ANALISIS PERSPEKTIF ISLAM DALAM LIBERAL

ANALISIS PERSPEKTIF ISLAM DALAM LIBERAL DI INDONESIA
Makalah ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Bahasa
Indonesia

Oleh :

Maudy Rizki Amelia
201510360311043

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Liberalisme adalah sebuah paham yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan
adalah nilai politik yang utama. Sejarah liberalisme, adalah tonggak baru bagi sejarah
kehidupan masyarakat Barat dan karena itu, disebut dengan periode pencerahan. Perjuangan
untuk kebebasan mulai dihidupkan kembali di zaman renaissance di Italia. Paham ini muncul

ketika terjadi konflik antara pendukung-pendukung negara kota yang bebas melawan
pendukung Paus. Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa
Revolusi Prancis berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman Katolik.
Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam kehidupan sosial.
Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang
mempersoalkan kekuasaan gereja di zaman renaissance dan juga dari golongan Whings
semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi
kekuasaan raja. Mereka menentang sistem merkantilisme dan bentuk-bentuk agama kuno dan
berpaderi.
Liberalisme dalam perkembangan dan kelanjutannya, telah masuk dalam ranah tidak
sebatas masalah ekonomi, sosial, budaya dan berbagai bidang yang lain. Bahkan liberalisme
telah mengarah masuk keranah agama Islam. Sehingga dengan kondisi liberalisme masuk
dalam makna keagamaan, telah mengalami sebuah dilema dalam penafsiran. Sebab paham
liberal dalam menafsirkan Islam cenderung mengarah pada daya akal, tanpa melihat sisi teks
maupun konteks secara tepat, padahal ajaran Islam dalam mengajarkan sebuah tafsir harus
melalui berbagai paradigma secara kaffah, bukan hanya sebatas satu sisi belaka.
Gagasan liberalisme nampak terjebak tentang makna sebuah kebebasan semu dalam
memberikan sebuah penafsiran tentang kehidupan. Sehingga antara profan dan sakral tidak
terjadi sebuah sinergi yang saling menguatkan dan mengokohkan. Sedangkan Islam
merupakan sebuah bangunan keseimbangan antara profan dengan sakral dalam mengajarkan

semangat mencari rahmat di jalan Allah dalam pencapaian menuju sebuah kebenaran haqiqi.
Melihat dari argumen tentang liberalisme dalam pandangan Islam, bahwa liberalisme
tidak mengarah pada kemaslahatan antara profan dan sakral, berarti liberalisme sebatas
mengarah pada kehidupan materialisme dalam memberikan makna sebuah kehidupan. Maka
perlu ada sebuah keseimbangan antara profan dan sakral dalam menerjemahkan berbagai
multi real tentang sebuah kehidupan. Dan Allah maha penguasa segala sesuatu, pengatur
segala ciptaan di langit maupun di bumi.

B. Rumusan Masalah
1

Bagaimanakah proses perspektif islam dalam liberal di Indonesia

2

Bagaimanakah hasil perspektif islam dalam liberal di Indonesia

C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan islam dalam liberal
2. Mendeskripsikan liberal di Indonesia

3. Menjelaskan proses terjadinya islam dalam liberal
4. Menjelaskan proses terjadinya liberal di Indonsia

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Islam Liberal
Istilah Islam Liberal disusun dari dua buah kata, yaitu Islam dan liberal. Islam maksudnya
adalah agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad saw. Dan Liberal yang
artinya adalah kebebasan. Kata Liberal adalah satu istilah asing yang diambil dari kata
Liberalism dalam bahasa Inggris dan liberalisme dalam bahasa perancis yang berarti
kebebasan. Kata ini kembali kepada kata Liberty dalam bahasa Inggrisnya dan Liberte dalam
bahasa prancisnya yang bermakna bebas.
Setelah dua kata ini disusun, kata liberal berfungsi sebagai keterangan terhadap Islam,
sehingga bisa secara singkat bisa dikatakan islam yang liberal atau bebas. Gerakan Islam
liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya tujuannya adalah untuk untuk membebaskan
(liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan.
Lebih lanjut Menurut Owen Chadwik Kata “Liberal” secara harfiah artinya bebas (free) dan
terbuka, artinya “bebas dari berbagai batasan” (free from restraint).[2] Seandainya kita
sifatkan dengan kata Islam berarti Islam yang bebas dan terbuka. Kita akui dalam Islam

memang tidak ada paksaan namun bukan berarti bebas secara total. ‘Islam’ itu sendiri
memiliki makna “pasrah”, tunduk kepada Allah dan terikat dengan hukum-hukum yang
dibawa Muhammad SAW. Dalam hal ini, Islam tidak bebas. Tetapi disamping Islam tunduk
kepada Allah SWT, Islam sebenarnya membebaskan manusia dari belenggu peribadatan
kepada manusia atau makhluk lainnya. Jadi, bisa disimpulkan Islam itu “bebas” dan “tidak
bebas”.
Menurut Luthfie juga, istilah “Islam Liberal” mulai dipopulerkan sejak tahun 1950-an. Di
Timur Tengah, akar-akar gerakan liberalisme Islam bisa ditelusuri hingga awal abad ke-19,
ketika apa yang disebut “gerakan kebangkitan” (harakah al-nahdhah) di kawasan itu secara
hampir serentak dimulai.
Sampai sekarang komunitas Islam Liberal makin melebarkan sayapnya hingga ke perguruanperguruan tinggi Islam di Indonesia. Dampak hadirnya Islam Liberal kita bisa lihat lewat
peristiwa-peristiwa menyedihkan seperti penghinaan terhadap Tuhan (Allah), penyalah
gunaan tafsir alqur’an yang mengandalkan akal semata, sampai kesalahan dalam menerapkan
syari’at Islam.
Istilah Islam Liberal ini diperkenalkan oleh seorang intelektual asal India, Asaf 'Ali Asghar
Fyzee, pada tahun 1950-an. Pada salah satu tulisannya dia menuliskan, ”Kita tidak perlu

menghiraukan nomenklatur”. Tetapi jika sebuah nama harus diberikan padanya, marilah kita
sebut itu 'Islam liberal” Kemudian istilah ini dipopulerkan di Indonesia melalui karya Greg
barton, Leonard Binder dan Charles Kurzman. Kemudian wacana ini lebih dipertajam lagi

dengan munculnya jaringan Islam Liberal yang dikomandani oleh Ulil Abshar Abdala.
Dari sekian penulis, Kurzman lah yang paling jelas dalam mendefinisikan Islam liberal.
Kurzman mengidentifikasi liberal Islam dengan empat agenda Dalam pendangannya Islam
liberal ditandai dengan beberapa agenda, yaitu pluralisme, demokratisasi dan sekularisasi,
feminisme dan kesetaraan gender, serta re-interpretasi fiqh (syari’ah) dengan interpretasi
yang liberal.
Dari empat agenda pokok tersebut di atas, kita bisa melihat beberapa program Islam Liberal
dengan beberapa ciri lainnya, antara lain :
a.
Menolak penerapan hukum syari’at dalam kehidupan, tetapi mendorong kehidupan
sekular, yakni pemisahan agama dari kehidupan bernegara.
b.
Memperjuangkan emansipasi wanita, sehingga wanita benar-benar setara dengan lelaki
c.
Menganggap semua agama adalah baik dan benar
d.
Menolak hukum-hukum fiqh yang sudah mapan
e.
Menganggap al-Qur’an sebagai produk budaya, bukan wahyu yang sacral.
B. Definisi liberal

Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik
yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik
yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas,
dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme
akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama
didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Dua Masa Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Ada dua macam
Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul
pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20.
Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang
begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari
Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang
mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values)
tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya,
masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan.
Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan


paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun
begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak,
karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan. Jadi, tetap ada
keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.

C. Terjadinya islam dalam Liberal
Sebelum memulai lebih dalam, kita simak dulu apa definisi dari liberalisme. Menurut
John Locke, secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas,
dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. J.A.C. Coady, yang memandang
liberalisme dari bidang sosial, mendefinisikannya sebagai suatu etika sosial yang membela
kebebasan (liberty) dan persamaan (equality) secara umum. Liberalisme, yang
kemunculannya ditandai dengan revolusi Perancis danpada abad 18. Semangat perlawanan
terhadap penindasan, feodalisme dan perbedaan kelas dalam masyarakat serta mimpi-mimpi
tentang kemerdekaan dan kebebasan tersebut, lalu mengilhami pihak-pihak lain dan terus
membesar hingga menjadi salah satu isme yang memiliki cukup banyak pengikut di berbagai
bidang, hingga saat ini. Di Indonesia sendiri, beberapa pemuda dan cendekiawan Muslim,
mencoba memasukkan nilai-nilai liberalisme ke dalam ajaran agama Islam. Kita
mengenalnya dengan nama Jaringan Islam Liberal atau JIL. Tokoh-tokoh seperti Ulil Abshar
Abdalla, Zuhairi Musrawi, Denny JA dan Abdul Moqsith Ghazali adalah pihak yang
bertanggung jawab atas lahirnya JIL dan penyebaran faham Islam Liberal. Definisi Islam

Liberal, dari namanya saja mungkin sudah jelas, sebuah faham penafsiran tentang ajaran
Islam yang berlandaskan pada nilai-nilai Liberalisme. penafsiran tentang "Islam Baru" yang
modern, bebas, plural dan ilmiah. Saya pribadi berpendapat bahwa kemunculan Islam Liberal
ini, merupakan suatu bentuk counter atau antitesis dari ajaran Islam konservatif seperti faham
Wahabi/Salafi, yang selama ini mencitrakan kekolotan. Kehadiran para Muslim Liberalis ini,
seperti ingin membawa "wajah baru" tentang Islam yang modern dan cerdas. Atau mungkin
bisa kita sebut; tidak ketinggalan zaman. Kehadiran faham Islam Liberal dengan JIL sebagai
pengusung utamanya, tak lepas dari kontroversi. Beberapa pihak yang kontra, menganggap
Islam Liberal adalah aliran sesat karena mengusung nilai-nilai kebebasan dan pluralisme
yang dianggap tidak sesuai dengan Islam. Buah pikiran dari para Muslim Liberal seperti tidak
wajibnya perempuan memakai jilbab, bolehnya menikah beda agama (dalam beberapa
kondisi), semua agama mengajarkan kebenaran dan lain sebagainya, menimbulkan
kemurkaan beberapa pihak. Bahkan Majelis Ulama Indonesia sempat mengeluarkan fatwa
haram bagi JIL. Namun, tak sedikit pula yang mendukung kehadiran Islam Liberal.
Kesejukan, toleransi, modernitas, diskusi dan pengkajian yang ilmiah tentang Islam menjadi
pertimbangan tersendiri bagi mereka yang mendukung. Saya bukan bagian dari keduanya.
Saya melakukan analisis tentang Liberalisme dalam Islam, dengan posisi sebagai "'orang di
luar Islam" dan berusaha seobyektif mungkin. Dari posisi saya, saya membagi Islam masa
kini menjadi tiga jenis; Islam Konservatif, Moderat dan Liberal. Islam konservatif adalah
mereka yang berpendapat bahwa hukum Syari'ah masih ideal jika diterapkan pada zaman ini.

Termasuk diterapkan menjadi dasar hukum suatu negara. Islam Moderat adalah mereka yang

berada di "jalan tengah". Tidak reaktif, cenderung mudah beradaptasi dengan kearifan lokal,
dan perjuangan yang dijalani biasanya di bidang sosial, pendidikan dan politik. Kita bisa
menyebut NU dan Muhammadiyah berada dalam jenis yang ini. Sedangkan Islam Liberal,
adalah mereka yang memimpikan kebebasan berfikir dan berpendapat serta mengusung
"pembaharuan" dalam Islam. Baik dari ranah internal maupun eksternal. Lalu, bagaimanakah
tentang eksistensi Liberalisme itu sendiri dalam tubuh agama Islam? tentu kita tidak bisa
mendapatkan pandangan dan penilaian yang memadai jika kita melihat persoalan ini tidak
secara obyektif. Saya bukan orang JIL, tapi saya bisa jamin jika penilaian terhadap mereka
disertai dengan pengkafiran dan penghakiman secara subyektif, maka penilaian tersebut pasti
bias dan tidak adil. Dalam sepak terjangnya, para Islam Liberalis berkutat pada ide-ide dan
pemikiran-pemikiran baru. Ya...hanya ide-ide dan pemikiran-pemikiran. Mereka tidak pernah
melakukan sabotase, penyerangan secara fisik kepada pihak yang berlawanan dengan mereka
atau bahkan aksi bom. Para tokoh Islam Liberal ini malah mengutamakan diskusi untuk
mempertaruhkan pemikiran mereka. Di Indonesia, kebebasan berkumpul dan berdiskusi
dijamin oleh negara. Negara ini berdasar pada demokrasi, dimana kebebasan berpendapat dan
mengeluarkan pikiran tidak dilarang. Toh, kadang saya berfikir, ini hanya pemikiran. It will
not kill you. Jika memang tidak suka, jangan diikuti. Kalau merasa terganggu, silakan
berdiskusi dengan yang bersangkutan. Karena bagi saya pribadi, pengkafiran (apalagi

penyerangan fisik) karena hal-hal berbau agama adalah hal yang tidak cerdas. Di negara ini,
anda bebas bersuara tentang konsep Khilafah Islamiyah dan orang lainpun sama bebasnya
untuk bersuara tentang perlunya penerapan nilai Liberalisme dalam Islam. Anda, yang tidak
setuju dengan Islam Liberal, punya hak yang sama dengan mereka yang menganutnya. Dan
poin terpenting disini, adalah tentang keniscayaan perkembangan pemikiran, seiring majunya
peradaban manusia. Ingatkah anda pada Ptolemeus yang menelurkan teori "bumi yang
merupakan pusat tata surya", yang pada perkembangannya teori itu disanggah oeh
Corpenicus yang mengatakan bahwa mataharilah yang menjadi pusat dari tata surya dan bumi
hanyalah bagian kecil daripadanya. Atau, bagaimana orang-orang dulu hanya menganggap
guyonan tentang "manusia yang bisa terbang", hingga Wright bersaudara membuat guyonan
itu menjadi nyata dengan menemukan teknologi pesawat terbang. Perkembangan pemikiran
tidak dapat dipungkiri apalagi dicegah. Sejarah telah mencatat bagaimana teori-teori dan
ajaran-ajaran lama diruntuhkan oleh yang baru. Dan agama bukanlah sebuah pengecualian.
Para pemuka agama yang merancang hukum dari merokok, yang dijaman nabi belum ada,
adalah perkembangan pemikiran. Para Ulama yang merancang bagaimana cara sholat ketika
sedang berada di luar angkasa, adalah perkembangan pemikiran. Boleh tidaknya ritual
hajatan, yang dijaman nabi belum ada, merupakan perkembangan pemikiran. Gerakan yang
digagas Martin Luther atas penyelewangan oleh gereja kala itu, yang lalu melahirkan Kristen
Protestan, adalah perkembangan pemikiran. Dan, perlunya nilai Liberalisme diterapkan
dalam Islam, tak bisa dipungkiri, juga merupakan perkembangan pemikiran. Dan lucunya,

kebanyakan pemikiran baru, awalnya dianggap sebagai penghinaan dan penistaan terhadap
pemikiran yang ada terlebih dahulu. Galileo, Corpenicus, Yesus dan bahkan Muhammad
sendiri mengalaminya. Saya tidak bisa bilang Liberalisme dalam Islam adalah hal yang baik
atau buruk. Saya, sekali lagi, tidak berada dalam posisi itu. Tapi yang saya tahu, kemajuan
dan perkembangan pemikiran akan selalu ada seiring perkembangan zaman. Dan pemikiran
adalah sesuatu yang tidak bisa dibunuh. Daripada kelelahan berusaha mematikan suatu

pemikiran, lebih baik anda menghargainya dan mengedepankan diskusi untuk mengatasi
perbedaan yang ditimbulkannya.
D. Terjadinya Liberal di Indonesia

Di Indonesia maupun di dunia, kita mengenal banyak ideologi atau paham. Sebelum
lahirnya Ideologi pancasila, banyak paham yang bekembang di Indonesia. Salah satunya
adalah paham liberalisme.
Liberalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya kebebasan individu, baik
dalam usaha ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, beragama, maupun
sebagai warga negara yang harus tetap dijamin hak-hak politiknya. Paham liberal muncul
akibat kekuasaan raja pada saat itu sangat mutlak (absolut). Jadi bidang politik menghendaki
adanya pembatasan kekuasaan raja. Negara harus didasarkan atas hukum yang dituangkan
dalam undang-undang negara. Rakyat menghendaki untuk memiliki wakil-wakil di
DPR/parlemen. Hal inilah yang menimbulkan paham demokrasi.
Pada masa itu kegiatan ekonomi berkembang adalah merkantilisme, yaitu segala kegiatan
ekonomi dan perdagangan harus dapat memberi keuntungan yang besar kepada negara. Raja,
bangsawan, dan gereja berperan besar dalam kegiatan perdagangan kaum borjuis yang tinggal
di kota-kota memperoleh kedudukan ekonomi dan sosial yang tinggi. Mereka makin gencar
menyebarluaskan paham liberal ke segala lapisan masyarakat agar mendapat dukungan yang
besar dari rakyat untuk mengadakan perubahan besar. Gerakan liberalisme mula-mula
muncul di kota-kota besar di Prancis. Gerakan itu sebagai reaksi terhadap merkantilisme
dengan berbagai pembatasan yang dilakukan oleh para penguasa kerajaan serta banyaknya
campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi.
Gerakan liberalisme di Prancis diprakarsai oleh golongan borjuis dengan mengajak kaum
proletar untuk bersama-sama menentang kekuasaan raja dan gereja yang absolut. Dengan
gerakan tersebut mereka berharap memperoleh kebebasan berusaha, beragama, dan
berpolitik. Gerakan itu diilhami oleh buah karya ahli-ahli pikir, seperti Voltaire, Montesquieu,
dan Rousseau. Gerakan
liberalisme itu akhirnya meningkat menjadi gerakan politik dan meletus dalam bentuk
revolusi. Gerakan itu dikenal sebagai Revolusi Prancis (1789–1815). Melalui kekuasaan
Napoleon, paham liberal itu menyebar ke negara-negara Eropa melalui semboyan liberte,
egalite, dan fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Ketika kekuasaan Napoleon
jatuh (1815), paham liberal sudah tersebar ke seluruh Eropa.
Paham liberal dalam kehidupan masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai bidang
kehidupan. Dalam bidang politik, pemerintahan liberal menghendaki pembatasan kekuasaan
raja. Negara harus berdasarkan atas hukum yang dituangkan ke dalam undang-undang
negara. Dengan demikian, raja tidak dapat berbuat sekehendak hati. Rakyat yang telah
menganut paham liberal menghendaki punya wakil-wakil yang duduk dalam parlemen
(DPR). Hal ini akan melahirkan negara demokrasi.
Dalam bidang ekonomi, golongan liberal menghendaki sistem ekonomi bebas, setiap
individu memiliki kebebasan berusaha, tiap-tiap orang bebas menentukan pekerjaan dan

usahanya. Dengan semboyan ‘laisser faiere, laisser passer’ artinya produksi bebas,
perdagangan bebas, pemerintah hanya bertugas mengawasi dan menjaga keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas perekonomian dalam masyarakat. Akibatnya, timbullah
persaingan hebat antarindividu. Para pengusaha besar makin kuat dan kaya, sedangkan para
pengusaha kecil makin lemah tanpa daya. Kesenjangan ekonomi pun makin dalam dan lebar.
Dalam kondisi puncak akibat liberalisme melahirkan paham sosialis.
Dalam bidang agama, golongan liberal menghendaki kebebasan memilih agama yang
disukai, bebas beribadah menurut agamanya, dan juga bebas untuk tidak menganut agama
apa pun. Urusan agama tidak boleh dicampur dengan urusan pemerintahan. Akibatnya,
lahirlah sekularisme (paham yang berpandangan bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada
ajaran agama) dan atheisme (paham yang tidak mengakui adanya Tuhan).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Munculnya paham liberal bukan hal baru dalam syariah islam, karena dengan sendirinya
sebenarnya syari’ah islam telah mengandung nilai-nilai liberal ketika difahami secara multi
interpretable bukan mono interpretable, kata liberal sendiri dimaknai dengan “kebebasan”
yakni kebebasan dalam bidang politi, agama budaya dll. Akan tetapi kebebasan yang mereka
anut bukanlah kebebasan yang tidak mengandung nilai-nilai yang normative melainkan
kebebasan yang tetap berpijak pada norma-norma yang ada, yaitu mengambil atau
mengkolaborasikan antara teks dengan konteks karena melihat keadaan masa kini, menurut
para tokoh liberal, problem masa kini akan lebih mudah dipahami dengan solusi
pengkolaborasian antara teks dan konteks.
Salah satu karakteristik atau ciri terpenting dari fundamentalisme Islam ialah
pendekatannya yang literal terhadap sumber Islam yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah.
Literalisme kaum fundamentalis tampak pada ketidaksediaan mereka untuk melakukan
penafsiran rasional dan intelektual, karena jika mereka membuat penafsiran, justru akan
menjadi penafsir-penafsir yang sempit dan sangat ideologis.
Orang-orang fundamental mengacu pada teks alquran dan sunnah karena bagi mereka,
adanya alquran dan sunnah adalah sebagai solusi cerdas atas masalah-masalah yang menimpa
dalam berbagai bidang.
Istilah “moderat” (moderate) berasal dari bahasa Latin ‘moderare’ yang artinya
“mengurangkan atau mengkontrol”.

B. Saran
Untuk partai politik Islam, hendaknya tetap menjalankan fungsinya sebagai partai politik
dan memegang teguh akidah dan syariat Islam dengan mengedepankan pemahaman terhadap
politik Islam secara mendalam
Untuk masyarakat, hendaknya berperan aktif dalam mernciptakan suasana politik yang
kondusif dan demokratis

DAFTAR RUJUKAN
http://id.wikipedia.org/wiki/Jaringan_Islam_Liberal
http://liberalisme.blogsome.com/2005/12/04/islam-liberal-anjuran-barat-bhg-1/
http://almanhaj.or.id/content/3129/slash/0/islam-dan-liberalisme/
http://ibnuazmiasy-syafii.blogspot.com/2009/01/politik-menurut-islam.html#sthash.sr1HFa2M.dpuf
http://ms.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam#sthash.sr1HFa2M.dpuf
https://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme