melalui analisis pengaruh sub
variabel budaya organisasi sesuai
dengan Organizational Culture Model
dari Daniel R. Selain itu, terdapat
penelitian terdahulu berjudul Analisis
Kepuasan Pelanggan dan Karyawan
Pada Hotel X dengan Metode Human
Sigma yang telah dilakukan oleh
Triyono dan merupakan alumnus
program Sarjana Teknik Industri
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
2011. Penelitian ini membahas mengenai
cara mempertahankan konsumen melalui
metode
Human
Sigma
guna
meningkatkan kinerja keuangan hotel x,
Adapun perbedaan dengan penelitianpenelitian tersebut adalah penelitian ini
akan membahas mengenai employee
engagement dan commitment di PT
Unilever Indonesia Tbk secara umum.
I.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang
telah di bahas sebelumnya, adapun
rumusan masalah dalam penelitian Ini
adalah bagaimana penerapan employee
engagement dan commitment di PT
Unilever Indonesia Tbk.
I.3

Tujuan Penelitian

Terkait dengan rumusan masalah
yang telah dijelaskan pada paparan
sebelumnya, maka tujuan penelitian
yang ingin diketahui adalah penerapan
employee engagement dan commitment
di PT Unilever Indonesia Tbk.
I.4

Manfaat Penelitian
3

Sehubungan dengan penelitian di
atas, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan, hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan manfaat, antara lain :
a.

Manfaat Akademis

Dalam manfaat akademis,
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi pada pengembangan ilmu
manajemen terutama dalam hal
employee
engagement
dan
commitment.
b.

Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat
bermanfaat
untuk
memberikan
masukan bagi PT Unilever Indonesia
Tbk dalam meningkatkan kinerja
dalam rangka pembuatan kebijakan
dan keputusan mengenai employee
engagement dan commitment juga
meningkatkan revenue.

II TINJAUAN TEORITIS

2.1

Kajian Pustaka

Pada bagian ini, akan dibahas
mengenai teori apa saja yang akan
dibahas sebagai acuan pada analisis
dan pembahasan.Adapun teori-teori
yang dibahas di dalam penelitian ini
adalah
mengenai
employee
engagement dan commitment.
Employee Engagement and
Commitment
Kata "engagement" jika disadur
dalam bahasa Inggris maka akan
sedikit ada perbedaan persepsi. Dalam
bahasa Inggris, kata "engagement"

sendiri sering kali digunakan untuk
melambangkan
status
ikatan
pertunangan antara laki-laki dan
perempuan. Namun dalam terminologi
"employee
engagement"
yang
perkenalkan oleh Gallup, engagement
diartikan sebagai status "keterikatan"
(dalam arti positif) seorang Karyawan
terhadap lingkungan kerja atau
perusahaan tempatnya bekerja.
Yang dimaksud dengan kondisi
keterikatan tersebut adalah kondisi
dimana seorang Karyawan merasa
mempunyai ikatan yang sangat spesial
dengan lingkungan kerjanya, dan olah
karena itu Karyawan tersebut akan
dengan sukarela akan melakukan apa
pun untuk kemajuan perusahaannya
dengan terus berkontribusi secara
optimal.
Dalam meningkatkan antusiasme
dalam bekerja, diperlukan suasana
kerja yang positif pula sehingga
karyawan dapat berperilaku engaged
sehingga dapat meningkatkan revenue
bagi
perusahaan.
Selain
itu,
kenyamanan ini akan terasa bagi
individu pribadi apabila sudah
engaged.
Menurut Fifie Nurofia (2009)
menyatakan
bahwa
employee
engagement memperlihatkan seberapa
besar karyawan mengidentifikasikan
diri dengan pekerjaannya dan secara
emosional
komit
terhadap
pekerjaannya,
dan
memiliki
kemampuan sumber daya untuk
melakukan pekerjaannya. Adapun
menurut Surya Prakash Pati & Pankaj
Kumar (2010) mengenai employee
engagement
merupakan
suatu
pemberdayaan yang berkaitan dengan
peran manajemen.
4

Selain itu, terkait dengan
employee engagement, menurut Macey
(2009)
sebagai
behavioural,
engagement dapat dilihat oleh orang
lain dalam bentuk perilaku yang
merupakan hasil dari perasaan
antusiasme, focus, dan energized.
Karyawan yang engaged akan terlihat
sebagai berikut.
a. Mereka akan berpikir secara
proaktif, mereka mengantisipasi
opportunities untuk melakukan
tindakan dengan cara yang
sesuai atau selaras dengan
tujuan organisasi.
b. Mereka
akan
meluaskan
pemikiran mereka mengenai
apa yang perlu dilakukan
sehubungan dengan terjadinya
perubahan tuntutan pekerjaan
dan meluaskan peran agar
sesuai
dengan
tuntutan
pekerjaan yang baru ini.
Mereka tidak terpaku pada
pekerjaannnya
sebagaimana
tercantum pada job description,
tetapi mereka focus terhadap
tujuan yang ingin mereka capai
yang
konsisten
dengan
keberhasilan perusahaan. Jadi
mereka bisa melakukan sesuatu
yang baru yang diperlukan dan
tidak
mempermasalahkan
apakah itu merupakan bagian
dari pekerjaannya.
c. Mereka
secara
aktif
menemukan
cara
untuk
memperkaya skills mereka,
yang konsisten dengan peran
mereka dalam organisasi dan
misi organisasi. Artinya mereka
mengembangkan diri tidak

hanya
untuk
kepentingan
mereka sendiri tetapi mereka
mengembangkan diri untuk
dapat memberi kontribusi yang
lebih efektif kepada organisasi.
Dalam hal ini eksekutif tidak
butuh untuk mengingatkan,
mendorong karyawan untuk
melakukan pekerjaannya tetapi
mereka mengerjakannya tepat
pada waktunya.
d. Karyawan ‘presist’ (konsisten
berjuang)
bahkan
ketika
mereka menghadapi hambatan,
misalnya ketika segala sesuatu
menjadi tidak mudah, tidak
sebagaimana
yang
direncanakan,
dan
atau
menghadapi
situasi
yang
ambigu. Dalam hal ini eksekutif
tidak
butuh
untuk
mengingatkan,
mendorong
karyawan untuk melakukan
pekerjaannya tetapi mereka
mengerjakan pada waktunya.
e. Mereka
akan
beradaptasi
terhadap perubahan. Artinya
mereka akan beradaptasi ketika
situasi membutuhkannya.
Selain bagaimana mengetahui
karyawan engaged terhadap perusahaan,
adapun teori Human Sigma yang
diperkenalkan oleh John H Fleming, C
Coffman dan James K.Harter (2005)
yang digunakan untuk menilai mutu
interaksi karyawan dan para pelanggan
serta aspek pengelolaan dan perbaikan
hubungan keduanya.
Berikut merupakan tingkatantingkatan mutu interaksi di dalam
Human Sigma di dalam employee
engagement.
5

P
a
s
s
i
o
P rn
id e
In t e g r it y
C o n fi d e n t

1. Confidence
Pada dimensi ikatan emosional,
dimensi
yang
pertama
dan
fundamental adalah dimensi dimana
level ikatan emosional yang lebih
tinggi
dibangun.
Tapi
jika
confidence atau dalam bahasa
Indonesia
dapat
disebut
kepercayaan, tidak dapat berdiri
sendiri untuk membangun hubungan
jangka panjang dengan pelanggan.
Dimensi ini menunjukkan tingkat
menunjukkan tingkat kepercayaan
pelanggan
pelanggan
terhadap
perusahaan. Apakah perusahaan
selalu memberikan produk atau jasa
sesuai dengan apa yang dijanjikan
akan
menentukan
tingkat
kepercayaan pelanggan tersebut.
Dimensi inilah yang pertama kali
harus dibangun oleh perusahaan.
2. Integrity
Integritas merupakan salah satu
kunci dalam menentukan employee
engagement.
3. Pride
Pride
adalah
dimensi
yang
menunjukkan tingkat kebanggaan
pelanggan terhadap produk atau jasa
suatu perusahaan, atau terhadap
perusahaan itu sendiri. Pelanggan
yang merasa bangga sebagai

pelanggan suatu produk atau jasa
bukan karena apa perusahaan
katakan mengenai produk atau jasa
mereka, tetapi Karena apa yang
dirasakan sendiri oleh pelanggan
terhadap produk atau jasa mereka.
Hal ini menunjukkan pula bentuk
tampilan atau image dari kualitas
produk atau jasa suatu perusahaan
dimata pelanggan.
4. Passion
Karyawan
merasa
bahwa
perusahaan ini adalah perusahaan
satu-satunya dan perusahaan terbaik
yang ada untuk dirinya guna
membangun karir dan masa depan
hingga memasuki usia pensiun.
Dalam human sigma, terdapat 4
istilah yang digunakan untuk
menggambarkan
4
dimensi
employee engagement yaitu :
1. What Do I Get
Artinya "Apakah yang saya
dapatkan?", Dimensi ini biasa
disebut dengan basic need.
Kebutuhan dasar atau basic
need merupakan landasan utama
dari
pembentukan
ikatan
emosional pegawai dengan
perusahaan.
Dimensi
ini
menunjukkan apakah pihak
perusahaan menyediakan alat
atau material yang diperlukan
oleh
karyawan
dalam
menjalankan tugasnya. Selain
itu, menunjukkan sejauh mana
pemahaman karyawan mengenai
apa yang diharapkan darinya
oleh
perusahaan
dalam
pekerjaannya.
6

Hal ini merupakan pertanyaan
dasar yang menanyakan tentang
hal-hal dasar (basic needs) yang
dibutuhkan
oleh
seorang
Karyawan untuk berkontribusi
kepada perusahaan. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut,
biasanya dilakukan dengan
memberikan 2 (dua) pertanyaan
kunci berikut:
1. "I know what is expected of
me at work?" atau diartikan
"saya tahu yang diharapkan
dari pekerjaan saya".
Pertanyaan ini menggambarkan
apakah
Karyawan
yang
bersangkutan sudah mengetahui
main
responsibility,Key
Performance Indicator (KPI),
dan Job Scope. Semua hal
tersebut, bisa dijelaskan jika
Karyawan yang bersangkutan
sudah
mempunyai
dan
memahami job descriptions
yang jelas atas posisi dan/atau
jabatan yang diembannya saat
ini.
2. "Saya memiliki materi dan
peralatan
(materials
and
equipment) yang saya perlukan
untuk bekerja dengan benar?"
Pertanyaan ini menggambarkan
apakah Karyawan sudah cukup
diberikan/dibekali
dengan
materi
materi
atau
perlengkapan atau peralatan
yang dibutuhkan untuknya
dapat
melaksanakan
pekerjaannya. Materi dan/atau
perlengkapan tersebut dapat
berupa material fisik (seperti :
kendaraan bermotor, computer

atau laptop, handphone atau
alat komunikasi, hingga sekedar
alat dan atau media tulis), atau
berupa
material
berupa
informasi atau pengetahuan
dasar maupun spesifik yang
dibutuhkan terkait posisi atau
pekerjaannya (seperti product
knowledge,
policy
and
procedure, dan lain - lain).

2. What Do I Give
"Apa
yang
dapat
saya
berikan?", apakah kontribusi
yang sudah Karyawan berikan
mendapatkan tanggapan atau
dukungan yang setimpal dari
manajemen
perusahaan
(management support). Untuk
mengidentifikasi sejauh mana
management support tersebut
sudah dilakukan perusahaan
bagi
Karyawannya,
maka
beberapa hal yang perlu
ditanyakan antara lain :
3. "Do what I do best every
day?" – (sudahkan saya)
melakukan yang terbaik yang
bisa saya lakukan setiap hari?
Hal ini juga mengarah kepada
ukuran apa yang bisa digunakan
untuk
mengetahui
tingkat
kontribusi Karyawan dalam
bekerja (seperti NOA, AUM,
Risk based, BSC, KPI, Service
level, dan lain-lain)
4. "(is there any), recognition
in last seven days?" – apakah
ada pengakuan atas kinerja
dalam 7 hari terakhir?
7

5. "(is) supervisor/someone at
work
cares?"

apakah
atasan/rekan kerja perduli?
6. "(is there someone giving)
encourages (motiavation for)
development?" – seorang rekan
kerja
memotivasi
perkembangan saya.
Untuk poin pertanyaan no. 4, 5
dan 6, hal terkait dengan
program penghargaan atas
kontribusi
baik
Karyawan
kepada
perusahaan,
serta
perhatian
atasan
dan
kemampuan coaching bagi
Karyawan yang berkinerja baik.
Dimensi ini disebut juga
sebagai individual contribution.
Dimensi ini menunjukkan besar
kontribusi karyawan kepada
perusahaan. Apakah karyawan
telah memberikan hasil kerja
yang terbaik mereka setiap
harinya. Selain itu, peran atasan
juga
diperhitungkan
pada
dimensi ini, bagaimana tingkat
kepedulian mereka terhadap
para karyawan, seperti bentuk
korelasi atau motivasi. Rekan
kerja dan atasan yang selalu
mendorong untuk melakukan
pekerjaan terbaik dan lebih baik
lagi.
3. Do I Belong

diterima didalam tim kerjanya?
atau pada sisi lain akan
menunjukkan sejauh mana
kerjasama
tim
terjadi
(teamwork).
Untuk
mengidentifikasinya, beberapa
poin pertanyaan yang bisa
ditanyakan adalah:
7. "(is) my opinions count?"
(apakah) di tempat kerja,
pendapat saya dihargai?
8. "(what is) mission/purpose of
company?" apakah misi/tujuan
perusahaan?
9. "(are) co-workers committed
to quality?" – apakah rekan
kerja berkomitmen terhadap
kualitas?
10. "(do I have) best friend" –
(apakah) saya memiliki sahabat
di tempat kerja?
Dimensi ini lebih menunjukkan
pada faktor lingkungan kerja
atau faktor eksternal selain
karyawan itu sendiri, seperti
rekan kerja, atasan, sahabat,
serta visi dan misi perusahaan.
Apakah
kesemuanya
itu
memberikan pengaruh positif
terhadap hasil kerja karyawan
yang lebih baik. Apakah
karyawan merasa dianggap
sebagai bagian dari kontribusi
bagi perusahaan.
4. How Can We Grow

Pada tingkatan ini, pertanyaan
ditujukan
untuk
mengidentifikasi
apakah
seorang Karyawan benar-benar

Untuk tingkatan yang terakhir
ini, pertanyaan dilakukan untuk
mengidentifikasi
apakah
perusahaan mempunyai atau
8

memberikan
program
dan
kesempatan
berkembang
kepada setiap Karyawannya
dan bagaimana kaitan hal itu
terhadap
pertumbuhan
perusahaan secara keseluruhan
(overall
growth).
Untuk
mengidentifikasi hal tersebut,
pertanyaan yang dapat diajukan
adalah:
11. "(is there any) progress in
last six months?" – (apakah
ada) kemajuan dalam 6 bulan
terakhir?
12. "(is there any) opportunity
to learn and growth" – (apakah
ada) kesempatan untuk belajar
dan berkembang?

Dimensi ini lebih mengarah
pada peran dari perusahaan
terhadap
kemajuan
karyawannya. Ini menunjukkan
sejauh
mana
perusahaan
memberikan kesempatan bagi
karyawannya
untuk
berkembang. Berkembang di
sini
adalah,
apakah
ada
kesempatan karyawan untuk
belajar guna meningkatkan
kompetensi
mereka
dalam
bekerja. Selain itu, kesempatan
apakah
ada
kesempatan
karyawan
untuk
mengembangkan jenjang karir
mereka. Peran serta perusahaan
inilah yang akan membantu
proses pembentukan dimensi ini
demi terciptanya employee
engagement.

Adapun
secara
konseptual,
terbentuknya karyawan yang engaged
dijelaskan melalui skema Antecendents
& Consequences menurut Macey (2009)
adalah sebagai berikut. (Lampiran 1).
Berdasarkan
model
tersebut,
engagement memiliki 2 faset yaitu faset
psikologis dan behavioural. Faset
psikologis berkaitan dengan perasaan
karyawan (feel) sehingga karyawan
focus, intense, antusias; dan behavioural,
berkaitan dengan apa yang karyawan
lakukan sehingga mereka terlihat
persistent (konsisten berjuang), mampu
beradaptasi, dan proaktif.
Seperti terlihat pada skema yang
telah dilampirkan, engagement juga
berperan dalam menurunkan resiko
perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena
karyawan lebih berdedikasi untuk
menciptakan nilai lebih bagi organisasi,
lebih konsisten dalam interaksinya
dengan pelanggan dan stakeholder lain,
dan tidak berkeinginan untuk keluar dari
perusahaan.
Berikut ini merupakan 4 mengenai
paparan pada setiap kotak pada skema.
a. High
Performance
Work
Environments : 4 Prinsip untuk
menciptakan
karyawan
yang
engaged
Adapun terhapad 4 faktor kunci yang
merupakan 4 prinsip dasar dari
engagement
1. Karyawan memiliki
untuk engaged

kapasitas

Karyawan dapat engaged jika
mereka memiliki motivasi autonomi
dan kompetensi. Dalam hal ini,
organisasi memberikan kontribusi
9

dan
fasilitas
energy
dengan
memberikan
informasi
yang
karyawan butuhkan agar dapat
melaksanakan
tugasnya
dengan
berhasil,
juga
memberikan
kesempatan belajar dan memberi
feedback sehingga para karyawan
dapat mengembangkan rasa percaya
diri, juga memberikan dukungan
kepada
karyawan
untuk
memperbaharui
level
personal
energy-nya melalui keseimbangan
antara kehidupan kerja dan kehidupan
personal.
Terkait dengan hal tersebut, maka
prinsip pertama dari engagement
yaitu “Engagement membutuhkan
lingkungan kerja yang tidak hanya
menuntut lebih, tetapi terdapat
peluang untuk berbagi informasi,
memberikan kesempatan belajar, dan
menjaga
keseimbangan
pada
kehidupan
personal
karyawan,
dengan menciptakan dasar-dasar
pemeliharaan energy dan inisiatif
personal”

2. Karyawan memiliki alasan atau
motivasi untuk engaged
Pekerjaan yang sangat menarik
secara intrinsik, akan menstimulasi
engagement. Pekerjaan yang menarik
secara intrinsik adalah pekerjaan
dirancang menantang, bermakna, dan
memberikan
peluang
untuk
pengambilan keputusan dan otonomi
dalam hal apa yang akan dilakukan
dan
bagaimana
melakukannya.
Tujuan yang sulit juga menciptakan
energy bagi karyawan, dan hasil
penelitian memperlihatkan secara
jelas bahwa tujuan semacam ini

meningkatkan
penyelesaian
pekerjaan. Motivasi untuk engage
juga muncul dari perlakuan yang
memperlihatkan respek, penghargaan,
dan berdasarkan perlakuan karyawan
ini karyawan akan membalas
perlakuan ini dengan engagement.
Dengan demikian, prinsip kedua
dari
engagement
adalah
“Engagement terjadi ketika (a)
karyawan memiliki pekerjaan yang
menarik (bagi mereka) dan sesuai
dengan value mereka, dan (b)
karyawan diperlukan dengan cara
yang
memperkuat
munculnya
kecenderungan bahwa mereka akan
membalas kebaikan”.

3. Karyawan memiliki kebebasan
untuk engaged
Perilaku inisiatif dan proaktif
akan dilakukan oleh karyawan, jika
mereka merasa aman melakukannya
dalam arti tindakan ini didukung
(oleh manager dan organsasi) dan
tidak
berakibat
dikenainya
punishment atas tindakannya tersebut.
Adanya peluang untuk melakukan
tindakan inisiatif dan proaktif jika
mereka
tidak
merasa
aman
melakukannya
(artinya
tanpa
dukungan
dari
manager
dan
organisasi).
Bagaimana
mereka
mengetahuinya?
Mereka
dapat
mengetahuinya ketika mereka merasa
diperlakukan dengan adil, dan
perasaan diperlakukan adil oleh
organisasi, selanjutnya membangun
trust. Sehingga jelas bahwa perlakuan
adil berdampak pada trust, dan trust
membangun rasa aman.
10

Adapun prinsip ketiga yang dapat
ditarik
kesimpulannya
adalah
“Engagement
terjadi
ketika
seseorang merasa aman untuk
melakukan tindakan atas inisiatifnya
sendiri.
Konsekuensinya,
trust
penting terutama pada kondisikondisi advertisy, ambiguity, dan
kebutuhan
(organisasi
atau
pekerjaan) untuk berubah, tepatnya
ketika kebutuhan dan akan adanya
engagement
karyawan
menjadi
penting."

4. Karyawan mengetahui bagaimana
untuk engaged
Bentuk engagement yang dimiliki
karyawan sebaiknya adalah spesifik
bagi strategi dan sumber competitive
advantage
yang
ditentukan
organisasi. Misalnya jika kita
memilih untuk menjadi terdepan
dalam produk inovatif, maka para
karyawan yang dibutuhkan adalah
yang engaged dalam inovasi. Jika
kita menginginkan untuk menjadi
terdepan dalam kualitas pelayanan,
maka kita membutuhkan karyawan
yang engage dalam service delivery
excellence. Engagement bermanfaat
jika karyawan melihat keterkaitan
langsung antara apa yang harus
mereka lakukan dan manfaat hasilnya
bagi organisasi. Secara ringkas dapat
dinyatakan bahwa engagement terjadi
jika ada keselarasan antara tujuan
individu dan tujuan organisasi. Pada
situasi
dimana
belum
terjadi
keselarasan
maka
membangun
budaya yang tepat dan secara
kontinyu memonitor dan memperkuat
budaya pada berbagai level organisasi

menjadi
andalan.
Membangun
budaya
bukan
hal
mudah,
membutuhkan perhatian yang besar
terhadap human capital issues mulai
dari siapa yang dipekerjakan dan
bagaimana
caranya,
bagaimana
mereka dilatih.
Terkait dengan paparan tersebut,
maka prinsip ke empat adalah
“Engagement strategic terjadi ketika
orang/karyawan
mengetahui
prioritas strategi organisasi dan
mengapa, dan kapan organisasi
selaras dalam proses & praktiknya
(yaitu culturnya) dengan pencapaian
tujuannya.”

b.

Employee
Feelings

Engagements

Selain high performance work,
adapun aspek yang perlu dibahas di
dalam
kerangka
konseptual
engagement
adalah
Employee
Engagements Feelings. Di dalam
aspek ini terdapat 4 komponen
penting sehingga karyawan merasa
engaged (feeling engaged), yaitu :
1.

Feeling of Urgency

Urgency adalah goal-directed
energy dan determinasi, jadi ini
bukan semata-mata energy, tetapi
energi yang terarah. Merupakan agen
dan komponen kritis yang dikenal
dengan
‘psychological
capital’.
Energi ini merupakan determinasi
yang tertuju untuk mencapai tujuan
tertentu yang jelas. Lebih mudah
dipahami
jika
menggunakan
representasi kalimat seperti “saya
harus melakukannya”dan “saya tidak
akan berhenti melakukannya”.
11

Membayangkan
“urgency”,
serupa
dengan
ketika
kita
membayangkan “keteguhan” yang
merupakan “kekuatan fisik,energy
emosional, dan semangat dalam
pencapaian tujuan. Makna keteguhan
ini, lebih dikenali dalam konteks
pekerjaan dan berada di dalam
pikiran, sehingga keteguhan ini
dijabarkan sebagai resilience mental
dan persistence dalam menghadapi
kesulitan
dalam
pekerjaan.
Keteguhan atau energi yang terarah
pada pencapaian tujuan yang spesifik
ini, merupakan inti dari engagement.
Oleh karenanya, feeling of urgency
tidak mungkin terjadi tanpa tujuan
atau sasaran yang spesifik.

di tempat minum, diskusi tempat
makan siang, dan sebagainya.
Karakteristik karyawan yang
engage adalah mereka konsisten
terarah pada pekerjaannya dan tugas
yang sedang dihadapi. Bentuk fokus
lainnya
“asik”dalam
pekerjaan.
Penghayatan ini mengakibatkan
melupakan waktu. Mereka yang
“asik”akan merasa sulit beranjak dari
pekerjaan.
3.

Dalam hal feeling on intensity,
sangat berhubungan dengan fokus
karena keduanya saling memiliki
hubungan sebab akibat satu sama
lain. Feeling on Intensity juga
berperan dalam sejauh mana
karyawan tahan terhadap fokus dan
level skill, serta sumber daya yang
dimiki.

Adaupun
goal
directed
determination atau urgency secara
konseptual
berkaitan
dengan
resilience
atau kapasitas untuk
kembali dari kegagalan atau kesulitan
(temporary setbacks). Juga berkaitan
dengan confidence, yang merupakan
belief bahwa seseorang mempunyai
kapabilitas untuk mencapai tujuan
tertentu.
2.

4.

Feeling of Enthusiasm

Enthusiasm adalah perasaan
bahagia atau energy. Selain itu, yang
dimaksud
dengan
Enthusiasm
adalah emotional state yang
mengarah pada “positive affect””
yang mengarah pada positive well
being. Di sini biasanya ditemukan
seberapa yang harus passion

Feeling of Being Focused

Selain feeling of urgency, adapun
yang menjadi pertimbangan dalam
aspek employee engagements feelings
adalah feeling of being focused.
Karyawan yang engaged merasa
focus dalam pekerjaan mereka,
mereka merasa ásik’dengan apa yang
mereka sedang lakukan dan tidak
mudah terdistraksi oleh pemikiranpemikiran di luar pekerjaan, atau halhal yang tidak penting. Distraksi ini
dapat berbentuk berbincang-bincang

Feeling on Intensity

3.

Employee Engagement Behavior
Semakin kuat feel of engagement
semakin memungkinkan seseorang
karyawan akan memperlihatkan
perilaku
engaged.
Bagaimana
perilaku
dapat
dimunculkan
(sebagai akibat lebih banyaknya
energi dan usaha yang dikeluarkan
dalam bekerja), terhadap organisasi,
pelanggan, atau stakeholder di luar
12

organisasi. Pada bagian ini akan
dibahas mengenai dampak dari
perilaku
engagement
terhadap
seberapa
banyak
pekerjaan
dilakukan, bagaimana pekerjaan
dilakukan dan apa saja yang
dikerjakan. Karyawan yang engaged
secara
behaviour
akan
memperlihatkan :
1. Persistence
Persistence adalah perilaku yang
memperlihatkan
dipertahankannya upaya untuk
secara konsisten berjuang dari
waktu ke waktu yang lebih
panjang tanpa istirahat, selama
hari kerja maupun weekend.
2. Proaktif
Proaktif adalah sikap karyawan
memulai
perubahan
dan
memandang sebagai tanggung
jawab manajemen. Dalam hal
ini, karyawan berinisiatif /
berantusias untuk melakukan
perubahan.
Hal
ini
akan
mempengaruhi
keberhasilan
perusahaan melalui karyawan
yang engaged tersebut.
3. Perluasan
Expansion)

Peran

(Role

Karyawan
yang
engaged
cenderung cenderung melihat
peran mereka secara meluas
seperti membantu rekan kerja
dalam menyelesaikan tugas atau
memperbaiki kesalahan yang
dibuat oleh orang lain.
Perluasan peran juga dapat
berupa perubahan terhadap suatu
peran.
Manajer
dapat

mendelegasikan
tingkat
peningkatan tanggung jawab atau
luasnya tugas kepada karyawan
menjadi lebih nyata, atau hal
tersebut sebagai tuntutan atas
perubahan
tim.
Adapun
karakteristik yang penting adalah
kemauan
karyawan
untuk
menerima definisi yang berbeda
dari satu peran.
4. Siap (sedia) terhadap Perubahan
(Adaptability)
Pada saat organisasi melakukan
perubahan
dan
inovasi,
kebutuhan akan perilaku adaptif
di organisasi tersebut menjadi
semakin meningkat. Seorang
karyawan yang adaptif akan
membantu perusahaan dalam
mengantisipasi dan merespon
dengan lebih cepat dan berhasil,
dengan biaya yang murah serta
kondisi
lingkungan
yang
kompetitif.

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan
hasil
penelitian,
mengenai employee engagement maka
didapatkan di dapatkan hasilnya adalah
sebagai berikut.
Employee
Engagement
and
Commitment PT Unilever Indonesia
Adapun dengan pembahasan
mengenai employee engagement and
commitment di PT Unilever Indonesia,
maka terdapat berbagai programprogram yang dilakukan olehnya.
Adapun program-program tersebut
seperti
program
edukasi
yang
13

diselenggarakan oleh Unilever-WFP
(World Food Program) dan diberi nama
“Together for Child Vitality (TCV)”.
TVC ini diterjemahkan ke dalam tiga
kegiatan
yakni
cause
related
marketing, school feeding dan
karyawan (employee engagement).
Di dalam konteks employee
engagement
karyawan
turut
berpartisipasi dalam menyukseskan
acara cause related marketing dan
school feeding. Selain itu, sebagai
wujud nyata dari keterlibatan para
karyawan Unilever adalah program
“walk the world” yang diadakan di
Jakarta setiap tahunnya. Serta program
pertukaran karyawan dimana staf
Unilever bertugas selama sekitar 6
bulan dan terlibat langsung di kantor
operasional
WFP,
melakukan
serangkaian
workshop
dengan
menggunakan staf ahli dari kedua
belah pihak untuk mengembangkan
program di masa yang akan datang. Di
tingkat local, PT Unilever Indonesia
juga berbagi ilmu dan keahlian dengan
para
staf
lokal
WFP
secara
berkesinambungan.
Selain itu, hari pangan dunia
yang merupakan inisiatif dari united
Nations
Food
&
Agriculture
Organization
(UN-FAO),
yang
diperingati setiap tanggal 16 Oktober
sejak tahun 1979 yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran akan masalah
pangan dunia sekaligus memperkuat
solidaritas. Kali ini sebagai bentuk
partisipasi
karyawan
(employee
engagement) dan kepedulian terhadap
lingkungan sekitar (care for area
surrounding),
TCV
memberikan
edukasi nutrisi dan pendistribuasian
biscuit pada siswa-siswa sekolah dasar.

Bantuan tersebut akan diberikan pada
900 siswa sekolah dasar di Jakarta dan
530 Siswa di Surabaya yang berlokasi
di sekitar area operasional Unilever
SDN 01 dan 02 Kuningan, SDN 08
Pagi Pancoran (Jakarta) dan SDN
Wangunharja 03 (Cikarang), SDN
Kutisari 1 dan SDN Kutisari II
(Surabaya).
Selain itu, terdapat program
kegiatan Corporate Daycare PT
Unilever Indonesia pada tahun 2012
dengan mengangkat tema “Early
Stimulation, How Should We Start”.
Adapun acara ini merupakan acara
yang diperuntukkan bagi anak-anak
karyawan berusia 6 bulan sampai 10
tahun mulai 13 – 31 Agustus 2012.
Acara
ini
merupakan
bentuk
kepedulian
perusahaan
pada
karyawannya yang kerap menghadapi
permasalahan pada saat ditinggal
asisten rumah tangga.
Fasilitas ini juga bertujuan untuk
memberikan dukungan dan bantuan
kepada seluruh karyawan dalam
merawat dan mengasuh anak-anak
mereka. Unilever merancang daycare
khusus lebih dari sekedar edukasi non
formal
yang
mendidik
untuk
membantu kepercayaan diri anak dan
mempersiapkan kemandirian mereka di
masa yang akan datang. Selain itu,
acara daycare ini juga dapat
menstimulasi kecerdasan intelegensia,
daya imajinasi, serta emosional anak.
Dengan adanya acara daycare ini juga
sangat membantu karyawan untuk
tetap bisa memberikan perhatian dan
perawatan anak-anak mereka selama
ditinggal mudik pengasuh.

14

Terkait
dengan
paparan
mengenai
contoh
employee
engagement dan commitment, jika
dikaitkan dengan teori yang telah
dibahas sebelumnya maka terdapat
korelasi yang saling terkait satu sama
lain. Karyawan terlihat engaged ketika
mengikuti serangkaian kegiatan yang
diselenggarakan tanpa memperhatikan
pekerjaan asal (job descriptionnnya).
Melalui serangkaian acara-acara yang
telah disebutkan mereka hanya fokus
kepada satu tujuan yaitu menyukseskan
acara.
Adapun
melalui
kegiatan
tersebut mereka yang tidak terbiasa
untuk berbaur akan membaur dengan
sesama karyawan lainnya. Juga
dikaitkan
dengan
teori
yang
dikemukakan oleh John H Fleming, C
Coffman dan James K Harter (2005).
Karyawan merasa confidence melalui
kegiatan-kegiatan social maupun yang
diselenggarakan oleh perusahaan.
Perasaan confidence muncul ketika
terdapat penghargaan terhadap jiwa
mereka atau dapat dikatakan melalui
usaha yang mereka lakukan. Selain itu,
mereka merasa “dimanusiakan. Hal ini
menjadi suatu modal bagi karyawan
untuk engaged terhadap perusahaan.
Selain itu, integritas menjadi
penyebab adanya confidence. Apabila
karyawan sudah merasa confidence
maka muncul rasa integritas di dalam
dirinya. Setelah rasa integritas muncul
di dalam diri mereka maka muncul
pula rasa bangga (pride) terhadap
perusahaan atas produk-produk yang
dibuat atau diproduksi. Adapun setelah
rasa confidence, integritas, dan rasa
bangga muncul pada diri mereka, maka
timbul passion di dalam diri mereka.

Terdapat “klasifikasi” dimensi
yang terdapat di dalam aspek passion
dimana klasifikasi dimensi ini akan
menjadi suatu kekuatan dalam
mengembangkan
employee
engagement. Adapun dimensi ini
adalah sebagai berikut.
1. What I Do I Get
Berdasarkan pengamatan terhadap
literatur-literatur yang diamati,
maka didapatkan hasil bahwa
karyawan PT Unilever Indonesia
disediakan sarana dan prasarana
oleh perusahaan. Seperti pada acara
daycare, karyawan difasilitasi
perusahaan
tempat
untuk
menitipkan anak-anak mereka
selain itu juga fasilitas bagi anakanak
karyawan
perusahaan
tersebut.
Hal
ini
tentunya
menunjukkan resiprokal antara
perusahaan dan karyawan dimana
atas jasa-jasa yang telah dikerahkan
karyawan
untuk
memajukan
perusahaan dibalas dengan adanya
acara daycare ini. Selain itu,
berdasarkan pengamatan melalui
acara “walk the world”tersebut,
karyawan
diberikan
berbagai
macam pelatihan, workshop, dan
pertukaran karyawan. Hal – hal ini
merupakan dasar atau wujud dari
perusahaan terhadap karyawan.
2. What Do I Give
Dalam aspek ini adapun yang
dibahas
adalah
mengenai
kontribusi apa yang karyawan
berikan
terhadap
perusahaan
Melalui kinerja yang diberikan
pada kegiatan rutin sehari-hari,
kemudian melalui keterlibatan
15

karyawan dalam acara-acara yang
diadakan perusahaan sampai acara
selesai berlangsung. Hal ini
menunjukkan bahwa karyawan
telah
memberikan
kontribusi
mereka terhadap perusahaan.
3. Do I Belong
Dalam dimensi ini karyawan PT
Unilever Indonesia melihat dirinya
dan rekan kerjanya sebagai partner
dalam bekerja. Hal ini memberikan
dampak kepada karyawan bahwa
dirinya merasa “dimanusiakan”
serta dianggap telah memberikan
kontribusi bagi perusahaan.
4. How Can We Grow
Di dalam dimensi ini perusahaan
memberikan kesempatan kepada
para
karyawannya
untuk
berkembang. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya program pertukaran
karyawan dimana staf Unilever
bertugas selama sekitar 6 bulan dan
terlibat
langsung
di
kantor
operasional
WFP,
melakukan
serangkaian workshop dengan
menggunakan staf ahli dari kedua
belah pihak.
Adapun jika dikaitkan dengan
skema antecedents & concequences
yang dikemukakan oleh Macey
(2009),
a. High
Performance
Environment.

Work

Terdapat 4 prinsip dasar yang
dibahas. Adapun prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Karyawan Memiliki kapasitas
Untuk Engaged.

Di dalam konteks engaged
bahwa karyawan memiliki
kapabilitas dan kompetensi. Hal
ini tentunya sesuai dengan
kualifikasi yang dibutuhkan
perusahaan. Tentunya dengan
ini
diharapkan
dapat
memberikan
timbal
balik
kepada perusahaan.
2. Karyawan Memiliki Alasan
atau Motivasi Untuk Eagaged
Sama “How Can We Grow”
bahwa karyawan dapat engaged
terhadap perusahaan karena
diberikan kesempatan untuk
berkembang.
3. Karyawan Memiliki Kebebasan
Untuk Engaged
Artinya berkat dukungan para
pimpinan
perusahaan,
karyawan memiliki kebebasan
untuk
mengungkapkan
pendapatnya.
4. Karyawan Mengetahhui
Bagaimana Untuk Engaged.
Dengan adanya kesadaran
untuk engaged, maka mereka
akan sadar arti penting dari visi
dan misi dari institute.
b. Employee
Engagement
Feelings
Di sini karyawan dilihat apakah
yang menyebabkan. Apakah
mereka
fokus
terhadap
pekerjaan
atau
tidak.
Bagaimana
rasa
antusias
mereka terhadap pekerjaan
yang diembannya. Melalui
berbagai macam acara yang
telah disebutkan diatas, maka
diketahui bahwa karyawan
16

“berantusias”
mengikuti
program yang diadakan oleh
perusahaan.
c. Employee
Engagement
Behavior
Hal ini dilihat dari seberapa
besar
karyawan
“terlibat”
terhadap perusahaan. Melalui
acara-acara
yang
telah
disebutkan di atas pula, terlihat
bahwa karyawan merasa bahwa
dirinya turut berpartisipasi
dalam menyukseskan acara
perusahaan.
IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan yang telah disinggung
sebelumnya, maka penelitian ini dapat
disimpulkan
bahwa
terbentuknya
engagement ditentukan oleh hubungan
resiprokal antara individu, karyawan
dengan organisasi atau perusahaan
tempatnya bekerja, karyawan yang
engage memiliki komitmen terhadap
pekerjaan dan perusahaan.
Hal
ini
dapat
membantu
perusahaan dalam mencapai misinya,
melaksanakan strategi dan meraih hasil
bisnisnya. Selain itu juga dapat
memfasilitasi dan menciptakan budaya
engage dengan baik melalui praktik
HR dapat membantu mempertajam
engagement.
Pengertian
dan
pengukuran employee engagement di
tiap perusahaan berbeda - beda, oleh
karenanya tidak ada yang terbaik atau
paling benar dalam menentukan atau
menstimulasi engagement di suatu
lingkungan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Berbary, Donald F. (2011). Connected
and Engaged : The Value of
Government Learning. www.the
publicmanager.com
Cantor, David E. (2012). Engagement In
Environmental Behaviors Among
Supply
Chain
Management
Employees:
An
Organizational
Support The Oretical Perspective.
Journal
of
Supply
Chain
Management. Vol 48. No 3. P 33 –
51.
Grossman,
Robert
J.
(2008).
Remodeling HR at Home Depot. Vol
53. No 11. P 1 – 18.
Havill, Lynsey. (2010). A New Type of
Engagement. Human Resource. P. 14.
Hermawan, Yan. (2012). Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Employee Engagement di Badan
Pengawas Obat dan Makanan =
Analysis of the Factor the Affecting
the Employee Engagement in the
National Agency of Drug and Food
Control. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Knese,
William
F.
(2013). A
Commitment
to
Continuous
Learning. wknese@imanet.org.
Little, Beverly. (2006). Employee
Engagement: Conceptual Issues.
Journal of Organization Culture,
Communication and Conflict. Vol 10.
No 1. P 111 – 120.
17

Mello, Jeffrey A. (2002). Strategic
Human
Resource
Management.
Power Point Presentation by Charlie
Cook.
Pati, Surya Prakash. (2010). Employee
Engagement: Role of Self-Efficacy,
Organizational Support & Supervisor
Support. The Indian Journal of
Industrial Relations. Vol 46. No 1. P
126 – 137.
Triyono. (2011). Analisis Kepuasan
Pelanggan dan Karyawan Pada
Hotel X dengan Metode Human
Sigma.
Jakarta
:
Universitas
Indonesia.
Vance, Robert J. (2006). Employee
Engagement and Commitment : A
Guide to Understanding, measuring,
and Increasing Engagement in Your
Organization. Michigan : SHRM
Foundation.
Yadnyawati, Ni Wayan. (2012). Analisis
Pengaruh
Budaya
Organisasi
Terhadap Employee Engagement :
Studi Kasus Pada PT Bursa Efek
Indonesia = The Influence of
Organizational
Culture
on
Employee Engagement : Case Study
in Indonesia Stock Exchange (IDX).
Jakarta : Universitas Indonesia.

18