DINAMIKA JEJARING DAN MANAJEMEN Oleh L

DINAMIKA JEJARING DAN MANAJEMEN
Oleh : L. Schaap dan M.J.W van Twist

1.

PENDAHULUAN
Adanya beberapa teori tentang jejering yang sepakat bahwa jejaring kebijakan

tidak mudah untuk di kelola serta adanya suatu kesepakatan yang merujuk pada poin
tentang mengapa pilihan untuk mengomando dalam jejaring kebijakan sangat
terbatas, membuat beberapa penulis mencoba untuk mencari alternative lain
mengenai jejaring kebijakan. Beberapa penulis telah mencoba untuk menemukan
kunci bagi hubungan yang bersifat relative tertutup dari aktor dalam suatu jejaring,
walaupun fondasi sistematis dari teori interpretasi di atas masih sangat terbatas.
Dalam rangka untuk menjelaskan hubungan yang relative tertutup dari
jejaring kebijakan, beberapa penulis menitikberatkan perhatian kepada keseimbangan
kekuasaan dan sumber daya dalam jejaring (Hanf and Scharpf, 1992), atau kepada
kepentingan pribadi aktor (Sabitier, 1986, Rhodes and Marsh, 1992). Namun,
menurut L. Schaap dan M.J.W van Twist, penjelasan tersebut masih belum
mencukupi karena mereka gagal dalam memberikan focus pada pertanyaan tentang
dimana kepentingan itu dapat muncul, apakah perbedaan persepsi dengan pandangan

tentang keseimbangan kekuasaan dan sumber daya yang tersedia, apa konsekuensi
yang akan ditimbulkan, serta apakah hubungan yang relative tertutup ini dapat
ditaklukan oleh intervensi manajemen. Oleh karena itu, Schaap dan Twist mencoba
untuk membangun sebuah model dalam administrasi public tentang ketertutupan yang
dapat memberikan sebuah instrument untuk menganalisis manajemen jejaring dalam
jejaring kebijakan dan berbagai permasalahan yang timbul kemudian.
Dalam rangka mewujudkan model tersebut, Scaap dan Twist memilih
beberapa pendekatan,. Pertama menentukan berbagai variasi bentuk dari
ketertutupan. Sebagai dasar dari hal tersebut, mereka kemudian mengembangkan
sebuah model analisis dimana berdasarkan dari model analisis tersebut, mereka
mencoba untuk mengklarifikasi berbagai macam bentk dari ketertutupan tersebut.
Tiga hal yang mereka diskusikan dalam model analisis ini adalah mengenai
kekuasaan melakukan veto, kerangka dari referensi, dan budaya jejaring. Kedua,

1

mereka membuat penjelasan yang jelas mengenai budaya jejaring sebagai penyebab
dari keterututpan. Terakhir, dinamika dari hubungan antara komando dan jejaring
akan muncul sebagai sentral dari focus kajian.
2.


BEBERAPA BENTUK DARI KETERTUTUPAN
Pada beberapa literature tentang jejaring, kita dapat menemukan berbagai

pengetahuan tentang ketertutupan dan jejaring kebijakan. Secara keseluruhan,
ketidakcukupan perhatian yang diberikan kepada apakah ini merupakan ketertutupan
dari aktor-aktor yang dipisahkan atau ketertutupan dari jaringan, atau dengan lain
perkataan, ketertutupan dalam jaringan atau akan jaringan. Pada bagian ini akan
disajikan suatu model analisis yang mana akan dideskripsikan secara eksplisit
mengenai perbedaan di dalamnya. Yang pertama, akan dideskripsikan beberapa
bentuk dari ketertutupan berdasarkan pada perbedaaan antara dimensi sosial dan
dimensi kognitif dari interaksi yang terjadi di dalam jejaring.

2.1 Ketertutupan dalam dimensi sosial : Inklusif (Pencantuman) dan Eksklusif
(Pengeluaran)
Ketertutupan dalam dimensi sosial terjadi ketika beberapa aktor dikeluarkan
dari interaksi, misalnya karena aktor lainnya gagal untuk mengapresiasi kontribusi
mereka atau tidak menyadari bahwa kontribusi yang mereka lakukan itu adalah
relevan dengan kegiatan keseharian mereka. Dalam hal ini, jajaran dari jaringan yang
kemungkinan dapat terjadi diantara aktor-aktor dalam jaringan secara sadar dibatasi.

Inilah yang kemudian di sebut dengan social fixation (Van Twist and Termeer, 1991).
Fixasi sosial dapat bersifat formal-informal dan sadar-tidak sadar.
Masuknya aktor dalam sebuah jaringan dapat secara formal terbentuk,
misalnya pengenalan anggota institusi sebagai sebuah kondisi dari partisipasi pada
interaksi.

Ada beberapa contoh dari jejaring yang secara jelas memperlihatkan

ketertutupan dalam dimensi sosial, misalnya komunitas religious atau asosiasi para
professional di bidang tertentu. NAmun, Ketertutupan jejaring dalam dimensi sosial
tidak selalu harus ditegaskan secara formal. Sering kali, kaidah-kaidah informal dari
tata perilaku dibangun di dalam jejaring dimana pada kenyataannya mengatur
2

pencantuman aktor-aktor dalam jejaring dan pengeluaran aktor-akor dari interaksi
dalam jejaring. Pengeluaran aktor dalam jaringan juga dapat di susun baik secara
formal, maupun informal. Namun, pengeluaran ini juga dapat terjadi sebagai hasil
dari strategi sadar dan peraturan yang diaplikasikan secara tidak sadar.
2.2 Ketertutupan dalam dimensi kognitif : Ketidakmampuan atau ketidakmauan
untuk merasa

Dua bentuk dari ketertutupan kognitif, yang juga dapat sebut sebagai fiksasi
kognitif, dapat diidentifikasi sebagai ketertutupan dalam arti ketidakmampuan untuk
merasa dan ketertutupan dalam arti ketidakmauan untuk merasa. Yang terakhir adalah
strategi yang dilasanakan secara sadar, sementara yang sebelumnya bukan.
Pada kasus yang pertama, ketidakmampuan untuk merasa, tidak ada satu pun
aktor dalam suatu jejaring yang memiliki akses langsung kepada kenyataan yang ada
di luar. Pertama-tama, mereka harus merasakan bahwa kenyataan dan mengganggap
makna ke dalam makna itu sendiri sebelum kenyataan ini dapat berperan dalam
keputusan mereka. Untuk tujuan ini, aktor-aktor memiliki kerangka acuan mereka
masing-masing dimana kerangka ini mengorganisasikan persepsi mereka dan dengan
demikian memungkinkan adanya interpretasi dari kompleksitas realita.
Sementara itu, ketertutupan kognitif yang berasal dari ketidakmauan untuk
merasa juga dapat terjadi. Kasus yang kedua ini adalah suatu kejadian ketika aktor
menyatakan sebuah deretan pendekatan menjadi rusak. Frasa seperti “kita tidak
mendiskusikannya saat ini”, atau “ Anda tidak dapat menyadari setiap sudut”, adalah
gejala dari ketertutupan ini’.

2.3 Interferensi dalam Bentuk-bentuk Ketertutupan
Ketertutupan sosial dan kognitif dapat dianalisis tidak hanya sebagai elemen
yang terpisah namun juga dapat berkaitan satu sama lain. Untuk menjelaskan hal

tersebut, penulis menjelaskan suatu metode yang akan yang mengilustrasikan
interefensi antara dua bentuk ketertutupan yang dimaksud.
Dengan mengeluarkan atau melakukan pengecualian terhadap aktor –akor
tertentu (ketertutupan sosial), hal ini menjadi sebuah kemungkinan untuk
mempromosikan pihak yang dikecualikan tadi dari sudut pandang khusus
3

(ketertutupan kognitif). Sebaliknya, membicarakan aspek tertentu (secara sadar atau
tidak sadar) tentang realitas yang mereka rasakan (ketertutupan kognitif) dapat
menghasilkan, di beberapa aktor, tidak menjadi bagian dari interaksi. Demikianlah
dua tipe ketertutupan yang dapat menguatkan satu sama lain.
2.4 Model untuk menentukan (tipe dari) Ketertutupan
Penjelasan berikut ini menyajikan dua perbedaan antara dimensi sosial dan
kognitif dari suatu ketertutupan dan antara pengecualian yang yang terjadi secara
sadar dan tidak sadar. Suatu hal yang menjadi instrument dalam perbedaan tersebut
yang telah dapat diketahui adalah aktor dan jejering. Telah dijelaskan sebelumnya
bahwa beberapa pendapat mengenai ketertutupan sering kali gagal untuk memberikan
penjelasan mengenai terjadinya ketertutupan, apakah ketertutupan terjadi dalam aktor
atau dalam jejaring. Dalam pandangan penulis, berbagai jenis ketertutupan sering
terjadi pada level jaringan secara keseluruhan dengan aktor di dalamnya. Kami

mengartikan aktor disini sebagai individual kelompok atau organisasi yang aktif
dalam sebuah jaringan. Perbedaan antara mereka adalah penganalisian alamiah dan
dapat di anggap secara empiris dalam berbagai macam cara yang kami anggap
organisasi dapat juga di anggap sebagai sebuah jaringan dan kebalikannya sebuah
jaringan dapat juga di anggap sebagi sebuah oraganisasi. Perbedaan hanya di
harapkan sebagai sebuah bantuan untuk menganalisa (pengendalian masalah) yang
dihasilkan dari kesadaran atau tidak kesadaran atas ketertutupan sosial atau
ketertutupan kognitif. Istilah aktor disini di artikan sebagi interaksi lebih jauh pada
bagian meraka yang mana bukan sebagai subjek dari penelitian kami. Istilah
jaringaan mengindikasikan kebalikannya yang artinya secara pasti merupakan
interaksi antara aktor dan pengaruh interaksi pada proses pembuatan kebijakan dan
budaya jaringan yang kami ingin fokuskan. Oleh karena itu, berikut ini kami sajikan
tabel yang akan memperlihatkan bentuk dari ketertutupan dengan menggunakan tiga
perbedaan.
Ketertutupan Sosial

Ketertutupan Kognitif

4


Ketidaksadaran

Kesadaran pelaku

pengeluaran pelaku

Ketidakmampuan
pelaku

Keengganan pelaku

untuk untuk melihat

melihat
Ketidaksadaran

Kesadaran

Ketidakmampuan


pengeluaran jejaring pengeluaran

jejaring

jejaring

Keengganan jejaring

untuk untuk melihat

melihat

Tabel di atas telah memberikan gambaran kepada kita mengenai delapan
bentuk

dari ketertutupan; dua tipe ketertutupan (sadar-tidak sadar) dalam dua

dimensi (sosial-kognitif) dan dalam dua tingkatan (aktor dan jejaring). Pada bagian
selanjutnya, akan dibahas mengenai penyebab berbagai model ketertutupan ini
melalui tiga identifikasi, yaitu:

a. Kekuasaan aktor dalam memberikan veto
b. Kerangka referensi
c. Budaya organisasi
3.

KLARIFIKASI

PERTAMA

:

KEKUASAAN

AKTOR

DALAM

MEMBERIKAN VETO
Klarifikasi utama untuk ketertutupan yaitu hak veto individual. Klarifikasi
untuk ketertutupan yang biasanya menerima perhatian paling banyak dalam literatur

adalah hak veto yang mana aktor di dalam komando jaringan. Hak veto yang berarti
intervensi manajemen obstruktif yang merupakan intervensi manajemen yang tidak
dapat di terima oleh aktor dan tidak dapat di hindari. Klarifikasi ini untuk
ketertutupan dapat di selesaikan pertama kali. Istilah interdependensi sebuah konsep
penting dalam analisa kebijakan jaringan. Istilah ini menunjukan bahwa aktor - aktor
dalam jaringan bergantung pada satu sama lain untuk mendapatkan sumber - sumber
yang mereka butuhkan untuk menyadari tujuan mereka. Seorang aktor yang
membutuhkan sumber dari aktor lainnya untuk mencapai tujuan mereka adalah
berarti aktor tersebut bergantung pada aktor lain (aktor lain yang dapat mengambil
tempat mereka). Interdependensi sehubungan dengan sumber - sumber yang

5

memaksa para aktor untuk berinteraksi untuk mencapai tujuan mereka masing
masing. Tema sentral masalah jejaringan kebijakan dengan demikian menyangkut
struktur saling ketergantungan. Seperti yang telah dikemukakan dalam bab - bab
sebelumnya. Pengendalian dalam jaringan tidak dapat dicapai dengan menetapkan
hirearki pemberdayaan di atas jaringan. Jenis pendekatan hirearkis untuk
pengendalian yang gagal akan memperhitungkan adanya ketergantungan timbal balik.
Dalam manajemen jaringan, itu tidak koordinasi dan integrasi merupakan

istilah kunci tetapi saling ketergantungan dan kekuasaan yang seimbang.
Pengendalian jaringan berarti mempengaruhi kekuasaan yang seimbang. Dengan
demikian, pengeloaan berarti tetap beroperasi secara terus - menerus dalam
ketergantungan dan kemandirian. Para aktor dalam jaringan tidak akan secara
otomatis mengakomodasi tujuan dari satu pelaku, bahkan ketika terkait salah satu
aktor pemerintah. Pengendalian akan berlangsung melalui negosiasi dan pertukaran,
persuasi, pembentukan koalisi dan kerjasama strategis.
Untuk argumen kita tentang ketertutupan perlu membentuk opini bahwa aktor
dalam jaringan selalu relatif mandiri dan dengan demikian sampai batas tertentu dapat
memotong diri mereka sendiri dari intervensi – intervensi akor lain. Saling
ketergantungan menunjukkan bahwa masing-masing pelaku memiliki hak veto.
Hipotesis kami adalah bahwa hak veto ini dapat mengakibatkan sejumlah bentuk
ketertutupan.
1. Pengucilan sosial sadar di tingkat aktor. Aktor dapat menyebarkan hak veto
mereka untuk mengecualikan aktor tertentu. Pada prinsipnya, kami cukup
senang bekerja sama, asalkan mereka tetap keluar dari itu.
2. Aktor sadar kognitif. Aktor – aktor juga dapat menyebarkan hak veto mereka
untuk melarang adanya sudut pandang tertentu. Di dalam prinsipnya kita cukup
bersedia untuk berpartisipasi dalam brainstorming selama intinya tidak
dilebihkan. Tipe dari masalah yang sering disebutkan adalah ketika literatur
jaringan berbicara berlebihan dan dampaknya menjadi rintangan untuk
mengendalikannya. Aktor – aktor menutup diri dalam hal ini untuk melihat

6

sudut pandang lain, untuk mendifinisikan masalah tertentu dan untuk proses
penyelesaian masalah.
3. Sadar sosial dalam level jaringan. Akhirnya, sebuah jaringan secara keseluruhan
juga dapat di tutup dengan hak veto kepada aktor – aktor di luar jaringan, baik
melalui hak veto dari jumlah aktor – aktor, atau melalui hak veto dari sebuah
jaringan. Untuk menggambarkan ini kita mengingatkan pembaca contoh dari
asosiasi profesional.
4.

KLARIFIKASI KEDUA : KERANGKA AKTOR DALAM REFERENSI
Klarifikasi kedua yang kita temukan di dalam literatur adalah eksistensi

pandangan referensi dari aktor – aktor. Pandangan aktor dari referensi berfungsi
sebagai penyaring. Dunia yang dirasakan aktor adalah sebuah realita yang disaring
melalui pandangan referensi mereka. Aktor hanya memandang sebuah fakta, sejauh
mana pandangan mereka memungkinkan. Ini menawarkan sebuah penjelasan untuk
relatif menutup yang terjadi ketika ada konfrontasi antara hal yang berbeda dan aktor
yang mencoba untuk mencapai konsensus dengan arti dari sebuah argumen tertutup
yang didasarkan pada fakta. Efek penyaringan menentukan pandangan penerima
kepada perkembangan baru, baik seperti penjelasan aktor kepada mereka. Informasi
dari aktor lain tidak dirasakan pada hal yang di maksudkan tetapi pada hal yang
dimodifikasi oleh efek penyaringan dari pandangan, ini di tafsirkan oleh seorang
aktor. Kadang – kadang, aktor hanya dapat menganggap arti kepada pengembangan
baru secara keseluruhan dan fakta dengan memiliki perbedaan pandangan. Untuk
mencapai seperti reframing, aktor – aktor membutuhkan sedikitnya untuk memahami
secara benar pandangan yang mereka presentasikan dari referensi persepsi yang
memadai. Ini tidak mudah seperti yang terlihat, karena untuk memahami ini, aktor –
aktor harus melihat apa yang mereka tidak mampu lihat, dan di dalam perintah untuk
melihat itu, kebutuhan pertama mereka adalah menjalani reframing.
Kesimpulannya adalah pandangan aktor – aktor adalah pandangan dari
referensi, tetapi bukan kesimpulan sendiri. Untuk menilai pandangan senidiri pertama
– tama perlu mendapatkan sebuah pandangan baru –sebuah pandangan berbeda dari
referensi dengan mengasimilasi dan mengartikan fakta yang ada- bahkan setelah
pandangan telah di ubah, persepsi tetap tinggal referensi diri dan bukan tafsiran diri.
7

Aktor tetap tidak dapat melihat yang mereka tidak lihat. Aktor cenderung menjadi
terpaku pada pandangan dari referensi yang mereka punya di titik tertentu pada saat
itu dan dengan arti yang mereka anggap pada admnistrasi publik yang sesungguhnya.
Ini adalah alasan lain mengapa tidak selalu mudah mengatur aktor untuk mengubah
satu pandangan ke pandangan lainnya. Sekali – kali, ini tidak berarti bahwa eksistensi
sebuah pandangan harus terlihat sebagai lampu negatif, aktor membutuhkan
pandangan untuk dapat mengumpulkan semua informasi.
Hipotesis profesional kita adalah bahwa pandangan referensi aktor – aktor
menyebabkan bentuk dari ketertutupan :
1. Aktor tidak sadar kognitif.

Dengan

sebelumnya

disebut

menjadi

ketidakmampuan untuk melihat. Ini bukan kita sebut sebuah strategi
kesadaran tetapi sebuah hasil dari perbedaan pandangan referensi yang aktor
punya. Aktor dalam jaringan tidak selalu ada untuk mempertanyakan
pandangan referensi yang mereka anggap sebagai arti.
2. Aktor sadar kognitif. Keengganan untuk melihat. Ada wkatu ketika hal ini
tidak hanya menyesuaikan aktor untuk melihat kebijakan dari perspektif lain.
Namun, ini penting untuk menyadari bahwa tidak selalu berarti sebuah pilihan
sadar. Kadang – kadang mudah bahwa aktor tidak ada untuk melihatnya.
3. Ketidaksadaran sosial. Ini juga dapat terjadi bahwa aktor mempersiapkan
untuk berinteraksi tetapi gagal untuk melihat itu, terhutang pada pandangan
mereka, mereka dikecualikan beberapa aktor dari interaksi., contohnya,
karena mereka menganggap mudah aktor lain.
5.

INTERFERENSI ANTARA KLARIFIKASI PERTAMA DAN KEDUA
Veto yang dimiliki oleh aktor dan kerangka referensi yang mereka miliki

dapat dianalisis dengan dua cara, yaitu secara terpisah maupun saling berhubungan
satu sama lain. jika kita menggunakan cara yang kedua, hal ini akan menjadi jelas
bahwa kedua klarifikasi untuk ketertutupan saling menginterfensi satu sama lain.
kedudukan dari kekuasaan, dimana aktor-aktor memegang kendali dalam jejaring,
mempengaruhi cara bagaimana mereka merasaka sesuatu hal; di mana Anda berdiri
adalah di mana Anda duduk. Sebaliknya, kerangka dari referensi dimana aktor-aktor

8

merasakan jejaring yang ada, menentukan persepsi mereka terhadap kekuasaan,
tujuan, sumber daya, dan kepentingan para aktor.
Dalam hal tersebut, kedua klarifikasi tentang ketertutupan yang dimaksud di
atas dapat dipertimbangkan sebagai dua hal yang sama, alternative, bahkan dua hal
yang berlawanan yang dapat mempengaruhi satu sama lain. NAmun, penulis lebih
condong terhadap klarifikasi yang kedua, dan menyadari bahwa hal ini akan menjadi
lebih baik manakala ada tindakan yang lebih komprehensif. Jika perhatian diletakkan
pada kepemilikan kekuasaan veto dari aktor dan pada tujuan dan kepentingan pribadi
aktor, dan mendasarkan hal ini kepada asumsi bahwa kekuasaan, tujuan, dan
kepentingan adalah objektif, maka ini adalah persepsi independen. Namun, penulis
tidak percaya pada tipe ini.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menganalisa kerangka referensi
dari aktor dalam sebuah jejaring dan makna dimana mereka menggangap manajemen
diusahakan di dalamnya, akan memberikan Anda jalan untuk memadukan antara
aktor dan jejaring secara benar. Sayangnya hal ini tidak memuaskan untuk dua alasan,
yaitu dikarenakan hal ini tertalu melihat dunia sebagai suatu hal yang statis dan hanya
menganalisis ketertutupan jejaring dalam tingkatan individu.
6. KOMUNIKASI DI ANTARA KERANGKA: FORMASI REALITAS
SOSIAL
Aktor-aktor saling berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi sering kali
dgunakan untuk mendeskripsikan apa yang disbut sebagai “transfer informasi”
dimana ada suatu pihak yang menyampaikan pesan, kemudian pihak yang lain
menerima pesan tersebut. Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan bahwa aktor
memiliki kerangka referensi mereka sendiri yang akan menyaring pandangan mereka
terhadap realita serta interpretasi dasar mereka terhadap suatu realita. Hal ini juga
digunakan pada pesan-pesan yang disampikan oleh pihak lain. dengan lain perkataan,
pesan yang disampaikan akan melalui sebuah proses traslasi dan hal-hal yang aneh
atau mengganggu akan dapat membelokkan makna dari pesan yang disampaikan.
Dalam sebuah komunikasi, bahasa sangat diperlukan karena bahasa (termasuk
di dalamnya bahasa nonverbal) merupakan unsure utama dalam sebuh komunikasi.
Bentuk linguistic dan aksi simlobis yang dihubungkan satu sama lain akan
memberikan kepada kita proporsi yang substansial tentang asumsi dan keyakinan
9

yang kita miliki. Hal ini tidak hanya terjadi pada saat kita belajar bagaimana cara
untuk berbicara , ketika kita belajar mengenal kata dari benda-benda yang kita lihat,
namun juga digunakan saat berkomunikasi pada kehidupan yang lebih kompleks saat
telah dewasa. Sinyal linguistic dan simbolis mungkin tidak semunya menentukan,
namun sisi penting dari kedua hal ini yang digunakan untuk menentukan dunia politik
masing-masing orang seharusnya tidak dipandang rendah atau dikesampingkan
(Edelman, 1971, 1977).
Dalam praktik administrasi pun, para aktor sering kali menunjukkan (bukan)
realitas mereka sendiri, dengan sangat sabarnya namun dengan sangat sungguhsungguh menjelaskan bahwa subjek dari diskusi butuh diberi nama dan didefinisikan.
Dalam hal ini, adanya percakapan dimana orang-orang di dalamnya saling
mendengarkan satu sama lain adalah dibenarkan, dan dalam waktu yang sama, selama
proses komunikasi, kelompok sasaran, legitimasi, dan faktor kunci untuk kebijakan
ditentukan.
7.
8.

KLARIFIKASI KETIGA : BUDAYA JEJARING
JEJARING DAN AKTOR
Ada tiga jenis tipe perilaku yang ada pada tindakan para aktor yaitu

identifikasi, dimana para aktor menuruti apa yang menjadi aturan dari jaringan tanpa
membantah demi terjadinya suatu komunikasi yang baik (konformis); kontraidentifikasi, dimana para aktor selalu menentang aturan yang telah dibuat oleh
jaringan (revolusioner); dan dis-identifikasi, adalah perilaku yang mendasari
identifikasi dan kontra-identifikasi atau satu sisi patuh dan sisi lainnya melawan,
kedua sifat ini ada dalam diri para aktor tersebut atau yang disebut evolusioner. Jadi
dia mendukung jaringan tersebut namun dapat juga bersikap kritis untuk tidak
mendukungnya karena beberapa hal yang tidak sesuai dengan semestinya.
Selama para aktor berkomunikasi satu sama lain, mereka sedang membuat
jaringan. Para aktor bukan seseorang yang lemah karena mereka hanya bagian dari
jaringan tapi mereka punya wewenang dan kuasa sendiri dalam mengatur area
permainan mereka. Walaupun ada kuasa, mereka tetap mendisiplinkan aturan-aturan
yang berlaku di jaringan dan berpartisipasi dalam komunikasi di jaringan tersebut,

10

sehingga dapat dikatakan bahwa para aktor ini juga merupakan subjek dari
komunikasi.
Kemudian ada yang disebut dengan subjektifikasi dimana menggambarkan
hubungan antara aktor dengan masyarakat. Dalam konsep jaringan, subjektifikasi ini
dapat

mengaitkan

para

aktor

dengan

budaya

jaringan.

Foucault

(1971)

menggambarkan subjektifikasi ini sebagai sebuah proses yang menurunkan tiga
model: ‘praktek berbagi’, ‘klasifikasi’, dan ‘mengsubjektifkan’. Pokok dari hal
tersebut yaitu perbedaan, kategori, tipe, grup, dan kelas diperkenalkan kedalam
masyarakat. Para aktor dibagi dengan proses klasifikasi: kau adalah ini (cakep, kaya,
pandai) dan kau adalah itu (jelek, miskin, bodoh). Akhirnya label ini bisa, dalam
jangka panjang akan menjiwai dan menjadi gambaran bagi subjek tersebut. Para aktor
digambarkan atau dibagi kedalam individualitas, evaluasi, ukuran, dan perbandingan
mereka. Sehingga mereka dapat dilatih, dibenarkan, diklasifikasikan, dinormalkan
dan dibuat tercakup maupun tidak tercakup.
Apa yang Foucault gambarkan disini dapat dipakai ke dalam semua aspek
keberadaan manusia; membuat perbedaan merupakan sifat yang sangat manusia (De
Beus and van Doorn, 1986). Dalam kehidupan pribadi kami, kami dibagi kedalam
orang yang termasuk teman, kenalan dan kolega, ke dalam orang yang bijaksana dan
idiot, ke dalam orang yang berkuasa dan lemah. Banyak klasifikasi bohong yang telah
dibuat ke dalam bahasa yang kami pelajari. Kami dibedakan antara penduduk kota
dan desa, orang yang lajang dan menikah, pekerja dan pengangguran; dan para aktor
dalam jaringan tidak ada bedanya. Namun, perbedaan dapat ditemukan dalam apa
yang menjadi faktor pembeda tersebut dan konsekuensi dari pembedaan itu. Dalam
kebijakan jaringan kita tidak bisa sewenang-wenang membagi orang ke dalam tua dan
muda, dewasa dan anak-anak. Bagi kebijakan jaringan, membuat pembagian secara
simultan seperti itu harus menyertakan interpretasi secara bersamaan, sebagai contoh,
kepatuhan dengan pendidikan wajib, menghadiahkan dana pembelajaran atau
mengalokasikan pensiun, atau penemoatan di pusat penahanan anak muda.
Pembagian ini dapat juga berarti: membedakan, menyortirkan, mengklasifikasikan,
membedakan yang lain, mendiskriminasikan, melabelkan, dan mengstigmakan.

11

9.

INTERFERENSI ANTARA BUDAYA JEJARING DENGAN KERANGKA
REFERENSI
Kita mengetahui bahwa ada interaksi antara para aktor dan jaringan. Perilaku

para aktor memberikan struktur pada jaringan. Melalui komunikasi mereka dalam
jaringan, para aktor menjadi subjek, jadi para akttor tidak bisa mengatur seluruhnya
sesuai dengan kehendaknya sendiri. Disaat yang sama, para aktor bisa, melalui
perilaku mereka, merangsang komunikasi dalam jaringan. Dengan mengadopsi
pendirian kritis terhadap budaya jaringan, mereka dapat mencerminkan jaringan.
Sekali lagi campur tangan ditemukan: budaya jaringan (lebih khususnya
percakapan) dan kerangka acuan para aktor saling mempengaruhi. Rein and Schon
(1986) berbicara pada konteks ini yang melengkapi proses dari ‘penamaan dan
pembingkaian’. Mereka menggambarkan pembikaian sebagai proses pemilihan
pengorganisasian dan menafsirkan dan kemudian memberi makna pada realitas
kompleks dengan demikian dapat batas-batas mengetahui, menganalisis, penalaran,
dan bertindak. Proses kedua terjadi untuk memfasilitasi pembingkaian yaitu yang
memberikan nama pada situasi yang bermasalah. Proses ini, yang digambarkan
sebagai ‘penamaan’, merupakan factor penyumbang dalam satu arah dan intensitas
dari aktor-aktor: dengan memberi nama, label, aspek-aspek tertentu dari situasi yang
disoroti sementara yang lain dipoles dan diluar bidang visi.
Kita bisa menyampaikan semua tujuan ini antara penamaan dan pembingkaian
hubungan antara budaya jejaring dan kerangka individu. Atas dasar ini mereka
mengadopsi sikap dan mereka mencoba untuk berkomunikasi. Mereka kemudian
menyimpulkan bahwa, setidaknya dalam jejaring, ada beberapa hal yang mungkin
dikatakan dan dilakukan, sementara ada orang lain yang benar-benar tidak bisa.
Mereka bias mengenal budaya jejaring dan belajar untuk masuk ke dalam budaya
itumisalnya dengan mengikuti aturanbahasa yang benar. Kerangka acuan mereka
mungkin mengubah hasilnya. Dalam pengertian ini, mengubah kerangka budaya.
Pada saat yang sama, actor yang menjadi subjek komunikasi, dan wacana dan seluruh
budaya jejaring dapat mengalami perubahan melalui perilaku dan masukan mereka.
Dengan demikian terdapat dua proses pelengkap yang mengganggu satu sama lain.

12

10. MODEL PENJELAS YANG MENENTUKAN KLARIFIKASI UNTUK
KETERTUTUPAN
Mari kita kembali ke argumen kita tentang hubungan antara tiga pendekatan
klarifikasi. Sebelumnya, kami berpendapat bahwa kepemilikan kekuatan hak veto
bukanlah suatu fakta yang obyektif yang independen dari persepsi actor-aktor , tetapi
sebaliknya hanya mencapai arti bagi aktor melalui kerangka acuan yang melalui
mereka mengidentifikasi kekuatan veto itu, kemudian dapat melampirkan
konsekuensi bagi mereka. Posisi kekuasaan aktor – aktor dan cara di mana aktoraktor ini saling mempengaruhi, tetapi tingkat kerangka yang paling mendasar dari
semua.
Memperluas argumen ini, aktor-aktor

Negara kita

yang sekarang

mengembangkan acuan dalam rangka proses komunikasi, proses yang tertanam di
budaya jejaring. Jelas, kerangka dan budaya jaringan saling mempengaruhi, tapi
sekali lagi kita akhirnya mempertimbangkan hanya satu dari mereka untuk menjadi
yang paling komprehensif, yaitu budaya jaringan. Kami tidak jatuh ke dalam
semacam kolektivisme atau structuralism tetapi hanya membuat pilihan konsisten
dengan objek sebagai kajian kami. Jika kita menjabarkan objek studi seperti
pengelolaan ( actor-aktor ) jaringan, referensi kerangka dari individu aktor yang
hampir tidak relevan, jika mereka diberi makna dalam budaya

jaringan. Aktor

interpretasi, dalam setiap kasus, hanya bisa menjadi sosial relevan pada saat ini ketika
komunikasi tentang bahwa persepsi menjadi mungkin, sehingga pada saat penafsiran
antara aktor menjadi bisa. Dalam pengertian budaya jaringan ini, dan secara khusus
wacana tersebut, membentuk sebuah kondisi dalam pembingkaian

jaringan .

Selanjutnya, wacana tersebut tidak hanya menggambarkan apa yang dipahami aktor
tapi juga memiliki sebuah penataan efek: hal ini juga membangkitkan sebuah realitas.
Kenyataan artikulasi, aspek tertentu dari realitas yang disorot, sementara aspek-aspek
lain dipoles dan dengan demikian jatuh di luar bidang visi (intelektual).
Tiga klarifikasi kohesifitas (menganggu) pendekatan diwakili skema 4.1

13

1. Pendekatan melalui memilih kepemilikan kekuasaan
2. Pendekatan yang tertanam dalam kerangka acuan dari aktor-aktor
3. Pendekatan interaksi dalam budaya jejaring

11. INTERVENSI DAN PROBLEM DALAM MANAJEMEN JEJARING
Sejauh ini, diskusi kita pada pendekatan yang bersifat deskriptif dan
interpretatif. Di bagian ini, kita telah berusaha untuk menguraikan berbagai bentuk.
Untuk tujuan itu, tiga perbedaan sedang diperkenalkan : pendekatan antara sosial dan
dimensi kognitif, antara actor dan jaringan, dan pendekatan antara sadar dan tidak
sadar. Kombinasi perbedaan ini menghasilkan delapan tahapan pendekatan yang
berbeda. Selanjutnya, kita mencari klarifikasi dan menemukan tiga : kekuasaan actor
“hak veto”, kerangka acuan dan budaya jejaring.
Kesinambunganyang ada antara pendekatan masalah sector public dan
(bentuk dan penyebab) memaksa kita untuk pergi lebih lanjut, namun, untuk
mengeksplorasi kemungkinan untuk membuat beberapa komentar preskriptif yang
relevan. Kami mempertimbangkan bahwa model kita jelas bisa membuat kontribusi
yang berguna untuk mempertimbangkan masalah ini.
Sebelumnya, kita definisikan hak veto actor sebagai penyebab bentuk
pendekatan dalam actor dan jaringan sosial dan pendekatan kognitif. Upaya untuk
menerobos bentuk pendekatan, menurut kami, hanya bisa sukses jika ini dengan sadar
menggunakan hak veto. Jika ini tidak dilakukan (atau dilakukan) kemudian mencoba
untuk memaksa keterbukaan akan membuktikan untuk menjadi tidak lebih dari
perawatan yang dangkal dengan efek yang berhubungan. Misalnya, strategi
manajemen yang mungkin diajukan untuk melanggar melalui bentuk pendekatan
sosial yang dimaksud adalah bahwa aktivasi selektif (lihat pada Schraf dkk: 1974.
1978) . Memperkenalkan actor baru dan memblokir masuk ke jaringan untuk aktoraktor lain, namun hanya dapat berhasil ketika hal ini dilakukan dalam hubungannya
dengan melanggar melalui kuasa veto aktor terkait, kekuatan veto ini memiliki,
14

setelah itu, membawa tentang closedness vis-à-vis aktor tertentu dan diperbolehkan
melanjutkan eksistensi.
Hal yang sama berlaku dari aktor sadar closedness kognitif. Strategi
manajemen jaringan yang kadang-kadang disarankan dalam konteks ini adalah
‘reframing: Inilah maksud bahwa aktor merenungkan sendiri kerangka acuan dan
kemungkinan lain untuk memberi makna pada realitas (Levy dan Merry, 1986:99).
Ada gunanya intervensi tersebut jika pelaku sadar menyatakan kerangka acuan
mereka alternatif untuk menjadi rusak, dan menolak untuk mengakui bahwa definisi
situasi lain mungkin. Seperficial, terkait dengan efek pengobatan dapat dicegah di sini
dengan mencari titik intervensi mana penyebabnya terletak: aktor hak veto berkuasa.
Strategi manajemen jaringan (modis) diformulasikan terlalu mudah dan gagal untuk
memerangi penyebab closedness tetapi sebaliknya alamat manifestasinya. Hal ini
memastikan bahwa mereka jarang efektif. Memanggil penasihat eksternal, merekrut
anggota baru, menunjuk sebuah Komite, memperkenalkan ide-ide baru, merangsang
refleksi atau arraging reframing untuk menerobos sadar diinginkan bentuk closedness
hanya dapat berhasil jika pada saat yang sama kekuatan veto aktor dalam jaringan
juga rusak.
Kebetulan, situasi ini sangat berbeda jika pelaku closedness yang tidak
diinginkan secara sadar. Dengan anconscious closedness kognitif (yang dapat
dipertanggungjawabkan oleh persepsi berbasis kerangka aktor) strategi manajemen
jaringan yang disebutkan di atas pasti dapat menawarkan solusi. Dalam situasi itu,
keterbukaan dapat dicapai dengan cara: melalui dimensi sosial (pengenalan aktor
pihak ketiga) dan melalui dimensi kognitif (pengenalan persepsi yang ketiga). Untuk
diskusi ini, kita merujuk pembaca untuk termeer dan koppenjan ( bab 5 dari buku
ini ).
Diskusi ini, kita merujuk pembaca untuk termeer dan koppenjan ( bab 5 dari
buku ini). Akhirnya, kita datang ke closedness netwoks, di semua empat bentuk yang
kami telah mengidentifikasi. Kami telah mencoba untuk mencari klarifikasi untuk ini
peran dan kepentingan budaya jaringan. Kita mengerti ini berarti aturan permainan
yang telah digariskan oleh jaringan mengenai perilaku yang benar dan cara berbicara
yang benar bagi pelaku. Kami sekarang akan secara singkat meringkas penalaran
15

kami. Budaya jaringan berkontribusi terhadap masuknya pengecualian aktor dan
dilihat dalam jaringan. Aktor dapat menjauhkan diri dari budaya jaringan yang
dominan, yang dapat mengakibatkan refleksi pada tingkat itu, tetapi itu menjauhkan
tidak memiliki batas. Karena jika pelaku benar-benar gagal untuk mematuhi aturan
permainan jaringan, mereka benar-benar dikesampingkan. Dalam pengertian ini,
budaya fungsi dalam sebuah cara penataan: Melalui jaringan budaya, aktor menjadi
subjek, mereka diberi makna dalam komunikasi mana mereka tidak sepenuhnya
mampu menentukan atau untuk mengontrol.
Sebagai perbaikan untuk bentuk closedness, bahasa intervensi kadang-kadang
dianjurkan. Namun, diskusi kita memperlihatkan seberapa parah seperti obat modis
cocok kemudi masalah mendasar yang pada masalah di sini. Merupakan karakteristik
(penyebab) bentuk closedness, dalam setiap kasus itu melampaui tingkat pelaku
individu. Gagasan bahwa aktor-di sini, manajer jaringan - dapat mengontrol dan
mengelola aturan dimengerti dan dipahami penggunaan, misalnya, diskon fokus pusat
analisis kami. Mencari solusi untuk masalah kemudi yang dihadapi masyarakat
modern kita yang belum mencapai akhir.

16