Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Inkuiri dengan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas V SDN 2 Gunung Tumpeng Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2014/201

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Belajar

  Menurut Bloom (Suprayekti, 2003 : 4) Proses yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku disebut dengan proses belajar. Proses ini merupakan aktivitas psikis atau mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relatif konstan dan berbekas. Perubahan- perubahan perilaku ini merupakan hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik

  Pengertian belajar yang dikemukakan oleh Slameto (2003:2) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Senada dengan pengertian belajar menurut Gage dan Berliner (Hamdani, 2010: 21) suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman.

  Purwanto (2008:42) mengemukakan “Belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri seseorang dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar merupakan bentuk usaha seseorang untuk meningkatkan pengetahuan sehingga akan terwujud perubahan berpikir dan bertingkah laku ke arah yang lebih baik.

  Dari berbagai pengertian belajar dari para ahli dapat diperoleh kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu ke arah yang lebih baik sebagai hasil dari pengalaman yang diperoleh. Perubahan tingkah laku dapat berwujud dari keadaan yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang pada awalnya tidak bisa menjadi bisa.

2.1.2 Hasil Belajar

  Menurut Rifa’i dan Anni (2009: 5), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pebelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan Purwanto (2011: 46), hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pernyataan ini menunjukkan bahwa hasil belajar ditandai dengan sejumlah penguasaan keterampilan yang hendak dicapai.

  Sedangkan menurut Sudjana (2011:22) yang dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sejalan dengan pendapat dari Sudjana, Arikunto (2009) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar perubahan itu tampak dari perbuatan yang dapat diamati dan dapat diukur. Menurut Gagne & Briggs (Suprihatiningrum, 2013:37) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa

  (learner’s performance). Artinya bahwa

  hasil belajar itu diukur pada saat siswa sedang belajar dan pada saat siswa selesai belajar.

  Lima tipe hasil belajar menurut Gagne ada yaitu intellectual skill (keterampilan intelektual), cognitive strategy (strategi kognitif), verbal

  

information (informasi verbal), motor skill (keterampilan motoris), dan attitude

  (sikap). Hal ini dikuatkan oleh Taksonomi Bloom bahwa penilaian hasil belajar dinilai dari 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif dapat dinilai dengan teknik tes sedangkan penilaian ranah afektif dan psikomotor dilakukan dengan teknik nontes. Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita.

  

  Menurut Susanto Ahmad hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Definisi di atas dipertegas lagi oleh pendapat Nawawi (Susanto Ahmad, 2013:5) yaitu hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor. Hal tersebut dapat diartikan bahwa keberhasilan dicapai pada saat proses pembelajaran berlangsung dan juga pada akhir pembelajaran.

  Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku dalam kemampuan-kemampuan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar yang dapat diamati dan diukur melalui kegiatan pengukuran.

  Pengukuran merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda Wardani (2012: 47). Untuk menetapkan angka dalam pengukuran tersebut diperlukan alat ukur yang disebut dengan instrumen seperti tes, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

  Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.

  1. Penilaian kompetensi sikap. Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh siswa dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarsiswa adalah daftar cek atau skala penilaian (rating

  

scale ) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.

  1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.

  2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.

  3) Penilaian antarsiswa merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.

  Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarsiswa. 4)

  Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

2. Penilaian Kompetensi Pengetahuan. Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.

  1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.

2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.

  3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

  3. Penilaian Kompetensi Keterampilan. Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. 1)

  Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. 2)

  Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. 3)

  Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas siswa dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian siswa terhadap lingkungannya. Instrumen penilaian juga harus memenuhi persyaratan yaitu sebagai berikut:

  1. Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai; 2.

  Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan

  3. Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

  Dalam kegiatan memberikan angka tersebut dapat bermakna apabila dilakukan sebuah asesmen. Asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa Wardani (2012: 50).

  Jenis-jenis assesmen selalu dikaitkan dengan fungsinya. Asesmen ditinjau dari fungsinya Wardani (2012: 55) yaitu:

  1. Asesmen formatif Berfungsi untuk memperbaiki hasil atau program untuk memperbaiki hasil atau program kegiatan.

  2. Asesmen sumatif Berfungsi untuk menentukan tingkat tingkat keberhasilan pada akhir program 3. Asesmen penempatan

  Berfungsi untuk mengelompokkan seseorang berdasarkan kriteria tertentu dan menempatkan pada kategori program yang sesuai dengan kriteria.

  4. Asesmen diagnostik Berfungsi untuk mendeteksi kelemahan-kelemahan yang biasanya bersifat psikologis atau mengidentifikasi kesulitan belajar siswa yang berkaitan dengan pembuatan program remediasi.

  Dalam melaksanakan asesmen pembelajaran, perlu memperhatikan teknik asesmen pembelajaran. Secara umum teknik asesmen pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua yakni teknik tes dan teknik non-tes.

1. Teknik Tes

  Tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama Wardani (2012: 142). Jenis-jenis tes secara lebih jelas disajikan sebagai berikut ini: 1)

  Jenis tes berdasarkan cara mengerjakannya dibagi menjadi 3 yaitu: a.

  Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya.

  b.

  Tes lisan. Baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.

  c.

  Tes unjuk kerja. Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor. 2)

  Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya yaitu: a.

  Tes Esai (Essay-type Test).

  Tes Esai atau uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan dalam bentuk tulisan.

  b.

  Tes Jawaban Pendek.

  Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata- kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.

  c.

  Tes Objektif.

  Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).

  3) Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggaraannya menurut Wardani

  (2012: 143) yaitu: a.

  Tes formatif merupakan tes yang dilakukan pada saat program pengajaran sedang berlangsung (progress test).

  b.

  Tes sumatif merupakan tes yang diselenggarakan untuk mengetahui hasil pengajaran secara keseluruhan (total).

  c.

  Pra test dan post test, Hasil pre test digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa pada awal program pengajaran dan digunakan untuk menentukan sejauh mana kemajuan siswa. Kemajuan yang dicapai bisa dilihat dengan membandingkan hasil pre test dengan hasil tes yang diselenggarakan di akhir program pengajaran (post test ).

2. Non Tes

  Teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah Wardani (2012: 73). Teknik non tes digunakan untuk menilai ranah afektif dan psikomotorik. Macam-macam tehnik non tes adalah sebagai berikut: 1)

  Unjuk kerja adalah suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas siswa dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi dan berdiskusi; kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam kelompok; partisipasi siswa dalam diskusi; keterampilan menari; keterampilan memainkan alat musik; kemampuan berolahraga; keterampilan menggunakan peralatan laboratorium; praktek sholat; bermain peran; bernyanyi dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat. 2)

  Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu. 3)

  Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada siswa yang dilakukan secara individu.

  4) Tugas kelompok sama seperti tugas individu, namun tugas ini dikerjakan secara kelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja kelompok.

  5) Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum, dan laporan pemantapan, Praktik Kerja Lapangan (PPL).

  6) Responsi atau ujian praktik adalah suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian responsi dapat dilakukan pada awal praktik ataupun pada akhir praktik.

  7) Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu.

  Dalam melakukan pengukuran perlu memperhatikan sistem penilaian hasil belajar. Sistem penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan ke dalam dua cara atau dua sistem, yakni penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP). Penilaian acuan norma (PAN) adalah penilaian yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan siswa di dalam satu kelompoknya. Untuk itu, norma atau kriteria yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa, dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang tergantung pada prestasi kelompoknya. Keuntungan sistem ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau kelas sehingga sekaligus dapat diketahui keberhasilan pengajaran bagi semua siswa. Kelemahannya adalah kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Sistem penilaian ini tepat digunakan dalam penilaian formatif. Sistem penilaian acuan norma disebut standar relatif.

  Penialaian acuan patokan (PAP) adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian, derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya dicapai, bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Biasanya keberhasilan siswa ditentukan kriterianya, yakni berkisar antara 75-80%. Artinya siswa dapat dikatakan berhasil apabila ia menguasai atau dapat mencapai sekitar 75-80% dari tujuan atau nilai yang seharusnya dicapai. Kurang dari kriteria tersebut dinyatakan belum berhasil. Sistem penilaian acuan patokan disebut standar mutlak .

  Salah satu prinsip penilaian adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan siswa. Kriteria paling rendah untuk menyatakan siswa mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.

  Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.

  Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, siswa, dan orang tua siswa. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh siswa dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar siswa.

  Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Adapun fungsi kriteria ketuntasan minimal antara lain:

1. Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi siswa sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti.

  2. Sebagai acuan bagi siswa dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran.

  3. Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah.

  4. Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan siswa dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat.

  5. Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. (Depdiknas, 2010: 4).

  Dengan demikian hasil belajar diukur melalui pengukuran yang dilakukan dengan teknik tes (aspek kognitif) dan non-tes (aspek afektif dan aspek psikomotorik). Sistem penilaiannya dapan menggunakan penilaian acuan norma (PAN) maupun penilaian acuan patokan (PAP). Tidak lupa juga memperhatikan acuan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan.

2.1.3 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

2.1.3.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. (BNSP, 2006: 161).

  Kemudian Priantoro, (Trianto, 2010:137) mengemukakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

  IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera, oleh karena itu IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang di amati, Kardi dan Nur (Trianto, 2013:136)

  Jadi IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan produk, proses dan aplikasi dari pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan alam semesta.

2.1.3.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

  Tujuan pembelajaran IPA menurut BSNP 2006 (Purwanto, 2013:175), adalah sebagai berikut:

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.3.3 Karakteristik IPA

  Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman (Susanto, 2013:170), meliputi:

  1. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori.

  2. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya.

  3. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam.

  4. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja.

  5. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

2.1.3.4 Ruang Lingkup IPA

  Ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Alam untuk sekolah dasar (Permendikbud No 64 tahun 2013) meliputi aspek-aspek berikut: 1.

  Rangka dan organ tubuh manusia dan hewan 2. Makanan, rantai makanan, dan keseimbangan ekosistem 3. Perkembangbiakan makhluk hidup 4. Penyesuaian diri makhluk hidup pada lingkungan 5. Kesehatan dan sistem pernafasan manusia 6. Perubahan dan sifat benda 7. Hantaran panas, listrik dan magnet 8. Tata surya 9. Campuran dan larutan

  Kompetensi yang harus dicapai oleh siswa telah dijabarkan oleh pemerintah dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA kelas V semester II meliputi energi dan perubahannya serta bumi dan alam semesta. Aspek bumi dan alam semesta meliputi satu standar kompetensi dan masing-masing dijabarkan ke dalam kompetensi dasar. Secara terperinci standar kompetensi dan kompetensi dasar Mata Pelajaran IPA kelas V semester II dapat dilihat dalam tabel berikut :

  Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam

  7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan

  7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air

  7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya

  7.3 Mendeskripsikan struktur bumi

  7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah

  7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan

  Bumi dan Alam Semesta 7.

  

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Energi dan Perubahannya 5.

  6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya

  6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya

  6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model

  5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat

  5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

  Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya

  7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)

2.1.4 Pendekatan Inkuiri

  Pendekatan inkuiri menurut Sanjaya (Suprihatiningrum, 2013:163) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Senada dengan pendapat Sanjaya, W. Gulo (Putra, 2013:86) berpendapat bahwa inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, logis dan analitis, sehingga dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Dua pendapat tersebut di pertegas oleh pendapat Hemalik (Putra, 2013:88), menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang berpusat pada siswa, kelompok siswa inkuiri dilibatkan dalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.

  Jadi pembelajaran inkuiri adalah kegiatan atau pelajaran yang dirancang sedemikian yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk dan menemukan konsep sendiri dan jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

  Langkah-langkah pendekatan inkuiri menurut Dr. Kokom Komalasari (2010:73-74): 1.

  Merumuskan masalah 2. Mengamati atau melakukan observasi lapangan 3. Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung.

  Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati.

  4. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya.

  5. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lainnya.

  Sejalan dengan Kokom, Sanjaya 2008 (Putra, 2013:101-104), menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Orientasi Tahap ini, guru membina suasana pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan adalah a.

  Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

  b.

  Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.

  c.

  Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

  2. Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

  3. Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

  Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

  4. Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

  5. Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

  6. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

  Sependapat dengan Sanjaya pelaksanaan pembelajaran inkuiri menurut Eggen dan Kauchak (Trianto, 2010:172) langkah-langkahnya adalah : 1.

  Menyajikan pertanyaan atau masalah.

  Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis, kemudian guru membagi siswa dalam kelompok.

  2. Merumuskan hipotesis Guru memberikan kesempatan siswa untuk curah pendapat dalam membentuk dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis yang mana menjadi hipotesis penyelidikan.

  3. Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan langkah- langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.

  4. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi Guru membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan.

  5. Mengumpulkan dan menganalisis data Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

  6. Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan.

  Ditegaskan oleh Sudjana (Trianto, 2010:172), bahwa ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri, yaitu:

  1. Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa.

  2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.

  3. Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan.

  4. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi 5.

  Mengaplikasikan kesimpulan.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut

  1. Merumuskan masalah Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis, kemudian guru membagi siswa dalam kelompok.

  2. Merumuskan hipotesis Guru memberikan kesempatan siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi hipotesis penyelidikan.

  3. Mengumpulkan data Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan.

  4. Menguji hipotesis Guru membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan.

  Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

  5. Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan.

  Keunggulan dan kelemahan pendekatan inkuiri (Putra, 2013:105-108) Pendekatan inkuiri ini memiliki keunggulan yaitu: 1.

  Dapat meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini dikarenakan siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang diberikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri.

  2. Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser ke arah kepuasan instrinsik. Siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sampai dapat memecahkan masalah yang ada akan meningkatkan kepuasan intelektualnya yang datang dari dalam dirinya.

  3. Memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam proses penemuan.

  4. Memperpanjang proses ingatan.

  5. Memahami konsep-konsep sains dan ide-ide dengan baik.

  6. Belajar pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, komunikasi dan lain sebagainya.

  7. Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa.

  8. Tingkat harapan meningkat, tingkat harapan merupakan bagian dari konsep diri.

  9. Proses pembelajaran inkuiri bisa mengembangkan bakat.

  10. Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa dari belajar dengan hafalan.

  11. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerima dan mengatur informasi yang didapatkan. Di sisi lain pendekatan inkuiri mempunyai kelemahan-kelemahan 1.

  Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan berpikir, sehingga siswa yang mempunyai kemampuan berpikir lambat bisa kebingungan dalam berpikir secara luas, membuat abstraksi, menemukan hubugan antar-konsep dalam suatu mata pelajaran, atau menyusun sesuatu yang telah diperoleh secara tertulis maupun lisan.

  2. Tidak efisien, khususnya utuk mengajar siswa yang jumlahnya besar sehingga banyak waktu yang dihabis-habiskan untuk membantu seseorang siswa dalam menemukan teori-teori tertentu.

  3. Harapan-harapan dalam model pembelajaran ini dapat terganggu oleh siswa- siswa dan guru-guru yang telah terbiasa dengan pengajaran tradisional.

  4. Bidang since membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji ide-ide.

  5. Kurang berhasil bila jumlah siswa terlalu banyak di dalam satu kelas.

  6. Sulit menerapkan pendekatan ini karena guru dan siswa sudah terbiasa dengan pendekatan ceramah dan tanya jawab.

  7. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri lebih menekankan pada penguasaan kognitif serta mengabaikan aspek keterampilan, nilai, dan sikap.

  8. Kebiasaan yang diberikan kepada siswa tidak selamanya bisa dimanfaatkan secara optimal dan sering terjadi siswa kebingungan.

  9. Memerlukan sarana dan fasilitas.

2.1.5 Pembelajaran dengan Model Numbered Heads Together (NHT)

  2.1.5.1 Hakikat Pembelajaran

  Rifa’i dan Anni (2009: 193) mengemukakan bahwa pembelajaran berorientasi pada bagaimana peserta didik berperilaku, memberikan makna, yang merubah stimuli dari lingkungan ke dalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Sedangkan Kustandi dan Sutjipto (2011: 5) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar guru/pengajar untuk membantu siswa atau anak didiknya agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

  Mengkaji pendapat tentang pengertian pembelajaran di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran mencakup komponen-komponen penting yang saling terkait, yaitu guru, siswa, dan hasil belajar. Guru mutlak memerlukan keterampilan dasar mengajar dalam melaksanakan pembelajaran. Keterampilan tersebut dimunculkan dalam pembelajaran untuk mengarahkan aktivitas siswa ke arah yang baik, sesuai dengan yang direncanakan. Apabila aktivitas siswa telah sesuai dengan yang direncanakan, maka informasi yang ingin diberikan oleh guru kepada siswa dapat diserap dengan baik. Pola interaksi tersebut menyebabkan adanya hasil belajar yang diperoleh siswa.

  2.1.5.2 Model Pembelajaran

  Menurut Kosasih (2010: 54) istilah model secara khusus diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Berdasarkan pengertian tersebut model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran.

  Arends (Suprijono, 2009:46) mengemukakan model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

  Merujuk pada pemikiran Joyce (Suprijono, 2009 : 46), fungsi model pembelajaran yaitu guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide.

  Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bawa model pembelajaran kerangka konseptual yang digunakan sebagai landasan pembelajaran yang digunakan guru untuk membatu peserta didik dalam belajar.

2.1.5.3 Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)

  Hamdani (2011:89) Numbered Heads Together adalah model belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa. Berikut ini langkah-langkah NHT 1.

  Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

  2. Guru memberikan tugas kepada tiap-tiap kelompok disuruh untuk mengerjakannya.

  3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

  4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

  5. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain

  6. Kesimpulan.

  Sejalan dengan Hamdani, menurut Suprijono (2011:92) langkah-langkah

  NHT sebagai berikut ini 1.

  Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.

  2. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok.

  3. Setiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

  4. Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok.

  5. Mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang diberikan guru secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru.

  6. Kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang guru berikan sebagai pengetahuan yang utuh.

  Ditegaskan oleh Huda (2013:203-204) bahwa langkah-langkah NHT adalah

  1. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.

  2. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

  3. Guru memberi tugas atau pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk mengerjakannya

  4. Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

  5. Guru memanggil salah satu nomor secara acak.

  6. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka.

  Hal ini kuatkan oleh pendapat Suprihatiningrum (2013:209) bahwa langkah-langkah Model pembelajaran NHT adalah:

  1. Penomoran Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

  2. Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.

  3. Berpikir bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.

  4. Menjawab Guru memanggil nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

  Berdasarkan pada langkah-langkah model pembelajaran NHT yang sudah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah NHT yakni

  1. Penomoran Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

  2. Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok.

  3. Berpikir bersama Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

  4. Pemanggilan Guru memanggil salah satu nomor secara acak 5. Menjawab

  Mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang diberikan guru secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru.

  6. Memberi tanggapan Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain

  7. Kesimpulan

  Kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang guru berikan sebagai pengetahuan yang utuh Model pembelajaran NHT mempunyai potensi yakni setiap siswa menjadi siap semua, siswa juga dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Di sisi lain model pembelajaran NHT memiliki kelemahan, yakni kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

  Jadi langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan adalah: 1. Penomoran

  Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

  2. Merumuskan masalah Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis, kemudian guru membagi siswa dalam kelompok.

  3. Merumuskan hipotesis Guru memberikan kesempatan siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi hipotesis penyelidikan.

  4. Mengumpulkan data Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan.

  5. Menguji hipotesis Guru membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan.

  Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

  6. Berpikir bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.

  7. Pemanggilan Guru memanggil salah satu nomor secara acak.

  8. Menjawab Mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang diberikan guru secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru.

  9. Memberi tanggapan Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain.

  10. Kesimpulan Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan, kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang guru berikan sebagai pengetahuan yang utuh

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan a.

  Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Siti Maemunah pada tahun 2012 dengan judul “Penggunaan Pendekatan Inkuiri untuk

  Meningkatkan Hasil Belajar Afektif dan Kognitif Ilmu Pengetahuan Alam Kelas V SD Bansari Semester II Tahun Ajaran

  2011/2012”. Peneltian ini menyimpulkan terjadi peningkatan hasil dan keaktifan belajar siswa yang signifikan dengan nilai KKM yang ditentukan yaitu 71. Pada kondisi awal pra siklus, hasil dan keaktifan belajar peserta didik termasuk dalam kategori rendah yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 66,78, sedangkan pada pembelajaran siklus I, keaktifan dan hasil belajar siswa meningkat kekategori tinggi yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 81,99 dengan pencapaian ketuntasan belajar sebanyak 85,19 %. Selanjutnya pada siklus II, terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata- rata 84,73 dengan pencapaian ketuntasan 100 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V Mata Pelajaran IPA SD N Bansari dengan adanya perbandingan peningkatan ketuntasan siswa dari siklus I sampai siklus II yaitu sebanyak 14,81 %.

  b.

  Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Siti Maimunah pada tahun 2012 dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas IV SD Negeri Simpar Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester II 2011/2012”. Hasil penelitian ini, menunjukan ada peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini nampak pada peningkatan rata-rata pada hasil belajar siswa yakni kondisi pra siklus 55,91. Siklus I naik menjadi 62,95 dan siklus II naik lagi menjadi 72,27. Apabila diperhatikan di siklus I siswa yang tuntas 9 (40,91 %) pada siklus II siswa yang tuntas 19 (86,36 %).

  c.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil Belajar Siswa - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siswa Kelas V SD Negeri 2 Wonoroto K

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siswa Kelas V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Ajaran 2014 / 2015

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siswa Kelas V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Ajaran 2014 / 2015

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siswa Kelas V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Ajaran 2014 / 2015

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siswa Kelas V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Ajaran 2014 / 2015

0 0 97

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aplikasi Inventori Menggunakan Teknologi Firebase: Studi Kasus PT. Asindo Setiatama

1 1 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembuatan Game Simulasi Trading Saham pada Platform Android

0 1 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Algoritma Blowfish untuk Enkripsi Database Mysql pada Sistem Informasi Data Aset Berbasis Web

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 73