PROSES DAN FLUVIAL DAN LANDFORM

Fluvial Processes and Landforms

PROSES FLUVIAL DAN LANDFORM
(FLUVIAL PROCESSES AND LANDFORMS)
Oleh : Armansyah Putra

A. PENDAHULUAN
Beberapa perubahan bentuk pada permukaan bumi terjadi akibat adanya
gaya internal bumi yang meliputi tektonisme dan vulkanisme dan gaya-gaya
eksternal bumi yang meliputi pelapukan, pengangkutan, pengikisan, dan
pengendapan.
Denudasi merupakan suatu peristiwa merendahnya atau menjadi lebih
meratanya permukaan bumi, karena erosi dan pengangkutan hasil-hasil pengikisan
ke tempat yang sejajar dengan permukaan laut. Berbagai macam proses denudasi
dan proses fluvial telah menghasilkan, mempertahankan dan mengubah berbagai
macam bentuk tanah (landforms) yang pada mulanya merupakan habitat bagi
makhluk hidup sehingga makhluk hidup harus beradaptasi pada bentuk tanah
(Iandforms) yang baru.
Dari uraian singkat diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
 Bagaimana bentuk-bentuk tanah (landforms) akibat adanya gayagaya internal dan eksternal bumi serta akibat proses proses fluvial?
 Bagaimakah erosi tanah miring secara normal akibat ulah manusia dan

bagaimana cara pencegahannya ?
 Bagaimanakah proses terjadinya erosi sungai dan gradasi sungai jika
dibandingkan dengan agradasi dan sedimentasi yang disebabkan oleh
manusia
 Bagaimana kanal berubah dalam banjir dan kanalisasi sungai?
 Bagaimanakah pengaruh lingkungan celah-celah, air terjun, dam-dam
besar, sungai alluvial dan efek regulasi dari sungai tersebut ?
 Apakah tujuan denudasi fluvial sebagai proses geologi ?
 Bagaimanakah proses fluvial dalam hubungan ya dengan bentuk
lingkungan yang kering ?

1

Fluvial Processes and Landforms

B. PEMBAHASAN
1. LANDFORMS INITIAL DAN LANDFORMS SEQUENTIAL
Bentuk permukaan bumi menunjukkan keseimbangan kekuatan antara
gaya-gaya internal bumi (proses vulkanik dan tektonik) dan gaya eksternal
(proses denudasi), sehingga landforms dibagi menjadi dua yaitu :

1. Landforms Initial (Landforms awal)
Landforms yang dihasilkan secara langsung oleh aktivitas vulkanisme dan
tektonik, yang meliputi aliran lava, patahan batu dan lembah-lembah
(gambar.1)
2. Landforms Sequential.
Landforms yang dibentuk oleh proses-proses dan substansi substansi
denudasi. Yang berarti bahwa landform ini terjadi secara berurutan setelah
landform initial terbentuk dan ”Landmass” naik ke posisinya, satu patahan
batu naik dihasilkan oleh substansi denudasi dan terpecah menjadi sejumlah
besar landforms sequential (gambar 1).

Gambar 1. Landforms Initial (awal) dan Landforms Sequential

2

Fluvial Processes and Landforms

2. PROSES-PROSES FLUVIAL DAN LANDFORMIS
Landforms yang dibentuk oleh aliran sungai secara mudah dikenal
sebagai "Landforms Fluvial". Landforms fluvial dibentuk oleh proses-proses

fluvial dari aliran air di permukaan tanah dan aliran kanal. Landforms fluvial
ini dominan dalam lingkungan hidup bumi serta merupakan sumber utama bagi
tanah pertanian, karena hampir sebagian besar tanah pertanian dibentuk oleh
proses-proses fluvial.
Proses-proses fluvial terjadi dalam aktivitas-aktivitas geologi seperti
erosi, pengangkutan dan pengendapan. Sehingga terdapat 2 bentuk landforms
fluvial yaitu landform erosional dan landforms deposional (gambar 2). Dimana
saat batuan tererosi oleh substansi fluvial, terbentuk lembah-lembah. Diantara
lembah-lembah terdapat puncak bukit atau pegunungan yang mewakili bagianbagian "landmass" yang tidak tererosi. Ravine (jurang), Canyon, puncak, spur
dan col adalah1andforms erosional; fan yang terbentuk dari pecahan batu
dibawah mulut jurang, dan "floodplain" (daerah aliran sungai) merupakan
landforms deposisional.

Gambar 2. Landforms Erosional dan Landforms Deposisional

Landforms deposisional yang terbentuk pada saat tererosi, dan
menghasilkan generasi baru dari landforms erosional yang dinamakan "bluff".
Generasi kedua dari landforms erosional banyak terdapat di daerah denudasi
fluvial, karena aktivitas fluvial cenderung untuk bersiklus, dengan suatu fase
deposisional diganti oleh fase erosional pada tempat yang sama.


3

Fluvial Processes and Landforms

3. EROSI DI LERENG MIRING YANG NORMAL DAN YANG
DIPERCEPAT
Proses-proses fluvial juga bisa terjadi jika air yang diperoleh dari curah
hujan tidak bisa diserap permukaan tanah secepat datangnya. Sehingga aliran
air tanah diatas tanah, menarik tanah permukaan membawa partikel-partikel
mineral baik berbentuk ion-ion maupun koloid. Pengikisan tanah yang lambat
adalah' bagian dari proses geologi denudasi "landmass” secara alami.
Sebaliknya, tingkat erosi tanah dapat dipercepat oleh aktivitas manusia
atau peristiwa-peristiwa alam yang mengakibatkan suatu keadaan "erosi yang
dipercepat" (accelerated erosion). Kondisi seperti ini sering

terjadi pada

permukaan tanah yang gundul akibat penebangan atau kebakaran hutan.
Perusakan vegetasi ini secara langsung menyebabkan perubahan yang besar

terhadap proporsi relatif penyerapan air ke tanah dengan aliran air diatas
permukaan tanah.
Gaya dari titik hujan yang langsung jatuh (gambar 3) menyebabkan suatu
percikan (seperti geyser) yang membawa partikel-partikel tanah, lalu jatuh
kembali dalam posisi yang baru. Proses ini dinamakan "erosi perikan" (splash
erosion) yang mengakibatkan permukaan tanah menjadi kurang mampu
menyerap air karena lapisan atas tertutup oleh partikel-partikel yang diangkat
oleh percikan tetes air hujan. Kurangnya daya serap tanah mengakibatkan
kecepatan aliran air di atas permukaan tanah sehingga mempertinggi jumlah
tanah yang tererosi. .

Gambar 3. Suatu tetesan air hujan yang besar (atas) jatuh di permukaan tanah yang basah,
menghasilkan suatu kawah kecil (bawah).
Butir-butir tanah liat dan lumpur
dilemparkan ke udara dan permukaan tanah terganggu (berubah).

4

Fluvial Processes and Landforms


Pada suatu lereng miring yang berhutan lebat, aliran air yang, deras
hanya menyebabkan sedikit erosi. Karena energi air tang bergerak ditahan oleh
akar-akar tumbuhan yang keras dan elastic. Tanpa .adanya tumbuhantumbuhan, gaya akibat aliran air ini langsung menimpa lapisan tanah, sehingga
dengan mudah mengikis butiran-butiran tanah ke dasar lereng. Sehingga kita
dapatkan bahwa kemampuan erosi aliran air di atas permukaan tanah secara
langsung sebanding dengan tingkat curuh hujan dan panjang tanahnya, tetapi
berbanding terbalik dengan kapasitas daya serap

tanah dan resistansi

permukaan tanah. Jika dihubungkan kemiringan lereng, makin curam lereng
makin cepatl airan airnya da makin tinggi erosinya. Hal ini berarti sudut lereng
mempengaruhi peningkatan aliran air diatas tanah secara langsung. Tetapi bila
sudut mendekati vertikal, erosi akan kurang intensif karena permukaan tanah
kurang mendapatkan curah hujan yang jatuh vertikal.
Erosi pada tingkat tinggi terjadi dalam lokasi-lokasi seperti lahan semi
kering dan lahan kering atau merupakan tanah kritis (badlands). Dimana tanah
kritis biasanya terdiri dari bentuk tanah liat yang hampir-hampir tidak dapat
ditembus air hujan. Karena tingkat erosinya sangat tinggi sehingga tidak ada
tumbuhan yang mampu menahan tanah. Cabang-cabang sungai yang kecil

terbentuk dan lereng-lereng lembah semakin curam.
4. BENTUK-BENTUK EROSI TANAH YANG DIPERCEPAT
Bila sebidang tanah dipakai sebagai lahan pertanian, erosi kecil terjadi.
Dan ketika tetes hujan merusak agregat tanah dan menutupi perrmukaan tanah
yang lebih luas, maka aliran air di atas permukaan tanah akan memindahkan
tanah dalam suatu lapisan tipis yang agak uniform. Proses ini dinamakan "sheet
erosion" (erosi lembaran). Jika partikel tanah mencapai dasar lembah, partikel
anah akan berhenti dan berakumulasi dalam suatu lapisan yang tebal yang
disebut "colluvium".
Material yang ikut terbawa oleh aliran air, akan menuju sungai di dasar
lembah dan kemungkinan terbentuk lapisan-lapisan di dasar lembah yang
kemudian menjadi "alluvium". Proses akumulasi antara collovium dan
alluvium membentuk "valley sedimentation" (sedimentasi lembah), yang
menghasilkan sedimen tanah yang relatif tidak subur, berlapis pasir dan dapat

5

Fluvial Processes and Landforms

menyumbat sungai serta dapat mengakibatkan banjir di dasar lembah.

Bila lerengnya curam dan hujan turun dengan deras, erosi lembaran
makin bertambah intensif yang dinamakan "rill erosion" (erosi sungai-sungai
kecil) atau "rilling" (sungai-sungai kecil) (gambar 4). Sedangkan bila
jumlahnya tidak terhitung hingga mendekati kanal dinamakan "shoestring rills"
yang terjadi pada tanah. Jika sungai-sungai kecil ini tidak diperbaiki, akan
menjadi "gullies" (kanal sempit yang dibentuk oleh air hujan) (gambar 5).

Gambar 4. Kilauan permukan air di sebuah lereng yang nampak tandus.

Gambar 5. Selokan lebar ini, mengikis ke dalam karena factor cuaca. Ini adalah suatu tipe
bagian khusus pada wilayah yang banyak terdapat tiang pancang di California selatan dan
Georgia sebelum dilaksanakan pengukuran.

6

Fluvial Processes and Landforms

Soil conservation service memperkenalkan delapan (8) kelas tanah, mulai
dari tanah yang tahan erosi secara ekstrim (kelas 1) sampai pada tanah yang
sangat curam dan mudah terkena erosi sehingga tidak cocok digunakan sebagai

lahan pertanian (gambar 6). Sejumlah praktek umum yang efektif dalam
pengontrolan erosi tanah adalah dengan cara "contouring", merupakan istilah
umum yang dipakai untuk pembajakan, penanaman, pengolahan dan
pembuatan alur sepanjang garis kontur alami dari tanah tersebut (gambar 7).
Cara yang kedua adalah "crop rotation", dimana tanah ditanami tanaman
yang berbeda-beda setiap tahun dalam suatu siklus rotasi. Misalnya kacangkacangan yang dapat meningkatkan kandungan nitrogen dalam tanah,
rerumputan dapat mempermudah pengolahan tanah.

Gambar 6. Tujuh dari delapan
kelas-kelas lahan dilihat pada foto
tunggal ini. Kelas I sekarang ini
pada kenyataannya tidak ada
resiko erosi. Kelas 7 dan kelas 8
bersifat lereng curam yang sangat
peka untuk menyebabkan erosi.

Gambar 7. Penanaman sekeliling
dekat Edson, Kansas, hasil panen
adalah tumbuh di dalam lajur-lajur
sekeliling

yang
luas/lebar.
Teras/tingkat-tingkat
yang
dangkal menggali antara jalurjalur
panen melakukan arus
permu kaan di suatu gradiengradien yang lembut. Lerenglereng termasuk kelas II dan kelas
III.

7

Fluvial Processes and Landforms

Cara yang ketiga adalah "strip cropping", merupakan penanaman
tanaman yang berbeda secara paralel setiap lapis tanah. Jika dipraktekan secara
counturing, strip cropping mampu menangkap partikel-partikel tanah yang
diperoleh dari aliran air yang berasal dari atas lereng .
Cara keempat adalah "terracing" (terasiring), suatu bentuk dari
pengembangan counturing dimana kontruksi dari suatu sistem parit atau
tanggul sepanjang kontur dan mengalirkan air secara terkontrol ke kontur yang

lebih rendah melalui ujung lahan. Gambar 8, menggambarkan terasering di
daerah Cina yang terbentuk hembusan angin yang kuat.
5. EROSI SUNGAI
Erosi oleh sebuah sungai merupakan pemindahan progressif dari materimateri mineral dari dasar dan tepian kanal. Erosi sungai terjadi dalam beberapa
cara, tergantung pada sifat materialnya. Gaya dari aliran air itu sendiri, dapat
mengikis materi-materi

seperti batu kerikil, pasir, lumpur dan tanah liat

dengan suatu proses yang disebut "hydraulic action" (aksi hidrolik).
Proses mekanik ini dikombinasikan dengan istilah “abrasi” yang
merupakan penyebab utama erosi dalam “betrok” yang terlalu kuat bila hanya
dipengaruhi oleh aksi hidrolis yang sederhana (gambar 9).
Jika pengikisan dilaksanakan oleh proses-proses kimia dari pelapukan
batuan atau reaksi asam maka dikenal dengan "korosi". Pengaruh korosi
banyak terdapat dalam batu kapur yang merupakan batu keras yang tak mudah
dihancurkan oleh abrasi.

Gambar 9. Bentangan ini telah
terukur dalam granit di aliran sungai
James di Henrico, Virginia

8

Fluvial Processes and Landforms

6. PENGANGKUTAN DAN MUATAN SUNGAI
Materi mineral yang dibawa oleh sebuah sungai membentuk “load”
(muatan) sungai. Tarah liat, lumpur dan kadang-kadang pasir terlarut
dalam suspensi, terdapat dalam air karena pengaruh aliran sungai. Fraksi
muatan yang diangkut ini disebut dengan "suspended load" (muatan
tersuspensi). Pasir kerikil dan pecahan-pecahan batu besar disebut "bed Load”
(muatan dasar) yang berada dekat dengan dasar sungai dan bergerak dengan
mengelinding serta kadang-kadang terangkat agak tinggi.
Muatan yang dibawa oleh sungai jumlahnya banyak sekali dan terdiri
atas berbagai

ukuran. Di dalam banjir, saat kecepatannya 20 feet (6

meter)/detik atau lebih yang dihasilkan oleh sungai-sungai besar, airnya keruh
karena muatan suspensinya. Bahkan batuan-batuan besar dapat bergerak, jika
gradien kanal curam. Muatan sungai diukur dalam satuan massa yang terbawa
sepanjang garis silang persatuan waktu, biasanya disebut ton per hari atau per
tahun. Karena kecepatan sungai meningkat tajam, demikian juga dengan
kedalaman dan debitnya saat banjir terjadi pengangkutan sedimen dalam
jumlah besar. Gambar 10, memberikan contoh peningkatan muatan suspensi
dengan debit yang diukur dengan skala logaritma. Dan menunjukkan bahwa
kandungan keadaan banjir dapat mencapai lebih dari 10.000 kali lebih besar
dan pada dalam keadaan terdangkalnya. Inklinasi garis yang disesuaikan plot
titik-titik dapat dilihat bahwa peningkatan debit kelipatan 10 membuat
peningkatan kandungan suspensi 100 kali.

Gambar 10. Perkembangan dari
sediment
terpompa
dan
berkembang tak beraturan. Dua
skala perkembangannya ini
logaritmik,
tanda
titiknya
menunjukkan hasil penampakan
masing-masing di sekitar garis
terbaik.

9

Fluvial Processes and Landforms

7. PERUBAHAN SUNGAI KARENA BANJIR
Gambar dibawah menunjukkan bagaimana sebuah kanal sungai berubah
susunannya yaitu mengalami kenaikan dan penurunan. Pada awalnya pondasi
sungai terbentuk oleh sejumlah besar kandungan yang disuplai sungai selama
fase awal dari aliran yang deras, kemudian secara aktif diperdalam oleh arus
sungai saat sungai meningkat volumenya. Bila debit air mulai turun, tingkat
permukaan sungai turun dan dasar sungai terbentuk lagi oleh lumpur-lumpur
kandungan dasar sungai (Iihat gambar 11).

Gambar 11. Kanal sungai yang mengalami kenaikan dan penurunan debit air.

Pengikisan oleh arus sungai dan pendangkalan oleh kandungan lumpur
berperan

dalam

mengubah

kemampuan

sungai

untuk

mengalirkan

kandungannya. Maksimum kandungan dari sungai yang dapat diangkut
merupakan suatu pengukuran dari "stream bed-load capacity" (kapasitas angkut
sungai).
Jika sebuah sungai mengalir dalam sebuah kanal yang dasarnya batuan
keras, maka sungai tidak akan mampu mengambil material dasar sungai yang
,cukup untuk mensuplai kapasits total muatannya. Sedangkan dalam "sungai
filluvial", dimana kanalnya terbentuk dalam alluvium maka dasar kanal ini
terdiri dari lapisan lumpur, pasir, kerikil dan batuan bundar yang agak besar
dan tebal. Dalam hal ini terjadi peningkatan kapasitas muatan sungai.
Kapasitas muatan meningkat secara tajam sebanding dengan kecepatan
aliran sungai, karena makin cepat arus sungai maka makin kuat gaya tariknya
terhadap dasar sungai. Kapasitas muatan meningkat kurang lebih pangkat 3 - 4
kali kekuatan kecepatan arus. Saat banjir telah lewat dan debit air mulai turun,

10

Fluvial Processes and Landforms

kapasits angkut sungai juga turun. Sehingga beberapa partikel yang bergerak
akan mulai berhenti di dasar sungai dalam bentuk lapisan-lapisan pasir dan
kerikil, sedangkan partikel -partikel tanah liar terhanyut terus sampai ke muara
oleh aliran air.
8. GRADASI SUNGAI
Pengangkutan muatan membutuhkan gradien, sehingga sistem kanal
sungai mengubah gradiennya sampai mendapatkan suatu keadaan yang stabil
dari tahun ke tahun dan dari dekade ke dekade. Dalam kondisi seperti ini
sistem

fluvial

dapat

dikatakan

"tergradasi",

dan

memperoleh

suatu

keseimbangan operasi.
Gambar (12) mengilustrasikan proses gradasi dalam serangkaian
diagram blok. Di atas air terjun dan "rapid" (bagian sungai yang berlereng
tajam) merupakan bagian kanal yang bergradien tajam, kecepatan aliran
meningkat dengan cepat dan abrasi dasar terjadi dengan intensif (blok A).
Sebagai hasilnya, lereng air terjun terpotong dan rapidnya akan terkikis,
sementara sepanjang kolam akan terisi sedimen dan mengalami penurunan
permukaan. Pada saat danau menghilang dan lereng air terjun berubah menjadi
rapid, akhirnya gradiennya mendekati rata-rata gradien seluruh sungai (blok
B).

11

Fluvial Processes and Landforms

Gambar 12. Proses gradasi dalam serangkaian blok.

Pada tahap gradasi kapasitas sungai melampaui suplai muatannya,
sehingga sedikit atau hampir tidak ada alluvium yang terkumpul di kanal.
Abrasi terus terjadi sampai ke kanal yang rendah ketinggiannya, dengan hasil
bahwa abrasi muncul untuk menempati ”cayon" atau "celah" (gambar 13).

Gambar 13. Jurang besar yang ada di sekitar sungai Yellow Stone, dilihat dari atas
menggambarkan jurang yang teramat dalam menghiasi permukaan tanah dari lava Plateau.

Keseimbangan antara muatan dan kapasitas sungai hanya sebagai suatu
kondisi rata-rata dari periode selama bertahun-tahun. Dan selama periode yang
sangat lama, sungai yang tergradasi mempertahankan ketinggiannya dengan
memperbaiki deposit kanal yang sering kali dikikis oleh energi yang muncul
saat banjir.
Setelah mencapai keadaan seimbang ini, sungai terus menerus mengikis
kedua sisinya, tetapi tidak mempengaruhi gradiennya dan keseimbangannya
(gambar 12 C).
9. PENGARUH LINGKUNGAN CELAH-CELAH DAN AIR TERJUN
Celah-celah yang dalam dan canyon dari beberapa sungai mempengaruhi
kontrol lingkungan dalam berbagai cara. Sehingga hampir tidak ada ruang
untuk jalan antara sungai dan sisi-sisi lembah sehingga landasan jalan harus
dihilangkan. Royal Gorgre di sungai Arkansas, di Roky Mountain Front Range
dari daerah Colorado Selatan adalah contoh yang menunjukkan bahwa sebuah
canyon yang dalam merupakan penghalang, untuk dapat menyebranginya

12

Fluvial Processes and Landforms

mungkin memerlukan pembangunan yang mahal biayanya (gambar 14).
Pengaruh lingkungan yang lain adalah bahwa sebuah sungai dengan gradien
yang tajam tidak dapat dilayari walaupun debit airnya cukup.
Kanal-kanal sungai baru yang

dihasilkan dari diversi arus yang

disebabkan oleh lapisan es dari jaman Pleistocene memberi satu kelas air
terjun dan debit air. Contohnya adalah air terjun Niagara (gambar 15).

Gambar 14. Jurang besar di sungai Arkansas

Perbedaan kelas air terjun diperigaruhi aktivitas tektonik, dilembah
berlereng tajam di daerah Afrika Timor, lapisan batuan yang keras bergeser
akibat adanya patahan-patahan, menghasilkan danau-danau dan gradien yang
tidak kontinu pada sungai dan meningkatkan kecepatan air. Satu contoh adalah
air terjun Murchison dibagian atas sungai Nil dekat Ujung Utara dari danau
Albert yang mempunyai ketinggian 130 kaki per 40 meter. Air terjun Viktoria
di sungai Zambezi dengan ketinggian 355 kaki per 108 meter memiliki batuan
yang lemah sepanjang daerah patahan.

Gambar 15. Pemandangan
aliran sungai Niagara dilihat
dari atas.

13

Fluvial Processes and Landforms

10. SISTEM GRADASI SUNGAI DAN PROFILNYA
Indikasi pertama yang menunjukkan bahwa sebuah sungai telah
mencapai kondisi gradasi adalah mulai terjadinya banjir. Di sisi luar belokan,
kanal berubah kedua sisinya menjadi suatu kurva dengan radius yang lebih
besar, sehingga memotong di dinding lembah. Sedangkan di bagian dalam
belokan alluvium terakumulasi dalam bentuk deposit "poin-bar". Perluasan
poin-bar ini menghasilkan suatu elemen tanah datar yang terbentuk seperti
bulan sabit, dan merupakan tahap pertama dalam perkembangan daerah banjir
(gambar 16 a).
Saat pengikisan sisinya berlanjut, daerah banjir akan bertambah luas
dan kanal berkembang membentuk aliran sinusoida, yang disebut "meanders"
(gb 16 b & c). Daerah banjir sekarang merupakan suatu aliran kontinyu di
antara tembok lembah curam, sementara meanders akan berkembang dengan
baik. Loop meander berkembang dan menghasilkan "cutoff',

melepaskan

"lakes oxbow” (gambar 12).
Profil sungai tergadrasi (profil seimbang), bila di plot pada suatu grafik
ketinggian versus jarak akan dijumpai grafik cekung, sehingga gradiennya
kecil dari hulu ke muara (gambar 17). Akibatnya sungai yang lebh besar
mengeluarkan proporsi energi total yang lebih kecil, dan mengubah gradiennya
ke nilai yang rendah sehingga mampu melaksanakan fungsinya mengangkut air
dan muatan di gradiennya yang rendah.

Gambar 16. Kondisi Gradasi sungai (a) Bagian dalam belokan alluvium yang terakumulasi
dalam bentuk deposit "poin-bar" (b) Aliran sungai membentuk aliran sinusoida, yang disebut
"meanders"

14

Fluvial Processes and Landforms

Gambar 17. Profil sungai tergadrasi (profil seimbang)

11. TUJUAN DENUDASI FLUVIAL SEBAGAI PROSES GEOLOGI
Secara teoritis, tujuan akhir dari proses denudasi adalah pengurangan
masa tanah (landmass) sehingga mencapai suatu permukaan tanah yang sesuai
dengan tingkat permukaan laut. Tetapi karena tingkat pengurangan permukaan
tanah secara progresif melambat, permukaan tanah akan mendekati tingkat
dasar yaitu pada ketinggian nol dan ternyata hal ini tidak bisa tercapai. Dan
setelah melewati jutaan tahun, permukaan tanah akan bergelombang dengan
ketinggian yang rendah yang disebut peneplain.
Dan setelah beberapa lama, peneplain akan terangkat menjadi
permukaan tanah yang tinggi menjulang. Daerah-daerah ini mempunyai ciriciri permukaan tanah yang ketinggiannya sama dengan celah-celah vang terdiri
dari lembah-lembah sungai yang tergradasi ketingkat dasar. Gambar 18
menunjukkan sebuah landscap yang diinterpretasikan oleh para geolog sebagai
peneplain yang terangkat dengan lembah-lembah yang dalam. Dimana
permukaannya yang bergelombang dapat digunakan sebagai lahan pertanian.
12. PENGATURAN KEMBALI GRADASI SUNGAI
Dengan mempertimbangkan pengaruh dari peningkatan muatan yang
melebihi kapasitas sungai, maka pada satu titik kanal dimana pengaruh muatan

15

Fluvial Processes and Landforms

ini terjadi, sedimen yang kasar akan berakumulasi di dasar sungai dalam
bentuk lapisan pasir dan kerikil sehingga deposit ini menaikkan ketinggian
dasar sungai yang disebut dengan proses agradasi
Semakin banyak material yang berakumulasi, gradien kanal sungai akan
meningkat, dan meningkatnya kecepatan aliran sungai membuat material dasar
sungai tertarik kemuara dan menyebar kedasar kanal. Tetapi pembentukan
kanal juga mengurangi gradien sungai dibagian atas dimana kelebihan muatan
muncul, sehingga mengurangi kapasitas sungai dalam jarak _jangkauannya
akibatnya material dasar sungai ini berakumulasi di sungai bagian atas dan efek
agradasi berkembang dibagian hulu.

Gambar 18. Memperlihatkan lipatan permukaan
tanah dataran tinggi di suatu tempat di jalan St.
John peneplain: ketinggiannya kira-kira 2000
kaki (600m). Peneplain merupakan jurang yang
sangat curam pada Canyon de San Cristobal
(latar depan), yang diukir oleh Rio Usabon.
(Photograph oleh R. P. Briggs. U.S. Geological
Survey.)

Gambar 19. Bentuk
teras-teras
alluvial ketika mengalir dengan pelan
mengisi lembah. Bagian-bagian yang
ada label R, terbentuk dari batu karang
yang
membatasi
teras
yang
bersebelahan dan melindungi dari
reruntuhan.

Gambar 19 mengilustrasikan jika sumber muatan hilang akan
terpotong dan penghutanan kembali telah memperbaiki proteksi pada sisisisi lembah dan lereng-lereng perbukitan, sehingga mampu menahan
partikel partikel mineral dari erosi. Dengan kata lain, sungai beroperasi
dibawah kapasitasnya. Hasilnya adalah kanal terkikis dasarnya sehingga
makin dalam. Bentuk kanal menjadi lebih dalam dan lebih sempit. Secara

16

Fluvial Processes and Landforms

perlahan, profil sungai turun ketinggiannya, proses ini disebut degradasi
(gambar

19

).

Alluvium lembah secara perlahan terangkat dan

dihanyutkan kebawah, tetapi tidak semuanya bisa dialirkan karena dikanal
banyak terdapat batuan dasar sungai yang keras

terhampar di dalam

alluvium. Akibatnya seprti pada gambar 19C muncul permukaan seperti
tangga pada kedua sisi lembah. Garis dari tangga-tangga ini merupakan
tangga alluvial.
Sungai yang tergradasi mengalami perubahan aktivitas, bila
lapisan keras yang terletak dibawahnya naik. Naiknva lapisan ini
disebut epeirogenic movement (pergerakan epirogenik) lawannya
adalah pergerakan orogenik, yang dapat menyebabkan perubahan
posisi permukaan karena patahan lipatan. Selama dan s etelah ada
kenaikan ini sungai mengalami degradasi kanal untuk penyesuaian
kembali ketingkat yang rendah. Proses ini disebut rejuvenation,
mulai sebagai deretan lereng-lereng yang curam di mulut sungai.
Lereng-lereng ini secara cepat meningkatkan arus bali k dan segera
seluruh lembah sungai akan terkikis dan terbentuk lembah yang baru
(gambar 20).
Jika

rejuvenation

muncul

ketika

sebuah

sungai

telah

mengembangkan daerah alirannya, pengaruhnya adalah terbentuknya
sebuah celah vang berdinding tajam (gambar 21). Dan saat sungai
tergradasi

membentuk

belokan

pada

alirannya,

rejuvenation

menyebabkan belokan ini menekan dasar sungai dan memberikan
celah ini suatu pola yang berbelok-belok. Belokan sinusoidal ini
disebut entrenched meanders untuk membedakan dengan belokan
alur dari sungai alluvial (gambar 22).
Walaupun entrenched meanders tidak bebas seperti belokan alur
sungai. Belokan ini dapat membesar secara perlahan dan membentuk
cutoff (tembusan). Cutoff ini menghasilkan bukit vang tinggi dan
bundar dikelilingi kanal sungai yang dalam dan arus sungai yang
terjadi (lihat bagian belakang gambar 22).

17

_J.

Fluvial Processes and Landforms

Pada kondisi yang tidak biasa, dimana dasar sungai terdiri dari
bentuk-bentuk batu pasir padat yang kuat. Pemotongan belokan ini
akan menghasilkan suatu jembatan alami yang dibentuk oleh belokan
yang sempit (gambar 22). Hal ini diilustrasikan dengan baik oleh
sungai Moselle... dimana belokan sungainya melalui pegunungan
Arden di Belgia dan Jerman Barat yang telah digunakan sebagai
terowongan (gambar 23).
13. AGRADASI DAN SEDIMENTASI AKIBAT ULAH MANUSIA.
Dengan memahami prinsip-prinsip agradasi dan degradasi
sungai, memungkinkan kita untuk menginterpretasikan dan
meramalkan pengaruh aktivitas manusia pada kana -kanal sungai.
Agradasi kanal disebabkan oleh berbagai macam aktivitas manusia
diantaranya:
a. Erosi tanah yang dipercepat karena pengolahan tanah, pembajakan dan
penebangan hutan. Sehingga merupakan sumber sedimen terbesar bagi
agradasi lembah. Karena erosi ini hanya melibatkan bagian paling atas
lapisan tanah, maka hasilnya akan j el as terlihat dalam akumulasi
collovium dan alluvium yang yang berpasir didasar lembah. Sehingga
menurunkan kualitas kesuburan tanahnya.
b. Kegiatan-kegiatan pertambangan juga merupakan penyebab agradasi
yang ekstrim dari kanal-kanal diberbagai tempat.
c. Agradasi kanal juga merupakan suatu bentuk penurunan kualitas
lingkungan yang serius di daerah pertambangan batu bara, disertai
dengan pencemaran air yang bersifat asam.
d. Urbanisasi dan pembuatan jalan juga merupakan sumber utama sedimen
yang agradasi kanal. Karena proyek-proyek ini seringkali membuat aliran
air mengalami perubahan.

18

Fluvial Processes and Landforms

Gambar 20. Suatu aliran ke tingkat dasar membawa rejuvenation dan penurunan profil
sungai kecil, dimulai pada titik A dan melangkah sampai ke hulu. (From A. N. Strahler,
1971, The Earth Sciences, 2nd ed., Harper & Row, New York.

Gambar 21. Menunjukkan rejuvenation, suatu lipatan jurang yang di ukirkan menyerupai
suatu bentuk makanan, yang telah menjadi teras batu karang yang tinggi. (Dari A. N.Strahler.
1971. .Ilmu pengetahuan Bumi, ed kedua.. Harpa &Baris, New York.)

Gambar 22. Rejuvenation
arus
berkelok-kelok yang menghasilkan
sejumlah kelok-kelokan. Satu leher
kelokan terpotong, terbentuk satu
jembatan alami

Gambar 23. Kelokan-kelokan
dari sungai
Moselle pada daerah Eifel di Jerman barat.
Jalan kereta api yang mengikuti tepi sungai lewat
terowongan melalui kelokan yang sempit
berpelukan. (Portion of Jerman 1:100.000
tophograpic map.1890.)

14. PENGARUH LINGKUNGAN DAM – DAM BESAR
Dam-dam raksasa memberi pengaruh pada kanal sungai mulai
dari hulu sampai muara. Muatan-muatan air sungai yang dibawa ke
reservoir dan akan mengendap di dalam air yang tenang ini.
Aktivitas

ini

merupakan

suatu

bentuk

pembangunan

delta.

Permukaan delta membentuk suatu ekstensi horizontal sungai kanal
tergradasi, seperti diilustrasikan pada gambar 24.
Akan

tetapi

karena

sebuah

gradien

diperlukan

untuk

19

Fluvial Processes and Landforms

menggerakkan muatan sungai melintasi deposit, agradasi membuat
kanal lebih panjang. Agradasi ini membuat hulu sungai menebal
karena sedimen alluvium yang menutupi deposit pasir lembut
sungai. Proses ini akan terus berlanjut, karena deposit delta
direservoir akan terus bertambah. Regradasi suatu kanal harus diikuti
exstensi, untuk menjaga suatu gradien agar dapat mengangkut
muatannya. Akan tetapi akhirnya setelah reservoir terisi penuh dan
sungai mulai mengalir diatas dam, suatu gradasi yang mantap akan dicapai
kembali.

Gambar 24. Skematik dan bagian melintang suatu sungai dari hulu ke hilir yang alirannya
dipengaruhi dam dan reservoir. (Prom A. N. Strahler, 1972, planet earth : Its Physical
Systems Through Geologic Time, Harper & Row, New York.)

Dibagian bawah kanal, perubahan juga terjadi. Air tanpa muatan
dilepaskan dalam jumlah besar, tetapi debitnva terkontrol sehingga untuk
memenuhi kapasitasnya, sungai mengikis dasar dan memperendah kanal ke
suatu gradien yang baru. Kedalaman sungai akan turun sekitar dua kah lipat,
tetapi permukaan sungai hanya sedikit lebih rendah dari sebelumnya.
Akibat penurunan dasar sungai, kanal menjadi lebih rendah bila
dibandingkan ketinggian tebingnya, sehingga sistim irigasi tidak perlu
dikerjakan lagi.
15. LINGKUNGAN SUNGAI ALLUVIAL DAN DAERAH ALIRANNYA.
Sebuah sungai alluvial merupakan sungai yang mengalir pada

20

Fluvial Processes and Landforms

sejumlah besar akumulasi deposit alluvial yang disusun oleh sungai itu
sendiri pada awal aktivitasnya. Kedalaman alluvium sebesar kedalaman
maksimum saat kanal terkikis air saat banjir. Karakteristik sungai alluvial
adalah sungai ini mengalami banjir dengan suatu frekuensi tiap 1-2 tahun.
Banjir sungai alluvial normalnya menggenangi sebagian atau seluruh
daerah aliran yang dibatasi oleh dinding-dinding yang naik. Dindingdinding ini terdiri dari material non alluvial.
Tipe struktur tanah dari sebuah sungai alluvial dan daerah alirannya
diilustrasikan dalam gambar 25. Dominasi daerah alirannya adalah kanal
sungai yang berbelok-belok itu sendiri dan juga kanal yang telah
ditinggalkannya (gambar 26). Dimana pemotongan dari sebuah belokan
secara cepat diikuti oleh pengendapan lumpur dan pasir sepanjang ujungujung kanal yang ditinggalkan dan menghasilkan sebuah danau seperti
busur.

Gambar 25. Bentukan lahan dari suatu
sungai tanah endapan A. suatu
mennders
dengan
bebas
mengembangkan~berkembang.
L
=levees:0, danau.: Y =ynzoo sungai
kecil: Suatu =aluvium: 8, F =dataran
banjir.

Gambar 26. Foto udara vertikal ini, yang yang
diambil dari satu ketinggian sekitar 20000 kaki
(6100m) pertunjukan berliku-liku, penggalanpenggalan, danau ladam dan rawa-rawa, dan
banjir dari Hay River, Alberta (lat. 58o 55' N.
long. 1 1 8 o 1 0 'W ). (National Air Photo
Library, S u r v eys and Mapping Branch,
Department of energy, Mines and Resources,
Canada.)

Pertambahan belokan-belokan alluvial menghasilkan tanda-tanda
khusus pada daerah aliran sungai, seperti terlihat pada gambar 27. Kanal dalam
lengkukannya yang dekat tebing sungai terkikis dari bawah oleh arus, sehingga
radius belokannya bertambah. Dalam hal ini kanal memiliki kedalaman

21

Fluvial Processes and Landforms

terbesarnya, membentuk suatu "kolam" saat aliran air melewati belokan
berikutnya, arus sungai secara cepat memotong kanal secara diagonal dan
membentuk kanal yang dangkal disebut riffle, dengan demikian kolam dan
riffle muncul secara bergantian sesuai dengan masing-masing belokannya.

Gambar 27. Peta dan profil lintasan tekukan berkelok-kelok dari alluvial besar seperti pada
Sungai Mississipi. Panah-panah kecil menunjukkan posisi arus alluvial yang paling cepat.
(From A. N. Strahler, 1971. The Earth Sciences, 2nd ed., harper & Row, New York.)

Selama periode banjir, air menyebar dari kanal utama. Saat arus
melambat, pasir dan lumpur tersimpan pada suatu daerah dekat kanal
membentuk deposit diatas tepi sungai. Dan merupakan suatu akumulasi
yang disebut natural levee (tanggul alami). Karena deposit berada dekat
dengan kanal dan menipis jika makin jauh dari kanal, maka permukaan
tanggul menjadi bidang miring dari kanal (gambar 28), dan diantara tanggul
dan buff (tebingnya) seringkali mengalami kekeringan dan membentuk back
swamm.

Gambar 28. Profil melintang sungai Mississipi yang menunjukkan tanggul-tanggul alami
yang mengapit kanal (From A: N. Strahler, 1971,The Earth Sciences, 2nd ed., Harper & Row,
New York.)

22

Fluvial Processes and Landforms

Pengaruh dari perkembangan tanggul alami adalah mengurangi
munculnva percabangan sungai. Dan keuntungan pertanian di daerah
alluvial merupakan tambahan nilai bagi sungai itu sendiri sebagai urat nadi
transportasi.
16. EFEK REGULASI DARI SUNGAI-SUNGAI ALLUVIAL
Metode-metode yang dipraktekkan dalam usaha untuk mencegah banjir
yang terjadi disepanjang sungai alluvial, ada dua prosedur dasar : (a)
Pembuatan tanggul dan (b) memperpendek sungai dengan membuat sodetan
buatan.
Keberhasilan sistim tanggul juga mempunyai efek samping, diantaranya
adanya pembatasan aliran diantara tebing sehingga tingkat sedimentasinya
semakin tinggi. Demikian juga lingkungan dasar laut berubah dan
mengakibatkan kerang-kerang dan organisme laut bagian bawah musnah.
Sedangkan program penyedotan juga mempunyai efek samping yaitu
pengurangan panjang kanal dapat mengakibatkan kanal makin dalam
sehingga debit air saat banjir dapat melewati ketinggian tanggul buatan.
17. KANALISASI SUNGAI
Kanalisasi sungai merupakan suatu bentuk modifikasi lingkungan yang
diterapkan pada sungai-sungai kecil dan daerah alirannya. Modifikasi ini
terdiri dari pelurusan, perluasan dan pendalaman kanal untuk mencegah
timbulnya banjir musiman dan untuk menyediakan sistem drainase permanen
untuk air sungai.
Dalam sistem ini belokan-belokan dihilangkan, hujan dibersihkan dari
daerah aliran dan tebing-tebing sungai. Kemudian lahan yang sudah
dikeringkan digunakan sebagai lahan pertanian.
Kanalisasi sungai dipakai oleh departemen pertanian A.S. yang telah
mengganti alur kanal dari sungai-sungai kecil. Sejumlah area lahan yang luas
diolah dan akibatnya terjadi kerusakan / kehancuran total ekosistem kanal
alami.

23

Fluvial Processes and Landforms

18. PROSES-PROSES FLUVIAL DAN BENTUK-BENTUK
LINGKUNGAN YANG KERING.
Sebagian besar permukaan tanah di dunia terletak di suatu daerah yang
mengalami defisit air. Potensial penguapan air sangat berpengaruh dalam
memperbesar curah hujan di gurun. Tetapi sekali kelembaban tanah hilang
penguapan akan berhenti, bila hujan muncul lagi tanah mampu menyimpan
air hujan ini sesuai dengan kapasitasnya.
Jika pada keadaan tertentu aliran air dapat mengisi kanal hingga
penuh dan pada gradien kanal yang tajam banjir digurun dapat mengerosi
tanah dalam suatu periode yang singkat.
Hujan digurun biasanya terlokalisasi, artinya suatu hujan deras turun
di daerah tertentu mungkin kurang deras didaerah lain sehingga sungai-sungai
di daerah gurun ini biasanya influent dengan kehilangan debit karena
penyerapan, dilain pihak sungai yang berada di lahan lembab biasanya
effluent dengan memperoleh debit air dari dasar tanah (gambar 29).

Gambar 29. Aliran keluar dan aliran
masuk dari alluvial (From Strahler,
1971, The Earth Sciences, 2nd ed.,
Harper & Row, New York.)

Gambar 30. Alluvial kipas sederhana

Kombinasi antara aliran sungai yang berasal dari jurang curam
pegunungan membawa banyak muatan kuarsa dengan hilangnya debit air
karena penguapan dan perembesan, menyebabkan munculnya suatu lapisan
tanah tertentu yaitu alluvial fan (gambar 30). Kapasitasnya dikurangi oleh
mengecilnya debit air sehingga mengagradasi kanalnya setelah keluar dari
jurang curam. Agradasi ini menyebabkan perubahan kanal kearah sisi-sisinya,

24

Fluvial Processes and Landforms

tetapi mulut jurang curam sempit dan terbuat dari batuan yang keras sehingga
sungai ini membentuk deposit alluvium seperti corong.
Alluvial Fan gurun yang komplek juga terdiri dari mudflows (aliran
lumpur), sungai lumpur yang bergabung dengan deposit kanal. Akibatnya,
struktur alluvial fan ini sesuai untuk akumulasi air tanah dibawah. tekanan
artesis (gambar 31). Dimana air yang masuk bagian atas alluvial fan turun
sepanjang dasar alluvial dan mengalami tekanan dibawah lapisan lumpur.

Gambar
31.
Tampang
melintang alluvial fan kompleks
memperlihatkan pergerakan air
tanah pada alluvial fan yang
didahului oleh akuifer-akuifer
dari kerikil dan pasir (Dari A.
N. Strahler, 1972, Planet Earth;
Its Physical Systems Through
Geologic Time, Harper & Row,
New York.)

Satu lagi yang mempunyai hubungan dengan bentuk luar dari alluvial
fan adalah permukaan tanah gurun yang dikenal dengan pediment. Pediment
terbentuk dari dasar sungai yang tererosi oleh air dan membentuk suatu
permukaan batuan yang miring, mulai kaki gunung, dimana pediment ini
turun kebawah di bawah sebuah lapisan alluvium (gambar 32).
Suatu penjelasan tentang proses pembentukan pediment ini tidak di
bicarakan dalam bab ini, karena terlalu komplek dan ada pertentangan
hipotesis tentang asal mulanya.

25

Fluvial Processes and Landforms

Gambar 32. Diagram bentuk tanah (landforms) dari gunung-gunung padang pasir di selatanAmerika Serikat barat. A. Tahap pengisian secara cepat cekungan-cekungan tektonik dari
gunung yang tinggi B. Tahap berikutnya terlihat sisa-sisa gunung kecil dan playa yang lebar.

C. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
Bentuk tanah (landforms) akibat adanva gaya -gaya internal dan
eksternal bumi ada dua macam yaitu : landforms initial / awal yang
dihasilkan oleh aktivitas vulkanisme dan tektonisme dan landforms
sequential yang dibentuk oleh proses-proses dan substansi denudasi.
Sedangkan bentuk tanah (landforms) akibat proses -proses aluvial adalah
landforms erosional

yang terbentuk

akibat pengikisan landforms

deposisional yang terbentuk akibat pengendapan
Erosi tanah miring yang normal terjadi jika ada proses aluvial
daerah drainase. Dimana input air yang diperoleh air tidak bisa diserap
permukaan tanah dengan sempurna, sehingga aliran air diatas tanah
mengikis permukaan tanah membawa partikel-partikel mineral yang
berupa ion dan koloid. Sedangkan erosi tanah akibat ulah manusia
diantaranya terjadi akibat perusakan vegatasi (misal : penebangan
hutan) yang menyebabkan tanah gundul dan permukaan tanah kurang
mampu menyerap air. Cara-cara yang digunakan untuk mencegah atau
mengurangi erosi tanah adalah "contouring, rotasi tanaman, "strip cropping
" dan terasiring.
Erosi sungai terjadi akibat pemindahan secara prograsip (pengikisan)

26

Fluvial Processes and Landforms

materi mineral dari dasar dan tepian kanal, serta tergantung dari gaya
aliran air itu sendiri dengan suatu proses aksi hidrolis.
Gradasi sungai terjadi jika sistem kanal sungai menguhah gradiennva sebagai
suatu keadaan vang stabil untuk pengangkutan muatan sehingga diperoleh
keseimbangan operasi.
Sedangkan agradasi dan sedimentasi akibat ulah manusia, antara lain :
(a) adanya erosi tanah yang dipercepat karena pengolahan tanah, pembajakan
dan penebangan hutan, (b) adanya kegiatan-kegiatan pertambangan (c) adanya
urbanisasi serta pembuatan jalan.
Kanal berubah dalam banjir, akibat pondasi vang terbentuk oleh sejumlah
muatan yang disuplai sungai, secara aktif diperdalam oleh arus sungai saat
sungai meningkat volumenya sehingga dalam periode tertinggi dasar sungai
berada pada ketinggian vang terendah dan bila debit air turun, tingkat
permukaan sungai turun dan debit air turun, tingkat permukaan sungai turun dan
dasar sungai terbangun kembali oleh Lumpur-lumpur muatan dasar sungai.
Kanalisasi sungai merupakan suatu bentuk modifikasi lingkungan yang berupa
pelurusan, perluasan dan pendalaman kanal untuk mencegah terjadinya banjir
musiman.
Pengaruh lingkungan celah-celah atau canyon adalah bahwa sebuah
c a n y o n yang dalam merupakan suatu penghalang dalam sistem transportasi.
Pengaruh lingkungan air terjun adalah dapat menghasilkan danau-danau.
Gradien yang tidak kontinu pada sungai dan meningkatkan kecepatan air.
Pengaruh lingkungan dam-dam besar terjadi pada kanal sungai, mulai dari hulu
sampai kemuara dan reservoirnya. Dimana muatan-muatan sungai yang dibawa
ke reservoir akan mengendap dan menjadi ”delta” dan permukaan delta
membentuk kanal sungai yang tergradasi.
Lingkungan sungai alluvial menghasilkan kanal sungai yang berbelokbelok dan akibat banjir yang sering terjadi belokan kanal yang dekat tebing akan
terkikis dan menghasilkan radius belokan yang luas dan dalam yang disebut
"kolam". Efek regulasi dari sungai alluvial adalah terjadi tingkat sedimentasi
yang tinggi akibat adanya tanggul dan gradien rata rata kanal semakin tajam
serta kanal semakin dalam akibat dari program penyudetan.

27

Fluvial Processes and Landforms

Tujuan denudasi fluvial sebagai proses geologi adalah mengurangi masa
tanah (landmass) sehingga mencapai suatu permukaan tanah yang sesuai dengan
permukaan air laut.
Proses-proses fluvial dalam hubungannya dengan bentuk-bentuk
lingkungan yang kering antara lain terjadi di daerah gurun. Dimana
potensial penguapan air sangat berpengaruh dalam memperbesar curah hujan.
Hal ini karena jika kelembaban tanah hilang maka penguapan berhenti dan jika
hujan muncul lagi tanah mampu menyimpan air hujan sesuai dengan
kapasitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
Arthur N. Strahler dan Alan H. Strahler, 1973. Enviromental Geoscence :
Interaction Between Natural System And Man. Hamilton Publishing,
Company, Santa Barbara. California.

28

Fluvial Processes and Landforms

29