DESKRIPSI BAHASA DI INDONESIA dunei. doc

DESKRIPSI BAHASA DI INDONESIA

B

erdasarkan analisis data yang diperoleh dari 2.348 DP sebagai sampel
penelitian, teridentifikasi sejumlah 646 bahasa (belum termasuk bahasa
Indonesia yang merupakan bahasa resmi negara) dan 673 bahasa berdasarkan
jumlah bahasa per wilayah. Sejumlah bahasa itu tersebar ke dalam delapan

wilayah.
Kedelapan wilayah berdasarkan jumlah bahasa per wilayah meliputi (1)
Sumatra: 26 bahasa, (2) Jawa dan Bali: 10 bahasa, (3) Kalimantan: 57 bahasa, (4)
Sulawesi: 58 bahasa, (5) Nusa Tenggara Barat: 11 bahasa, (6) Nusa Tenggara Timur: 69
bahasa, (7) Maluku: 66 bahasa, dan (8) Papua: 376 bahasa.
Bahasa yang ada di suatu wilayah dimungkinkan terdapat juga di wilayah lain,
misalnya bahasa Jawa dapat dijumpai di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan,
dan Nusa Tenggara Barat.

2.1 Bahasa di Sumatra
Di Sumatra terkumpul data yang diperoleh dari 538 DP sebagai sampel penelitian ini.
Berdasarkan analisis data tersebut, di Sumatra diidentifikasi sejumlah 26 bahasa. tetapi

dijumpai 5 bahasa yang berasal dari wilayah lain, yakni bahasa Bugis, Banjar, Bali,
Jawa, dan Sunda. Oleh karena itu, dalam penjumlahan, bahasa di Sumatra hanya
dihitung 21 bahasa. Berikut ini adalah deskripsi ke-26 bahasa tersebut.
2.1.1 Bahasa Aceh
Bahasa Aceh dituturkan di wilayah pesisir Provinsi Aceh yang terbentang dari Selat
Malaka sampai ke pantai barat menghadap Lautan Hindia. Bahasa Aceh secara umum
dipakai di Kota Langsa, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten
Bireun, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda
Aceh, dan juga di daerah Kepulauan Sabang.
Sebagian penduduk Kabupaten Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Jaya,
Singkil, Aceh Barat Daya, dan Nagan Raya juga menggunakan bahasa Aceh.
Bahasa Aceh terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek Baet Lambuot, (2) dialek
Mesjid Punteut, dan (3) dialek Panthe Ketapang. Dialek Baet Lambuot dituturkan di
Kabupaten Aceh Besar dengan beberapa subdialek. Dialek Mesjid Punteut dituturkan di
Kabupaten Pidie. Wilayah sebarannya mencakup Kecamatan Simpang Ulim yang
bersebelahan dengan sebaran subdialek Baet Lambuot di sebelah timur. Wilayah ini
berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Selanjutnya, dialek Panthe Ketapang
dituturkan di Kecamatan Jaya, wilayah Aceh bagian barat, dikelilingi subdialeksubdialek Baet Lambuot.
Persentase perbedaan antara dialek Mesjid Punteut dengan dialek Panthe
Ketapang sebesar 54%, antara dialek Baet Lambuot dengan Mesjid Punteut sebesar

51%, dan antara dialek Baet Lambuot dengan dialek Panthe Ketapang sebesar 51%.
Selanjutnya, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Aceh merupakan sebuah
bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100 % jika dibandingkan dengan
bahasa Gayo, Devayan, dan Sigulai.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Aceh di Sumatra dengan nama bahasa Aceh
(Atjeh, ACina, Acheh). Dikatakan pula bahwa bahasa ini terdiri atas tujuh dialek, yaitu
dialek Banda Aceh, Baruh, Bueng, Daja, Pase, Pidie (Pedir, Timu), dan Tunong.

2.1.2 Bahasa Batak
Bahasa Batak dituturkan oleh sebagian besar masyarakat yang berada di Provinsi
Sumatra Utara, sebagian kecil di Provinsi Aceh, dan di Provinsi Sumatra Barat. Di
Sumatra Utara, bahasa ini dituturkan antara lain di Kabupaten Asahan, Dairi, Deli
Serdang, Tanjung Balai, Simalungun, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah; di Aceh
antara lain dituturkan masyarakat di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh
Singkil, dan Simeulu; di Provinsi Sumatra Barat bahasa Batak dituturkan di Kabupaten
Pasaman Barat.
Sementara itu, bahasa Batak yang berada di Provinsi Sumatra Utara terdiri atas lima
dialek, yaitu (1) dialek Toba dituturkan di beberapa kabupaten, yaitu di Kabupaten
Asahan, Kabupaten Tanjung Balai, beberapa daerah di Kabupaten Simalungun
(khususnya bagian pesisir barat), Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah,

Tapanuli Utara, dan di bagian paling utara Kabupaten Deli Serdang; (2) dialek
Mandailing, dituturkan oleh penduduk di bagian selatan Danau Toba, sebagian berada di
wilayah perbatasan Sumatra Barat (Kabupaten Pasaman Timur dan Barat), sebagian
berada di daerah perbatasan Provinsi Riau (Kabupaten Rokan Hulu), dan sebagian lagi
di daerah perbatasan Provinsi Aceh; (3) dialek Simalungun dituturkan oleh penduduk di
sebelah timur Danau Toba. Dialek Simalungun tersebar di Kabupaten Simalungun dan
beberapa wilayah di Kabupaten Tanjung Balai; (4) dialek Karo dituturkan oleh
penduduk di bagian utara Danau Toba (beberapa wilayah di Kabupaten Karo, beberapa
wilayah di Kabupaten Dairi, beberapa wilayah di Kabupaten Langkat, dan beberapa
wilayah di Kabupaten Simalungun) dan di daerah paling utara, yakni di beberapa
wilayah Kabupaten Deli Serdang; (5) dialek Pakpak/Dairi dituturkan oleh masyarakat
Kabupaten Dairi, dan di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Batak yang terdapat di Provinsi
Sumatra Utara dialek Toba dengan dialek Simalungun memiliki persentase perbedaan
sebesar 69,25%; dialek Mandailing sebesar 71,25%; dialek Pakpak/Dairi sebesar
75,25%; dialek Karo sebesar 79,25%.
Bahasa Batak di Provinsi Aceh terdiri atas lima dialek, yaitu (1) dialek Alas
dituturkan di Desa Kampung Baru, Kecamatan Badar, Kabupaten Aceh Tenggara dan
Desa Pulo Sepang, Kecamatan Lawe Alas, Kabupaten Aceh Tenggara, (2) dialek
Angkola dituturkan di Desa Kampung Melayu Gab, Kecamatan Babussalam, Kabupaten

Aceh Tenggara, (3) dialek Mandailing dituturkan di Desa Lawe Sigala Barat,
Kacamatan Lawe Sigala Barat, Kabupaten Aceh Tenggara, (4) dialek Kluet dituturkan di
Desa Krueng Kluet, Kacamatan Kluet Utara dan Desa Durian Kawan, Kecamatan Kluet
Timur, Kabupaten Aceh Singkil dan (5) dialek Dairi dituturkan di Desa Penanggalan,
Kecamatan Penanggalan, Kabupaten Aceh Singkil. Persentase perbedaan antarkelima
dialek tersebut berkisar 51—80%.
Bahasa Batak yang terdapat di Provinsi Sumatra Barat dituturkan oleh masyarakat
yang berada di Desa Simpang Tiga Cubadak, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman
Barat. Bahasa Batak yang digunakan di daerah ini adalah dialek Mandailing. Persentase
dialektometri antara dialek Mandailing yang berada di Provinsi Sumatra Utara dengan
dialek Mandailing yang terdapat di Provinsi Sumatra Barat sebesar 65,81%.
Selanjutnya, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Batak merupakan sebuah
bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan
bahasa Nias dan Melayu.
SIL (2006) mengidentifikasi isolek Alas-Kluet (Alas-Kluet Batak), Angkola
(Anakola, Angkola), Dairi (Dairi, Pakpak, Pakpak Dairi), Karo, Mandailing (Batta),

Toba, dan Simalungun (Timur, Simelungan) merupakan bahasa tersendiri. Sementara
itu, dalam penelitian ini isolek-isolek tersebut merupakan dialek dari bahasa Batak.
2.1.3 Bahasa Bajau Tungkal Satu

Bahasa Bajau Tungkal Satu dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Tungkal
Satu, Kecamatan Rantau Ikil, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bajau Tungkal Satu merupakan
sebuah bahasa dengan persentase berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa
Kerinci yang terdapat di Provinsi Jambi. Sementara itu, bahasa Bajau Tungkal Satu
merupakan bahasa yang berbeda dengan bahasa Bajo yang terdapat di Pulau Sulawesi
dengan persentase perbedaan sebesar 85,5%.
SIL (2006) belum mengidentifikasi bahasa Bajau Tungkal Satu di Sumatra. Akan
tetapi, SIL mengidentifikasi adanya bahasa Bajau di Sulawesi yang persebarannya tidak
sampai ke Sumatra.
2.1.4 Bahasa Bali
Bahasa Bali merupakan bahasa yang tanah asalnya berada di Pulau Bali. Bahasa ini juga
dituturkan di Provinsi Lampung, yaitu di Desa Rama Murti, Kecamatan Sumber Jaya,
Kabupaten Lampung Barat dan Desa Bali Sadar Utara, Kecamatan Banjit, Kabupaten
Way Kanan. Bahasa Bali yang berada di Provinsi Lampung ini merupakan bahasa yang
sama dengan bahasa Bali yang berada di Provinsi Bali sebagai bahasa induknya dengan
persentase perbedaan sebesar 77,5% (beda dialek). Berdasarkan penghitungan
dialektometri, isolek Bali merupakan sebuah bahasa dengan persentase berkisar 81—
100% jika dibandingkan dengan bahasa Lampung dan Pasemah. SIL (2006) belum
mengidentifikasi bahasa Bali di Provinsi Lampung.

2.1.5 Bahasa Banjar
Bahasa Banjar di Pulau Sumatra terdapat di Provinsi Riau/Kepulauan Riau dan di
Provinsi Jambi. Bahasa Banjar yang terdapat di Provinsi Riau/Kepulauan Riau
dituturkan di Kabupaten Indragiri Hilir. Bahasa ini terdiri atas empat dialek, yaitu (1)
dialek Pekan Kemis dituturkan di Desa Pekan Kemis; (2) dialek Simpang Gaung
dituturkan di Desa Simpang Gaung; (3) dialek Sungai Raya-Sungai Piring dituturkan di
Desa Sungai Raya dan Sungai Piring; (4) dialek Teluk Jira dituturkan di Desa Teluk Jira.
Persentase antara kelima daerah pengamatan tersebut berkisar antara 51—55,06%.
Persentase perbedaan antara bahasa Banjar yang terdapat di Kalimantan Selatan dan
bahasa Banjar yang terdapat di Provinsi Riau/Kepulauan Riau sebesar 66,75% (beda
dialek).
Bahasa Banjar yang terdapat di Provinsi Jambi terdiri atas tiga dialek, yaitu (1)
dialek Paritpudin yang dituturkan di Desa Paritpudin, Kecamatan Pangabuan,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat; (2) dialek Pembengis yang dituturkan di Desa
Pembengis, Kecamatan Pangabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat; (3) dialek
Sungairambut yang dituturkan di Desa Sungairambut, Kecamatan Rantau Rasau,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Persentase antarketiga dialek tersebut berkisar antara
53,75—56%. Sementara itu, persentase perbedaan bahasa Banjar yang terdapat di
Kalimantan Selatan dengan bahasa Banjar yang terdapat di Provinsi Jambi sebesar
72,75% (beda dialek).

SIL (2006) belum mengidentifikasi bahasa Banjar di Provinsi Riau/Kepulauan
Riau dan Provinsi Jambi.

2.1.6 Bahasa Basemah
Bahasa Basemah yang diidentifikasi dalam penelitian ini terdapat di Provinsi Lampung.
Bahasa ini diduga tanah asalnya di Sumatra Selatan, di sepanjang Bukit Barisan bagian
tengah. Bahasa ini terdiri atas empat dialek, yaitu (1) dialek Semende dituturkan di Desa
Juku Batu, Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan; Desa Pagar Alam, Kecamatan
Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus; Desa Way Petay, Kecamatan Sumber Jaya,
Kabupaten Lampung Barat; (2) dialek Palas Pasemah dituturkan di Desa Palas Pasemah,
Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan; (3) dialek Pegagan dituturkan di Desa
Sungai Badak, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang; (4) dialek Ogan
dituturkan di Desa Rangai Tri Runggal, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung
Selatan dan Desa Cabang Empat, Kecamatan Abung Selatan, Kabupaten Lampung
Utara. Persentase antardialek tersebut berkisar 51—80%. Dari segi penamaan, tiga dari
empat variasi dialektal bahasa Basemah tersebut diduga berasal dari penutur bahasa
yang berbeda yang terdapat di Sumatra Selatan. Dialek Palas Pasemah diduga berasal
dari bahasa Basemah, dialek Pegagan diduga berasal dari bahasa Pegagan, dan dialek
Ogan diduga berasal dari bahasa Ogan. Akibat interaksi antarpenutur bahasa-bahasa
tersebut di wilayah baru (Lampung) dengan bahasa lokal (setempat), bahasa-bahasa itu

berkembang ke arah lebih mirip sehingga antara satu dan yang lain menjadi beda dialek,
bukan bahasa yang berbeda.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Basemah merupakan sebuah
bahasa dengan persentase perbedaan yang berkisar 81—100% jika dibandingkan
dengan bahasa Lampung.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Basemah dengan nama bahasa Pasemah
(Besemah).
2.1.7 Bahasa Bengkulu
Bahasa Bengkulu dituturkan di Kabupaten Bengkulu Utara, Kodya Bengkulu, Rejang
Lebong, dan Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu. Berdasarkan hasil penghitungan
dialektometri, isolek Bengkulu memiliki sembilan dialek, yaitu (1) dialek Muko-Muko;
(2) dialek Lembak I; (3) dialek Lembak II; (4) dialek Nasal I; (5) dialek Nasal II; (6)
dialek Serawai-Pasemah; (7) dialek Pekal; (8) dialek Kaur; (9) dialek Bengkulu Kota.
Sebaran geografis kesembilan dialek tersebut sebagai berikut (1) dialek MukoMuko tersebar di daerah Muko-Muko Selatan dan Utara, Bengkulu bagian utara, (2)
dialek Lembak I tersebar di daerah Teluk Segara, Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu,
(3) dialek Lembak II tersebar di Pelalo, Taba Tinggi daerah Padang Ulak Tanding,
Kabupaten Rejang Lebong, (4) dialek Nasal I tersebar di daerah Kaur Selatan tepatnya
di Tanjung Betuah, Bengkulu bagian Selatan, (5) dialek Nasal II tersebar di daerah Kaur
Selatan tepatnya di Daerah Merpas, Bengkulu bagian selatan, (6) dialek SerawaiPasemah tersebar di daerah Bengkulu bagian Selatan, (di daerah Manna, Seginim, Pino
Sukaraja, Seluma), Talo, Kaur Utara di Talang Jawi dan Padang Leban, juga Rejang

Lebong tepatnya di daerah Kepahiang (Tapak Gedung), (7) dialek Pekal tersebar di
Bengkulu bagian Utara tepatnya di daerah Ketahun (Air Lelangi) dan Muko-Muko
Selatan (Lubuk Talang), (8) dialek Kaur tersebar di Bengkulu bagian Selatan tepatnya di
daerah Kaur Selatan (Jembatan Dua dan Tanjung Bunga), Kaur Tengah (Lubuk Gung),
dan (9) dialek Bengkulu Kota tersebar di Kota Bengkulu, daerah Gading Cempaka
(Tanah Patah). Persentase perbedaan antardialek bahasa Bengkulu tersebut berkisar 54
—80%.

Isolek Muko-Muko dari segi dialektometri (bukti kuantitatif) juga mempunyai
kedekatan dengan bahasa Minangkabau, yaitu masih termasuk dialek bahasa
Minangkabau. Namun, karena persentasenya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
bahasa Minangkabau daripada dengan bahasa Bengkulu, isolek Muko-Muko dapat
dikatakan lebih dekat dengan bahasa Bengkulu. Oleh karena itu, isolek ini dianggap
sebagai variasi dialektal dari bahasa Bengkulu. Di beberapa daerah lain di wilayah
Muko-Muko terdapat bukti bahwa isolek yang dituturkan di daerah tersebut lebih dekat
hubungannya ke bahasa Minangkabau. Hal itu didukung oleh beberapa hasil penelitian,
seperti penelitian Kasim dkk. (1987) dan Nadra dkk. (2006). Di samping itu, juga
dinyatakan oleh Cipta (ed., 1999) dalam buku Sang Putri: Aspek Historis Syair MukoMuko bahwa orang Muko-Muko berasal dari Minangkabau. Bukti lain yang mendukung
adalah bahwa orang Muko-Muko menganut sistem kekerabatan matrilineal.
Sementara itu, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bengkulu

merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika
dibandingkan dengan bahasa Enggano, Rejang, dan Mentawai.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Bengkulu di Provinsi Bengkulu dengan
nama bahasa Bengkulu (Benkulan, Bencoolen).
2.1.8 Bahasa Bugis
Bahasa Bugis merupakan bahasa yang tanah asalnya berada di Pulau Sulawesi. Di Pulau
Sumatra, bahasa ini dituturkan di Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota
Bandar Lampung. Bahasa Bugis yang dituturkan di Provinsi Lampung ini merupakan
bahasa yang sama dengan bahasa Bugis yang terdapat di Pulau Sulawesi dengan
persentase perbedaan sebesar 79% (beda dialek).
Selain di Kota Karang, bahasa ini dituturkan juga di Desa Sungai Jambat,
Kecamatan Sadu; Desa Kampunglaut, Kecamatan Muara Sabak, Kabupaten Tanjab
Timur; Desa Tangkit, Kecamatan Kpt Kumpe Ulu, Kabupaten Batanghari; Provinsi
Jambi. Bahasa Bugis yang dituturkan di Provinsi Jambi ini merupakan dialek bahasa
Bugis yang terdapat di Pulau Sulawesi dengan persentase perbedaan sebesar 52%.
Bahasa Bugis juga dituturkan di Desa Tekulai Bugis, Kecamatan Tanah Merah,
Kabupaten Indragirihilir dan Desa Pulau Kecil, Kecamatan Reteh, Kabupaten
Indragirihilir dan di Desa Sungai Sebesi, Kabupaten Bengkalis. Isolek Bugis
Indragirihilir berbeda dialek dengan isolek Bugis yang terdapat di Pulau Sulawesi
dengan persentase perbedaan sebesar 69%; isolek yang digunakan di Desa Sungai

Sebesi, Kabupaten Bengkalis dengan isolek Bugis yang terdapat di Pulau Sulawesi juga
merupakan beda dialek dengan persentase 79%.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bugis yang dituturkan di
Provinsi Lampung, Jambi, dan Riau merupakan sebuah bahasa dengan persentase
perbedaan berkisar 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa Lampung, Kerinci,
dan Melayu.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Bugis dengan nama bahasa Bugis
(Bugimese, Bugi, Boegineesche, Boeginezen, Ugi, De’, Bugi Rappang) yang berada di
Sulawesi dengan salah satu daerah persebaran di Pulau Sumatra.
2.1.9 Bahasa Devayan
Bahasa Devayan dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Aceh Selatan
dan Simeulu, Provinsi Aceh. Bahasa Devayan terdiri atas dua dialek, yaitu (1) dialek
Singkil Pulo dan (2) dialek Lugu. Dialek Singkil Pulo dituturkan di sisi barat Pulau

Sumatra, tepatnya di Desa Teluk Nibung, Kecamatan Pulau Banyak. Di sebelah timur
desa ini berbatasan dengan pantai barat Provinsi Aceh. Sementara itu, dialek Lugu
dituturkan di Kecamatan Simeulue Timur, Pulau Simeulue, berbatasan dengan bahasa
Sigulai di Ujung Barat. Persentase perbedaan kedua dialek tersebut sebesar 70,25%.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Devayan merupakan sebuah
bahasa dengan persentase perbedaan sebesar 82,75% jika dibandingkan dengan bahasa
Sigulai.
SIL (2006) belum mengidentifikasi adanya bahasa Devayan yang terdapat di
Pulau Sumatra.
2.1.10 Bahasa Enggano
Bahasa Enggano dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Banjar Sari,
Malakoni, dan Kayapu, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi
Bengkulu. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Enggano merupakan sebuah
bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan
bahasa Bengkulu, dan Mentawai.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Enggano yang terdapat di Pulau Sumatra
dengan nama bahasa Enggano (Enggan).
2.1.11 Bahasa Gayo
Bahasa Gayo dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Aceh Utara, Aceh
Tamiang, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Tengah, dan Bener Meriah, Provinsi Aceh.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Gayo merupakan sebuah bahasa dengan
persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Aceh,
Batak, dan Nias.
Bahasa Gayo terdiri atas empat dialek, yaitu (1) dialek Sarah Raja dituturkan di
Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara. Menurut pengakuan penduduk,
dialek Sarah Raja berbatasan dengan dialek Kaloi di sebelah timur; dialek Kuta Lintang
di sebelah selatan; (2) dialek Kaloi digunakan di Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten
Aceh Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatra Utara di sebelah timur. Wilayah dialek
Kaloi berbatasan dengan wilayah dialek Remesan di sebelah barat; (3) dialek Kuta
Lintang dituturkan di Kecamatan Blang Kejeren, Kabupaten Gayo Lues. Dialek ini
disebut juga dialek Gayo Lues karena wilayah sebarannya berada di Kabupaten Gayo
Lues. Wilayah sebaran dialek ini berbatasan dengan wilayah penggunaan bahasa Batak
di sebelah selatan dan dengan wilayah penggunaan dialek Remesan di sebelah utara; (4)
dialek Remesan dituturkan di Kecamatan Silih Nara, Lut Tawar, Bebesan, Bintang, dan
Linge, Kabupaten Aceh Tengah dan Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.
Dialek ini berbatasan dengan bahasa Jawa dan bahasa Aceh di sebelah utara, bahasa
Batak di sebelah selatan, dan bahasa Aceh di sebelah barat dan timur. Persentase
perbedaan antarkeempat dialek tersebut berkisar 54—60%.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Gayo di Provinsi Sumatra Utara dan Aceh
dengan nama bahasa Gayo (Gajo). Dinyatakan pula oleh SIL bahwa bahasa ini terdiri
atas empat dialek, yaitu dialek Dorot, Bobasan, Serbodjadi, dan Tampur.
2.1.12 Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang tanah asalnya berada di Pulau Jawa. Namun,
bahasa ini juga dituturkan oleh masyarakat yang berada di Provinsi Aceh, Sumatra
Selatan, Sumatra Utara, Bengkulu, dan Lampung.

Bahasa Jawa di Provinsi Aceh terdiri atas empat dialek, yaitu (1) dialek Sidorejo
dituturkan di Desa Sidorejo, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil; (2)
dialek Bukit Pidie dituturkan di Desa Bukit Pidie, Kecamatan Paya Bakong, Kabupaten
Aceh Utara; (3) dialek Alue Ie Itam dituturkan di Desa Alue Ie Itam, Kecamatan Indra
Makmur, Kabupaten Aceh Timur; (4) dialek Purwodadi dituturkan di Desa Purwodadi,
Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya. Persentase antardialek tersebut berkisar 51
—80%. Sementara itu, bahasa Jawa yang berada di Provinsi Aceh dapat dikatakan
sebagai bahasa yang sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan
Yogyakarta sebagai bahasa Jawa induknya dengan persentase perbedaan sebesar 60%
(beda dialek).
Bahasa Jawa yang dituturkan di Provinsi Sumatra Selatan diidentifikasi menjadi
tiga dialek, yaitu (1) Makarti Jaya, (2) Gelebak Dalam-Sebubus, dan (3) Penyandingan.
Dialek ini menyebar di Desa Makarti Jaya, Gelebak Dalam, Sebubus, dan
Penyandingan. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 51—80%. Bahasa
Jawa yang berada di Provinsi Sumatra Selatan dapat dikatakan sebagai bahasa yang
sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta dengan persentase
perbedaan sebesar 60% (beda dialek).
Bahasa Jawa di Provinsi Sumatra Utara terdiri atas sembilan dialek, yaitu (1)
dialek Bukit Mas dituturkan di Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten
Langkat; (2) dialek Sengon Sari di Desa Sengon Sari, Kecamatan Pulo Rakyat,
Kabupaten Asahan; (3) dialek Buntu Pane di Desa Buntu Pane, Kecamatan Buntu Pane,
Kabupaten Asahan; (4) dialek Kampung Pajak di Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA
IX-X, Kabupaten Labuhan Batu; (5) dialek Wonosari di Desa Wonosari, Kecamatan
Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang; (6) dialek Tuntungan I di Desa Tuntungan I,
Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang; (7) dialek Naga Kesiangan di Desa
Naga Kesiangan, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang; (8) dialek
mayang di Desa Mayang, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun; (9) dialek
Muka Payang di Desa Muka Raya, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat. Persentase
antardialek tersebut berkisar 51—80%. Sementara itu, bahasa Jawa yang berada di
Provinsi Sumatra Utara dapat dikatakan sebagai bahasa yang sama dengan bahasa Jawa
yang berada di Surakarta dan Yogyakarta sebagai bahasa Jawa induknya dengan
persentase perbedaan sebesar 52% (beda dialek).
Bahasa Jawa yang dituturkan di Provinsi Jambi diidentifikasi memiliki empat
dialek yaitu, (1) dialek Senyerang dituturkan di Desa Senyerang, Kecamatan
Pangabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, (2) dialek Rantau Jaya dituturkan di Desa
Rantau Jaya, Kecamatan Rantau Rasau, Kabupaten Jabung Timur, (3) dialek Pematang
Kancil dituturkan di Desa Pematang Kancil, Kecamatan Pemenang, Kabupaten
Sarolangun, dan (4) dialek Semarandan dituturkan di Desa Semaran, Kecamatan Pauh,
Kabupaten Sorolangun. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 58—66,75%.
Bahasa Jawa yang berada di Provinsi Jambi dapat dikatakan sebagai bahasa yang sama
dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta dengan persentase
perbedaan sebesar 60% (beda dialek).
Bahasa Jawa di Provinsi Bengkulu tersebar di Desa Tunggang, Kecamatan
Lebong Utara, Kabupaten Rejang Lebong. Persentase antardialek tersebut berkisar 51—
80%. Bahasa Jawa yang berada di Provinsi Bengkulu dapat dikatakan sebagai bahasa
yang sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta sebagai
bahasa Jawa induknya dengan persentase perbedaan sebesar 68% (beda dialek).

Bahasa Jawa di Provinsi Lampung tersebar di Desa Sridadi, Kecamatan
Wonosobo, Kabupaten Tanggamus; Desa Rawi, Kecamatan Penengahan, Kabupaten
Lampung Selatan; Desa Bumi Nabung, Kecamatan Bumi Nabung, Kabupaten Lampung
Tengah; Desa Sambikerto, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur; Desa
Kelaten, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Tugu Sari,
Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat; Desa Bali Sadar Tengah,
Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan; Desa Rejo Basuki, Kecamatan Seputih
Raman, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Cimarias, Kecamatan Bangun Rejo,
Kabupaten Lampung Tengah; Desa Sididadi, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten
Lampung Barat. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 51—63%. Bahasa
Jawa yang berada di Provinsi Lampung ini juga dapat dikatakan sebagai bahasa yang
sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta dengan persentase
perbedaan sebesar 61% (beda dialek).
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Jawa merupakan sebuah bahasa
dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa
Aceh, Batak, dan Nias.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Jawa yang terdapat di Sumatra dengan nama
bahasa Jawa (Djawa).
2.1.13 Bahasa Kayu Agung
Bahasa Kayu Agung dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Bangka,
Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, Musi Banyuasin,
Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas, Provinsi Sumatra Selatan.
Bahasa Kayu Agung terdiri atas sepuluh dialek, yaitu (1) dialek Lintang yang
dituturkan di Desa Gunung Muda, Kecamatan Semendawai Suku III, Kabupaten
Bangka; Desa Pulau Gumantung, Kecamatan Tanjung Sakti, Kabupaten OKI; dan Desa
Landur, Kecamatan Gandus, Kabupaten Lahat; (2) dialek Kimak yang dituturkan di
Desa Kimak, Kecamatan Buai Madang, Kabupaten Bangka; (3) dialek Sarang Mandi
yang dituturkan di Desa Sarang Mandi, Kecamatan Simpang, Kabupaten Bangka; (4)
dialek Pagar Dewa yang dituturkan di Desa Pagar Dewa, Kecamatan Kota Agung,
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI); (5) dialek Pematang yang dituturkan di Desa
Pematang Panggang, Kecamatan Dempo Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI); (6) dialek Penesak yang dituturkan di Desa Lubuk Karet, Kecamatan Beting,
Kabupaten Banyuasin; Desa Bemban, Gedung Agung, Jati, Datar Dalam, Karang Dalo,
Gunung Kembang, Niur, dan Lubuk Layang Ulu, Kabupaten Lahat, Desa Talang Taling,
Lembak, Lubuk Nipis, Seleman, Talang Akar, Tanjung Kurung, Kabupaten Muara
Enim; Desa Telang, Epil, Rantau Panjang, Sukomoro, Kabupaten Musi Banyu Asin
(MUBA); Desa. Meranjat Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Desa Pancur
Pungah, Rantau Nipis, Tanjung Lengkayap, Blambangan, Kabupaten Ogan Komering
Ulu (OKU); (7) dialek Kayu Agung Perigi dituturkan di Desa Perigi, Kecamatan Lahat,
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI); (8) dialek Kikim yang dituturkan di Desa Babat
Baru, Kecamatan Lembak, Kabupaten Lahat; (9) dialek Lubuk Rumbai yang dituturkan
di Desa Lubuk Rumbai, Kecamatan Semendo, Kabupaten Musi Rawas; (10) dialek
Ngulak yang dituturkan di Desa Ngulak I, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Muba.
Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 51—80%.
Sementara itu, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kayu Agung
merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika
dibandingkan dengan bahasa Ogan dan Pedamaran.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Kayu Agung dengan nama bahasa yang
sama, yakni bahasa Kayu Agung.
2.1.14 Bahasa Kerinci
Bahasa Kerinci dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kerinci, Provinsi
Jambi. Menurut pengakuan penduduk, wilayah bahasa Kerinci berbatasan dengan
wilayah bahasa Melayu dialek Jambi di sebelah timur; bahasa Minangkabau di sebelah
barat; bahasa Melayu dialek Bungo sebelah utara; bahasa Bengkulu di sebelah selatan.
Bahasa Kerinci terdiri atas tujuh dialek, yaitu (1) dialek Gunung Raya di Desa
Pengasih Lama, Kecamatan Gunung Raya; (2) dialek Danau Kerinci di Desa Koto Tuo,
Kecamatan Danau Kerinci dan di Desa Seleman, Kecamatan Kersik Tuo; (3) dialek
Sitinjau Laut di Desa Hiang tinggi, Kecamatan Sitinjau Laut; (4) dialek Sungai Penuh di
Desa Koto Lebu, Kecamatan Sungai Penuh dan Desa Koto Lolo; (5) dialek Pembantu
Sungai Tutung di Desa Sungai Abu, Kecamatan Kerinci; (6) dialek Belui Air Hangat di
Desa Belui, Kecamatan Air Hangat; (7) dialek Gunung Kerinci di Desa Mukai Tinggi
dan Sung Betung Ilir Kecamatan Gunung Kerinci. Persentase perbedaan antardialek
berkisar 51—65,50%.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kerinci merupakan sebuah
bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan
bahasa Bengkulu dan Minangkabau.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Kerinci yang terdapat di Pulau Sumatra
dengan nama bahasa Kerinci (Kerinchi, Kerintji, dan Kinchai). Dikatakan pula oleh SIL
bahwa bahasa ini terdiri atas lima dialek, yaitu dialek Ulu, Mamaq, Akit, Talang, dan
Sakei.
2.1.15 Bahasa Komering
Bahasa Komering dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Ogan
Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan Kabupaten Ogan Komering
Ulu Selatan, Provinsi Sumatra Selatan.
Bahasa Komering terdiri atas dua dialek, yaitu (1) dialek Pulau Negara dan (2)
dialek Aji. Dialek Pulau Negara dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa
Sriwangi, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU); Desa
Campang Tiga, Kecamatan Muara Lakitan; Desa Sukaraja, Kecamatan Muara Beliti;
Desa Pulau Negara, Kecamatan Lubuk Linggau Timur; Desa Baturaja Bungin,
Kecamatan Batu Kuning. Selanjutnya, dialek Aji dituturkan di Desa Negeri Batin,
Kecamatan Bayung Lencir. Persentase perbedaan kedua dialek tersebut berkisar 51—
80%.
Bahasa Komering merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan
berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Pedamaran dan Kayu Agung.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Komering yang terdapat di Pulau Sumatra
dengan nama bahasa Komering (Komerin, Njo).
2.1.16 Bahasa Lampung
Bahasa Lampung tersebar di Provinsi Lampung. Bahasa Lampung terdiri atas empat
dialek, yaitu (1) dialek Abung dituturkan di Desa Belambangan, Kecamatan Abung
Selatan, Kabupaten Lampung Utara; Desa Cahaya Negeri, Kecamatan Abung Barat,
Kabupaten Lampung Utara; Desa Gunung Cahaya, Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten
Waykanan; Desa Banjar Agung, Kecamatan Menggala, Kabupaten Lampung Utara;

Desa Bojong, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Gedong Wani,
Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Gunung Batin Ilir,
Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Wana, Kecamatan
Melinting, Kabupaten Lampung Timur; Desa Jepara, Kecamatan Way Jepara,
Kabupaten Lampung Timur; Desa Bumi Ratu, Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten
Lampung Tengah; (2) dialek Pesisir dituturkan di Desa Suka Mernah, Kecamatan
Talang Padang, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Suka Ratu, Kecamatan Pagelaran,
Kabupaten Lampung Selatan (sekarang masuk wilayah Kabupaten Pesawaran); Desa
Negeri Ratu, Kecamatan Kotaagung, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Kunyir,
Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Pasar Liwa, Kecamatan
Sebalik Bukit, Kabupaten Lampung Barat; Desa Kotabesi, Kecamatan Belalau,
Kabupaten Lampung Barat; Desa Banjaragung, Kecamatan Banjaragung, Kabupaten
Tulang Bawang; Desa Batu Raja, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Lampung Barat;
Desa Pasar Pulau Pisang, Kecamatan Pesisir, Kabupaten Lampung Barat; Desa
Wayjambu, Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Lampung Barat; Desa Negeri Olok
Gading, Kecamatan Telukbetung, Kabupaten Bandar Lampung; Desa Pampangan,
Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Lampung Selatan (sekarang masuk wilayah
Kabupaten Pesawaran); (3) dialek Pubian dituturkan di Desa Hajimena, Kecamatan
Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dan Desa Segala Mider, Kecamatan Padang Ratu,
Kabupaten Lampung Tengah. (4) dialek Komering dituturkan di Desa Pulau Panggung,
Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara. Dialek Komering ini diduga
berasal dari bahasa Komering di Sumatra Selatan.
Persentase perbedaan antarkeempat dialek tersebut berkisar 60,8—76,2%.
Dialek Abung dengan Pesisir mempunyai perbedaan sebesar 68%; dialek Abung dengan
Pubian sebesar 74%; dialek Pesisir dengan Pubian sebesar 63%; dialek Abung dengan
Komering sebesar 68%; dialek Pesisir dengan Komering sebesar 76,20%; dialek Pubian
dengan Komering sebesar 60,8%.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lampung merupakan sebuah
bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 86—93,4% jika dibandingkan dengan
bahasa Jawa, Bugis, Bali, Sunda, dan Basemah.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Lampung yang terdapat di Sumatra dengan
nama bahasa Lampung (Api, Lampong). Dinyatakan pula oleh SIL bahwa dialek
Abung, Pesisir, dan Pubian merupakan bahasa yang berbeda. Sementara itu, dalam
penelitian ini, isolek tersebut merupakan dialek dari bahasa Lampung.
2.1.17 Bahasa Lematang
Bahasa Lematang dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan,
Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim, dan Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatra
Selatan.
Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, bahasa Lematang terdiri atas lima
dialek, yaitu (1) dialek Pegagan yang dituturkan di Desa Serdang Menang, Desa Sungai
Ceper, Desa Suka Cinta, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Desa Ulak Kerbau Lama,
Kabupaten Ogan Ilir, Desa Kota Dalam, Desa Muara Sindang Tengah, Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan, Desa Kuripan, Desa Pajar Bulan, Kabupaten Muara Enim, Desa
Rantau Alai, Kabupaten Ogan Ilir, dan Desa Gunung Megang, Kabupaten Lahat; (2)
dialek Lematang Lahat yang dituturkan oleh penduduk Desa Gedung Agung, Talang
Akar, Kabupaten Lahat, Desa Muara Lematang, Kabupaten Muara Enim; (3) dialek

Lematang Ujan Mas Lama dituturkan oleh penduduk Desa Ujan Mas Lama, Kabupaten
Muara Enim; (4) dialek Rambutan dituturkan oleh penduduk Desa Rambutan,
Kabupaten Banyuasin; (5) dialek Rambang dituturkan oleh penduduk Desa Tanjung
Raman, Desa Pagar Gunung, Desa Sugihan, Desa Jemenang, Kabupaten Muara Enim.
Persentase perbedaan antarkelima dialek tersebut berkisar 51—80%.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lematang merupakan sebuah
bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan
bahasa Basemah, Kayu Agung, Lampung, dan Ogan.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Lematang di Sumatra dengan nama bahasa
Lematang (Lemantang).
2.1.18 Bahasa Melayu
Bahasa Melayu merupakan bahasa yang tanah asalnya berada di wilayah Kepulauan
Riau dan Pesisir Timur Pulau Sumatra. Selain di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulaun
Riau, bahasa Melayu juga dituturkan di wilayah lain. Bahasa Melayu yang berada di
Pulau Sumatra dituturkan di Provinsi Sumatra Utara, Jambi, Sumatra Selatan, dan
Bangka Belitung. Selain itu, bahasa ini juga dituturkan di luar Pulau Sumatra, yaitu di
Pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua.
Hasil penghitungan dialektometri seluruh isolek Melayu dan beberapa isolek
yang diprediksi sebagai isolek Melayu, menunjukkan terdapat 85 dialek bahasa Melayu
di Indonesia. Jumlah ini kemungkinan masih berubah karena masih ada beberapa daerah
yang diperkirakan memiliki bahasa Melayu yang belum diambil datanya. Misalnya,
bahasa Melayu yang terdapat di Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Dialek-dialek bahasa Melayu yang sudah teridentifikasi adalah: bahasa Melayu
di Provinsi Sumatra Utara terdiri atas 11 dialek, yaitu (1) dialek Stabat Lama, (2) dialek
Secangang (Langkat), (3) dialek Sungai Sakat (Labuhan Batu), (4) dialek Cinta Air, (5)
dialek Hamparan Perak,(6) dialek Dolok Manampang (Deli Serdang), (7) dialek
Tanjung Balai Asahan, (8) dialek Muara Sipongi (Tapanuli Selatan), (9) dialek Sorkam
(Tapanuli Tengah), (10) dialek Binjai, dan (11) dialek Medan. Hasil penghitungan
dialektometri antarisolek berkisar 51—71,50% (beda dialek).
Sementara itu, bahasa Melayu di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau (Kepri)
terdiri atas 15 dialek, yaitu (12) dialek Pesisir, (13) dialek Kundur, (14) dialek BintanKarimun, (15) dialek Pecong, (16) dialek Karas-Pulau Abang, (17) dialek Malang
Rapat-Kelong, (18) dialek Mantang Lama, (19) dialek Rejai, (20) dialek Posek, (21)
dialek Merawang, (22) dialek Berindat-Sebelat, (23) dialek Arung Ayam, (24) dialek
Kampung Hilir, (25) dialek Pulau laut, dan (26) dialek Ceruk. Hasil penghitungan
dialektometri antarisolek menunjukkan beda dialek yang berkisar 51—80%.
Sekelompok isolek (31 isolek) di Provinsi Riau bagian tengah dan barat yang diakui
sebagai bahasa Melayu memiliki persentase fonologis dan leksikal yang
menggolongkan isolek-isolek tersebut sebagai bahasa berbeda dengan bahasa Melayu
(88,25%). Setelah dilakukan pengujian dua isolek dalam kelompok ini (satu isolek di
sebelah utara dan satunya di selatan) dengan bahasa Minangkabau, ditemukan hasil
keduanya merupakan dialek bahasa Minangkabau (Bangko Kiri-Minang 56%, Mudik
Ulo-Minang 49%).
Kemudian, bahasa Melayu di Provinsi Jambi terdiri atas delapan dialek, yaitu
(27) dialek Tanjung Jabung Timur, (28) dialek Kota Jambi, (29) dialek Muarajambi,
(30) dialek Batanghari, (31) dialek Tebo, (32) dialek Bungo, (33) dialek Sarolangun,

dan (34) dialek Marangin. Sementara itu, SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Melayu di
Provinsi Jambi terdiri atas tiga dialek, yaitu dialek Suku Batin, Ilir, dan Ulu.
Selanjutnya, bahasa Melayu di Provinsi Sumatra Selatan dan Bangka Belitung
terdiri atas empat belas dialek, yaitu (35) dialek Ranggi Asam, (36) dialek Tuan Tunu,
(37) dialek Jeriji, (38) dialek Tempilang, (39) dialek Mayang, (40) dialek Palembang
Sukabangun, (41) dialek Kisam, (42) dialek Muara Saling, (43) dialek Selangit, (44)
dialek Rupit, (45) dialek Bentayan, (46) dialek Palembang 16 Ulu, (47) dialek Padang
Bintu, dan (48) dialek Talang Ubi.
Bahasa Melayu yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta terdiri atas dua dialek,
yaitu (49) dialek Betawi Pusat, dan (50) dialek Betawi Pinggiran/Ora.
Bahasa Melayu di Provinsi Jabar mempunyai satu dialek, yaitu (51) dialek
Betawi.
Bahasa Melayu di Provinsi Bali juga hanya mempunyai satu dialek, yaitu (52)
dialek Loloan.
Sama halnya dengan bahasa Melayu di Provinsi Jawa Barat dan Bali, di Provinsi
Nusa Tenggara Barat bahasa Melayu juga mempunyai satu dialek, yaitu (53) dialek
Kampung Melayu.
Selanjutnya, bahasa Melayu di Provinsi Kalimantan Barat terdiri atas 15 dialek,
yaitu (54) dialek Kapuas, (55) dialek Kantuk, (56) dialek Iban, (57) dialek Lunjuk, (58)
dialek Ketungau, (59) dialek Belangit, (60) dialek Kanayan, (61) Dialek Nanga Nuak,
(62) dialek Taman Sekadau, (63) dialek Tunjung, (64) dialek Laman Satong, (65) dialek
Sokan, (66) dialek Natai, (67) dialek Kayong, dan (68) Dialek Randau .
Bahasa Melayu di Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas tujuh dialek, yaitu (69)
dialek Banua, (70) dialek Banjar Samarida, (71) dialek Kutai Kota Bangun, (72) dialek
Badeng, (73) dialek Kutai Muara Lesan, (74) dialek Kutai Muyup Ulu, dan (75) dialek
Kahal.
Bahasa Melayu Kalimantan Tengah terdiri atas tiga dialek, yaitu (76) dialek
Mendawai, (77) dialek Kumai/Sei Konyer, dituturkan di Desa Kumai/Sei Konyer
(Sungai Sekonyer), Kecamatan Kumai, dan (78) dialek Kotawaringin Hulu, yang
dituturkan di Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin Lama. Ketiga daerah pakai
dialek ini berada di daerah barat Kalimantan Tengah yang merupakan pusat Kesultanan
Kotawaringin, Kabupaten Kotawaringin Barat
Bahasa Melayu di Provinsi Sulawesi Utara (Manado) terdiri atas satu dialek,
yaitu (79) dialek Malalayang Satu. Kemudian, bahasa Melayu di Provinsi Maluku Utara
terdiri atas dua dialek, yaitu (80) dialek Ternate dan (81) dialek Gorap; bahasa Melayu
di Provinsi Maluku terdiri atas empat dialek, yaitu (82) dialek Ambon (Kayeli, Bula);
(83) dialek Ambon Teon, (84) dialek Luang Timur, dan (85) dialek Teranggan Timur.
Sementara itu, bahasa Melayu di Provinsi Papua di antaranya dituturkan oleh
masyarakat di Kampung Waena.
Bahasa Melayu di Provinsi Riau merupakan sebuah bahasa yang berbeda jika
dibandingkan dengan bahasa Melayu di Sumatra Selatan dan Bangka Belitung (95%);
Melayu Kalimantan Barat (82,25%); Melayu Kalimantan Tengah (94,25%); Melayu
Ambon (84,5%); Melayu Menado (87,75%), Melayu Daratan Riau (88,25%); Melayu
Betawi Bandung (84,25%); Melayu Lampung Bandung (92,5%).
SIL (2006) mengidentifikasi adanya bahasa Melayu yang terdapat di Pulau
Sumatra dengan nama bahasa Melayu (Malayu, Melaju, Melayu Baku) dengan dua
puluh delapan dialek yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, SIL (2006)

mengidentifikasi isolek Melayu Jambi sebagai sebuah bahasa yang terdiri atas tiga
dialek, yaitu dialek suku Batin (Batin), Ilir, dan Ulu.
2.1.19 Bahasa Mentawai
Bahasa Mentawai dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kepulauan
Mentawai, Provinsi Sumatra Barat. Berdasarkan penghitungan dialektometri, bahasa
Mentawai terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek Siberut Utara dituturkan di Desa
Mongan Poula, Kecamatan Siberut Utara; (2) dialek Siberut Selatan dituturkan di Desa
Malepet, Kecamatan Siberut Selatan; (3) dialek Sipora Pagai dituturkan di Desa Sioban,
Kecamatan Sipora, dan Desa Makalo, Kecamatan Pagai Utara-Selatan. Dialek SiporaPagai merupakan dialek standar karena sebaran geografisnya paling luas dan paling
banyak jumlah penuturnya serta berada di pusat pemerintahan kabupaten.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Mentawai yang di Sumatra ini dengan nama
bahasa Mentawai (Mentawei, Mentawi). Dinyatakan pula oleh SIL bahwa bahasa ini
terdiri atas sembilan dialek, yaitu dialek Simalegi, Sakalangan, Silabu, Taikako,
Saumanganja, Siberut Utara, Siberut Selatan, Sipora, dan Pagai.
Selanjutnya, jika dibandingkan dialek yang ditemukan dalam penelitian ini
dengan temuan SIL terdapat kesamaan pada dialek Siberut Utara dan dialek Siberut
Selatan. Namun, dialek Sipora dan dialek Pagai yang oleh SIL ditetapkan sebagai dialek
yang berbeda, berdasarkan penghitungan dialektometri dalam penelitian ini justru
merupakan satu dialek yang sama (dengan persentase perbedaan sebesar 30,8%).
2.1.20 Bahasa Minangkabau
Bahasa Minangkabau dituturkan oleh masyarakat yang berada di Provinsi Sumatra
Barat, Aceh, Jambi, Riau, dan Sumatra Utara. Bahasa Minangkabau di Provinsi Sumatra
Barat terdiri atas lima dialek, yaitu (1) dialek Pasaman dituturkan di Kabupaten
Pasaman Barat dan Pasaman; (2) dialek Agam-Tanah Datar dituturkan di Kabupaten
Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman, Solok, Kota Solok, Solok
Selatan, dan Pesisir Selatan; (3) dialek Lima Puluh Kota dituturkan di Kabupaten Lima
Puluh Kota, Kota Payakumbuh, Tanah Datar, Kota Sawahlunto, Sawahlunto-Sijunjung,
dan Dharmasraya; (4) dialek Koto Baru dituturkan di Kabupaten Dhamasraya; (5)
dialek Pancung Soal, di Pesisir Selatan.
Dari kelima dialek tersebut, dialek Agam-Tanah Datar merupakan dialek dengan
jumlah penutur terbanyak dan memiliki sebaran geografis yang terluas. Dialek ini
digunakan sebagai bahasa Minangkabau umum di pusat kota Sumatra Barat dengan
menghilangkan ciri-ciri dialektal (ciri-ciri kedaerahan) yang ada pada beberapa
subdialek. Pada wilayah tutur bahasa ini juga terdapat bahasa lain, yaitu bahasa Batak
dialek Mandailing yang terdapat di bagian utara Provinsi Sumatra Barat.
Selain sebarannya di Sumatra Barat, bahasa ini juga memiliki sebaran di
beberapa wilayah lain di Pulau Sumatra. Varian bahasa ini terdapat di pesisir barat
Sumatra, tepatnya di daerah Aneuk Jamee (Aceh), Natal, Sorkam, Barus (Sumatra
Utara), Muko-Muko (Bengkulu); di sebelah timur terdapat pada daerah Riau di Daratan
Mudik Ulo dan Bangko Kiri, di daerah Jambi di Kabupaten Sarolangun. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan penghitungan dialektometri yang dilakukan terhadap varianvarian bahasa Minangkabau tersebut. Persentase perbedaan unsur fonologis dan leksikal
varian-varian tersebut berada pada kisaran 51—71%. Semua persentase tersebut di
bawah angka 80% yang berarti varian-varian itu mempunyai hubungan beda dialek
dengan bahasa Minangkabau.

Bahasa Minangkabau di Provinsi Aceh terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek
Tamiang dituturkan di Desa Peukan Seruway, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh
Tamiang; (2) dialek Sunting dituturkan di Desa Sunting, Kecamatan Tamiang Hulu,
Kabupaten Aceh Tamiang; (3) dialek Aneuk Jamee dituturkan di Desa Pisang,
Kecamatan Labuhan Haji, Desa Lubuk Layu, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh
Selatan, Desa Gosong Telaga, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil dan
Desa Bunong Keleng, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.
Bahasa Minangkabau di Provinsi Jambi dituturkan di Desa Pelawan, Kecamatan
Pelawan Singkut, Desa Tanjung Raden, Kecamatan Muara Limun, dan Desa Rantau
Panjang, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun.
Bahasa Minangkabau di Provinsi Riau terdiri atas lima dialek, yaitu (1) dialek
Rokan di Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan Hulu; (2) dialek Kampar dituturkan di
Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Kampar, Kota Pekan Baru, Pelalawan, Kuantan
Singigi (Kuansing), dan Indragirihulu; (3) dialek Basilam dituturkan di Kabupaten
Rokan Hilir; (4) dialek Indragiri dituturkan di Kabupatan Rokan Hulu, Indragirihulu,
dan Indragirihilir; (5) dialek Kuantan dituturkan di Kabupaten Kuantan Singingi
(Kuansing).
Bahasa Minangkabau di Provinsi Sumatra Utara dituturkan di Desa Panggautan,
Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal dan Desa Sorkam Kanan, Kecamatan
Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Adapun rincian perbedaan bahasa Minangkabau dengan dialek-dialek
sebarannya di luar Sumatra Barat adalah (a) bahasa Minangkabau dengan dialek Aneuk
Jamee (Aceh) 56,50% , (b) bahasa Minangkabau dengan dialek Natal dan dialek
Sorkam (Sumatra Utara) 55,75% dan 71%, (c) bahasa Minangkabau dengan dialek
Muko-Muko (Bengkulu) 65,48%, (d) bahasa Minangkabau dengan subdialek Daratan di
Mudik Ulo dan Bangko Kiri (Riau) 49% dan 56%, dan bahasa Minangkabau dengan
dialek Sarolangun (Jambi) 62,25%.
Meskipun dialek Sorkam (Sumatra Utara) merupakan varian dari bahasa
Minangkabau, dialek ini juga memiliki kedekatan dengan beberapa dialek Melayu di
Sumatra Utara, misalnya dengan dialek Melayu di Desa Asahan Mati, Tanjung Balai,
yaitu sebesar 55,25%. Hal itu berarti secara linguistik, dialek Sorkam lebih dekat
dengan bahasa Melayu di Asahan Mati, Tanjung Balai.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Minangkabau di Sumatra dengan nama
bahasa Minangkabau (Minang, Padang). Dikatakan pula bahwa bahasa ini terdiri atas
sebelas dialek, yaitu dialek Agam, Payakumbuh, Tanah, Sijunjung, BatusangkarPariaman, Singkarak, Orang Mamak, Ulu, Kerinci-Minangkabau, Aneuk Jamee
(Jamee), dan Penghulu.
2.1.21 Bahasa Nias
Bahasa Nias dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kepulauan Nias, Kabupaten
Nias Selatan dan Kabupaten Nias, Provinsi Sumatra Utara. Orang Nias menyebut
bahasa ini dengan nama Li Niha. Berdasarkan penghitungan dialektometri yang
membandingkan antardaerah pengamatan, bahasa ini dapat diidentifikasi menjadi empat
dialek, yaitu (1) dialek Simaluaya, dituturkan di Desa Simaluaya, Kecamatan PulauPulau Batu, Kabupaten Nias Selatan; (2) dialek Pasar Teluk Dalam dituturkan di Desa
Pasar Teluk Dalam, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan; (3) dialek
Hilimboe dituturkan di Desa Hilimboe, Kecamatan Gomo, Kabupaten Nias; (4) dialek
Nias Utara dituturkan di Desa Olora, Kecamatan Gunung Sitoli dan Desa Pasar Lahewa,

Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias. Persentase perbedaan antarkeempat dialek
tersebut berkisar 51—69%.
Jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, bahasa Nias merupakan
bahasa tersendiri dengan persentase perbedaan berkisar 90— 100%, misalnya dengan
bahasa Batak dan Melayu.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Nias di Sumatra dengan nama bahasa Nias
(Batu). Dikatakan pula oleh SIL bahwa bahasa ini terdiri atas dua dialek, yaitu dialek
Nias dan Batu.
2.1.22 Bahasa Ogan
Bahasa Ogan dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Karang Dapo, Kabupaten
Lahat; Desa Talang Akar, Kabupaten Muara Enim; Desa Simpang Bayat, Supat,
Sindang Marga, dan Bumi Ayu, Kabupaten Muba; Desa Bingin Teluk, Rantau Kadam,
Lubuk Pandan, Muara Lakitan, Lubuk Besar, Lubuk Kupang, Batu Urip, Muara Kulam,
dan Lesung Batu, Kabupaten Musi Rawas; Desa Rantau Alai, Kabupaten Ogan Ilir;
Desa Peninjauan, Tanjung Dalam, Ulak Pandan, dan Belandang, Kabupaten Ogan
Komering Ulu; Desa Pelabuh Dalam, Parit, Sakatiga Seberang, Tebing Gerinting,
Nagasari, dan Lubuk Tunggal, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Keseluruhan daerah
pengamatan tersebut berada di Provinsi Sumatra Selatan.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Ogan merupakan sebuah bahasa
dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa
Komering dan Kayu Agung.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Ogan di Sumatra dengan nama bahasa Ogan
(Ogn).
2.1.23 Bahasa Pedamaran
Bahasa Pedamaran dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Pedamaran 5,
Kecamatan Merapi, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatra Selatan.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Pedamaran merupakan bahasa
dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa
Komering dan Kayu Agung. SIL (2006) belum mengidentifikasi adanya bahasa
Pedamaran di Pulau Sumatra.
2.1.24 Bahasa Rejang
Bahasa Rejang dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Bengkulu Utara
(Arga Makmur, Lais, Tb. Penanjung) sampai ke Kabupaten Rejang Lebong paling
selatan.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, bahasa Rejang memiliki lima dialek,
yaitu (1) dialek Arga Makmur, yang dituturkan di Desa Kuro Tidur, Kecamatan Arga
Makmur, Desa Durian Amparan, Kecamatan Lais, dan Desa Kelindang, Kecamatan Tb
Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara; (2) dialek Curup, yang dituturkan di Desa
Kelilik dan Pagar Agung Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong; (3) dialek
Kepahiang, yang menyebar di Desa Embong, Kecamatan Lebong Utara; Desa Bandar
Agung, Kecamatan Lebong Selatan; Desa Ujung Tanjung, Kecamatan Lebong Selatan,
Kabupaten Rejang Lebong; (4) dialek Lebong Utara, yang dituturkan di Desa Kesambe
Lama, Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong; (5) dialek Lebong Selatan,
dituturkan di Desa Pelabi, Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Rejang Lebong.
Persentase perbedaan antarkelima dialek tersebut berkisar 51—80%.

Sementara itu, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Rejang
merupakan bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan
dengan bahasa Pasemah, Mentawai, dan Enggano.
SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Rejang di Sumatra dengan nama bahasa
Rejang (Redjang, Rejang-Lebong, Jang, Djang, Djang Bele Tebo). Dinyatakan pula oleh
SIL bahwa bahasa ini juga terdiri atas lima dialek, yaitu dialek Lebong (Djang Lebong),
Kebanagung, Pasisir, Musi, dan Rawas.
2.1.25 Bahasa Sigulai
Bahasa Sigulai dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Malasin, Kecamatan
Simeulu Barat, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh. Menurut pengakuan penduduk,
wilayah bahasa Sigulai berbatasan dengan wilayah bahasa Devayan di sebelah selatan
Desa Malasin.
Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Sigulai merupakan b