MENGGAGAS KONSEP TIMETABLE DALAM PRAKTIK (1)

MENGGAGAS KONSEP TIMETABLE DALAM PRAKTIK HUKUM ACARA
PERADILAN DI INDONESIA*
Oleh : Firman Wahyudi

A. Pendahuluan
Praktik hukum acara di Indonesia yang berlaku selama ini
merupakan sebuah acuan bagi para Hakim dalam menjalankan proses
hukum di persidangan. Tanpa melalui mekanisme hukum acara, maka
proses persidangan tersebut dianggap menyalahi ketentuan hukum, oleh
karenanya seorang Hakim dituntut untuk menguasai bahkan diharuskan
hafal dalam mempraktikkan hukum acara diluar kepala. Hukum acara
merupakan sebuah proses beracara di persidangan dengan ketentuanketentuan yang diatur oleh perundang-undangan, hal ini tertuang dalam
berbagai macam sumber hukum baik itu RB.g, HIR, KUHAP dll yang
tujuannya adalah agar persidangan itu berjalan sesuai dengan asasasas peradilan yang baik, cepat, sederhana dan biaya ringan.
Di Indonesia, hukum acara yang berlaku selama ini masih
bersumber kepada KUHAP yang lahir dari produk bangsa Indonesia
yang telah mengalami beberapa kali revisi. Sejak awal disusun sampai
sekarang

KUHAP


tidak

mengalami

perubahan

sehingga

masih

dipertahankan dan tetap eksis dipakai para Hakim dalam proses
persidangan, namun akhir-akhir ini ada wacana dari para legislator untuk
merevisi bahkan membuat sebuah Undang-Undang yang tujuannya
merevisi dan memperbarui hukum acara yang berlaku di Indonesia
karena dinilai tidak sesuai lagi dengan konteks sekarang.

* Penulis Hakim pada Pengadilan Agama Bengkayang
Kalau kita perhatikan, sekarang ini banyak media yang menyorot
tentang proses acara di peradilan yang dianggap masyarakat tidak
sesuai


dengan

prinsip-prinsip

keadilan.

Hakim

dianggap

tidak

menempuh prosedur beracara yang benar sehingga menimbulkan

asumsi keberpihakan kepada salah satu pihak. Kalau dalam menggali
hukum materiil, hakim bebas untuk melakukan penafsiran maupun
kontra legem asalkan tujuannya adalah untuk menemukan dan
memberikan nilai kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum bagi para
pihak, sedangkan dalam menempuh proses persidangan Hakim dipandu

dengan ketentuan hukum acara dan dilarang menyalahi hukum acara
tersebut

walaupun

tujuannya

untuk

mempermudah

para

pihak.

Ketentuan hukum acara tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum dan melindungi para pihak dari langkah-langkah yang merugikan
dan hal tersebut merupakan doktrin yang sudah baku dan tak bisa
diotak-atik, Hakim diharuskan mematuhi hukum acara tersebut dalam
menjalankan proses persidangan.

Namun di era modern sekarang, eksistensi hukum acara yang
berlaku di persidangan kerapkali tak bisa difahami oleh masyarakat dan
para pencari keadilan malahan dianggap sebagai bentuk kesewenangwenangan Hakim dalam memimpin persidangan, sebagai contoh
misalnya tundaan sidang yang dianggap sebagai bentuk memperlambat
berakhirnya proses perkara apalagi dalam hal perceraian dimana
keinginan isteri selaku Penggugat agar sesegera mungkin diputuskan,
padahal tujuan dari tundaan tersebut adalah memberikan kesempatan
kepada pihak untuk membuktikan dalil gugatannya atau memberikan hak
kepada pihak lawan untuk mempertahankan haknya. Ketidaktahuan para
pihak akan proses persidangan itulah yang menjadi penyebab
Pengadilan dianggap tidak fair, tidak transparan bahkan dianggap
sewenang-wenang kepada salah satu pihak dalam persidangan.
Di era transparansi dan reformasi saat ini sudah seharusnya
Pengadilan membuat sebuah konsep persidangan yang memberikan
gambaran seutuhnya tentang jalannya persidangan kepada para pihak.
Konsep ini mungkin bisa kita tiru dari peradilan di Inggris dimana proses
beracaranya menggunakan sebuah konsep dengan istilah “TIMETABLE”.
Sebuah konsep dimana sebelum memulai proses persidangan majelis
hakim membuat sebuah tabel/jadwal waktu dan agenda persidangan dari
awal


sampai

vonis

dijatuhkan.

Diawal

persidangan

(sebelum

pemeriksaan pokok perkara) majelis Hakim diharuskan menyampaikan
“TIMETABLE” ini kepada para pihak dengan tujuan agar para pihak
mengetahui

dan

memahami


agenda

persidangan

yang

akan

ditempuhnya dan diharapkan dengan adanya “TIMETABLE” ini majelis
Hakim

dan

para

pihak

sepakat


dan

berkomitmen

untuk

melaksanakannya sesuai dengan agenda yang mereka buat.
Dengan terobosan seperti ini diharapkan masyarakat khususnya
para pencari keadilan memahami dan mengerti akan jalannya proses
persidangan, karena selama ini ketidaktahuan akan proses dan jalannya
persidangan itulah yang membuat publik menilai majelis Hakim
sewenang-wenang dalam menjalankan proses persidangan. Tulisan ini
merupakan sebuah wacana yang ditawarkan kepada para pecinta
hukum di negeri ini, dengan harapan citra dan wibawa pengadilan itu
benar-benar terjaga dan terpelihara serta mampu mewujudkan peradilan
yang agung sesuai dengan blue print Mahkamah Agung.

B. KONSEP TIMETABLE DAN MANAJEMEN PERADILAN MODERN
TIMETABLE terdiri dari dua kata yaitu TIME yang berarti waktu
dan TABLE yang berarti tabel atau agenda. Kalau diartikan dua kata

diatas mempunyai makna agenda waktu. Yang dimaksud dengan
pengertian ini adalah sebuah konsep yang menguraikan tentang
agenda/jadwal waktu sebuah persidangan di Pengadilan dari awal
pemeriksaan sampai vonis dijatuhkan.
Berbicara masalah konsep tentu tak lepas dari sebuah sistem
yang mempengaruhi berjalannya sebuah konsep dan hal itu pasti
berhubungan erat dengan sebuah manajemen dalam mengelola sistem
tersebut. Kaitannya dengan masalah ini adalah konsep TIMETABLE
tersebut merupakan sebuah konsep dalam hukum acara peradilan yang
mau tak mau harus melibatkan sebuah sistem dalam institusi tersebut.

Pengadilan sebagai sebuah institusi hukum harus memiliki
sebuah sistem yang dikontrol dengan manajemen yang baik dan modern
dan salah satu ciri dari peradilan modern adalah adanya transparansi
birokrasi dalam hal manajemen perkara kepada para pihak. Menurut
Jimly As-shidqi manajemen perkara itu harus memenuhi 5 proses yaitu :
1. Prosesnya berlangsung tepat dalam menjamin keadilan (justice) dan
kepastian hukum (legal certainty);
2. Prosesnya berlangsung efisien, cepat dan tidak membebani para
pihak di luar kemampuannya;

3. Menurut aturan hukumnya sendiri, yaitu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sejak sebelum perkara itu sendiri
terjadi;
4. Secara independen tanpa campur tangan atau dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi dari pihak-pihak lain
atau kepentingan salah satu pihak dengan merugikan pihak yang
lain;
5. Secara akuntabel dan transparan sehingga hasilnya dapat dipercaya
oleh para pihak dan masyarakat pada umumnya. 1
Untuk mengharapkan adanya perbaikan di lembaga peradilan,
kelima hal itu sangat penting untuk diperhatikan. Para pencari keadilan
(justice seekers) harus dibuat yakin dan percaya bahwa proses yang ia
tempuh akan menghasilkan keadilan yang pasti dan kepastian yang adil.

Prosesnya cepat dan efisien, sehingga tidak membebani atau
yang hanya dapat dijangkau oleh mereka yang mampu. Misalnya, jika
sesuatu persoalan dapat diselesaikan dalam waktu hanya 1 hari,
mengapa mesti ditunggu sampai 1 minggu, 1 bulan, atau bahkan 1
tahun. Proses peradilan berjalan independen, sesuai dengan peraturan
1 Jimly As-Shidqi, Reformasi Tata Kelola Manajemen Peradilan, Makalah diunduh dari

situs www.jimly.com

perundang-undangan yang berlaku, tidak diintervensi untuk kepentingan
politik atau ekonomi oleh pihak manapun secara tidak adil. Kecuali untuk
hal-hal yang wajib dirahasiakan, maka keseluruhan proses menuju
keadilan itu haruslah terbuka sehingga dapat dikontrol oleh masyarakat
dan para pihak yang berperkara.2
Konsep TIMETABLE bertujuan untuk memberikan kepastian
proses beracara di Pengadilan, sehingga para pihak tidak merasa
diperlakukan sewenang-wenang dengan tundaan sidang. Selain itu
dengan adanya TIMETABLE ini Hakim dan para pihak terikat untuk
melaksanakannya sesuai dengan agenda yang dibuat sehingga proses
persidangan dapat terukur dan terarah jalannya. Substansi yang paling
penting dari kedua hal diatas adalah adanya transparansi dan
keterbukaan dari Pengadilan kepada pihak berperkara sehingga pihak
berperkara secara tidak langsung mengalami pembelajaran hukum,
mengerti dan faham akan proses jalannya persidangan sesuai dengan
hukum acara yang berlaku.

C. BENTUK TIMETABLE DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

Dalam praktik hukum acara peradilan di Indonesia, jarang
ditemukan

adanya

sebuah

proses

dimana

majelis

hakim

memberitahukan sebuah agenda persidangan kepada para pihak.
Proses pemeriksaan berjalan seadanya dan langsung sesuai dengan
kebijakan dengan memperhitungkan tenggang waktu pemunduran
persidangan oleh hakim tanpa ditentukan tahap-tahapnya.
Menurut Yahya Harahap, konsep TIMETABLE ini dapat diterapkan
dalam proses persidangan dimana konsep ini dapat dimasukkan dalam
agenda putusan sela Preparatoir. Salah satu bentuk spesifikasi yang
terkandung dalam putusan sela ialah putusan preparatoir atau preparator
(preparatoir vonnis).

2 Ibid

Putusan preparatoir (preparatoir vonnis) adalah salah satu bentuk
putusan sela tentang persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna
melancarkan proses persidangan hingga tercapai putusan akhir dan
tidak ada pengaruhnya atas pokok perkara ataupun putusan akhir. 3
Tujuan putusan ini merupakan persiapan jalannya pemeriksaan,
sebelum hakim memulai pemeriksaan, terlebih dahulu menerbitkan
putusan

preparatoir

tentang

tahap-tahap

proses

atau

jadwal

persidangan. Misalnya pembatasan tahap jawab-menjawab atau replik
duplik dan tahap pembuktian yang telah ditentukan agendanya dalam
suatu putusan sela yang disebut putusan preparatoir dan dalam praktik
hal ini jarang terjadi.4
Sebenarnya sesuai dengan tuntutan peradilan modern, sangat
beralasan

mengembangkan

putusan

preparatoir

dengan

jalan

menggabung prinsip manajemen dalam sistem peradilan. Seperti yang
pernah disinggung di beberapa negara misalnya di Inggris telah
dimunculkan konsep TIMETABLE progam. Sebelum proses persidangan
dimulai, hakim lebih dahulu menetapkan TIMETABLE persidangan
secara pasti sehingga jalannya pemeriksaan telah terprogram dengan
pasti pada setiap tahap pemeriksaan.
Berdasarkan TIMETABLE tersebut hakim memerintahkan agar
para pihak tunduk mematuhinya serta hakim dan para pihak terikat untuk
melaksanakannya. Tidak seperti

yang

berlaku

sekarang,

jadwal

pemeriksaan tidak pasti tergantung pada selera hakim. Terkadang
meskipun hakim sendiri yang menetapkan pemunduran sidang tanpa
alasan yang masuk akal, pemeriksaan tidak dilangsungkan dan
dimundurkan lagi pada hari yang lain. 5

3 Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II Edisi
Revisi 2011, Mahkamah Agung RI, Dirjen Badilag, hlm. 119.
4 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Gugatan, persidangan, penyitaan,
pembuktian dan Putusan Pengadilan), Penerbit Sinar Grafika Jakarta 2008, hlm. 880.
5 Ibid.

Dalam

dunia

peradilan,

Hakim

merupakan

sentral

dalam

menentukan baik dan buruknya sebuah peradilan itu. Jika dalam awal
penanganan perkara sudah dijumpai hal-hal yang merugikan para pihak
maka endingnyapun terkesan undue proces of law, sebaliknya jika
awalnya memberikan kesan yang adil dan memuaskan para pihak maka
tidak mustahil Pengadilan dianggap telah melakukan due process of law
sehingga ideologi fair trial yang dicita-citakan negara hukum dan
demokrasi benar-benar terlaksana oleh Pengadilan itu sendiri.
Konsep TIMETABLE memang berawal di Inggris dan menjadi
sebuah doktrin yang harus dilaksanakan oleh instansi Pengadilan demi
terwujudnya transparansi dan pelayanan prima. Awalnya konsep ini
dipakai oleh banyak perusahaan untuk mengejar target sebuah proyek
sehingga timeng dan waktu pelaksanaan sesuai dengan jadwal yang
direncanakan. Tanpa adanya konsep ini, sebuah proyek akan menjadi
terkatung-katung tanpa arah yang pasti, kapan dimulai dan kapan
berakhirnya sehingga terkesan mengambang.
Dalam dunia perusahaan keberadaan TIMETABLE merupakan
sebuah acuan penting dalam menentukan kinerja sebuah perusahaan.
Kapan agenda meeting dilaksanakan, melakukan loby dengan investor,
presentasi produk dsb dimana hal itu semuanya telah tercover dalam
sebuah

konsep

yang

dinamakan

TIMETABLE.

Sebelum

proyek

dilaksanakan, pihak perusahaan yang diwakili oleh manajer membuat
sebuah kontrak waktu dengan investor, dimana isinya menerangkan
tentang agenda kerja yang akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak
dalam waktu-waktu tertentu dan hal itu dibakukan dalam sebuah agenda
kerja. Atas dasar agenda tersebutlah kedua belah pihak melaksanakan
dan mematuhinya dan keduanya terikat untuk untuk mentaatinya.
Dengan adanya TIMETABLE yang berisi detail rencana kerja,
diharapkan bisa untuk menetapkan deadline, menjadikan sebagai alat
koordinasi, memberikan manfaat dan penggunaan management waktu,
memunculkan kompetisi intern dari personal dan karyawan perusahaan,

evaluasi kinerja dan yang penting bisa mengontrol kapan aktivitas
marketing diawali, diakhiri dan dievaluasi sehingga perubahan internal
dan external dapat diminimalisasi.6
Pengadilan sebagai institusi hukum tidak salah jika untuk menuju
pelayanan prima dan transparansi birokrasi menerapkan konsep ini
dalam hukum acara peradilan di Indonesia. Teknisnya sebelum
melakukan persidangan majelis hakim membuat sebuah agenda
persidangan untuk sebuah perkara dari awal pemeriksaan sampai amar
putusan dijatuhkan disertai dengan waktu dan tanggal agenda tersebut
dilaksanakan. Kemudian untuk memberitahukan kepada para pihak
tentang agenda sidang yang akan ditempuh, majelis hakim sesuai
dengan pasal 48 dan pasal 332 Rv membuat sebuah putusan sela
preparatoir yang isinya menjelaskan tentang tahapan-tahapan proses
pemeriksaan sidang yang akan ditempuh. Majelis hakim dalam amar
putusan sela tersebut memerintahkan kepada para pihak untuk
mentaatinya sampai proses persidangan berakhir.
Dengan konsep ini diharapkan para pihak mengerti dan
memahami agenda persidangan yang akan ditempuhnya, kapan
waktunya

mereka

melakukan

mediasi,

kapan

waktunya

mereka

menjawab tuntutan pihak lawan, kapan mereka melakukan pembuktian
dsb, sehingga secara tidak langsung pihak pencari keadilan juga belajar
untuk menghormati lembaga peradilan dan mengerti arti sebuah tundaan
persidangan sehingga dengan mengerti dan faham diharapkan mereka
juga merasa diberikan nilai equality of law oleh lembaga peradilan.

D. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Mahkamah Agung merupakan Peradilan tertinggi di negeri ini dan
untuk mewujudkan visi dan misinya kedepan diperlukan sebuah motivasi
6 Groude International Consultant & Trainer, Merealisasikan dan Memaksimalkan
Marketing Plan melalui Tim Table, tulisan diunduh dari situs groude.wordpress.com

dan kerja keras dari aparatnya. Transparansi birokrasi dan pelayanan
prima baik dari segi yustisial maupun administrasi yustisial merupakan
sebuah keharusan yang mesti dilakukan. Para pencari keadilan kerapkali
menuding bahwa pengadilan dalam hal ini majelis hakim tidak berlaku
fair dan sewenang-wenang dalam melakukan proses pemeriksaan
persidangan. Kesan inilah yang menjadi bias opini publik terhadap
lembaga peradilan sehingga memancarkan stigma negatif dikalangan
masyarakat. Konsep TIMETABLE diharapkan bisa menjadi solusi bagi
Peradilan untuk memberikan pencerahan kepada para pencari keadilan
tentang proses jalannya persidangan. Melalui mekanisme putusan sela
preparatoir diharapkan seluruh agenda dan timeng persidangan tercover
dan

dapat

disampaikan

kepada

pihak

berperkara.

Agenda

persidanganpun dari waktu kewaktu bisa terarah dan diprediksi kapan
berakhir dan selesai sehingga bisa memberikan nilai kepastian hukum
bagi para pencari keadilan. Wallahu’alam Bis Sawab...!

Singkawang, 28 Dzulkaidah 1433 H

Penulis

Sumber Referensi

1. Jimly As-Shidqi, Reformasi Tata Kelola Manajemen Peradilan, Makalah

diunduh dari situs www.jimly.com
2. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku
II Edisi Revisi 2011, Mahkamah Agung RI, Dirjen Badilag

3. Yahya

Harahap,

Hukum Acara

Perdata

(Gugatan,

persidangan,

penyitaan, pembuktian dan Putusan Pengadilan), Penerbit Sinar Grafika
Jakarta 2008
International

4. Groude

Consultant

&

Trainer,

Merealisasikan

dan

Memaksimalkan Marketing Plan melalui Time Table, tulisan diunduh dari
situs groude.wordpress.com