Kebijakan Luar Negeri Korsel Trust Polit

MAKALAH ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI
“ANALISIS KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI KOREA SELATAN (TRUST
POLITIK POLICY) DALAM UPAYA MEMERANGI ANCAMAN NUKLIR KOREA
UTARA PADA MASA KEPEMIMPINAN PARK GEUN HYE DITINJAU DARI
PANDANGAN KONSTRUKTIVISME”
DOSEN PENGAMPU : Ahmad Mubarak Munir, S.IP., MA.

Disusun oleh :
ERDIATULHA

(L1A016027)

HILALIA

(L1A016035)

IMAM TRIYADI

(L1A016037)

CINDY QORINA


(L1A016021)

CHINDY RINJANI PUTRI

(L1A016020)

BAIQ WIRANINGSIH OKTAVIANA

(L1A016019)

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MATARAM
2017

1

KATA PENGANTAR


Banyak nikmat Allah yang diberikan kepada kita sebagai mahkluk ciptaan-Nya, tetapi
sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, dan
hidayat-Nya yang tiada terkira besarnya. Sehingga kami bisa menyeselaikan tugas makalah mata
kuliah Analisis Politik Luar Negeri ini tentang “ ANALISIS KEBIJAKAN POLITIK LUAR
NEGERI

KOREA

SELATAN

(TRUST

POLITIC

POLICY)

DALAM

UPAYA


MEMERANGI ANCAMAN NUKLIR KOREA UTARA PADA MASA KEPEMIMPINAN
PARK GEUN HYE”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kapada semua
pihak yang telah memberikan kami bantuan, dukungan, partisipasi, dan kepercayaan yang begitu
besar terutama kepada bapak dosen yang telah bersedia mengajarkan kami dalam mata kuliah
APLN ini sehinga kami dapat menyeleaikan tugas ini dengan tepat waktu. Meskipun kami
berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan apapun, namun kekurangan
itu pasti ada. Oleh karena itu kelompok kami berharap adanya kritikan dan saran dari bapak
dosen dan pembaca untuk dapat membangun makalah ini menjadi lebih baik lagi. Terima kasih.

Mataram, 24 Desember 2017

DAFTAR ISI
2

COVER…………………….…………………………………………………………………...…1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..…3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………...4
A.


LATAR BELAKANG.......................................................................................................4

B.

RUMUSAN MASALAH..................................................................................................6

C.

KONSTRUKTIVISME.....................................................................................................6

1.

Teori Konstruktivisme.......................................................................................................6

2.

Ontologi Konstruktvisme..................................................................................................7

3.


Kerangka Berpikir Konstruktivis......................................................................................8

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………..10
A.

ANCAMAN NUKLR KOREA UTARA TERHADAP KOREA SELATAN.....................10

B.

BENTUK-BENTUK KEBIJAKAN LUAR NEGERI KOREA SELATAN DALAM

MEMERANGI ANCAMAN NUKLIR KOREA UTARA............................................................14
C.

ANALISIS KEBIJAKAN TRUST POLITIC POLICY OLEH PARK GEUN HYE UNTUK

MEMERANGI

ANCAMAN


NUKLIR

KOREA

UTARA

DALAM

PANDANGAN

KONSTRUKTIVISME.................................................................................................................17
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..21
A.

KESIMPULAN...................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………......23

BAB I

3

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berakhirnya Perang Dunia II antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet secara geopolitik
membagi Korea ke dalam dua kekuatan besar yaitu Republik Korea atau Korea Selatan dan
Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) yang mana dua sisi Korea yang kini terbelah
berada di 38 derajat lintang utara dan inilah penyebab mengapa perbatasan antara kedua negara
sering disebut sebagai ‘38th parallel’. Dalam dua tahun berikutnya, ketegangan antara kedua
Korea ini terus meningkat. Pada tanggal 25 Juni 1950, militer Korea Utara menyeberangi
perbatasan dan melakukan invasi atas Korea Selatan. Tindakan ini memulai Perang Korea yang
berlangsung selama tiga tahun dan memakan korban sekitar dua juta nyawa sehingga gencatan
senjata pun terjadi pada tahun 1953.1 Dikarenakan perang antar korea ini tidak berakhir dengan
perjanjian perdamaian melainkan melalui gencatan senjata, maka secara teknis Korea Utara dan
Korea Selatan masih berada dalam kondisi perang meskipun perang antar korea telah berakhir.
Sejak 1948, hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan telah didominasi oleh
pertanyaan tentang reunifikasi atau penyatuan kembali. Namun hal tersebut sampai sekarang
masih menunjukkan sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Hal ini dikarenakan Korea Utara
dibawah ideologi komunisme bersaing dengan Korea Selatan di bawah ideologi kapitalismedemokrasi ala Amerika Serikat yang dimana Korea Utara merupakan negara yang sejak dahulu

terkenal sangat realis. Hal ini dapat ditunjukkan dengan hanya pergerakan yang dilakukan oleh
Korea Selatan bersama sekutunya Amerika Serikat membuat Korea Utara menganggapnya
sebagai gertakan untuk bersiap menghadapi serangan dari mereka sehingga hal ini yang menjadi
alat untuk membenarkan upaya Korea Utara memiliki senjata nuklir dengan tujuan
mempertahankan keamanan negaranya.
Namun, lama kelamaan Korea Utara berambisi menjadi negara nuklir untuk meningkatkan
prestise dan bargaining powerdengan diluncurkannya uji coba senjata nuklir untuk pertama
1 ABC Radio Australia, “Sejarah di balik ketegangan Korea Utara dan Korea Selatan: kilas balik”
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-04-05/sejarah-di-balik-ketegangan-korea-utara-dan-korea-selatankilas-balik/1112046, diakses pada 18 Desember 2017 pukul 12:47 WITA.

4

kalinya pada tahun 2006 dan 2009 sehingga nuklir yang dimiliki oleh Korea Utara yang pada
awalnya sebagai pertahanan keamanan dalam negeri kini meluas dan memprovokasi negara
tetangganya yaitu Korea Selatan.2 Aksi provokasi oleh Korea Utara terhadap Korea Selatan
mengalami dinamika yang sewaktu-waktu dapat memicu terjadinya perang kedua antar kedua
Negara tersebut sehingga aksi tersebut dianggap sebagai ancaman oleh Korea Selatan. Untuk
mengurangi aksi provokasi dalam rangka memerangi ancaman nuklir Korea Utara tersebut,
maka, penting bagi Korea Selatan untuk memperkuat kebijakan luar negerinya terhadap Korea
Utara.

Beberapa kebijakan yang sudah diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan untuk mengurangi
invasi tersebut di antaranya adalah kebijakan luar negeri “Sunshine Policy” dan kebijakan “Garis
Keras”. Namun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Korea Selatan ini tidak
selamanya mendapat respon positif dari Korea Utara justru semakin memperkeruh hubungan
kedua Korea ini. Maka muncullah kebijakan baru dengan haluan yang berbeda, yakni kebijakan
“Trust Politic Policy” yang dicanangkan oleh Presiden ke-11 Korea Selatan yakni Park Geun
Hye. Ia melihat bahwa untuk memperbaiki hubungan kedua Korea ini, tidak hanya dilakukan
dengan pendekatan-pendekatan Liberalis yang mengharuskan kedua negara untuk bekerja sama
dan melahirkan satu kesepakatan antar keduanya yang harus ditaati. Melainkan Park Geun Hye
sendiri mencoba untuk melihat kondisi dari kedua negara ini dengan menggunakan kacamata
konstruktivisme. Dimana mekanisme pemberlakuan kebijakan “Trust Politic policy” yang
dirancangnya ini bertujuan untuk merubah persepsi Korea Utara terhadap Korea Selatan dengan
adanya kebijakan saling mempercayai sehingga untuk menganalisis kasus ini dapat digunakan
perspektif konstruktivisme dikarenakan konstruktivisme dapat menjelaskan bagaimana aktor
pembuat kebijakan berakhir pada satu persepsi dalam memahami lingkungannya.

B. RUMUSAN MASALAH

2Yudho Arif Kresno (2015), “kebijakan Korea Selatan terhadap Korea Utara pada masa kepemimpinan presiden
Park Geun Hye”, diakses dalam http://eprints.upnyk.ac.id/6845, pada 16 Desember 2017 pukul 15.38 WITA.


5

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu “Bagaimana analisis
kebijakan Trust Politic Policy oleh Park Geun Hye untuk memerangi ancaman nuklir Korea
Utara menurut pandangan Konstruktivisme?”
C. KONSTRUKTIVISME
1. Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan salah satu tradisi pemikiran yang sangat berpengaruh dalam
studi hubungan internasional saat ini. Tradisi ini berkembang di Amerika sejak berakhirnya
Perang Dingin sebagai reaksi terhadap kegagalan tradisi-tradisi dominan dalam studi hubungan
internasional ¾ realisme dan liberalisme ¾ untuk memprediksi ataupun memahami transformasi
sistemik yang mengubah tatanan dunia secara drastis. Secara ontologis, konstruktivisme
dibangun atas tiga proposisi utama. Pertama, struktur sebagai pembentuk perilaku aktor sosial
dan politik, baik individual maupun negara, tidak hanya terdiri memiliki aspek material, tetapi
juga normatif dan ideasional. Berbeda dengan neorealis dan marxis, misalnya, yang menekankan
pada struktur material hanya dalam bentuk kekuatan militer dan ekonomi dunia yang kapitalis,
konstruktivis berargumen bahwa sistem nilai, keyakinan dan gagasan bersama sebenarnya juga
memiliki karakteristik struktural dan menentukan tindakan sosial maupun politik.
Sumber-sumber material sebenarnya hanya bermakna bagi tindakan atau perilaku melalui

struktur nilai atau pengetahuan bersama. Disamping itu, struktur normatif dan ideasionallah yang
sebenarnya membentuk identitas sosial aktor-aktor politik. Kedua, kepentingan (sebagai dasar
bagi tindakan atau perilaku politik) bukan menggambarkan rangkaian preferensi yang baku, yang
telah dimiliki oleh aktor-aktor politik, melainkan sebagai produk dari identitas aktor-aktor
tersebut. Berbeda para teoretisi neorealis, neoliberal ataupun marxist, yang hanya memberi
perhatian pada aspek-aspek strategis dalam arti bagaimana akator-aktor politik bertindak
mencapai kepentingan mereka, teoretisi konstruktivis lebih menekankan pada sumber-sumber
munculnya kepentingan, yakni bagaimana aktor-aktor politik mengembangkan kepentingankepentingan mereka. Dalam artian ini, terkait dengan proposisi ontologis yang pertama,
Alexander Wendt secara jelas mengatakan bahwa, ‘Identities are the basis of interests’ (1992).3
3EkaPrasdika Putra, “KONSTRUKTIVISME DARI SUDUT POLITIK LUAR NEGERI: (STUDI KASUS: WTO
DAN INDONESIA)”, http://ekaprasdika.blogspot.co.id/2013/07/konstruktivisme-dari-sudut-politik-luar_7392.html.
diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 15:40 WITA.

6

Ketiga, struktur dan agen saling menentukan satu sama lain. Konstruktivis pada dasarnya
adalah strukturasionis yakni menekankan peran struktur non-material terhadap identitas dan
kepentingan serta, pada saat yang bersamaan, menekankan peran praktek dalam membentuk
struktur-struktur tersebut. Artinya, meskipun sangat menentukan identitas (dan oleh karenanya
juga kepentingan) aktor-aktor politik, struktur ideasional atau normatif tidak akan muncul tanpa
adanya tindakan-tindakan aktor-aktor politik. Dalam definisi Emanuel Adler, konstruktivisme
merujuk pandangan yang melihat bahwa terdapat suatu pola di mana dunia materi pada dasarnya
terbentuk dan dibentuk oleh tindakan dan interaksi manusia yang tergantung pada interpretasiinterpretasi terhadap dunia materi yang tentunya berbeda (antara manusia satu dengan manusia
lainnya) karena adanya perbedaan latar belakang secara normatif dan epistemik. Jika kita akan
memakan roti, bukan roti itu yang menentukan pisau apa yang akan kita pakai untuk
mengirisnya, sebaliknya konstruksi pikiran kitalah yang menentukan pisau jenis apa yang tepat
menurut kita, atau sangat terbuka kemungkinan kita untuk menggunakan sesuatu yang bukan
disebut pisau asalkan menurut pikiran kita alat tersebut bisa digunakan untuk mengiris roti.
Tulisan ini dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama membahas tentang ontologi dan posisi
ontologis konstruktivisme di antara teori-teori hubungan internasional. Bagian kedua
menjelaskan tentang bagaimana konstruktivisme melihat realitas hubungan internasional.
2. Ontologi Konstruktvisme
Konstruktivis muncul sebagai suatu pendekatan yang penting di dalam hubungan
internasional karena posisi ontologisnya yang secara nyata berbeda dari pendekatan-pendekatan
rasionalis yang lebih dulu ada dan sangat dominan. Konstruktivis muncul memberikan alternatif
lain di dalam melihat hubungan internasional yang selama ini didominasi oleh pemahaman
materialis-rasionalis yang berbasiskan pada materi. Teori-teori itu mengklaim bahwa negara
ataupun power actors pada umumnya, telah mengetahui dengan pasti apa kepentingan mereka,
serta mengetahui bagaimana cara mewujudkannya. Bagi rasionalis, logika yang berlaku adalah
negara merupakan aktor rasional yang selalu mengejar power atau selalu memaksimalkan
keuntungan dan kepentingannya. Sebaliknya, konstruktivis dibangun dari basis ide, norma,
budaya, dan nilai. Atas dasar itulah konstruktivis digolongkan ke dalam teori idealis. Formulasi
teoritik konstruktivis menyatakan bahwa lingkungan sosial menentukan bentuk identitas aktor.
Identitas kemudian menentukan kepentingan, dan kepentingan akan menentukan bentuk tingkah
7

laku, aksi ataupun kebijakan dari aktor. Pada tahap berikutnya identitas juga akan mempengaruhi
bentuk dari lingkungan sosial.
3. Kerangka Berpikir Konstruktivis.
Secara sederhana proses itu bisa dijelaskan dengan identitas seseorang di dalam
masyarkat. Identitas seseorang ada bermacam-macam terkait dengan institutional role yang
diperankannya. Misalnya seseorang bisa saja berperan sebagai Saudara, Anak, Guru, dan Warga
negara. Komitmen dan kepentingan yang terdapat di dalam berbagai identitas itu berbeda-beda,
namun masing-masing identitas tersebut semuanya merupakan definisi sosial terhadap aktor di
mana aktor-aktor mengikatkan diri mereka sendiri antara satu dengan lainnya. Identitas-identitas
itu kemudian membentuk struktur sosial (social world). Selanjutnya identitas aktor akan
menentukan kepentingannya, karena identitas merupakan dasar dari kepentingan. Aktor tidak
memiliki kepentingan yang tidak didasarkan pada identitas yaitu yang secara independen
dimilikinya di dalam konteks sosial. Aktor mendefinisikan kepentingannya di dalam proses
mendefinisikan situasi. Seorang politisi memiliki kepentingan untuk dipilih kembali karena Ia
merasa dirinya sebagai politisi; Profesor memiliki kepentingan untuk mendapatkan jabatan
karena Ia melihat dirinya adalah seorang profesor. Proses terbentuknya identitas dan kepentingan
disebut sebagai “socialization”. Sosialisasi merupakan suatu proses pembelajaran (learning)
untuk penyesuaian diri -tingkah laku (behavioral) seseorang- dengan ekspektasi sosialnya. Selain
digolongkan ke dalam kelompok teori idealis, konstruktivis juga dapat dimasukkan ke dalam
kategori teori sistem.
Penggolongan ini di dasarkan pada posisi konstruktivis yang menjelaskan tingkah laku
aktor pada level sistem/struktur. Konstruktivis mengasumsikan bahwa suatu unit yang kemudian
disebut agent dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang mengelilinginya. Teori-teori yang
mengambil sudut pandang dari posisi struktur selanjutnya disebut dengan teori holisme. Secara
sederhana bisa dikatakan bahwa identitas, tingkah laku dan kepentingan seorang individu
dipengaruhi oleh masyarakat tempat ia bersosialisasi. Jadi identitas, perilaku, dan kepentingan
individu tidak secara alamiah ada dengan sendirinya dan murni muncul dari dalam individu itu
sendiri, akan tetapi merupakan bentuk dari pengaruh lingkungan sosial terhadap individu
tersebut.

8

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konstruktivisme terletak di dalam kelompok
teori yang idealism-holism. Posisi konstruktivis sebagai teori yang idealism-holism dijelaskan
oleh Alexander Wendt dengan menggunakan mapping struktur teorisasi. Wendt membagi teoriteori sosial ke dalam empat kuadran yaitu materialis-individualism yang menekankan pada peran
human nature yang sangat penting di dalam terbentuknya national interest; Materialis-holism
menyatakan bahwa the properties of agent dikonstruksi di dalam level internasional dengan basis
material; Idealis-individualism menyatakan bahwa identitas dan kepentingan kepentingan negara
diciptakan oleh politik domestik dan mempunyai social view terhadap terbentuknya sistem
internasional; Kategori terakhir yaitu idealism-holism merujuk pada pandangan bahwa struktur
internasional secara fundamental terdiri dari shared knowledge, dan hal itu tidak hanya
mempengaruhi tingkah laku negara tetapi juga memebentuk identitas dan kepentingan negara.

9

BAB II
PEMBAHASAN
A. ANCAMAN NUKLR KOREA UTARA TERHADAP KOREA SELATAN
Berakhirnya Perang Dunia II antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet secara geopolitik
membagi Korea ke dalam dua kekuatan besar yaitu Republik Korea atau Korea Selatan dan
Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) yang mana Korea Utara dikelola Uni Soviet
sedangkan Korea Selatan dipengaruhi oleh Amerika Serikat dan pada masa itu Kim Il Sung
menjadi Presiden pertama Korea Utara didukung Uni Soviet di tahun 1948. Dalam dua tahun
berikutnya, ketegangan antara kedua Korea ini terus meningkat. Pada tanggal 25 Juni 1950,
militer Korea Utara menyeberangi perbatasan dan melakukan invasi atas Korea Selatan sehingga
pecah perang Korea yang dimulai dengan serangan Korea Utara didukung oleh Uni Soviet dan
China ke Korea Selatan dengan tujuan untuk menyatukan Korea di bawah kekuasaan komunis
utara pimpinan Kim Il Sung. Korea Utara pada saat itu akan dengan mudah mengambil daerah
selatan jika tidak ada campur tangan dari Amerika Serikat untuk membantu langsung Korea
Selatan dalam perang. Perang Korea tersebut berlangsung selama tiga tahun dan memakan
korban sekitar dua juta nyawa sehingga gencatan senjata pun terjadi pada tahun 1953.4
Pada tahun 1974, Kim Il Sung menyatakan anaknya Kim Jong Il sebagai calon
penerusnya sehingga posisi dan peran Kim Jong Il pun dalam partai dan pemerintahan makin
kuat berkembang seiring berjalannya waktu, dan telah terlihat menganut paham yang sama
dengan ayahnya, Kim Il Sung.5 Korea Utara yang dijalankan oleh Kim Il Sung menganut prinsip
berdikari, berusaha hidup tanpa bantuan negara lain walaupun kenyataannya lebih pahit karena
pertumbuhan ekonomi yang lemah, sementara lahan pertanian sangat terbatas. Akibatnya Korea
Utara waktu itu banyak menerima bantuan dari Uni Soviet. Akan tetapi, ketika Uni Soviet runtuh
di awal tahun 1990-an, membuat Korea Utara harus bekerja ekstra keras, di antaranya dengan
memberikan perlindungan kepada rakyatnya dengan mencari alternatif untuk mempertahankan
dirinya seperti melirik teknologi rudal dan senjata nuklir.
4 ABC Radio Australia, “Sejarah di balik ketegangan Korea Utara dan Korea Selatan: kilas balik”
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-04-05/sejarah-di-balik-ketegangan-korea-utara-dan-korea-selatankilas-balik/1112046, diakses pada 18 Desember 2017 pukul 12:47 WITA.
5 Horizon Watcher, “Sejarah KoreaUtara, Kepemimpinan Kim Il Sung, Kim Jong Il, dan Penerusnya Kim Jong Un”
http://horizonwatcher.blogdetik.com/2011/12/20/sejarah-koreautara-kepemimpinan-kim-il-sung-kim-jong-il-danpenerusnya-kim-jong-un, diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 11:32 WITA.

10

Kim Jong Il mengambil alih kepemimpinan Korea Utara di tahun 1994, setelah Kim Il
Sung meninggal dunia karena serangan jantung. Ia melanjutkan gaya kepemimpinan ayahnya
dengan mengutamakan kekuatan militer negara di atas segala-galanya, meletakkan prinsip
berdikari tak tergantung negara lain, keras dan tak segan-segan bersikap represif. Kekuatan
militer Korea Utara pun menjadi yang terbesar kelima di dunia pada masa itu dan pada tahun
2003 Korea Utara menarik diri dari Perjanjian Anti Penyebaran Nuklir (NPT) dan selanjutnya di
tahun 2005 pyongyang mengumumkan bahwa mereka telah memiliki senjata nuklir kepada
seluruh dunia.6 Hubungan Korea Utara dengan dunia internasional, khususnya Amerika Serikat
memburuk setelah George W. Bush menjadi presiden Amerika Serikat yang bersikap tak mau
kompromi dengan Korea Utara, menjelek-jelekkan Kim Jong Il, dan menyatakan Korea Utara
termasuk dalam 3 negara iblis di dunia. Makanya Korea Utara membatalkan perjanjian dan
melanjutkan program nuklirnya. Tes senjata nuklir pun telah dua kali dilakukan Korea Utara
selama masa pemerintahan Kim Jong Il yakni tahun 2006 dan 2009, dan rudal-rudal jarak
menengah beberapa kali ditembakkan Korea Utara ke udara perairan Jepang.7
Program penguatan militer Korea Utara dianggap banyak pihak mengorbankan
kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyatnya sehingga banyak yang hidup susah
dikarenakan sumber daya yang terbatas dan Korea Utara juga terkena embargo dunia
internasional di berbagai bidang menyangkut kebijakan program senjata nuklirnya. Pemerintah
Korea Utara menuduh Amerika Serikat yang mengakibatkan permasalahan yang dialami
negaranya. Beberapa program bantuan makanan terbentuk antara Korea Utara dan dunia
internasional dengan syarat penghentian program nuklirnya, akan tetapi seringkali pula
perjanjian tersebut dibatalkan diantaranya sebagai reaksi terhadap sikap Amerika Serikat dalam
memperlakukan negaranya.
Namun pada bulan Desember 2011, Kim Jong Il meninggal dunia sehingga digantikan
oleh anak bungsunya Kim Jong Un.8 Kekhawatiran melanda dunia internasional tentang masa
6 Kontributor Singapura, Ericssen,“Sejarah Pengembangan dan Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara”
http://internasional.kompas.com/read/2017/09/04/22032581/sejarah-pengembangan-dan-uji-coba-senjata-nuklirkorea-utara diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 10:21 WITA.

7 Horizon Watcher, “Sejarah KoreaUtara, Kepemimpinan Kim Il Sung, Kim Jong Il, dan Penerusnya Kim Jong Un”
http://horizonwatcher.blogdetik.com/2011/12/20/sejarah-koreautara-kepemimpinan-kim-il-sung-kim-jong-il-danpenerusnya-kim-jong-un, diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 11:32 WITA.
8 Indah Mutiara Kami – detikNews, “Peluncuran Rudal Korut dari Masa ke Masa, Makin
Mengkhawatirkan”,https://news.detik.com/berita/d-3627422/peluncuran-rudal-korut-dari-masa-ke-masa-makin-

11

depan Korea Utara di bawah pemimpin yang baru, terutama kemungkinan pertunjukan kekuatan
militer yang akan dilakukan pemimpin baru ini untuk meningkatkan pamornya di dalam negeri
sehingga yang terjadi pada tahun 2013 dibawah rezim Kim Jong Un, Korea Utara telah berhasil
meluncurkan uji coba senjata nuklir ketiga dan memicu sanksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB).9 Namun, Korea Utara nampaknya menolak dan tidak menghiraukan sanksi PBB tersebut
karena sanksi ini dianggap sebagai tindakan kriminal yang menggambarkan sikap memihak dan
tidak bermoral karena hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu Amerika Serikat sehingga
sanksi ini tidak memberikan pengaruh terhadap pembangunan ekonomi negaranya.
Selanjutnya, di awal tahun 2016, Kim Jong Un menginstruksikan bahwa tahun 2016
merupakan saat yang tepat untuk menjalankan program strategi ekonomi lima tahun yang mana
di tahun ini, semua upaya harus konsentrasi pada pembangunan ekonomi nasional. 10 Untuk
pembangunan ekonomi ini, Korea Utara harus menciptakan lingkungan yang damai. Namun,
Korea Utara masih menghadapi sejumlah tantangan dan bahaya dunia, yang menurut Korea
Utara disebabkan oleh Amerika Serikat. Jadi, sesungguhnya alasan Korea Utara dari kepemilikan
senjata nuklir hingga aksi peluncuran rudal nuklir yang ingin dicapai hingga ke daratan Amerika
Serikat dikarenakan Amerika Serikat sendiri yang selalu sengaja ingin memperburuk masalah
bahkan sebelum Korea Utara mengembangkan senjata nuklirnya pun Amerika Serikat melakukan
tudingan kepemilikan nuklir. Lalu, jika Amerika Serikat meminta Korea Utara untuk
menghentikan program senjata nuklir itu layaknya sama saja meminta Korea Utara untuk berdiri
sendiri tanpa alat pertahanan apa pun di depan musuhnya yaitu Amerika Serikat.
Bahaya pun semakin dekat dirasakan oleh Korea Utara ketika Amerika Serikat yang
dipimpin oleh Presiden Donald Trump mengajak Korea Selatan untuk latihan militer gabungan di
ambang pintu wilayah Korea Utara sehingga sebagai negara yang realis tentunya Korea Utara
mengecam hal tersebut sebagai upaya atau strategi untuk melakukan penyerangan terhadap
negaranya. Bahkan ketika Amerika Serikat dan Korea Selatan yang hanya sebatas berlalu-lalang
didepan negaranya Korea Utara langsung menanggapi hal tersebut sebagai gertakan apalagi
mengkhawatirkan, diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 2:26 WITA.
9 Kontributor Singapura, Ericssen, “Sejarah Pengembangan dan Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara”
http://internasional.kompas.com/read/2017/09/04/22032581/sejarah-pengembangan-dan-uji-coba-senjata-nuklirkorea-utara diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 10:21 WITA.

10 Hanna Azarya Samosir , CNN Indonesia, “Dubes Korut untuk Indonesia: AS Penyebab Bahaya Dunia”
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170118125741-119-187142/dubes-korut-untuk-indonesia-aspenyebab-bahaya-dunia/, diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 2:05 WITA.

12

sekarang diketahui bahwa Korea Selatan dan Amerika Serikat sedang melakukan latihan militer.
Alasan-alasan demikianlah yang membuat Korea Utara semakin menguatkan senjata nuklirnya.
Lalu, pada tahun 2016 Korea Utara telah meluncurkan uji coba nuklir sebanyak dua kali yaitu di
bulan Januari 2016 sebesar 4-6 kiloton ledakan yang mampu dihasilkan dari uji coba nuklir
tersebut sedangkan di bulan September 2016 sebesar 10 kiloton dan selanjutnya pada bulan
September 2017 kembali uji coba nuklir diluncurkan dengan ledakan yang dihasilkan sebesar
100 kiloton.11
Hal ini menimbulkan keresahan oleh dunia internasional karena Korea Utara sekarang
telah menunjukkan dirinya sebagai negara nuklir untuk meningkatkan prestise dan bargaining
power negaranya sehingga dapat mengancam kedaulatan negara-negara di dunia khususnya
negara tetangganya Korea Selatan. Korea Selatan melihat nuklir yang dimilki oleh Korea Utara
ini adalah sebuah ancaman ketika Korea Utara terus menerus melakukan aksi provokasi yang
mana Korea Utara ingin membuktikan perkataanya untuk menghancurkan Korea Selatan
menggunakan hulu ledak nuklir yang dicanangkan hanya mampu meledakkan Korea Selatan
dengan mudahnya. Pernyataan ini dimuat di website CNN Indonesia dan lebih lanjut berdasarkan
data dari CNN Indonesia ketika mewawancarai Duta Besar Korea Utara untuk Indonesia, An
Kwan Il yang mencoba untuk mengungkapkan jawaban dari beberapa keraguan dunia kepada
CNN Indonesia.com. (CNN Indonesia/Ranny Virginia Utami) yaitu mengenai perkataan Trump
dan para ahli bahwa uji coba rudal balistik antar benua (ICBM) yang diklaim oleh rezim Kim
Jong Un dapat mencapai wilayah Amerika Serikat serta menghancurkan Korea Selatan dengan
mudah, Duta Besar Korea Utara mengatakan bahwa “Kami benar-benar mengembangkan
berbagai jenis nuklir untuk melindungi kedaulatan dan hak negara kami. Kami telah
melakukan simulasi, standardisasi, dan semua langkah lain, jadi kami merasa optimistis ICBM
beserta rudal dan hulu ledak nuklir kami bisa mejangkau wilayah mana saja di dunia..”12
Hal ini mencuat dikarenakan Pyongyang marah lantaran Seoul melakukan latihan rudal
bersama Amerika Serikat hingga mengolok-olok Seoul sebagai "boneka gangster militer" milik
11 Kontributor Singapura, Ericssen, “Sejarah Pengembangan dan Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara”
http://internasional.kompas.com/read/2017/09/04/22032581/sejarah-pengembangan-dan-uji-coba-senjata-nuklirkorea-utara diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 10:21 WITA.

12 Hanna Azarya Samosir , CNN Indonesia, “Dubes Korut untuk Indonesia: AS Penyebab Bahaya Dunia”
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170118125741-119-187142/dubes-korut-untuk-indonesia-aspenyebab-bahaya-dunia/, diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 2:05 WITA.

13

Amerika Serikat karena Korea Utara memiliki persepsi bahwa Korea Selatan bersama sekutunya
Amerika Serikat memiliki rencana operasi yang lebih serius. Hal ini yang mendorong bertambah
kuatnya keinginan Korea Utara untuk terus mengembangkan senjata nuklirnya sehingga meluas
dan memprovokasi negara tetangganya yaitu Korea Selatan. Jadi, aksi provokasi yang dilakukan
oleh Korea Utara dengan menggunakan nuklir sebagai senjata terbesar dalam rangka
menghancurkan kedaulatan negara tetangganya. Hal ini membuat Korea Selatan berada dalam
zona bahaya dan akan memicu terjadinya konflik bahkan perang kembali antar dua negara.
Untuk mengurangi aksi provokasi tersebut dalam rangka memerangi ancaman nuklir Korea
Utara. Maka, penting bagi Korea Selatan untuk memperkuat kebijakan luar negerinya.
B. BENTUK-BENTUK KEBIJAKAN LUAR NEGERI KOREA SELATAN
DALAM MEMERANGI ANCAMAN NUKLIR KOREA UTARA
Kebijakan sebuah negara tentu akan mengalami beberapa fase perubahan, hal itu
diakibatkan karena setiap kebijakan yang diambil oleh negara dilandaskan atas kepentingan
nasional negara dari waktu ke waktu serta dinamika perkembangan Internasional. Seperti halnya
Korea Selatan, penerapan kebijakan luar negeri Korea Selatan terus mengalami perubahan,
dimana perubahan dari kebijakan negara ini terus menyesuaikan diri dengan dinamika perubahan
tatanan Internasional yang sifanya masih sebatas upaya untuk memerangi ancaman nuklir
yangdilakukan oleh Korea Utara . Ancaman terbesar dari Korea Utara saat ini dalam bentuk aksi
provokasi menggunakan senjata nuklir. Namun, Korea Selatan telah menerapkan beberapa
kebijakan sebelumnya.
Beberapa kebijakan yang sudah diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan untuk
mengurangi ancaman nuklir tersebut di antaranya adalah kebijakan luar negeri “Sunshine
Policy” dan kebijakan “Garis Keras”. Namun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah Korea Selatan ini tidak selamanya mendapat respon positif dari Korea Utara. Seperti
halnya kebijakan “Sunshine Policy”, dimana kebijakan ini mengambil pendekatan umum untuk
hubungan kedua Korea. Korea Selatan menekankan pada kerjasama dan non-paksa, yakni Korea
Selatan tetap memberikan bantuan ekonomi terhadap Korea Utara tanpa memaksa mereka untuk
menghentikan operasi pembuatan nuklir.13 Namun dengan diberlakukannya prinsip non-paksa
13 R.G.S Moren “ Reaksi Korea Utara Terhadap Kebijakan Korea Selatan Memberhentikan Bantuan Ekonomi
Terhadap Korea Utara (2008-2011)”, diakses dalam https://www.neliti.com/publications/31292/reaksi-korea-utaraterhadap-kebijakan-korea-selatan-memberhentikan-bantuan-ekono, pada 16 Desember 2017 pukul 14.38 WITA.

14

inilah yang kemudian menjadikan Korea Selatan lemah sehingga Korea Utara bersikeras untuk
tetap melakukan pengembangan nuklir. Dengan begitu keamanan Korea Selatan akan terus
merasa terancam dengan keberadaan nuklir tersebut. Karena kebijakan yang dikeluarkan ini
dianggap tidak seimbang atau menguntungkan satu pihak saja. Maka, Presiden Korea Selatan
memutuskan untuk tidak lagi menggunakan kebijakan ini dan menggantikannya dengan
kebijakan “Garis Keras”.
Kebijakan “Garis Keras” ini berupa pengurangan bantuan ekonomi yang diberikan oleh
pemerintah Korea Selatan sebagai instrumen sarana diplomasi terhadap Korea Utara. Lahirnya
kebijakan ini diakibatkan karena pemerintah Korea Selatan menganggap bahwa upaya diplomasi
yang dilakukan tidak ada gunanya, sebab Korea Utara masih melakukan ancaman-ancaman yang
dapat membahayakan keamanan Korea Selatan. Hal ini ditandai dengan diluncurkannya uji coba
senjata nuklir untuk pertama kalinya oleh Korea Utara pada tahun 2006 dan 2009, serta Korea
Utara juga masih melakukan serangan militer terhadap Korea Selatan.14
Kebijakan “Garis Keras” yang dikeluarkan oleh Presiden Lee Myung Bak, menimbulkan
reaksi yang sangat menentang dari Korea Utara. Diawali dengan serangan-serangan verbal dari
media buruh Korea Utara yang mengecam sikap Lee Myung Bak, hingga Korea Utara
memutuskan untuk memperketat perbatasan dan melakukan peluncuran rudal jarak jauh, serta
berbagai protes keras lainnya sebagai bentuk menentang kebijakan Korea Selatan. Berbagai
protes keras ini merupakan Propaganda dari Korea Utara terhadap kebijakan Lee Myung Bak.
Reaksi keras dari Korea Utara merupakan Propaganda yang bertujuan untuk meruntuhkan
kebijakan Korea Selatan yaitu mengaitkan bantuan ekonomi dengan nuklir Korea Utara. Menurut
Korea Utara, Lee Myung Bak hanya memperkeruh suasana dengan kebijakannya.
Melihat dampak yang ditimbulkan dengan adanya kebijakan ini, yakni dengan semakin
keruhnya hubungan dari kedua Korea ini maka muncullah kebijakan baru dengan haluan yang
berbeda, yakni munculnya kebijakan “ Trust Politic Policy” yang dicanangkan oleh Presiden ke11 Korea Selatan yakni Park Geun Hye. Ia melihat bahwa untuk memperbaiki hubungan kedua
Korea ini, tidak hanya dilakukan dengan pendekatan-pendekatan Liberalis yang mengharuskan
kedua negara untuk bekerja sama dan melahirkan satu kesepakatan antar keduanya yang harus
14 Yudho Arif Kresno (2015), “kebijakan Korea Selatan terhadap Korea Utara pada masa kepemimpinan presiden
Park Geun Hye”, diakses dalam http://eprints.upnyk.ac.id/6845, pada 16 Desember 2017 pukul 15.38 WITA.

15

ditaati. Melainkan Park Geun Hye sendiri mencoba untuk melihat kondisi dari kedua negara ini
dengan menggunakan kacamata konstruktivisme. Dimana mekanisme pemberlakuan kebijakan
“Trust Politic Policy” yang dirancangnya ini bertujuan untuk merubah persepsi Korea Utara
terhadap Korea Selatan dengan adanya kebijakan saling mempercayai.
Trust menurut Park sebagai sebuah inti nilai terhadap keseluruhan filosofi politik yang
menjadi aset yang dibutuhkan dalam membantu pengembangan kerja sama tidak hanya antar
individu tapi juga antar bangsa. Selain itu, trust didefinisikan sebagai aset dan sarana umum
untuk kerja sama internasional serta sebagai unsur yang sangat diperlukan dalam menciptakan
perdamaian yang nyata. Perdamaian tanpa konsep trust merupakan suatu hal yang mustahil
untuk diwujudkan, karena kesungguhan dalam proses trust membutuhkan waktu dan pendekatan
secara bertahap dan konsisten.
Kebijakan luar negeri “Trust-Politik policy” Korea Selatan tediri atas tiga kerangka besar
yaitu Trust-building Process on the Korean Peninsula, Northeast Asia Peace and Cooperation
Initiative dan Eurasia Initiative.15 Pertama, Trustbuilding Process on the Korean Peninsula
adalah suatu cara untuk membangun kepercayaan antara Korea Selatan dengan Korea Utara dan
pergerakan hubungan antar Korea yang didasari keamanan yang kuat dalam tatanan
internasional. untuk mencapai perdamaian akhir di Semenanjung Korea dan harapan unifikasi
kedepannya. Kerangka yang kedua yaitu, Northeast Asia Peace and CooperationInitiative
(NAPCI) merupakan proses dialog yang bertujuan untuk membangun kepercayan antar bangsa di
Asia Timur Laut dengan memperkuat kebiasaan untuk dialog dan kerja sama dengan
mengedepankan isu-isu non tradional kemudian secara bertahap pada pengembangan lingkup
kerja sama. Kebijakan ini coba diusung oleh Korea Selatan karena ketiadaanya tindakantindakan yang efektif dalam mencari sumber konflik yang ada di regional seperti isu teritori serta
munculnya ancaman baru bersama tentang isu lingkungan dan pemanfaatan energi seperti halnya
energi nuklir. Di mana hal tersebut mengahalangi upaya-upaya untuk memaksimalkan penuh
potensi untuk pengembangunan regional. Kerangka kebijakan Korea Selatan Ketiga, Eurasia
Initiative merupakan inisiatif kerjasama dan strategi nasional yang besar yang diajukan oleh
15K.Ihsan (2017), “ Latar Belakang Trust Politic Policy”, diakses dalam https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://scholar.unand.ac.id/22701/2/BAB
%25201.pdf&ved=2ahUKEwjJpsPw517YAhVGjpQKHamQBGgQFJAAegQIBBAB&usg=AOvVaw2oTCyM2AbG
YDG-mKXWajno. , pada tanggal 16 Desember 2017 pukul 23.26 WITA.

16

Korea Selatan guna bisa mencapai kemakmuran berkelanjutan dan perdamaian di Eurasia (Eropa
dan Asia).
Berdasarkan tiga kerangka kebijakan Trust-Politik dapat dilihat bahwa permasalahan
keamanan di Semenanjung Korea yang diakibatkan oleh aktivitas pengembangan nuklir dan
tindakan provokatif oleh Korea Utara merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan. Oleh
karena itu perlunya ada antisipasi untuk bisa meredam ataupun menghentikan tindakan Korea
Utara, khususnya bagi Korea Selatan sebagai negara terdekat. Hal ini sejalan dengan kebijakan
Trust-Politik yang muncul berdasarkan pengalaman sejarah Semenanjung Korea serta kesulitan
dalam menebak realitas keamanan di mana terdapat penurunan tingkat kepercayaan yang jelas
antar negara di Semenanjung Korea dan di Asia Timur Laut. Dengan adanya kebijakan
kepercayaan ini pemerintah Korea Selatan berharap agar hubungannya dengan Korea Utara dan
negara lainnya menjadi lebih membaik
C. ANALISIS KEBIJAKAN TRUST POLITIC POLICY OLEH PARK GEUN HYE
UNTUK MEMERANGI ANCAMAN NUKLIR KOREA UTARA DALAM
PANDANGAN KONSTRUKTIVISME
Terkait kebijakan luar negeri Korea Selatan dalam memerangi ancaman nuklir dari Korea
Utara, maka dapat dilihat bagaimana kebijakan luar negeri Korea Selatan dapat mempengaruhi
tatanan dunia internasional melalui konstruksi sosial dengan mekanisme pemberlakuan kebijakan
“Trust Politic Policy” yang dicanangkan oleh Park Geun Hye sebagai agen atau aktor yang
berperan karena dinilai relevan untuk memerangi ancaman nuklir dari Korea Utara dalam bentuk
aksi provokasi secara terus-menerus. Hal ini yang membuat Korea Selatan harus mengubah zona
konflik menjadi zona kepercayaan dengan cara merubah persepsi Korea Utara terhadap Korea
Selatan dengan adanya kebijakan saling mempercayai ini. Sehingga, kelompok kami memilih
perspektif konstruktivisme sebagai pisau analisis dikarenakan konstruktivisme dapat
menjelaskan bagaimana aktor pembuat kebijakan berakhir pada satu persepsi dalam memahami
lingkungannya, mempunyai sikap dan memiliki identitas tertentu dalam kaitannya dengan satu
isu.
Secara ontologis, konstruktivisme dibangun atas tiga proposisi utama. Pertama, struktur
sebagai pembentuk perilaku aktor sosial dan politik, baik individual maupun negara, tidak hanya
terdiri memiliki aspek material, tetapi juga normatif dan ideasional. Bagi konstruktivisme,
17

struktur normatif dan ideasional inilah yang sebenarnya membentuk identitas sosial aktor-aktor
politik.Hal ini dapat dilihat melalui kebijakan “Trust Politik Policy” yang mana Park Geun Hye
sebagai actor yang berperan dalam pembuat kebijakan menempatkan nilai trust sebagai sebuah
inti nilai terhadap keseluruhan filosofi politik.
Kedua,

kepentingan (sebagai dasar bagi tindakan atau perilaku politik) bukan

menggambarkan rangkaian preferensi yang baku, yang telah dimiliki oleh aktor-aktor politik,
melainkan sebagai produk dari identitas aktor-aktor tersebut. Namun, sebelum mengarah kepada
kepentingan-kepentingan tersebut ada identitas awal sebelum terbentunya identitas baru yang
dapat mempengaruhi lingkungan domestik maupun lingkungan internasional. Identitas Korea
Selatan saat ini adalah diyakini sebagai sebuah negara yang mengancam kedaulatan negara lain
(Korea Utara) karena dilihat dari lingkungan sosialnya yang memiliki hubungan bilateral yang
erat dengan Amerika Serikat.
Hal ini dikarenakan bagi Korea Utara, Amerika Serikat adalah ancaman yang paling
berbahaya bagi negaranya sehingga semakin menguatkan Korea Utara untuk mengembangkan
senjata nuklir yang dimilikinya hingga sekarang telah menjadi negara nuklir yang paling ditakuti
oleh dunia internasional terutama Korea Selatan. Yang mana mengganggap nuklir sebagai bentuk
ancaman karena seringnya tindakan provokatif dilakukan Korea Utara untuk menghancurkan
negaranya. Dari sebuah identitas, dapat menentukan kepentingan dari Park Geun Hye yaitu aktor
yang berperan dalam perubahan identitas tersebut dengan menentukan kepentingan yang mana
kepentingan tersebut dirumuskan ke dalam sebuah kebijakan yang diberi nama Trust Politik
Policy. Park Geun Hye mengembangan kepentingan itu dengan tiga kerangka besar dari
Kebijakan Trust Politik Policy-nya yaitu Trust-building Process on the Korean Peninsula,
Northeast Asia Peace and Cooperation Initiative dan Eurasia Initiative.Contohnya, pada konsep
trust-building process yaitu alat untuk mencapai “Three Stage Unification” yaitu menjamin
keamanan, melaju melalui integrasi ekonomi, dan mencapai integrase politik.
Intinya bentuk-bentuk tersebut lebih mengedepankan pada kerjasama internasional dan
dialog atau berdiplomasi secara langsung memperlihatkan bahwa Korea Selatan selain ingin
membangun perdamaian dengan Korea Utara agar mampu menghadapi provokasi-provokasi dari
Korea Utara seperti uji coba nuklir dan provokasi lainnya. Dalam situasi ketidakstabilan di
Semenanjung Korea, dengan konsep kebijakan ini, Park berusaha untuk menurunkan rasa
18

permusuhan dan curiga terhadap Korea Utara dan menyelesaikan dua tantangan isu keamanan
tentang rivalitas antar duo-korea dan rivalitas di Asia Timur Laut. Korea Selatan juga dapat
sekaligus memenuhi kepentingan nasional lainnya seperti diakui eksistensinya oleh dunia
internasional sebagai negara yang mampu untuk meredam konflik di Semenanjung Korea dan di
Asia Timur Laut. Jadi, teoretisi konstruktivis lebih menekankan pada sumber-sumber munculnya
kepentingan, yakni bagaimana aktor-aktor politik mengembangkan kepentingan-kepentingan
mereka. Dalam artian ini, terkait dengan proposisi ontologis yang pertama, Alexander Wendt
secara jelas mengatakan bahwa, ‘Identities are the basis of interests’ (1992).16
Ketiga, struktur dan agen saling mempengaruhi satu sama lain. Konstruktivis pada
dasarnya adalah strukturasionis yakni menekankan peran struktur non-material terhadap identitas
dan kepentingan serta, pada saat yang bersamaan, menekankan peran praktek dalam membentuk
struktur-struktur tersebut. Artinya, meskipun sangat menentukan identitas (dan oleh karenanya
juga kepentingan) aktor-aktor politik, struktur ideasional atau normatif tidak akan muncul tanpa
adanya tindakan-tindakan aktor-aktor politik. Sehingga pada tahap berikutnya tindakan negara
akan memberikan pengaruh terhadap bentuk sistem internasional, sebaliknya sistem tersebut juga
memberikan pengaruh pada perilaku negara-negara. Dalam proses saling mempengaruhi itu
terbentuklah apa yang disebut dengan collective meanings. Collective meanings itulah yang
menjadi dasar terbentuknya intersubyektifitas dan kemudian membentuk struktur atau identitas
baru dalam rangka perubahan persepsi yang mana dari sesuatu yang bersifat ancaman dapat
berubah menjadi hubungan pertemanan.
Kebijakan ini digunakan oleh Park Geun Hye untuk menyatukan kesepahaman
masyarakat internasional bahwa Semenanjung Korea dapat mengalami pergeseran dari zona
konflik menjadi zona kepercayaan, artinya bahwa akan terbentuk sebuah identitas baru dari
Korea Selatan untuk mengubah persepsi dengan menempatkan nilai Trust sebagai kunci di dalam
kebijakan Trust Politik Policy yang berarti kepercayaan (mempercayai satu sama lain) yang
muncul berdasarkan pengalaman buruk sejarah Semenanjung Korea dan kesulitan dalam
menebak realitas keamanan yang mana terdapat penurunan tingkat kepercayaan yang jelas di
16 EkaPrasdika Putra, “KONSTRUKTIVISME DARI SUDUT POLITIK LUAR NEGERI: (STUDI KASUS: WTO
DAN INDONESIA)”, http://ekaprasdika.blogspot.co.id/2013/07/konstruktivisme-dari-sudut-politik-luar_7392.html.
diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 15:40 WITA.

19

Semenanjung Korea bahkan di Asia Timur Laut. Hal ini menjadikan kedua negara berusaha
memaksimalkan pertahanan dan keamanan negara agar terhindar dari dominansi satu sama
lainnya serta tidak ada lagi yang namanya konflik di Semenanjung Korea yang diakibatkan oleh
aktivitas pengembangan nuklir dan tindakan provokatif oleh Korea Utara meskipun proses trust
ini membutuhkan waktu dan pendekatan secara bertahap namun diharapkan konsisten untuk
menyelesaikan segala konflik di Semenanjung Korea sekaligus di Asia Timur Laut.

20

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Korea Utara mengumumkan tanda bahaya

ketika Amerika Serikat yang dipimpin oleh

Presiden Donald Trump mengajak Korea Selatan untuk latihan militer gabungan di ambang pintu
wilayah Korea Utara sehingga sebagai negara yang realis tentunya Korea Utara mengecam hal
tersebut sebagai upaya atau strategi untuk melakukan penyerangan terhadap negaranya. Bahkan
ketika Amerika Serikat dan Korea Selatan yang hanya sebatas berlalu-lalang didepan negaranya
Korea Utara langsung menanggapi hal tersebut sebagai gertakan apalagi sekarang diketahui
bahwa Korea Selatan dan Amerika Serikat sedang melakukan latihan militer. Alasan-alasan
inilah yang membuat Korea Utara terus mengembangkan nuklirnya hingga saat ini pada bulan
September 2017 Korea Utara telah meluncurkan nuklirnya dengan ledakan mencapai 1000
kiloton yang mana sebelumnya untuk menunjukkan negaranya sebagai negara nuklir, Korea
Utara telah meluncurkann nuklir pada tahun 2006, 2009 dan 2016 sebanyak dua kali percobaan..
Hal ini membuat keresahan dunia internasional khususnya negara tetangga, Korea Selatan.
Selain itu, bentuk aksi provokasi lain yang dilakukan kepada Korea Selatan adalah pernyataan
Korea Utara yang dapat menghancurkan Korea Selatan dengan mudahnya

sehingga aksi

provokatif tersebut dianggap sebagai ancaman yang serius oleh Korea Selatan.
Untuk mengurangi aksi provokasi dalam rangka memerangi ancaman nuklir Korea Utara
tersebut, maka, penting bagi Korea Selatan untuk memperkuat kebijakan luar negerinya terhadap
Korea Utara. Beberapa kebijakan yang sudah diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan untuk
mengurangi invasi tersebut di antaranya adalah kebijakan luar negeri “Sunshine Policy” dan
kebijakan “Garis Keras”. Namun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Korea
Selatan ini tidak selamanya mendapat respon positif dari Korea Utara justru semakin
memperkeruh hubungan kedua Korea ini. Maka muncullah kebijakan baru dengan haluan yang
berbeda, yakni kebijakan “Trust Politic Policy” yang dicanangkan oleh Presiden ke-11 Korea
Selatan yakni Park Geun Hye. Kebijakan ini dinilai relevan untuk memerangi ancaman nuklir
berupa tindakan provokatif oleh Korea Utara. Park melihat bahwa untuk memperbaiki hubungan
kedua Korea ini, tidak hanya dilakukan dengan pendekatan-pendekatan Liberalis yang
21

mengharuskan kedua negara untuk bekerja sama dan melahirkan satu kesepakatan antar
keduanya yang harus ditaati. Melainkan Park Geun Hye sendiri mencoba untuk melihat kondisi
dari kedua negara ini dengan menggunakan kacamata konstruktivisme. Dimana mekanisme
pemberlakuan kebijakan “Trust Politic policy” yang dirancangnya ini bertujuan untuk merubah
persepsi Korea Utara terhadap Korea Selatan dengan adanya kebijakan saling mempercayai
sehingga untuk menganalisis kasus ini dapat digunakan perspektif konstruktivisme.
Kebijakan ini digunakan oleh Park Geun Hye untuk menyatukan kesepahaman
masyarakat internasional bahwa Semenanjung Korea dapat mengalami pergeseran dari zona
konflik menjadi zona kepercayaan, artinya bahwa akan terbentuk sebuah identitas baru dari
Korea Selatan untuk mengubah persepsi dengan menempatkan nilai Trust sebagai kunci di dalam
kebijakan Trust Politik Policy yang berarti kepercayaan (mempercayai satu sama lain) yang
muncul berdasarkan pengalaman buruk sejarah Semenanjung Korea dan kesulitan dalam
menebak realitas keamanan yang mana terdapat penurunan tingkat kepercayaan yang jelas di
Semenanjung Korea bahkan di Asia Timur Laut. Hal ini menjadikan kedua negara berusaha
memaksimalkan pertahanan dan keamanan negara agar terhindar dari dominansi satu sama
lainnya serta tidak ada lagi yang namanya konflik di Semenanjung Korea yang diakibatkan oleh
aktivitas pengembangan nuklir dan tindakan provokatif oleh Korea Utara meskipun proses trust
ini membutuhkan waktu dan pendekatan secara bertahap namun diharapkan konsisten untuk
menyelesaikan segala konflik di Semenanjung Korea sekaligus di Asia Timur Laut.
.

22

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani. 2005.Pengantar Ilmu
HubunganInternasional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Ambarwati dan Subarno Wijatmadja. 2016. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Malang :
Intrans Publishing.
Hara, Abubakar Eby. 2010. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: Dari Realisme sampai
Konstruktivisme. Jakarta: Nuansa Cendekia.
Robert Jackson, Georg Serensen. 2013. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Teori dan
Pendekatan Edisi Kelima.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
WEBSITE
http://ekaprasdika.blogspot.co.id/2013/07/konstruktivisme-dari-sudut-politik-luar_7392.html.
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-04-05/sejarah-di-balik-ketegangan-koreautara-dan-korea-selatan-kilas-balik/1112046
http://eprints.upnyk.ac.id/6845
http://horizonwatcher.blogdetik.com/2011/12/20/sejarah-koreautara-kepemimpinan-kim-il-sung
kim-jong-il-dan-penerusnya-kim-jong-un
http://internasional.kompas.com/read/2017/09/04/22032581/sejarah-pengembangan-dan-ujicoba-senjata-nuklir-korea-utara
https://news.detik.com/berita/d-3627422/peluncuran-rudal-korut-dari-masa-ke-masa-makinmengkhawatirkan
http://internasional.kompas.com/read/2017/09/04/22032581/sejarah-pengembangan-dan-ujicoba-senjata-nuklir-korea-utara
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170118125741-119-187142/dubes-korut-untukindonesia-as-penyebab-bahaya-dunia/
23

http://internasional.kompas.com/read/2017/09/04/22032581/sejarah-pengembangan-dan-ujicoba-senjata-nuklir-korea-utara
https://www.neliti.com/publications/31292/reaksi-korea-utara-terhadap-kebijakan-korea-selatanmemberhentikan-bantuan-ekono
https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://scholar.unand.ac.id/22701/2/BAB
%25201.pdf&ved=2ahUKEwjJpsPw517YAhVGjpQKHamQBGgQFJAAegQIBBAB&usg=AOv
Vaw2oTCyM2AbGYDG-mKXWajno.

24

Dokumen yang terkait

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Pengaruh mutu mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa bidang ekonomi di SMA Negeri 14 Tangerang

15 165 84

Pengaruh Kebijakan Alokasi Aset dan Pemilihan Sekuritas terhadap Kinerja Reksadana Campuran Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)

0 54 101

Sistem Informasi Akademik Pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bandung

21 159 139

Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Struktur Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden Pada PT. Indosat

8 108 124

Pembangunan aplikasi e-learning sebagai sarana penunjang proses belajar mengajar di SMA Negeri 3 Karawang

8 89 291

Pengaruh Implementasi Kebijakan Tentang Sistem Komputerisasi Kantor Pertahanan (KKP) Terhadap Kualitas Pelayanan Sertifikasi Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Cimahi

24 81 167

EFEKTIVITAS MEDIA PENYAMPAIAN PESAN PADA KEGIATAN LITERASI MEDIA (Studi pada SMA Negeri 2 Bandar Lampung)

15 96 159

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60