PEMBAHARUAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PEMBAHARUAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Islam
Semester II
(Kelas 2A)

Disusun Oleh :
Kelompok III
Heru Faktio Aji

(160574201055)

Mardiana

(160574201009)

M. Julizar Karyadi

(160574201018)

Oka Fratiwi


(160574201040)

Rilo Pambudi. S

(160574201023)

Sri Wahyuni

(160574201024)

Yohannes

(160574201000)

Dosen Pengampu:
Rizaldy Siregar, S.Ag., M.A

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, pengatur alam
semesta

yang karena limpahan nikmat dan karuniaNya kami dapat

menyelesaikan

dan

menyusun

makalah

ini


dengan

judul:

“PEMBAHARUAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.
Makalah ini disusun dengan maksud memenuhi tugas Mata Kuliah
Hukum Islam. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dan bahan bacaan bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya sehingga mengetahui dan memahami pembaharuanpembaharuan hukum islam.
Pada kesempatan ini penyusun juga mengucapkan terima kasih
kepada:
1) Kedua orang tua yang telah memberi dukungan moril dan materil
serta doa dalam setiap usaha saya.
2) Bapak Rizaldy Siregar, S.Ag., M.A selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Hukum Islam yang telah memberikan arahan dalam
pembuatan dan pengembangan materi makalah ini.
3) Dan teman-teman yang membantu dan membari masukan serta
kritikan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih dirasakan adanya
berbagai kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan
makalah ini dan kebenaran akan ilmu pengetahuan di bidang hukum
khususnya terkait Hukum Islam.

ii

Akhir kata semoga makalah ini dapat membawa manfaat yang positif
bagi pembaca terkait pembaharuan hukum dalam perspektif hukum
Islam. Amiin Yaa Rabbal „Alamiin.
Tanjungpinang, April 2017
Penyusun

Kelompok III

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................


ii

DAFTAR ISI ...............................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................

1

1.1 Latar Belakang ...............................................................

1

1.2 Rumusan Masalah .........................................................

2

1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................


2

1.4 Manfaat Penulisan .........................................................

3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................

4

2.1 Pengertian Pembaharuan Hukum Islam ..........................

4

2.2 Metode Pembaharuan Hukum Fikih Islam .......................

6

2.3 Faktor Penyebab Pembaharuan Hukum Islam .................


8

2.4 Prinsip-Prinsip Pembaharuan Hukum Islam ...................

10

2.5 Bentuk-Bentuk Pembaharuan Hukum Islam ...................

14

2.6 Sasaran Pembaharuan Hukum Islam ..............................

17

2.7 Interpretasi Pembaharuan Hukum Islam ........................

18

BAB III PENUTUP ......................................................................


19

3.1 Kesimpulan ....................................................................

19

3.2 Saran .............................................................................

19

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................

21

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum

Islam

sering

dituduh

sebagai

penyebab

dari

kemunduran umat Islam. Beban psikologis ini tidak lain
dikarenakan hukum Islam yang dalam sejarahnya lebih banyak
(untuk tidak mengatakan seluruhnya) mengacu kepada kitabkitab kuning yang ditulis pada abad-abad 2 dan 3 H, kemudian
ditelan “mentah-mentah” sebagai kebenaran final dan parexellence. Padahal banyak sekali dari produk-produk kitab
kuning tersebut merupakan respon yang bersifat lokal dan
partikular,


sesuai

dengan

dimensi

ruang

dan

waktunya.

Akibatnya banyak sekali dari muatan produk hukum Islam yang
diakomodir lewat kitab kuning tersebut mengalami “beban
aktualitas”,

tidak

perkembangan


cukup

zaman.

antisipatif

Belum

lagi

dalam

merespon

dalam

merespon

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan
yang berkembang secara cepat dan mengglobal.
Oleh karena itu, agar tidak menjadi “gagap dan kaku”, sudah
semestinya

hukum

jangkauannya,
engineering.
pembaruan

baik

Islam
sebagai

Melihat

dituntut
social

kenyataan

(tajdīd/renewal),

baik

lebih

fleksibel

daya

control

maupun

social

ini

maka,

secara

perlu

individu

adanya
maupun

kelompok pada kurun waktu tertentu yang telah dimapankan
pemikirannya oleh produk pemikiran lama. Agar umat Islam bisa
lepas dari tuntutan sejarahnya dan agar tidak kehilangan rohnya
dalam upaya memberi arah dan bimbingan bagi umat Islam dan
seluruh manusia pada umumnya.
Secara
merupakan

sosiologis,
ciri

yang

perubahan
melekat

sosial
pada

dalam

masyarakat

masyarakat,

karena

1

masyarakat

mengalami

perubahan

sosial

akibat

faktor

perkembangan zaman. Karenanya perubahan ini perlu direspon
oleh

hukum

Islam,

yang

pada

gilirannya

hukum

Islam

diharapkan memiliki kemampuan fungsi social control dan social
engineering. Hukum Islam sebagai suatu produk kerja intelektual
oleh para ahli hukum Islam, maka harus dipahami tidak hanya
terbatas pada fikih saja. Persepsi yang tidak proporsional dalam
memandang

eksistensi

hukum

Islam

sering

melahirkan

kekeliruan persepsi baru dalam memandang perkembangan atau
perubahan yang terjadi dalam hukum Islam itu sendiri.
Ketika hukum Islam dipahami hanya fikih saja, maka kesan
yang diperoleh adalah hukum Islam mengalami stagnasi dan
tidak

sanggup

menjawab

tantangan

perubahan

sosial

di

masyarakat. Hukum Islam tidak dilahirkan dari tempat yang
hampa dan dalam ruang hampa, melainkan lahir di tengah
dinamika pergulatan sebagai jawaban solutif atas problematika
aktual

yang

sedang

terjadi.

Hukum

Islam

akan

selalu

berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan ruang
dan waktu yang melingkupinya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, permasalahan yang
kami bahas adalah:
1) Bagaimana pembaharuan hukum dalam perspektif hukum
Islam?
2) Apa yang menjadi prinsip dasar dalam pembaharuan hukum
Islam?
3) Bagaimana bentuk-bentuk pembaharuan hukum Islam itu
sendiri?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

2

1) Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Islam berkaitan
dengan pembaharuan hukum Islam.
2) Untuk menambah wawasan penyusun dan pembaca dalam
hal pembaharuan hukum dalam perspektif hukum Islam.
3) Untuk mengetahui pengertian dan prinsip dasar pembaharuan
hukum Islam.
4) Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pembaharuan
hukum Islam.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1) Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan
dalam

bidang

kajian

Hukum

Islam

terkait

dinamika

pembaharuan hukum Islam.
2) Memberikan pemahaman mengenai pandangan hukum Islam
dalam pembaharuan hukumnya.
3) Memberikan pemahaman terkait prinsip dan bentuk-bentuk
pembaharuan hukum Islam.

3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembaharuan Hukum Islam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata
“pembaruan”

sebagai

proses,

cara,

perbuatan

membarui.

Membarui itu sendiri menurut KBBI bermakna (1) memperbaiki
supaya menjadi baru, (2) mengulangi sekali lagi, memulai lagi
dan (3) mengganti dengan yang baru, memodernkan (Depdiknas,
2005 : 109). Bila dikaitkan dengan kata “hukum” maka akan
muncul frasa yang berbunyi : proses pelaksanaan pembaruan
hukum

melalui

cara

memperbaiki,

memodernkan,

atau

mengganti dengan yang baru.
Dalam bahasa Arab pembaruan adalah terjemahan dari kata
tajdid. Abdul Manan, Guru Besar dan Hakim Agung dalam
bukunya Aspek Pengubah Hukum menjelaskan secara mendalam
tentang pengertian tajdid ini berdasarkan sumber-sumber yang
akurat.

Arti

terminologi

tajdid

berdasarkan

pandangan

Muhammadiyah diuraikan pula secara mendetail oleh Rifyal
Ka`bah, Guru Besar dan Hakim Agung dalam bukunya Hukum
Islam di Indonesia. Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh
Muhammadiyah, Rifyal Ka`bah menyimpulkan bahwa pembaruan
hukum menurut Muhammadiyah adalah gabungan dari tajdid
dan ijtihad (Rifyal Ka`bah, 1999 : 115).
Ada juga yang menggunakan istilah lain untuk pembaruan
hukum. Menurut Satjipto Rahardjo ada yang menggunakan
istilah-istilah

pembangunan

hukum,

perubahan

hukum,

pembinaan hukum, atau modernisasi hukum. Terakhir banyak
pula

yang

menggunakan

istilah

reformasi

hukum

yang

merupakan terjemahan dari legal reform. Walau bemacam-macam
istilah

yang

digunakan,

Satjipto

sepakat

dengan

Sudargo

4

Gautama untuk menggunakan istilah pembaruan hukum, karena
istilah

ini

lebih

dekat

untuk

menggambarkan

bagaimana

menyusun suatu tata hukum yang dapat menyesuaikan diri pada
perubahan yang terjadi pada masyarakat (Satjipto Rahardjo,
2009 : 15).
Menurut Ensiklopedi Islam (2005 : 32) sejak permulaan
sejarahnya Islam telah mempunyai tradisi pembaruan (tajdid).
Hal ini disebabkan tajdid mendapat pembenaran dan pengesahan
dari Al-Qur`an (QS.7 : 170 dan QS.11 : 117) dan hadis Nabi
Muhammad

SAW

yang

diriwayatkan

oleh

Abu

Dawud

:

“Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini (umat
Islam) pada permulaan setiap abad orang yang akan membarui
(memperbaiki) urusan agamanya” Frasa membarui urusan agama
(yujaddidu laha dinaha) tentu saja dalam arti semua bidang
agama seperti aqidah, ibadah, muamalah (dalam arti luas),
termasuk bidang hukum (syariah). Hanya saja dalam bidang
aqidah dan ibadah, makna membarui ialah memperbaiki dengan
mengembalikan seperti dalam keadaan semula karena bidang ini
ada yang telah terkontaminasi oleh bid`ah dan khurafat. Akan
tetapi dalam bidang hukum membarui dapat bermakna merubah,
merombak, atau merekonstruksi. Hukum Islam secara tertulis
sebagai kaidah konkrit (walau tidak menggunakan format
peraturan

perundang-undangan)

terdapat

dalam

kitab-kitab

fiqih. Itulah sebabnya pembaruan hukum dalam Islam identik
pembaruan fiqih. Melihat sejarah mahab Syafi`i sebenarnya
pembaruan fiqih dalam arti perubahan fiqih bukanlah hal yang
baru. Ini tergambar adanya qaul qadim dan qaul jadid dalam
mazhab ini.

5

2.2 Metode Pembaharuan Hukum Fikih Islam
Wahbah Zuhaili (2002 : 129) menyebut adanya lima metode
pembaruan fiqih yang selama ini berjalan di kalangan umat
Islam. Metode-metode tersebut adalah :
1) Metode Salafi. Metode ini mengajak umat kembali kepada fiqih
kaum salaf, yakni para sahabat dan tabi`in, dan melepaskan
diri dari keempat mazhab. Pelopor gerakan ini antara lain
Muhammad Yusuf Musa, Syakih Muhammad al-Muntashir alKattani,dan Ruwwas Qala‟ji. Kelompok penganut metode ini
mengajak untuk mempelajari kembali ijtihad para sahabat,
terutama Umar bin Khattab.
2) Metode intiqa‟i atau ghawgha‟i. Wahbah Zuhaili mengartikan
metode ini sebagai metode yang memilih apa yang terasa enak
menurut keinginan pribadi dan hawa nafsu. Tinjauan metode
ini sepintas dan tidak mendalam, padahal penganut metode
ini tidak memiliki persyaratan sebagai seorang mujtahid.
Sayang Wahbah Zuhaili tidak menunjukkan contoh ijtihad
para penganut metode ini.
3) Metode `udwani. Metode ini memusuhi ketegasan fiqih Islam
secara keseluruhan dan mengabaikan warisan peninggalan
fiqih yang amat kaya dan telah diakui oleh tokoh-tokoh ahli
hukum dan para praktisi hukum di dunia kontemporer.
Meninggalkan fiqih Islam merupakan metode destruktif,
karena menempatkan nash syar‟i pada posisi terakhir, dan
mengambil apa yang dianggap memiliki maslahat berdasarkan
hawa nafsu.
4) Metode taqribi. Metode ini mencoba mendekatkan fiqih kepada
hukum positif, seolah-oleh hukum positif bersifat sakral dan
tinggi, sementara fiqih Islam berada dibawahnya. Penganut
metode ini berupaya melakukan takwil terhadap nash-nash
syariat dengan sangat jauh dan bertentangan dengan nash
yang jelas tujuan dan sasarannya. Ini merupakan pembalikan
6

realitas, sebab hukum positif menetapkan relalitas hubungan
sosial untuk mencapai stabilitas tanpa memandang moral dan
agama.
5) Metode mu‟tadil mutawazin atau wasathi. Metode ini disebut
juga metode moderat, seimbang, atau pertengahan. Metode ini
dapat diterima secara syara‟ maupun akal, karena pertama,
metode ini menjaga segala yang sudah tetap dalam syari‟ah;
kedua,

metode

ini

memperhatikan

tuntutan-tuntutan

perkembangan atas dasar mashlahah mursalah, termasuk urf
(kebiasaan) umum, sebagai bentuk pengamalan semangat
syari‟at tanpa “menabrak nash”. Metode inilah yang dipakai
oleh para shabat, tabi‟in, dan para imam mazhab disetiap
waktu dan masa. Metode ini berusaha mewujudkan otentisitas
dan modernitas sekaligus. Metode ini juga mempertemukan
dua hal : pertama, tetap berpegang teguh pada nash, dan
kedua,

tetap

menjaga

dan

mempertemukan

aspek

kemaslahatan dan kebutuhan setelah melakukan pemahaman
mendalam terhadap nash dan menjelaskan `illat-nya. Wahbah
Zuhaili menunjuk contoh dalam dunia perbankan dengan
munculnya bank-bank Islam, yang akhirnya berkembang ke
seluruh dunia.
Melihat uraian Wahbah, pembaruan hukum dalam Islam
bukan

merupakan

perkembangan
peradaban

hal

hukum

tidak

se

yang
akibat

mudah,
perubahan

“sederhana”

karena

persoalan

masyarakat

masalah-masalah

dan
yang

membedakan prinsip perbankan konvensional dengan perbankan
Islam. Tanpa bermaksud merendahkan, masalah perbankan
dalam kajian Mochtar Kusumaatmadja adalah masalah bidang
hukum netral, sehingga dengan memasukkan aspek moral (tidak
mengandung riba, maisir, gharar, haram, atau zalim) pembaruan
sistem ekonomi Islam relatif berjalan. Ini berbeda dengan bidang

7

hukum yang non-netral seperti hukum keluarga. Beberapa
pengamat

telah

menyimpulkan

bahwa

aspek-aspek

yang

membutuhkan pembaruan dalam Hukum Islam menyangkut isuisu Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, dan kesetaraan gender.
Ketiga isu ini terutama HAM dan kesetaraan gender ironisnya
terdapat

banyak

dalam

bidang

hukum

keluarga.

Dengan

menggunakan kriteria metode pembaruan dan justifikasi yang
diutarakan Wahbah Zuhaili, persoalan pembaruan hukum dalam
bidang hukum keluarga hampir-hampir tidak dapat dilakukan
sama sekali. Pembaruan hukum keluarga di Indonesia terasa
sulit

ketika

orang

menjadi

tabu

untuk

mempersoalkan

paradigma-paradigma yang digariskan oleh Ushul Fiqih, padahal
paradigma tersebut juga produk penafsiran yang tidak steril dari
pengaruh

kondisi

dan

situasi.

Istilah-istilah

negatif

yang

digunakan Wahbah Zuhaili terhadap metode-metode pembaruan
seperti “memilih yang enak”, “keinginan pribadi”, atau “hawa
nafsu” seharusnya disikapi dengan hati-hati, walaupun justifikasi
Wahbah

Zuhaili

ini

mewakili

sebagian

besar

pandangan

masyarakat Islam. Perlu studi dengan standar ilmiah yang diakui
oleh

dunia

internasional

apakah

metode-metode

tersebut

memang benar-benar buruk, atau istilah negatif tersebut hanya
menunjukkan sikap apologis semata-mata.
2.3 Faktor Penyebab Pembaharuan Hukum Islam
Stepen A. Siegel menyetakan bahwa permasalahan pemilu
merupakan aktivitas tertua dalan sebuag negara bangsa di
antara permasalahan permasalahan paling tua lainnya dalam
hukum tata negara.
Pembaruan hukum Islam sebagai upaya mencari relevansi
hukum Islam dengan perkembangan kekinian bukanlah upaya
yang berdiri sendiri, tapi ada faktor yang mendorongnya.

8

Menurut para pakar hukum Islam di Indonesia, pembaruan
hukum Islam yang terjadi saat ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain: Pertama, untuk mengisi kekosongan hukum
karena norma-norma yang terdapat dalam kitab-kitab fikih tidak
mengaturnya,

sedangkan

kebutuhan

masyarakat

terhadap

hukum masalah yang baru terjadi itu sangat mendesak untuk
diterapkan. Kedua, pengaruh globalisasi ekonomi dan IPTEK
sehingga perlu ada aturan hukum yang mengaturnya, terutama
masalah-masalah yang belum ada aturan hukumnya. Ketiga,
pengaruh reformasi dalam berbagai bidang yang memberikan
peluang kepada hukum Islam untuk bahan acuan dalam
membuat hukum nasional. Keempat, pengaruh pembaruan
pemikiran hukum Islam yang dilaksanakan oleh para mujtahid
baik tingkat nasional maupun tingkat internasional, terutama
hal-hal yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Selain itu, terdapat pula beberapa hal yang menjadi faktor
pendukung dilakukannya pembaharuan hukum Islam antara
lain:
1) Perubahan situasi dan kondisi zaman membawa perubahan
cara berfikir ulama, maka berubah pula cara memberi
interpretasi atas kehendak Allah, lalu membawa dampak
perlunya perubahan dalam merumuskan fikih(hukum Islam);
2) Banyaknya masalah hukum dalam kehidupan sosial masa
kini yang belum terjangkau oleh rumusan fiqh lama;
3) Formulasi fiqh lama yang telah banyak yang sudah kurang
memiliki daya laku di tengah masyarakat;
4) Perkembangan iptek membawa perubahan sikap masyarakat
dalam merespon hukum, sehingga perlu pemikiran dan
formulasi fiqh baru;

9

5) Dewasa ini muncul persoalan hukum di tengah masyarakat
yang cukup cepat, sementara ketersediaan rumusan fiqh lama
terbatas, sehingga perlu merumuskan suatu fikih yang baru.
2.4 Prinsip-Prinsip Pembaharuan Hukum Islam
Adapun prinsip-prinsip pembaharuan dalam hukum Islam
dalah sebagai beriku:
1) Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini
menyatakan

bahwa

semua

manusia

ada

dibawah

satu

ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan
dalam kalimat La‟ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah).
Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64.
Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan
hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan
manusia

dan

penyerahan

dirinya

kepada

Allah

sebagai

manipestasikesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak
boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau
sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah
ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan
kehendak-Nya.
Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan
untuk

menetapkan

hukum

sesuai

dengan

apa

yang

diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan As-Sunah). Barang siapa
yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang
tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang
yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan
47).
Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus
yang

merupakan

kelanjutan

dari

prinsip

tauhid

ini,

umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :

10

a) Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah
tanpa perantara. Artinya bahwa tak seorang pun manusia
dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
b) Prinsip Kedua : Beban hukum (takli‟f) ditujukan untuk
memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat alnafs) dan pembentukan pribadi yang luhur. Artinya hamba
Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa
syukur atas nikmat Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum
Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari
azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum
ibadah sebagai berikut :
1) Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba‟, yaitu pada pokoknya
ibadah itu tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan
ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan
Allah dan Rasul-Nya;
2) Al-masaqqah

tujlibu

at-taysiir,

yaitu

kesulitan

dalam

melaksanakan ibadah akan mendatangkan kemudahan.
2) Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi‟za‟n
(keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur‟an
kadang diekuivalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti
keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. Al-Syura: 17
dan Al-Hadid: 25.
Term

“keadilan”

pada

umumnya

berkonotasi

dalam

penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi,
keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip
keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut
Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan
karena esensinya, seba Allah tidak mendapat keuntungan dari
ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari

11

perbuatan

maksiat

manusia.

Namun

ketaatan

tersebut

hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara
pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan
masyarakat.
Penggunaan

term

“adil/keadilan”

dalam

Al-Quran

diantaranya sebagai berikut :
a) QS. Al-Maidah 8: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah
kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika)
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlakulah adil. Karena (adil) itu lebih dekat kepada
takwa....”
b) QS. Al-An‟am 152: “Dan jaanganlah kamu mendekati harta
anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,
sampai ia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil....”
Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan
hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan
ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan
elastisitas

hukum

Islam

dan

kemudahan

dalam

melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan
3) Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia
untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki
dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai
fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi
Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian
Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu
dan akal.

12

4) Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar
agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan,
tetapi

berdasarkan

Kebebasan

yang

penjelasan,

menjadi

demontrasi,

prinsip

hukum

argumentasi.
Islam

adalah

kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik
kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama
dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan
dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5).
5) Prinsip Persamaan (musawwah)
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam
Konstitusi

Madinah

(al-Shahifah),

yakni

prinsip

Islam

menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas
manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting
dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam
menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak
pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.
6) Prinsip At-Ta’awun
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama
manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama
dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.
7) Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi
yang

menjamin

tidak

terlanggarnya

hak-hak

Islam

dan

ummatnya, toleransi hanya dapat diterima apabila tidak
merugikan agama Islam.
Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut
pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur’an dan Hadits yang
menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang
tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan
syari‟at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi

13

tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi
mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah
sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.
2.5 Bentuk-Bentuk Pembaharuan Hukum Islam
Pembaharuan hukum Islam berarti gerakan ijtihad untuk
menetapkan

ketentuan

hukum

yang

mampu

menjawab

permasalahan dan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

modern,

baik

menetapkan hukum terhadap masalah baru untuk menggantikan
ketentuan hukum lama yang tidak sesuai lagi dengan keadaan
dan kemaslahatan manusia masa sekarang. Yang dimaksud
dengan ketentuan hukum di sini adalah ketentuan hukum Islam
kategori fikih yang merupakan hasil ijtihad para ulama, bukan
ketentuan hukum Islam kategori syariat.
Ijtihad adalah salah-satu wacana dalam pembaharuan. Secara
terminologi, ijtihad adalah: ”Mengerahkan seluruh kemampuan
dan usaha dalam mencari hukum syariat”. Kata ijtihad hanya
digunakan pada usaha yang memerlukan pengerahan tenaga
semaksimal mungkin demi sebuah tujuan.
Pembaharuan juga dapat dilakukan dengan usaha-usaha
pentahqiqan. Dengan usaha pentahqiqan ini, akan terlihat
keaslian dan kemurnian ajaran Islam. Cara ini lebih mudah,
dibandingkan dengan ijtihad.

Meskipun cara ini, barangkali

termasuk dalam wilayah ijtihad. Dikatakan lebih mudah, karena
hanya mengoreksi sebuah pendapat. Akan lebih mudah lagi bila
kita memiliki fasilitas di atas.
Gerakan mendobrak taklid dan menghidupkan kembali ijtihad
untuk

mengembangkan

hukum

Islam

disebut

gerakan

pembaharuan hukum Islam, sebab gerakan itu muncul untuk
menetapkan

ketentuan

hukum

yang

mampu

menjawab

14

permasalahan dan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Menetapkan

ketentuan

hukum

yang

mampu

menjawab

permasalahan dan perkembangan baru itu mengandung dua
unsur. Pertama, menetapkan hukum terhadap masalah-masalah
baru yang belum ada ketentuan hukumnya, seperti masalah bayi
tabung. Kedua, menetapkan atau mencari ketentuan hukum
baru bagi sesuatu masalah yang sudah ada ketentuan hukumnya
tetapi tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kemaslahatan
manusia masa sekarang. Yang dimaksud dengan “tidak sesuai
dengan keadaan dan kemaslahatan manusia masa sekarang”
adalah ketentuan hukum lama itu yang merupakan hasil ijtihad
para ulama terdahulu sudah tidak mampu lagi merealisasi
kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat masa kini. Untuk itu
perlu ditetapkan ketentuan hukum baru yang lebih mampu
merealisasi kemaslahatan umat yang merupakan tujuan shariat
dengan mempertimbangkan pengetahuan baru yang ditimbulkan
oleh kemajuan ilmu pengetahuan teknologi modern. Contonya
ketentuan hukum Islam mengenai pemimpin wanita. Ijtihad
ulama sekarang ini telah membolehkan wanita menjadi pemimpin
atau kepala negara, padahal ijtihad lama menetapkan bahwa
wanita tidak boleh menjadi pemimpin atau kepala negara.
Pembaharuan dalam hukum Islam itu dapat terjadi dalam tiga
bentuk atau kondisi, yakni:
1. Apabila hasil ijtihad lama itu adalah salah satu dari sekian
keboleh-jadian yang dikandung oleh suatu teks Al-Qur‟an dan
hadits. Dalam keadaan demikian, pembaharuan dilakukan
dengan mengangkat pula keboleh-jadian yang lain yang
terkandung dalam ayat atau hadith tersebut. Contoh, Jumhur
ulama telah menetapkan tujuh macam kekayaan yang wajib
zakat, yaitu emas dan perak; tanam-tanaman; buah-buahan;
barang-barang dagangan; binatang ternak; barang tambang;
15

dan barang peninggalan orang dahulu yang ditemukan waktu
digali. Ketujuh macam kekayaan yang ditetapkan wajib zakat
itu berkisar dalam ruang lingkup kebolehjadian arti.
2. Bila hasil ijtihad lama didasarkan atas „urf setempat, dan bila
„urf itu sudah berubah, maka hasil ijtihad lama itupun dapat
diubah

dengan

menetapkan

hasil

ijtihad

baru

yang

berdasarkan kepada „urf setempat yang telah berubah itu.
Contohnya hasil ijtihad mengenai kepala negara wanita. Hasil
ijtihad ulama terdahulu menetapkam wanita tidak boleh
menjadi kepala negara, sesuai dengan „urf masyarakat Islam
masa itu yang tidak bisa menerima wanita sabagai kepala
negara. Dengan berkembangnya paham emansipasi wanita,
„urf masyarakat Islam sekarang sudah berubah, mereka sudah
dapat menerima wanita sebagai kepala negara. Hasil ijtihad
ulamapun sudah dapat berubah dan sudah menetapkan
bahwa wanita boleh menjadi kepala negara.
3. Apabila hasil ijtihad lama ditetapkan dengan qiyas, maka
pembaharuan dapat dilakukan dengan meninjau kembali
hasil-hasil ijtihad atau ketentuan-ketentuan hukum yang
ditetapkan dengan qiyas dengan menggunakan istihsan.
Sebagaimana diketahui, penetapan hukum dengan istihsan
merupakan suatu jalan keluar dari kekakuan hukum yang
dihasilkan oleh qiyas dan metode-metode istinbat hukum yang
lain. Contohnya hasil ijtihad tentang larangan masuk masjid
bagi orang haid yang diqiyaskan kepada orang junub karena
sama-sama hadath besar. Ada ulama yang merasa qiyas di
atas kurang tepat karena ada unsur lain yang membedakan
haid dengan junub, walaupun keduanya sama-sama hadath
besar.
Karena pembaharuan hukum Islam mengandung arti gerakan
ijtihad menetapkan ketentuan hukum yang mampu menjawab

16

permasalahan dan perkembangan baru maka pembaharuan itu
dilakukan dengan cara kembali kepada ajaran asli Al-Qur‟an dan
hadits dan tidak mesti terikat dengan ketentuan-ketentuan
hukum Islam hasil ijtihad lama yang merupakan hukum Islam
kategori

fikih.

Hukum

Islam

kategori

fikih

adalah

hasil

pemahaman dan rumusan para ulama yang bisa jadi ada yang
dipengaruhi

oleh

keadaan

pada

masa

itu,

seperti

yang

dilandaskan atas „urf setempat dan karenanya ketentuan itu
belum tentu mampu menjawab permasalahan dan perkembangan
baru, artinya belum tentu mampu merealisasikan kemaslahatan
umat masa kini yang keadaannya berbeda dengan keadaan pada
masa itu. Sedangkan ajaran asli Al-Qur‟an dan hadith selalu
mampu

manjawab

permasalahan-permasalahan

masyarakat

sepanjang zaman dan semua tempat. Oleh karena itu dalam
menetapkan hukum terhadap suatu masalah, para mujtahid
harus langsung kembali kepada ajaran asli Al-Qur‟an dan hadith
dengan cara berijtihad memahami dan menafsirkan ajaran-ajaran
asli tersebut serta memperhatikan dasar-dasar atau prinsipprinsipnya yang umum. Dengan demikian ketentuan hukum
Islam yang dihasilkan oleh ijtihad itu betul-betul mampu
menjawab permasalahan-permasalahan masyarakat, dalam arti
mampu

merealisasikan

kemaslahatan

umat

manusia

yang

merupakan tujuan syari‟at Islam.
2.6 Sasaran Pembaharuan Hukum Islam
Pada hakikatnya adalah kembali kepada konsep “tujuan dari
hukum Islam” itu sendiri, kita mengacu pada tujuan umum
bahwa hukum Islam berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang
berkenaan dengan kehidupan manusia serta tujuan spesifik
tertentu, perintah hukum tersebut ditetapkan dalam rangka
untuk mencapai tujuan tersebut.

17

Sasaran hukum Islam

dapat digolongkan ke dalam dua

kategori lebar yaitu spesifik dan umum. Sasaran umum hukum
Islam

mengarahkan

kepada

kesejahteraan

manusia

pada

umumnya, baik dalam dunia dan di alam baka. Tujuannya
adalah mereka yang memiliki tujuan mewujudkan kesejahteraan
umum manusia, baik di dunia ini dan di akhirat. Sedangkan
sasaran spesifik hukum Islam yaitu untuk merealisir aktivitas
manusia lebih dangkal, seperti ekonomi, kehidupan berkeluarga,
dan politik. Tujuan spesifik hukum Islam adalah hukum Islam
yang berusaha untuk mewujudkan dalam ranah sempit aktivitas
manusia, seperti ekonomi, kehidupan keluarga, atau tatanan
politik.
2.7 Interpretasi Pembaharuan Hukum Islam
Reinterpretasi terhadap Al-Quran dan Al-Sunnah dalam rangka
pembaharuan hukum islam perlu didukung dengan:
1) Ijtihad

hukum

islam

(terutama

dilakukan

secara

jama‟/kolektif, melibatkan lintas disiplin ilmu);
2) Mengurangi sifat mentaqdisan terhadap fiqh dengan tetap
menghargainya;
3) Membudayakan

kajian

secara

muqarran/membandingkan

terhadap fiqh dan ilmu terkait lainnya;
4) Fasilitasi dari pemerintah,terutama kebijakan/regulasi dan
finansial;
5) Networking antara ulama, ilmuan, pejabat eksekutif, legislatif,
yudikatif, Ormas Islam, Parpol dan masyarakat;
6) Sosialisasi hasil ijtihad secara luas.

18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembaharuan
hukum Islam adalah sangat penting demi tercapainya visi Islam
yaitu sebagai rahmat bagi semesta alam. Untuk melakukan
pembaruan itu maka diperlukan suatu pemikiran baru yang
dapat mendongkrak pemikiran umat Islam, khususnya umat
islam Indonesia.
Pembaruan hukum Islam merupakan suatu keharusan untuk
tetap mempertahankan eksistensi hukum Islam. namun, dalam
melakukan

pembaruan

hukum

Islam,

tetap

harus

memperhatikan sebagai ajaran yang kekal dari Allah swt.
sehingga tidak boleh melakukan pembaruan dengan semenamena, karena justru akan menjauhkan dari tujuan syariah
tersebut (maqāṣid as-syarīah). Bahkan pembaruan tanpa metode
yang benar dan tindakan yang semena-mena justru dapat
menghancurkan sendi-sendi ajaran agama.
Selain itu, harus diperhatikan pula faktor-faktor pendorong,
prinsip-prinsi, serta yang menjadi sasaran dalam melakukan
pembaharuan hukum islam agar dalam melakukan perubahan
itu dapat berjalan dengan lancar dan tentunya sesuai dengan
yang

diharapkan

oleh

umat

islam

yang

pada

akhirnya

kesemuanya itu ditujukan demi merebut kembali kejayaan umat
islam dimasa lampau serta menegakkan kalimatullah.
3.2 Saran
Hemat penyusun Islam tidak menafikan adanya inovasi kreatif
dan dinamis dalam pemikiran masalah-masalah yang mungkin
berubah (muta-ghayyirât), tetapi bukan dalam hal-hal yang
bersifat tetap (tsawâbit). Namun karena nisbah pemikiran

19

tersebut ditujukan kepada Islam, maka pemikiran Islam tersebut
harus selalu berpegang teguh terhadap mas}dariyyah al-Qur‟an
dan

hadits,

baik

secara

tersirat

maupun

tersurat.

Oleh

karenanya, Umat Islam harus berhati-hati dalam melakukan
tajdid. Tajdid yang benar adalah yang sesuai dengan al-Qur‟an
dan

hadis

tidak

bertentangan

dengan

keduanya.

Dalam

metodenya pun, meski dibolehkan untuk disesuaikan dengan
situasi

dan

kondisi

zaman

modern,

tapi

harus

tetap

memperhatikan kesesuaiannya dan tidak bertentangan dengan
kedua sumber ajaran Islam tersebut.

20

DAFTAR PUSTAKA

Literatur Buku
Al-Qur‟an dan Hadits.
Ali, Muhammad Daud. 2012. Hukum Islam: Pengantar Ilmu
Hukum Dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Cetakan
ke-18. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1994. Pengantar Hukum Islam.
Cetakan Kelima. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Pendidikan Nasional. 2015. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Manan, Abdul. 2006. Reformasi Hukum Islam di Indonesia.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ramulyo, Mohd. Idris. 1995. Hukum Islam. Jakarta: Sinar
Grafika.
Rofiq,

Ahmad. 2001. Pembaharuan Hukum Islam di
Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Jurnal
Gunawan, Edi. 2015. Pembaharuan Hukum Islam Dalam
Kompilasi Hukum Islam. Jurnal Studia Islamika. Vol.
12, No. 1: 281-305.
Sucipto. 2011. Pembaharuan Hukum Islam. Jurnal ASAS.
Vol. 3, No. 1: 50-64
Zarkasyi, Amal Fathullah. 2013. Tajdid Dan Modernisasi
Pemikiran Islam. Jurnal TSAQAFAH. Vol. 9, No. 2:
395-418.
Internet
Anonim. Mei 2016. Pembaruan Hukum Islam. Melalui
http://suduthukum.com/2016/05/pembaruanhukum-islam.html [20 April 2017 pk. 16.34].
Anonim. November 2010. Pembaharuan Hukum Islam.
Diakses melalui situs website yang tertera berikut ini

21

http://saiyanadia.wordpress.com/2010/11/20/pemb
aharuan-hukum-islam/ [20 April 2017 pk. 16.27].
Zamzani, Mukhtar. Tahun tidak tersedia. Pembaruan
Hukum. Diakses melalui situs berikut http://pasintang.go.id/terasconfiq/downlot.php?file=pembarua
n%20hukum-MZ.pdf [20 April 2017 pk. 16.56].

22