Al quran KEBENARAN DALAM ILMU ISLAM

KEBENARAN DALAM ILMU ISLAM

I. PENDAHULUAN
Sebagai seorang insan yang dibekali akal dan fikiran manusia dituntut untuk
selalu berfikir dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, dalm proses ini
tentu dibutuhkan adanya ilmu pengetahuan guna mengembangkan potensi yang ia
miliki.
Dalm sejarah ilmu pengetahuan tercatat bahwa ada dua dimensi dari manusia
yang diyakini sebagai sumber kebenaran dan telah lama berkembang didunia barat
yakni sumberkebenaran melelui indrawi dan akal rasional.
Segala sesuatu yang tidak berasak dari kedua hal tersebut seakan-akan tidak
dianggap sebagai suatu kebenaran karena tidak logis dan tidak masuk akal.
Sedangkan dimensi lain dari manusia selain indrawi dan rasio, juga terdapat Al
Qolb, Al Ruh, dan fitroh., namun sayangnya tiga dimensi ini tidak mendapat perhatian
yang serius dari dunia ilmu pengetahuan dan bahkan belum diakui sebagai sumber
kebenaran dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Dalam menentukan suatu kebenaran pada dasarnya kita mengukurnya
berdasarkan dua kemungkinan yaitu kebenaran apriori ( hipotesis ) dan kebenaran
aposteori ( empiris ). Kebenaran Apriori yaitu kebenaran berdasarkan akal semata,
secara logika tanpa memerlukan bukti empirisa Sedangkan kebenaran Apostiori
adalah kebenaran setelah pengamatan, adanya kebenaran yang ditemukan dilapangan

melalui suatu abstraksi berupa ukuran-ukuran dari wujud yang ingin diketahui.
Kebenarannya seperti ini adalah kebenaran ilmu pengetahuan yang saat ini banyak
berlandaskan teori mengenai ilmu pengetahuan dari Kant, Comte dan sebagainya[1].
Dalam pendangan hermeneutika tentang agama dan keberagamaan dikatakan
bawasanya agama adalah mutlak sedangkan pemikiran manusia adalah relatif, karena
itu propduk berfikir dari manusia juga relatif kebenarannya.padahal paradigma
semacam ini tentu saja akan merelatifkan semua pemikiran manusia tentang sebuah
kebenaran, berarti ketika kita kaitkan dengan islam maka bisa jadi pemikiran ulama”
zaman dahulu ( ijtyihad ) bisa diragukan kebenarannya dengan paradigma ini karena
semua ijtihad ulama’ adalah hasil pemikiran yang bersifat relatif.
Berawal dari pemahaman yang demikian maka tidak akan ada kebenaran yang
dapat diterima oleh semua pihak

II. PERMASALAHAN
1. Apa hakekat dari subuah kebenaran
2. Teori kebenaran
3. Macam-macam kebenaran

4. Kebenaran menurut islam
5. Pembuktian kebenaran dalam Islam


III. PEMBAHASAN
 Hakekat kebenaran
Kata " kebenaran dapat digunakan sebagai suatau kta yang konkret maupun
abstrk. Jika subjek hendak mengatakan kebenaran artinya adalah prposisi yang benar.
Namun apabila menyatakan kebenran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki
kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan an nilai. Hal yang demikian itu karena
kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat dan hubungan nilai itu
sendiri[2].
Plato pernah berkata " Kebenaran itu adalah kenyataan " tetapi bukanlah
kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang terjadi bias saja
berbantuk ketidakbenaran. Jadi ada dua pernyataan yaitu kebenaran yang berarti
nyata-nyata terjadi di suatu pihak dan kebenaran yang berarti lawan dari keburukan.
Dalam menentukan suatu kebenaran pada dasarnya kita mengulurkannya
berdasarkan dua kemungkinan yaitu kebenaran apriori ( Hipotesis ) dan kebenaran
Aposteori ( enpiris ). Apriori Artinya kebenaran yang berdasarkan akal semata, secara
logika tanpa memerlukan bukti empiris. Sedangkan kebenaran Aposteori yaitu
kebenaran yang terjadi setelah pengalaman, artinya kebenaran yang dilakukan melalui
seatu abstraksi berupa ukuran-ukuran dari wujud yang ingin diketahui. Kebenaran
seperti ini adalah kebenaran ilmu pengetahuan yang saat ini banyak berlandaskan

teori mengenai ilmu pengetahuan dari kant, comte dan lain sebagainya[3].
 Teori kebenaran
Dalam menentukan sebuah kebenaran maka pere filosof membagi kebenaran
itu sendiri menjadi tiga macan yaitu Korespondensi, koherensi dan pragmatis.
a. Teori Kebenaran Korespondensi
Teri kebenaran korespondensi merupakan teori kebenaran yang
paling awal dan paling tua yang berangkat dari teori pengetahuan
Aristoteles yang menyatakan segala sesuatu yang kita ketahui dapat
dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek[4].
Teori ini dapat dikatakan bahwasanya sebuah kebenaran akan
dianggap benbar apabila relevan dengan sesuatu yang lain. Pendapat yang
lain mengatakan bawasanya kebenaran adalah kesesuaian antara
pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri, atau kesesuaian antara
pemberitaan yang kita lakukan dengan kenyataan yang terjadi. Teori ini
paling diterima oleh kalangan kelompok realistis[5].
Maka secara mudahnya kebenaran menurut teori korespondensi
adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan kenyataan yang

sebenarnya. Contoh jika seorang mengatakan “ STAIN Kudus terletak di
desa Ngembalrejo “. Maka pernyataan ini adalah benar karena pernyataan

tersebut sesuai denagn kenyataan yang faktual dan memang STAIN Kudus
benanar-benar terletak di Desa Ngembalrejo. Dan ketika ada orang lain
mengatakan “ STAIN Kudus Terletak Di Desa Jekulo “ maka hal ini patut
dipersalahkan sebab objek tidak sesuai dengan pernyataan diatas dan
secara faktual STAIN Kudus tidak terletak di Desa Jekulo tapi di Desa
Ngembalrejo.
Dalam teori ini adanya keyakinan seseorang ayau tidak, tidak
dapat berpengaruh. Kebenaran dan kesalahan dalam teori ini adalah
tergantung pada kesesuaian pernyataan dengan fakta sebenarnya di
lapangan.
b. Teori Kebenaran Koherensi
Berbeda dengan teori sebelumnya bawasanya dalam teori ini
pernyataan akan dianggap benar apabila pernyataan tersebut konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang sudah dianggap benar[6].
Dengan kata lain sebuah pernyataan akan dianggap benar apabila sesuai
dengan pernyataan yang memiliki hirarkhi yang lebih tinggi. Maka secara
mudahnya kebenaran dalam teori ini adalah jika sebuah pernyataan sesuai
dengan pernyataan yang lain yang sudah terbukti kebenarannya secara
logis[7].
Teori ini sering disebut sebagai teori konsistensi karena

menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada adanya hubungan
diantara ide-ide secara cepat, yaitub ide-ide yang sebelumnya diterima
sebagai kebenaran[8].
Misalkan Seseorang berkata “ setiap yang hidup pasti
membutuhkan air “ merupakan sesuatu yang benar secara logis, maka
pernyataan “ tumbuhan merupakan mahluk hidup maka tumbyha pasti
memerlukan air “ adalah benar pula, sebab pernyataan yang kedua sesuai
dengan pernyataan yang pertama yang sudah terbukti secara logis.
Pernyataan seperti ini sama dengan sebuah pernyataan aritmatik
menyatakan 2 x 2 = 4, maka jika seseorang mengatakan 2 x 2 = 5 adalah
sebuah kesalahan dan akan terlihat secara jelas tanpa harus meneliti secara
lanjut karena adanya ketidak sesuaian dengan pernyataan yang lain yang
menyatakan bawasanya 2 x 2 = 4
c. Teori Kebenaran Pragmatis
Pada Umumnya teori ini memandang kebenaran menurut segi
kegunaannya. Kegunaan yang dimaksud disini adalah sejauh mana konsep
kebenaran itu direalisasikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi. Dalam referensi yang lain dikatakan bahwa kebenaran
menurut teori ini adalah persesuaian antara ide dengan fakta, dan arti ide
disini adalah kegunaan praktis[9]. Maka secara mudah dapat disimpuklan


bawasanya kebenaran menurut teori ini adalah kesesuaian pernyataan yang
paling memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang paling berhasil
dan tepat guna.
Misalkan pernyataan berikut “ Berpergian dengan menggunakan
motor lebih cepat daripada dengan menggunakan sepeda “ . Pernyataan
seseorang yang berpergian menggunakan motor memeng lebih cepat dari
pada oarang yang hanya menggunakan sepeda dan hal ini sesuai dengan
kenyataan yang bersifat logis.
John Dewey memberikan ilustrasi tentang kebenaran ini sebagai
berikut: Dimisalakan seseorang tersesat ditengah hutan, kepada diri kita
sendiri kita yakin bawasanya “ jalan keluarnya adalah ke arah kiri “
pernyataan ini akan berarti jika kita benar-benar melangkah ke arah kiri.
Selanjutnya pernyataan ini benar apabila arah kiri itu pada ahirnya
mengakibatkan konsekuensi positif yauitu dapat benar-benar membaea kita
keluar dari hutan. Jadi kebenaran menurut teori ini bergantung pada
kondisi-kondisi yang berupa manfa’at, kemum\ngkinan dapat dikerjakan
dan konsekuensi yang memuaskan[10].
Kriteria kebenaran dalam teori ini cenderung menekankan pada
beberapa pendekatab antara lain :

 Yang benar adalah yang dapat memuaskan keinginan kita
 Yang benar adalah ayng dapat dibuktikan dengan eksperimen
 Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup
biologis.
Oleh karena teori kebenaran yang lain cenderung lebih bersifat
saling menyempurnakan dari pada saling bertentangan maka teori tersebut
dapat saling bertenntangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam
suatu definisi tentang kebenaran.
Kebenaran adalah persesuaian dari opertimbangan dan ide
kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti apa adanya.akan
tetapim karena kita dalam situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah
pertimbangan tersebut dengan konsistennya dengan pertimbangan yang
lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faedahnya akibatakibatnya yang peraktis[11].
Akan tetapi dalam referensi yang lain kami menemukan adanya dua teori
kebenaran yang lain selain dari tiga teori diatas yaitu teori kebenaran Performatif dan
teori kebenaran Redudantif[12].
a. Teori kebenaran Performatif
Yaitu teori kebenaran yang mana Kebenaran adalah pernyataan
yang mampu menciptakan realitas, bukan mengungkapkan realitas.


Misalkan seseorang berkata “ Setelah lulus SMA saya akan melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi “, maka apabila orang tersebut setelah lulus
memang benar-benar melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi maka
pernyataan oarang tersebut dianggap suatu kebenaran.
b. Teori Kebenaran Redudantif
Adalah teori yang mengungkapkan bawasanya kebenaran yaitu
kebenaran adalah pernyataan yang sudah logis dan terulang-ulang .
Misalkan pernyataan “ adalah benar jika gula dimasukkan kedalam air
maka gula tesebut akan larut “, sebenarnya tanpa adanya pernyataan yang
tersebut memang sudah terbukti ba\wasanya jika gula dimasukkan
kedalam air maka akan lerut dengan sendirinya dan hal iru sudah terbukti
secara logis.
 Macam-macam kebenaran
Sebelum kita melangkah jauh untuk meneliti tentang macam-macam
kebenaran maka sebelumnya tidaklah cukup dengan hanya mengerti apa arti akan
tetapi kita harus menginjak lebih jauh dan harus mengetahui tentang apa yang menjadi
objek kajian didalamnya, dan akan dimungkinkan adanya perbedaan antara satu
dengan yang lainnya.
Perbedaan tersebut dikarenakan pengetahuan yang dihasilakan masing-masing
individu berbeda disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan manusia itu sendiri.

Adapun dalam kebenaran terbagi menjadi dua buah yaitu Kebenaran Ilmiah
dan Non Ilmiah.
a. Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmu pengetahuan merupakan sebuah pengetahuan
yang jelas dari suatu objek materi yang dicapai menurut objek formal
dengan metode yang sesuai dan relevan.
Kebenaran dalam berfilsafat ada tiga macam, yang mana untuk
membedakan tentang objek apakah yang akan kita uji, Yakni dalam suatu
kebenaran yang kita peroleh diperlukan sebuah penelitian maupun
penalaran logika ilmiah.
 Kebenaran pragmatis
 Kebenaran Koresponden
 Kebenaran Koheren
b. Kebenaran Non ilmiah

Kebenaran non ilmiah artinya kebenaran yang diperoleh
berdasarkan penalaran logika ilmiah. Adapun kebenaran non ilmiah dibagi
menjadi empat yaitu :
a. Teori kebenaran Proposis
Suatu kebenaran dapat diperoleh apabila proposisiproposisinya tidak lain adalah suatu pernyataan yang

kompleks, misalkan kita tahu bahwa 1/2 gelas yang berisi air
kalau dilukis akan memiliki gambar yang sama dengan 1/2
gelas yang kosong.
b. Teori kebenaran Performatif
Suatu dianggap benar apabila memang dapat
diaktualkan dalam sebuah tindakan.
Aristoteles menyatakan bahwa kebenaran itu
subjektif, kebenaran seseorang tidaklah benar seluruhnya
terhadap orang lain. Artinya kebenaran terkadang berubah
sesuai dengan pola piker manusia atau paradigmanya.
c. Teori kebenaran Sintaksis
Adalah teoru kebenaran tata bahasa, sebab teori ini
dipengaruhi oleh kejiwaa dan ekspresi maka yang
menerimanya adalah mereka yang memiliki keterkaitan
kejiwaan bahkan terobsesi apalagi jika tata bahasanya
mengandung nuansa rasa.
d. Teori kebenaran Logika
Adalah kebenaran yang sebenarnya telah menjadi
fakta, dan merupakan suatu pemborosan dalam
pembuktiannya.

Misalkan lingkara harus berbentuj bulat. Para ahli
menganggap dengan dalil aksioma yang tidak perlu
dibuktikan, namun sebenarnya pembuktian itu berawal dari
keraguan dan untuk meyakinkannya perlu mencari titik temu
antara agama dan ilmu. Misalkan apakah Muhammad sebagai
nabi.
 Sifat-sifat kebenaran[13]
a. Deskriptif
Sifat ini terdapat dalam pernyataan proposisi atau keyakinan
yang mana (a) bersifat mesti, yakni secara analisis ia benar. Misalkan jika
pmenyiratkan q, dan p adalah kasus, maka q juga kasus. Atau (b) bersifat

kemungkinan, yakni secara empiris ia benar. Misalkan “ bumi itu bulat “
kebenaran berfungsi sebagai kata sifat, seperti mkeyakinan yang benar.
b. Instrumental
Sifat ini terdapat dalam suatu keyakinan yang menjadi
pembimbing bagi pemikiran dan tindakan untuk meraih kesuksesan.
Misal : Bertindak dengan keyuakinan bahwa sifat api itu membakar dan
dapat mencegah seseorang dari kebakaran. Kebakaran di sini berfungsi
sebagai kata keterangan , yakni seseorang mempunyai keyakinan dengan
benar bahwasanya dia dapat mencegah kebakaran.
c. Substansif
Sifat ini didasarkan pada kenyataan misalkan “ Tuhan adalah
kebenaran” jadi kebenaran di sini berfungsi sebagai kata benda.
d. Eksistensial
Sifat ini didasarkan pada salah satu jalan hidup atau komitmen
puncak seseorang misalkan “Hidup lebih baik dari pada sekedar
mengetahui kebenaran” kebenaran berfungsi sebagai kata kerja.
 Kebenaran menurut Isalam
Menurut konsep islam bahwa keadilan tidak sama dengan sikap netral, sebab
keadilan itu adalah berpihak pada kebenaran. Sedang masalahnya adalah bagaimana
seseorang itu dapat berpihak pada kebenaran jika kebenaran itu masih diragukan.
Dalam islam kebenaran substabsial dan esensial ayat-ayat al Quran bersifat
deterministik, namun kebenaran tafsiran dan pemakaian bersifat indetermantik yaitu
dapat dikembangkan secara luas dan terus-menerus. Bagi manusia disediakan
kawasan indhetermunistik yaitu kawasan untuk menjangkau kebenaran empiric
sensual, kebenaran empiric logis, kebanaran empiric etik, kebenaran empiric
mu'amalah terhadap manusia.
 Pembuktian kebenaran dalam Islam
Dalai isslam kebenaran hanya satu, bila dukaitkan dengan kebenaran disisi
Allah. Akan tetapi bila dukaitkan dengan interprestasi yang dilkukan manusia dalam
mencari kebenaran tersebut, maka ahirnya akan melahirkan perbedaan dan
pertentangn.
Misalkan 2 = 2 = 4, 2 +2 = 6
Teori ini mudah diterima, tetapi bila persoalannya manyangkut interprestasi
atas ajaran agama, maka persoalannya menjadi berbeda sama sekali.
Al Qur'an menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain
menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian sekitar persoalan tersebut sering

disebut aat kauniyah. Tidak kurang dari 450 ayat yang menguraikan hal tersebut. Dan
selain itu juga terdapat ayat Qouliyah[14]

IV. KESIMPULAN
Kebenaran merupakan pernyataa yang sesuai dengan kenyataan, baik itu telah
terkadi atupun yang akan terjadi.
Teori kebenaran dibagi mejadi :
a. Teori Kebenaran Korespondensi
b. Teori Kebenaran Koherensi
c. Teori Kebenaran Pragmatis
Adapun macam-macam kebenaran dibagi menjadi dua yaitu kebenaran ilmiah
(merupakan sebuah pengetahuan yang jelas dari suatu objek materi yang dicapai menurut
objek formal dengan metode yang sesuai dan relevan) dan kebenaran non ilmiah (kebenaran
yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah.)
Kebenaran dalam islam sendiri kebenaran disandarkan kepada apa saja yang
bersumber dari wahyu, alam dan manusia. Dan bagi Islam sendiri mengakui kebenaran bila
yang empirik faktualkoheren dengan kebenaran trandensental berupa wahyu.

V. PENUTUP
Dari uraian kami diatas semoga dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi kita.
Dan kami mohon kritik serta saran dari teman-teman sekiranya dalam makalah ini
terdapat kekurangan yang sekiranya dapat membangun kami agar menjadi lebih baik
dilain kesempatan.

VI. REFERENSI
 Prof.Dr.H.Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu, Rakesarasin, Yogyakarta, 2001
 Ulya M.Ag, Hand Out ( filsafat Ilmu ), STAIN Kudus, hal 20
 Suparlan Suhartono, M.Ed, P.Hd, Dasar-Dasar Filsafat, Ar Ruz Maedia,
Yogyakarta, 2004 hal 107
 Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta,
1996
 Milton D Hunnex, Peta Filsafat, Teraju, Jakarta, 2004
 Drs Surajio, Ilmu Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 2005
 Prof dr Sutarjo A Wiramiharja. P.Si, Pengantar Filsafat, PT Refika Aditama,
Bandung, 2006

Prof.Dr.Suterdjo A Wiramihardja.P.Si, Pengantar Filsafat, PT Refika Aditama, Bandung,
2006, hal 23
[1]

[2] Tim Dosen

Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta, 1996,

hal 112
Prof dr Sutarjo A Wiramiharja. P.Si, Pengantar Filsafat, PT Refika Aditama, Bandung,
2006, hal 23
[3]

[4]

Drs Surajio, Ilmu Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hal 58

[5]

Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Buku Daros ( Filsafat Ilmu Islam ), STAIN Kudus, 2008, hal 93

[6]

Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Ibid, hal 94

[7]

Ulya M.Ag, Hand Out ( filsafat Ilmu ), STAIN Kudus, hal 20

Suparlan Suhartono, M.Ed, P.Hd, Dasar-Dasar Filsafat, Ar Ruz Maedia, Yogyakarta,
2004 hal 107
[8]

[9]

Prof.Dr.H.Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu, Rakesarasin, Yogyakarta, 2001, hal 18

[10]

Suparlan Suhartono, M.Ed, P.Hd, Op Cit, hal 110

[11] Drs.H.Fathul

Mufid M.Si, Op Cit, hal 96

[12]

Ulya M.Ag, Op Cit, hal 21

[13]

Milton D Hunnex, Peta Filsafat, Teraju, Jakarta, 2004, hal 18

[14]

Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Ibid , hal 111

Diposkan oleh CAH TEHA di 06.06
Tidak ada komentar: