KARAKTERISASI ERAPAN FOSFOR PADA TANAH B

KARAKTERISASI ERAPAN FOSFOR PADA TANAH
BERKAPUR DARI NUSA TENGGARA TIMUR, JAWA
TIMUR, DAN JAWA BARAT

TEDHI DANA PAMUJI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Erapan
Fosfor pada Tanah Berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Tedhi Dana Pamuji
NIM A14120033

ABSTRAK
TEDHI DANA PAMUJI. Karakterisasi Erapan Fosfor pada Tanah Berkapur dari
Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Dibimbing oleh ARIEF
HARTONO dan SYAIFUL ANWAR.
Ketersediaaan fosfor (P) dalam tanah sangat dipengaruhi nilai pH. Tanah
berkapur (calcareous soil) memiliki pH netral sampai alkalis dan erapan P lebih
dipengaruhi oleh ion Ca, Mg, dan CaCO3. Walapun demikian pada tanah berkapur
diindikasikan keberadaan oksida/hidrusoksida Fe dan Al. Hal ini ditandai dengan
warna merah pada matriks tanah di beberapa tempat yang berbahan induk batu
kapur. Diduga oksida/hidrusoksida Fe dan Al juga berpengaruh terhadap erapan P
pada tanah berkapur. Maka dari itu perlu dipelajari lebih lanjut hubungan sifat
fisiko-kimia tanah dengan erapan P pada tanah berkapur. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengarakterisasi sifat fisiko-kimia pada tanah berkapur dan
mengarakterisasi pola erapan P dengan mengevaluasi korelasi antara sifat fisikokimia tanah dengan parameter persamaan Langmuir dan Freundlich.

Contoh tanah berkapur diambil dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa
Timur, dan Jawa Barat. Sifat fisiko-kimia tanah berkapur tersebut bervariasi. Hal
ini dapat diketahui dari nilai standar deviasi data hasil analisis tanah. Secara umum
nilai pH tanah netral, dengan Ca-dd sangat tinggi mendominasi kompleks
pertukaran, dan P-tersedia berstatus sedang sampai sangat rendah. Persamaan
Langmuir dan Freundlich dapat dengan baik menyimulasikan pola erapan P. Nilai
erapan maksimum (b-Langmuir) adalah 1.43 – 2.5 x 103 mg P kg-1 (rata-rata 1.95 x 103
mg P kg-1), sedangkan energi ikatan (K-Langmuir) adalah 0.67 – 2.35 L mg-1 (rata-rata
1.28 L mg-1). P-requirement (P yang dierap pada 0.2 mg L-1) adalah 277 – 526 mg
P kg-1 (rata-rata 374 mg P kg-1). Nilai kapasitas erapan (K-Freundlich) adalah 0.78 –
1.28 x 103 L kg-1 (rata-rata 0.96 x 103 L kg-1), sedangkan konstanta n (n-Freundlich)
adalah 1.29 – 1.92 (rata-rata 1.58). Erapan maksimum Langmuir berkorelasi dengan
Ca-dd dan CaCO3, sedangkan kapasitas erapan Freundlich memiliki nilai korelasi
tertinggi dengan Ca-dd. Kandungan oksida/hidrusoksida Fe dan Al dalam tanah
berkorelasi dengan energi ikatan Langmuir dan konstanta n Freundlich. Oleh karena
itu erapan maksimum P pada tanah berkapur ditentukan oleh kandungan Ca-dd dan
CaCO3, sedangkan energi ikatan ditentukan oleh oksida/hidrusoksida Fe dan Al.
Kata kunci: kalsium dapat dipertukarkan, kalsium karbonat, oksida/hidrusoksida
Fe dan Al, persamaan Freundlich, persamaan Langmuir.


ABSTRACT
TEDHI DANA PAMUJI. Caharacterization of Phosphorus Sorption in Calcareous
Soils from East Nusa Tenggara, East Java and West Java. Supervised by ARIEF
HARTONO and SYAIFUL ANWAR
Availability of phosphorus (P) in soils is affected by pH value. Calcareous
soils have a neutral until alkaline pH then P sorption affected by calcium ion (Ca),
magnesium ion (Mg), and CaCO3. However, in the calcareous soils the content of
oxyde/hydroxide Fe and Al were identified. It can be observed from the red matrix
colour of some calcareous soils. Oxide/hydroxide Fe and Al were supposed to affect
P sorption characteristics. The influence of oxide/hydroxide Fe and Al on P sorption
in calcareous soils need more studies. The objectives of this study were to
characterize physico-chemichal properties of calcareous soils and to characterize
the pattern of P sorption of calcareous soils. In addition it was to evaluate
correlation between physico-chemical properties of calcareous soils and P sorption
parameters of Langmuir and Freundlich equation.
Soil samples were collected from East Nusa Tenggara, East Java, and West
Java. Psycho-chemical properties of calcareous soils varied. They were showed by
standard deviation values of the data. In general the pH values was neutral, with
exchangeable Ca dominated exchange site of soils, and the value of available P
were very low to medium status. Langmuir and Freundlich equation simulated P

sorption very well. P sorption maxima (b-Langmuir) ranged from 1.43 – 2.5 x 103 mg
P kg-1 (average 1.95 x 103 mg P kg-1), while bonding energy (K-Langmuir) ranged from
0.67 – 2.35 L mg-1 (average 1.28 L mg-1). P-requirement (P sorbed at 0.2 mg L-1)
ranged from 277 – 526 mg P kg-1 (average 374 mg P kg-1). P sorption capacity (K3
-1
3
-1
Freundlich) ranged from 0.78 – 1.28 x 10 L kg (average 0.96 x 10 L kg ), while n
constant (n-Freundlich) ranged from 1.29 – 1.92 (average 1.58). P sorption maxima of
Langmuir correlated with exchangeable Ca and CaCO3, while P sorption capacity
of Freundlich had higher correlation with exchangeable Ca. Amount of
oxide/hydroxide Fe and Al on soils correlated with bonding energies of Langmuir
and n constant of Freundlich. It suggested that P soption maxima in calcareous soils
were determined by exchangeable Ca and CaCO3, while bonding energies were
determined by oxide/hydroxide Fe and Al.
Keyword: calsium carbonate, exchangeable calsium, Freundlich equation,
oxide/hydroxide Fe and Al, Langmuir equation.

KARAKTERISASI ERAPAN FOSFOR PADA TANAH
BERKAPUR DARI NUSA TENGGARA TIMUR, JAWA

TIMUR, DAN JAWA BARAT

TEDHI DANA PAMUJI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Karakterisasi Erapan Fosfor pada Tanah

Berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat” ini merupakan
hasil penelitian sebagai salah satu syarat kelulusan menjadi Sarjana Pertanian di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Arief Hartono, MSc.Agr
selaku pembimbing pertama dan Dr Ir Syaiful Anwar, MSc selaku pembimbing
kedua yang selalu memberikan nasihat, motivasi, dan bimbingan selama penulis
menjalankan penelitian dan menulis skripsi.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Untung Sudadi, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran, kritik dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Hermiyanto dan ibu (Almh) Ratmi Sri Wahyuni serta seluruh
keluarga atas doa dan kasih sayang serta dukungan yang tiada hentinya
diberikan kepada penulis selama menempuh masa studi.
3. Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi selaku dosen pembimbing akademik.
4. Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
atas beasiswa Bidikmisi yang diberikan selama menempuh masa
perkuliahan dan penelitian.
5. Staf laboratorium dan staf kependidikan Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan IPB.

6. YN Hidayati, M Afiton, E Ambarsari, S Hajar, NB Laturiuw, AI Mubarak,
RA Garini, CT Hasibuan, S Febriana, Darmawan, E Addharu, FA Putri, SS
Nurjannah, B Pratiwi, HU Gultom, A Chahyahusna, A Salam, IM Sundari,
M Zulfajrin, DM Pratama, MSL 2012, IPMRT 49, dan teman-teman lainnya
atas bantuan, dukungan, semangat, dan kerjasamanya selama menempuh
pendidikan sarjana dan pelaksanaan penelitian.
7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Bogor, April 2016

Tedhi Dana Pamuji

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA


1

Tanah Berkapur (Calcareous Soils)

1

Karakteristik P dalam Tanah

2

Persamaan Langmuir dan Persamaan Freundlich

3

BAHAN DAN METODE

6

Tempat dan Waktu


6

Bahan

6

Alat

6

Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tanah

7

Karakterisasi Erapan P

7

Analisis Statistika


8

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Sifat Fisiko-Kimia Tanah Berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur,
dan Jawa Barat
8
Pola Erapan P pada Tanah Berkapur

10

Korelasi Erapan P dengan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Berkapur

13

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik fisiko-kimia tanah berkapur dari Nusa Tenggara Timur,
Jawa Timur, dan Jawa Barat
2 Parameter persamaan Langmuir tanah berkapur dari Nusa Tenggara
Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
3 Parameter persamaan Freundlich tanah berkapur dari Nusa Tenggara
Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
4 Hasil analisis korelasi antara parameter persamaan Langmuir dan
Freundlich dengan sifat fisiko-kimia tanah

9
11
13
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kurva erapan isotermal persamaan Langmuir
Kurva linier persamaan Freundlich
Kurva erapan isotermal persamaan Freundlich
Kurva linier persamaan Freundlich
Contoh kurva linier persamaan Langmuir tanah berkapur dari Nusa
Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
6 Contoh kurva erapan P persamaan Langmuir
7 Contoh kurva linier persamaan Freundlich tanah berkapur dari Nusa
Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
8 Contoh kurva erapan P persamaan Freundlich

4
4
5
5
10
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Koordinat lokasi pengambilan contoh tanah berkapur dari Nusa Tenggara
Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
2 Kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Balai Penelitian Tanah
(2009)
3 Warna contoh tanah berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur,
dan Jawa Barat
4 Hasil analisis ragam erapan maksimum (b) persamaan Langmuir tanah
berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
5 Hasil analisis ragam energi ikatan (K) persamaan Langmuir tanah
berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
6 Hasil analisis ragam P0.2 (P-requirement) persamaan Langmuir tanah
berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
7 Hasil analisis ragam kapasitas erapan (K) persamaan Freundlich tanah
berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
8 Hasil analisis ragam konstanta (n) persamaan Freundlich tanah berkapur
dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
9 Parameter persamaan Langmuir tanah berkapur dari Nusa Tenggara
Timur
10 Parameter persamaan Langmuir tanah berkapur dari Jawa Timur

17
18
19
20
20
20
20
20
21
21

11 Parameter persamaan Langmuir tanah berkapur dari Jawa Barat
12 Parameter persamaan Freundlich tanah berkapur dari Nusa Tenggara
Timur
13 Parameter persamaan Freundlich tanah berkapur dari Jawa Timur
14 Parameter persamaan Freundlich tanah berkapur dari Jawa Barat

22
22
23
23

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang tinggi keanekaragaman jenis tanahnya.
Tanah yang ada di Indonesia memiliki kekhasan yang terlihat dari sifat mineralogi,
fisika, kimia, dan biologi. Salah satu jenih tanah yang ada di Indonesia adalah tanah
berkapur (calcareous soil). Tanah berkapur merupakan tanah yang terbentuk dari
bahan induk batu kapur (limestone) dan berbagai sifat fisiko-kimianya dipengaruhi
oleh aktivitas CaCO3. Reaksi tanah berkapur netral sampai alkalis (pH = 6.5 – 8),
dan umumnya berstatus kalsium terlarut sangat tinggi (FAO 2014). Menurut
Nursyamsyi dan Setyorini (2009), di Indonesia tanah berkapur umumnya termasuk
ke dalam order Inceptisols, Alfisols, Vertisols, atau Mollisols. Lahan dengan jenis
tanah berkapur berpotensi untuk dikembangkan menjadi area budidaya pertanian.
Untuk melakukan budidaya tanaman dengan optimal diperlukan
pengetahuan yang spesifik terhadap jenis tanah ini. Salah satu permasalahan pada
tanah berkapur adalah ketersediaan fosfor (P) bagi tanaman. Berdasarkan pH,
ketersediaan P tertinggi terjadi pada pH sekitar 6.5 (Anwar dan Sudadi 2013). Nilai
pH pada tanah berkapur dapat mencapai lebih dari 6.5 yang artinya ketersediaan P
dalam tanah menjadi menurun dikarenakan erapan oleh Ca, Mg, dan atau CaCO3.
P secara umum terbagi menjadi bentuk P-organik dan P-inorganik. P-organik
banyak terdapat pada lapisan atas yang kaya akan bahan organik. P-inorganik
bersumber dari mineral misalnya apatit (Hardjowigeno 2007).
Jumlah dari P-organik dan P-inorganik merupakan P-total, namun Ptersedia pada umumnya rendah dikarenakan terjadinya erapan P dalam tanah. Tan
(1998) mengemukakan bahwa pada tanah dengan pH netral sampai alkalis terjadi
erapan P oleh Ca2+, Mg2+, dan CaCO3. Erapan P pada tanah masam terjadi karena
pengaruh oksida/hidrusoksida Fe dan Al (Hartono et al. 2005; 2007; 2013). Diduga
oksida/hidrusoksida Fe dan Al juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap
erapan P pada tanah berkapur. Maka dari itu perlu dipelajari lebih lanjut hubungan
sifat fisiko-kimia tanah dengan erapan P pada tanah berkapur.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengarakterisasi sifat fisiko-kimia pada
tanah berkapur dan mengarakterisasi pola erapan P dengan mengevaluasi korelasi
antara sifat fisiko-kimia tanah dengan parameter persamaan Langmuir dan
Freundlich.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Berkapur (Calcareous Soils)
Tanah berkapur (calcareous soils) adalah tanah yang terbentuk dari bahan
induk limestone dan berbagai sifat fisiko-kimianya dipengaruhi oleh aktivitas
CaCO3. Pada umumnya tanah memiliki pH netral sampai alkalis dan berstatus
kalsium terlarut sangat tinggi (FAO 2014). Tanah berkapur akan berbuih jika

2
dilarutkan dengan asam klorida. Tanah berkapur terkadang dikategorikan tanah
alkalis, tetapi tanah ini berbeda dengan tanah yang memiliki pH alkalis. Kalsit dan
aragonit (CaCO3), dolomit (CaMg(CO3)2), dan magnesit (MgCO3) adalah jenis
mineral kalsium dan magnesium karbonat yang ditemukan pada tanah berkapur.
Sumber utama dari mineral karbonat di tanah adalah dari deposit marine limestone
atau dolomitic limestone. Limestone adalah batuan sedimen yang kandungan
utamanya CaCO3, sedangkan dolomitic limestone mengacu pada limestone yang
mengandung CaCO3 dan CaMg(CO3)2. Pelarutan dan represipitasi parsial dari
mineral karbonat adalah proses yang dominan terjadi pada tanah berkapur. Tanah
yang berkembang dari bahan induk berkapur dikendalikan oleh proses pelarutan,
represipitasi, dan pencucian karbonat dan ion lain hasil reaksi dengan karbonat.
Karakteristik kimia tanah berkapur dipengaruhi adanya CaCO3. Adanya air
dan karbondioksida menyebabkan terbentuknya asam karbonat yang melarutkan
CaCO3. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaCO3 + H2CO3 → Ca2+ + 2 HCO3-

(reaksi pelarutan CaCO3).

Karbonat ditemukan pada fraksi pasir, debu, dan klei pada tanah. Karbonat pada
klei dan debu halus adalah yang terreaktif. Reaktivitas karbonat pada tanah
berkapur dikendalikan oleh distribusi ukuran partikel, mineralogi, morfologi
permukaan, dan agregasi dengan komponen tanah lainnya.
Defisiensi unsur hara pada tanah berkapur umumnya terjadi pada unsur hara
mikro seperti Fe, Cu, Mn, Zn, dan B. Rendahnya ketersediaan unsur mikro
dikarenakan pengaruh pH tanah dan interaksinya dengan CaCO3. Selain itu Fe
dapat bereaksi dengan CaCO3 membentuk Fe-oksida yang tidak larut. Defisiensi
juga ditemukan pada unsur hara makro N, P, dan K. Rendahnya ketersediaan P pada
tanah berkapur disebabkan adsorpsi permukaan ion fosfat oleh CaCO3 yang terlarut
(Kishchuk 2000).
Karakteristik P dalam Tanah
P merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam
jumlah yang relatif banyak karena unsur ini secara langsung bertanggung jawab
baik dalam proses metabolisme maupun sebagai aktivator berbagai enzim.
Ketersediaan dan jumlahnya di dalam tanah menjadi perhatian utama dalam
kaitannya dengan pertumbuhan dan produksi tanaman. Bentuk–bentuk P dalam
tanah dikategorikan menjadi: (1) P sebagai ion dan senyawa dalam larutan tanah,
(2) P yang dierap pada permukaan komponen-komponen inorganik penyusun tanah,
(3) mineral P yang kristalin maupun amorf, dan (4) P sebagai komponen bahan
organik tanah (Havlin et al. 2005).
P dalam tanah mengalami berbagai reaksi kimia yang kompleks sehingga
menyebabkan terjadinya erapan P. Erapan P merupakan keseluruhan proses
interaksi koloid tanah dengan anion P dalam larutan tanah sehingga menyebabkan
berkurangnya konsentrasi P tersedia. Menurut Anwar dan Sudadi (2013) P dalam
tanah mengalami fiksasi dan retensi. Fiksasi P adalah erapan terhadap P yang sangat
kuat sehingga tidak dapat diserap tanaman (tidak dapat diekstrak dengan
menggunakan asam encer). Retensi P adalah erapan terhadap P yang cukup kuat

3
oleh koloid tanah namun masih dapat diserap tanaman (dapat diekstrak dengan
asam encer).
Erapan P terjadi pada tanah masam hingga alkalis. Pada tanah masam
erapan P dipengaruhi oleh oksida/hidrusoksida Fe dan Al, serta mineral silikat
seperti kaolinit (Hartono et al. 2005). Pada tanah netral sampai alkalis erapan P
dipengaruhi oleh kalsium larut dan dapat ditukar, dan CaCO3. Menurut Tan (1998),
ketersediaan P dalam tanah alkalin ditentukan sebagian besar oleh kelarutan
senyawa kalsium fosfat (Ca-P). Pengendapan Ca-P ditentukan oleh tinggi atau
rendahnya konsentrasi ion Ca dan pH tanah. Reaksi P dengan kalsium larut dan
kalsium karbonat membentuk senyawa tidak larut. Beberapa bentuk senyawa dari
kalsium fosfat tidak larut adalah fluoroapatit (Ca5(PO4)3F), hidroksiapatit
(Ca5(PO4)3OH), oktakalsium fosfat (CaH(PO4)3), dan dikalsium fosfat dihidrat
(CaHPO4·2H2O).
Persamaan Langmuir dan Persamaan Freundlich
Persamaan Langmuir merupakan sebuah persamaan yang pada awalnya
dikembangkan untuk mempelajari jerapan gas pada zat padat. Persamaan ini
diciptakan oleh Irving Langmuir, seorang professor pemenang penghargaan Nobel
pada tahun 1932 untuk penelitiannya mengenai kimia permukaan. Erapan isotermal
oleh Langmuir menjelaskan bahan yang dierap (adsorbat/A) di permukaan bahan
penjerap (adsorben/ S) memiliki tiga asumsi. Asumsi pertama adalah permukaan
adsorben berkontak langsung dengan larutan yang mengandung adsorbat dan
tertarik kuat pada permukaan adsorben. Asumsi kedua adalah permukaan adsorben
memiliki ukuran spesifik dimana molekul dalam larutan dapat tererap. Asumsi
ketiga adalah erapan melibatkan satu lapisan (monolayer) molekul adsorbat ke
permukaan adsorben. Reaksi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:
𝐴 + 𝑆 ↔ 𝐴𝑆

(reaksi erapan monolayer)

dimana AS adalah molekul zat terlarut yang tererap pada sisi permukaan S.
Konstanta kesetimbangan (Kads) untuk reaksi tersebut adalah:

𝐾𝑎𝑑𝑠 =

[𝐴𝑆]
[𝐴][𝑆]

(Persamaan 1).

Nilai [A] menunjukkan konsentrasi A, sedangkan nilai [S] dan [AS] adalah
dua analog konsentrasi dimensional dan dinyatakan dalam satuan seperti mol cm2-.
Prinsip kesetimbangan kimia berpegang dengan persyaratan tersebut. Bentuk
lengkap dari persamaan erapan isotermal Langmuir berdasarkan Persamaan 1 pada
persyaratan permukaan yang tertutupi Ɵ, dinyatakan sebagai bagian sisi erapan
yang mana molekul zat terlarut telah tererap. Berdasarkan definisi tersebut maka
[AS]/[S] dapat ditulis menjadi:
[𝐴𝑆]
[𝑆]

=

Ɵ

1− Ɵ

(Persamaan 2).

4
Nilai [A] dapat dituliskan sebagai C dan Persamaan 1 dapat diubah menjadi:

𝐾𝑎𝑑𝑠 =

Ɵ

(Persamaan 3).

𝐶 (1−Ɵ)

Sehingga dapat diperoleh bentuk persamaan erapan isotermal Langmuir sebagai
berikut:

Ɵ=

𝐾𝑎𝑑𝑠 𝐶

(Persamaan 4).

1+𝐾𝐶

Konsentrasi C rendah

Konsentrasi C tinggi

Gambar 1. Kurva erapan isotermal persamaan Langmuir
Gambar 1 menunjukkan kurva erapan isotermal persamaan Langmuir. Jika
didefinisikan Y sebagai jumlah erapan dalam satuan mol adsorbat per massa
adsorbat dan Ymax sebagai erapan maksimum maka diperoleh:

Ɵ=

𝑌

(Persamaan 5).

𝑌𝑚𝑎𝑥

𝐶
𝑌

𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 =

𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝 =

1
𝐾𝑎𝑑𝑠 𝑌𝑚𝑎𝑥

C
Gambar 2. Kurva linier persamaan Langmuir

1
𝑌𝑚𝑎𝑥

5
Gambar 2 merupakan kurva linier persamaan erapan isotermal Langmuir.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diperoleh persamaan erapan isotermal
Langmuir yang dinyatakan sebagai berikut:
𝐶

𝑌

=

1

𝐾𝑎𝑑𝑠 𝑌𝑚𝑎𝑥

+

𝐶

(Persamaan 6).

𝑌𝑚𝑎𝑥

Persamaan 6 merupakan bentuk linier dari persamaan erapan isotermal Langmuir
1
dan nilai intersep dinyatakan sebagai
dimana nilai gradien dinyatakan sebagai
1

𝐾𝑎𝑑𝑠 𝑌𝑚𝑎𝑥

(Castellan 1983).

𝑌𝑚𝑎𝑥

Persamaan Freundlich diciptakan oleh Herbert Freundlich pada tahun 1909.
Persamaan ini mewakili variasi erapan isotermal dari adsorbat yang tererap oleh
massa padatan adsorben dengan adanya tekanan. Persamaan tersebut dituliskan
sebagai berikut:
1

𝑌 = K Cn

(Persamaan 7)

dimana K adalah kapasitas erapan dan n adalah nilai konstanta.

Y

C
Gambar 3. Kurva erapan isotermal persamaan Freundlich

𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 =

Y

𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝 = 𝐿𝑜𝑔 𝐾
C
Gambar 4. Kurva linier persamaan Freundlich

1
𝑛

6

Berdasarkan Persamaan 7 maka diperoleh kurva erapan isotermal
Freundlich pada Gambar 3. Jika Persamaan 7 diubah menjadi bentuk linier maka
diperoleh kurva linier seperti pada Gambar 3. Bentuk linier persamaanerapan
isotermal Freundlich menjadi:
Log Y = log K +

1

n

Log C

(Persamaan 8).
1

Nilai gradien dari kurva tersebut dinyatakan sebagai dan nilai intersep dinyatakan
𝑛
sebagai log K (Castellan 1983).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian berlangsung pada bulan September 2015 sampai Februari 2016.
Analisis sifat fisiko-kimia tanah dan erapan P dilakukan di laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi contoh tanah dari Nusa
Tenggara Timur (NTT) (Humusu Sainiup), Jawa Timur (Ngino, Genaharjo,
Prunggahan Kulon, dan Paciran), Jawa Barat (Ciampea dan Klapanunggal). Contoh
tanah diambil pada kedalaman 0-20 dan 20-50 cm, serta satu profil tanah dari NTT
(0-17; 17-34; 34-62 cm). Koordinat lokasi pengambilan contoh tanah disajikan pada
Lampiran 1. Contoh tanah dikeringudarakan lalu ditumbuk dan disaring dengan
menggunakan saringan 2 mm. Aquadest, KCl, KH2PO4, CaCl2· 2H2O, CaCO3, HCl,
NaOH, indikator PP, Na2S2O4, Na3C6H5O7·5H2O, NaHCO3, (NH4)2C2O4·H2O,
H2C2O4·2H2O, NH4OH, CH3COOH, alkohol 80%, batu didih, parafin, H2SO4,
indikator Conway, H2O2, Na4P2O7·10H2O, K2Cr2O7, FeSO4·7H2O, indikator
Ferroin, (NH4)6Mo7O24, C6H8O6, dan C8H4K2O12Sb·3H2O.
Alat
Alat yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah meliputi bor tanah,
pisau lapang, GPS, pH paper, botol film, dan aquadest. Alat yang digunakan dalam
analisis laboratorium meliputi tabung sentrifusi, alat–alat gelas, kertas saring, mesin
sentrifusi, neraca analitik, oven, pH meter (Eutech Instruments pH-2700),
waterbath Eyela, UV-VIS Spectrophotometer Shimadzu, flame emission
spectrophotometer Corning 405, dan Atomic Absorbance Spectrophotometer
Shimadzu AA-6300.

7
Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tanah
Kadar air contoh tanah ditetapkan dengan metode gravimetrik. Penetapan
pH tanah (1:1) H2O dan 1 M KCl dengan metode potentiometry. Kadar karbon
organik (C-Org) tanah ditetapkan dengan menggunakan metode Walkley and Black.
Tekstur tanah ditetapkan dengan metode pipet. Kapasitas tukar kation (KTK) dan
basa-basa dapat dipertukarkan ditetapkan dengan pengekstrak 1 M NH4OAc pH
7.0. Kandungan basa-basa Ca dan Mg ditetapkan dengan Atomic Absorbance
Spectrophotometer. Kandungan K dan Na ditetapkan dengan menggunakan Flame
Emission Spectrophotometer. Nilai kejenuhan basa (KB) dihitung dari jumlah basabasa dapat dipertukarkan dibagi nilai KTK. Analisis P-tersedia menggunakan
metode Olsen dan P-potensial dengan HCl 25%. Kriteria penilaian hasil analisis
berdasarkan pada kriteria Balai Penelitian Tanah (2009) yang disajikan pada
Lampiran 2. Penetapan kandungan CaCO3 dalam tanah dengan pengekstrak 0.2 M
HCl (ISRIC 1993). Kandungan besi (Fe) dan aluminium (Al) terekstrak dithionitsitrat-bikarbonat (Fe-DCB dan Al-DCB) ditetapkan dengan metode Mehra dan Jackson
(1960). Kandungan Fe terekstrak oksalat (Fe-Oksalat) ditetapkan dengan pengekstak
0.3 M ammonium oksalat pH 3 (McKeague dan Day 1966).
Karakterisasi Erapan P
Karakteristik erapan P dianalisis dengan menggunakan metode Fox dan
Kamprath (1970). Contoh tanah sebanyak 3 gram BKU (duplo) disetimbangkan
dengan larutan 0.01 M CaCl2·2H2O yang mengandung larutan seri P dengan
berbagai konsentrasi (0 – 150 mg P L-1) dalam bentuk KH2PO4 yang diinkubasi
selama enam hari pada suhu kamar dan dikocok dua kali dalam sehari selama pagi
dan sore selama masing-masing 30 menit dengan kecepatan 180 rpm. Setelah
selesai periode inkubasi contoh tanah disentrifusi selama 15 menit dengan
kecepatan 2500 rpm lalu larutan disaring untuk memperoleh supernatan. Kandugan
fosfor dalam larutan hasil percobaan ditetapkan dengan metode Murphy dan Riley
(1962) diukur dengan UV-VIS Spectrophotometer pada panjang gelombang 660
nm. P yang dierap merupakan P yang ditambahkan dikurangi P dalam larutan.
Data hasil percobaan erapan P disimulasikan dengan persamaan Langmuir
dan Freundlich dalam bentuk linier. Persamaan Langmuir ditulis sebagai berikut:

q=

KbC

(Persamaan erapan isotermal Langmuir).

1+K C

Persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier seperti berikut:
C

q

=

1

Kb

+

1

b

C

(Persamaan linier erapan isotermal Langmuir).

dimana q = P yang dierap, C = konsentrasi P dalam larutan kesetimbangan, K =
energi ikatan, b = erapan maksimum.
Persamaan Freundlich ditulis sebagai berikut:
1

q = K Cn

(Persamaan erapan isotermal Freundlich).

8
Persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier seperti berikut:
1

Log q = log K + Log C
n

(Persamaan linier erapan isotermal Freundlich).

dimana q = P yang dierap, C = konsentrasi P dalam larutan kesetimbangan, K =
kapasitas erapan, n = konstanta.
Analisis Statistika
Parameter persamaan Langmuir dan Freundlich pada masing-masing lokasi
dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada selang kepercayaan α = 1%.
Apabila berpengaruh sangat nyata dilakukan uji Tukey. Analisis korelasi dilakukan
antara parameter persamaan Langmuir dan Freundlich dengan Ca-dd, CaCO3, FeOksalat, Fe-DCB, Al-DCB, dan klei. Analisis statitik dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 21.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisiko-Kimia Tanah Berkapur dari NTT , Jawa Timur, dan Jawa Barat
Sifat fisiko-kimia tanah berkapur dari NTT, Jawa Timur, dan Jawa Barat
disajikan pada Tabel 1. Kriteria penilaian hasil analisis berdasarkan pada kriteria
Balai Penelitian Tanah (2009). Tanah berkapur NTT, Jawa Timur, dan Jawa Barat
menunjukkan pH tanah netral. Nilai KTK tanah berstatus tinggi dan KB yang
berstatus sangat tinggi. Kejenuhan basa yang sangat tinggi terutama akibat
kandungan Ca-dd pada tanah yang sangat tinggi. Selain itu kandungan Mg-dd juga
berstatus tinggi, kecuali tanah berkapur Jawa Barat yang berstatus sedang. Hasil
serupa didapatkan oleh Ulfiyah et al. (2006) pada tanah berkapur dari Gunung
Kidul yang terbentuk dari batu kapur, dimana tanah memiliki pH netral sampai agak
alkalis dan kompleks pertukaran didominasi oleh Ca-dd. Kandungan K-dd dan Nadd bervariasi antara ketiga lokasi. K-dd tanah dari NTT berstatus tinggi sementara
Jawa Timur dan Jawa Barat berstatus rendah. Na-dd tanah dari NTT berstatus
sangat tinggi, Jawa Timur berstatus sedang, dan Jawa Barat berstatus rendah.
P-HCl 25% tanah dari NTT dan Jawa Barat berstatus sedang, sementara
Jawa Timur berstatus tinggi. Walaupun status P-HCl 25% sedang sampai tinggi
akantetapi P-tersedia dalam tanah menunjukkan status yang rendah. P-Olsen tanah
dari NTT berstatus sangat rendah, Jawa Barat berstatus rendah, dan Jawa Timur
berstatus sedang. Menurut Maghanga et al. (2012), metode Olsen merupakan
metode yang baik untuk digunakan menganalisis P-tersedia pada tanah dengan pH
netral – alkalis. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa P-tersedia tanah
dari NTT dan Jawa Barat berstatus rendah, dan Jawa Timur berstatus sedang.
Beberapa contoh tanah dari Jawa Timur yang digunakan adalah dari lahan pertanian
intensif dengan pemupukan secara rutin. Unsur P bersifat immobil dalam tanah
menyebabkan adanya residu pupuk yang terakumulasi dalam tanah (Wang et al.
2010).
Kandungan CaCO3 pada tanah dari NTT adalah 6.96 ± 1.51%, Jawa Timur
adalah 4.72 ± 2.82%, dan Jawa Barat adalah 7.42 ± 1.73%. Adanya kandungan

9
CaCO3 menjadi salah satu acuan dalam menentukan klasifikasi tanah berkapur
(FAO 2014). Oksida/hidrusoksida Fe terekstrak ammonium oksalat (Fe-Oksalat) tanah
dari NTT adalah 0.70 ± 0.49%, Jawa Timur adalah 1.05 ± 0.72%, dan Jawa Barat
adalah 0.56 ± 0.25%. Oksida/hidrusoksida Fe terekstrak dithionit-sitrat-bikarbonat
(Fe-DCB) tanah dari NTT adalah 1.37 ± 0.27%, Jawa Timur adalah 3.26 ± 2.4%, dan
Jawa Barat adalah 2.38 ± 0.95%. Sementara Al-DCB tanah dari NTT adalah 1.39 ±
0.49%, Jawa Timur adalah 1.67 ± 0.72%, dan Jawa Barat adalah 2.38 ± 0.95%.
Beberapa contoh tanah dari Jawa Timur memiliki warna matrik tanah merah
(contoh: 10 R 4/8 ), hal tersebut mengindikasikan bahwa pada tanah tersebut banyak
mengandung oksida/hidrusoksida Fe. Hasil analisis menunjukkan bahwa
kandungan Fe-Oksalat dan Fe-DCB tanah berkapur Jawa Timur lebih tinggi
dibandingkan NTT dan Jawa Barat. Keterangan lebih lengkap mengenai matrik
warna tanah disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 1. Karakteristik fisiko-kimia tanah berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa
Timur, dan Jawa Barat
Sifat Tanah
pH 1:1 H2O
pH 1:1 KCl
C-Org
(%)
(mg P
P-Olsen
kg-1)
(mg
P-HCl 25%
P2O5
100g-1)
(cmolc
Ca-dd
kg-1)
(cmolc
Mg-dd
kg-1)
(cmolc
K-dd
kg-1)
(cmolc
Na-dd
kg-1)
(cmolc
KTK
kg-1)
KB

(%)

CaCO3
Fe-Oksalat
Fe-DCB
Al-DCB
Pasir
Debu
Klei
n

(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)

NTT
7.49 ± 0.42
6.69 ± 0.20
1.64 ± 0.61

R

Jawa Timur
6.8 ± 0.52
N
6.16 ± 0.61
1.43 ± 0.33
R

Jawa Barat
7.53 ± 0.30
N
6.89 ± 0.31
1.68 ± 0.22
R

4.26 ± 0.95

SR

10.86 ± 4.27

S

7.12 ± 1.4

R

37.95 ±
17.99

S

49.41 ±
26.17

T

33.18 ±
10.12

S

48.8 ± 9.53

ST

33.28 ± 7.53

ST

39.93 ± 2.82

ST

2.9 ± 1.20

T

3.54 ± 1.79

T

1.49 ± 0.62

S

0.65 ± 0.60

T

0.17 ± 0.12

R

0.11 ± 0.04

R

1.31 ± 2.1

ST

0.42 ± 0.23

S

0.24 ± 0.02

R

35.28 ± 5.28

T

41.52 ± 5.58

ST

32.66 ± 5.42

T

158.02 ±
48.08
6.96 ± 1.51
0.70 ± 0.49
1.37 ± 0.27
1.39 ± 0.49
18 ± 16
39 ± 11
42 ± 12
11

N

ST

91.08 ±
22.07
4.72 ± 2.82
1.05 ± 0.72
3.26 ± 2.40
1.67 ± 0.72
11 ± 7
36 ± 16
54 ± 15
11

ST

131.7 ±
26.01
7.42 ± 1.73
0.56 ± 0.25
2.38 ± 0.95
1.06 ± 0.32
19 ± 16
42 ± 22
39 ± 11
10

ST

Keterangan: n = jumlah contoh; N = netral; SR = sangat rendah; R = rendah; S =
sedang; T = tinggi; ST = sangat tinggi; nilai hasil analisis adalah ratarata ± standar deviasi

10
Pola Erapan P pada Tanah Berkapur
Pola erapan P disimulasikan dengan menggunakan persamaan Langmuir
dan Freundlich. Kurva linier yang menunjukkan nilai r > 0.90 merupakan
persamaan terbaik dalam menyimulasikan pola erapan P. Contoh kurva linier
persamaan Langmuir disajikan pada Gambar 5. Kurva tersebut menunjukkan nilai
r > 0.90. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan persamaan Langmuir dapat
dengan baik menyimulasikan pola erapan P. Bentuk kurva erapan P persamaan
Langmuir disajikan pada Gambar 6. Nilai masing-masing parameter persamaan
Langmuir disajikan pada Tabel 2.

C/q (kg L-1)

0,002
(a)

0,0015
0,001

y = 0.0005 + 0.0005x
r = 0.9424

0,0005
0

C/q (kg L-1)

0

0,5

1
1,5
-1
C (mg P L )

0,0025
0,002
0,0015
0,001
0,0005
0

2

2,5

(b)

y = 0.0003 + 0.0007x
r = 0.9490
0

0,5

1

1,5

2

2,5

C (mg P L-1)

C/q (kg L-1)

0,002
(c)

0,0015
0,001

y = 0.0004 + 0.0004x
r = 0.9449

0,0005
0
0

0,5

1
1,5
2
2,5
C (mg P L-1)
Gambar 5. Contoh kurva linier persamaan Langmuir tanah berkapur dari NTT
Humusu 1 (0 – 17 cm) (a), Jawa Timur Ngino 1 (0 – 20 cm) (b), dan Jawa Barat
Ciampea 1 (0 -20 cm) (c)

11

P yang dierap (mg kg-1)

2500

NTT

2000
Jawa
Timur

1500
1000

Jawa
Barat

500
0

0

1
2
3
4
-1
P dalam larutan (mg L )
Gambar 6. Contoh kurva erapan P persamaan Langmuir
Tabel 2. Parameter persamaan Langmuir tanah berkapur dari NTT, Jawa Timur,
dan Jawa Barat
b
K
P0,2
Lokasi
r
n
x103 mg P kg-1
L mg-1
mg P kg-1
NTT
2.09 b
1.21 ab
392.87
a
0.94 11
Jawa Timur
1.60 a
1.69 b
391.95
a
0.92 11
Jawa Barat
2.22 b
0.90 a
334.12
a
0.90 10
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda sangat nyata pada
taraf α = 1 % dengan uji Tukey.

Nilai b-Langmuir pada contoh tanah dari Jawa Barat adalah 2.22 x103 mg P kgdan NTT adalah 2.09 x103 mg P kg-1 sangat nyata lebih tinggi daripada Jawa Timur
adalah 1.60 x103 mg P kg-1. Hasil analisis ragam b-Langmuir disajikan pada Lampiran
4. Nilai K-Langmuir pada contoh tanah dari Jawa Timur adalah 1.69 L mg-1 sangat
nyata lebih tinggi daripada NTT adalah 1.21 L mg-1 dan Jawa Barat adalah 0.90 L
mg-1. Hasil analisis ragam K-Langmuir disajikan pada Lampiran 5. P-requirements (P
yang dierap pada 0.2 mg L-1) contoh tanah dari NTT adalah 392.87 mg P kg-1, Jawa
Timur adalah 391.95 mg P kg-1, dan Jawa Barat adalah 334.12 mg P kg-1 tidak
berbeda nyata berdasarkan hasil uji Tukey. Hasil analisis ragam P-requirements
disajikan pada Lampiran 6.
Contoh kurva linier persamaan Freundlich disajikan pada Gambar 7. Kurva
tersebut menunjukkan nilai r > 0.90. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan
persamaan Freundlich juga dapat dengan baik menyimulasikan pola erapan P.
Bentuk kurva erapan P persamaan Freundlich disajikan pada Gambar 8. Nilai
masing-masing parameter persamaan Freundlich disajikan pada Tabel 3.
1

12
4
(a)

Log q

3

2

y = 2.9711 + 0.6697x
r = 0.9982

1
0
-1,5

-1

-0,5
Log C

0

0,5

4

(b)

Log q

3
2
y = 2.9430 + 0.5183x
r = 0.9658

1
0
-1,75

-1,25

-0,75
-0,25
Log C

0,25

Log q

4

(c)

3
2
y = 3.0102 + 0.6717x
r = 0.9699

1
0
-1,5

-1

-0,5
0
0,5
Log C
Gambar 7. Contoh kurva linier persamaan Freundlich tanah berkapur dari dari
NTT Humusu 1 (0 – 17 cm) (a), Jawa Timur Ngino 1 (0 – 20 cm) (b), dan Jawa
Barat Ciampea 1 (0 -20 cm) (c)

P yang dierap (mg kg-1)

2500
NTT

2000
1500

Jawa
Timur

1000

Jawa
Barat

500
0
0

1

2
3
P dalam larutan (mg L-1)

4

Gambar 8. Contoh kurva erapan P persamaan Freundlich

13
Tabel 3. Parameter persamaan Freundlich tanah berkapur dari NTT, Jawa
dan Jawa Barat
K
Lokasi
n
r
x 103 L kg-1
NTT
1.05 b
1.53 a
0.97
Jawa Timur
0.88 a
1.75 b
0.97
Jawa Barat
0.94 ab
1.44 a
0.96

Timur,
n
11
11
10

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda sangat nyata
pada taraf α = 1 % dengan uji Tukey.

Nilai K-Freundlich pada contoh tanah dari NTT adalah 1.05 x 103 L kg-1 dan
Jawa Barat adalah 0.94 x 103 L kg-1 sangat nyata lebih tinggi daripada Jawa Timur
adalah 0.88 x103 L kg-1. Hasil analisis ragam K-Freundlich disajikan pada Lampiran 7.
Sementara nilai n-Freundlich pada contoh tanah dari Jawa Timur sebesar 1.75 sangat
nyata lebih tinggi daripada NTT sebesar 1.53 dan Jawa Barat sebesar 1.44. Hasil
analisis ragam n-Freundlich disajikan pada Lampiran 8.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa persamaan
Langmuir dan Freundlich dapat dengan baik dalam menyimulasikan pola erapan P.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai r > 0.90 pada kurva linier persamaan Langmuir
dan Freundlich. Data lengkap parameter persamaan Langmuir tanah berkapur dari
NTT, Jawa Timur, dan Jawa Barat berturut-turut disajikan pada Lampiran 9,10, dan
11. Sedangkan data lengkap parameter persamaan Freundlich tanah berkapur dari
NTT, Jawa Timur, dan Jawa Barat berturut-turut disajikan pada Lampiran 12, 13,
dan 14.
Korelasi Erapan P dengan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Berkapur
Nilai korelasi antara parameter persamaan Langmuir dan Freundlich dengan
sifat fisiko-kimia tanah disajikan pada Tabel 4. Korelasi yang signifikan dan sangat
signifikan dinyatakan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap erapan P.
Tabel 4. Hasil analisis korelasi sederhana parameter persamaan Langmuir dan
Freundlich dengan sifat fisiko-kimia tanah
b-Langmuir
K-Langmuir
K-Freundlich
n-Freundlich
Ca-dd
0.310 *
-0.291
0.246
-0.308 *
CaCO3
0.398 *
-0.064
-0.203
-0.537 **
Fe-Oksalat
-0.236
0.474 **
0.067
0.380 *
Fe-DCB
-0.211
0.417 **
-0.040
0.300 *
Al-DCB
-0.147
0.431 **
-0.022
0.403 *
Klei
0.278
-0.256
0.031
-0.234
Keterangan: n = 32 ; * = korelasi signifikan pada taraf 0.05 (1-tailed), ** = korelasi
signifikan pada taraf 0.01 (1-tailed).

Parameter b-Langmuir berkorelasi signifikan dengan Ca-dd (0.310) dan CaCO3
(0.398). Korelasi tersebut membuktikan adanya hubungan erapan P dengan Ca-dd
dan CaCO3. Parameter K-Langmuir berkorelasi sangat signifikan dengan Fe-Oksalat

14
(0.474), Al-DCB (0.417), dan Fe-DCB (0.431). Hartono et al. (2005), Onweramadu et
al. (2007) dan Chimdi et al. (2013) dengan menggunakan persamaan Langmuir
menyatakan bahwa oksida/hidrusoksida Fe dan Al berkorelasi dengan parameter KLangmuir dan b-Langmuir. Hasil analisis korelasi parameter persamaan Langmuir dengan
sifat fisiko-kimia tanah berkapur yang diperoleh menunjukkan bahwa
oksida/hidrusoksida Fe dan Al berkorelasi dengan K-Langmuir.
Korelasi pada parameter persamaan Freundlich menunjukkan bahwa nilai
K-Freundlich memiliki korelasi tertinggi dengan Ca-dd (0.246). Parameter n-Freundlich
berkorelasi signifikan Fe-DCB (0.300), Fe-Oksalat (0.380), dan Al-DCB (0.403). Idris dan
Ahmed (2012) menyatakan bahwa K-Freundlich dan n-Freundlich berkorelasi dengan
kandungan oksida/hidrusoksida Fe dan Al. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa
oksida/hidrusoksida Fe dan Al berkorelasi dengan n-Freundlich, dan nilai Ca-dd
memiliki korelasi tertinggi terhadap parameter K-Freundlich.
Korelasi antara Ca-dd dan CaCO3 dengan b-Langmuir menunjukkan adanya
hubungan Ca-dd dan CaCO3 dengan erapan P. Reaksi P dengan Ca-dd dan CaCO3
menghasilkan P yang tidak larut karena terpresipitasi (Tan 1998; Anwar dan Sudadi
2013; Hadgu et al. 2014). Reaksi kimia yang dapat terjadi antara Ca2+ dan ion P
diantaranya adalah sebagai berikut:
3 Ca2+ + 2 PO43- → Ca3(PO4)2

(reaksi presipitasi oleh ion Ca).

Ca2+ + HPO42- + 2 H2O→ CaHPO4·2 H2O

(reaksi presipitasi oleh ion Ca).

Reaksi CaCO3 dengan ion P dapat terjadi setelah adanya pelarutan CaCO3
oleh asam karbonat, sehingga menghasilkan ion Ca yang dapat mengikat ion P.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
H2O + CO2 → H2CO3
CaCO3 + H2CO3 → Ca2+ + 2 HCO33 Ca2+ + 2 PO43- → Ca3(PO4)2

(reaksi pembentukan asam karbonat).
(reaksi pelarutan CaCO3).
(reaksi presipitasi oleh ion Ca).

Lebih lanjut Anwar dan Sudadi (2013) menjelaskan bahwa interaksi koloid
dengan ion Ca dapat mengerap P. Kejenuhan basa pada tanah berkapur dari NTT,
Jawa Timur, dan Jawa Barat yang sangat tinggi didominasi oleh Ca-dd pada
kompleks pertukaran. Nilai KB yang lebih dari 100% menunjukkan bahwa selain
Ca-dd, ion Ca juga sangat tinggi dalam larutan tanah. Pelarutan CaCO3
mengakibatkan tingginya ion Ca pada larutan tanah sehingga dapat menjadi
jembatan antara koloid dengan ion P (koadsorpsi). Bentuk ikatan yang terjadi
adalah sebagai berikut:
Koloid – Ca – H2PO4-

(reaksi koadsorpsi oleh ion Ca).

Koloid tanah yang bermuatan negatif dijembatani oleh Ca2+ untuk mengikat H2PO4-.
P yang berikatan dalam bentuk seperti ini masih dapat diserap oleh tanaman dan
dikategorikan sebagai bentuk retensi P.

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sifat fisiko-kimia tanah berkapur dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur,
dan Jawa Barat sangat bervariasi. Hal ini dapat diketahui dari nilai standar deviasi
data hasil analisis tanah. Secara umum nilai pH tanah netral, dengan Ca-dd sangat
tinggi mendominasi komplek pertukaran, dan P-tersedia berstatus sedang sampai
sangat rendah. Persamaan Langmuir dan Freundlich dapat dengan baik dalam
menyimulasikan pola erapan P. Erapan maksimum Langmuir berkorelasi dengan
Ca-dd dan CaCO3, sedangkan kapasitas erapan Freundlich memiliki nilai korelasi
tertinggi dengan Ca-dd. Kandungan oksida/hidrusoksida Fe dan Al dalam tanah
berkorelasi dengan energi ikatan Langmuir dan konstanta n Freundlich. Oleh karena
itu erapan maksimum P pada tanah berkapur ditentukan oleh kandungan Ca-dd dan
CaCO3, sedangkan energi ikatan ditentukan oleh oksida/hidrusoksida Fe dan Al.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai desorpsi, resorpsi, dan berbagai
kadar fraksi P pada tanah berkapur dan hubungannya dengan kandungan Ca-dd,
CaCO3, oksida/hidrusoksida Fe dan Al.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar S, Sudadi U. 2013. Kimia Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan IPB. p: 206.
[Balittan] Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan
Pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah. p: 234.
Castellan GW. 1983. Physical Chemistry 3rd Ed. New York (US): AddisonWeasley. p: 717.
Chimdi A, Gebrekidan H, Tadesse A, Kibret K. 2013. Phosphorus sorption patterns
of soils from different land use systems of East Wollega, Ethiopia.
American-Eurasian J. of Scientific Research. 8: 109-116.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2014. World Refferences Base for Soil
Resources 2014: International Soil Classification for Naming Soils and
Creating Legends for Soil Maps. Rome (ITA): FAO. p: 188.
Fox RL, Kamprath EJ.1970. Phosphate sorption isotherm for evaluating the
phosphate requirements of soils. SSSAJ. 34: 902 – 907.
Hadgu F, Gebrekidan H, Kibret K, Yitaferu B. 2014. Study of phosphorus
adsorption and its relationship with soil properties, analyzed with
Langmuir and Freundlich models. J. Agri. Forest. and Fish. 3: 40 – 51.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. p: 288.
Hartono A, Funakawa S, Kosaki T. 2005. Phosphorus sorption-desorption
characteristics of selected acid upland soils in Indonesia. Journal Soil Sci.
Palnt Nutr. 51: 787 – 799.

16
Hartono A, Anwar S, Lutfi CM. 2007. Studi Erapan Fosfor, Belerang dan Boron
pada Tanah Andisol Sukamantri, Latosol Darmaga dan Grumusol Cihea.
Seminar Kongres Nasional IX HITI.
Hartono A, Indriyati LT, Selvi. 2013. Effects of humic substance on phosphorus
sorption and desorption characteristics of soils high in iron and aluminium
oxide. J. ISSAAS. 19: 86 – 92.
Havlin JL, Beaton JD, Nelson SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers: An
Introduction to Nutrient Management. New Jersey (US): Pearson Prentice
Hall. p: 528.
Idris OAA, Ahmed HS. 2012. Phosphorus sorption capacity as a guide for
phosphorus availability of selected Sudanese soil series. African Crop
Science Journal. 20: 59 – 65.
[ISRIC] International Soil Refference and Information Center. 1993. Procedure for
Soil Analysis. In van Reeuwijk, LP (Ed). Technical Paper, International
Soil Reference and Information Centre 4th edition. Wageningen: The
Netherlands. p: 100.
Kishchuk BE. 2000. Calcareous Soils, Their Properties and Potential Limitations
to Conifer Growth in Southeastern Columbia and Western Alberta: A
literature Review. Alberta (CAN): Canadian Forest Service and Northern
Forestry Center. p: 21.
Maghanga KJ, Kituyi LJ, Segor KF, Kisinyo OP. 2012. Comparison of soil
phosphorous extraction by Olsen and double acid methods in acid soils of
Western Kenya. East African J. of Pure and Applied Science. 1: 1 – 5.
McKeague JA, Day JH. 1966. Dithionite and oxalate extracable Fe and Al as aids
in differentiating various classes of soils. Can. J. Soil Sci. 46: 13 – 22.
Mehra PO, Jackson ML. 1960. Iron oxide removal from soils and clays by
dithionite-citrate system buffered with sodium bicarbonate. Clays Clay
Miner. 7: 317 – 327.
Murphy J, Riley JP. 1962. A modified single solution method for the determination
of phosphate in natural waters. Anal. Chim. Acta. 27: 31 – 36.
Nursyamsi D, dan Setyorini D. 2009. Ketersediaan P tanah – tanah netral dan
alkalin. Jurnal Tanah dan Iklim. 30: 25 – 36.
Onweremadu EU, Omeke J, Onyia VN, Agu CM, Onwubiko NC. 2007. Interhorizon variability in phosphorus-sorption capability of sesquioxide-rich
soils in Southeastern Nigeria. Journal of American Science. 3: 43 – 48.
Tan KH. 1998. Principles of Soil Chemistry 3rd ed. New York (US): Marcel Dekker.
p: 292.
Ulfiyah AR, Siradz SA, Radjagukguk B. 2006. Karakteristik kimiawi dan
mineralogi tanah pada beberapa ekosistem bentang lahan karst di
Kabupaten Gunung Kidul. J. Ilmu Tanah dan Lingk. 6: 1 – 12.
Wang J, Liu WZ, Mu HF, Dang TH. 2010. Inorganic phosphorus fractions and
phosphorus availability in a calcareous soil receiving 21-year
superphosphate application. Pedosphere. 3 : 304 – 310.

17
LAMPIRAN
Lampiran 1. Koordinat lokasi pengambilan contoh tanah berkapur dari Nusa
Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat
Lokasi

Order
Tanah

Humusu 1

Vertisols

Humusu 2

Vertisols

Humusu 3

Vertisols

Humusu 4

Vertisols

Humusu 5

Vertisols

Ngino 1

Alfisols

Ngino 2

Alfisols

Genaharjo

Alfisols

Prunggahan
Kulon 1

Alfisols

Prunggahan
Kulon 2

Alfisols

Paciran
Ciampea 1

Alfisols
Alfisols

Ciampea 2

Alfisols

Klapanunggal 1

Alfisols

Klapanunggal 2

Alfisols

Klapanunggal 3

Alfisols

Kedalaman

Koordinat

(cm)

Latitude

Altitude

0 – 17
17 – 34
34 – 62
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50
0-20
20-50

9°29’1.61”

124° 56’7.79”

Ketinggian
(m)
457

9°27’8.90”

124° 57’6.65”

551

9°29’1.63”

124° 56’5.56”

550

9°28’33.07”

124° 56’1.47”

435

9°28’30.06”

124° 56’1.17”

377

6°59'23.07"

112° 3'5.59"

59

6°59'25.79"

112° 3'7.35"

67

6°58'1.69"

112° 4'13.84"

36

6°55'20.17"

112° 2'52.42"

40

6°55'18.31"

112° 2'53.35"

41

6°52' 39.7"
6°32'54.88"

112°24' 47.7"
106°41'15.14"

28
148

6°33'17.29"

106°41'37.22"

169

6°27'43.60"

106°57'9.71"

100

6°27'40.57"

106°57'0.66

105

6°27'39.80"

106°57'1.50"

99

18
Lampiran 2. Kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Balai Penelitian Tanah
(2009)
Nilai
Sifat tanah
Sangat
Sangat
Rendah Sedang Tinggi
rendah
tinggi
C (%)
5
P-HCl 25%
15-20
21-40
41-60
>60
20
P-Olsen (mg P kg-1)

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124