PERAN TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN

PERAN TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN
Masyarakat modern merupakan suatu himpunan orang yang hidup
bersama disuatu tempat dengan ikatan dan aturan-aturan tertentu yang
bersifat mutakhir. Deliar Noer menyebutkan ciri-ciri modern sebagai
berikut:
1) Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan pendapat akal dari pada
pendapat emosi.
2) Berfikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan
masalah yang bersifat sesaat tetapi selalu dilihat dampak sosialnya
secara lebih jauh.
3) Menghargai waktu, bahwasannya waktu adalah sesuatu yang sangat
berharga.
4) Bersikap terbuka, yakni mau menerima kritik, saran, masukan, gagasan
serta masukan perbaikan.
5) Berfikir obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan
kegunaannyabagi masyarakat.
Problematika Masyarakat Modern
Revolusi teknologi dapat meningkatkan control manusia pada materi,
ruang dan waktu, menimbulkan evolusi ekonomi, gaya hidup, pola pikir,
dan system rujukan. Dan kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah
melahirkan problematika masyarakat modern sebagai berikut:

1. Desintegrasi ilmu pengetahuan; Kehidupan modern antara lain
ditandai oleh adanya spesialisasi dibidang ilmu pengetahuan.
Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigma (cara
pandang) nya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Jika seseorang mengalami masalah kemudian pergi kepada kaum
teolog, ilmuwan, politisi, ekonom psikolog dan lain-lain, ia akan
memberikan jawaban yang berbeda-beda sehingga dapat
membingungkan manusia.
2. Kepribadian yang terpecah; Karena kehidupan manusia modern
dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering dari nilainilai spiritual dan berkotak-kotak itu, maka manusia menjadi pribadi
yang terpecah. Kehidupan manusia modern diatur oleh rumus ilmu
yang eksak dan kering. Akibatnya hal ini dapat menghilangkan nilai
rohaniah, jika keilmuan yang berkembang itu tidak berada dibawah
kendali agama maka proses kehancuran manusia akan terus
berjalan.
3. Penyalahgunaan Iptek; Sebagai akibat dari lepasnya ilmu
pengetahuan dan tekologi dari ikatan spiritual, maka iptek telah
disalahgunakan dengan segala implikasi negatifnya. Kemampuan
membuat senjata telah diarahkan untuk penjajahan satu bangsa.


Kemampuan dibidang rekayasa genetika diarahkan untuk jual beli
manusia. Sehingga semua itu dapat terlihat akan rusaknya moral
umat dan lain sebagainya.
4. Pendangkalan Iman; Sebagai akibat dari pola fikir keilmuan diatas,
khususnya ilmu-ilmu yang hanya mengakui fakta-fakta yang bersifat
empiris menyebabkan manusia dangkal imannya. Ia tidak tersentuh
oleh informasi yang diberikan oleh wahyu, bahkan informasi yang
diberikan oleh wahyu kadang hanya menjadi bahan tertawaan
karena tidak ilmiah.
5. Pola hubungan materialistic; Semangat persaudaraan dan saling
tolong menolong yang didasarkan akan panggilan iman sudah tidak
nampak lagi. Pola hubungan satu sama lain hanya dilihat dari sejauh
mana seseorang memberikan manfaat secara material terhadap
lainnya. Akibatnya ia menempatkan pertimbangan material diatas
pertimbangan akal sehat, nurani, hati, kemanusiaan dan
keimanannya.
6. Menghalalkan segala cara; Sebagai akibat lebih jauh dari
dangkalnya iman dan pola hidup materialistic sebagaimana yang
disebutkan diatas, maka manusia mudah menggunakan prinsip
menghalalkan berbagai cara dalam mencapai tujuannya. Jika ini

terus berlanjut akan terjadi kerusakan akhlak dalam berbagai
bidang kehidupan.
7. Stres dan Frustasi sehingga dapat kehilangan harga diri dan masa
depannya; Kehidupan modern yang kompetitif seperti ini
mengakibatkan manusia terus bekerja dan bergerak tanpa
mengenal batas dan kepuasaan. Hal ini mengakibatkan tidak pernah
ada rasa syukur yang muncul dari hati manusia. Ketika mengalami
kegagalan tekadang mereka stress dan frustasi sehingga mereka
tidak dapat berfikir dengan jernih akibat dari jauhnya kehidupan
mereka dari nilai-nilai spiritual. Maka dari itu pengambialn
keputusan yang salah pada kondisi ini sering terjadi. Tak sedikit
orang terjerumus kedalam hal yang negative dimana dapat
menghilangkan harga diri mereka dan masa depan kelak.

Bukti Minat Masyarakat modern Terhadap Tasawuf
Persoalan besar yang muncul ditengah-tengah umat manusia sekarang ini
adalah krisis spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dominasi rasionalisme, empirisme, dan positivisme ternyata membawa
manusia kepada kehidupan modern dimana menjadikan sekuralisme
menjadi mentalitas jaman. Sekalipun krisis spiritual menjadi ciri


peradaban modern dan modernitas itu telah memasuki dunia islam,
masyarakat islam tetap menyimpan potensi untuk menghindari krisis
tersebut. Sebabnya ialah sebagian dunia islam belum berada pada tahap
perkembangan kemajuan Negara-negara barat. Kesempatan ini
menguntungkan karena memliki waktu untuk belajar dari pengalaman
mereka dan membangun strategi pembangunan yang mengambil aspekaspek positif kebudayaan barat dan menghilangkan aspek-aspek
negatifnya. Hal ini dapat dilakukan ketika mampu mempertahankan dasardasar spiritualisme islam agar tetap terjaga.
Dalam kehidupan islam terdapat khazanah spiritualisme yang berharga
yakni sufisme. Selama dua abad sejak kehadiran islam, tasawuf
merupakan fenomena individual yang spontan.
Sebenarnya praktik
seperti halaqah, diskusi keagamaan bisa dilakukan dimana saja, termasuk
masjid . Hal ini berlangsung sampai dengan abad ke 5/ ke 11. Sejak abad
ke 6H/12M, praktik yang simple ini berubah menjadi konsep spiritual yang
terorganisasi dalam bentuk tarekat. Organisasi ini memiliki hirarki
kepemimpinan, baiat, formula dzikir dan silsilah yang diyakini sampai
kepada sahabat nabi Muhammad SAW. Jadi tasawuf yang dulu hanya
menjadi amalan individual kini menjadi terstruktur dan kemudian
berkembang secara masal.

Ada empat sebab yang menjadikan tarekat begitu menarik masyarakat
islam sejak abad ke 6M/12H.
Pertama, ialah factor al-Ghazali. Dalam suasana pertentangan klaim jalan
untuk mencapai kebenaran, ia telah mempelajari dengan cermat berbagai
aliran utama islam. Dan pada akhirnya setelah mengalami krisis
intelektual ia menemukan tasawuf sebagai jalan yang paling valid untuk
melihat kebenaran. Begitu kuatnya pengaruh pikiran al-ghazali yang
bukan saja menata teologi islam dan membersihkan tasawuf dari elemenelemen yang tidak islami, al-Ghazali berhasil menjadikan tasawuf sebagai
bagian integral dari ajaran islam. Melalui al-Ghazali tasawuf menerima
ijma’ umat islam.
Kedua, ialah jatuhnya imperium islam dan dengan demikian muncul
perasaan tidak aman dikalangan masyarakat islam. Pada tahun 1258
Baghdad dihancurkan oleh bangsa mongol yang kemudian menguasai
wilayah-wilayah Persia dan Asia tengah. Wilayah-wilayah itu mengalami
kehancuran baik oleh mongol maupun penguasa-penguasa berikutnya.
Dalam keadaan seperti itu, masyarakat mencari perlindungan yang
akhirnya menemukan tarekat sebagai institusi yang mengisi kevakuman
pemerintah yang stabil dan menjamin tatanan social.
Ketiga, ialah keyakinan bahwa tasawuf mampu mengantarkan manusia
berkomunikasi langsung dengan Tuhan dan jaminan itu diberikan oleh

tarekat. Ajaran tarekat tentang berkah, syafaat, karamah, dan ziarah
kubur berfungsi mempertautkan batin manusia dengan Tuhan melalui
tarekat. Keempat, ialah bahwa tasawuf yang diajarkan oleh tarekat

bersikap sangat toleran terhadap keyakinan dan praktek keagamaan local.
Sikap ini sangat menarik mereka yang baru saja masuk islam atau
dikalangan islam yang masih awam.
Relefansi Tasawuf Dalam Kehidupan Modern
Banyak cara yang dianjurkan para ahli untuk mengatasi masalah, salah
satu cara yang dianjurkan para ahli adalah dengan cara mengembangkan
kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang begitu
memperjuangkan akhlak tasawuf bagi mengatasi masalah modern adalah
Husein Nasrh, menurutnya paham sufisme ini mulai mendapat tempat
dikalangan masyaraka, karena mereka mulai merasakan kekeringan batin
dimana sufisme yang dapat menjawab persoalan mereka.
Mengapa sufisme perlu dimasyarakatkan pada mereka? Jawabannya
terdapat 3 tujuan. Pertama, turut serta terlibat dalam berbagai peran
dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat dari
hilangnya nilai-nilai spiritual. Kedua, memperkenalkan literatur atau
pemahaman tentang aspek esoteric (batin) islam, baik terhadap

masyarakat islam yang mulai melupakannya maupun non islam,
khususnya terhadap masyarakat barat. Ketiga, untuk memberikan
penegasan kembali bahwasannya sesungguhnya aspek esoteric islam,
yakni sufisme, adalah jantung dari ajaran islam, sehingga bila wilayah ini
kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran islam.
Dalam hal ini Nasrh menegaskan “tarikat” atau “jalan rohani” yang
biasanya dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan
dimensi kedalaman dan kerahasiaan dalam islam, sebagaimana syariat
berakar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ia menjadi jiwa dan risalah islam,
seperti hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar.
Intisari ajaran tasawuf bertujuan memperoleh hubungan langsung dan
disadari dengan Tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya
itu berada di hadirat-Nya. Upaya ini dilakukan antara lain dengan
melepaskan diri dari jeratan dunia yang senantiasa berubah dan bersifat
sementara. Orang yang telah sampai pada tujuan tersebut akan selamat
dari jeratan duniawi. Ketika telah sampai pada tahap ma’rifat yakni tahap
tempat antara hamba dengan Tuhan-Nya tidak ada tabir yang menutup,
sementara hati sang hamba telah dipenuhi dengan cinta bukan rasa takut
kepada Tuhan.
Kemampuan berhubungan dengan Tuhan ini dapat mengintegrasikan

seluruh ilmu pengetahuan yang nampak berserakan itu. Karena melalui
tasawuf ini seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini
berasal dari Tuhan, bahwa dalam paham wahdatul wujud, alam dan
manusia yang menjadi objek ilmu pengetahuan ini sebenarnya adalah
bayang-bayang atau fotocopy Tuhan. Dengan demikian antara satu ilmu
dengan yang lain akan mengarah pada Tuhan.

Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan
kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan budi yang tajam ini
menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan
pada setiap masalah yang dihadapi. Demikian pula tarikat yang terdapat
pada tasawuf akan membawa manusia memiliki jiwa istiqamah, jiwa yang
selalu diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Keadaan demikian menyebabkan
ia tetap tabah dan tidak mudah terhempas oleh cobaan dimana stress,
putus asa, dan lainnya akan dapat dihindari.
Sikap frustasi bahkan hilang ingatan alias gila dapat diatasi dengan sifat
ridha yang diajarkan dalam tasawuf, yaitu selalu pasrah dan menerima
terhadap segala keputuasan Tuhan. Ia menyadari bahwa yang Maha Kuasa
atas segala sesuatu adalah Tuhan. Sikap demikian itu diperlukan untuk
mengatasi frustasi.

Kemudian sikap materialistic yang merajalela dalam kehidupan modern ini
dapat menerapakan konsep zuhud, yang pada intinya sikap yang tidak
mau diperbudak dan diperangkap oleh pengaruh duniawi. Demikian pula
ajaran uzlah yang terdapat dalam tasawuf, yaitu usaha untuk
mengasingkan diri dari terperangkap oleh tipu daya keduniaan, dapat pula
digunakan untuk membekali manusia modern agar tidak menjadi sekruft
dari mesin kehidupan, yang tidak tahu lagi arahnya mau dibawa kemana.
Tasawuf dengan konsep uzlahnya itu berusaha membebaskan manusia
dari perangkap keduniaan yang memperbudaknya.
Terakhir problema masyarakat modern diatas adalah adanya sejumlah
manusia yang kehilangan masa depannya, merasa kesunyian dan
kehampaan jiwa ditengah-tengah derunya laju kehidupan. Untuk ini ajaran
akhlak tasawuf yang berkenaan dengan ibadah, dzikir, taubat dan berdoa
menjadi penting adanya, sehingga ia tetap mempunyai harapan, yaitu
bahagia hidup diakhirat nanti. Itulah sumbangan positif yang dapat digali
dan dikembangkan dari ajaran tasawuf akhlak. Untuk itu didalam
mengatasi problematika kehidupan masyarakat modern saat ini, akhlak
tasawuf harus dijadikan alternative terpenting. Ajaran ilmu tasawuf perlu
disuntikan kedalam seluruh konsep kehidupan.
Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Modern.

Pada masa yang akan datang tampaknya akan berkembang ilmu
pengetahuan dan teknologi serta industrialisasi akan berlangsung terus
dan sangat menentukan peradaban umat manusia. Namun demikian,
masalah moral dan etika akan ikut mempengaruhi pilihan strategi dalam
mengembangkan peradaban dimasa depan. Ada beberapa kemungkinan
yang akan terjadi pada tingkat corak keberagaman umat islam.
Kemungkinan itu akan sangat ditentukan oleh berbagai factor yang saling
menarik, misalnya kekuatan internal atau factor dinamik ajaran islam
dengan kekuatan eksternal. Dengan demikian, kita hanya dapat

memperkirakan beberapa kemungkinan corak agama yang akan menjadi
mental masyarakat dimasa mendatang.
Pertama, ialah kecenderungan bahwa islam akan semakin kuat. Disini
ulama’ tetap memegang peran penting dalam rangka menjaga kemurnian
agama, dan karena itu memiliki otoritas untuk berbicara atas nama islam
yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Kedua, adalah kecenderungan bahwa islam akan berfungsi sebagai ajaran
etika akibat proses modernisasi dan sekularisasi yang secara perlahanlahan hanya memberikan peluang yang sangat kecil bagi penghayatan
keagamaan.
Ketiga, ialah kecenderungan islam dihayati dan diamalkan sebagai

sesuatu yang spiritual sebagai reaksi terhadap perubahan masyarakat
yang sangat cepat akibat kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan
industrialisasi.
Spiritualisme baik dakam bentuk tasawuf, ihsan maupun akhlak menjadi
kebutuhan sepanjang hidup manusia dalam setiap tahap perkembanagan
masyarakat. Untuk masyarakat yang masih terbelakang, spiritualisme
harus berfungsi sebagai pendorong untuk meningkatkan etos kerja dan
bukan pelarian ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasi tantangan
hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat mju industrial, spiritualisme
berfungsi sebagai tali penghubung Tuhan.
Perlu di ingat bahwa tasawuf tidak bisa dipisahkan dari kerangka
pengalaman agama, dank arena itu harus berorientasi kepada Al-Qur’an
dan Sunnah. Inilah yang mungkin disebutkan Hamka sebagai “Tasawuf
Modern”, yakni tasawuf yang membawa kemajuan, bersemangat tauhid
dan jauh dari kemusyrikan, bid’ah serta khifarat. Namun demikian, dalam
kehidupan riil mungkin saja terjadi bahwa salah satu aspek ajaran islam
ditekankan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya. Bagi
masyarakat terbelakang, islam digambarkan sebagai ajaran yang
mendorong kemajuan. Bagi masyarakat maju-industrial, islam ditekankan
sebagai ajaran spiritual dan moral.