PERENCANAAN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MAKALAH
PERENCANAAN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

“TEORI-TEORI BELAJAR”
DISAJIKAN PADA PRODI PEND. MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA UNHALU
MARET 2013

OLEH:
1.

JUSMAN

2.

NUNUT ANDRIANI

3.

FITRIYANI HALI


0

TEORI-TEORI BELAJAR

Berbicara mengenai teori belajar dan mengajar matematika berarti berbicara
mengenai ”bagaimana” dan ”kepada siapa” suatu topik matematika diajarkan.
Belajar dan mengajar merupakan dua kata yang berbeda, tetapi dalam
pelaksanaaannya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Jika pada
masa dulu konsep mengajar berarti guru menyampaikan semua pengetahuan
matematika yang diketahuinya kepada siswa, tapi pada masa kini mengajar lebih
diupayakan pada bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan guru sehingga
siswa dapat belajar. Siswa menjadi fokus proses pembelajaran (students centered).
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya
didasarkan pada teori psikologi pembelajaran yang pada saat ini sedang populer
dibicarakan oleh para pakar pendidikan. Secara umum teori psikologi
pembelajaran tersebut dapat dibagi atas dua aliran besar, yaitu aliran psikologi
tingkah laku (Behavioristik) dan aliran psikologi kognitif.
Tokoh teori belajar mengajar yang menganut aliran Behavioristik antara lain
Thorndike (law of effect), Skinner (teori ganjaran atau penguatan), Ausubel (teori
belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai), Gagne

(obyek matematika), Pavlov (teori belajar klasik), Baruda (siswa belajar itu
meniru), dan aliran latihan mental (struktur otak manusia terdiri atas gumpalangumpalan otot yang harus dilatih).
Tokoh teori belajar mengajar yang menganut aliran kogntif antara lain
Bruner (teori belajar konsep dan struktur matematika), John Dewey (teori
Gestalt), Brownell (belajar bermakna dan pengertian), Dienes (matematika adalah
studi tentang struktur), Van Hiele (teori perkembangan mental anak dalam
geometri).
Selain itu, dewasa ini berkembang pula aliran Konstruktivisme yang
dipelopori oleh Piaget (konstruktivisme personal) dan Vygotsky (konstruktivisme
sosial).

1

Berikut dibahas beberapa teori belajar dalam pembelajaran matematika.
1. Teori belajar Bruner
Bruner, yang memiliki nama lengkap Jerome S. Bruner adalah seorang ahli
psikologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran
psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian
pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan
mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau

memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran
teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta
informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang
diberikan kepada dirinya.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses perolehan
informasi baru; (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima; dan (3)
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Perolehan informasi baru dapat
terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai
materi yang diajarkan atau mendengarkan audio visual dan lain-lain. Proses
transformasi

pengetahuan

merupakan

suatu

proses


bagaimana

kita

memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.
Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang
lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep
dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari
serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika
itu. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).
Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing
untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan
pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya.

2

Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak

sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang
dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu
konsep matematika. Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat
langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda
yang diperhatikannya. Peran guru adalah:
1) Perlu memahami struktur pelajaran
2) Pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsepkonsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar
3) Pentingnya nilai berpikir induktif.
Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses
belajar secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dalam 3 model yaitu :
1) Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara
langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek.
2) Model Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran
internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau
grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3) Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi

simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan
teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika. Berdasarkan
hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan pada tahun 1963, Bruner
mengemukakan empat teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran
matematika. Keempat dalil tersebut adalah:
1) Dalil Konstruksi atau Penyusunan (Construction Theorem)
Di dalam teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa
untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan

3

mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah representasi dari konsep atau
prinsip tersebut.
2) Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih
mudah dipahami oleh siswa apabila didalam representase itu digunakan notasi
yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
3) Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contras and Variation Theorem)
Menurut teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep

matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu
dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehingga perbedaan antar konsep
itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.
4) Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)
Di dalam teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip,
dan setiap ketramplan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan lain.
Metode Penemuan
Satu hal yang membuat Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap
proses belajar daripada hasil belajar, menurutnya belajar merupakan faktor yang
menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu
metode penemuan (discovery). Discovery learning dari Bruner merupakan model
pengajaran yang melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang
pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong
untuk belajar sendiri secara mandiri.
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah:
1. Stimulus (pemberian perangsang)
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3. Data collection (pengumpulan data)
4. Data Processing (pengolahan data)

5. Verifikasi
6. Generalisasi

4

2. Teori belajar Gagne
Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun
1916 di North Andover dan meninggal pada tahun 2002. Pada tahun 1937 Gagne
memperoleh gelar A.B. dari Yale dan pada tahun 1940 memperoleh gelar Ph.D.
pada bidang psikologi dari Brown University. Gelar profesor diperolehnya ketika
mengajar di Connecticut College for Women dari 1940–1949. Demikian juga
ketika di Penn State University dari tahun 1945-1946, dan terakhir diperolehnya
dari Florida State University. Antara tahun 1949-1958, Gagne menjadi Direktur
Perceptual and Motor Skills Laboratory US Air Force. Pada waktu inilah dia
mulai mengembangkan teori “Conditions of Learning” yang mengarah pada
hubungan tujuan pembelajaran dan kesesuaiannya dengan desain pengajaran.
Teori ini dipublikasikan pada tahun 1965.
Gagne merupakan seorang tokoh psikologi yang mengembangkan teori
belajar dan pengajaran. Walaupun pada awal karirnya, dia adalah seorang
behaviorist, namun belakangan dia memusatkan perhatian pada pengaruh

pemrosesan informasi terhadap belajar dan memori. Dia juga dikenal sebagai
seorang psikolog eksperimental yang berkonsentrasi pada belajar dan pengajaran.
Kontribusi besar Gagne dalam pengembangan pengajaran adalah tulisantulisannya tentang: Instructional Systems Design, The Condition of Learning
(1965), dan Principles of Instructional Design. Ketiga karyanya tersebut telah
mendominasi bagaimana melaksanakan pengajaran untuk berbagai topik pelajaran
di sekolah. Karyanya tentang The condition of Learning, merupakan tulisan yang
dibuatnya ketika melaksanakan latihan militer di Angkatan Udara Amerika.
Gagne mengidentifikasi lima kategori belajar, yaitu: informasi verbal (verbal
information), keterampilan intelektual (intellectual skills), strategi kognitif
(cognitive strategies), sikap (attitudes), dan keterampilan motorik (motor skills).
Informasi verbal yang dimaksudkan adalah menguraikan materi yang telah
dipelajari sebelumnya seperti fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Keterampilan
intelektual yang dimaksudkan adalah diskriminasi, konsep konkrit, konsep
terdefinisi, aturan-aturan, dan aturan-aturan yang lebih tinggi. Diskriminasi,
misalnya membedakan objek, ciri-ciri, atau simbol. Konsep konkrit, misalnya

5

mengidentifikasi kelas-kelas objek konkrit, ciri-ciri, atau kejadian. Konsep
terdefinisi misalnya mengklasifikasi contoh kejadian baru atau ide dengan definisi

siswa. Aturan-aturan misalnya menerapkan suatu hubungan tunggal untuk
menyelesaikan suatu kelompok masalah. Aturan-aturan tingkat tinggi misalnya
menerapkan kombinasi beberapa aturan untuk menyelesaikan suatu masalah yang
kompleks. Strategi kognitif dimaksudkan adalah memanfaatkan cara sendiri
sebagai pedoman untuk belajar, berpikir, bertindak, dan merasakan. Sikap
digunakan untuk menentukan tindakan pribadi berdasarkan pada pengetahuan
internal yang dipahami dan dirasakan. Keterampilan motorik yaitu melakukan
pekerjaan disertai penggunaan otot.
Sehubungan dengan belajar matematika, Gagne menyatakan bahwa dalam
belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek
langsung dan objek tak langsung. Obyek langsung adalah objek matematika yang
dapat langsung diberikan kepada siswa seperti fakta, keterampilan, konsep dan
aturan. Sedang obyek tak langsung adalah obyek yang terjadi sebagai akibat
pemberian objek langsung seperti terjadinya transfer belajar, kemampuan inquiry
dan problem solving, belajar mandiri (disiplin diri), bersikap positif terhadap
matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Kedua objek matematika ini
dapat diperoleh siswa setiap pelaksanaan pembelajaran guru ataupun ketika siswa
belajar sendiri suatu materi matematika.
Lambang bilangan, sudut, dan berbagai notasi matematika merupakan contoh
fakta, yaitu objek matematika yang tinggal menerimanya. Keterampilan adalah

kemampuan untuk memberikan jawaban secara cepat dan tepat, misalnya
membagi bilangan dengan teknik bagi kurung, menjumlahkan pecahan, melukis
dua ruas garis dan menentukan titik potongnya. Konsep adalah ide abstrak yang
memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan
contoh, misalnya, konsep persegi panjang, bilangan komposit, himpunan, dan
jarak. Objek yang paling abstrak seperti sifat atau teorema disebut aturan.
Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan ke dalam 8 tipe belajar, yaitu
belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan,
pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Kedelapan

6

tipe belajar itu terurut menurut tingkat kesukarannya dari yang mudah ke yang
paling sulit. Jadi belajar dengan pemecahan masalah adalah tipe belajar yang
paling sulit. Belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau
rencana dan terjadi secara spontan adalah belajar isyarat. Misalnya menyenangi
atau menghindari pelajaran akibat perilaku guru. Jika belajar tersebut ada niat dari
dalam hati dan direspons oleh jasmani maka disebut stimulus-respons. Misalnya
ketika guru menulis di papan tulis, siswa mencatat. Rangkaian gerak adalah
perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulusrespons. Rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau
lebih dalam rangka stimulus-respons. Misalnya mengemukakan pendapat,
menjawab pertanyaan guru atau siswa lainnya secara lisan. Belajar membedakan
adalah belajar memisah-misahkan rangkaian yang bervariasi. Pembentukan
konsep disebut juga tipe belajar pengelompokan, yaitu belajar melihat sifat
bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok.
Pada tipe belajar pembentukan aturan, siswa diharapkan mampu memberi respon
terhadap stimulus dengan segala macam perbuatan utamanya kemampuan untuk
menggunakan aturan tersebut. Misalnya pemahaman terhadap rumus kuadratis
digunakan untuk menyelesaikan persamaan kuadrat. Tipe belajar pemecahan
masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi derajatnya dan lebih kompleks
daripada pembentukan aturan.
Sebagai tipe belajar yang paling kompleks, maka ada beberapa langkah yang
harus dilakukan dalam pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah biasanya
ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1) Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas
2) Menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional
3) Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan
baik
4) Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya
5) Memeriksa

kembali

hasil

yang

sudah

diperoleh.

Kelima langkah pemecahan masalah di atas saling terkait satu sama lain.

7

Namun demikian, sebelum suatu masalah disajikan dalam bentuk yang lebih
jelas, harus dipahami lebih dahulu masalah itu. Pemahaman masalah yang baik
akan berdampak pada kemampuan penyajian masalah yang lebih baik sehingga
hasil belajar meningkat. Jadi ada tingkah laku melalui stimulus respons dan
belajar bersyarat untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Gagne
mengemukakan bahwa hasil belajar harus didasarkan pada pengamatan tingkah
laku, melalui stimulus respons, dan belajar bersyarat. Alasannya adalah manusia
itu organisme pasif yang bisa dikontrol melalui imbalan dan hukuman.
Untuk memperoleh hasil pembelajaran yang baik, Gagne mengemukakan
sembilan tahap kegiatan pembelajaran, yaitu: gaining attention, information the
learner of the objective, stimulating recall of prior learning, presenting the
stimulus, providing learner guidance, elliciting performance, giving feedback,
assessing performance, dan enhancing retention and transfer. Kesembilan
kegiatan pembelajaran tersebut telah digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
di Indonesia. Berdasarkan urutannya, guru memulai pengajaran dengan
mengupayakan perhatian siswa, menyampaikan tujuan, mengingatkan materi
sebelumnya,

memberikan

stimulus,

menyediakan

bimbingan

belajar,

berpenampilan baik, memberikan umpan balik, evaluasi, dan meningkatkan
retensi

serta

melancarkan transfer belajar.

Kesembilan

tahap kegiatan

pembelajaran itu dapat diringkas dalam delapan instruksi pengajaran, yaitu:
mengaktifkan motivasi (activating motivation), memberitahu tujuan-tujuan
belajar, mengarahkan perhatian (directing attention), merangsang ingatan
(stimulating recall), menyediakan bimbingan belajar, meningkatkan retensi
(enhancing retention), melancarkan transfer belajar, mengeluarkan penampilan;
memberikan umpan balik.

3. Teori belajar Piaget
Jean

Piaget

adalah

psikolog

pertama

yang

menggunakan

filsafat

konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi
kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik
dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran

8

manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan
persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental). Untuk itu, manusia
harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu
perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut.
Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses
tersebut meliputi:
1) Skema atau skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya
dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori untuk
mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2) Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan
konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3) Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah
tidak cocok lagi.
4) Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya
(skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium
menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget, dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal
(skemata). Setiap skema berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide
dan pengalaman-pengalaman yang baru. Skemata mengatur, mengkoordinasi dan
mengintensifkan prinsip-prinsip dasar. Melalui kontak dengan pengalaman baru,
skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan
akomodasi. Bila pengalaman baru itu masih bersesuaian dengan skema yang
dipunya seseorang, maka skema itu hanya dikembangkan melalui proses asimilasi.
Bila pengalaman baru itu sungguh berbeda dengan skema yang ada sehingga
skema yang lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman yang baru,
skema yang lama diubah sampai ada keseimbangan lagi. Inilah proses akomodasi.
Piaget membedakan 4 taraf perkembangan kognitif seseorang: (1) taraf
sensori-motor, (2) praoperasional, (3) taraf operasional konkret, dan (4) taraf
operasional formal (Piaget dan Inhelder, 1969; Wadsworth, 1989). Taraf sensori-

9

motor berkembang sejak lahir sampai sekitar umur 2 tahun. Selama taraf ini,
seorang anak belum berpikir dan mengembangkan suatu kejadian atau objek
secara konseptual meskipun perkembangan kognitif sudah mulai ada, yaitu
dibentuknya skemata. Pada taraf praoperasional, yang berkembang dari umur 2 –
7 tahun, mulailah berkembang kemampuan berbahasa dan beberapa bentuk
pengungkapan. Penalaran pralogika juga mulai berkembang. Pada umur 7 – 11
tahun, yang disebut taraf operasional konkret, anak memperkembangkan
kemampuan menggunakan pemikiran logis dalam berhadapan dengan persoalanpersoalan yang konkret. Pada taraf operasional formal (11 – 15 tahun), anak sudah
memperkembangkan pemikiran abstrak dan penalaran logis untuk macam-macam
persoalan. Dalam ketiga taraf kognitif diatas skema seseorang berkembang.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan
berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah:
1) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir
anak.
2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.

10

4. Teori belajar Vygotsky
Sebelum membahas lebih jauh tentang Teori Konstruktivisme Vygotsky,
sedikit kami paparkan tentang biografi Vygotsky, Vygostsky adalah seorang
sarjana Hukum, tamat dari Universitas Moskow pada tahun 1917, kemudian
beliau melanjutkan studi dalam bidang filsafat, psikologi, dan sastra pada fakultas
Psikologi Universitas Moskow dan menyelesaikan studinya pada tahun 1925
dengan judul disertasi “The Psychology of Art”. Dengan latar belakang ilmu yang
demikian

banyak

memberikan

inspirasi

pada

pengembangan

teknologi

pembelajaran, bahasa, psikologi pendidikan, dan berbagai teori pembelajaran.
Vygotsky wafat pada tahun 1934.
Vygotsky menekankan

pentingnya

memanfaatkan

lingkungan

dalam

pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan,
termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian
dari lingkungan, pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial,
antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi.
Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan
sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa interaksi
sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor
terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky
berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila
anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan
lingkungan yang mendukung, dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu,
guru atau orang dewasa. Dengan hadirnya teori konstruktivisme Vygotsky ini,
banyak pemerhati pendidikan yang mengembangkan pembelajaran kooperatif,
pembelajaran peer interaction, dan sebagainya.
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh
budaya. Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara
inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intrapsikologi
(intrapsychological)

dalam

benaknya.

Internalisasi

dipandang

sebagai

transformasi dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerak
antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu).

11

Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan
dua ide; Pertama, bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya
dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa. Kedua, Vygotsky
mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda
(sign system) setiap individu selalu berkembang. Sistem tanda adalah simbolsimbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu seseorang berpikir,
berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa, sistem
tulisan, dan sistem perhitungan.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip
yaitu:
1) Pembelajaran sosial (social learning).
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran
kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi
bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap;
2) ZPD (zone of proximal development).
Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada
dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan
masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat
bantuan orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud
agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih
tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak.
3) Masa Magang Kognitif (cognitive apprenticeship).
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh
kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang
dewasa, atau teman yang lebih pandai;
4) Pembelajaran Termediasi (mediated learning).
Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks,
sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam
memecahkan masalah siswa
Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan
eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial

12

pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari
interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga
yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang
belum

dipelajari

namun

tugas-tugas

tersebut

masih

dalam

jangkauan

kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development
mereka.

13

DAFTAR PUSTAKA

Kadir. 2008. Teori Belajar Mengajar Matematika Robert Mills Gagne. [Online],
http://kadirraea.blogspot.com/2008/06/teori-gagne.html.
tersedia:
Didownload 27 Februari 2013
Ojose, Bobby. 2008. Applying Piaget’s Theory of Cognitive Development to
Matthematics
Instruction.
[Online],
tersedia:
http://math.coe.uga.edu/tme/issues/v18n1/v18n1_ojose.html. Didownload
27 Februari 2013
Suparno, Paul. 2006. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta.
Penerbit Kanisius.
Teori

Belajar
menurut
Bruner.
[Online],
tersedia:
http://www.abyfarhan.com/2011/12/teori-belajar-menurut-bruner.html.
didownload 27 Februari 2013

14