STUDI ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA DISRU (2)
TUGAS PAPER
STUDI ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA DISRUPSI DAN MILENIAL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan dan Metode Studi Islam
Yang Diampu Oleh Prof. Dr Zakiyyudin Baidhawy
Disusun Oleh:
AHMAD ALFIYAN FAKHRONI
12020170006
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
A. Pengertian Studi Islam
Kata studi Islam merupakan gabungan dari dua kata, yaitu studi dan
Islam. Kata studi memiliki berbagai pengertian. Rumusan Lester Crow dan
Alice Crow menyebutkan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja
diusahakan dengan maksud memperoleh keterangan, mencapai pemahaman
yang lebih besar, atau meningkatkan suatu keterampilan. Sementara
Muhammad Hatta mengartikan studi sebagai mempelajari sesuatu untuk
mengerti kedudukan, mencari pengetahuan tentang sesuatunya di dalaam
hubungan sebab dan akibatnya, ditinjau dari jurusan tertentu dan dengan
metode tertentu pula.1
Istilah “Islamic Studies” atau Studi Islam kini telah diperguna kan dalam
jumal-jurnal profesional, departemen akademik, dan lembaga-lembaga
perguruan tinggi yang mencakup bidang pengkajian dan penelitian yang luas,
yakni seluruh yang memiliki di mensi “Islam” dan keterkaitan dengannya.
Rujukan pada Islam, apakah dalam pengertian kebudayaan, peradaban, atau
tradisi keagamaan, telah sernakin sering dipakai dengan munculnya sejumlah
besar literatur dalarn berbagai bahasa Eropa atau Barat pada umumnya yang
berkenaan dengan paham Islam politik, atan Islamisme. Literatur-literatur
tersebut berbicara tentang perbankan Islam, ekonomi Islam, tatanan politik
Islam, demokrasi Islam, hak-hak asasi manusia Islam, dan sebagainya.
Sejumlah buku-buku terlaris sejak tahun 1980 berhuhungan dengan juduljudul “Islam” dan hal-hal yang berkaitan dengan kata sifat “Islami”, yang
menunjukkan betapa semua itu telah diisti1ahkan dengan sebutan “Islamic
Studies” di dunia akademik.
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut pandangan Islam diatas, dan
mengingat betapa luas dan kompleksitasnya Risalah Islamiah, maka dapat
disimpulkan pendidikan Islam adalah :”Segala usaha untuk memeliahara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada
padanya agar lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan
1
M. Amin Syukur, Pengantar Studi Islam,(Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm., 29.
1
ajaran-ajaran Islam menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil)
sesuai dengan norma Islam.”2
Kita dapat mengemukakan dua pendekatan mengenai Islamic Studies, yaitu
definisi Sempit dan definisi yang lebih luas pendekatan pertama melihat
Islamic Studies sebagai suatu disiplin dengan metodologi, materi dan teksteks kuncinya sendiri, bidang studi ini dapat didefinisikan sebagai studi
tentang tradisi teks-teks keagamaan klasik dan ilmu-ilmu keagamaan klasik
dan memperluas ruang lingkupnya berarti akan mengurangj kualitas
kajiannya. Di samping itu, Islamic Studies berbeda dengan ilmu-ilmu
humaniora dan ilmu-ilmu sosial dan akan diperlemah bila pendidikan
berbasis kepercayaan tentang Islam dan studi tentang Islam lintas disiplin
berdasarkan kepada dua disiplin tersebut. Mesti ada perbedaan nyata antara
antropologi dan ilmu-ilrnu sosial lainnya, dan islamic Studies hanya sebagai
distingsi yang dibuat dalam hubungannya dengan disiplin disiplin lainnya
seperti Christian Studies.
Menurut definisi ini, Islamic Studies mengimplikasikan: Pertarna, studi
tentang disiplin dan tradisi intelektual keagamaan klasik menjadi inti dari
Islamic Studies, karena ada di jantung kebudayaan yang dipelajari dalam
peradaban Islam dan agama Islam, dan karena banyak Muslim terpelaiar
masih memandangnya sebagai persoalan penting. Pengertian Islamic Studies
sebagai studi tentang teks-teks Arab pramodern utamanya karena itu mesti
dipertahankan. Keterampilan utama yang dibutuhkan adalah bahasa Arab.
Kedua, Islamic Studies adalah suatu bidang yang sempit. Upaya-upaya untuk
memperluas bidang kajiannya dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas
kajian. Namun demikian, bidang ini terus menghadapi tekanan komersial
untuk memperluas ruang lingkupnya dengan memasukkan misalnya, studi
tentang pengohatan dan keuangan Islam. Namun, imperative utarnanya
adalah mempertahankan kualitas hasilnya. Penelitian dan pengajaran dalam
wilayah-wilayah yang berada di luar definisi Islamic Studies yang sempit
2
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm., 26-31.
2
mesti diupayakan secara kolaboratif dengan kalangan spesialis luar yang
berkualitas.
Ketiga, pendidikan berbasis keimanan bagi Muslim mengenai Islam, dan
studi lintas disiplin tentang Islam yang bersandar kepada ilmu-ilmu
humaniora dan ilmu-ilmti sosial, keduanya memberikan tujuan yang
berrnanfaat. Namun, Islamic Studies bagaimanapun berheda dngan keduanya
dan jangan dipertipis garis batasnya. Yang diharapkan ialah upaya
memperkaya dua bidang lainnya. Minat ilmu antropologi dan ilmu-ilmu
sosial terhadap Islam memang dapat dibenarkan, namun jangan dipaksa untuk
diistilahkan sebagai Islamic Studies.3
B. Pendekatan Interdisipliner dalam studi Islam
Pendekatan interdisliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan
menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam
studi misalnya menggunakan pendektan sosiologis, historis dan normatif
secara bersamaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari
keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu
pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an
dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi
harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan
masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik misalnya.
Pendekatan interdisliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan
menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam
studi misalnya menggunakan pendektan sosiologis, historis dan normatif
secara bersamaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari
keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu
pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an
dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi
3
Zakiuddin Baidhawy, Studi Islam: Pendekatan Dan Metode, Yogyakarta: Insan Madani, 2011, 14.
3
harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan
masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik misalnya.
Dari
kupasan
diatas
melahirkan
beberapa
catatan.
Pertama,
perkembangan pembidangan studi islam dan pendekatannya sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Kedua, adanya penekanan
terhadap bidang dan pendekatan tetentu dimaksudkan agar mampu
memahami ajaran islam lebih lengkap (komprehensif) sesuai dengan
kebutuhan
tuntutan
yag
semakin
lengkap
dan
komplek.
Ketiga,
perkembangan tersebut adalah satu hal yang wajar dan seharusnya memang
terjadi, kalau tidak menjadi pertanda agama semakin tidak mendapat
perhatian.4 Contoh dalam penggunaan pendekatan interdispiner adalah dalam
menjawab status hukum aborsi. Untuk melihat status hukum aborsi perlu
dilacak nash Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Tentang larangan pembunuhan
anak dan proses atau tahap penciptaan manusia dihubungkan dengan teori
embriologi. Sebagai tambahan Leonard Binder secara implisit menawarkan
beberapa pendekatan studi islam, yakni:
1. Sejarah (history)
2. Antropologi (anthrophology)
3. Sastra islam dan arkeologi (islamic art and archeology)
4. Ilmu politik (political science)
5. Filsafat (philosophy)
6. Linguistik
7. Sastra (literature)
8. Sosiology (sociology)
9. Ekonomi (economics)
Dari pembahsan ringkas tentang pendekatan yang dapat digunakan
dalam studi islamada beberapa catatan. Pertama, sejumlah teori memang
sudah digunakan sejak lama oleh para ilmuan klasik, meskipun teori-teori
4
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia, 2009, 230-232.
4
tersebut mengalami perkembangan. Kedua, ada beberapa teori yang mendapat
penekanan pada beberapa dekade terakhir.5
C. Beberapa Pendekatan Interdisipliner
1.
Pendekatan Filsafat
Filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta dan kata shopos yang
berarti cinta dan kata shopos yang beraati ilmu atau hikmah secara etimologi
filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Menurut istilah (terminologi)
filsafat islam adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan
falsafah dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah islam. Istilah filsafat
dapat ditinjau dari dua segi berikut:
a. Segi semantik; filsafat berasal dari bahasa arab yaitu falsafah. Dari
bahasa Yunani yaitu philosophia yaitu pengetahuan hikmah (wisdom).
Jadi philosophia berarti
cinta
pengetahuan,
kebijaksanaan,
dan
kebenaran. Maksudnya adalah orang menjadikan pengetahuan sebagai
tujuan hidupnya dan mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
b. Segi praktis; filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir.
Orang yang berpikir tentang filsafat disebut filosof. Yaitu orang yang
memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam
tugasnya filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan
memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi
filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu.
Ruang lingkup filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang terdiri dari gabungan
ilmu-ilmu khusus[5]. Dalam perkembangan ilmu-ilmu khusus satu demi satu
memisahkan diri dari induknya yakni filsafat. Ruang lingkup filsafat
berdasarkan struktur pengetahuan yang berkembang dapat dibagi menjadi tiga
bidang,sebagai berikut:
a. Filsafat sistematis terdiri dari
5
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia, 2009, 234
5
1) Metafisika
2) Epistemologi
3) Metodologi
4) Logika
5) Etika
6) Estetika
b. Filsafat khusus terdiri dari:
1) Filasafat seni
2) Filsafat kebudayaan
3) Filsafat pendidikan
4) Filsafat bahasa
5) Filsafat sejarah
6) Filsafat budi pekerti
7) Filsafat politik
8) Filsafat agama
9) Filsafat kehidupan
10) Filsafat nilai
c. Filsafst keilmuan terdiri dari:
1) Filsafat ilmu-statistik
2) Filsafat psikologi
3) Filsafat ilmu-ilmu social.
Dalam studi filsafat untuk memahami secara baik paling tidak kita
harus mempelajari lima bidang politik, yaitu:
a. Metafisika
b. Epistimologi
c. Logika
d. Etika
6
e. Sejarah filsafat.
Dasar Pendekatan Filsafat Islam
Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenai satu segi,tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan
manusia. Sumber ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu
adalah alquran dan hadis. Dalam kaitan ini diperlukan pendekatan
historis terhadap filsafat Islam yang tidak menekankan pada studi
tokoh,tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik.
Filsafat Islam sendiri keberadaanya menimbulkan pro dan kontra.
Sebagian yang berpikiran maju dan bersifat liberal cenderung mau
menerima pemikiran filsafat Islam. Bagi mereka yang berpikiran
tradisional kurang mau menerima filsafat.
Islam menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran filsafat,itulah
yang disebut filsafat Islam bukan karena orang yang melakukan
kefilsafatan itu orang muslim, tetapi dari segi obyek membahas mengenai
keislaman. Perkembangan filsafat Islam pada prinsipnya mampu bersaing
dengan filsafat Barat. Dari kedua filsafat ini ditambah dengan kajian
Yahudi, maka tersusunlah sejarah pembahasan teoretis filsafat Islam
dengan filsafat klasik, pada pertengahan dan modern. Hubungan
filsafat Yunani dengan filsfat islam adalah sebagai berikut:
a. Pemikiran filsafat Islam telah dipengaruhi oleh filsafat Yunani.
b. Para filsuf muslim mengambil sebagian besar pandanganya
Aristoteles.
c. Filsuf muslim banyak mengagumi Plato dan mengikutinya pada
berbagai aspek.
Hubungan filsafat Islam dengan filsafat modern ,secara khusus
terdapat berbagai usaha yang ditujukan untuk menemukan hubungan
antara keduanya,baik sumber maupun pengantar-pengantar filsafat
7
modern. Batasannya yaitu terdapat pola titik persamaan dalam pandangan
dan pemikiran. Filsafat Islam juga dikatakn sebagai ilmu karena di
dalamnya
terkandung
pertanyaan
ilmiah,yaitu
bagaimanakah,
mengapakah, dan apakah, jawaban atas pertanyaan itu adalah sebagai
berikut:
a. Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang selalu berulang-ulang.
b. Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat
istiadat yang berlaju dalam masyrakat.
c. Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai suatu hal
dijadikan pegangan.
Konsep Filsafat Islam
a. Konsep Ar-Razi
Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Al- Razi lahir di Rai kota dekat
Teheran pada tahun 862 M. Falsafahnya terkenal dengan Lima Yang
Kekal.6
1) Materi; merupakan apa yang ditangkap panca indra tentang
benda itu
2) Ruang ; karena materi mengambil tempat.
3) Zaman: karena materi berubah-ubah keadaannya.
4) Adanya roh
5) Adanya Pencipta.
b. Konsep Al Farabi
Abu Ali Husin Ibn Sina lahir di Afsyana 980 M. di dekat
Bukhara. Terkenal dengan:
1) Falsafah Jiwa
2) Falsafah Wahyu dan Nabi
3) Falsafah Wujud
4) Konsep Al Kindi
6
Harun Nasution. Falsafah Dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1995,21.
8
Ya’kub Ibn Ishaq Al Kindi berasal dari Kindah di
Yaman.tahun 796 M. terkenak dengan:
1) Falsafah Ketuhanan
2) Falsafah Jiwa
2. Pendekatan Sosiologi
a. Pengertian Pendidikan dengan pendekatan sosiologi
Sosiologi adalah ilmu tentang kemasyarakatan, ilmu yang
mempelajari
segala
sesuatu
yang
berhubungan
dengan
masyarakat.Sosiologi didefinisikan secara luas sebagai bidang
penelitian yang tujuannya meningkatkan pengetahuan melalui
pengamatan
dasar
manusia,dan
pola
organisasi
serta
hukumnya.Sosiologi dapat juga diartikan sebagai suatu ilmu yang
menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan
struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling
berkaitan. Selanjutnya sosiologi digunakan sebagai salah satu
pendekatan dalam studi islam yang mencoba untuk memahami
islam dari aspek sosial yang berkembang dimasyarakat, sehingga
pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai
sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan
konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang
dihadapinya. Pendidikan menurut pendekatan sosiologi ini
dipandang sebagai salah satu konstruksi sosial atau diciptakan
oleh interaksi sosial. Pendekatan sosiologi dalam praktiknya,
bukan saja digunakan dalam memahami masalah-masalah
pendidikan, melainkan juga dalam memahami bidang lainnya,
seperti agama sehingga munculah studi tentang sosiologi agama.7
b. Agama dalam pendekatan sosiologi
7
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, Normatif Perenialis,
Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik,
Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2009, 203
9
Salah satu ciri utama pendekatan ilmu -ilmu sosial adalah
pemberian definisi yang tepat tentang wilayah telaah mereka.
Adams berpendapat bahwa studi sejarah bukanlah ilmu
sosial,sebagaimana sosiologi.Perbedaan mendasar terletak bahwa
sosiologi membatasi secara pasti bagian dari aktivitas manusia
yang dijadikan fokus studi dan kemudian mencari metode khusus
yang sesuai dengan objek tersebut,sedangkan sejarahwan
memiliki tujuan lebih luas lagi dan menggunakan metode yang
berlainan. Dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial,
maka agama akan dijelaskan dengan beberapa teori, misalnya
agama merupakan perluasan dari nilai-nilai sosial, agama adalah
mekanisme integrasi sosial, agama itu berhubungan dengan
sesuatu yang tidak diketahui dan tidak terkontrol dan masih
banyak lagi teori lainnya.Pada intinya pendekatan ilmu- ilmu
sosial menjelaskan aspek empiris orang beragama sebagai
pengaruh dari norma sosial. Tampak jelas bahwa pendekatan
ilmu-ilmu sosial memberikan penjelasan mengenai fenomena
agama.
c. Agama dalam pendekatan fungsional-sosiologi
Teori fungsional memandang agama dalam kaitan dengan aspek
pengalaman
yang
mentransendensikan
sejumlah
peristiwa
eksistensi sehari hari, yakni melibatkan kepercayaan dan
tanggapan terhadap sesuatu yang berada diluar jangkauan
manusia. Oleh karena itu secara sosiologis agama menjadi
penting dalam kehidupan manusia dimana pengetahuan dan
keahlian tidak berhasil memberikan sarana adaptasi atau
mekanisme penyesuaian yang dibutuhkan. Dari sudut pandangan
teori fungsional, agama menjadi atau penting sehubungan dengan
unsur-unsur
pengalaman
manusia
yang
diperoleh
dari
ketidakpastian, ketidakberdayaan dan kelangkaan yang memang
10
merupakan karakteristik fundamental kondisi manusia. Dalam hal
ini fungsi agama adalah menyediakan dua hal yaitu :
1) Suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak
terjangkau oleh manusia.
2) Sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan
hal diluar jangkauanya.yang memberikan jaminan dan
keselamatan bagi manusia mempertahankan moralnya.
Dari sini kita dapat menyebutkan fungsi agama,antara lain:
1) Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang diluar
jangkauan manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan,
dan
terhadap
manusia
memberikan
tanggapanserta
menghubungkan dirinya menyadiakan bagi pemeluknya suatu
dukungan dan pelipur lara.
2) Agama
manawarkan
hubungan
transendetal
melalui
pemujaan pada upacara ibadat.
3) Agama mensucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang
telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok
diatas keinginan individu dan disiplin kelompok diatas
dorongan individu.
4) Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting.
5) Agama bersangkut paut pula dengan pertumbuhan dan
kedewasaan individu dan perjalanan hidup melalui tingkat
usia yang ditentukan oleh masyarakat.
Jadi menurut teori fungsional, agama mengidentifikasikan individu
dengan kelompok, menolong individu dalam ketidakpastian,
menghibur ketika dilanda kecewa, mengaitkannya dengan tujuantujuan masyarakat, memperkuat moral, dan menyediakan unsurunsur identitas. Seperti halnya teori sosiologi tentang agama, teori
fungsional juga berusaha membangun sikap bebas nilai. Teori ini
11
tidak menilai kebenaran tertinggi atau kepalsuan kepercayaan
beragama.
Sebagaimana
semua
sosiologi,
teori
ini
juga
menggunakan apa yang disebut pendekatan “naturalistis”pada
agama.Sebagai ilmu sosial,sosiologi berusaha memahami perilaku
diri sebab akibat yang alamiah. Ini bukan merupakan posisi
ideologi yang anti agama, sebab jika penyebab itu diluar alam, bila
mereka bertindak terhadap manusia harus juga melalui manusia dan
hakikat manusia.
Salah satu sumbangan yang paling berharga dari teori fungsional
ialah ia telah mengarahkan perhatian kita pada karakteristik agama
yang menawarkan sudut pandang lain darimana kita memulai studi
sosiologis terhadap agama dari sudut perspektif yang saling
melengkapi. Teori fungsional menitik beratkan arti penting”titik
kritis”, dimana fikiran dan tindakan sehari hari ditransendensikan
dalam pengalaman manusia.8
3. Pendekatan Sejarah
a. Pengertian pendekatan sejarah
Dalam bahasa Arab, kata sejarah disebut tarikh yang secara
harfiah berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti
keterangan yang telah terjadi pada masa lampau / masa yang
masih ada. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah merupakan
terjemahan dari kata history yang secara harfiah diartikan the past
experience of mankind, yakni pengalaman umat manusia di masa
lampau.9
Jadi sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai masalah
yang terjadi di masa lampau, baik yang berkaitan dengan masalah
sosial, politik ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, kebudayaan,
agama dan sebagainya. Melalui pendekatan sejarah ini, ilmu
8
9
Thomas F O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Jakarta: Rajawali Press,1992, 25-27
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, 46.
12
pendidikan Islam akan memiliki landasan sejarah yang kuat
sehingga terjadi hubungan dan mata rantai yang jelas antara
pendidikan yang dilaksanakan sekarang dengan pendidikan yang
pernah ada di masa lalu. Bangunan ilmu pendidikan Islam yang
didasarkan pada pendekatan sejarah akan memiliki landasan yang
lebih realistis dan empiris, karena bertolak dari praktik
pendidikan yang benar-benar telah terjadi. Ilmu pendidikan Islam
dengan pendekatan sejarah merupakan sebuah bentuk apresiasi
atas berbagai peristiwa masa lalu untuk digunakan sebagai bahan
renungan dan pelajaran bagi pengembangan ilmu pendidikan
Islam di masa lalu.
b. Studi Islam dengan Pendekatan Sejarah
Melalui pendekatan sejarah ditemukan informasi sebagai berikut:
1) Sejak kedatangan Islam, umat Islam tergerak hati, pikiran dan
perasaannya untuk memberikan perhatiannya yang besar
terhadap penyelenggaraan pendidikan.
2) Model lembaga pendidikan Islam yang diadakan oleh umat
Islam adalah model lembaga pendidikan informal, non formal
dan formal.
3) Lembaga pendidikan yang dibangun umat Islam bersifat
dinamis, kreatif, inovatif, fleksibel dan terbuka untuk
dilakukan perubahan dari waktu ke waktu.
4) Melalui pendekatan sejarah, diketahui bahwa di kalangan
umat Islam telah terdapat sejumlah ulama yang memiliki
perhatian untuk berkiprah dalam bidang pendidikan.
5) Melalui
pendekatan
sejarah,
dapat
diketahui
tentang
kehidupan para guru dan pelajar.
6) Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang adanya
sistem pengaturan atau manajemen pendidikan, pendanaan
atau pembiayaan pendidikan, mulai dari yang sederhana
sampai dengan yang canggih.
13
7) Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang adanya
kurikulum yang diterapkan di berbagai lembaga pendidikan
yang disesuaikan dengan visi, misi, tujuan dan ideologi
keagamaan yang dimiliki oleh tokoh pendiri atau masyarakat
yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan tersebut.
Pendekatan sejarah dalam mempelajari Islam merupakan
profil campuran, yakni sebagian dari praktik tersebut ada yang
dipengaruhi oleh sejarah dan ada pula yang dipengaruhi oleh adat
istiadat dan kebudayaan setempat. Praktik pendidikan dalam
sejarah tidak selamanya mencerminkan apa yang dikehendaki
ajaran Al-Qur'an dan al-sunnah. Informasi yang terdapat dalam
sejarah bukanlah dogma atau ajaran yang harus diikuti, melainkan
sebuah informasi yang harus dijadikan bahan kajian dan renungan,
memilah dan memilih bagian yang sesuai dan relevan untuk
digunakan.
D. Studi Islam Era Disrupsi dan Milineal
Metodologi Studi Islam atau Dirasah Islamiyah, sepintas lalu
merupakan disiplin ilmu baru dalam kurikulum Nasional Program Strata
Satu (S1) pada Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti pada Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) di seluruh Indonesia. Padahal, jika ditelusuri
dalam topik bahasan materi intinya tidak lain adalah “akumulasi” dari
kajian-kajian substansi keislaman yang sebelumnya materi intinya bersifat
dasar (pengantar). Materi-materi tersebut bahkan sampai sekarang masih
dan akan dipelajari sebagai ilmu dasar (islamic basic knowledge)
khususnya di Perguruan Tinggi Agama Islam negeri ini. Hanya saja,
pengkajian masing-masing ilmu dasar keislaman itu disajikan secara
“terpisah” satu sama lain. Namun, diskursus-diskursus yang ditawarkan
masih materi-materi yang sifatnya pengenalan dasar atau pengantar.10
10
Muhibuddin Hanafiah, “Revitalisasi Metodologi Dalam Studi Islam: Suatu Pendekatan
Terhadap Studi Ilmuilmu Keislaman”. Jurnal Ilmiah Didaktika, Volume 11, Nomor 02, Februari
2011 294.
14
Persoalan globalisasi tidak hanya berhenti pada wilayah ekonomi
dan industri (WTO; MEA), tetapi juga budaya, sosial, dan agama.
Universitas riset pada era global seperti sekarang ini, menurut Altbach dan
Salmi, pada dasarnya adalah institusi riset ekonomi berbasis pengetahuan
(know-ledge-based economy). Institusi atau lembaga ini harus memberikan
porsi yang tepat untuk perenungan, kritik, dan pemikiran tentang budaya,
aga-ma, kemasyarakatan, dan bahkan norma-norma. Jiwa universitas riset
ha-rus terbuka terhadap ide-ide dan bersedia melawan keortodoksan dalam
segala hal.
Berangkat dari kesadaran akan kelemahan metodologi umat Islam
dalam mengkaji Islam, maka pentingnya metodologi dalam kajian ilmuilmu keislaman di era modern ini.
Kemajuan bangsa Eropa dan Amerika bukanlah hal yang menjadi
rahasia lagi, baik dalam metode penelitian, teknologi dan segala sisi
pendidikannya. Dunia muslim jika ingin menyusul mereka dan
memenangi segala lini kehidupan dari pada mereka, mau atau tidak harus
belajar dengan ilmu-ilmu yang merekan kembangkan, paling tidak jika
belum bisa menandingi mereka dunia muslim harus bisa menyamakan
tingkat kehidupan dan keilmuan dengan mereka, agar orang-orang muslim
tidak selalu dipandang inverior, dan memandang dunia Barat lebih
superior.
Problematika zaman era modern juga tidak cukup diselesaikan
dengan kajian-kajian Islam secara klasik, karena semakin maju pergolakan
kehidupan zaman, konskwensinya juga akan semakin banyak pula
permasalahan baru yang semakin rumuit untuk dipecahkan, metodologi
studi Islam di era modern juga harus menyesuaikan dengan era dan kultur
budaya yang ada, selain itu juga harus dikaji dari beberapa disiplin ilmu
yang ada, agar pemahaman Islam menjadi lebih komplek dan selalu
memberikan solusi yang solutif, tidak stagnan dan kaku jika diterapkan
dalam kondisi yang lain. Dalam menghadapi isu-isu global dunia
kontemporer yang antara lain telah disebut di atas, apakah pendidikan di
15
Tanah Air telah siap meramunya dalam proses pembelajaran dan
perkuliahan dan lebih-lebih penelitian? Ada kritik dari pengamat sosialbudaya dari antropologi yang menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia
belum menghasilkan lulusan yang memuaskan, bahkan mengantarkan
lulusannya ke wilayah kehidupan moral berparadoks. Paradoks muncul
karena terfragmentasinya proses pendidikan dan pembelajaran di Tanah
Air selama ini. Ini dijelaskan sebagai berikut”
“Melalui kurikulum sekolah, SD sampai perkuliahan, orang
Indonesia dibesarkan dalam label yang mengharuskannya
membedakan persoalan politik, sosial, budaya dan agama,
ekonomi, penegakan HAM, dan sejarah sebagai hal yang berdiri
sendiri-sendiri.
Maka
siswa/mahasiswa
tidak
mampu
membangun analisis dari berbagai sudut yang berbeda untuk
mencapai kesimpulan besar. Politik Orde Baru melahirkan
manusia-manusia tipikal paradoksal: religius dan patuh dalam
berbelanja, konsumtif dalam simbol-simbol agama, dan toleran
terhadap kekerasan dalam penegakan moral. Namun, juga lu-nak
dan ragu dalam korupsi, ketidakadilan, serta pelanggaran HAM
di depan matanya.”11
Sebagaimana dikatakan Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo,
untuk mampu menghadapi masa depan sebagai anggota bang-sa-bangsa yang
saling bekerja sama dan bersaing, keseluruhan sistem pendidikan, terutama
pendidikan tinggi, harus mengalami revolusi men-tal. Perubahan yang hanya
dilakukan perlahan-lahan dan sedikit-sedikit dari pinggiran tidak akan dapat
menempatkan perguruan tinggi Indonesia di peta dunia secara berarti.
Perubahan yang diperlukan sangat mendasar, bersifat pergeseran paradigma
untuk melakukan lompatan jauh ke depan (leap frogging) dengan mengetahui
sampai di mana kita berada.12
11
Kompas, 30 Agustus 2014: 6
Mayling Oey-Gardiner, dkk. "Era Disrupsi: Peluang dan Tantangan Perguruan Tinggi
Indonesia”. Jakarta : Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2017, 116
12
16
Hal ini, sebagaimana telah diuraikan di atas, disebabkan oleh terja-dinya
perubahan mendasar dalam penyediaan jasa atau pelayanan pen-didikan tinggi
karena dinamika perkembangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan invensi
dan inovasi dalam penerimaan, penggunaan dan pelaksanaan sains dan
teknologi. Sementara itu, bangsa-bangsa dunia juga mengalami dinamika
perubahan demografis dalam hubungan dengan struktur umur dan jenis kelamin
secara umum, dan berbagai aspek kehidupan, termasuk pemerintahan dan pasar
kerja, pasar pembeli dan penjual.
Walaupun sebenarnya dikatakan penyebabnya lebih terbatas, di sini
pengertian penyebab perubahan besar dan mengacaukan (disruption), yang
telah beredar cukup lama, dipakai apa yang diajukan oleh Bower dan
Christensen 1995, yaitu inovasi teknologi. Teknologi mendorong ber-bagai
perubahan, tidak hanya dalam teknologi itu sendiri tetapi juga dalam kehidupan
manusia, cara manusia berhubungan, cara kita berorganisasi. Salah satu contoh
yang kita rasakan adalah telepon seluler, yang telah me-mudahkan komunikasi
antarmanusia, dan oleh dunia bisnis dan industri dikembangkan dalam sistem
kapitalis yang selalu mencari keuntungan dengan terus meningkatkan efisiensi
secara berkelanjutan dan memper-luas pasar hingga harga terus turun.
Semuanya memungkinkan mereka yang kurang sejahtera juga mampu
memilikinya, dan melakukan komu-nikasi dengan saudara yang berjarak dekat
dan jauh.
Teknologi digital sangat luas penerapannya, dan karenanya juga sa-ngat
luas dampaknya. Berbagai industri bahkan telah mengalami krisis dan bahkan
telah tiada akibat perubahan yang dibawa perkembangan teknologi digital.
Sebut saja industri musik dan fotografi yang telah membu-ang cara menyimpan
lagu dan foto dalam bentuk keping dan film. Salah satu bidang yang sedang
mengalami ”perdarahan” adalah industri media, yang sedang terkena disrupsi.
Model bisnis masa lampau tidak mungkin dilanjutkan kalau ingin berkembang,
atau bahkan untuk hanya mampu bertahan pun tidak bisa melanjutkan praktikpraktik business as usual. Di Indonesia, bisnis media cetak, misalnya, telah
17
dikacaukan karena cepat berkurangnya penghasilan dari sumber-sumber lama
karena iklan telah berpindah ke media lain, seperti TV, dan kini ke media
sosial. Gejala ini memaksa media mengubah model bisnisnya untuk merambah
jenis dan bahkan sektor berbeda.
REFERENSI
18
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner,
Normatif Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen,
Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, Jakarta: Rajawali Press,
2009.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Harun Nasution. Falsafah Dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang,
1995.
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia, 2009.
Muhibuddin Hanafiah, “Revitalisasi Metodologi Dalam Studi Islam: Suatu
Pendekatan Terhadap Studi Ilmuilmu Keislaman”. Jurnal Ilmiah Didaktika,
Volume 11, Nomor 02, Februari 2011.
Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta:
ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009.
Thomas F O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Jakarta: Rajawali
Press,1992.
Zakiuddin Baidhawy, Studi Islam: Pendekatan Dan Metode, Yogyakarta: Insan
Madani, 2011.
19
STUDI ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA DISRUPSI DAN MILENIAL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan dan Metode Studi Islam
Yang Diampu Oleh Prof. Dr Zakiyyudin Baidhawy
Disusun Oleh:
AHMAD ALFIYAN FAKHRONI
12020170006
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
A. Pengertian Studi Islam
Kata studi Islam merupakan gabungan dari dua kata, yaitu studi dan
Islam. Kata studi memiliki berbagai pengertian. Rumusan Lester Crow dan
Alice Crow menyebutkan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja
diusahakan dengan maksud memperoleh keterangan, mencapai pemahaman
yang lebih besar, atau meningkatkan suatu keterampilan. Sementara
Muhammad Hatta mengartikan studi sebagai mempelajari sesuatu untuk
mengerti kedudukan, mencari pengetahuan tentang sesuatunya di dalaam
hubungan sebab dan akibatnya, ditinjau dari jurusan tertentu dan dengan
metode tertentu pula.1
Istilah “Islamic Studies” atau Studi Islam kini telah diperguna kan dalam
jumal-jurnal profesional, departemen akademik, dan lembaga-lembaga
perguruan tinggi yang mencakup bidang pengkajian dan penelitian yang luas,
yakni seluruh yang memiliki di mensi “Islam” dan keterkaitan dengannya.
Rujukan pada Islam, apakah dalam pengertian kebudayaan, peradaban, atau
tradisi keagamaan, telah sernakin sering dipakai dengan munculnya sejumlah
besar literatur dalarn berbagai bahasa Eropa atau Barat pada umumnya yang
berkenaan dengan paham Islam politik, atan Islamisme. Literatur-literatur
tersebut berbicara tentang perbankan Islam, ekonomi Islam, tatanan politik
Islam, demokrasi Islam, hak-hak asasi manusia Islam, dan sebagainya.
Sejumlah buku-buku terlaris sejak tahun 1980 berhuhungan dengan juduljudul “Islam” dan hal-hal yang berkaitan dengan kata sifat “Islami”, yang
menunjukkan betapa semua itu telah diisti1ahkan dengan sebutan “Islamic
Studies” di dunia akademik.
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut pandangan Islam diatas, dan
mengingat betapa luas dan kompleksitasnya Risalah Islamiah, maka dapat
disimpulkan pendidikan Islam adalah :”Segala usaha untuk memeliahara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada
padanya agar lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan
1
M. Amin Syukur, Pengantar Studi Islam,(Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm., 29.
1
ajaran-ajaran Islam menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil)
sesuai dengan norma Islam.”2
Kita dapat mengemukakan dua pendekatan mengenai Islamic Studies, yaitu
definisi Sempit dan definisi yang lebih luas pendekatan pertama melihat
Islamic Studies sebagai suatu disiplin dengan metodologi, materi dan teksteks kuncinya sendiri, bidang studi ini dapat didefinisikan sebagai studi
tentang tradisi teks-teks keagamaan klasik dan ilmu-ilmu keagamaan klasik
dan memperluas ruang lingkupnya berarti akan mengurangj kualitas
kajiannya. Di samping itu, Islamic Studies berbeda dengan ilmu-ilmu
humaniora dan ilmu-ilmu sosial dan akan diperlemah bila pendidikan
berbasis kepercayaan tentang Islam dan studi tentang Islam lintas disiplin
berdasarkan kepada dua disiplin tersebut. Mesti ada perbedaan nyata antara
antropologi dan ilmu-ilrnu sosial lainnya, dan islamic Studies hanya sebagai
distingsi yang dibuat dalam hubungannya dengan disiplin disiplin lainnya
seperti Christian Studies.
Menurut definisi ini, Islamic Studies mengimplikasikan: Pertarna, studi
tentang disiplin dan tradisi intelektual keagamaan klasik menjadi inti dari
Islamic Studies, karena ada di jantung kebudayaan yang dipelajari dalam
peradaban Islam dan agama Islam, dan karena banyak Muslim terpelaiar
masih memandangnya sebagai persoalan penting. Pengertian Islamic Studies
sebagai studi tentang teks-teks Arab pramodern utamanya karena itu mesti
dipertahankan. Keterampilan utama yang dibutuhkan adalah bahasa Arab.
Kedua, Islamic Studies adalah suatu bidang yang sempit. Upaya-upaya untuk
memperluas bidang kajiannya dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas
kajian. Namun demikian, bidang ini terus menghadapi tekanan komersial
untuk memperluas ruang lingkupnya dengan memasukkan misalnya, studi
tentang pengohatan dan keuangan Islam. Namun, imperative utarnanya
adalah mempertahankan kualitas hasilnya. Penelitian dan pengajaran dalam
wilayah-wilayah yang berada di luar definisi Islamic Studies yang sempit
2
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm., 26-31.
2
mesti diupayakan secara kolaboratif dengan kalangan spesialis luar yang
berkualitas.
Ketiga, pendidikan berbasis keimanan bagi Muslim mengenai Islam, dan
studi lintas disiplin tentang Islam yang bersandar kepada ilmu-ilmu
humaniora dan ilmu-ilmti sosial, keduanya memberikan tujuan yang
berrnanfaat. Namun, Islamic Studies bagaimanapun berheda dngan keduanya
dan jangan dipertipis garis batasnya. Yang diharapkan ialah upaya
memperkaya dua bidang lainnya. Minat ilmu antropologi dan ilmu-ilmu
sosial terhadap Islam memang dapat dibenarkan, namun jangan dipaksa untuk
diistilahkan sebagai Islamic Studies.3
B. Pendekatan Interdisipliner dalam studi Islam
Pendekatan interdisliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan
menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam
studi misalnya menggunakan pendektan sosiologis, historis dan normatif
secara bersamaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari
keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu
pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an
dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi
harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan
masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik misalnya.
Pendekatan interdisliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan
menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam
studi misalnya menggunakan pendektan sosiologis, historis dan normatif
secara bersamaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari
keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu
pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an
dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi
3
Zakiuddin Baidhawy, Studi Islam: Pendekatan Dan Metode, Yogyakarta: Insan Madani, 2011, 14.
3
harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan
masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik misalnya.
Dari
kupasan
diatas
melahirkan
beberapa
catatan.
Pertama,
perkembangan pembidangan studi islam dan pendekatannya sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Kedua, adanya penekanan
terhadap bidang dan pendekatan tetentu dimaksudkan agar mampu
memahami ajaran islam lebih lengkap (komprehensif) sesuai dengan
kebutuhan
tuntutan
yag
semakin
lengkap
dan
komplek.
Ketiga,
perkembangan tersebut adalah satu hal yang wajar dan seharusnya memang
terjadi, kalau tidak menjadi pertanda agama semakin tidak mendapat
perhatian.4 Contoh dalam penggunaan pendekatan interdispiner adalah dalam
menjawab status hukum aborsi. Untuk melihat status hukum aborsi perlu
dilacak nash Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Tentang larangan pembunuhan
anak dan proses atau tahap penciptaan manusia dihubungkan dengan teori
embriologi. Sebagai tambahan Leonard Binder secara implisit menawarkan
beberapa pendekatan studi islam, yakni:
1. Sejarah (history)
2. Antropologi (anthrophology)
3. Sastra islam dan arkeologi (islamic art and archeology)
4. Ilmu politik (political science)
5. Filsafat (philosophy)
6. Linguistik
7. Sastra (literature)
8. Sosiology (sociology)
9. Ekonomi (economics)
Dari pembahsan ringkas tentang pendekatan yang dapat digunakan
dalam studi islamada beberapa catatan. Pertama, sejumlah teori memang
sudah digunakan sejak lama oleh para ilmuan klasik, meskipun teori-teori
4
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia, 2009, 230-232.
4
tersebut mengalami perkembangan. Kedua, ada beberapa teori yang mendapat
penekanan pada beberapa dekade terakhir.5
C. Beberapa Pendekatan Interdisipliner
1.
Pendekatan Filsafat
Filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta dan kata shopos yang
berarti cinta dan kata shopos yang beraati ilmu atau hikmah secara etimologi
filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Menurut istilah (terminologi)
filsafat islam adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan
falsafah dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah islam. Istilah filsafat
dapat ditinjau dari dua segi berikut:
a. Segi semantik; filsafat berasal dari bahasa arab yaitu falsafah. Dari
bahasa Yunani yaitu philosophia yaitu pengetahuan hikmah (wisdom).
Jadi philosophia berarti
cinta
pengetahuan,
kebijaksanaan,
dan
kebenaran. Maksudnya adalah orang menjadikan pengetahuan sebagai
tujuan hidupnya dan mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
b. Segi praktis; filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir.
Orang yang berpikir tentang filsafat disebut filosof. Yaitu orang yang
memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam
tugasnya filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan
memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi
filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu.
Ruang lingkup filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang terdiri dari gabungan
ilmu-ilmu khusus[5]. Dalam perkembangan ilmu-ilmu khusus satu demi satu
memisahkan diri dari induknya yakni filsafat. Ruang lingkup filsafat
berdasarkan struktur pengetahuan yang berkembang dapat dibagi menjadi tiga
bidang,sebagai berikut:
a. Filsafat sistematis terdiri dari
5
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia, 2009, 234
5
1) Metafisika
2) Epistemologi
3) Metodologi
4) Logika
5) Etika
6) Estetika
b. Filsafat khusus terdiri dari:
1) Filasafat seni
2) Filsafat kebudayaan
3) Filsafat pendidikan
4) Filsafat bahasa
5) Filsafat sejarah
6) Filsafat budi pekerti
7) Filsafat politik
8) Filsafat agama
9) Filsafat kehidupan
10) Filsafat nilai
c. Filsafst keilmuan terdiri dari:
1) Filsafat ilmu-statistik
2) Filsafat psikologi
3) Filsafat ilmu-ilmu social.
Dalam studi filsafat untuk memahami secara baik paling tidak kita
harus mempelajari lima bidang politik, yaitu:
a. Metafisika
b. Epistimologi
c. Logika
d. Etika
6
e. Sejarah filsafat.
Dasar Pendekatan Filsafat Islam
Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenai satu segi,tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan
manusia. Sumber ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu
adalah alquran dan hadis. Dalam kaitan ini diperlukan pendekatan
historis terhadap filsafat Islam yang tidak menekankan pada studi
tokoh,tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik.
Filsafat Islam sendiri keberadaanya menimbulkan pro dan kontra.
Sebagian yang berpikiran maju dan bersifat liberal cenderung mau
menerima pemikiran filsafat Islam. Bagi mereka yang berpikiran
tradisional kurang mau menerima filsafat.
Islam menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran filsafat,itulah
yang disebut filsafat Islam bukan karena orang yang melakukan
kefilsafatan itu orang muslim, tetapi dari segi obyek membahas mengenai
keislaman. Perkembangan filsafat Islam pada prinsipnya mampu bersaing
dengan filsafat Barat. Dari kedua filsafat ini ditambah dengan kajian
Yahudi, maka tersusunlah sejarah pembahasan teoretis filsafat Islam
dengan filsafat klasik, pada pertengahan dan modern. Hubungan
filsafat Yunani dengan filsfat islam adalah sebagai berikut:
a. Pemikiran filsafat Islam telah dipengaruhi oleh filsafat Yunani.
b. Para filsuf muslim mengambil sebagian besar pandanganya
Aristoteles.
c. Filsuf muslim banyak mengagumi Plato dan mengikutinya pada
berbagai aspek.
Hubungan filsafat Islam dengan filsafat modern ,secara khusus
terdapat berbagai usaha yang ditujukan untuk menemukan hubungan
antara keduanya,baik sumber maupun pengantar-pengantar filsafat
7
modern. Batasannya yaitu terdapat pola titik persamaan dalam pandangan
dan pemikiran. Filsafat Islam juga dikatakn sebagai ilmu karena di
dalamnya
terkandung
pertanyaan
ilmiah,yaitu
bagaimanakah,
mengapakah, dan apakah, jawaban atas pertanyaan itu adalah sebagai
berikut:
a. Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang selalu berulang-ulang.
b. Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat
istiadat yang berlaju dalam masyrakat.
c. Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai suatu hal
dijadikan pegangan.
Konsep Filsafat Islam
a. Konsep Ar-Razi
Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Al- Razi lahir di Rai kota dekat
Teheran pada tahun 862 M. Falsafahnya terkenal dengan Lima Yang
Kekal.6
1) Materi; merupakan apa yang ditangkap panca indra tentang
benda itu
2) Ruang ; karena materi mengambil tempat.
3) Zaman: karena materi berubah-ubah keadaannya.
4) Adanya roh
5) Adanya Pencipta.
b. Konsep Al Farabi
Abu Ali Husin Ibn Sina lahir di Afsyana 980 M. di dekat
Bukhara. Terkenal dengan:
1) Falsafah Jiwa
2) Falsafah Wahyu dan Nabi
3) Falsafah Wujud
4) Konsep Al Kindi
6
Harun Nasution. Falsafah Dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1995,21.
8
Ya’kub Ibn Ishaq Al Kindi berasal dari Kindah di
Yaman.tahun 796 M. terkenak dengan:
1) Falsafah Ketuhanan
2) Falsafah Jiwa
2. Pendekatan Sosiologi
a. Pengertian Pendidikan dengan pendekatan sosiologi
Sosiologi adalah ilmu tentang kemasyarakatan, ilmu yang
mempelajari
segala
sesuatu
yang
berhubungan
dengan
masyarakat.Sosiologi didefinisikan secara luas sebagai bidang
penelitian yang tujuannya meningkatkan pengetahuan melalui
pengamatan
dasar
manusia,dan
pola
organisasi
serta
hukumnya.Sosiologi dapat juga diartikan sebagai suatu ilmu yang
menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan
struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling
berkaitan. Selanjutnya sosiologi digunakan sebagai salah satu
pendekatan dalam studi islam yang mencoba untuk memahami
islam dari aspek sosial yang berkembang dimasyarakat, sehingga
pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai
sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan
konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang
dihadapinya. Pendidikan menurut pendekatan sosiologi ini
dipandang sebagai salah satu konstruksi sosial atau diciptakan
oleh interaksi sosial. Pendekatan sosiologi dalam praktiknya,
bukan saja digunakan dalam memahami masalah-masalah
pendidikan, melainkan juga dalam memahami bidang lainnya,
seperti agama sehingga munculah studi tentang sosiologi agama.7
b. Agama dalam pendekatan sosiologi
7
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, Normatif Perenialis,
Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik,
Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2009, 203
9
Salah satu ciri utama pendekatan ilmu -ilmu sosial adalah
pemberian definisi yang tepat tentang wilayah telaah mereka.
Adams berpendapat bahwa studi sejarah bukanlah ilmu
sosial,sebagaimana sosiologi.Perbedaan mendasar terletak bahwa
sosiologi membatasi secara pasti bagian dari aktivitas manusia
yang dijadikan fokus studi dan kemudian mencari metode khusus
yang sesuai dengan objek tersebut,sedangkan sejarahwan
memiliki tujuan lebih luas lagi dan menggunakan metode yang
berlainan. Dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial,
maka agama akan dijelaskan dengan beberapa teori, misalnya
agama merupakan perluasan dari nilai-nilai sosial, agama adalah
mekanisme integrasi sosial, agama itu berhubungan dengan
sesuatu yang tidak diketahui dan tidak terkontrol dan masih
banyak lagi teori lainnya.Pada intinya pendekatan ilmu- ilmu
sosial menjelaskan aspek empiris orang beragama sebagai
pengaruh dari norma sosial. Tampak jelas bahwa pendekatan
ilmu-ilmu sosial memberikan penjelasan mengenai fenomena
agama.
c. Agama dalam pendekatan fungsional-sosiologi
Teori fungsional memandang agama dalam kaitan dengan aspek
pengalaman
yang
mentransendensikan
sejumlah
peristiwa
eksistensi sehari hari, yakni melibatkan kepercayaan dan
tanggapan terhadap sesuatu yang berada diluar jangkauan
manusia. Oleh karena itu secara sosiologis agama menjadi
penting dalam kehidupan manusia dimana pengetahuan dan
keahlian tidak berhasil memberikan sarana adaptasi atau
mekanisme penyesuaian yang dibutuhkan. Dari sudut pandangan
teori fungsional, agama menjadi atau penting sehubungan dengan
unsur-unsur
pengalaman
manusia
yang
diperoleh
dari
ketidakpastian, ketidakberdayaan dan kelangkaan yang memang
10
merupakan karakteristik fundamental kondisi manusia. Dalam hal
ini fungsi agama adalah menyediakan dua hal yaitu :
1) Suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak
terjangkau oleh manusia.
2) Sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan
hal diluar jangkauanya.yang memberikan jaminan dan
keselamatan bagi manusia mempertahankan moralnya.
Dari sini kita dapat menyebutkan fungsi agama,antara lain:
1) Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang diluar
jangkauan manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan,
dan
terhadap
manusia
memberikan
tanggapanserta
menghubungkan dirinya menyadiakan bagi pemeluknya suatu
dukungan dan pelipur lara.
2) Agama
manawarkan
hubungan
transendetal
melalui
pemujaan pada upacara ibadat.
3) Agama mensucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang
telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok
diatas keinginan individu dan disiplin kelompok diatas
dorongan individu.
4) Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting.
5) Agama bersangkut paut pula dengan pertumbuhan dan
kedewasaan individu dan perjalanan hidup melalui tingkat
usia yang ditentukan oleh masyarakat.
Jadi menurut teori fungsional, agama mengidentifikasikan individu
dengan kelompok, menolong individu dalam ketidakpastian,
menghibur ketika dilanda kecewa, mengaitkannya dengan tujuantujuan masyarakat, memperkuat moral, dan menyediakan unsurunsur identitas. Seperti halnya teori sosiologi tentang agama, teori
fungsional juga berusaha membangun sikap bebas nilai. Teori ini
11
tidak menilai kebenaran tertinggi atau kepalsuan kepercayaan
beragama.
Sebagaimana
semua
sosiologi,
teori
ini
juga
menggunakan apa yang disebut pendekatan “naturalistis”pada
agama.Sebagai ilmu sosial,sosiologi berusaha memahami perilaku
diri sebab akibat yang alamiah. Ini bukan merupakan posisi
ideologi yang anti agama, sebab jika penyebab itu diluar alam, bila
mereka bertindak terhadap manusia harus juga melalui manusia dan
hakikat manusia.
Salah satu sumbangan yang paling berharga dari teori fungsional
ialah ia telah mengarahkan perhatian kita pada karakteristik agama
yang menawarkan sudut pandang lain darimana kita memulai studi
sosiologis terhadap agama dari sudut perspektif yang saling
melengkapi. Teori fungsional menitik beratkan arti penting”titik
kritis”, dimana fikiran dan tindakan sehari hari ditransendensikan
dalam pengalaman manusia.8
3. Pendekatan Sejarah
a. Pengertian pendekatan sejarah
Dalam bahasa Arab, kata sejarah disebut tarikh yang secara
harfiah berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti
keterangan yang telah terjadi pada masa lampau / masa yang
masih ada. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah merupakan
terjemahan dari kata history yang secara harfiah diartikan the past
experience of mankind, yakni pengalaman umat manusia di masa
lampau.9
Jadi sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai masalah
yang terjadi di masa lampau, baik yang berkaitan dengan masalah
sosial, politik ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, kebudayaan,
agama dan sebagainya. Melalui pendekatan sejarah ini, ilmu
8
9
Thomas F O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Jakarta: Rajawali Press,1992, 25-27
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, 46.
12
pendidikan Islam akan memiliki landasan sejarah yang kuat
sehingga terjadi hubungan dan mata rantai yang jelas antara
pendidikan yang dilaksanakan sekarang dengan pendidikan yang
pernah ada di masa lalu. Bangunan ilmu pendidikan Islam yang
didasarkan pada pendekatan sejarah akan memiliki landasan yang
lebih realistis dan empiris, karena bertolak dari praktik
pendidikan yang benar-benar telah terjadi. Ilmu pendidikan Islam
dengan pendekatan sejarah merupakan sebuah bentuk apresiasi
atas berbagai peristiwa masa lalu untuk digunakan sebagai bahan
renungan dan pelajaran bagi pengembangan ilmu pendidikan
Islam di masa lalu.
b. Studi Islam dengan Pendekatan Sejarah
Melalui pendekatan sejarah ditemukan informasi sebagai berikut:
1) Sejak kedatangan Islam, umat Islam tergerak hati, pikiran dan
perasaannya untuk memberikan perhatiannya yang besar
terhadap penyelenggaraan pendidikan.
2) Model lembaga pendidikan Islam yang diadakan oleh umat
Islam adalah model lembaga pendidikan informal, non formal
dan formal.
3) Lembaga pendidikan yang dibangun umat Islam bersifat
dinamis, kreatif, inovatif, fleksibel dan terbuka untuk
dilakukan perubahan dari waktu ke waktu.
4) Melalui pendekatan sejarah, diketahui bahwa di kalangan
umat Islam telah terdapat sejumlah ulama yang memiliki
perhatian untuk berkiprah dalam bidang pendidikan.
5) Melalui
pendekatan
sejarah,
dapat
diketahui
tentang
kehidupan para guru dan pelajar.
6) Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang adanya
sistem pengaturan atau manajemen pendidikan, pendanaan
atau pembiayaan pendidikan, mulai dari yang sederhana
sampai dengan yang canggih.
13
7) Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang adanya
kurikulum yang diterapkan di berbagai lembaga pendidikan
yang disesuaikan dengan visi, misi, tujuan dan ideologi
keagamaan yang dimiliki oleh tokoh pendiri atau masyarakat
yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan tersebut.
Pendekatan sejarah dalam mempelajari Islam merupakan
profil campuran, yakni sebagian dari praktik tersebut ada yang
dipengaruhi oleh sejarah dan ada pula yang dipengaruhi oleh adat
istiadat dan kebudayaan setempat. Praktik pendidikan dalam
sejarah tidak selamanya mencerminkan apa yang dikehendaki
ajaran Al-Qur'an dan al-sunnah. Informasi yang terdapat dalam
sejarah bukanlah dogma atau ajaran yang harus diikuti, melainkan
sebuah informasi yang harus dijadikan bahan kajian dan renungan,
memilah dan memilih bagian yang sesuai dan relevan untuk
digunakan.
D. Studi Islam Era Disrupsi dan Milineal
Metodologi Studi Islam atau Dirasah Islamiyah, sepintas lalu
merupakan disiplin ilmu baru dalam kurikulum Nasional Program Strata
Satu (S1) pada Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti pada Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) di seluruh Indonesia. Padahal, jika ditelusuri
dalam topik bahasan materi intinya tidak lain adalah “akumulasi” dari
kajian-kajian substansi keislaman yang sebelumnya materi intinya bersifat
dasar (pengantar). Materi-materi tersebut bahkan sampai sekarang masih
dan akan dipelajari sebagai ilmu dasar (islamic basic knowledge)
khususnya di Perguruan Tinggi Agama Islam negeri ini. Hanya saja,
pengkajian masing-masing ilmu dasar keislaman itu disajikan secara
“terpisah” satu sama lain. Namun, diskursus-diskursus yang ditawarkan
masih materi-materi yang sifatnya pengenalan dasar atau pengantar.10
10
Muhibuddin Hanafiah, “Revitalisasi Metodologi Dalam Studi Islam: Suatu Pendekatan
Terhadap Studi Ilmuilmu Keislaman”. Jurnal Ilmiah Didaktika, Volume 11, Nomor 02, Februari
2011 294.
14
Persoalan globalisasi tidak hanya berhenti pada wilayah ekonomi
dan industri (WTO; MEA), tetapi juga budaya, sosial, dan agama.
Universitas riset pada era global seperti sekarang ini, menurut Altbach dan
Salmi, pada dasarnya adalah institusi riset ekonomi berbasis pengetahuan
(know-ledge-based economy). Institusi atau lembaga ini harus memberikan
porsi yang tepat untuk perenungan, kritik, dan pemikiran tentang budaya,
aga-ma, kemasyarakatan, dan bahkan norma-norma. Jiwa universitas riset
ha-rus terbuka terhadap ide-ide dan bersedia melawan keortodoksan dalam
segala hal.
Berangkat dari kesadaran akan kelemahan metodologi umat Islam
dalam mengkaji Islam, maka pentingnya metodologi dalam kajian ilmuilmu keislaman di era modern ini.
Kemajuan bangsa Eropa dan Amerika bukanlah hal yang menjadi
rahasia lagi, baik dalam metode penelitian, teknologi dan segala sisi
pendidikannya. Dunia muslim jika ingin menyusul mereka dan
memenangi segala lini kehidupan dari pada mereka, mau atau tidak harus
belajar dengan ilmu-ilmu yang merekan kembangkan, paling tidak jika
belum bisa menandingi mereka dunia muslim harus bisa menyamakan
tingkat kehidupan dan keilmuan dengan mereka, agar orang-orang muslim
tidak selalu dipandang inverior, dan memandang dunia Barat lebih
superior.
Problematika zaman era modern juga tidak cukup diselesaikan
dengan kajian-kajian Islam secara klasik, karena semakin maju pergolakan
kehidupan zaman, konskwensinya juga akan semakin banyak pula
permasalahan baru yang semakin rumuit untuk dipecahkan, metodologi
studi Islam di era modern juga harus menyesuaikan dengan era dan kultur
budaya yang ada, selain itu juga harus dikaji dari beberapa disiplin ilmu
yang ada, agar pemahaman Islam menjadi lebih komplek dan selalu
memberikan solusi yang solutif, tidak stagnan dan kaku jika diterapkan
dalam kondisi yang lain. Dalam menghadapi isu-isu global dunia
kontemporer yang antara lain telah disebut di atas, apakah pendidikan di
15
Tanah Air telah siap meramunya dalam proses pembelajaran dan
perkuliahan dan lebih-lebih penelitian? Ada kritik dari pengamat sosialbudaya dari antropologi yang menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia
belum menghasilkan lulusan yang memuaskan, bahkan mengantarkan
lulusannya ke wilayah kehidupan moral berparadoks. Paradoks muncul
karena terfragmentasinya proses pendidikan dan pembelajaran di Tanah
Air selama ini. Ini dijelaskan sebagai berikut”
“Melalui kurikulum sekolah, SD sampai perkuliahan, orang
Indonesia dibesarkan dalam label yang mengharuskannya
membedakan persoalan politik, sosial, budaya dan agama,
ekonomi, penegakan HAM, dan sejarah sebagai hal yang berdiri
sendiri-sendiri.
Maka
siswa/mahasiswa
tidak
mampu
membangun analisis dari berbagai sudut yang berbeda untuk
mencapai kesimpulan besar. Politik Orde Baru melahirkan
manusia-manusia tipikal paradoksal: religius dan patuh dalam
berbelanja, konsumtif dalam simbol-simbol agama, dan toleran
terhadap kekerasan dalam penegakan moral. Namun, juga lu-nak
dan ragu dalam korupsi, ketidakadilan, serta pelanggaran HAM
di depan matanya.”11
Sebagaimana dikatakan Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo,
untuk mampu menghadapi masa depan sebagai anggota bang-sa-bangsa yang
saling bekerja sama dan bersaing, keseluruhan sistem pendidikan, terutama
pendidikan tinggi, harus mengalami revolusi men-tal. Perubahan yang hanya
dilakukan perlahan-lahan dan sedikit-sedikit dari pinggiran tidak akan dapat
menempatkan perguruan tinggi Indonesia di peta dunia secara berarti.
Perubahan yang diperlukan sangat mendasar, bersifat pergeseran paradigma
untuk melakukan lompatan jauh ke depan (leap frogging) dengan mengetahui
sampai di mana kita berada.12
11
Kompas, 30 Agustus 2014: 6
Mayling Oey-Gardiner, dkk. "Era Disrupsi: Peluang dan Tantangan Perguruan Tinggi
Indonesia”. Jakarta : Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2017, 116
12
16
Hal ini, sebagaimana telah diuraikan di atas, disebabkan oleh terja-dinya
perubahan mendasar dalam penyediaan jasa atau pelayanan pen-didikan tinggi
karena dinamika perkembangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan invensi
dan inovasi dalam penerimaan, penggunaan dan pelaksanaan sains dan
teknologi. Sementara itu, bangsa-bangsa dunia juga mengalami dinamika
perubahan demografis dalam hubungan dengan struktur umur dan jenis kelamin
secara umum, dan berbagai aspek kehidupan, termasuk pemerintahan dan pasar
kerja, pasar pembeli dan penjual.
Walaupun sebenarnya dikatakan penyebabnya lebih terbatas, di sini
pengertian penyebab perubahan besar dan mengacaukan (disruption), yang
telah beredar cukup lama, dipakai apa yang diajukan oleh Bower dan
Christensen 1995, yaitu inovasi teknologi. Teknologi mendorong ber-bagai
perubahan, tidak hanya dalam teknologi itu sendiri tetapi juga dalam kehidupan
manusia, cara manusia berhubungan, cara kita berorganisasi. Salah satu contoh
yang kita rasakan adalah telepon seluler, yang telah me-mudahkan komunikasi
antarmanusia, dan oleh dunia bisnis dan industri dikembangkan dalam sistem
kapitalis yang selalu mencari keuntungan dengan terus meningkatkan efisiensi
secara berkelanjutan dan memper-luas pasar hingga harga terus turun.
Semuanya memungkinkan mereka yang kurang sejahtera juga mampu
memilikinya, dan melakukan komu-nikasi dengan saudara yang berjarak dekat
dan jauh.
Teknologi digital sangat luas penerapannya, dan karenanya juga sa-ngat
luas dampaknya. Berbagai industri bahkan telah mengalami krisis dan bahkan
telah tiada akibat perubahan yang dibawa perkembangan teknologi digital.
Sebut saja industri musik dan fotografi yang telah membu-ang cara menyimpan
lagu dan foto dalam bentuk keping dan film. Salah satu bidang yang sedang
mengalami ”perdarahan” adalah industri media, yang sedang terkena disrupsi.
Model bisnis masa lampau tidak mungkin dilanjutkan kalau ingin berkembang,
atau bahkan untuk hanya mampu bertahan pun tidak bisa melanjutkan praktikpraktik business as usual. Di Indonesia, bisnis media cetak, misalnya, telah
17
dikacaukan karena cepat berkurangnya penghasilan dari sumber-sumber lama
karena iklan telah berpindah ke media lain, seperti TV, dan kini ke media
sosial. Gejala ini memaksa media mengubah model bisnisnya untuk merambah
jenis dan bahkan sektor berbeda.
REFERENSI
18
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner,
Normatif Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen,
Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, Jakarta: Rajawali Press,
2009.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Harun Nasution. Falsafah Dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang,
1995.
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia, 2009.
Muhibuddin Hanafiah, “Revitalisasi Metodologi Dalam Studi Islam: Suatu
Pendekatan Terhadap Studi Ilmuilmu Keislaman”. Jurnal Ilmiah Didaktika,
Volume 11, Nomor 02, Februari 2011.
Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta:
ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009.
Thomas F O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Jakarta: Rajawali
Press,1992.
Zakiuddin Baidhawy, Studi Islam: Pendekatan Dan Metode, Yogyakarta: Insan
Madani, 2011.
19