PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA DA
“PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN
DI
INDONESIA
DALAM
MEMBANGUN GENERASI EMAS 2045”
PENDIDIKAN
EXEL ONGGI
17.3.3.002
SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO
2017
GELORA
Pembukaan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 merupakan
acuan cita-cita yang besar sehingga tercipta Ideologi bangsa ini. Dalam hal Ideologi atau asas
dasar yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup (KBBI). Di Indonesia
sendiri pada Alinea ke empat pembukaan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia
tahun 1945 terdapat tujuan untuk “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Namun, sudah
setengah abad lebih Kemerdekaan Republik Indonesia segenap masyarakatnya masih belum
mempunyai akses mengenyam dunia pendidikan formal selayaknya serta kurangnya
kesadaran bahwa pendidikan non-formal dan informal juga bisa mengurangi rakyat atas
kegagalan generasi emas nantinya.
Data UNICEF tahun 2016 ebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati
pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak
usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Begitu pun data statistik yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik, bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten menunjukkan terdapat
kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling rentan yang sebagian besar berasal
dari keluarga miskin sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Jika ditinjau dari perkembangan pendidikan formal hingga sekarang ini sudah
barangkali ada beberapa orang atau malah teman kita sendiri yang berhenti sekolah akibat
kurang biaya ekonomi. Mereka yang putus sekolah ini pun lama-kelamaan jika dibiarkan
maka akan susah untuk diajak menimba ilmu lagi sebab merasa senang membiayai hidup
sendiri. Mengapa demikian ? Jawaban pastinya tentu ada pada mereka yang telah melakukan
hal itu. Akan tetapi jika dilihat lagi dan dimaknai perbuatan mereka itu,maka kita akan
berkesimpulan bahwa dalam tindakan mereka terdapat “rasa cinta”. Dalam hal ini berarti,
mereka sudah menikmati keasyikkan hidup tanpa menimba ilmu lagi sebab mereka merasa
terpaksa menimba ilmu dan pola pemikiran seperti ini harus dijauhkan serta dimimalisir dari
sekarang. Apalagi sudah sampai senang di jalanan untuk mencari biaya hidup sendiri. Dan ini
berarti faktor ekonomi bisa juga menjadi penyebab dari putusnya anak sekolah untuk
melanjutkan pendidikan formal mereka.Seperti kata Sekjen Asosiasi Sekolah Rumah dan
Pendidikan Alternatif (Asahpena) Budi Trikorayanto bahwa “Namun masalah ekonomi yang
seperti apa? Satu contoh anak jalanan, atau pemulung didorong untuk sekolah itu susah.
Karena mereka (anak jalanan, red) sudah bisa mencari uang, dan merasakan kemerdekaan di
dunia jalanan dan itu lebih menarik bagi mereka ketimbang duduk di sekolah, berseragam,
dan menerima pelajaran dari sekolah. Dan itu terlalu jauh dari apa yang mereka rasakan
sehari-hari,” urai Budi dalam Panggung Civil Society Radio Idola, Jumat (9/9).
Dalam hal membangun generasi emas bangsa, maka sudah sepantasnya jika
pendidikan nonformal atau kata lainnya komunitas maupun organisasi yang yang ada saat ini
harus diberdayakan sehingga tercapainya tujuan sekaligus harapan bersama bangsa kitadi
Indonesia ini. Dalam hal ini pendidikan non-formal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) bahwa “bersifat di luar kegiatan resmi sekolah pendidikan” sedangkan menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) adalah “Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Meliputi
pendidikan kecakapan hidup (kursus), pendidikan anak usia dini (PAUD) atau pra-sekolah,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan (paket A, paket B, dan
paket C) serta pendidikan lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik. Jika ditinjau dari perspektif terminologinya, jelaslah bahwa pendidikan nonformal
adalah wadah pendukung untuk menciptakan para pemuda dan pemudi berkarakter emas
nantinya.
Permasalahan untuk membangun generasi yang berkarakter emas tahun 2045 dapat
dilihat dari keadaan saat ini, seperti yang kita ketahui saat Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan
Anies
Baswedandi
dalam
acara
'InternationalExaminationsSeminaronCurriculum, AssessmentandPedogogy' di Jakarta, Sabtu
(12/12/2015). Dimana pada acara itu dijelaskannya problematika terhadap pendidikan di
indonesia mulai dari kesenjangan Infrastruktur antar wilayah seperti transportasi, tidak semua
pulau di Indonesia memiliki toko buku seperti pulau bacan di Kepulauan Maluku tepatnya di
sebelah barat daya pulau Halmahera, Jumlah siswa Indonesia 10 kali lipat jumlah penduduk
Singapura, dan jumlah siswa Indonesia dua kali penduduk Malaysia. Hal itu dapat berakibat
pada generasi yang dinantikan pada tahun 2045 kelak.
Disisi lain untuk menggelorakan para penerus yang diharapkan bangsa dan negara
nantinya. Untuk itu pendidikan informal pun tidak kalah pentingnya dengan pendidikan
formal maupun nonformal sehingga menjadikan para pemuda atau pemudi memiliki ciri khas
sebagai orang yang bukan hanya berpendidikan namun berkemanusiaan. Pendidikan informal
yang dimaksud berasal dari lingkungan keluarga atau menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) pendidikan informal ialah tidak resmi (pemimpin). Mengapa demikian?
Karena sebelum kita bermasyarakat atau berkomunikasi dengan orang lain, pastinya
keluargalah sumber ilmu pendidikan pertama sekaligus tempat berkomunikasi saat kecil.
Sebab merekalah yang kita lihat pertama mulai dari lahir sampai dan berkomunikasi yang
sebelumnya menggunakan isyarat tubuh kemudian menggunakan komunikasi yang pada
umumnya kita ketahui. Masalahnya sekarang adalah para penerus bangsa moralnya lagi
diserang sehabis-habisnya. Berkaitan dengan hal itu, sebabnya adalah dimulai dari pihakpihak yang bertanggung jawab terhadap tempat pendidikan mereka menimba ilmu yaitu para
guru atau senior kelas serta agar terjauh dari kriminalitas,pemerintah harus memastikan
muatan kekerasan dan konten pornografi tidak ditayangkan di media, dan ketiga
menggalakkan upaya pencegahan kekerasan dan kriminalitas anak. Seperti berita yang kita
ketahui yaitu Sebagian besar kasus kejahatan oleh anak, terutama pembunuhan, memang
berakar dari masalah sepele dan korbannya kebanyakan adalah teman akrab dan teman main
pelaku. Misalnya kasus yang terjadi pada 5 Oktober 2014 lalu di depan Pasar Modern,
Perumahan Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur. Tiga pelajar, Rio Santoso (15),
Ikhwan (16), dan M Febriyansah (14) membunuh temannya Chaerul (16) pelajar SMK
Mercusuar dengan cara menggorok lehernya. Alasannya, ketiganya sakit hati karena korban
memaki mereka.
Kemudian, apakah factor sistem pendidikan bisa menjadi penyebab putusnya anak sekolah,
untuk melanjutkan pendidikan mereka ? Kita tentu mengetahui bahwa dalam suatu instansi
pendidikan ada orang cerdas-bodoh atau rajin-malas. Semua pasti tau, dalam kondisi belajar
sebelum ulangan harian diadakan murid-murid mungkin masih jujur untuk mendapatkan
nilai, sekaligus mengimplementasikan ilmu kependidikan yang dipelajari dari sistem
pendidikan yang telah ditetapkan kebijakannya. Akan tetapi, bersamaan dengan kegiatan
belajar-mengajar yang kemudian mereka mendapatkan tugas atau pekerjaan rumah (PR),
sebagian dari mereka mungkin mengerjakan tugas itu dirumah sesuai istilahnya PR. Artinya
bahwa mereka sadar akan tanggungjawab sebagai seorang pelajar saat itu. Sedangkan bagi
mereka yang mengerjakan tugas PR disekolah, apalagi disaat berlangsungnya pelajaran yang
meminta tanggungjawab mereka akan tugas itu atau gurunya membiarkan hal itu terus
berlangsung serta jika gurunya tidak berniat untuk menghentikan akibatnya akan berdampak
pada moral generasi saat ini maupun yang selanjutnya.
Tidak sedikit para siswa yang mencoba belajar jujur untuk mendapatkan hasilnya
dengan harapan ingin dinilai seadanya dari guru mereka, malah yang terjadi tidak diapresiasi
sedikit para guru, bahkan mereka yang belajar dengan kebohongan (mencontek), yang
kemudian mendapat hasil yang tinggi dengan cara tidak jujur malah diapresiasi para guru
yang kemudian dianggap pintar serta disayang mereka. Jika hal itu dibiarkan pemerintah atau
yang mempunyai kuasa atas keterkaitan itu, maka akibatnya tidak dapat dipungkiri jika
generasi ini akan dapat menuju ke tujuan yang gemilang.
Bukankah tugas guru adalah untuk menjadi pembangun karakter dari para penerus
pemimpin bangsa ini ? Dan mendidik mereka sehingga tercapainya generasi emas penerus
pemimpin bangsa yang jujur dan terdidik? Maka dari itu, sudah seharusnya semua
masyarakat juga ikut melaksanakan tujuan itu apalagi dalam suatu instansi pendidikan
terdapat orang-orang yang mempunyai tanggungjawab yang lebih besar lagi karena harus
mendidik para generasi emas penerus pemimpin bangsa kelak. Lebih dari itu, peran
masyarakat sebagai elemen-elemen pendukung terciptanya pendidikan yang sesuai tujuan
pembukaan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 haruslah dimaknai dan
disadari dengan sebenarnya.Dalam hubungan dengan itu bahwa penyebab putus sekolah bisa
dikatakan berasal dari sistem pendidikan suatu instansi dan tidak menutup kemungkinan juga
berasal daripada penggerak sistem pendidikan itu sendiri. Mereka itu yang secara struktural
terdapat dalam suatu instansi pendidikan.
Dalam mengarungi lautan yang luas pastilah ada instrument (solusi-saran) pendukung
untuk mencapai tujuan dengan berbagai solusi-solusi maupun saran-saran. Maka dari itu ada
beberapa hal yang dapat dijadikan perhatian khusus bagi kita yang ingin berjuang bersama
agar supaya terciptanya pembangunan gelora generasi emas tahun 2045 yaitu :
1) Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Dalam artian, bahwa antara
pendidikan secara formal maupun non-formal keduanya sama-sama belajar namun
cara belajarnya yang membedakan karena ada kebijakan yang mengaturnya dan
aturan yang digunakan tentu berbeda. Selain itu, persoalan kecerdasan-kebodohan
atau kerajinan-kemalasan yang terjadi baik formal maupun nonformal semua itu
ditentukan dari individu masing-masing dan tidak ada kaitannya dengan formal atau
informalnya.
2) Meningkatkan kesadaran akan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam hal ini, untuk
membentuk pribadi yang jujur dan jauh dari istilahnya kebohongan maka cara salah
satunya dalam suatu instansi pendidikan dalam seminggu atau sebulan sekali diadakan
lomba menulis yang bertujuan untuk menjauhkan pribadi dari kebohongan itu atau
diskusi kelompok mengenai masalah-masalah yang dihadapi para pelajar saat itu
maupun masalah disekitar lingkungan mereka.
3) Memberdayakandan menyadarkan Pendidikan nonformal. Dalam hubungannya
dengan orang yang kurang biaya akibat tingginya kebutuhan hidup. Maka cara terbaik
untuk meminimalisir angka putus sekolah dengan memberdayakan suatu wadah
berupa komunitas pelajar yang didalamnya mempunyai tujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dan juga menyadarkan mereka bahwa saat ini dengan begitu
banyaknya komunitas atau organisasi nonformal yang bisa bergabung tanpa biaya
yang tinggi bahkan tidak bayar sekalipun ada.
4) Meningkatkan moral dan menyadarkan pendidikan informal. Dalam keterkaitan
dengan generasi berkarakter emas dan berpendidikan, maka dari itu keluarga berperan
untuk membentuk nilai-nilai yang berkepribadian baik bagi para penerus bangsa ini,
caranya
adalah
dengan
memberi
kepercayaan
sederhana
tapi
secara
berkesinambungan yaitu diberikannya uang agar untuk ditabung. Dan untuk
menyadarkan mereka bahwa pendidikan informal itu sebagai pendukung terciptanya
generasi emas yaitu dengan cara
Daftar Pustaka
https://www.radioidola.com/angka-putus-sekolah-73-persen-pendidikan-perlu-berbenah/
https://kbbi.web.id/ideologi
https://kbbi.web.id/nonformal
https://www.kompasiana.com/kekitaan/9-kesalahan-sistem-pendidikan-di-indonesia-yang
wajib-kita-alami_5749042f129773b1043fc7ae
http://www3.kompasiana.com/kekitaan/9-kesalahan-sistem-pendidikan-di-indonesia-yangwajib-kita-alami_5749042f129773b1043fc7ae
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/28
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170417145047-445-208082/tingginya-angkaputus-sekolah-di-indonesia/
PENDIDIKAN
DI
INDONESIA
DALAM
MEMBANGUN GENERASI EMAS 2045”
PENDIDIKAN
EXEL ONGGI
17.3.3.002
SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO
2017
GELORA
Pembukaan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 merupakan
acuan cita-cita yang besar sehingga tercipta Ideologi bangsa ini. Dalam hal Ideologi atau asas
dasar yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup (KBBI). Di Indonesia
sendiri pada Alinea ke empat pembukaan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia
tahun 1945 terdapat tujuan untuk “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Namun, sudah
setengah abad lebih Kemerdekaan Republik Indonesia segenap masyarakatnya masih belum
mempunyai akses mengenyam dunia pendidikan formal selayaknya serta kurangnya
kesadaran bahwa pendidikan non-formal dan informal juga bisa mengurangi rakyat atas
kegagalan generasi emas nantinya.
Data UNICEF tahun 2016 ebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati
pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak
usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Begitu pun data statistik yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik, bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten menunjukkan terdapat
kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling rentan yang sebagian besar berasal
dari keluarga miskin sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Jika ditinjau dari perkembangan pendidikan formal hingga sekarang ini sudah
barangkali ada beberapa orang atau malah teman kita sendiri yang berhenti sekolah akibat
kurang biaya ekonomi. Mereka yang putus sekolah ini pun lama-kelamaan jika dibiarkan
maka akan susah untuk diajak menimba ilmu lagi sebab merasa senang membiayai hidup
sendiri. Mengapa demikian ? Jawaban pastinya tentu ada pada mereka yang telah melakukan
hal itu. Akan tetapi jika dilihat lagi dan dimaknai perbuatan mereka itu,maka kita akan
berkesimpulan bahwa dalam tindakan mereka terdapat “rasa cinta”. Dalam hal ini berarti,
mereka sudah menikmati keasyikkan hidup tanpa menimba ilmu lagi sebab mereka merasa
terpaksa menimba ilmu dan pola pemikiran seperti ini harus dijauhkan serta dimimalisir dari
sekarang. Apalagi sudah sampai senang di jalanan untuk mencari biaya hidup sendiri. Dan ini
berarti faktor ekonomi bisa juga menjadi penyebab dari putusnya anak sekolah untuk
melanjutkan pendidikan formal mereka.Seperti kata Sekjen Asosiasi Sekolah Rumah dan
Pendidikan Alternatif (Asahpena) Budi Trikorayanto bahwa “Namun masalah ekonomi yang
seperti apa? Satu contoh anak jalanan, atau pemulung didorong untuk sekolah itu susah.
Karena mereka (anak jalanan, red) sudah bisa mencari uang, dan merasakan kemerdekaan di
dunia jalanan dan itu lebih menarik bagi mereka ketimbang duduk di sekolah, berseragam,
dan menerima pelajaran dari sekolah. Dan itu terlalu jauh dari apa yang mereka rasakan
sehari-hari,” urai Budi dalam Panggung Civil Society Radio Idola, Jumat (9/9).
Dalam hal membangun generasi emas bangsa, maka sudah sepantasnya jika
pendidikan nonformal atau kata lainnya komunitas maupun organisasi yang yang ada saat ini
harus diberdayakan sehingga tercapainya tujuan sekaligus harapan bersama bangsa kitadi
Indonesia ini. Dalam hal ini pendidikan non-formal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) bahwa “bersifat di luar kegiatan resmi sekolah pendidikan” sedangkan menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) adalah “Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Meliputi
pendidikan kecakapan hidup (kursus), pendidikan anak usia dini (PAUD) atau pra-sekolah,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan (paket A, paket B, dan
paket C) serta pendidikan lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik. Jika ditinjau dari perspektif terminologinya, jelaslah bahwa pendidikan nonformal
adalah wadah pendukung untuk menciptakan para pemuda dan pemudi berkarakter emas
nantinya.
Permasalahan untuk membangun generasi yang berkarakter emas tahun 2045 dapat
dilihat dari keadaan saat ini, seperti yang kita ketahui saat Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan
Anies
Baswedandi
dalam
acara
'InternationalExaminationsSeminaronCurriculum, AssessmentandPedogogy' di Jakarta, Sabtu
(12/12/2015). Dimana pada acara itu dijelaskannya problematika terhadap pendidikan di
indonesia mulai dari kesenjangan Infrastruktur antar wilayah seperti transportasi, tidak semua
pulau di Indonesia memiliki toko buku seperti pulau bacan di Kepulauan Maluku tepatnya di
sebelah barat daya pulau Halmahera, Jumlah siswa Indonesia 10 kali lipat jumlah penduduk
Singapura, dan jumlah siswa Indonesia dua kali penduduk Malaysia. Hal itu dapat berakibat
pada generasi yang dinantikan pada tahun 2045 kelak.
Disisi lain untuk menggelorakan para penerus yang diharapkan bangsa dan negara
nantinya. Untuk itu pendidikan informal pun tidak kalah pentingnya dengan pendidikan
formal maupun nonformal sehingga menjadikan para pemuda atau pemudi memiliki ciri khas
sebagai orang yang bukan hanya berpendidikan namun berkemanusiaan. Pendidikan informal
yang dimaksud berasal dari lingkungan keluarga atau menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) pendidikan informal ialah tidak resmi (pemimpin). Mengapa demikian?
Karena sebelum kita bermasyarakat atau berkomunikasi dengan orang lain, pastinya
keluargalah sumber ilmu pendidikan pertama sekaligus tempat berkomunikasi saat kecil.
Sebab merekalah yang kita lihat pertama mulai dari lahir sampai dan berkomunikasi yang
sebelumnya menggunakan isyarat tubuh kemudian menggunakan komunikasi yang pada
umumnya kita ketahui. Masalahnya sekarang adalah para penerus bangsa moralnya lagi
diserang sehabis-habisnya. Berkaitan dengan hal itu, sebabnya adalah dimulai dari pihakpihak yang bertanggung jawab terhadap tempat pendidikan mereka menimba ilmu yaitu para
guru atau senior kelas serta agar terjauh dari kriminalitas,pemerintah harus memastikan
muatan kekerasan dan konten pornografi tidak ditayangkan di media, dan ketiga
menggalakkan upaya pencegahan kekerasan dan kriminalitas anak. Seperti berita yang kita
ketahui yaitu Sebagian besar kasus kejahatan oleh anak, terutama pembunuhan, memang
berakar dari masalah sepele dan korbannya kebanyakan adalah teman akrab dan teman main
pelaku. Misalnya kasus yang terjadi pada 5 Oktober 2014 lalu di depan Pasar Modern,
Perumahan Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur. Tiga pelajar, Rio Santoso (15),
Ikhwan (16), dan M Febriyansah (14) membunuh temannya Chaerul (16) pelajar SMK
Mercusuar dengan cara menggorok lehernya. Alasannya, ketiganya sakit hati karena korban
memaki mereka.
Kemudian, apakah factor sistem pendidikan bisa menjadi penyebab putusnya anak sekolah,
untuk melanjutkan pendidikan mereka ? Kita tentu mengetahui bahwa dalam suatu instansi
pendidikan ada orang cerdas-bodoh atau rajin-malas. Semua pasti tau, dalam kondisi belajar
sebelum ulangan harian diadakan murid-murid mungkin masih jujur untuk mendapatkan
nilai, sekaligus mengimplementasikan ilmu kependidikan yang dipelajari dari sistem
pendidikan yang telah ditetapkan kebijakannya. Akan tetapi, bersamaan dengan kegiatan
belajar-mengajar yang kemudian mereka mendapatkan tugas atau pekerjaan rumah (PR),
sebagian dari mereka mungkin mengerjakan tugas itu dirumah sesuai istilahnya PR. Artinya
bahwa mereka sadar akan tanggungjawab sebagai seorang pelajar saat itu. Sedangkan bagi
mereka yang mengerjakan tugas PR disekolah, apalagi disaat berlangsungnya pelajaran yang
meminta tanggungjawab mereka akan tugas itu atau gurunya membiarkan hal itu terus
berlangsung serta jika gurunya tidak berniat untuk menghentikan akibatnya akan berdampak
pada moral generasi saat ini maupun yang selanjutnya.
Tidak sedikit para siswa yang mencoba belajar jujur untuk mendapatkan hasilnya
dengan harapan ingin dinilai seadanya dari guru mereka, malah yang terjadi tidak diapresiasi
sedikit para guru, bahkan mereka yang belajar dengan kebohongan (mencontek), yang
kemudian mendapat hasil yang tinggi dengan cara tidak jujur malah diapresiasi para guru
yang kemudian dianggap pintar serta disayang mereka. Jika hal itu dibiarkan pemerintah atau
yang mempunyai kuasa atas keterkaitan itu, maka akibatnya tidak dapat dipungkiri jika
generasi ini akan dapat menuju ke tujuan yang gemilang.
Bukankah tugas guru adalah untuk menjadi pembangun karakter dari para penerus
pemimpin bangsa ini ? Dan mendidik mereka sehingga tercapainya generasi emas penerus
pemimpin bangsa yang jujur dan terdidik? Maka dari itu, sudah seharusnya semua
masyarakat juga ikut melaksanakan tujuan itu apalagi dalam suatu instansi pendidikan
terdapat orang-orang yang mempunyai tanggungjawab yang lebih besar lagi karena harus
mendidik para generasi emas penerus pemimpin bangsa kelak. Lebih dari itu, peran
masyarakat sebagai elemen-elemen pendukung terciptanya pendidikan yang sesuai tujuan
pembukaan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia 1945 haruslah dimaknai dan
disadari dengan sebenarnya.Dalam hubungan dengan itu bahwa penyebab putus sekolah bisa
dikatakan berasal dari sistem pendidikan suatu instansi dan tidak menutup kemungkinan juga
berasal daripada penggerak sistem pendidikan itu sendiri. Mereka itu yang secara struktural
terdapat dalam suatu instansi pendidikan.
Dalam mengarungi lautan yang luas pastilah ada instrument (solusi-saran) pendukung
untuk mencapai tujuan dengan berbagai solusi-solusi maupun saran-saran. Maka dari itu ada
beberapa hal yang dapat dijadikan perhatian khusus bagi kita yang ingin berjuang bersama
agar supaya terciptanya pembangunan gelora generasi emas tahun 2045 yaitu :
1) Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Dalam artian, bahwa antara
pendidikan secara formal maupun non-formal keduanya sama-sama belajar namun
cara belajarnya yang membedakan karena ada kebijakan yang mengaturnya dan
aturan yang digunakan tentu berbeda. Selain itu, persoalan kecerdasan-kebodohan
atau kerajinan-kemalasan yang terjadi baik formal maupun nonformal semua itu
ditentukan dari individu masing-masing dan tidak ada kaitannya dengan formal atau
informalnya.
2) Meningkatkan kesadaran akan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam hal ini, untuk
membentuk pribadi yang jujur dan jauh dari istilahnya kebohongan maka cara salah
satunya dalam suatu instansi pendidikan dalam seminggu atau sebulan sekali diadakan
lomba menulis yang bertujuan untuk menjauhkan pribadi dari kebohongan itu atau
diskusi kelompok mengenai masalah-masalah yang dihadapi para pelajar saat itu
maupun masalah disekitar lingkungan mereka.
3) Memberdayakandan menyadarkan Pendidikan nonformal. Dalam hubungannya
dengan orang yang kurang biaya akibat tingginya kebutuhan hidup. Maka cara terbaik
untuk meminimalisir angka putus sekolah dengan memberdayakan suatu wadah
berupa komunitas pelajar yang didalamnya mempunyai tujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dan juga menyadarkan mereka bahwa saat ini dengan begitu
banyaknya komunitas atau organisasi nonformal yang bisa bergabung tanpa biaya
yang tinggi bahkan tidak bayar sekalipun ada.
4) Meningkatkan moral dan menyadarkan pendidikan informal. Dalam keterkaitan
dengan generasi berkarakter emas dan berpendidikan, maka dari itu keluarga berperan
untuk membentuk nilai-nilai yang berkepribadian baik bagi para penerus bangsa ini,
caranya
adalah
dengan
memberi
kepercayaan
sederhana
tapi
secara
berkesinambungan yaitu diberikannya uang agar untuk ditabung. Dan untuk
menyadarkan mereka bahwa pendidikan informal itu sebagai pendukung terciptanya
generasi emas yaitu dengan cara
Daftar Pustaka
https://www.radioidola.com/angka-putus-sekolah-73-persen-pendidikan-perlu-berbenah/
https://kbbi.web.id/ideologi
https://kbbi.web.id/nonformal
https://www.kompasiana.com/kekitaan/9-kesalahan-sistem-pendidikan-di-indonesia-yang
wajib-kita-alami_5749042f129773b1043fc7ae
http://www3.kompasiana.com/kekitaan/9-kesalahan-sistem-pendidikan-di-indonesia-yangwajib-kita-alami_5749042f129773b1043fc7ae
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/28
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170417145047-445-208082/tingginya-angkaputus-sekolah-di-indonesia/