PERAN GURU DALAM PENINGKATAN MUTU PENDID (1)

PERAN GURU DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN :
SEBUAH TINJAUAN YURIDIS

Pendahuluan
Pendidikan adalah tonggak perkembangan sebuah bangsa, melalui pendidikan yang
berkualitas tentu berkorelasi dengan daya saing sebuah bangsa. Salah satu elemen
penting dalam pendidikan adalah ketersediaan tenaga guru. Sebagai bagian dari elemen
penting dalam dunia pendidikan, profesionalitas peran guru dalam proses pembelajaran,
pengajaran dan pendidikan memiliki pertalian dengan peningkatan mutu pendidikan.
Menanggapi kondisi tersebut, telah ditempuh berbagai upaya pembenahan sistem
pendidikan dan perangkatnya di Indonesia terus dilakukan. Akibatnya muncul beberapa
peraturan pendidikan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan peraturanperaturan yang sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan saat ini. Termasuk
memberlakukannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Disisi lain, tantangan datang dari perspektif bahwa kualitas pendidikan menjadi tuntutan
global untuk kemudian menyiapkan sumberdaya yang dapat bersaing dengan dunia
global. Tanggung jawab dan peran seorang pendidik amatlah berat dan tidak semudah
apa yang diucapkan, sebab pendidik adalah kader-kader bangsa yang serba unik dan
kompleks dan seorang pendidik harus siap dalam menghadapi perubahan dalam
pendidikan di masa depan.
Pentingnya proses belajar mengajar dalam kelas ditengarai sangat ditentukan oleh

bagaimana seorang guru bersikap didalam kelas. Begitu pentingnya pola mengajar bagi
seorang guru ini seringkali disebutkan secara khusus dalam kebijakan-kebijakan
pendidikan kontenporer di Indonesia yang terkait dengan “beban kerja guru” yang
selama ini kita kenal. Karena itu, tulisan sederhana ini ingin memberikan eksplorasi
mengenai peran guru utamanya dalam peningkatan mutu pendidikan.
Tulisan singkat ini berusaha mengkaji peran dan kompetensi guru dalam meningkatkan
mutu pendidikan melalui perspektif yuridis. Hal ini dimaksudkan untuk mengamati
singkronitas antara regulasi mengenai pendidikan dan hak-hak yang diberikan kepada
tenaga pendidikan dalam hal ini guru dalam ikut meningkatkan mutu pendidikan
nasional.
Problematika Mutu Pendidikan Kita
Sebelum melangkah lebih jauh dalam mengkaji peran guru dalam peningkatan mutu
pendidikan, ada baiknya melihat problematika mutu pendidikan saat ini. Hal ini sebagai
overview untuk kemudian mengantarkan pada pemahaman diman dan seperti apa

sebenanrnya kompetensi dan profesionalitas guru secara ideal, seperti halnya juga yang
dicantumkan dalam pengaturan Undang-undang Guru dan Dosen saat ini.
Pendidikan merupakan salah satu subsistem yang sentral, sehingga senantiasa perlu
mendapatkan perhatian dan perbaikan dalam menjaga kontinuitas proses kehidupan
dalam berbagai aspek di tengah-tengah masyarakat (negara) tersebut (input-prosesoutput). Karena itu, mutu pendidikan perlu menjadi perhatian berbagai pihak untuk

kemudian mampu bersama memajukannya. Jamak diingatan kita bahwa mutu
pendidikan Indonesia belum beranjak dari prestasinya yang cukup rendah bahkan di
tingkatan ASEAN.
Memang ada adigum yang terbangun di dalam sistem pendidikan kita bahwa “ganti
menteri ganti kurikulum/kebijakan pendidikan”. Hal ini tentu dapat berpengaruh pada
upaya singkronisasi peningkatan mutu pendidikan. Dalam upaya untuk memperbaiki
sistem pendidikan nasional ternyata memerlukan adanya perbaikan pula dalam aspek
sistemik (regulasi) serta meningkatnya kontrol sosial dari masyarakat. selain itu,
pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas
dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman (Malik Fadjar,
2001).
Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan
bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara
yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai
memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina,
serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam.
Sedangkan laporan dari United Nations Development Program (UNDP) tahun 2010 dan
2011, menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap
buruk. Tahun 2010 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara ditambah
wilayah khusus Hong Kong dan wilayah pendudukan Palestina yang diteliti Program

Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sedangkan tahun 2005 IPM Indonesia
berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun
sebelumnya. Data ini bahkan ditahun-tahun sebelumnya pun posisi Indonesia belum
beranjak lebih jauh ke status yang lebih baik.
Pada skala regional ASEAN, menurut data yang termuat UNDP menyatakan bahwa
posisi Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN lainnya.
Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia (58), Thailand (76), sedangkan
Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam (112) dan lebih baik dari
Kamboja (130), Myanmar (132) dan Laos (135).

Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan
pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yang
dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktor-faktor lain yang juga
mempengaruhinya. Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang
dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan.
Untuk itu diyakini bahwa dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu
memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran.
Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian mutu, yaitu: sesuai
standar (fitness to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai
perkembangan kebutuhan (fitness to latent requirements), dan sesuai lingkungan global

(fitness to global environmental requirements). (Ibrahim, 2000: 6). Karena itu, untuk
melihat upaya peningkatan mutu pendidikan aspek yang penting untuk dikaji adalah
ketersediaan guru yang profesional dan regulasi pendidikan yang menaunginya.
Profesionalitas Guru dalam Tinjaun Yuridis
Berbicara mengenai profesionalitas tentu berkorelasi dengan kompetensi yang dimiliki
oleh guru sebagai tenaga pendidik. Dengan kemampuan baik pedagogik, emosional,
sosial seorang guru juga dituntut untuk dapat profesional. Setidaknya hal ini
ditunjukkan dengan disahkannya Guru sebagai bagian dari sebuah profesi dan dituntut
untuk dapat profesional sesuai yang diamanatkan melalui UU No.14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen.
Kemampuan professional pendidik amatlah penting dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan, bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada
peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan. Beberapa hasil penelitian tentang
peran dan kompetensi guru menyebutkan bahwa guru sekolah dasar yang “progresif”
atau “tradisional” hanya membawa sedikit keberhasilan “prestasi belajar” (Bennet
dalam Mujis, D & Reynolds, D., 2008:2). Dalam penelitian ini juga dikemukakan
bahwa guru yang “progresif” hanya menghasilkan prestasi belajar yang rendah, tetapi
guru dengan progresivisme yang konsisten dan terstruktur” baik dari segi praktik
maupun filosofis malah menghasilkan prestasi belajar yang tinggi. Tentu dari hasil
penelitian ini dapat menjadi pandangan tentang peran guru yang ideal akan tetapi belum

tentu kontekstual (dalam Suharno, 2010: 105-115)
Kemampuan pendidik dalam meningkatkan profesionalnya tidak hanya berguna bagi
dirinya, tetapi mempunyai makna yang positif bagi peningkatan kualitas pendidikan
pada umumnya. Seperti yang dikenal saat ini bahwa, keprofesionalan seorang guru
dibuktikan dengan sertifikat profesi (setifikasi). Melalui sertifikat tersebut pula, guru
mendapatkan manfaat berupa tunjangan yang ditujukan untuk terus meningkatkan
profesionalismenya. Untuk menanggapi hal tersebut, diberlakukanlah sejumlah UU dan
PP dalam pengaturan profesionalisme seorang guru dan dosen.

Konteks tersebut maka kompetensi guru dan dosen menurut aturan yuridis menjelaskan
bahwa pengertian dasar bahwa Pendidik (guru dan dosen) menurut Pasal 39 ayat 2, UU
RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2 ayat 1, UU RI No.14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Pasal 28 ayat (1) PP RI No.19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan adalah tenaga profesional. Dengan berpijak pada
landasan yuridis dan kebijakan tersebut, secara tegas menunjukkan adanya keseriusan
dan komitmen yang tinggi pihak Pemerintah dalam upaya meningkatkan
profesionalisme dan penghargaan kepada guru yang muara akhirnya pada peningkatan
kualitas pendidikan nasional.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 juga menyebutkan bahwa Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Hal tersebut sebagai
penterjemahan Pasal 42 UU RI No.20 Tahun 2003 yang menjelaskan syarat bagi
pendidik yang harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dengan begitu dapat dipahami bahwa peran
guru dalam konteks profesionalitasnya adalah sejalan dengan arah usaha peningkatan
mutu pendidikan dalam tinjaun yuridis.
Kemudian dipertegas dengan Pasal 28 ayat (1) PP RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, dan Pasal 8 UU RI No. 14 Tahun 2005 yang mengamanatkan
bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal D4/S1 dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, yang meliputi kompetensi kepribadian, pedagogis,
profesional, dan sosial. Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran secara formal
dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Kualifikasi akademik minimum diperoleh
melalui pendidikan tinggi, dan sertifikat kompetensi pendidik diperoleh setelah lulus
ujian sertifikasi (Mocklas : 2006).
Adapun cakupan kompetensi seorang pendidik dalam hal ini guru meliputi : kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Kompetensi pedagogik antara lain memahami peserta didik, merancang pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran dan

mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian: (1) mantap dan stabil, bertindak sesuai dengan norma hukum, norma
sosial, bangga sebagai pendidik, konsisten dalam bertindak; (2) dewasa, menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja; (3) arif,

menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak; (4)
berwibawa, menjadi teladan bagi perserta didik, memiliki perilaku yang berpengaruh
positif terhadap peserta didik dan disegani; (5) berakhlak mulia dan menjadi teladan
bagi peserta didik.
Kompetensi profesional yakni menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan
bidang studi; menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah
wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Kompetensi sosial antara
lain mampu berkomunikasi dan bergaul seara efektif dengan peserta didik; mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga
kependidikan; mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan bahasan diatas, dapat dipahami bahwa profesionalitas merupkan tuntutan

yang senantiasa menyertai seorang guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. akan
tetapi seringkali profesionalitas masih ditanggapi ambigu oleh berbagai pihak,
sederhananya profesionalitas hanya dipahami sebagai menjalankan proses belajar
mengajar secara berkala sesuai jadwa. Akan tetapi, “roh” proses belajar mengajar yang
juga membawa misi membangun ikatan emosional, sosial dan religius antara pendidik
dan anak didikannya jarang diikutkan.
Padahal dijelaskan bahwa semestinya Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau
jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan itu.
Sedangkan profesional menunjuk dua hal, yakni orangnya dan penampilan atau kinerja
orang itu dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Sementara profesionalisme
menunjuk kepada derajat atau tingkat penampilan seseorang sebagai seorang
profesional dalam melaksanakan profesi yang mulia itu (Syamsudin :1999).
Dengan memperhatikan definisi tersebut, maka pengertian pendidik yang tertuang di
dalam Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahuan 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dalam pasal 39 yaitu : Pasal (1) Tenaga kependidikan bertugas
melaknsakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayaran
teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pasal (2), Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik

perguruan tinggi.
Sebagai tenaga profesional, maka pendidik dikenal sebagai salah satu jenis dari sekian
banyak pekerjaan (accupation) yang memerlukan bidang keahlian khusus, seperti
dokter, insinyur, tentara, wartawan dan bidang pekerjaan lain yang memerlukan bidang

keahlian yang lebih spesifik. Dalam dunia yang semakin maju, semua bidang pekerjaan
memerlukan adanya spesialisasi, yang ditandai dengan adanya standar kompetensi
tertentu, termasuk guru sebagai profesi (Suparlan, 2006:73).
Prinsip-prinsip profesionalitas menurut UU No.14/2005 Pasal 7 (1) antara lain; (a)
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealism; (2) memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki
kualitas akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4)
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas profesionalitas; (6) memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
(8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Simpulan

Sejatinya, guru sebagai tenaga pendidik memiliki peran dalam meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Secara yuridis hal ini tercantum dalam UU RI No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, dan PP RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dengan
begitu kondisi tersebut memberikan penjelasan bahwa guru memiliki hak untuk dapat
memajukan pendidikan nasional. Selain itu, hal ini sebagai pengakuan secara resmi
bahwa profesi guru dapat disejajarkan dengan profesi lainnya sebagai tenaga
profesional.
Disisi lain, perlu dipikirkan juga bahwa melalui landasan yuridiksi tersebut tidak serta
merta dapat memberikan peningkatan pada mutu pendidikan. ketika kemudian, aspek
yang lebih operasional dalam menstimulus profesionalitas seorang guru. Melalui tulisan
ini juga direkomendasikan sejumlah saran yakni 1) perlu adanya perangkat atau
infrastruktur yang dapat mendukung pengembangan profesionalitas guru melalui
seleksi, akreditasi dan promosi yang memadai, 2) dibukanya ruang partisipasi guru
dalam pengembangan standar pendidikan, karena tuntutan dan kebutuhan pendidikan
konteks lokal tentu akan berbeda-beda, 3) Adanya indikator pengawasan standar
profesional guru harus termasuk pengetahuan serta kinerja mereka, sehingga ketika
inisiasi itu datang dari guru sendiri dipercaya dapat membangun adanya sharing
informasi dan pengetahuan diantara guru dalam upaya peningkatan penyelenggaraan
pembelajaran yang bermutu.


Referensi
1. Abin Syamsudin, Abin. 1999., Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga
Kependidikan. Bandung :PPS Univesitas Pendidikan Indonesia
2. Mucklas, Samani. dkk., 2006. Mengenai Sertifikasi Guru di Indonesia.
Surabaya: SIC.
3. Surayin. 2004., Tanya Jawab Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Bandung: Yrama Widya.
4. Suharno, 2010., Peranan LPTK dalam menyiapkan calon guru yang
berkepribadian, Jurnal Akademika, Vol. II, No.1, Januari 2010 hal: 105-115.
5. Mistar. 2014., Kompetensi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,
http://sumut.kemenag.go.id/ 2014
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan adalah tenaga profesional