PENGARUH KELEMBAPAN TEMPERATUR DAN pH PA

PENGARUH KELEMBAPAN, TEMPERATUR, DAN PH PADA
PROSES BIOREMEDIASI DENGAN MENGGUNAKAN
BAKTERI BACILLUS SP DAN BULKING AGENT SEKAM PADI
EFFECT HUMIDITY, TEMPERATURE, AND PH
BIOREMEDIATION PROCESS USING BACTERIA BACILLUS
SP AND RICE HUSK BULKING AGENT
Fahrudin Hendro Priyono 1, Muhammad Nofal2
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus IPB
Dramaga, Bogor, 16680
[email protected], [email protected]
Abstrak : Bioremediasi adalah proses alami untuk membersihkan kondisi lingkungan akibat substansi
kimia berbahaya menggunakan bantuan aktivitas organisme. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
proses bioremediasi adalah kandungan kontaminan, TPH (Total Petroluem Hydrocarbon),
kelembapan, pH, nutrient, dan temperatur tanah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode landfarming dan biopile. Tujuan dari penelitian ini mengetahui pengaruh kelembapan, pH,
dan temperatur dalam proses bioremediasi dengan menggunakan bakteri Bacillus sp. Hasil yang
diperoleh yaitu hasil hitung rata-rata temperatur pada biopile yaitu 32, 481 oc, sedangkan rata-rata
temperatur pada landfarming yaitu 31,1 oc. Hal ini mengindikasikan kinerja degradasi mikroba lebih
cepat pada biopile, ini disebabkan terjadinya peningkatan laju reaksi kimia dalam sel untuk
memperbanyak diri.
Kata Kunci : Biopile, Bioremediasi, Kelembapan, Landfarming, Oil & Grease, Temperatur.

Abstract: Bioremediation is a natural process to clean up the environment as a result of using a
dangerous chemical substance activity of the organism. Factors that may affect the process of
bioremediation is the content of contaminants, TPH (Total Petroluem Hydrocarbon), moisture, pH,
nutrients, and soil temperature. The method used in this study is the method of landfarming and
biopile. The purpose of this study to know the effect of moisture, pH, and temperature in the
bioremediation process using the bacterium Bacillus sp. The results obtained are the results of
arithmetic average temperature on biopile ie 32, 481 oc, while the average temperature is 31.1 oc in
landfarming. This indicates more rapid microbial degradation of performance on biopile, this is due to
an increase in the rate of chemical reactions in cells to reproduce themselves.
Keywords: Biopile, bioremediation, humidity, Landfarming, Oil & Grease, Temp.

PENDAHULUAN
Sumber daya alam seperti minyak bumi, batubara, gas, sangat diperlukan oleh
industri. Namun dalam melaksanakan eksplorasi ini, minyak bumi sering tumpah ke
lingkungan yang mengakibatkan tercemarnya daratan dan lautan. Pencemaran
lingkungan oleh minyak bumi disebabkan karena tumpahnya minyak bumi pada
proses pengolahan, produksi, distribusi maupun penggunaannya sehingga komponenkomponen minyak bumi terlepas ke dalam lingkungan, misalnya kebocoran tangker
minyak bumi, jalur pipa transmisi, kebocoran karena peralatan yang tidak terawat
dengan baik, proses produksi yang tidak baik, pembuangan sisa minyak bumi.
Dampak ekologis yang ditimbulkan dari pencemaran minyak bumi di laut, yaitu:

Pencemaran laut yang berasal dari tumpahan minyak akan merusak ekosistem laut

antara lain plankton (fitoplankton-zooplankton) dan nekton. Pencemaran minyak di
laut sebagai akibat dari tumpahan minyak dapat mempengaruhi tingkat intensitas
fotosintesis.
Berbagai usaha untuk mengatasi pencemaran telah dilakukan antara lain dengan
melakukan perbaikan path sistem eksplorasi, eksploatasi, pengolahan dan penyaluran
minyak bumi, serta pengelolaan limbab. Adapun penanganan pencemaran yang
sejauh ini telah dilakukan meliputi penanganan fisik, biologi, dan kimiawi. Kehadiran
mikroorganisme pendegradasi cemaran hidrokarbon pada habitatnya akan mampu
melakukan remediasi atau pemulihan, tetapi dengan jumlah populasinya yang rendah
dan suplemen nutrien tertentu menyebabkan kemampuan remediasinya rendah.
Keefektifan bioremediasi sangat ditentukan oleh konsentrasi mikrob pendegradasi
cemaran, konsentrasi cemaran, faktor fisik seperti suhu dan pH optimum, dan faktor
kimia seperti ketersediaan oksigen dan nutrien (Bouwer,1992). Pada awalnya
mikroorganisme pendegradasi minyak bumi dianggap hanya dijumpai pada daerah
yang bersinggungan dengan minyak bumi, tetapi bukti menunjukkan bahwa
mikroorganisme pendegradasi minyak tersebar luas di alam (Schlegel 1993). Hingga
saat ini lebih dan 108 spesies bakteri marnpu mendegradasi hidrokarbon, di antaranya
yaitu: Akali genes, Bacillus, Flavobacterium, Nocardia , Pseudomonas, dan Vibrio

(Berry & Francis 1987). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
kelembapan, pH, dan temperatur dalam proses bioremediasi dengan menggunakan
bakteri Bacillus sp.

TINJAUAN PUSTAKA
Bouwer (1992) menjelaskan bahwa bioremediasi dapat diaplikasikan untuk
membersihkan lahan yang terkontaminasi bahanbahan kimia berbahaya. Produk akhir
bioremediasi adalah berupa CO2, air, dan massa sel mikroorganisme. Bioremediasi
merupakan proses pengolahan yang menggunakan mikroorganisme alami (seperti
ragi, jamur, atau bakteri) untuk memecah atau mendegradasi substansi-substansi
toksik menjadi substansi yang toksisitasnya lebih rendah atau non toksik. Pencemaran
tanah oleh minyak dapat disebabkan oleh terjadinya tumpahan minyak, kecelakaan
kendaraan pengangkut, kebocoran tangki bawah tanah dan permukaan tanah,
kebocoran pipa minyak, buangan proses (Munawar, 2012). Keefektifan bioremediasi
sangat ditentukan oleh konsentrasi mikrob pendegradasi cemaran, konsentrasi
cemaran, faktor fisik seperti suhu dan pH optimum, dan faktor kimia seperti
ketersediaan oksigen dan nutrien (Bouwer,1992). Menurut Madigan et al. (1997)
status nutrien tanah merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas mikrob,
dan daerah yang paling tinggi aktivitasnya terdapat di lapisan alas tanah terutarna di
rizosfer. Jumlah dan aktivitas mikrob bergantung pada jumlah kandungan dan

keseimbangan nutrient yang ada.
Masalah utama yang sering dijumpai dalam aplikasi mikroorganisme untuk
bioremediasi adalah menurun atau hilangnya potensi mikroba. Walaupun dalam
percobaan laboratorium mikroba menunjukkan aktivitas degradasi yang tinggi,
ternyata tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam percobaan di
lapangan (in situ). Untuk meningkatkan keefektifan penggunaan mikroorganisme

dalam bioremediasi dapat dilakukan dengan melakukan dua strategi berikut. Pertama;
Biostimulan yaitu suatu teknik menambahkan nutrien tertantu dengan tujuan
merangsang aktivitas mikroba-mikroba tempatan (indigenous). Atlas dan Berta
(1992), teknik biostimulasi ini telah sukses dalam mengendalikan tumpahan minyak
di perairan dan kontaminasi senyawa hidrokarbon (PAH) di tanah. Nutrien yang
sering ditambahkan adalah fosfor dan nitrogen. Kedua; Bioaugmentasi yaitu dengan
mengintroduksi mikroba tertentu pada daerah yang akan diremediasi. Di samping
masalah di atas, lambatnya kecepatan degradasi polutan di lingkungan disebabkan
oleh beberapa faktor sebagai berikut: enzim-enzim degradatif yang dihasilkan oleh
mikroba tidak mampu mengkatalis reaksi degradasipolutan yang tidak alami,
kelarutan polutan dalam air sangat rendah, dan polutan terikat kuat dengan partikelpartikel organik atau partikel tanah. Selain itu, pengaruh lingkungan seperti pH,
temperatur, dan kelembapan tanah juga sangat berperan dalam menentukan
kesuksesan proses bioremediasi (Carolina, 2011).


METODE PENELITIAN
Penelitian bioremediasi ini dilakukan pada hari Jumat tanggal 28 Maret 2014 di
Laboratorium Polusi dan Kualitas Udara IPB. Dalam penelitian ini digunakan dua
metode yaitu metode landfarming dan bioplie. Bahan dan alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah botol semprot, timbangan analitik, desikator, botol vial,
waterbath, stiler , Erlenmeyer, pipet, pinset, kertas saring, oven, pH meter,
turbidimeter, spektrofotometer, wadah plastik, konsorsium Bacillus sp, tanah
percobaan, oli bekas, Bulking Agent jenis sekam padi, pupuk urea 46% N, pupuk
NPK 16% N, 16% P, dan 16% K, N-hexane, akuades, dan Na2SO4 (serbuk). Prosedur
yang dilakukan pada penelitian ini yaitu tanah diambil secukupnya dan
dihomogenkan, disediakan 3 jenis reaktor yaitu reactor control, reactor dengan
penambahan Bacillus sp 5 %, dan reactor dengan penambahan Bacillus sp 10 %.
Untuk reaktor landfarming:
 Masukkan limbah minyak bumi sebesar 15 % ke dalam tanah percobaan.
 Jangan tambahkan bahan apapun ke dalam reaktor kontrol, kecuali limbah
minyak bumi.
 Masukkan tanah ke dalam wadah plastik hingga mencapai ketinggian
maksimum 10 cm.
 Jangan mampatkan tanah sehingga udara dari luar tetap mengalir di antara

pori-pori tanah.
 Tambahkan konsorsium Bacillus sp. sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
Tuangkan secara merata dan aduk tanah hingga bakteri diharapkan dapat
tersebar merata. Gunakan sarung tangan.
 Tambahkan pupuk NPK sebesar 0,5-0,8% dan urea sebesar 1%. Aduk hingga
merata di dalam tanah.
 Tambahkan air dengan frekuensi 2 kali dalam seminggu melalui botol
penyemprot hingga tanah menjadi lembap. Aduk tanah secara manual
menggunakan tangan pada saat penyemprotan air.






Pengadukan tanah dilakukan setiap hari atau maksimal dua hari sekali untuk
menjaga kondisi aerob pada tanah.
Tutup wadah dengan plastik yang telah dilubangi untuk menjaga
keberlangsungan sirkulasi udara dan menjaga kelembapan tanah.


Untuk reaktor biopile:

Rangkai selang aerator di dalam reaktor biopile hingga dapat mengakomodasi
tercapainya udara yang merata di setiap bagian reaktor.
 Masukkan bulking agent sekam padi ke dalam tanah percobaan dengan
perbandingan sebesar 1:3. Aduk bulking agent hingga merata.
 Jangan tambahkan bahan apapun ke dalam reaktor kontrol, kecuali limbah
minyak bumi dan bulking agent.
 Masukkan tanah hingga mencapai ketinggian maksimum wadah plastik.
 Jangan dimampatkan tanah sehingga udara dari aerator tetap mengalir di
antara pori-pori tanah.
 Tambahkan konsorsium Bacillus sp. sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
Tuangkan secara merata dan aduk tanah hingga bakteri diharapkan dapat
tersebar merata. Gunakan sarung tangan.
 Tambahkan pupuk NPK sebesar 0,5-0,8% dan urea sebesar 1%. Aduk hingga
merata di dalam tanah.
 Tambahkan air dengan frekuensi 2 kali dalam seminggu melalui botol
penyemprot hingga tanah menjadi lembap. Aduk lapisan tanah bagian atas
tanpa mengganggu selang aerator.
 Tutup wadah dengan plastik yang telah dilubangi untuk menjaga

keberlangsungan sirkulasi udara dan menjaga kelembapan tanah.
Untuk setiap reaktor:
 Cek konsentrasi TPH pada awal dan akhir pelaksanaan praktikum.
 Cek konsentrasi minyak-lemak (oil & grease) setiap 2 kali seminggu.
 Cek pH, temperatur, turbiditas dengan menggunakan turbidimeter, dan
turbiditas dengan menggunakan spektrofotometer mengikuti durasi
pengecekan TPH.
 Dalam prosedur pengecekan pH, perbandingan antara contoh uji tanah dan air
suling adalah 1:2. Kemudian, lakukan pengocokan dan biarkan padatan
terendapkan sehingga pH supernatan dapat dicek.
 Lakukan pengamatan proses bioremediasi ini hingga durasi yang akan
ditentukan saat pelaksanaan praktikum. Amati trend penurunan TPH,
kenaikan jumlah populasi bakteri ditinjau dari tingkat kekeruhan (turbiditas),
laju temperatur dan pH tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keefektifan bioremediasi sangat ditentukan oleh konsentrasi mikrob pendegradasi
cemaran, konsentrasi cemaran, faktor fisik seperti suhu dan pH optimum, dan faktor
kimia seperti ketersediaan oksigen dan nutrien (Bouwer,1992). Menurut Madigan et
al. (1997) status nutrien tanah merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas


mikrob, dan daerah yang paling tinggi aktivitasnya terdapat di lapisan alas tanah
terutarna di rizosfer. Jumlah dan aktivitas mikrob bergantung pada jumlah kandungan
dan keseimbangan nutrient yang ada. Hasil pengukuran temperatur dalam penelitian
dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Temperatur
Biopile

Hari Ke

Landfarming

Kontrol

5%

10%

Kontrol


5%

10%

1

38.3

33.6

34.8

31.2

30.9

31.6

3


29.2

31.1

30.5

29.2

29.4

29.0

8

35

37.4

36.8

32.9

32.3

33.1

10

31.8

33.3

34.4

31.7

30.8

30.3

15

29.9

33.7

34.2

33.2

30.3

30.5

17

29.5

33.4

33.9

32.8

30.1

30.3

22

30.9

32.6

31.7

30.7

32.0

31.4

24

31.4

35

34.6

32.2

33.9

34.6

29

31.2

34.7

34.3

32.1

33.6

34.5

32

31

30.0

30.0

29.5

28.0

29.0

36

32.1

32.0

31.1

31.0

31.0

31.0

38

31.8

31.8

30.8

30.9

30.9

30.9

43

30.9

31.6

31.0

30.0

30.3

30.5

46

30.7

31.4
30.8
29.8
30.1
Tabel 1. Hasil Pengukuran Temperatur

30.2

Tabel di atas menunjukkan bahwa temperatur pada biopile lebih tinggi dibandingkan
dengan landfarming. Dari hasil hitung rata-rata temperatur pada biopile yaitu 32, 481
o
c, sedangkan rata-rata temperatur pada landfarming yaitu 31,1 oc. Hal ini
mngindikasikan kinerja degradasi mikroba lebih cepat pada biopile, ini disebabkan
terjadinya peningkatan laju reaksi kimia dalam sel untuk memperbanyak diri. Untuk
lebih detailnya akan dijelaskan masing-masing reaktor. Pertama, akan dijelaskan
mengenai biopile kontrol dalam grafik di bawah ini

Gambar 1. Grafik Pada Reaktor Kontrol

Grafik di atas menunjukkan bahwa perubahan temperatur tercepat antara biopile dan
landframing pada reaktor kontrol terjadi pada biopile kontrol. Temperatur yang dibuat
dalam grafik ini akan mempengaruhi konsentrasi oil &grease. Berdasarkan hasil
perhitungan perubahan suhu cukup signifikan terjadi pada metode biopile, hal
tersebut berbanding lurus dengan laju proses bioremeodiasi oil & grease. Contohnya
pada temperatur tertinggi yaitu 38,3oc, tingkat konsentrasi oil & grease juga berada
pada posisi tertinggi yaitu 7,93 %. Dalam ilmu kimia telah diketahui bahwa
temperatur tinggi akan meningkatkan konsentrasi suatu zat, hal ini merupakan
penyebab hubungan antara temperatur dan konsentrasi oil & grease pada reaktor
kontrol berbanding lurus. Namun, ketika reaktor ditambah dengan bakteri hasilnya
akan berbeda.hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini

Gambar 2. Grafik Reaktor Penambahan Bacillus sp 5 %

Grafik di atas menunjukkan bahwa hasil perbandingan temperatur dan konsentrasi
oil& grease berbeda dengan reaktor kontrol. Ketika reaktor ditambahkan bakteri
Bacillus sp 5 %, akan mempengaruhi konsentrasi oil & grease. Contohnya seperti
pada biopile 5 % pada suhu tertinggi yaitu 37,4 oc di hari ke-8, namun konsentrasi oil

& grease pada hari ke-8 menurun dari 4,97 % menjadi 3,71%. Hal ini disebabkan
bakteri akan meningkatkan metabolisme tubuh pada temperatur yang cukup tinggi
sehingga akan mempercepat laju degradasi. Namun, jumlah bakteri yang berada pada
reaktor ini hanya 5 %, sehingga belum dapat mengurangi konsentrasi oil & grease
menjadi lebih sedikit dengan waktu yang singkat atau pendek.
Oleh sebab itu dilakukan penambahan bakteri Bacillus sp sebanyak 10 %, hasil
perhitungannya dapat dilihat pada grafik di bawah ini

Gambar 3. Grafik Pada Reaktor Penambahan Bacillus sp 10 %

Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada grafik di atas hampir sama dengan reaktor
Bacillus 5 %. Pada saat temperatur tertinggi di reaktor biopile yaitu 11,28 oc
konsentrasi oil & grease tidak berada dalam posisi terendah, hal ini disebabkan posisi
tertinggi temperatur berada pada hari ke-8, ini masih termasuk fase lag yaitu fase
awal bakteri mau berkembang biak, sehingga jumlah belum cukup banyak untuk
mengurangi konsentrasi oil & grease ke titik terendah. Berdasarkan 3 grafik di atas
konsentrasi oil & grease dalam metode landfarming selalu mengalami peningkatan
saat waktu terakhir. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada reaktor Bacillus
10 % yaitu dari 4,56 % menjadi 9,49 %, hal ini disebabkan terjadi kesalahan dalam
pengamatan dan perhitungan dalam memperoleh hasil konsentrasi oil & grease.
Selain itu faktor temperatur, kelembapan juga berpengaruh terhadap proses
remediasi. Kelembapan berpengaruh terhadap bioremediasi karena air diperlukan
untuk pertumbuhan mikroorganisme dan kegiatan enzimatik atau biokimia.
Kandungan air diperkirakan sebesar 40-60% dari kapasitas maksimum air tanah dan
akan optimal untuk reaksi degradasi pada zona tanah yang tidak jenuh. Dalam tanah
yang kering kecepatan degradasi akan berkurang (Agus, 2000). Hasil perhitungan
kelembapan pada masing-masing reaktor dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Kelembapan
Hari Ke

Biopile

Landfarming

Kontrol

5%

10%

Kontrol

5% Bakteri

10% Bakteri

1

7.8

8.6

10.6

8.02

23.88

47.74

3

9.8

10.6

11

8.54

23.5

45.4

8

10.24

10.9

11.28

10.12

23.3

45.2

10

10.68

10.84

10.9

10.7

23

44.9

15

10.46

11.14

10.66

44.7

22.8

44.6

17

10.2

10.9

10.4

44.5

22.6

44.5

22

10.22

10.34

11

7.26

11.38

13.45

24

12.6

10.44

10.68

10.06

12.96

11.58

29

12.3

10.1

10.5

9.7

12.7

11.3

32

10.38

10.78

10.52

11.44

12.32

16.02

36

10.02

17.7

10.14

10.3

10.4

13.2

38

9.8

17.5

9.9

10.1

10.2

13.1

43

10.62

10.3

10.1

10.3

8.88

9.12

46

10.4

10.2
9.8
10.1
8.6
Tabel 2. Hasil Perhitungan Kelembapan

8.9

Tabel di atas menunjukkan bahwa reaktor yang memiliki tingkat kelembapan yang
tinggi adalah reaktor Bacillus sp 10 %, hal ini mengindikasikan degradasi tercepat
terkadi pada reaktor Bacillus sp 10 %. Sedangkan bioremediasi terlambat terjadi pada
reaktor biopile kontrol. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan grafik di bawah ini

Gambar 4. Grafik Kelembapan Reaktor Kontrol

Grafik di atas menunjukkan kenaikan signifikan kelembapan pada landfarming
kontrol dan rendahnya kelembapan biopile kontrol. Namun, ketika ditambahkan
dengan Bacillus 5 %, maka kelembapan biopile akan meningkat, hal itu dapat dilihat
pada tabel di bawah ini

Gambar 5. Grafik Reaktor Bacillus sp 5 %

Grafik di atas membuktikan penjelasan sebelumnya, pada hari ke-36 kelembapan
pada biopile naik dari 10,78 % menjadi 17,7 %. Dan pada reaktor Bacillus sp 10 %
landfarming mengalami penurunan kelembapan yang cukup signifikan. Hal tersebut
dapat dilihat pada table di bawah ini

Gambar 6. Grafik Reaktor Bacillus sp 10 %

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa kelembapan pada reaktor biopile
cukup stabil, sedangkan pada landfarming terus menurun. Ketiga grafik di atas
menunjukkan hubungan antara konsentrasi oil & grease dengan kelembapan. Dari
ketiga grafik di atas menunjukkan pada saat kelembapan berkurang atau rendah
tingkat bioremediasi juga rendah, karena air dibutuhkan oleh bakteri untuk
pertumbuhan, jika jumlah bakteri bertambah maka proses bioremediasipun akan
semakin cepat. Sebaliknya jika tingkat kelembapan rendah, maka laju degradasi akan

terhambat, hal ini mengindikasikan bahwa hubungan antara konsentrasi oil & grease
dan kelembapan berbanding lurus.
Proses remediasi yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang telah diberikan
oleh pemerintah. Peraturan pemerintah yang mengatur tentang hasil olahan proses
bioremediasi yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun
2003 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan
Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis. Berdasarkan keputusan
pemerintah pH hasil olahan bioremediasi adalah 6-9, konsentrasi TPH < 1 %
(KEMENLH, 2003).

SIMPULAN
Kelembapan dan temperatur merupakan faktor yang dapat mempengaruhi proses
bioremediasi. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa temperatur pada biopile
lebih tinggi dibandingkan dengan landfarming. Dari hasil hitung rata-rata temperatur
pada biopile yaitu 32, 481 oc, sedangkan rata-rata temperatur pada landfarming yaitu
31,1 oc. Hal ini mengindikasikan kinerja degradasi mikroba lebih cepat pada biopile,
ini disebabkan terjadinya peningkatan laju reaksi kimia dalam sel untuk
memperbanyak diri. Dari ketiga grafik kelembapan di atas menunjukkan pada saat
kelembapan berkurang atau rendah tingkat bioremediasi juga rendah, karena air
dibutuhkan oleh bakteri untuk pertumbuhan, jika jumlah bakteri bertambah maka
proses bioremediasipun akan semakin cepat. Sebaliknya jika tingkat kelembapan
rendah, maka laju degradasi akan terhambat, hal ini mengindikasikan bahwa
hubungan antara konsentrasi oil & grease dan kelembapan berbanding lurus.
Peraturan pemerintah yang mengatur tentang hasil olahan proses bioremediasi yaitu
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang
Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis. Berdasarkan keputusan
pemerintah pH hasil olahan bioremediasi adalah 6-9, konsentrasi TPH < 1 %
(KEMENLH, 2003).

Saran
Khusus untuk pengukuran kelembapan sebaiknya dilakukan setiap hari agar
mempermudah perolehan data, karena jika terlalu lama tanah akan mengering.
Daftar Pustaka
Atlas, R.M and Berta, R. 1992. Hydocarbon biodegradationand oil spill
bioremediation, Adv. Microbial Ecol. 12 : 287-338. Dalam Erman Munir. 2006.
Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: suatu Teknologi Alternatif untuk
Pelestarian Lingkungan. Medan.
Bouwer, E.J. 1992. Bioremediation of organic contaminants in the subsurface, hlm.
287-318. Di dalam: R. Mitchell Ed. Enviromental Microbiology. New York:
Wiley & Sons.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh
Minyak Bumi Secara Biologis. Jakarta : MENLH
Madigan, M.T., J.M. Martinko & J. Parker. 1997. Brock's Biology of
Microorganisms. Ed. ke-8. Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Munawar, Ali. 2012. Tinjauan Proses Bioremediasi Melalui Pengujian Tanah
Tercemar Minyak. Surabaya : UPN press.
Nainggolan, R. Corolina. 2011. BIOREMEDIASI. Medan : Universitas Negeri Medan.

Jurusan Teknik Kimia.
Irianto, Agus. 2000. Bioremediasi InVitro Tanah Tercemar Toluena dengan
Penambahan Bacillus Galur Lokal. Jurnal Mikrobiologi. Vol 5. No. 2. hlm 4347. Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman.
Schlegel, HG. 1993.Ocneral Microbiology. Cambridge University Press.

Lampiran 1. Bulking Agent Sekam Padi

Lampiran 2. Reaktor Kontrol

Lampiran 3. Pengadukan Reaktor dengan Sekam Padi

Lampiran 4. Pipa Blower

Lampiran 5. Desikator