MAKALAH LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PENGEMB

LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH PENGANTAR KURIKULUM
Dosen: DR. KHAERUDIN, M.PD.

Disusun Oleh
1.
2.
3.
4.
5.

Zara Larasati
Sania Rizka Fanida
Aelina Firtiani
Nafrah Zainab
Fauziyyah Rizky A.

JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur bagi Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat da hidayahNya lah kami telah meyelesaikan malakah landasan psikologi dalam pengembangan
kurikulum ini. Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan informasi agar
dapat mengenal bagaimana peran psikologi dalam mengembangkan sebuah kurikulum.
Sebagaimana yang kita ketahui kurikulum merupakan rancangan pendidikan
yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendididikan. Oleh karena itu,
mengembangkan sebuah kurikulum bukanlah suatu hal yang mudah dan sederhana.
Karena banyak sekali pertanyaan yang muncul. Seperti mengapa kurikulum
mengandung aksen-aksen landasan psikologi dalam pengembangannya? Dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Kami berharap dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat lebih mengenal
dan mengetahui tentang landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum ini.
Sehingga dapat meningkatkan kreativtas mahasiswa dan keterlibatan aktif mereka
dalam kegiatan belajar dalam mata kuliah pengantar kurikulum dan dapat menjadi calon
pengembang kurikulum yang lebih baik dan lebih inovatif di masa depan.
Ucapan terima kasih kami yang setinggi-tingginya kepada dosen kami DR.


KHAERUDIN, M.PD., karena beliau telah memberikan kami amanah untuk lebih
mempelajari dan membuat makalah landasan psikologi dalam pengembangan
kurikulum ini yang jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masih perlu
menyempurnaan lebih lanjut.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan dapat
memberikan perubahan yang lebih baik bagi system pendidikan di Indonesia.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

1

DAFTAR ISI

Kata pengantar ……………………………………………………………………………… 1
Daftar isi…………………………………………………………………………………… … 2
Bab 1 pendahuluan
Latar belakang………………………………………………………………………………. .3
Rumusan masalah……………………………………………………………………………3
Bab 2 pembahasan
Pembahasan………………………………………………………………………………… .4

Bab 3 kesimpulan
Kesimpulan…………………………………………………………………………………....9
Daftar pustaka………………………………………………………………………………...10

2

BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum, banyak factor yang perlu
diperhatikan, seperti landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan
kurikulum tersebut diantaranya, landasan fisiologis, landasan psikologis, landasan
sosial dan budaya. maupun landasan filosofis pengembangan kurikulum. Dari sekian
landasan tadi, kami ingin mencoba mengembangkan, menjelaskan dan memaparkan
landasan psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
mempunyai kedudukan cukup penting dalam dengan proses perubahan perilaku
peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang
berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik (peserta didik) ke arah
yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum
perlu memperhatikan asumsi–asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.

Landasan psikologis pengembangan kurikulum menuntut kurikulum untuk
memperhatikan dan mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan
kurikulum sehingga nantinya pada saat pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi
tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal. Sehingga unsur psikologis dalam
pengembangan kurikulum mutlak perlu diperhatikan.

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam pemaparan makalah ini, beberapa permasalahan yang melatarbelakangi
penyusunan makalah ini, antara lain seperti:
1. Bagaimana unsur psikologis mempengaruhi proses pengembangan kurikulum?
2. Mengapa aspek psikologis perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum?
3. Cabang psikologis apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum?
4. Apa saja implikasi landasan psikologis pada proses pengembangan maupun
pelaksanaan kurikulum
3

BAB 2 PEMBAHASAN

LANDASAN PSIKOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM

Psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan lingkungan, pengertian lainnya menyebutkan bahwa psikologi
merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun
abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan
kegiatan jiwa.
Peserta didik merupakan individu (seseorang) yang sedang berada dalam
proses perkembangan (fisik, intelektual, social emosional, moral, dan lain-lainnya).
Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan
perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum
ini diharapkan dapat diupayakannya pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan
hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus
diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar
serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam
proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
yang berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji
tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek
perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang

berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. dan psikologi
belajar mengkaji mengenai hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Karakteristik perilaku tiap individu (peserta didik) pada tiap tingkat
perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi
perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum yang selalu
berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka
4

landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan
kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh
melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang
lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran demi mendapatkan hasil yang
optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang
mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan sangat diperlukan terutama dalam hal penentuan isi
kurikulum yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan

materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan
tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan
sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan
bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik
harus mempelajarinya,yang berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.

1. Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda
satu sama lainnya, seperti dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal
ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang.
Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan
perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi
tersendiri yang memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal
tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
1. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat,
dan kebutuhannya,
2. Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang
harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan

sesuai minat dan bakat anak,
3. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
4. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan
ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan
bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap
proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan seperti sebagai berikut:
5

1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada
perubahan tingkah laku anak didik,
2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan,
minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
3. Strategi pembelajaran
perkembangan anak,

yang

digunakan


harus

sesuai

dengan

tahap

4. Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan
5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara
terus – menerus.

2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar dan kurikulum merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji
bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang
terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berasal
dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada orang supaya
diketahui/diturut. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman

dapat digolongkan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara
insting/terjadi karena secara kebetulan bukan termasuk belajar.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan
menjadi 3 kelas, antara lain:
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu
(faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya
mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya
memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut dapat dilatih agar
dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran
berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang
telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak
dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini
melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui
hafalan dan latihan-latihan.
b. Behaviorisme

6

Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori

koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning
(reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak
membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan
(keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa
perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan
hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau
aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon –
stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon
seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan
tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut
hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan respon akan terbentuk
bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum latihan/pengulangan
(exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau
diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus
dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian,
keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk
yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan,
hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut
tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga
terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai
pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan
koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar
berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi
memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan
cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya
diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik
dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain:


Belajar berdasarkan keseluruhan

Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu.
Pelajaran yang yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah
atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah
bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.


Belajar adalah pembentukan kepribadian
7

Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi
manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan
dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program
pembelajaran yang terpadu.


Belajar berkat pemahaman

Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna
penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya.
Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu
kesimpulan merupakan wujud pemahaman.


Belajar berdasarkan pengalaman

Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam
proses pembelajaran peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran
yang dapat melalui diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey
lapangan, dan lain-lainnya.


Belajar adalah proses berkelanjutan

Belajar adalah proses sepanjang masa (long life learning) . Manusia tidak pernah
berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam
pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku
pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran
yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar
tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian,
dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.

8

BAB 3 PENUTUP
KESIMPULAN
Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak
mengalami perubahan. Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan
kurikulum di suatu negara seperti Indonesia. Diantara landasan pengembangan
kurikulum yang perlu dipertimbangkan yaitu landasan psikologi dalam pengembangan
kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan,dan
pada proses pelaksanaan kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan.
Psikologi yang dimaksud di sini, terdapat dua aspek psikologi yaitu: psikologi
perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam
proses pelaksanaan kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan kurikulum perlu memandang dan memperhatikan faktor psikologi
perkembangan dari tiap-tiap peserta didik.
Psikologi belajar merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji bagaimana
seseorang melakukan kegiatan belajar, cara dia menerima suatu rangsang/informasi
sehingga terjadi suatu proses belajar. Terdapat tiga bagian dari psikologi belajar, antara
lain; teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory), behaviorisme, dan
organismic/cognitive gestalt field.

9

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005
7.36 PM 14 Okt 2015 http://ahmadsudrajat.wordpress.com/2009/08/pengembangan-

kurikulum
7.48 PM 14 Okt 2015 http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/09/landasan-

pengembangan-kurikulum.html
08.00 PM 14 Okt 2015 http://zularman.wordpress.com/2007/08/04/psikologi-belajar

Papalia, Diane E., et. al. Human Development. Mc. Graw Hill Companies. 2008
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis—cet. kedelapanbelas.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007
Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia—Edisi ketiga, cetakan
ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005
Sukarman, Dadang. Pengembangan Kurikulum – electronic book Kurikulum dan
Teknologi Pendidikan – UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
UPI. 2007
Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikum: Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja
Rosdakarya. 1997

10