TANTANGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013. doc
TANTANGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
Oleh : Muqorobin, M.Pd
Guru di SMA Avicenna Jagakarsa
Wacana membentuk generasi muda yang melek sains, beradab dan berkarakter di era
globalisasi ini perlu diwadahi dengan pengembangan kerangka pedagogis yang relevan dan
berkesinambungan. Dilandasi keyakinan epistemologis bahwasanya ilmu kependidikan
merupakan fenomena pembentukan manusia seutuhnya, maka diperlukan upaya konstruktif
yang mengarah pada pencapaian tujuan itu. Seiring dengan hal itu pemerintah melalui
kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud) telah melakukan upaya mendasar dan
progresif yakni merubah kurikulum pembelajaran dari kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) menjadi kurikulum 2013.
Substansi dari perubahan kurikulum 2013 yang tidak lain adalah kurikulum berbasis
kompetensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kualitas pendidikan dalam konteks ini meliputi komponen yaitu : 1) masukan (input) yang
terkait dengan materi pembelajaran dan kesiapan siswa. 2) proses (process) yang terkait
dengan pelaksanaan model pembelajaran terintegratif yang berorientasi pada pemahaman
yang mendalam (deep undertanding) pada materi pembelajaran dengan berbasis pada
teknologi komunikasi dan informasi. 3) hasil pembeljaran (output of leraning) yakni tercipta
manusia Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu
mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi.
Implementasi pengembangan kurikulum 2013, selain untuk memberi jawaban
terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada kualitas manusia Indonesia, bertujuan
juga untuk mendorong peserta didik dalam pembelajaran, agar mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan), apa
yang di peroleh atau diketahui setelah peserta didik menerima materi pembelajaran.
Tantangan dan tanggung jawab itu tentunya harus direspon secara komprehensif oleh
seluruh stakeholders sekolah apabila menginginkan tujuan ideal itu menjadi kenyataan.
Dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan ideal dari pelaksanaan kurikulum 2013 ini
setidaknya terdapat beberapa tantangan yang perlu dipersiapkan oleh sekolah, agar dalam
pelaksanaan kurikulum dapat berjalan secara efektif dan optimal. Tantangan itu dapat
bersumber dari internal maupun eksternal guru, bersifat soft support maupun hard support.
Pertama, tantangan penyiapan sumber daya manusia (guru) secara terprogram dan
berkesinambungan. Eksistensi guru dalam pembelajaran merupakan sebagai lokomotif dan
penggerak keberhasilan pembelajaran, oleh sebab itu penguatan keberadaan guru melalui
program pengembangan harus dilakukan secara terus menerus, apalagi jika melihat hasil
program pengembangan melalui sertifikasi guru sampai saat ini belum memiliki dampak
signifika terhadap peningkatan prestasi pendidikan di indonesia. Sebagaimana hasil survai
terbaru yang dilansir dalam Bank Dunia menunjukkan bahwa sertifikasi guru ternyata tidak
mengubah perilaku dan praktik mengajar guru serta belum meningkatkan prestasi guru dan
siswa secara signifikan.
Cakupan pengembangan guru tentunya tidak melulu pada aspek intelektualitas saja
tetapi juga aspek psikologis, kultural, keterampilan dan sikap adaptif terhadap perkembangan
dinamika sosial. Upaya pengembangan guru bisa dilakukan melalui workshop, kegiatan focus
group discusion (FGD) antar guru, seminar-seminar dan pemberdayaan jaringan program
musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Tanpa adanya upaya-upaya pengembangan guru
tersebut maka keniscayaan pencapaian dan optimalisasi peran guru dalam pelaksanaan
kurikulum 2013 akan menui hambatan.
Kedua, tantangan pemberdayaan fasilitas teknologi informasi dan komputer (ICT).
Sebagaiamana tujuan dan orientasi pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang berbasis pada
teknologi, maka pemberdayaan dan revitalisasi teknologi informasi dan komputer (ICT)
disekolah sudah saatnya untuk dilakukan bagi setiap guru mata pelajaran terlebih dalam
struktur kurikulum yang akan diberlakukan dimana mata pelajaran teknologi informasi dan
komputer dihapus. Hal ini mengisyaratkan bahwa kedepan setiap guru dituntut dan
diharuskan untuk menguasai media ICT sebagai basis dalam kegiatan pembelajaran. Dalam
kondisi seperti inilah, maka guru seyogianya sudah mulai mengenal dan memanfaatkan
email, blog, virtual learning, e-learning, dan website sebagai media atau sumber
pembelajaran. Dengan upaya ini pula, pembelajaran dapat dibuat menjadi lebih kontekstual
dan memungkinkan terjadinya pengembangan materi secara lebih mendalam. Melalui
pemberdayaan pembelajaran kontekstual yang berbasis ICT, peserta didik sekaligus dilatih
untuk memanfaatkan teknologi secara positif dan mentradisikan budaya adaptif terhadap
perkembangan teknologi.
Ketiga, tantangan untuk memperkuat jaringan komunikasi antar stakeholders sekolah.
Secanggih dan sehebat apapun kurikulum pembelajaran didesain tetapi tanpa adanya jaringan
komunikasi yang efektif antar stakeholders sekolah maka, pelaksanaan kurikulum akan
menuai hambatan. Urgensi adanya jaringan komunikasi adalah untuk mendukung dan
mensosialisasikan pelaksanaan kurikulum secara terprogram, terukur dan terkontrol
capaiannya. Oleh karena itu, jaringan komunikasi yang sudah terbentuk melalui saluran
komite sekolah, organisasi kesiswaan dan organisai keguruan perlu dioptimalkan fungsinya.
Disisi lain jaringan komunikasi juga dapat dilakukan oleh guru, dengan membangun
networking antar pengguna media pembelajaran berbasis ICT di dunia maya. Dalam situasi
seperti itulah akan terjadi proses take and give antar guru dalam pemberdayaan dan
pengayaan sumber pembelajaran.
Keempat, tantangan untuk menjalankan fungsi evaluasi pembelajaran secara lebih
holistik dan benar. Salah satu aspek penting yang sering diabaikan sekolah dalam pencapaian
tujuan pelaksanaan kurikulum adalah pelaksanaan evaluasi. Saat ini evaluasi pembelajaran
yang dilakukan secara umum masih terbatas pada evaluasi pelaksanaan akhir yakni penilaian
hasil pembelajaran (tes), padahal jika merujuk pada konseptual pendidikan pelaksanaan
evaluasi mestinya mencakup pada aspek input, proses dan hasil pelaksanaan program. Oleh
karena itu, proses evaluasi yang merupakan sebagai sebuah instrumen untuk menilai,
mengukur, memberikan gambaran secara utuh semestinya mencakup seluruh komponen
pendidikan termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum. Sehingga dengan begitu
potret dan masukan utuh untuk perbaikan program pelaksanaan kurikulum akan didapatkan
secara lebih bermakna.
Deskripsi keterkaitan pemenuhan tantangan komponen pendidikan tersebut adalah
untuk menyiapkan dan mengantisipasi kegagalan sekolah dalam pelaksanaan kurikulum baru
nanti. Akhirnya, semoga dengan memberdayakan dan mensinergikan tantangan komponen
pendidikan tersebut sekolah dapat mengimplementasikan kurikulum 2013 dengan baik, serta
kelak dapat terlihat dampaknya bagi kemajuan ilmu pengetahuan, peningkatan kualitas
sumber daya manusia, kualitas moral dan penguatan integrasi sosial. Saat ini kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) sudah mencoba mengarah ke tujuan ideal itu, dengan
adanya perubahan kurikulum 2013 setidaknya dapat memberikan peluang lebih besar dan
menjadi tantangan bersama bagi guru demi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.
Oleh : Muqorobin, M.Pd
Guru di SMA Avicenna Jagakarsa
Wacana membentuk generasi muda yang melek sains, beradab dan berkarakter di era
globalisasi ini perlu diwadahi dengan pengembangan kerangka pedagogis yang relevan dan
berkesinambungan. Dilandasi keyakinan epistemologis bahwasanya ilmu kependidikan
merupakan fenomena pembentukan manusia seutuhnya, maka diperlukan upaya konstruktif
yang mengarah pada pencapaian tujuan itu. Seiring dengan hal itu pemerintah melalui
kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud) telah melakukan upaya mendasar dan
progresif yakni merubah kurikulum pembelajaran dari kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) menjadi kurikulum 2013.
Substansi dari perubahan kurikulum 2013 yang tidak lain adalah kurikulum berbasis
kompetensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kualitas pendidikan dalam konteks ini meliputi komponen yaitu : 1) masukan (input) yang
terkait dengan materi pembelajaran dan kesiapan siswa. 2) proses (process) yang terkait
dengan pelaksanaan model pembelajaran terintegratif yang berorientasi pada pemahaman
yang mendalam (deep undertanding) pada materi pembelajaran dengan berbasis pada
teknologi komunikasi dan informasi. 3) hasil pembeljaran (output of leraning) yakni tercipta
manusia Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu
mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi.
Implementasi pengembangan kurikulum 2013, selain untuk memberi jawaban
terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada kualitas manusia Indonesia, bertujuan
juga untuk mendorong peserta didik dalam pembelajaran, agar mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan), apa
yang di peroleh atau diketahui setelah peserta didik menerima materi pembelajaran.
Tantangan dan tanggung jawab itu tentunya harus direspon secara komprehensif oleh
seluruh stakeholders sekolah apabila menginginkan tujuan ideal itu menjadi kenyataan.
Dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan ideal dari pelaksanaan kurikulum 2013 ini
setidaknya terdapat beberapa tantangan yang perlu dipersiapkan oleh sekolah, agar dalam
pelaksanaan kurikulum dapat berjalan secara efektif dan optimal. Tantangan itu dapat
bersumber dari internal maupun eksternal guru, bersifat soft support maupun hard support.
Pertama, tantangan penyiapan sumber daya manusia (guru) secara terprogram dan
berkesinambungan. Eksistensi guru dalam pembelajaran merupakan sebagai lokomotif dan
penggerak keberhasilan pembelajaran, oleh sebab itu penguatan keberadaan guru melalui
program pengembangan harus dilakukan secara terus menerus, apalagi jika melihat hasil
program pengembangan melalui sertifikasi guru sampai saat ini belum memiliki dampak
signifika terhadap peningkatan prestasi pendidikan di indonesia. Sebagaimana hasil survai
terbaru yang dilansir dalam Bank Dunia menunjukkan bahwa sertifikasi guru ternyata tidak
mengubah perilaku dan praktik mengajar guru serta belum meningkatkan prestasi guru dan
siswa secara signifikan.
Cakupan pengembangan guru tentunya tidak melulu pada aspek intelektualitas saja
tetapi juga aspek psikologis, kultural, keterampilan dan sikap adaptif terhadap perkembangan
dinamika sosial. Upaya pengembangan guru bisa dilakukan melalui workshop, kegiatan focus
group discusion (FGD) antar guru, seminar-seminar dan pemberdayaan jaringan program
musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Tanpa adanya upaya-upaya pengembangan guru
tersebut maka keniscayaan pencapaian dan optimalisasi peran guru dalam pelaksanaan
kurikulum 2013 akan menui hambatan.
Kedua, tantangan pemberdayaan fasilitas teknologi informasi dan komputer (ICT).
Sebagaiamana tujuan dan orientasi pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang berbasis pada
teknologi, maka pemberdayaan dan revitalisasi teknologi informasi dan komputer (ICT)
disekolah sudah saatnya untuk dilakukan bagi setiap guru mata pelajaran terlebih dalam
struktur kurikulum yang akan diberlakukan dimana mata pelajaran teknologi informasi dan
komputer dihapus. Hal ini mengisyaratkan bahwa kedepan setiap guru dituntut dan
diharuskan untuk menguasai media ICT sebagai basis dalam kegiatan pembelajaran. Dalam
kondisi seperti inilah, maka guru seyogianya sudah mulai mengenal dan memanfaatkan
email, blog, virtual learning, e-learning, dan website sebagai media atau sumber
pembelajaran. Dengan upaya ini pula, pembelajaran dapat dibuat menjadi lebih kontekstual
dan memungkinkan terjadinya pengembangan materi secara lebih mendalam. Melalui
pemberdayaan pembelajaran kontekstual yang berbasis ICT, peserta didik sekaligus dilatih
untuk memanfaatkan teknologi secara positif dan mentradisikan budaya adaptif terhadap
perkembangan teknologi.
Ketiga, tantangan untuk memperkuat jaringan komunikasi antar stakeholders sekolah.
Secanggih dan sehebat apapun kurikulum pembelajaran didesain tetapi tanpa adanya jaringan
komunikasi yang efektif antar stakeholders sekolah maka, pelaksanaan kurikulum akan
menuai hambatan. Urgensi adanya jaringan komunikasi adalah untuk mendukung dan
mensosialisasikan pelaksanaan kurikulum secara terprogram, terukur dan terkontrol
capaiannya. Oleh karena itu, jaringan komunikasi yang sudah terbentuk melalui saluran
komite sekolah, organisasi kesiswaan dan organisai keguruan perlu dioptimalkan fungsinya.
Disisi lain jaringan komunikasi juga dapat dilakukan oleh guru, dengan membangun
networking antar pengguna media pembelajaran berbasis ICT di dunia maya. Dalam situasi
seperti itulah akan terjadi proses take and give antar guru dalam pemberdayaan dan
pengayaan sumber pembelajaran.
Keempat, tantangan untuk menjalankan fungsi evaluasi pembelajaran secara lebih
holistik dan benar. Salah satu aspek penting yang sering diabaikan sekolah dalam pencapaian
tujuan pelaksanaan kurikulum adalah pelaksanaan evaluasi. Saat ini evaluasi pembelajaran
yang dilakukan secara umum masih terbatas pada evaluasi pelaksanaan akhir yakni penilaian
hasil pembelajaran (tes), padahal jika merujuk pada konseptual pendidikan pelaksanaan
evaluasi mestinya mencakup pada aspek input, proses dan hasil pelaksanaan program. Oleh
karena itu, proses evaluasi yang merupakan sebagai sebuah instrumen untuk menilai,
mengukur, memberikan gambaran secara utuh semestinya mencakup seluruh komponen
pendidikan termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum. Sehingga dengan begitu
potret dan masukan utuh untuk perbaikan program pelaksanaan kurikulum akan didapatkan
secara lebih bermakna.
Deskripsi keterkaitan pemenuhan tantangan komponen pendidikan tersebut adalah
untuk menyiapkan dan mengantisipasi kegagalan sekolah dalam pelaksanaan kurikulum baru
nanti. Akhirnya, semoga dengan memberdayakan dan mensinergikan tantangan komponen
pendidikan tersebut sekolah dapat mengimplementasikan kurikulum 2013 dengan baik, serta
kelak dapat terlihat dampaknya bagi kemajuan ilmu pengetahuan, peningkatan kualitas
sumber daya manusia, kualitas moral dan penguatan integrasi sosial. Saat ini kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) sudah mencoba mengarah ke tujuan ideal itu, dengan
adanya perubahan kurikulum 2013 setidaknya dapat memberikan peluang lebih besar dan
menjadi tantangan bersama bagi guru demi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.